AFLATOKSIN
AFLATOKSIN
DOSEN PEMBIMBING :
Ani Hartati,S.Si., Apt., M.Si.
.
DISUSUN OLEH :
D3 FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
i
FITOKIMIA
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen mata kuliah Fitokimia yang telah memberikan tugas ini kepada
kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin
yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi
manusia dan hewan. Racun ini pertama kali secara tidak sengaja ditemukan
pada tahun 1960-an, di mana lebih dari seratus ribu kalkun mati oleh sebab
Turkey X disease.
Pemanasan hingga 250 derajat Celsius tidak efektif menginaktifkan
senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak
dapat dikonsumsi lagi.
Menurut Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 661/Menkes/SK/VII/ 1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional
menyatakan bahwa kadar Aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta ( bpj ).
Penetapan di lakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aflatoksin?
2. Bagaimana bentuk struktur aflatoksin?
3. Bagaimana metode untuk menganalisis aflatoksin?
4. Bagaimana cara penanganan aflatoksin?
1.3. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
aflatoksin
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui bentuk struktur aflatoksin
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui metode untuk menganalisis
aflatoksin.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara penanganan aflatoksin.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Aflatoksin
Aflatoksin merupakan cemaran alami yang dihasilkan oleh beberapa
spesies dari fungi Aspergillus yang banyak ditemukan di daerah beriklim
panas dan lembap, terutama pada suhu 27-40°C (80-104° F) dan
kelembapan relatif 85%. Aflatoksin terdiri dari empat jenis, yaitu
aflatoksin B1, B2, G1, G2, namun dari keempat jenis tesebut yang paling
berbahaya dan toksik adalah aflatoksin B1 (Osweiler, 2005).
Sebagai mikotoksin, senyawa tersebut lebih stabil dan tahan selama
pengolahan makanan. Spesies Aspergillus yang paling banyak ditemukan
adalah Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoksin B, dan parasiticus
yang menghasilkan aflatoksin B dan G. Sementara itu, aflatoksin M1 dan
M2 merupakan metabolit hasil hidroksilasi aflatoksin B1 dan B2 oleh
sitokrom p450 1A2 pada manusia atau hewan yang mengonsumsi
makanan yang tercemar aflatoksin. Aflatoksin M dijumpai dalam air susu
dan urine.
fase diam lempeng KLT silica gel 60 F254 ukuran 20 10 cm dengan fase
gerak kloroform-etil asetat (7:3). Deteksi dan kuantitasi dilaksanakan
menggunakan alat pemindai KLT densitometri, detektor fluoresensi, pada
panjang gelombang eksitasi maksimum 354 nm dan emisi 400 nm.
Metode ini mempunyai batas deteksi (limit of detection, LOD)
untuk aflatoksin B1 sebesar 9,62 pg dan untuk aflatoksin G1 sebesar 10,9
Saat ini telah tersedia kit ELISA (AFM1, Neogen, RIDASCREEN) yang
dapat langsung digunakan untuk identifikasi dan kuantitasi
cemaran aflatoksin.
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) telah mengembangkan
perangkat analisis aflatoksin berupa kit yang terdiri atas pereaksi
analisis dan program pengolah data. Kit yang dinamakan Aflavet ini
terdiri atas serangkaian standar aflatoksin B1, plat pencampur, plat
berlapis antibodi, konjugat AFB1 HRPO pekat, pengencer konjugat
larutan BSA/PBS, substrat A (dapar asetat), substrat B (tetra-
metilbenzidin/DMSO), dan larutan peng-henti H2SO4 1,25 M. Kit ini
telah diuji dan divalidasi penggunaannya untuk menganalisis aflatoksin
pada pakan berupa kacang tanah dan jagung.
Selain itu, Balitvet juga telah mengembangkan metode analisis
aflatoksin dalam hati ayam. Metode ini menggunakan pereaksi
campuran metanol dan fosfat buffer salin (MeOH: PBS = 1 : 1. Batas
deteksi metode ini adalah 0,19 + 0,03 ppb. Metode ini menggunakan
cara spike untuk menguji perolehan kembali. Hasil uji perolehan
kembali untuk metode ini adalah sebesar 100,8%. Hal ini menunjukkan
bahwa metode ini memiliki akurasi yang baik.
BAB 3
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Aflatoksin merupakan cemaran alami yang dihasilkan oleh beberapa
spesies dari fungi Aspergillus yang banyak ditemukan di daerah beriklim
panas dan lembap, terutama pada suhu 27-40°C (80-104° F) dan
kelembapan relatif 85%. Terdapat tiga metode yang umum digunakan
untuk menganalisis aflatoksin dalam makanan, yakni :
1. Kromatografi Lapis Tipis Densitometri (KLT Densitometri),
2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), dan
3. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
DAFTAR PUSTAKA