Proposal Penelitian Skripsi Iwan
Proposal Penelitian Skripsi Iwan
BAB I
PENDAHULUAN
Gianyar serta Kota Denpasar disebelah Timur. Adapun luas wilayahnya sebesar
Sumber kekayaan terbesar dari daerah yang terletak di kawasan selatan Pulau
Dewata itu adalah industri pariwisata, bahkan pajak sektor pariwisata telah
Badung. Sektor Pariwisata merupakan sektor andalan Kabupaten Badung, hal ini
laut, membuat Kabupaten Badung memiliki ragam bentang alam yang kaya, mulai
dari rona pantai hingga pegunungan. Maka dengan potensi ini tidak
2
Pulau Bali. Obyek-obyek wisata sebagian besar berada di kawasan Kuta dan Nusa
Dua, Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODWT) menarik yang biasa dijadikan obyek
wisata di Kabupaten Badung meliputi wisata alam maupun buatan, seperti : Air
Kesenian Kuta Timur, Pantai Canggu, Pantai Jimbaran, Pantai Kuta, Legian,
Taman Raptil Indonesia Jaya, dan masih banyak lagi tempat wisata yang berada di
Kabupaten Badung.
Pajak Daerah dan Retibusi Daerah, Pemerintah Daerah berhak memungut pajak
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel, Peraturan Daerah
Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pajak Restoran dan Perturan Daerah Nomor 17
keamanan daerah-daerah wisata itu sendiri. Karena faktor keamanan adalah unsur
yang sangat penting bagi kepariwisataan, rasa aman dan nyaman merupakan satu
tanpa faktor yang kodusif dan terjaga maka akan mengganggu tingkat kedatangan
3
sarana yang ada menjadi percuma karena kebutuhan akan perlindungan hukum
obyek wisata tersebut. Seperti yang pernah dialami Bali sendiri pasca terjadinya
peristiwa Bom Bali yang terjadi secara beruntun di tahun 2002 dan 2005
menimbulkan efek domino yang sangat besar terhadap penerimaan pajak dari
wisatawan yang disebabkan adanya travel warning oleh beberapa Negara untuk
berkunjung ke Indonesia, hal ini dapat dilihat dari jumlah wisatawan mancanegara
dari 1.412.839 orang menjadi 988.202 orang yang diakibatkan oleh peristiwa Bom
Bali I dan penurunan jumlah wisatawan asing yang datang ke Kabupaten Badung
juga kembali terjadi pada tahun 2005 dan 2006 masing- masing 1.386.448 orang
dan 1.260.270 orang, penurunan ini diakibatkan oleh peristiwa Bom Bali II1.
Pariwisata Polda D.I.Y dan Polda Bali. Selain Polisi Pariwisata di Bali dikenal
dengan Desa Adat yang juga mempunyai peran yang cukup penting dalam
1
Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung
4
sebutan Pecalang (Polisi Adat), peran Pecalang ini diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 3 tahun 2001 yang diubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2005
preventif, represif dan koordinasi lintas sektoral dengan pola pengamanan terpadu
sebagai berikut2 :
1) Pengamanan
selama kunjungan pada wilayah tugasnya mulai dari pintu masuk ke Bali
2) Pengaturan
parkir, route-route yang dilewati oleh wisatawan dan objek-objek lain yang
3) Penjagaan
lingkungan objek atau kawasan wisata dan atau tempat-tempat lain yang
2
Juklak Kapolda Bali No.Pol.: JUKLAK/899/II/2004 tentang TUPOKS Polisi Pariwisata. Hlm 7.
5
4) Pengawalan
5) Patroli
Patroli Dialogis pada lingkungan objek atau kawasan wisata, tempat tinggal
6) Penyidikan
7) Penindakan
yang baik dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan Domestik
Indonesia pada umumnya dan Pulau Bali pada khususnya sebagai tempat wisata
2. Perumusan Masalah
Tahun 2009 ?
3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
keamanan wisatawan.
4. Manfaat Penelitian
5. Keaslian Penelitian
tidak ditemukan penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Memang ada
penelitian dan skripsi yang mengangkat tema Pajak Sektor Pariwisata, adapun
penelitian tersebut adalah skripsi yang ditulis oleh Irwanto yang berjudul :
Kabupaten Kulon Progo” , pada program sarjana Universitas Gadjah Mada, tahun
2008. Masalah yang di kaji dalam skripsi tersebut adalah : (1) Bagaimanakah
Kulon Progo, (3) Apakah kontribusi pajak sektor pariwisata sudah sesuai dengan
6. Sistematika Penelitian
Penulisan laporan penelitian ini akan disusun dalam 5 (lima) bab, yaitu Bab 1,
Bab 2, Bab 3, Bab 4, Bab 5. Dari bab-bab tersebut kemudian diuraikan lagi
9
Sistematika Penelitian.
Bab II: Tinjauan Pustaka; Bab ini akan berisiakan uraian yang sistematis yang
Bab III: Metodologi Penelitian; Bab ini akan berisikan tentang pendekatan
Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan; Bab ini merupakan uraian berupa
permasalahan dengan tujuan mendapatkan kesimpulan dan akan memuat sub bab-
sub bab,
Bab V: Kesimpulan dan saran; Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pajak
peraturan umum dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin
dan surplusnya digunakan untuk publik saving yang merupakan sumber utama
3
Safri Nurmatu, 2003, Penghantar Perpajakan, Granit, Jakrta hlm.12.
4
Rochmat soemitro, 1998, Asas dan dasar-dasar perpajakan 3, Eresco, Bandung, hlm. 21.
5
R. Santoso Brotodiharjo, 2003, Penghantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Jakarta, hlm.5.
11
yang bersifat paksaan kepada negara yang dibebankan pada pendapatan kekayaan
Menurut Sommerfeled Ray M., Andrson Herschel M., & Brock Horace R,
pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah,
ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung
menjalankan pemerintahan7.
bahwa pajak adalah pungutan kepada rakyat untuk Negara yang bersifat memksa
berbeda- beda dan dari ahli yang berbeda-beda pula, tetapi dapat disimpulkan ciri-
Daerah;
6
Safri Nurmatu, loc. cit
7
Kesit Bambang Prakoso, 2006, Hukum pajak, Ekonisa, Yogyakarta, hlm.2.
8
Waluyo, Wirawan B.Ilyas, 2003, Perpajakan Indonesia, Salamba empat, jakarta, hlm. 5.
12
public investment;
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan lain selain Budgeter, yaitu mengatur.
Kesimpulan yang dapat diambil dari ciri-ciri tersebut adalah bahwa pajak
Pemungutannya9.
a. Menurut Sifatnya
Jenis – jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua yaitu: Pajak langsung
1. Pajak Langsung
Pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
9
Departemen Keuangan DJP, 1992, panduan Menteri Penunjang Penyuluhan Perpajakan.
13
Pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya
b. Menurut Sasarannya
Menurut Sasarannya, jenis-jenis pajak yang dapat dibagi dua yaitu: Pajak
1. Pajak Subjektif
Penghasilan.
2. Pajak Objektif
Pertambahan Nilai.
yaitu jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan jenis pajak yang
14
dipungut oleh Pemerintah Daerah, yang sering disebut Pajak Pusat dan Pajak
Daerah.
1. Pajak Pusat
Belanja Negara.
2. Pajak Daerah
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak yang dikelola
10
Undang-undang no.28 th 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
15
e. Pajak Rokok
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
g. Pajak Parkir;
dengan nama Retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas pajak atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang Pribadi atau Badan, yang terdiri atas
11
Undang-undang no 28 th 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
16
Jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor
swasta.
ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau
kelestarian lingkungan.
pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Jadi yang termasuk dalam pajak
sektor pariwisata adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
17
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini
yaitu 12:
menyatu, dikelola, dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh
bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh Wajib Pajak pada saat
12
Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008, hlm. 245.
18
antara lain : 1.) Gubuk pariwisata (cottage); 2.) Motel; 3.) Wisma
faksimile; 3.) Teleks; 4.) Foto copy; 5.) Pelayanan cuci; 6.) Setrika; 7.)
hotel.
c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu
hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olah raga dan hiburan antara lain :
1.) Pusat kebugaran; 2.) Kolam renang; 3.) Tenis; 4.) Golf; 5.) Karoke;
13
Ibid, hlm 247.
19
Pada Pajak Hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan
pajak, yaitu14:
umum di hotel.
Pada Pajak Hotel, yang menjadi subjek pajak adalah Orang Pribadi atau
yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar
pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu yang menjadi
Wajib Pajak adalah Pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam
14
Ibid. Hlm 248.
20
dan wajib pajak pada Pajak Hotel tidak sama. Konsumen yang menikmati
pajak sedangkan pengusaha hotel bertindak sebagai Wajib Pajak yang diberi
Wakil Wajib Pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara
tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, Wajib Pajak
dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan
jual atau penggantian di hitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat
pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewah adalah Orang Pribadi atau
Badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung
atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi
Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
15
Ibid, hlm 249.
16
Ibid, hlm 249.
21
Peraturan Daerah
Subjek Pajak Restoran adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan
pajak restoran adalah orang atau badan yang membayar atas pelayanan
17
Ibid, hlm. 250.
18
Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah, hlm. 122.
19
Ibid.
22
Tarif Pajak Restoran paling tinggi 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan
terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak restoran paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen) dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah
keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati
20
Ibid.
21
Ibid, hlm. 123.
22
Ibid.
23
Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton
menikmati hiburan.
Tarif pajak hiburan pada umumnya ditetapkan paling tinggi 35% (tiga
puluh lima persen), sedangkan jenis pajak hiburan yang dikenakan tarif pajak
Karoke
Panti Pijat
Mandi Uap/Spa
Permainan ketangkasan
(sepuluh persen)
23
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 45.
24
sumber Pendapatan Asli Daerah memiliki peran yang cukup penting. Otonomi
asli daerah yaitu terdiri dari: a). Pendapatan Asli Daerah yaitu hasil Pajak Daerah,
hasil Retribusi Daerah, hasil Perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah; b).
dan kepatutan26.
24
Undang-undang no.22 th 1999 pasal 1 huruf (h) jo. Undang-undang no.32 th 2004 tentang
Pemerintah Daerah
25
Ibid, pasal 79
26
Pp no.105 th 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, pasal 4
25
A. Pengertian Pariwisata
1. Wisata
2. Wisatawan
3. Pariwisata
4. Kepariwisataan
Pengusaha;
27
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Pasal 1-5.
26
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang
7. Usaha pariwisata
8. Pengusaha pariwisata
pariwisata;
9. Industri pariwisata
11. Kompetensi
12. Sertifikasi
pengelolaan kepariwisataan;
15. Menteri
kepariwisataan.
28
hanya mengacu pada orang yang melakukan suatu perjalanan dan kegiatan wisata
saja tetapi juga meliputi obyek wisata, daya tarik wisata dan usaha-usaha yang
Drs. Oka A Yoeti berpendapat bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang
tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari
keinginan yang beraneka ragam28. Sedangkan Prof. Hunzeiker dan Prof. Krapt
arising from the travel and stay of the strangers, provide the stay door not imply
dan tinggalnya orang-orang asing serta tempat tinggal untuk sementara waktu bagi
mereka, asalkan si orang yang tinggal itu tidak tinggal menetap dan tidak
28
Drs.Oka Yoeti, 1995, Penghantar Ilmu Pariwisata, Angkasa, Bandung, Hlm 6.
29
Ibid, Hlm 8-9.
29
pendapatan asli daerah (PAD) sehingga pendapatan daerah (PD) juga ikut
meningkat;
perjalanan itu, yaitu adanya tujuan perjalanan (obyek wisata) dan fasilitas
adalah30:
3. Menghapus kemiskinan;
4. Mengatasi pengangguran;
6. Memajukan kebudayaan;
30
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Pasal 4.
30
atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan
tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki
kapal pesiar (cruise ship passenger) yang datang dari negara lain dan kembali
1. Bentuk Pariwisata
1) Wisatawan domestik
2) Wisatawan mancanegara/internasional
31
Sumber : http//pariwisata.jogja.go.id., diakses tanggal 10 Desember 2011.
32
Nyoman S. Pendit, tahun 2002. Ilmu Pariwisata, Jakarta, Pradiya Paramita, hlm.37.
31
1) Pariwisata aktif
tersebut;
2) Pariwisata pasif
pariwisata mobil.
32
2. Jenis-Jenis Pariwisata
1) Wisata Budaya
2) Wisata kesehatan
3) Wisata olahraga
4) Wisata industri
industri tersebut;
33
Ibid, hlm. 38-43.
33
5) Wisata komersial
6) Wisata politik
7) Wisata konvensi
8) Wisata sosial
berburu; dan
5. Keamanan Wisatawan
dalam hal mencegah dan menanggulangi segala bentuk penegakan hukum dan
Salah satu faktor utama yang tidak boleh dilupakan yaitu selalu meningkatkan
keamanan, apabila keamanan dalam kondisi yang buruk maka dapat mengurangi
34
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 1
ayat 5.
35
kepariwisataan, karena itu merupakan salah satu komponen daya saing suatu
daerah tujuan wisata, rasa aman dan nyaman merupakan satu kesatuan yang tidak
yang kondusif dan terjaga maka akan mengganggu tingkat kedatangan wisatawan
tersebut.
pengeboman secara beruntun yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005, pasca
terjadinya peristiwa Bom Bali yang terjadi secara beruntun, menimbulkan efek
kedatangan wisatawan karena adanya travel warning oleh beberapa negara. Atas
Selain Polisi Pariwisata di Bali dikenal dengan Desa Adat yang juga mempunyai
Desa Adat dikenal dengan sebutan Pecalang (Polisi Adat), peran Pecalang ini
36
diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2001 yang diubah menjadi
kegiatan wisata semakin meningkat karena pelaku wisata merasa aman dalam
6. Earmarking
dalam konteks perpajakan, sehingga muncul istilah yang sering dikenal dengan
earmarking tax35.
pengeluaran-pengeluaran tertentu yang sudah spesifik. Praktik seperti ini telah ada
sejak dahulu dan cukup popular di dunia, menurut Ranjit Teja yang menyatakan
bahwa earmarking mengacu pada desain pendanaan baik dari satu sumber
Pemerintah. Konsep earmarking pada dasarnya bukan hanya pada pajak tetapi
sudah mengatur tentang earmarking pajak, seperti Pajak Rokok yang tercantum di
dalam Pasal 31 bahwa penerimaan Pajak Rokok, baik Provinsi maupun bagian
yang berwenang38.
Dengan Surat Keputusan bersama antara Gubernur Bali, Bupati Badung dan
wajib menyetor 15% (lima belas persen) hingga 22% (dua puluh dua persen) dari
Pajak Hotel dan Pajak Restoran, sedangkan Pemerintah Kota Denpasar wajib
puluh persen) untuk biaya promosi pariwisata, Pemerintah Provinsi Bali juga
dan lingkungan. Sedangkan sisa 80% (delapan puluh persen) akan dibagikan ke
37
Wiliam McCleary. The Earmarking Of Government Revenue. A Review of some World Bank
Experience. The World Bank Research Observer, Vol. 6 No. 1 hlm. 82 (January 1991).
38
Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 31
38
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Tipe Penelitian
Penelitian ini ialah jenis penelitian yang berupa kombinasi penelitian hukum
Penelitan yang bertipe normatif ialah penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dimana bahan pustaka merupakan
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
39
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.53
40
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji, 1983, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, hlm.3 4
41
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, hlm.35
39
yang menggunakan studi kasus sosiologis atau yang disebut dengan socio-legal
case study, dimana objek yang diteliti adalah perilaku hukum masyarakat
tertentu.42
Istilah yang digunakan dalam penelitian hukum empiris yang lain adalah
penelitian sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan. Jika
sekunder, maka penelitian hukum sosiologis ini bertitik tolak dari data primer.
2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian terdiri dari atas data primer dan sekunder. Data primer
melalui penelitian pustaka. Data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, bahan
42
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.40
40
Kepariwisataan.
Kabupaten Badung.
Kabupaten Badung.
Kabupaten Badung.
2.2. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang erat hubungannya
c. Media Massa ;
41
d. Media Internet ;
Lokasi penelitian ini ialah di Polres Kabupaten Badung dan Direktorat Polisi
merupakan orang yang mengetahui fakta normatif yang sedang atau akan
Narasumber yang terkait dengan peran pajak daerah ialah Kepala Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Badung atau Kepala Bagian yang terkait dengan
Badung, sedangkan narasumber yang terkait dengan Tugas dan Fungsi Polisi
Pariwisata ialah Kapolres Kabupaten Badung dan /atau Kepala Bagian Polisi
Pariwisata Kabupaten Badung, Narasumber yang terkait dengan peran dan fungsi
penelitian dengan berpedoman pada alat pengumpulan data yang sudah diarsipkan
42
yaitu berupa proposal penelitian. Wawancara ialah salah satu dari kegiatan
observasi.
Semua bahan yang terkumpul, baik yang berupa bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dianalisis dengan metode kualitatif
yaitu suatu tata cara penelitian yang mencari data yang berhubungan dengan data
yang diperlukan. Data primer diperoleh melalui wawancara dan studi pustaka.
Data yang didapat baik melalui wawancara maupun studi pustaka diteliti dan
berhubungan.
43
BAB IV
pendapatan daerah yang dimiliki, salah satu upaya optimalisasi penerimaan daerah
Dalam usaha peningkatan PAD pada era Otonomi Daerah, Pajak Sektor
Pariwisata sebagai salah satu jenis pajak Kabupaten/Kota mempunyai peran yang
sangat penting di Kabupaten Badung. Dapat dikatakan demikian karena: (1) Pajak
Sektor Pariwisata sebagai salah satu jenis Pajak Daerah yang memberi kontribusi
yang besar terhadap pemasukan tetap dan rutin terhadap PAD maupun APBD, (2)
Kabupaten Badung merupakan bagian dari Provinsi Bali yang merupakan salah
merupakan salah satu komponen daya saing suatu daerah tujuan wisata. Polri
Pariwisata di Bali dikenal dengan Desa Adat yang juga mempunyai peran yang
Kabupaten Badung.
Pajak sektor pariwisata termasuk jenis pemasukan daerah yang sangat berperan
untuk meningkatkan PAD di Kabupaten Badung yang merupakan salah satu pusat
Pada Sub bab satu ini akan dibahas mengenai Peran pajak sektor pariwisata
terhadap PAD di Kabupaten Badung dan peran pajak sektor pariwisata terhadap
Pajak Sektor Pariwisata yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan
PAD di Kabupaten Badung yang merupakan salah satu tujuan utama wisata di
dalam bidang pariwisata khususnya dalam hal penarikan Pajak Hotel, Pajak
43
Materi sosialisasi kesepakatan bersama Mendagri dan Kapolri No. 119/1527/SJ/Tahun2002, No
Pol: B/2300/VII/2002 tentang kerjasama pembinaan penyelenggaraan Trantibum serta
pemeliharaan Kamtibmas)
45
begitupun sebaliknya44.
Dari paparan tersebut dapat diketahui bahwa pajak sektor pariwisata yang
jalankan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Dinas ini telah
ditunjuk oleh Bupati sebagai pelaksana pemungutan semua jenis pajak Kabupaten,
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa Dinas Pendapatan Daerah sebagai
badan yang telah ditunjuk oleh Bupati untuk melaksanakan pemungutan pajak
memungut pajak tentu saja mempunyai Hak untuk membuat kebijakan yang
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
44
Hasil wawancara dengan Bapak Gede Solastika. Kepala Bidang Objek Daya Tarik Wisata Dinas
Pariwisata Kabupaten Badung pada hari Rabu, 8 februari 2012.
46
Kontribusi Sektor Pariwisata tersebut meliputi (1) Pajak Hotel (2) Pajak Restoran
sebagai sumber daerah, segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah. Kekayaan daerah Kabupaten Badung dikelola secara tertib,
Badung salah satunya dari Sektor Pariwisata yang masuk ke kas daerah yang
Badung Tahun 2008 sampai tahun 2011 yang terdiri dari Hotel Bintang, Hotel
Melati, Pondok Wisata, Rumah Sewa dapat dilihat di tabel 1 di bawah ini46:
45
Peraturan Mentri Dalam Negri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah, Psl 1
angka (6) dan (8)
46
Sumber dari Bidang Pembukuan dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung.
47
Tabel 1
Kabupaten Badung Tahun 2008 sampai tahun 2011 yang terdiri dari Restoran,
Rumah Makan, dan Bar dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2
Kabupaten Badung Tahun 2008 sampai tahun 2011 terdiri dari Pertunjukan,
Tabel 3
Dari paparan diatas, dapat diketahui bahwa Peran Pajak Sektor Pariwisata
menyumbang pemasukan paling besar terhadap PAD yaitu pada tahun 2008
tahun 2011 sebesar Rp. 956.793.838.984,10. Jika dilihat dari tahun 2008-2011
pajak sektor pariwisata menyumbang rata-rata lebih dari 74% terhadap PAD
Tabel 4
Kabupaten Badung
perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang sah, salah satu dari
sumber keuangan daerah berasal dari pajak daerah. Pajak sektor pariwisata
ditingkatkan mengingat peran pajak sektor pariwisata ini dalam peningkatan PAD.
Pajak sektor pariwisata sebagai salah satu jenis Pajak Daerah di Kabupaten
Badung telah berperan besar dalam menyumbang pemasukan tetap dan rutin
terhadap PAD dan APBD. Dapat dikatakan demikian karena pajak sektor
pariwisata di Kabupaten Badung sebagai fungsi budgetair yaitu sebagai salah satu
puluh juta ) setiap tahun yang diambilkan dari APBD yang mana sebagian dari
apratur keamanan47. Peran Pajak sektor pariwisata yang besar tidak lepas dari
faktor keamanan yang baik, sehingga apabila suatu keamanan wisata baik maka
menambah pendapatan dari sektor pariwisata maka Pemerintah Daerah harus lebih
memperkuat dan menambah sistem keamanan yang sudah ada serta tidak boleh
sampai dengan tahun 2011 terus meningkat, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5
di bawah ini:
47
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 57 Tahun 2010 tentang Pembagian dan
pengelolaan Ayahan Desa Adat. Pasal 5.
48
Hasil wawancara dengan Bapak AKP. I Wayan Suana, Kasat PAM OBVIT POLRES Badung pada
hari Senin, 6 Februari 2012.
51
Tabel 5
Dari tabel 5 tersebut menunjukan bahwa minat kunjungan wisatawan asing untuk
berkunjung ke Badung sangat besar serta dapat dilihat bahwa setiap tahun jumlah
berbeda jika dilihat pada saat pasca Bom Bali tahun 2002 dan 2005 yang
Badung di tahun 2003 terus mengalami penurunan dari 1.412.839 orang menjadi
988.202 orang yang diakibatkan oleh peristiwa Bom Bali I dan penurunan jumlah
wisatawan asing kembali terjadi pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing
1.386.448 orang dan 1.260.270 orang, penurunan ini diakibatkan oleh peristiwa
Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan sangat dipengaruhi oleh faktor keamanan,
karena faktor keamanan merupakan salah satu daya tarik pengunjung untuk
datang ke Hotel, Restoran, dan tempat Hiburan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
pengunjung yang datang ke Hotel, Restoran, dan tempat Hiburan terjamin maka
pengunjung yang datang akan meningkat tetapi apabila terjadi sebaliknya maka
49
Hasil Observasi di Bagian Promosi dan Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Badung.
52
jumlah pengunjung akan menurun50. Pada saat ini keamanan di Bali khususnya
Kabupaten Badung dapat dikatakan aman dan kodusif karena dapat dilihat dari
jumlah kunjungan wisatawan dan penghasilan dari Pajak sektor pariwisata terus
meningkat setiap tahun. Tetapi dalam hal pengamanan Pemerintah Daerah dan
Polri tidak boleh merasa puas, karena setiap tindak kejahatan dapat terjadi apabila
pada saat sistem keamanan itu lengah dan longgar51. Apalagi Bali selalu di
jadikan isu tempat target operasi Terorisme seperti yang terjadi pada tahun 2002
dan 2005 yang dapat mengurangi minat untuk berkunjung ke Bali, jadi intinya
lokasi wisata sangatlah penting, karena dengan keamanan yang terjamin maka
akan menarik wisatawan untuk berkunjung dan mengubah opini Negara asing
bahwa Bali pada umumnya dan Badung pada khususnya sudah sangat aman dan
nyaman, sehingga visi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung yaitu untuk terus
50
Hasil Rakernas Dit Pam Obsus Polri Tahun 2007 tentang Pengembangan Pariwisata Indonesia
dan Peranan Polri dalam Mewujudkan Destinasi Pariwisata yang Aman, Tertib, Nyaman, dan
Ramah Lingkungan.
51
Hasil wawancara dengan Bapak AKP. I Wayan Suana, Kasat PAM OBVIT POLRES Badung pada
hari Senin, 6 Februari 2012.
53
fungsi Polisi Pariwisata yang sudah diatur dalam Petunjuk Pelaksana Kapolda
kelancaran (Turjawali) terhadap wisatawan dan tempat tinggal serta harta benda
ataupun tidak pidana yang dilakukan oleh wisatawan. Selain mempuyai tugas,
objek wisata, tempat tinggal ( Hotel, Bungalow, Villa, Home Stay, dan lain-lain )
selama perjalanan53. Anggaran biaya untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Polisi
Pariwisata di Kabupaten Badung hanya bersal dari Instansi Kepolisian dan tidak
52
Skep Kapolri Nomor.Pol.: SKEP/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Polmas Dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri.
53
Juklak Kapolda Bali No.Pol.: Juklak/899/II/2004 Tentang TUPOKS Polisi Pariwisata.
54
ada bantuan anggaran Polisi Pariwisata melalui Pajak Sektor Pariwisata maupun
APBD .
Desa Adat di Bali sebagai persekutuan hukum adat yang diakui dalam
Tingkat I Bali Nomor 6 tahun 1986. Dengan peraturan seperti ini diharapkan Desa
umum dari Peraturan Daerah tersebut dinyatakan bahwa Desa Adat selama ini
memegang peranan yang sangat penting dalam menata dan membina kehidupan
Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berkaitan dengan hukum
adat dan kebudayaan Bali. Fungsi seperti ini akan dapat di jadikan landasan bagi
indonesia seutuhnya54.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka secara terperinci peran dan fungsi Desa
Adat yaitu, Membina dan mengembangkan nilai-nilai agama Hindu dan kaidah
54
Hasil Wawancara dengan Bapak I.B. Karina P selaku Kepala Desa Adat Mengwi. Pada hari
Selasa, 7 Februari 2012.
55
Pengertian Dresta : kebiasaan-kebiasaan dalam tatanan adat dan ritual yang diyakini dan
berlaku di suatu wilayah tertentu.
55
anggota masyarakat dengan maha pencipta yang kita kenal dengan konsep Tri
Hita Karana. 56
Dari paparan diatas, peran Desa Adat lebih diarahkan kepada upaya untuk
Desa Adat yang bersangkutan dan secara tidak langsung akan dapat pula ikut
Pecalang adalah perangkat desa adat yang mengemban misi fungsi kepolisian
hukum adat dan bersinergi dengan kepolisian dalam mewujudkan pola keamanan
Secara formal hubungan yang terjadi antara Kepolisian dan Pecalang adalah
56
Hasil Wawancara dengan Bapak I.B. Karina P selaku Kepala Desa Adat Mengwi. Pada hari
Selasa, 7 Februari 2012.
57
http://humaspropemkabkarangasem.blogspot.com/2011/06/pecalang-polisi-adat-pengemban-
misi.html. Diakses pada hari senin, tanggal 12-03-2012.
56
yang ditentukan oleh keperibadian dan kemampuan pihak yang berhubungan yang
hubungan formalnya58.
sehingga harus diatur dalam Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2001 yang telah
diubah menjadi Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2005 tentang Desa Pakraman.
Dapat di katakan bahwa Pecalang adalah perangkat desa yang diatur dengan
hukum adat.
Pada saat ini dilapangan secara formal Pecalang membantu tugas Polisi dalam
hal pengamanan desa, hal ini sebenarnya tidak terlepas dari pengalaman peristiwa
Bom Bali I di tahun 2002 yang memicu kesadaran bahwa keamanan bali belum
begitu baik, mungkin sangat longgar atau penuh toleransi. Masyarakat Bali sadar
58
Ibid.
57
Rp. 150.000.000,00 ( seratus lima puluh juta rupiah ) setiap tahun yang di
untuk Desa Adat sebesar Rp. 150.000.000,00 ( seratus lima puluh juta ) yang
diambilkan dari APBD untuk keamanan, ada keterkaitan antara pajak sektor
pariwista terhadap keamanan, yang mana sebagian besar PAD Kabupaten Badung
oleh masyarakat desa adat yaitu Pecalang. Pecalang adalah perangkat desa adat
wilayah adatnya, harus tunduk dengan hukum adat dan bersinergi dengan
bantuan anggaran dari sektor pariwisata, hal ini sungguh sangat berbeda dengan
Polisi Pariwisata di Kabupaten Kulon Progo yang dalam hal ini mendapatkan
Pemerintah Daerah.
59
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 57 Tahun 2010 tentang Pembagian dan
pengelolaan Ayahan Desa Adat. Pasal 5.
58
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai kesesuaian antara Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan
Kesepakatan Bersama antara Gubernur Bali dengan Bupati Badung dan Walikota
Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kabupaten Badung dan Denpasar Kepada
Provinsi Bali dalam kaitannya dengan sistem earmarking pajak yang dimaksud
Undang-Undang nomor 28 tahun 2009. Pada sub bab yang pertama akan
membahas tentang earmarking tax. Pada sub bab yang kedua akan membahas
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada sub bab ketiga akan membahas
dalam konteks perpajakan, sehingga muncul istilah yang sering dikenal dengan
earmarking tax60.
60
http:/www.pnpb.net/?p=64, diakses pada tanggal 28 Desember 2011
59
pengeluaran-pengeluaran tertentu yang sudah spesifik. Praktik seperti ini telah ada
sejak dahulu dan cukup popular di dunia, menurut Ranjit Teja yang menyatakan
bahwa earmarking mengacu pada desain pendanaan baik dari satu sumber
Pemerintah. Konsep earmarking pada dasarnya bukan hanya pada pajak tetapi
karekteristik penting yaitu pada alokasi hasil pajaknya yang hanya digunakan
dibayarkan tersebut. Selain itu karakteristik earmarking yang lain adalah ketika
terdapat hubungan manfaat yang kuat antara pembayar pajak dengan pengguna
dengan penyediaan barang publik. Seperti yang dikutip oleh Wiliam McCleary
61
Rajit Teja S. The Case For Earmarked Taxes, International Monetary Fund, Vol. 35 No. 3
(september, 1988), hlm 523. Diunduh dari www.jstor.org pada tanggal 23 Maret 2012.
62
Wiliam McCleary. The Earmarking Of Government Revenue. A Review of some World Bank
Experience. The World Bank Research Observer, Vol. 6 No. 1 hlm. 82 (January 1991).
63
Richard M. Bird. Threading The Fiscal Labirinth : Some Fiscal Issues In Fiscal Decentralization,
Tax Policy In Real World, cambridge University Press, 1999. hlm 104-105.
60
barang dan jasa publik, selain earmarking ada karena setiap barang publik
terbagi dua tipe yaitu full dan partial earmarking tax. Full earmarking tax
namun ada sumber pendapatan lain yang dialokasikan untuk membiayai program
tersebut65. Bird dan Joosung Jun membagi earmarking tax kedalam delapan tipe
Tabel 6
Tipe-Tipe Earmarking
programs
64
Wiliam McCleary. Op Cit. hlm. 88
65
Joel Michael. Earmarking State Tax Revenues, Policy Brief Minnesota House of Representatives
Research Repartment, 2008. hlm. 2.
61
Dalam melakukan klasifikasi Bird dan Jun menitikberatkan pada tiga aspek
yang dilihat dari hubungan pajak dengan pengeluaran yang dialokasikan. Pertama
hubungan antara pendapatan dan pengeluaran; ketiga, ada atau tidaknya alasan
manfaat yang dapat di identifikasi untuk hubungannya66. Tipe A adalah yang baik
dan paling rasional dari tipe earmarking, pendapatan yang dialokasikan datang
mana yang diperuntukan bagi tujuan tertentu sudah ditentukan secara spesifik,
tetapi hubungan antara pendapatan dan pengeluaran sangat longgar dalam arti
bahwa jumlah pengeluaran tidak harus meningkat, jika pendapatan dari sumber ini
meningkat, dan sebaliknya. Tipe ini dicontohkan oleh penerimaan dari bahan
Tipe C mirip dengan tipe A kecuali bahwa pengeluaran yang ditunjuk tidak
secara sempit di definisikan. Tipe ini memiliki contoh sistem jaminan sosial,
pajak atas gaji jelas membiayai berbagai tunjangan sosial seperti pensiun, dan
66
Bird Richad M dan Joosung Joon, Earmarking in Theory and Korean Practice, ITP Peper
0513,2005, http://www.rotman.utoronto.ca/riib/details.aspx?Content ID=267, diunduh pada 25
Maret 2012.
62
sebagainya. Walaupun jumlah total yang dihabiskan sangat terbatas pada jumlah
pajak yang diajukan oleh earmarked. Tipe D analog dengan Tipe B namun
pengeluarannya belum memiliki tujuan yang spesifik. Contoh bagi tipe ini adalah
hubungan antara pajak dikumpulkan dan pengeluaran yang dibuat dalam bidang
yang luas dimana pendapatan yang dikhususkan alokasinya cukup longgar. Tipe
Tipe E terkait erat dengan Tipe A dalam hal spesifikasi pengeluaran yang
dibiayai oleh penerimaan tersebut, namun tidak ada alasan manfaatnya. Sebagai
contoh, pajak lingkungan dan program pembersihan lingkungan. Tipe F juga tidak
memiliki alasan manfaat, tipe ini bersifat longgar dan arti bahwa jumlah yang
dibelanjakan daerah tidak dipengaruhi oleh jumlah diperoleh dari pajak. contoh
Tipe G bahkan tidak memiliki alasan manfaat apapun meskipun dalam kasus
ini hasil dari pajak yang disisihkan untuk daerah menentukan jumlah pengeluaran
daerah yang ditunjuk. Contoh dari tipe ini adalah pendapatan pajak digunakan
sebagi satu-satunya sumber keuangan untuk transfer lokal. Terakhir Tipe H tidak
memiliki alasan ekonomi dan umumnya tidak ada efek ekonomi rill, sebuah
contoh umumnya adalah mengalokasikan pajak minuman keras atau undian untuk
alasan agar tidak diterapkan. Berikut ini adalah justifikasi untuk penerapan
haggling within the bureaucracy and the legislature over appropiate level
of funding.
Greater stabilitiy and continuity of funding may lead to lower cost because
kuat jika ada hubungan yang kuat antara pembayar pajak dengan manfaat yang
akan ia dapatkan dari pembayaran pajak itu. Kedua earmarking tax akan
adalah memberikan kontinuitas dan stabilitas dalam pendanaan, hal ini juga akan
menjadikan cost recovery dalam penyediaan barang dan jasa publik menjadi
mengurangi resistensi dari pembayar pajak yang sangat terkait dengan prinsip
67
Wiliam McCleary. The Earmarking Of Government Revenue. A Review of some World Bank
Experience. The World Bank Research Observer, Vol. 6 No. 1 hlm. 88 (January 1991).
64
Budgeting arguments
penganggran, tidak adanya evaluasi untuk pengeluaran dari earmarking tax, serta
earmarking tax, hal ini dikarenakan tidak ada pemisahan bagian pajak mana yang
Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa pengertian earmarking pajak ialah
beberapa jenis pajak yang hasil dari penerimaan pajak tersebut wajib dialokasikan
untuk kegiatan atau pelayanan publik yang berkaitan dengan pajak tersebut. Hal
ini sangat berbeda dengan pengertian pajak secara umum, yaitu pungutan dari
dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayar dengan tidak mendapat
68
Marihot Pahala Siahaan,S.E.,M.T., Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.hlm 7.
65
2009.
Daerah telah mengatur secara nyata tentang adanya earmarking. Tujuan dari
sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak
Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Jalan69.
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah
Tahun 2007. Yang dimaksud dengan cukai adalah pungutan negara yang
69
Ibid, hlm 61.
66
lingkungan hidup;
keseimbangan
satu jenis barang yang merupakan barang kena cukai adalah hasil tembakau.
Penerapan earmarking pajak terhadap Pajak Rokok secara nyata telah diatur
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa penerapan sistem earmarking sudah
Pajak Rokok. Hasil pengalokasiannya juga sudah diatur secara jelas dan
diperuntukan untuk hal yang terkait dengan penariakan Pajak Rokok itu sendiri
70
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 31
ayat 5.
67
Daerah yang dapat bekerjasama dengan pihak atau instansi lain, antara lain
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor
yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 ( lima Gross Tonnage )
pembangunan dan atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
lingkungan hidup.
71
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 8
ayat 5.
72
http://rajindong.blogspot.com/2010//11/dampak-kendaraan-bermotor-terhadap.html.
68
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa penerapan sistem earmarking sudah
Pajak Kendaraan Bermotor. Hasil pengalokasiannya juga sudah diatur secara jelas
dan diperuntukan untuk hal yang sangat berkaitan dengan Pajak Kendaraan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Penerangan jalan adalah
penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar
Penerapan earmarking pajak terhadap Pajak Penrangan Jalan secara nyata telah
penerangan jalan75. Hal ini dapat dikatakan sebagai earmarking pajak karena telah
73
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 1
angka 28.
74
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 52
ayat 3.
75
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 56
ayat 3.
69
dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan
seluruh masyarakat.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa Pajak Penerangan Jalan adalah
pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun
mengatur tentang adanya earmarking yang mana bahwa Pajak Penerangan Jalan
Jalan tersebut di peruntukan sedikit 10% ( sepuluh persen ) bagi desa di wilayah
yang bersangkutan. Bagian desa yang berasal dari pajak Kabupaten ditetapkan
antardesa.
Restoran, dan Pajak Hiburan. Objek Pajak Hotel dan Restoran adalah setiap
hiburan adalah setiap penyelenggara Hiburan. Subjek pajak Hotel adalah orang
pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan yang diberikan
Hotel, subjek pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
berikan oleh Restoran, dan subjek pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan
70
yang menonton atau menikmati Hiburan. Tarif pajak hotel dan pajak restoran
adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif pembayaran yang dikenakan subjek
pajak kepada Wajib Pajak, dan besar tarif pajak hiburan untuk setiap jenis –jenis
Hiburan mulai dari 0% (nol persen) sampai dengan 12,5% (dua belas koma lima
persen), dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
sangat berfariasi, untuk tarif pajak hiburan pada umumnya ditetapkan paling
tinggi 10% (sepuluh persen), sedangkan jenis pajak hiburan yang dikenakan tarif
Tabel 7
76
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15, 16, 17 Tahun 2011 tentang Pajak
Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
77
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan, pasal 6.
71
tempat wisata terjamain maka jumlah pengunjung akan meningkat tetapi apabila
Kabupaten Badung pada tahun 2002 dan 2005 yang dimana terjadi pristiwa Bom
Oleh karena itu dapat dilakukan earmarking terhadap pajak sektor pariwisata,
Berdasarkan klasifikasi Bird dan Jun menitikberatkan pada tiga aspek yang dilihat
78
Hasil Rakernas Dit Pam Obsus Polri Tahun 2007 tentang Pengembangan Pariwisata Indonesia
dan Peranan Polri dalam Mewujudkan Destinasi Pariwisata yang Aman, Tertib, Nyaman, dan
Ramah Lingkungan.
72
antara pendapatan dan pengeluaran; ketiga, ada atau tidaknya alasan manfaat yang
dapat di identifikasi untuk hubungannya. Serta maksud dari earmarking itu sendiri
Dari semua paparan-paparan pada sub bab 2.1 dan 2.2 Dapat diketahui bahwa
Daerah telah mengatur secara jelas aturan tentang sistem earmarking pajak, lebih
terdapat pada: (1) Pajak Kendaraan Bermotor yang menjelaskan bahwa hasil
pembangunan dan atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum. (2) Pajak Rokok, mewajibkan penerimaan Pajak Rokok, baik
penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. (3) Pajak Penerangan Jalan,
belum diatur secara nyata oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut,
tetapi berdasarkan uraian dan paparan pada sub bab 3.1 penulis menggunakan
teori-teori mengenai earmarking tax yang telah di jelaskan diatas, termasuk juga
73
pembagian tipe yang diungkapkan oleh Joel Michael dan Bird untuk melakukan
analisis earmarking tax atas pajak sektor pariwisata, selain itu juga menggunakan
Pariwisata. Karena klasifikasi Bird dan Jun menitikberatkan pada tiga aspek yang
hubungan antara pendapatan dan pengeluaran; ketiga, ada atau tidaknya alasan
bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan
clean government.
Pada sub bab 2.2 diatas telah dijelaskan bahwa jenis Pajak yang dapat di-
Retribusi Daerah yaitu Pajak Rokok, Pajak Kendaraan Bermotor, dan Pajak
earmarking adalah :
Pajak Rokok79
79
Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai sebagaimna diubah dengan undang-
undang Nomor 39 Tahun 2007.
74
keseimbangan,
pariwisata karena antara pajak sektor pariwisata dan keamanan pariwisata sangat
dari sektor pajak yang lain. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
80
http://rajindong.blogspot.com/2010//11/dampak-kendaraan-bermotor-terhadap.html.
75
Kabupaten Badung terhitung dari tahun 2009 sampai tahun 2011 selalu
merealokasikan hasil penerimaan pajak hotel dan pajak restoran kepada Provinsi
Bali. Dasar pengalokasikan pajak hotel dan pajak restoran tersebut adalah
Senin tanggal 12 januari 2009. Tujuan dari kesepakatan bersama ini untuk
Kabupaten Badung harus mengalokasikan Pajak Hotel dan Pajak Restoran kepada
Provinsi Bali berkisar antara 15% ( lima belas persen ) sampai dengan 22% (dua
puluh dua persen ) dari hasil penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran setelah
a. 20% ( dua puluh persen ) dimanfaatkan oleh Provinsi Bali sebagai dana untuk
dari Tahun 2009 sampai tahun 2011 dapat dilihat di tabel 8 di bawah ini:
Tabel 8
Relokasi PHR
Dari paparan diatas pada sub bab 3.2 diatas dapat diketahui bahwa Relokasi
hasil penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kabupaten Badung dan Kota
dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sama dengan yang dimaksud dalam Kesepakatan Bersama tersebut yaitu
beberapa jenis pajak yang hasil dari penerimaan pajak tersebut wajib dialokasikan
untuk kegiatan atau pelayanan publik yang berkaitan dengan pajak tersebut.
sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak
Jika meliahat dari paparan diatas dapat kita ketahui bahwa Kesepakatan
Bersama Antara Gubernur dengan Bupati Badung dan Walikota Denpasar dapat
dan tujuan dari alokasi Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kabupaten Badung yang
Pasal 3 ayat 3a, tetapi Polres dan Polisi Pariwisata Badung tidak pernah
upaya peningkatan keamanan yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3a. Sebaiknya
Peraturan Nasional tentang pajak sektor pariwisata, agar menjadi lebih konsisten
serta dapat diatur juga mengenai pengawasan alokasi pajak sektor pariwisata
78
tersebut sehingga dapat ikut diterapkan oleh daerah lain yang mempunyai potensi
Dari semua paparan sub bab 2.1, 2.2 dan 2.3 dapat diketahui bahwa bahwa
Daerah telah mengatur secara jelas aturan tentang sistem earmarking pajak, lebih
terdapat pada: (1) Pajak Kendaraan Bermotor yang menjelaskan bahwa hasil
pembangunan dan atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum. (2) Pajak Rokok, mewajibkan penerimaan Pajak Rokok, baik
penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. (3) Pajak Penerangan Jalan,
untuk penyediaan penerangan jalan. Relokasi hasil penerimaan Pajak Hotel dan
Pajak Restoran Kabupaten Badung dan Kota Denpasar kepada Provinsi Bali
Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sama dengan
yang dimaksud dalam Kesepakatan Bersama tersebut yaitu beberapa jenis pajak
yang hasil dari penerimaan pajak tersebut wajib dialokasikan untuk kegiatan atau
pelayanan publik yang berkaitan dengan pajak tersebut. Hal tersebut juaga dapat
79
dilihat dari pendapat Newbery dan Santos yang menyatakan bahwa earmarked tax
memiliki karakteristik penting yaitu pada alokasi hasil pajaknya yang hanya
tahun 2009 ialah untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari keseluruhan uraian dan pembahasan sebelumnya, maka dalam bab ini
penulis sajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis susun yaitu
1.1. Peran Pajak Sektor Pariwisata terhadap PAD Kabupaten Badung sangat
PAD yaitu pada tahun 2008 sebesar Rp. 645.174.417.282,32. Pada tahun
dilihat dari tahun 2008 sampai tahun 2011 pajak sektor pariwisata
Pecalang adalah perangkat desa adat yang mengemban misi fungsi kepolisian
mendapatkan bantuan anggaran dari sektor pariwisata, hal ini sungguh sangat
berbeda dengan Polisi Pariwisata di Kabupaten Kulon Progo yang dalam hal
jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. (2) Pajak Rokok,
penerangan jalan. Relokasi hasil penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran
28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sama dengan yang
yang hasil dari penerimaan pajak tersebut wajib dialokasikan untuk kegiatan
atau pelayanan publik yang berkaitan dengan pajak tersebut. Maksud dari
2. Saran
Sebagai akhir penulisan ini, penulis hendak mengemukakan saran serta harapan
menjaga keamanannya.
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah mengatur tentang
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo, R.S, 1981, Penghantar Ilmu Hukum Pajak, cetakan ke IX, PT.
Eresco, Bandung.
Bandung.
Siahaan, Marihot P, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Soekanto, Serjono, 1983, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.
Hasil Rakernis Dit Pam Obsus Polri Tahun 2007 tentang Pengembangan
Skep Kapolri No. Pol : SKEP/737/X/2005 tentang kebijakan dan strategi polmas
Skep Kapolri No. Pol : SKEP/ 248/IV/2004 Tanggal 21 april 2004 tentang Buku
Pariwisata.
Jurnal Internasional
Richard M. Bird dan Joosung Joon, Earmarking in Theory and Korean Practice,
Teja, Rajit S. The Case For Earmarked Taxes, International Monetary Fund, Vol.
Maret 2012.
World Bank Experince. The World Bank Research Observer, Vol. 6 No. 1
(January 1991).
86
Internet
http://humaspropemkabkarangasem.blogspot.com/2011/06/pecalang-polisi-adat-
http://rtlovin3.blogspot.com/2007/06/sistem-keamanan-terpadu.html, diunduh
Peraturan-Peraturan
Daerah.
Indonesia.
Pengelolaan Daerah.
PM./106/PW.006/MPEK/2011.
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel.
Restoran.
Hiburan.
Kesepakatan Bersama Antara Gubernur Bali dengan Bupati Badung dan Walikota
Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kabupaten Badung dan Kota Denpasar Kepada
Provinsi Bali.
88
89