Chapter I
Chapter I
TINJAUAN PUSTAKA
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari
dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan
berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun
merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga
wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang
tertinggal.
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada
kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang
tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
ini :
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio
a. Atonia Uteri
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak
mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini
adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh
darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh
tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit
1. Partus lama
2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil
3. Multiparitas
5. Anestesi lumbal
penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah
dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari
b. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-
potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus
menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu
dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi
yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat
berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan
dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat
arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber
kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali
ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab
inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu
menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum
1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang
tersebut
3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar
vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi,
apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri
atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi
bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik.
sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II,
normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu
diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio
persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik,
keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah.
penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka
vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta
setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir
ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta
kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni
plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri
atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera
Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan
Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu
persalinan. Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah oxytocin yang
terbukti sangat efektif dalam mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan
efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak efek
juga efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan
memiliki bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.
Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan
Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi
yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20%
sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah
mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru
lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu
kemungkinan manfaat bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya
dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara bersamaan
memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas
mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan
pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta tidak turun,
tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim yang berikut.
2.4.1 Umur
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35
tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun
pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal,
2008).
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah
yang prima seyogyanya harus menghindari “4 terlalu” dimana dua diantaranya adalah
menyangkut dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada
usia kurang dari 20 tahun. Adapun risiko yang mungkin terjadi jika hamil di bawah
sistem reproduksi belum sempurna, bayi lahir sebelum waktunya, Berat Badan Lahir
kedua adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun. Risiko yang mungkin
terjadi jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya keguguran,
Menurut penelitian Pardosi (2005), bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ibu
yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami
perdarahan postpartum 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai
29 tahun. Selain itu penelitian Najah (2004) menyatakan bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% umur ibu di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun bermakna sebagai
2.4.2 Pendidikan
berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional,
umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan
Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia
yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan
mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan
mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan
yang bergizi.
Menurut Thadeus dan Maine (1990) yang dikutip dari Suryani (2008), dari
pendidikan ibu.
2.4.3 Paritas
primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu
dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin
sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas
paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas 1 sebesar 12%, paritas 2-3
sebesar 40% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%, serta terdapat hubungan yang
mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas >4 yaitu 69% dan
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan
postpartum primer.
terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat
(1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor
jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang
baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu
dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu
kelahiran kurang dari 2 tahun sebesar 41% dengan OR jarak antar kelahiran 2,82. Hal
ini berarti ibu yang memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas
berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin,
eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar,
perdarahan pasca persalinan dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu yang memiliki
riwayat persalinan buruk dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat
persalinan buruk.
Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah
kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 gr%.
Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang
sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel
darah 18% dan haemoglobin 19%. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun
volume darah berarti meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk
Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi
perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan
metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan
oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah
merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat
menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan dengan alat sahli dapat digolongkan
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
anemia berisiko 2,8 kali mengalami perdarahan postpartum primer dibanding ibu
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi (Manuaba,
1998).
1. Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar
3 Multipara
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali.
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan
yang sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Sebab yang paling
umum dari perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pascapersalinan atau yang
uterus yang turun atau inversi. Dari beberapa sebab perdarahan tersebut, salah satu
Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas tinggi
(lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan
bersifat dikotomous adalah variabel yang hanya memiliki dua nilai, misalnya hidup
kategorik agar lebih mudah dalam menginterpretasikan hasil analisisnya. Bila salah
satu atau beberapa variabel independen merupakan variabel dengan skala nominal
dengan 3 atau lebih kategori, maka harus dibuat dummy variable yang
Gambar 2.1 Perbandingan Model Kurva Regresi Logistik dengan Regresi Linier
dikotomous.
dikotomous.
Tujuan dari analisis regresi logistik adalah untuk mendapatkan model yang
paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan hubungan
Interpretasi pada regresi logistik dengan fitted model adalah inferensi dan
slope atau perubahan pada variabel dependen per unit perubahan pada variabel
independen
2. Menentukan pengaruh pada variabel dependen yang disebabkan oleh tiap unit
Dimana p adalah probabilitas kejadian suatu penyakit (Y=1), dan X1, X2, X3
Model regresi logistik tersebut dapat digunakan pada data yang dikumpulkan
melalui rancangan kohort, case control maupun cross sectional. Pada rancangan
berikut:
untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dapat ditulis sebagai berikut (Murti, 1997):
Ada beberapa metode uji statistik yang digunakan dalam analisis regresi
logistik ganda untuk menguji kemaknaan koefisien regresi (βi) yang diperoleh dengan
1. Statistik G
Statistik G ialah rasio logaritmik antara Likelihood model tanpa variabel dan
2. Uji Wald
koefisien regresi (βi) dengan taksiran kesalahan baku (SE). Rumusnya yaitu :
Wald = (β/SEβ)2
a. Model Prediksi
Model prediksi bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa
dependen. Pada pemodelan ini semua variabel dianggap penting sehingga dapat
X1
X2 Y
X3
variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p<0,25 maka
pertimbangan secara substansi tetap dilakukan. Jika ada kovariat yang menurut
masuk ke dalam model harus mempunyai p-Wald<0,05, bila tidak variabel tersebut
dikeluarkan dari model dimulai dari p-Wald yang terbesar dengan memperhatikan
logika substansi. Variabel yang dipertimbangkan untuk keluar dari model dapat
dengan dan tanpa kovariat tersebut. Jika perbedaan koefisien tersebut besar
(>10%), berarti kovariat tersebut tidak dapat dikeluarkan dari model karena akan
perbedaan OR adalah :
dihilangkan dengan membandingkan -2ln pada model tanpa variabel dengan -2ln
5. Uji linieritas variabel numerik dengan tujuan untuk menentukan apakah variabel
numerik dijadikan variabel kategorik atau tetap variabel numerik. Caranya dengan
bentuk garis lurus, maka variabel numerik tetap dipertahankan. Namun bila
6. Setelah memperoleh model yang fit dan mempunyai p yang signifikan, maka
substansi. Pengujian interaksi dilihat dari nilai p yang bermakna, yang berarti
Pemodelan yang digunakan bila kita telah meyakini bahwa satu variabel
X2
X3
X4
variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p<0,25 maka
yang memiliki nilai p-Wald tidak signifikan secara berurutan satu persatu dari
atau confounding satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki nilai p-Wald
yang terbesar, bila setelah dikeluarkan diperoleh selisih OR faktor utama antara
sebelum dan sesudah variabel kovariat (X1) dikeluarkan lebih besar dari 10%,
maka variabel tersebut dinyatakan sebagai confounding dan harus tetap berada
dalam model.
yaitu :
pertama kali adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terbesar dengan
variabel dependen dan yang memenuhi kriteria tertentu untuk dapat masuk model
fordward. Seperti halnya forward, metode stepwise dimulai tanpa variabel sama
sekali di dalam model, lalu satu persatu variabel hasil pengkorelasian variabel
dimasukkan ke dalam model dan dikeluarkan dari model dengan kriteria tertentu.
Variabel yang pertama masuk model sama dengan metode fordward yakni
variabel pertama ini diperiksa lagi apakah harus dikeluarkan dari model menurut
Perdarahan
Paritas Postpartum Primer
- Ya
- Tidak
Umur
Pendidikan
Jarak Antar Kelahiran
Riwayat Persalinan
Buruk Sebelumnya
Status Anemia
1. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki paritas >3 lebih
2. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berumur >35 tahun lebih
3. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berpendidikan rendah lebih
<2 tahun lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak antar kelahiran
>2 tahun.
5. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki riwayat persalinan
buruk sebelumnya lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki
6. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang anemia lebih besar
7. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki paritas >3 lebih
besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol