Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BELAJAR: BERFIKIR HISTORIS, ANALITIS DAN


DESKRIPTIF
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sistem
Pembelajaran

Dosen :
Dr. H. Husen Saeful Insani, M.M.Pd

Dr. Hj. Usjafri Jalmi, M.Pd

Disusun Oleh:

NIZAR ZULFRIANSYAH BAHARI, S.Pd


NIS.4103810317094

MUNANDAR, S.Sos
NIS.4103810317130

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas membuat makalah dari Mata
Kuliah Manajemen Sistem Pembelajaran.

Makalah ini membahas tentang Belajar: Berfikir Historis, Analitis Dan


Deskriptif

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan sumbang saran yang sifatnya
membangun, sangat penulis perlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
motivasi kami dalam mata kuliah ini.

Semoga Makalah ini dapat bermanfaat serta dapat menambah wawasan


pengetahuan keilmuan yang berguna untuk kemajuan dunia pendidikan.

Bandung, November 2018

Penulis,

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dilengkapi dengan akal dan
pikiran. Tanpa akal manusia tidak akan bisa membuat waduk/bendungan, jalan dan
jembatan, rumah-rumah bertingkat dan sebagainya. Hanya dengan akal dan pikiran,
manusia dapat berubah taraf kehidupannya dari tradisional, berkembang dan
mengikuti perkembangan sampai dengan modern. Akal digunakan manusia untuk
berpikir, berpikir merupakan sebuah kegiatan mental yang menghasilkan
pengetahuan. Jadi apabila manusia benar-benar memaksimalkan fungsi otaknya
untuk berpikir dalam menemukan pengetahuan atau menghasilkan pengetahuan
termasuk kategori berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah sebuah kegiatan yang seringkali
dilakukan oleh para ilmuwan. Ilmuwan dalam mengkaji dan meneliti hubungan
kausalitas (sebab akibat) antara berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan manusia di alam semesta ini menggunakan daya pikir yang logis analitis
serta kritis. Maka dengan kemampuan berpikirnya manusia bisa mengembangkan
pengetahuan, baik ilmu pengetahuan yang bersifat penyempurna dari ilmu
pengetahuan sebelumnya ataupun ilmu pengetahuan yang bersifat baru.
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami
lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir,
dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan
memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari
aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep
kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini
berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan
mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh pengetahuan,
dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi fondasi penting bagi
kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan dan kemudian

1
ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam
(Manusia) merupakan Makhluk yang bisa Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan
pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan kehidupannya di Dunia. Dalam konteks
yang lebih luas, perintah Iqra (bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat
dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan pada Manusia untuk
berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun (berfikirlah/gunakan akal) yang
banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini dimaksudkan agar manusia dapat
berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia berbuat, dengan berbuat dia
beramal bagi kehidupan. Semua ini pendasarannya adalah penggunaan akal melalui
kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu mengolah pengetahuan, dengan
pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin mendalam dan makin
bermakna, dengan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia
mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia
mampu melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik,
semua itu telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan
manusia (sudut pandang positif/normatif).
Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia
merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan
berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat
berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari
kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia
mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting
untuk kehidupannya. Semua itu, pada dasarnya menggambarkan keagungan
manusia berkaitan dengan karakteristik eksistensial manusia sebagai upaya
memaknai kehidupannya dan sebagai bagian dari Alam ini.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan berpikir sejarah Diakronik dan Sinkronik?
2. Konsep Berpikir Diakronik dan Sinkronik?
3. Apa yang dimaksud dengan berpikir analitis?
4. Apa yang dimaksud dengan beerpikir deskriptif?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengertian berpikir sejarah diakronik dan sinkronik?
2. Mengetahui konsep berpikir diakronik dan sinkronik?
3. Mengetahui pengertian berpikir analitis?
4. Mengetahui pengertian berpikir deskriptif?

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Apa yang di maksud dengan berpikir sejarah Diakronik dan Sinkronik


Secara etimologi, diakronik berasal dari bahasa yunani yang berarti melintas
atau melewati khronus yang berarti perjalanan waktu. Diakronik yaitu suatu
peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak
begitu saja. Sedangkan sinkronik yaitu berasal dari bahasa yunani SYN, yaitu yang
artinya sebagai ilmu yang meneliti gejala-gejala yang meluas dalam meluas dalam
ruang tetapi dalam waktu yang terbatas. Ilmu sejarah memiliki sifat memiliki sifat
yang diakronik, yaitu memanjang dalam waktu dan dalam ruangan terbatas. Sejarah
sebagai ilmu tentu saja mempunyai metode sendiri, yang harus digunakan oleh
seorang sejarawan dalam menulis suatu peristiwa sejarah. Dengan menggunakan
metode tersebut seorang sejarawan akan mampu merekonstruksi suatu peristiwa
sejarah dengan objektif. Ke-objektifan dalam menulis sejarah adalah sesuatu yang
mutlak. Seperti yang diungkapkan sejarawan Jerman yang bernama Leopold Von
Ranke (1795-1886) bahwa seorang sejarawan harus menulis “apa yang
sesungguhnya terjadi”. Ilmu sejarah sendiri memiliki sifat yang diakronis yaitu
memanjang dalam waktu dan dalam ruang yang terbatas. Ini sungguh berbeda
dengan ilmu- ilmu sosial yang lebih bersifat sinkronis yaitu dalam ruang yang luas
dan waktu yang terbatas.
Menurut Galtung, sejarah adalah ilmu diakronis berasal dari kata diachronich;
(dia dalam bahasa Latin artinya melalui/ melampaui dan chronicus artinya waktu
Diakronis artinya memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang. Sinkronis
artinya meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu.

4
B. Konsep Berpikir Diakronik dan Sinkronik
Cara berfikir sejarah dalam mengkaji peristiwa-peristiwa yang dipelajarinya
terbagi menjadi empat konsep, yaitu konsep periodisasi, konsep kronologi, konsep
kronik, dan historiografi.

C. Berpikir analitis
Berpikir analitis adalah proses berpikir yang mendorong kita membuat
keputusan yang lebih baik. Pertama kita menggunakan proses berpikir kreatif untuk
memperoleh bermacam-macam pilihan solusi untuk masalah yang kita hadapi,
kemudian kita perlu menggunakan proses berpikir analitis untuk memilih beberapa
alternatif solusi yang terbaik. Aturan dasar untuk berpikir analitis adalah memaksa
pikiran kita untuk menyebar dengan memikirkan banyak alternatif, kemudian
buatlah menyempit dengan memilih alternatif terbaik.
Penadapat lain yang sejalan, Suherman dan Sukjaya (1990: 49) menyatakan
bahwa kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan
suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta
mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga
diperkuat oleh Bloom yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis
menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus
atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan
bagian-bagian itu diorganisir.

D. Berpikir Deskriptif
Istilah deskriptif berasal dari bahasa inggris to describe, yang berarti
memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kejadian,
peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan berpikir
deskriptif adalah proses aktifitas otak untuk memaparkan atau menggambarkan
keadaan, kejadian, atau peristiwa tertentu.

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi Berpikir Sejarah Diakronik dan Sinkronik

Keterampilan berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang harus


dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu lampau,
masa kini, dan masa yang akan datang; melihat dan mengevaluasi evidensi;
membandingkan dan menganalisis antara cerita sejarah, ilustrasi, dan catatan dari
masa lalu; menginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun suatu cerita
sejarah berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat perkembangan
berpikirnya.

Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis dan
mengembangkan analisis terhadap aktivitas manusia dan hubungannya dengan
sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka siswa harus
dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar (active learning), tidak hanya
secara pasif menyerap informasi berupa fakta, Nama, dan angka tahun sebagai
suatu kebenaran.

Secara etimologi, diakronik berasal dari bahasa yunani yang berarti melintas
atau melewati khronus yang berarti perjalanan waktu. Diakronik yaitu suatu
peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak
begitu saja. Sedangkan sinkronik yaitu berasal dari bahasa yunani SYN, yaitu yang
artinya sebagai ilmu yang meneliti gejala-gejala yang meluas dalam meluas dalam
ruang tetapi dalam waktu yang terbatas. Ilmu sejarah memiliki sifat memiliki sifat
yang diakronik, yaitu memanjang dalam waktu dan dalam ruangan terbatas. Sejarah
sebagai ilmu tentu saja mempunyai metode sendiri, yang harus digunakan oleh
seorang sejarawan dalam menulis suatu peristiwa sejarah. Dengan menggunakan
metode tersebut seorang sejarawan akan mampu merekonstruksi suatu peristiwa
sejarah dengan objektif. Ke-objektifan dalam menulis sejarah adalah sesuatu yang
mutlak. Seperti yang diungkapkan sejarawan Jerman yang bernama Leopold Von

6
Ranke (1795-1886) bahwa seorang sejarawan harus menulis “apa yang
sesungguhnya terjadi”. Ilmu sejarah sendiri memiliki sifat yang diakronis yaitu
memanjang dalam waktu dan dalam ruang yang terbatas. Ini sungguh berbeda
dengan ilmu- ilmu sosial yang lebih bersifat sinkronis yaitu dalam ruang yang luas
dan waktu yang terbatas.
Menurut Galtung, sejarah adalah ilmu diakronis berasal dari kata
diachronich; (dia dalam bahasa Latin artinya melalui/ melampaui dan chronicus
artinya waktu). Diakronis artinya memanjang dalam waktu tetapi terbatas
dalam ruang. Sinkronis artinya meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa sejarah mengenal adanya suatu proses
kontinuitas atau berkelanjutan. Sehingga sejarah itu sendiri merupakan suatu
rekonstruksi peristiwa masa lalu yang bersifat kronologis. Seorang sejarawan harus
mampu melakukan rekonstruksi dan analisis peristiwa sejarah berdasar fakta yang
mereka gunakan secara sistematis dan kronologis. Dalam menjelaskan atau
merekonstruksi dan menjelaskan suatu peristiwa sejarah, seorang sejarawan dapat
menggunakan dua model penulisan. Dua model penulisan tersebut adalah bersifat
deskripsi-naratif dan bersifat deskriptif- eksplanatif. Menurut R. Moh. Ali dalam
bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia model penulisan seperti ini lebih
memberikan mengenai rangkaian kejadian dan peristiwa serba berjajar dan
berderet- deret tanpa menjelaskan latar belakangnya, hubungan satu dengan lainya,
serta sebab akibat dari peristiwa tersebut. Sedangkan model penulisan sejarah
model kedua lebih kepada bagaimana seorang penulis tersebut mengungkapkan
suatu peristiwa sejarah dengan disertai analisis-analisis yang mendalam mengapa
peristiwa itu dapat terjadi. Model kedua ini juga meluaskan cakupan ruang dalam
penulisanya, sehingga tidak terbatas pada satu ruang tersebut. Model penulisan
seperti ini cenderung menggabungkan sifat sejarah yang diakronis dan ilmu-ilmu
sosial yang sinkronis. Artinya, selain memanjang dalam waktu, sejarah juga
melebar dalam ruang.

7
B. Konsep Berpikir Diakronik dan Sinkronik
Cara berfikir sejarah dalam mengkaji peristiwa-peristiwa yang dipelajarinya
terbagi menjadi empat konsep, yaitu konsep periodisasi, konsep kronologi, konsep
kronik, dan historiografi. Untuk lebih mengerti, berikut penjelasannya:
1. Konsep Periodisasi dalam Ilmu Sejarah
Secara umum periodisasi artinya tingkat perkembangan masa atau
pembabakan suatu masa. Sedangkan periodisasi dalam sejarah berarti tingkat
perkembangan masa dalam sejarah atau pembabakan masa dalam sejarah.
Sejarah sejak manusia ada hingga saat ini tentulah sangat panjang dan
terdapat banyak peristiwa atau kejadian dengan jumlah yang sangat banyak.
Para ahli ataupun sejarawan akan kesulitan dalam memahami ataupun
membahas masalah-masalah yang muncul dalam sejarah kehidupan manusia.
Karena itu, untuk mempermudah memahaminya, para ahli kemudian menyusun
suatu periodisasi sejarah atau pembabakan-pembabakan masa sejarah.Contoh
periodisasi adalah periodisasi sejarah Eropa sampai sekarang. Terdiri dari
sejarah Eropa Purba, Sejarah Eropa Kuno, Sejarah Eropa Abad Pertengahan,
Sejarah Eropa Zaman Renaisans dan Humanisme, Sejarah Eropa Baru, Sejarah
Eropa Modern. Untuk mempermudah pemahaman sejarah Eropa secara utuh,
maka dilakukan pembabakan masa atau periodisasi yang setiap periode
waktunya memiliki ciri-ciri tersendiri.
2. Konsep Kronologi dalam Ilmu Sejarah
Kehidupan umat manusia diliputi oleh berbagai perkembangan, baik dalam
tingkat yang sangat sederhana sampai yang lebih kompleks. Setiap masa dalam
kehidupan manusia selalu diliputi oleh peristiwa. Peristiwa itu bisa besar seperti
Perang Dunia I dan II, Proklamasi kemerdekaan, dan lain-lain. Bisa pula
peristiwa kecil dari umat manusia seperti kenaikan tahta seorang raja, ikatan
pernikahan dan sebagainya. Inilah sebabnya ilmu sejarah merupakan suatu ilmu
yang memiliki hubungan erat dengan kehidupan manusia.
Dengan kompleksnya peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia,
maka setiap peristiwa diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan jenis-jenis

8
peristiwa tersebut. Disinilah kemudian konsep kronologis berfungsi, peristiwa
yang telah diklasifikasikan tadi, disusun secara kronologis berdasarkan urutan
waktu kejadian dari peristwa-peristiwa tersebut.
3. Konsep Kronik dalam Ilmu Sejarah
Kata "kronik" dapat ditemukan dalam sejarah dinasti-dinasti dari kerajaan
Cina. Kronik merupakan sejenis kumpulan tulisan-tulisan dari dinasti-dinasti
yang berkuasa di Cina, seperti Kronok dinasti Chou, Chin, Tang, Ming, Sung
dan dinasti-dinasti lainnya. Kronik itu merupan suatu kumpulan tulisan tentang
perjalanan seorang musafir atau seorang pujangga dan juga seorang pendeta.
Mereka akan menulis seluruh peristiwa atau kejadian maupun hal-hal yang yang
baru ditemukan ketika melakukan perjalanannya, baik daerah yang dilalui
maupun yang disinggahinya.
4. Historiografi dalam sejarah
Penulisan adalah puncak segala-galanya. Apa yang dituliskan, itulah
sejarah, yaitu sejarah sebagaimana ia dikisahkan, yang mencoba mengungkap
dan memahami sejarah sebagaimana terjadinya. Dan hanya penulisan sejarah
inilah yang disebut historiografi. Historiografi terbentuk dari dua akar kata yaitu
history dan grafi. Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi
historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah
(problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented)
Problem oriented artinya karya sejarah ditulis bersifat ilmiah dan
berorientasi kepada pemecahan masalah (problem solving), yang tentu saja
penulisannya menggunakan seperangkat metode penelitian. Sedangkan yang
dimaksud dengan no problem oriented adalah karya tulis sejarah yang ditulis
tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan ditulis secara naratif, juga
tidak menggunakan metode penelitian. Historiografi merupakan tahap terakhir
dalam penyusunan sejarah. Penulisan sejarah dalam historiografi lebih
merupakan ekspresi kultural daripada usaha untuk merekam masa lalu. Oleh
karena itu, historiografi adalah ekspresi kultural dan pantulan dari keprihatinan
kelompok sosial masyarakat atau kelompok sosial yang menghasilkannya.

9
C. Berpikir analitis
Berpikir analitis merupakan salah satu aspek kognitif yang bekerja secara
sistematis, dimana seseorang dapat menguraikan atau memisahkan suatu hal
berdasarkan bagian – bagiannya sehingga mampu menemukan keterkaitan dari
bagian–bagian tersebut. Seseorang yang memiliki pola pikir analitis biasanya
mampu melihat suatu permasalahan secara menyeluruh sehingga Ia bisa
menemukan dimana letak kesalahannya dan segera menemukan jalan keluarnya.
Menurut Benjamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan, pola pikir analitis
menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian yang lebih khusus dan
mendeteksi hubungan antara bagian -bagian tersebut serta menyatukannya menjadi
suatu solusi atau pemecahan dari permasalahan tersebut.
Menurut Ralfh Ross, berpikir Analitis meliputi beberapa hal seperti menjadikan
suatu pemecahan masalah yang masuk akal, meneliti dan mengevaluasi beberapa
kesimpulan umum, membuat gambaran umum dari kesimpulan berdasarkan
informasi yang ada, mempertimbangkan argumen yang valid, membuat sebuah
jawaban dari suatu permasalahan berdasarkan pengolahan informasi yang ada,
Menurut Colin Rose Malcom J. Nicholl (2002:254) berpikir analitis adalah
menundukkan satu situasi, masalah subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang
ketat dan langkah demi langkah yang logis. Menguji pernyataan atau bukti atau
proposal di depan standar-standar objektif. Menukik ke bawah permukaan hingga
kepada akar permasalahan. Menimbang dan memutuskan atas dasar logika dan
menjejaki bias yang mungkin muncul. Penggunaan pemikiran analitis adalah dalam
mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis serta menilai situasi.
Berpikir analitis adalah proses berpikir yang mendorong kita membuat
keputusan yang lebih baik. Pertama kita menggunakan proses berpikir kreatif untuk
memperoleh bermacam-macam pilihan solusi untuk masalah yang kita hadapi,
kemudian kita perlu menggunakan proses berpikir analitis untuk memilih beberapa
alternatif solusi yang terbaik. Aturan dasar untuk berpikir analitis adalah memaksa
pikiran kita untuk menyebar dengan memikirkan banyak alternatif, kemudian
buatlah menyempit dengan memilih alternatif terbaik.

10
Merupakan kemampuan untuk memilah materi atau konsep ke dalam bagian-
bagian sehingga struktur susunannya dapat dipahami. Dengan analisis diharapkan
seorang siswa dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang lebih rinci atau
lebih terurai dan memahami hubungan-hubungan bagian-bagian tersebut satu sama
lain. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa, membandingkan, dan
mengklasifikasikan.
Memiliki kemampuan berpikir analisa yang baik memang sangat membantu
Anda dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan, politik
dan ekonomi. Berpikir analitis itu suatu bentuk pemikiran yang reflektif dengan
menekankan pemikiran tentang apa yang harus dipercaya dan dia lakukan untuk
membuat suatu keputusan yang tepat.
Tidak semua orang yang mampu memiliki pemikiran analisa dengan baik,
walaupun mereka sama-sama memilik otak untuk berpikir. Orang yang memiliki
kemampuan berpikir analitis dengan baik, akan memiliki kepribadian yang baik
pula, dan sudah bisa diketahui sejak Dia masih kecil, seperti rasa ingin tahu, cepat
tanggap, suka membaca dan lain sebagainya.
Ciri-ciri dari orang yang memiliki kemampuan berpikir analisa:
1. Menggunakan bukti dengan benar dan seimbang
2. Mengatur dan mengekspresikan ide-ide dengan singkat dan jelas
3. Membedakan antara kesimpulan logis yang sah dengan kesimpulan bahwa
cacat
4. Bisa membuat kesimpulan pada bukti yang cukup untuk mendukung
keputusan
5. Memahami perbedaan antara pemikiran dan penalaran
6. Menghindari kemungkinan konsekuensi dari tindakan
7. Memahami tingkat kepercayaan
8. Melihat kesamaan dan analogi secara mendalam
9. Mampu belajar dan melakukan apa yang mereka inginkan pada mereka
sendiri
10. Menerapkan teknik di berbagai bidang pemecahan masalah

11
11. Mampu menyusun masalah dengan teknik formal, seperti matematika, dan
menggunakannya untuk memecahkan masalah
12. Dapat mematahkan pendapat tidak relevan dan merumuskan esensi,
13. Peka terhadap perbedaan antara validitas kepercayaan dan yang intensitas
14. Menghindari kenyataan bahwa pemahaman seseorang terbatas, bahkan
terhadap orang-orang yang tidak bertindak penyelidikan meskipun,
15. Untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan bias pendapat satu
kemungkinan pendapat, dan bahaya yang mendukung pendapat pribadi.

Dalam menjalani era globaisasi dan semakin bertambahnya masalah yang ada,
keseimbangan antara otak kanan dan kiri sangat dibutuhkan, jika Anda termasuk
orang yang lebih dominan dengan otak kanan dan merasa kesulitan untuk
meningkatkan kualitas berfikir logika dan analitis Anda, maka Anda harus
merangsang otak kiri Anda agar mampu bekerja secara seimbang. Banyak cara
yang bisa Anda lakukan untuk merangsang kemampuan dari otak kiri Anda,
termasuk dengan menggunakan Terapi Gelombang Otak Analytical Skill.
Terapi gelombang otak Analytical Skill merupakan sebuah terapi yang
merangsang kemampuan otak kiri Anda untuk menjadi lebih baik lagi. Terapi ini
dirancang secara khusus untukmeningkatkan kemampuan berfikir analisa, logika
dan rasional Anda dalam menjalani aktivitas maupun menyelesaikan suatu tugas,
serta akan membantu Anda dalam mebuat suatu keputusan yang tepat dengan
pemikiran analitis yang mendalam.
Untuk mengunakan Terapi Analytical Skill, Anda bisa menggunakannya setiap
hari secara rutin sambil tiduran maupun saat melakukan aktivitas, hanya dengan
mendengarkannya melalui headphone selama 30 menit atau lebih. Dengan
menggunakan terapi ini, maka otak kiri Anda akan terstimulasi agar mampu berfikir
analitis dan lebih aktif lagi. Selain itu, terapi ini akan meyeimbangkan gelombang
otak kanan dan kiri Anda agar terjadi harmoni dalam berfikir.

12
D. Berpikir Deskriptif
Istilah deskriptif berasal dari bahasa inggris to describe, yang berarti
memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kejadian,
peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan berpikir
deskriptif adalah proses aktifitas otak untuk memaparkan atau menggambarkan
keadaan, kejadian, atau peristiwa tertentu.

13
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara etimologi, diakronik berasal dari bahasa yunani yang berarti melintas
atau melewati khronus yang berarti perjalanan waktu. Diakronik yaitu suatu
peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan
tidak begitu saja. Sedangkan sinkronik yaitu berasal dari bahasa yunani
SYN,yaitu yang artinya sebagai ilmu yang meneliti gejala-gejala yang
meluas dalam meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.
2. Cara berfikir sejarah dalam mengkaji peristiwa-peristiwa yang dipelajarinya
terbagi menjadi empat konsep, yaitu konsep periodisasi, konsep kronologi,
konsep kronik, dan historiografi.
3. Berpikir analitis adalah proses berpikir yang mendorong kita membuat
keputusan yang lebih baik. Pertama kita menggunakan proses berpikir
kreatif untuk memperoleh bermacam-macam pilihan solusi untuk masalah
yang kita hadapi, kemudian kita perlu menggunakan proses berpikir analitis
untuk memilih beberapa alternatif solusi yang terbaik. Aturan dasar untuk
berpikir analitis adalah memaksa pikiran kita untuk menyebar dengan
memikirkan banyak alternatif, kemudian buatlah menyempit dengan
memilih alternatif terbaik.
4. Istilah deskriptif berasal dari bahasa inggris to describe, yang berarti
memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kejadian,
peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan
berpikir deskriptif adalah proses aktifitas otak untuk memaparkan atau
menggambarkan keadaan, kejadian, atau peristiwa tertentu.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber- sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

http:///HistoriaMagistraPengertiandiakronikdansinkronis.html
http:///H:/berpikirsejarah/Caraberfikirsejarahkelompok.html
http:///H:/berpikirsejarah/CaraBerfikirSejarahdalamMengkajiPeristiwa-
peristiwayangDipelajarinyaWawasanPendidikan.html
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Wheeler, J. The Power of Innovative Thinking. NJ: Career Press.

15

Anda mungkin juga menyukai