Anda di halaman 1dari 4

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai

patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi
lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ
lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha
pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),
kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.
Menurut (PERKENI, 2015) menjelaskan bahwa ada delapan organ penting dalam gangguan toleransi
glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan multipel dari
patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas
kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas
saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang
berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet (gambar-1)
Gambar-1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis hiperglikemia pada DM
tipe 2 source: Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for the
Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795.
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) menurut
(PERKENI, 2015) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Hal ini
dikarenakan penyebab utama dari DM tipe-2 adalah resistensi insulin, sehingga berimbas pada kinerja
dari sel beta pankreas sehingga terjadi defisiensi sel beta pankreas karena terlalu banyak insulin yang
diproduksi.
2. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis
sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production)
meningkat. Gluconeogenesis ini disebabkan karena kondisi tubuh tidak mendapatkan energi karena
resistensi insulin sehingga tubuh melalui hati mencari alternatif baru dengan gluconeogenesis.
3. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular,
akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Gangguan transport pula dapat
disebabkan karena terjadinya reaksi berantai dari ROS sehingga terjadi ketidaknormalan pada
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses
lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai
lipotoxocity.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan secara
intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-
like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap
oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan.
6. Sel Alpha Pancreas
Sel- pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui
sejak 1970. Sel- berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam
plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara
signifikan dibanding individu yang normal.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan
diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated
tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang DM
maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak.
Beberapa gejala yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 diantaranya adalah polyuria
(banyak kencing), polydipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), mudah lelah, sering terjadi
Paresthesia (kesemutan), serta dapat menyebakan kematian . Polyfagia disebabkan karena otak
mendapatkan informasi bahwa tubuh membutuhkan energy lebih, karena terjadi resistensi insulin
sehingga glukosa tidak bisa menjadi sumber energy dari tubuh. Sehingga hipotalamus
menginstruksikan tubuh untuk mengkonsumsi makanan lebih untuk memenuhi kebutuhan glukosa.
(Sherwood, 2001).
Poliuria disebabkan karena adanya diuresis osmotic sebagai hasil dari glukosuria, yang
diakibatkan oleh hiperglikemi dari gluconeogenesis. Karena terjadi polyuria, maka tubuh menjadi
dehidrasi dan terjadilah polydipsia. Dehidrasi yang terjadi dapat menyebabkan malfungsi sistem
saraf, penurunan aliran darah ke otak, gagal ginjal, dan dapat berakhir ke kematian. Hal yang dapat
menyebabkan gejala yang terjadi berujung ke kematian adalah asidosis metabolik (penyebab koma
diabetes), yang disebabkan karena tingginya kadar lipolisis sehingga asam lemak darah bertambah
dan dilakukan katabolisme dari asam lemak tersebut untuk menjadi sumber energy alternatif.
(Sherwood, 2001)
Asam lemak darah yang meningkat menyebabkan tingginya penyerapan asam amino oleh sel,
dan sebabkan asam amino darah meningkat. Karena asam amino darah meningkat, maka mekanisme
penguraian protein pun bertambah, dan menyebabkan penciutan otot dan penurunan berat badan.
(Sherwood, 2001). Rasa mudah lelah terjadi karena adanya gluconeogenesis yang menyebabkan
terjadinya reaksi glikolisis anaerob, penghasil asam laktat yang sudah kita ketahui bersama menjadi
asal muasal dari rasa lelah pada tubuh (Guyton dan Hall, 2006). Paresthesia atau kesemutan terjadi
karena hamparan impuls saraf sensorik terhenti karena sel tidak mendapat nutrisi dan oksigen. Impuls
akan segera melompat lompat saat sel saraf mendapatkan nutrisi, sehingga terjadilah peripheral
neurophaties dan menyebabkan kesemutan (Kasper, Hauser, dan Jameson, 2005).

Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2016). Guyton and Hall textbook of medical physiology. Philadelphia:
Elsevier.

Kasper, D., Fauci, A., Hauser, S., Longo, D., & Jameson, J. (2015). Harrison's Principles of Internal
Medicine. New York: McGraw-Hill Education.

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani D,
Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
Sherwood, Lauralee. "Fisiologi manusia dari sel ke sistem." Jakarta: EGC (2001): 217-21.

DeFronzo, R. A., Ratner, R. E., Han, J., Kim, D. D., Fineman, M. S., & Baron, A. D. (2005).
Effects of exenatide (exendin-4) on glycemic control and weight over 30 weeks in metformin-
treated patients with type 2 diabetes. Diabetes care, 28(5), 1092-1100.

Anda mungkin juga menyukai