Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KOLEKSI SPESIMEN

Spesimen Urine

Disusun Oleh :

Nama : Laili Fitriah AK1018024


Niyan Sri Widari AK1018038
Rahmawati AK1018046
Kelompok : 9
Kelas : 1B

YAYASAN BORNEO LESTARI


AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat dan hidayah-Nya, kami tetap diberikan kekuatan, kesehatan dan kesempatan
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Spesimen Urine”.
Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai definisi, proses
pembentukan, susunan, mekanisme kerja, klasifikasi, cara pengambilan,
penanganan, pengamanan dan pengiriman sampel urin. Makalah ini telah kami
susun semaksimal mungkin agar para pembaca memahami isi dari materi ini.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah. Semoga materi dari
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti sering mendengar istilah urine.
Bukan hanya mendengar namun kita selalu menemui dan melakukan pembuangan
urine atau metabolisme tubuh melalui urine yang biasa kita sebut buang air kecil
(BAK). Buang air kecil merupakan suatu hal yang normal namun kenormalan
tersebut dapat menjadi tidak normal apabila urine yang kita keluarkan tidak seperti
biasanya. Mengalami perubahan warna atau merasakan nyeri saat melakukan
proses buang air kecil. Jika hal itu terjadi maka yang perlu kita lakukan adalah
dengan cara melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau
specimen urine. Pemeriksaan pada urine dapat menentukan penyakit apa yang
sedang diderita oleh seseorang. Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan
membahas bagaimana proses pengumpulan urine.

B. Tujuan
1. Menguraikan dan menjelaskan cara pengambilan spesimen urine.
2. Menambah pengetahuan mengenai spesimen urine.
3. Memahami cara pengambilan spesimen urine yang benar pada pasien.
4. Memberikan intervensi terhadap penyakit yang dialami pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Urin
Urin adalah sisa material yang eksresikan oleh ginjal dan ditampung
dalam saluran kemih hingga akhirnya dikeluarkan oleh tubuh melalui proses
urinasi dalam bentuk cairan. Ekskresi urin yang disaring dari ginjal menuju
ureter selajutnya disimpan didalam kandung kemih dan kemudian dibuang.
Proses tersebut diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dari
darah yang tidak dibutuhkan oleh tubuh guna menjaga keseimbangan
cairan. Zat-zat yang terkandung dalam urin dapat memberikan informasi
penting mengenai kondisi umum didalam tubuh. Derajat produksi dari
berbagai unit fungsional dalam tubuh dapat diketahui dari kadar berbagai
zat dalam urin. ( Guyton A.C dan Hall J.E, 2006 ).
Urin merupakan suatu larutan komplek yang terdiri dari air ( ± 96%
) dan bahan-bahan organik dan anorganik. Kandungan bahan organik yang
penting antara antara lain urea, asam urat, kreatinin, dan bahan anorganik
dalam urin antara lain NaCl, sulfat, fosfat, dan ammonia. Zat-zat yang tidak
diperlukan oleh tubuh dalam keadaan akan ditemukan relatif tinggi pada
urin dari pada kandungan dalam darah, sebaliknya hal tersebut tidak berlaku
pada zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh. Kondisi lingkungan dalam
tubuh serta organ-organ yang berperan dalam munculnya setiap zat tersebut
dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan urin. ( Guyton A.C dan Hall J.E,
2006 ).
B. Spesimen Urin.
Salah satu tahap yang dapat menentukan hasil pemeriksaan urin
yang baik adalah tahap praanalitik. Penatalaksanaan pada tahap ini harus
diperhatikan dan dilakukan dengan baik dan benar untuk menghindari
kesalahan pada hasil pemeriksaan urin. Beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya adalah cara pengumpulan spesimen, transportasi,
penyimpanan, dan pengawet urin ( Wirawan R 2015 ).
1. Jenis dan bahan pemeriksaan urine
Untuk berbagai jenis pemeriksaan urine, diperlukan bahan
pemeriksaan yang berbeda sesuai dengan jenis tes yang diperiksa. Pada
umumnya yang paling sering digunakan adalah urine sewaktu. Urine
sewaktu adalah urine yang dikeluarkan kapan saja saat diperlukan
pemeriksaan kuantitatif zat tertentu di dalam urine misalnya protein. Pada
keadaan demikian, diperlukan pengumpulan urine 24 jam. Berikut ini akan
dijelaskan berbagai jenis bahan urine yang sering diminta untuk urinalisis:
a. Freshly voided urine specimen Adalah urine segar yang baru dikeluarkan.
Penderita diminta untuk berkemih langsung di wadah atau container yang
bersih dan kering.
b. Clean voided specimen Specimen ini dimaksud untuk mencegah
kontaminasi dengan darah haid atau secret vagina. Penderita diminta untuk
berkemih dan diambil urine pancaran tengah. Contoh urine ini bila
ditampung adalah wadah steril, dapat digunakan untuk pemeriksaan biakan
urine.
c. Urine pagi Merupakan urine pagi yang pertama kali dikeluarkan. Bagi
penderita yang masih dirawat di rumah sakit, specimen ini merupakan bahan
terbaik untuk diperiksa karena pekat. Biasanya spesimen ini digunakan
untuk pemeriksaan tes kehamilan, pemeriksaan protein, sedimen urine dan
nitrit.
d. Urine sewaktu Yaitu urine yang dikeluarkan kapan saja saat akan
diperiksa tanpa memperhatikan waktu atau interval waktu tertentu.
Biasanya specimen ini digunakan untuk urinalisis rrutin terutama bagi
penderita yang berobat jalan atau melakukan pemeriksaan penyaring.
e. Urine 24 jam Digunakan untuk pemeriksaan zat tertentu secara
kuantitatif, seperti protein, kreatinin, kalsium, fosfor, natrium, kalium dan
klorida. Untuk menampung urine 24 jam harus disediakan wadah yang
dapat memuat 2-3 urine dan diberi pengawet toluene 1 ml/liter urine.
Penderita harus dijelaskan jam pertama saat pemeriksaan dimulai, urine
yang dikeluarkan tidak ditampung. Berikutnya, setiap kali berkemih urine
harus ditampung dalam satu wadah dan dikocok/digoyang agar tercampur
rata. Keesokan harinya tepat 24 jam setelah saat pemeriksaan, urine
ditampung dalam wadah tersebut dan dikocok dengan baik. f. Urine 2 jam
postprandial Digunakan untuk pemeriksaan glukosa urine pada penderita
diabetes mellitus. Pada umumnya penderita diminta untuk beerkemih sesaat
sebelum makan dan 2 jam setelah makan. Hasil pemeriksaan ini pada
umumnya digunakan untuk pemantauan terapi diabetes mellitus.
2. Stabilitas sampel.
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah identitas penderita yaitu
nama, nomor rekam medis, tanggal dan jam pengambilan bahan. Identitas
ini ditulis pada label di wadah urine dan harus sesuai dengan formulir
permintaan. Pada formulir permintaan juga dicantumkan hal seperti di atas
ditambah dengan jenis tes yang diminta untuk diperiksa. Bahan pemeriksaan
urine rutin yang terbaik adalah urine segar, kurang dari 1 jam setelah
dikeluarkan. Urine yang dibiarkan dalam waktu lama pada suhu kamr, akan
menyebabkan bebrapa perubahan. Jumlah bakteri yang ada dalam urine
akan bertambah, menyebabkan peningkatan glukolisis oleh bakteri sehingga
produksi NH3 dan CO2 meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan bau
amoniak dan pH urine menjadi alkalis, sehingga unsure sedimen dalam
urine seperti eritrosit, leukosit, silinder, ataupun sel menjadi pecah atau
hancur. Selain itu, fosfat yang ada dalam urine akan mengendap, sehingga
urine menjadi keruh. Peningkatan jumlah bakteri dapat juga menyebabkan
penurunan jumlah glukosa yang ada dalam urine, karena digunakan untuk
metabolism oleh bakteri. Urine yang dibiarkan lama pada suhu kamar juga
dapat mengakibatkan kadar bilirubin dan urobilinogen hilang atau
berkurang akibat teroksidasi serta esterase meningkat. Apabila terpaksa
menunda pemeriksaan, urine harus disimpan dalam lemari es suhu 2-80C.
penyimpanan dalam lemari es mencegah dekomposisi urine oleh bakteri.
Urine yang telah disimpan dalam lemari es akan menyebabkan presipitasi
fosfat dan urat amorf serta memiliki berat jenis lebih tinggi bila diukur
dengan urinometer. Oleh sebab itu, sebelum pemeriksaan dilakukan urine
harus dibiarkan dahulu mencapai suhu kamar dan dicampur/dikocok. Pada
keadaan tertentu sehingga urine harus dikirim ke tempat yang jauh dan atau
tidak ada lemari es, biasanya digunakan pengawet urine.

3. Cara pengambilan sampel.


Sampel urin yang biasa dipakai adalah porsi tengah ( midstream ).
Jenis pengambilan sampel urin ini dimaksudkan agar urin tidak
terkontaminasi dengan kuman yang berasal dari perineum, prostat, ureter
maupun vagina, karena dalam keadaan normal urin tidak mengandung
bakteri, virus atau organisme lain. ( Brunsel N.A, 2013 ).
Pengambilan sampel ini dilakukan oleh pasien sendiri, oleh sebab itu
pasien harus diberikan penjelasan cara pengambilan sampel urin, yaitu
sebagai berikut :
a. Pada wanita.
Pasien harus bersih menuci tangan dengan sabun dan dikeringkan
dengan kertas tissu, dengan menggunakan tissu basah dan steril labia
dan sekitarnya dibersihkan. Buang urin pertama yang keluar, setelah
itu urin porsi tengah ditampung dan membuang urin terakhir yang
dikemihkan. Tutup rapat botol sampel.
b. Pada pria.
Pasien mencuci bersih tangan dengan sabun dan dikeringkan dengan
kertas tissu, untuk pasien yang tidak disunat tarik preputium
kebelakang, lubang uretra dibersihkan. Pasien yang sudah disunat
langsung membersihkan uretra menggunakan tissu basah kearah
glans penis setelah itu urin porsi tengah ditampung. Botol sampel
ditutup rapat. ( Wirawan R 2015 ).
4. Penampungan urin.
Botol penampungan urin yang dipakai harus bersih, kering dan
sekali pakai. Air ataupun kotoran dapat menyebabkan perkembangbiakkan
kuman dan mempengaruhi komposisi urin. Penampungan urin yang baik
adalah yang bermulut lebar dan dapat ditutup dengan rapat, kedap air dan
sekali pakai. Volume penampungan urin minimal 50 ml untuk pemeriksaan
urin rutin atau urin lengkap. Pemberian etiket atau koding dilakukan dengan
jelas yang meliputi nama, tanggal lahir, no registrasi dan jam pengambilan.
( Wirawan R 2015, R Gandassoebrata 2013 ). Untuk bayi tersedia kantong
plastic polyethylene bag dengan perekat. Wadah penampung urine hanya
digunakan sekali pakai. Tidak dianjurkan untuk memakai ulang wadah
urine, karena adanya kemungkinan kontaminasi akibat pencucian yang tidak
bersih.
5. Cara mendapatkan sedimen urin.
Standarisasi pembuatan sedimen urin diperlukan untuk menjamin
akurasi dan presisi pemeriksaan mikroskopik urine terutama untuk
pemeriksaan sedimen secara mikroskopik atau manual. Standarisasi ini
mencakup penggunaan bahan, langkah pemeriksaan, waktu dan peralatan
yang sama.(Brunzel;AN 2004)
a. Sampel urine yang telah memenuhi syarat,dihomogenkan
kemudian dituang dalam tabung sentrifuge sebanyak 12 ml atau
¾ tabung 15 ml dengan dasar tabung berbentuk kerucut
b. Sampel sentrifuge dengan kecepatan 1800 rpm (1500-2000 rpm)
c. Cairan bagian atas dituang dengan cepat ± 0,2 ml sedimen
tambahkan 1 tetes Sternheimer malbin dikocok sampai
homogen. (Indra nila KS 2016, R Gandsoebrata 2013)
6. Urinalisis
Urinalisis termasuk pemeriksaan laboratorium klinis paling tua dalam
sejarah. Berasal dari Bahasa Inggris Urinalisys, terdiri dari kata urine dan
analysis yang berarti Pemeriksaan Urin. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan kimia, mikroskopik dan mikrokopis. (McPherson R.A dan
Pincus M.R, 2011).
Pemeriksaan urin secara kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya zat-zat yang secara normal maupun zat-zat yang tidak seharusnya
berada dalam urin. Pemeriksaan tersebut secara semi kuatitatif maupun
kuantitatif bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat-zat
tersebut berada dalam urin. Kelebihan zat-zat normal dalam urin tersebut
pun tetap dapat mempunyai arti klinis yang bermakna. ( McPherson R.A
dan Pincus M.R, 2011 ; Strasinger S.K dan Di Lorenzo M.S, 2008 ).
Urinalisis terdiri dari :
Pemeriksaan makroskopis urine meliputi volume urine, bau, buih, warna,
kejernihan, pH, dan berat jenis.
1. Pemeriksaan Mikroskopis / Fisik.
Kejernihan dinyatakan dalam salah satu kriteria seperti jernih, agak
keruh, keruh, dan sangat keruh. Urin segar pada orang biasanya jernih.
Kekeruhan ringan dapat disebabkan lendir, sel epitel dan leukosit yang
makin lama mengendap. Urin yang telah keruh pada saat dikemihkan dapat
disebabkan karena adanya khilus, bakteri, epitel, leukosit, dan eritrosit
dalam jumlah banyak. Kejernihan urin yang diperiksa dapat digunakan
sebagai tolok ukur untuk menilai kualitas pemeriksaan mikroskopis
selanjutnya. ( Brunzel, AN 2004 ).
1. Volume urine
Volume urine masingmasing orang bervariasi tergantung pada luas
permukaan tubuh, pemakaian cairan, dan kelembapan udara / penguapan.
Pada keadaan normal volume urine selama 24 jam adalah : 600-1600 ml.
Dikatakan OLIGOURI bila volume mencapai :100-600 ml/24 jam.
Dikatakan ANURI, bila volume mencapai kurang atau sama dengan 100ml/
24 jam.
Besarny volume urine seseorang amat tergantung pada :
Ø Intake cairan : makan/minum.
Ø Kehilangan cairan : keringat.
Ø Suhu badan.
Ø Suhu sekitarnya.
Penyebab terjadinya oligouri adalah :
I.FAKTOR RENAL:
1. Akut tubulair nekrosis.
2. Akut glomerula nekrosis.
II.FAKTOR NON RENAL.
1. Penurunan intake cairan.
2. Peningkatan kehilangan cairan.
Penyebab terjadinya POLIURI.:(produksi urine> 2500 ml/24 jam).
1. Kronik Renal Dieses.
2. Diabetes Insipidus.
3. Polydipsi.
4. Obat diuretika.
Dalam keadaan normal , volume urine pada siang hari > malam hari.
Volume urine malam hari dapat > siang hari pada keadaan :
1. Glomerulo Tubulair Dieses yang berat.
2. Gangguan pada absorbs usus.
3. ADISON DISEASES.
2. Bau
Bau urine yang normal disebabkan dari sebagian oleh asam-asam organik
yang mudah menguap.
Pada urine yang segar / baru biasanya tidak berbau keras / menyengat, tetapi
pada urine yang telah lama dikeluarkan dari tubuh, uranium yang terkandung
didalamnya akan di ubah menjadi amoniak oleh bakteri yang ada dalam urine,
sehingga menimbulkan bau yang keras/ menyengat.
Dalam keadaan pathologis urine dapat berbau :
· MANIS : Biasanya disebabkan oleh adanya Acetone, misalnya pada koma
diabetic.
· BUSUK : Biasanya disebabkan oleh adanya infeksi, misalnya pada cystitis.
3. Buih
Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih,
menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika
urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh
adanya pigmen empedu(bilirubin) dalam urine.
4. Warna urine
Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis,
makin muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal berkisar antara
kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam
zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Jika didapat warna abnormal
disebabkan oleh zat warna yang dalam keadaan normal pun ada, tetapi
sekarang ada dalam jumlah besar. Kemungkinan adanya zat warna
abnormal, berupa hasil metabolism abnormal, tetapi mungkin juga berasal
dari suatu jenis makanan atau obat-obatan. Beberapa keadaan warna urine
mungkin baru berubah setelah dibiarkan.
Normal :urine berwarna kuning muda hingga tua.
a. Kuning jernih
Urin berwarna kuning jernih merupakan pertanda bahwa tubuh Anda
sehat. Urin ini tidak berbau. Hanya saja, beberapa saat setelah
meninggalkan tubuh, bakteri akan mengontaminasi urin dan mengubah zat
dalam urin sehingga menghasilkan bau yang khas.
b. Kuning tua atau pekat
Warna ini disebabkan karena tubuh mengalami kekurangan cairan.
Namun bila terjadi terus, segera periksakan diri Anda ke dokter karena
merupakan tahap awal penyakit liver.
c. Kemerahan
Urin merah. Kondisi ini bisa menandakan gangguan batu ginjal dan
kandung kemih. Namun bisa juga karena mengonsumsi obat pencahar
maupun rifampisin secara berlebihan.
d. Oranye
Mengindikasikan penyakit hepatitis atau malaria. Pyridium, antibiotik
yang biasa digunakan untuk infeksi kandung kemih dan saluran kencing
juga dapat mengubah warna urin menjadi oranye.
5. Kejernihan
Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak
keruh, keruh atau sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat
abnormal. Urine normal pun akan menjadi keruh jika dibiarkan atau
didinginkan. Kekeruhan ringan disebut nubecula dan terjadi dari lender,
sel-sel epitel, dan leukosit yang lambat laun mengendap. Sebab – sebab
urine keruh dari mula-mula :
Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar, mungkin terjadi sesudah
orang makan banyak.
Bakteri.
Unsur sedimen dalam jumlah besar, seperti eritrosit, leukosit dan sel
epitel.
Cylus dan lemak.
Benda-benda koloid.
Sebab – sebab urine keruh menjadi keruh setelah dibiarkan :
Nubecula.
Urat-urat amorf.
Fosfat amorf dan karbonat.
Bakteri.
6. pH
pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring. Akan
tetapi pada gangguan keseimbangan asam-basa penetapan itu
member kesan tentang keadaan dalam tubuh, apalagi jika disertai
penetapan jumlah asam yang diekskresikan dalam waktu tertentu,
jumlah ion NH4. Selain pada keadaan tadi pemeriksaan pH urine
segar dapat member petunjuk kea rah infeksi saluran kemih.
Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan
infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak
menyebabkan urine menjadi basa.
Dalam keadaan normal, PH urine berkisar antara : 4,6-8,0 dengan
rata-rata : 6,5.
Jadi urine berada dalam keadaan sedikit asam pada keadaan
NORMAL.
Untuk pemeriksaan derajad keasaman urine ini harus dipakai urne
yang segar (baru).
Karena urine yang telah lama derajad keasamannya akan berubah
menjadi alkalis.
Pada urine yang telah dikeluarkan dari tubuh, maka ammonium yang
terkandung didalamnya akan diubah oleh bakteri dalam urine
menjadi amoniak yang bersifat alkalis.
Beberapa keadaan yang dapat membuat urine menjadi asam adalah :
Ø Acidosis.
Ø Kelaparan.
Ø Diarrhea.
Ø Diabetes Mullitus.
Beberapa keadaan yang dapat membuat urine menjadi alkalis adalah:
Ø Alkalosis.
Ø Muntah-muntah yang hebat.
Ø Infeksi saluran kencing (UTK).
Pemeriksaan derajad keasaman urine ini dapat dilakukan dengan
menggunakan :
1. Kertas lakmus.
2. PH meter.
7. Berat jenis
Normal : 1,003-1,030, rata-rata 1,020.
Berat jenis urine tertinggi terdapat pada urine pertama pagi hari,
sedangkan berat jenis terendah terdapat dalam urine yang dihasilkan
1 jam setelah intake cairan yang cukup banyak. Berat jenis ini
memberikan gambaran tentang fungsi dari tubulus.
ISOSTHENURI : Suatu keadaan dimana berat jenis urine seseorang
selalu tetap 1,010 sepanjang hari, yaitu sama dengan berat jenis
protein free plasma. Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit
ginjal yang kronis dan berat.
Tehnik pemeriksaan fungsi urine :
1. Dengan memakai alat UROMETER atau URINOMETER.
2. Dengan menggunakan metode CARIK CELUP.
2. Pemeriksaan Kimia.
Pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan berat jenis ( BJ ), pH,
darah, esterasi lekosit, nitrit, protein, glukosa, keton, bilirubin, dan
urobilirubin. Pada pemeriksaan kimia urin digunakan reagen carik celup
sedangkan pembacaannya menggunakan alat otomatik, karena pembacaan
secara manual menunjukkan variasi hasil yang cukup besar. Cahaya dan
kelembaban dapat mempengaruhi hasil uji carik tersebut sehingga
mengganggu hasil pembacaan. Hasil positif atau negatif palsu dapat
disebabkan adanya beberapa zat yang terdapat dalam urin. ( Wirawan R
2015 ).
Pemeriksaan kimia urine berdasarkan reaksi biokimia yang juga
disebut cara kimia kering atau tes carik celup banyak digunakan di
laboratorium klinik. Cara carik celup ini selain praktis karena reagen telah
tersedia dalam bentuk pita siap pakai, reagen relative stabil, murah,
volume urine yang dibutuhkan sedikit, bersifat sekali pakai, serta tidak
memerlukan persiapan reagen. Prosedurnya sederhan dan mudah, tidak
memerlukan suatu keahlian dalam mengerjakan tes serta hasilnya cepat.
a. Cara penggunaan carik celup
Sebelum melakukan pemeriksaan urine, carik celup harus dikontrol
dengan bahan control urine. Pemeriksaan dengan bahan control urine
dimaksudkan untuk menilai carik celup, alat pemeriksa yaitu pipet dan
alat baca serta pemeriksa/orang yang mengerjakan. Setelah emeriksaan
dengan bahan control sesuai dengan hasil yang seharusnya, kemudian
dilakukan pemeriksaan terhadap urine penderita. Bahan untuk
pemeriksaan kimia dengan carik celup, harus merupakan urine segar dan
mempunyai jumlah minimal 10-12 ml. Setelah dicampur dengan cara
membolakbalik tabung urine agar homogeny, dilakukan pemeriksaan
dengan carik celup. Carik celup dimasukkan ke dalam urine dalam waktu
kurang dari 1 detik, kemudian diangkat dan kelebihan urine dibersihkan
dengan meletakkan carik celup mendatar pada sisinya di ertas saring
sehingga kelebihan urine yang mengalir diserap dengan kertas serap,
bertujuan untuk mencegah terjadinya carry over antar pita reagen.
Setelah 30-60 detik warna yang terjadi dibandingkan dengan warna
pada botol carik celup dapat secara visual. Hasil tes berdasarkan
perubahan warna yang terjadi.
b. Tujuan pemeriksaan kimia urine
Bertujuan untuk menunjang diagnosis kelainan di luar ginjal
seperti kelainan metabolism karbohidrat, fungsi hati, gangguan
keseimbangan asam basa, kelainan ginjal, dan saluran kemih seperti
infeksi traktus urinarius.
c. Macam pemeriksaan kimia urine dengan carik celup
Carik celup yang paling lengkap dapat menguji 10 parameter
pemeriksaan kimia urine sekaligus terdiri dari pH, berat jenis, glukosa,
bilirubin, urobilinogen, keton, protein, darah, leukosit esterase, dan nitrit.
1. Pemeriksaan pH urine
Pemeriksaan pH urine berdasarkan adanya indicator ganda (methyl
red dan bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan warna sesuai
pH yang berkisar dari jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan.
Rentang pemeriksaan pH meliputi pH 5,0 sampai 8,5.
3. Pemeriksaan Berat Jenis Urine
Pemeriksaan berat jenis dalam urine berdasarkan pada perubahan
pKa (konstanta disosiasi) dari polielektrolit (methylvinyl ether/maleic
anhydride). Polielektrolit terdapat pada carik celup akan mengalami
ionisasi, menghasilkan ion hydrogen (H+). Ion H+ yang dihasilkan
tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urine. Pada urine
dengan berat jenis yang rendah, ion H+ yang dihasilkan sedikit sehingga
pH lebih ke arah alkalis. Perubahan pH ini akan terdeteksi oleh indikator
bromthymol blue. Bromthymol blue akan berwarna biru tua hingga
hijau pada urine dengan berat jenis rendah dan berwarna hijau
kekuningan jika berat jenis urine tinggi.
4. Pemeriksaan Glukosa Urine
Pemeriksaan glukosa dalam urine berdasarkan pada glukosa
oksidase yang akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan
hydrogen peroksida. Kemudian hydrogen peroksida ini dengan adanya
peroksidase akan mengkatalisa reaksi antara potassium iodide dengan
hydrogen peroksida menghasilkan H2O dan On (O nascens). O
nascens akan mengoksidasi zat warna potassium iodide dalam waktu
10 detik membentuk warna biru muda, hijau sampai coklat. Pada cara
ini, kadar glukosa urine dilaporkan sebagai negative, trace (100 mg/dl),
+1 (250 mg/dl), +2 (500 mg/dl), +3 (1000 mg/dl), +4 (>2000 mg/dl).
Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 100 mg/dl, dan pemeriksaan ini
spesifik untuk glukosa. Hasil negative palsu pada pemeriksaan ini
dapat disebabkan oleh bahan reduktor dalam urine seperti vitamin C
(lebih dari 40 mg/dl), asam homogentisat, aspirin serta bahan yang
mengganggu reaksi enzimatik seperti levodova, gluthation, dan
obatobatan seperti diphyrone. Selain menggunakan carik celup,
pemeriksaan glukosa urine dapat menggunakan: a. Metode Fehling
Prinsip : Dengan pemanasan urine dalam suasana alkali, glukosa akan
mereduksi cupri sulfat menjadi cupro oksida. Pengendapan cupri
hidroksida dicegah dengan penambahan kalium natrium tartrate. b.
Metode Benedict Prinsip : Glukosa dalam urine akan mereduksi
garam-garam kompleks yang terdapat pada pereaksi benedict (ion
cupri direduksi menjadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan
Cu2O. Interpretasi hasil pada metode Fehling dan Benedict: (-) :
tetap biru, biru kehijauan. (+1) : hijau kekuning-kuningan dan keruh
(sesuai dengan 0,5 – 1 % glukosa) (+2) : kuning keruh (1 – 1,5 %
glukosa) (+3) : jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5 % glukosa)
(+4) : merah bata (lebih dari 3,5 % glukosa)
5. Pemeriksaan Bilirubin Urine
Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine, namun dalam
jumlah yang sangat sedikit dapat berada dalam urine, tanpa terdeteksi
melalui pemeriksaan rutin. Bilirubin terbentuk dari penguraian
hemoglobin dan ditranspor menuju hati, tempat bilirubin berkonjugasi
atau tak langsung bersifat larut dalam lemak, serta tidak dapat
diekskresikan ke dalam urine. Bilirubinuria mengindikasikan
kerusakan hati atau obstruksi empedu dan kadarnya yang besar
ditandai dengan warna kuning. Pemeriksaan bilirubin urine
berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam
suasana asam kuat yang menimbulkan kompleks yang berwarna coklat
muda hingga merah coklat dalam waktu 30 detik. Hasilnya dilaporkan
sebagai negative, +1 (0,5 mg/dl), +2 (1 mg/dl) atau +3 (3 mg/dl).
Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,2 – 0,4 mg/dl. Hasil yang positif
harus dikonfirmasi dengan test Harrison dimana bilirubin telah
diendapkan oleh Barium chloride akan dioksidasi dengan reagen
Fouchet menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Hasil positif pada tes
Harisson,ditandai dengan filtrate yang berwarna hijau pada kertas
saring.
6. Pemeriksaan Urobilinogen
Urine Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang
terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus
mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar
urobilinogen berkurang dalam feses dan sejumlah besar kembali ke
hati melalui aliran darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang
menjadi empedu kira-kira ejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam
urine. Spesimen urine harus segera diperiksa dalam setengah jam
karena urobilinogen urine dapat teroksidasi menjadi urobilin.
Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi antara
urobilinogen dengan reagen Ehrlich
(paradimethylaminobenzaldehyde, serta buffer asam). Intensitas
warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu
60 detik, warna yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar
urobilinogen dalam urine. Urine yang terlalu alkalis menunjukkan
kadar urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urine yang terlalu
asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih
rendah dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan
hasil negative palsu.
7. Pemeriksaan Keton dalam Urine
Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energy saat karbohidrat
tidak dapat digunakan seperti pada keadaan asidosis diabetic serta
kelaparan / malnutrisi. Ketika terjadi kelebihan badan keton, akan
menimbulkan keadaan ketosis dalam darah sehingga menghabiskan
cadanagn basa (misal:bikarbonat) dan menyebabkan status asidotik.
Ketonuria (badan keton dalam urine) terjadi sebagai akibat ketosis.
Berdasarkan reaksi antar asam asetoasetat dengan senyawa
nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda bila tidak
terjadi reaksi, dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan
sebagai negative, trace (5 mg/dl), +1 (15 mg/dl), +2 (40 mg/dl), +3 (80
mg/dl) atau +4 (160 mg/dl). Hasil positif palsu dapat terjadi apabila
urine banyak mengandung pigmen atau metabolit levodopa serta
phenylketones. Urine yang mempunyai berat jenis tinggi, pH yang
rendah, dapat memberikan reaksi hingga terbaca hasil yang sangat
sedikit (5 mg/dl).

8. Pemeriksaan Protein Urine


Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat
kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal.
Pemeriksaan protein dalam urine berdasarkan pada prinsip kesalahan
penetapan pH oleh adanya protein. Sebagai indikator digunakan
tertrabromphenol blue yang dalam suatu system buffer akan
menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan pH oleh
adanya protein, urine yang mengandung albumin akan bereaksi dengan
indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau.
Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitive terhadap albumin.
Perubahan warna yang terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya
dilaporkan sebagai negative, +1 (30 mg/dl), +2 (100 mg/dl), +3 (300
mg/dl) atau +4 (2000 mg/dl). Selain mengunakan carik celup,
pemeriksaan protein urine dapat juga menggunakan:

a. Metode Rebus
Prinsip : Untuk menyatakan adanya urine yang ditunjukkan dengan
adanya kekeruhan dengan cara penambahan asam akan lebih
mendekatkan ke titik isoelektris dari protein. Pemanasan selanjutnya
mengadakan denaturasi sehingga terjadi presipitasi yang dinilai secara
semi kuantitatif.
b. Metode Sulfosalisilat
Prinsip dari metode sulfosalisilat sama dengan metode Rebus.
Interpretasi hasil metode Rebus dan Sulfosalisilat: (-) : tetap jernih.
(+1) : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01 – 0,05 g/dl) (+2) :
kekeruhan mudah dilihat dan tampak butir-butir (0,05 – 0,2 g/dl) (+3)
: urine jelas keruh dan kekeruhan itu jelas berkeping-keping (0,2 – 0,5
g/dl) (+4) : urine sangat keruh dan bergumpal (lebih dari 0,5 g/dl) c.
Metode Heller Prinsip : Adanya protein dalam urine akan bereaksi
dengan HNO3 pekat membentuk cincin putih.
9. Pemeriksaan Darah dalam Urine
Pemeriksaan darah samar dalam urine berdasarkan hemoglobin dan
mioglobin akan mengkatalisa oksidasi dari indikator 3,3’5,5’ –
tetramethylbenzidine, menghasilkan warna berkisar dari kuning
kehijau-hijauan hingga hijau kebitu-biruan dan biru tua. Hasilnya
dilaporkan sebagai negative, trace (10 eri/µL), +1 (25 eri/ µL), +2 (80
eri/ µL), atau +3 (200 eri/ µL). vitamin C serta protein kadar tinggi
dapat menyebabkan hasil negative palsu. Hasil positif palsu kadang-
kadang dapat dijumpai apabila dalam urine terdapat bakteri.
10. Pemeriksaan Esterase Leukosit dalam Urine
Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang merupakan
enzim pada granula azurofil atau granula primer dari granulosit dan
monosit. Esterase akan
menghidrolisis derivate ester naftil. Naftil yang dihasilkan bersama
dengan garam diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari
coklat muda menjadi warna ungu. Banyaknya esterase
menggambarkan secara tidak langsung jumlah leukosit di dalam urine.
Apabila urine tidak segar, pH urine menjadi alkalis, neutrofil mudah
lisis sehingga jumlah neutrofil yang dijumpai dalam sedimen urine
berkurang dibandingkan dengan derajat positifitas pemeriksaan
esterase leukosit. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (15
leu/µL), +1 (70 leu/µL), +2 (125 leu/µL), atau +3 (500 leu/µL). jika
terdapat glukosa dan protein dalam konsentrasi tinggi atau pad urine
dengan berat jenis tinggi, dapat terjadi hasil negative palsu, karena
leukosit mengkerut dan menghalangi penglepasan esterase.
11. Pemeriksaan Nitrit dalam Urine
Test nitrit urine adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui
ada tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa
sebagian besar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat
mereduksi nitrat menjadi nitrit. Penyebab utama infeksi saluran kemih
yaitu E.coli, Pseudomonas, Staphylococcus dapat merubah nitrat
menjadi nitrit. Hasilnya dilaporkan sebagai positif bila pita dalam 40
detik menjadi merah atau kemerahan yang berarti air kemih dianggap
mengandung lebih dari 105 kuman per ml. negative bila tidak terdapat
nitrit maka warna tidak berubah. Warna yang terbentuk tidaklah
sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Sensitivitas pemeriksaan
ini adalah 0,075 mg/dl nitrit. Hasil negative palsu dapat disebabkan
oleh vitamin C dengan kadar lebih dari 75 mg/dl dalam urine yang
mengandung sejumlah kecil nitrit (0,1 mg/dl atau kurang), kuman yang
terdapat dalam urine tidak mereduksi nitrat menjadi nitrit seperti
Streptococcus, Enterococcus atau urine hanya sebentar berada dalam
kandung kemih. Selain itu juga dipengaruhi oleh diet yang tidak
mengandung nitrat, antibiotika yang menghambat metabolism bakteri
dan reduksi nitrit menjadi nitrogen.
3.Pemeriksaan Mikroskopis pada sedimen urin.
Pemeriksaan mikroskopis adalah bagian paling standar dan
membutuhkan banyak waktu. Volume urin yang direkomendasikan
adalah 10-15 ml. Faktor yang mempengaruhi hasil dari pemeriksaan
ini adalah : pemeriksaan spesimen yang sesuai dan pengetahuan serta
keahlian dari pemeriksa. ( McPherson R.A dan Pincus M.R, 2011 ;
Strasinger S.K, dan Di Lorenzo M.S, 2008 ; Brunsel N.A, 2013 ).
Pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk menentukan jumlah
eritrosit, lekosit, sel epitel, silinder, parasit, kristal, spermatozoa, dan
bakteri dalam urin. Eritrosit, leukosit, dan epitel dapat dilaporksebagai
jumlah rata-rata dalam pembacaan 10-15 lapang pandang besar /LPB
(400x). ( Brunsel N.A 2013 ).
Pemeriksaan mikroskopis urine meliputi pemeriksaan sedimen
urine. Tujuan dari pemeriksaan sedimen urine adalah untuk
mengidentifikasi jenis sedimen yang dipakai untuk mendeteksi kelainan
ginjal dan saluran kemih. Untuk pemeriksaan sedimen urine diperlukan
urine segar yaitu urine yang ditampung 1 jam setelah berkemih. Untuk
mendapat sedimen yang baik diperlukan urine pekat yaitu urine yang
diperoleh pagi hari dengan berat jenis > 1,023 atau osmolalitas > 300 m
osm/kg dengan pH yang asam.
a. Cara pemeriksaan
Sebanyak 5-10 ml urine dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge
kemudian ditutup dengan paraffin dan dipekatkan dengan cara
sentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Setelah
sentrifugasi dilakukan lapisan supernatant/lapisan atas urine dibuang
sehingga didapatkan sedimen urine. Kemudian teteskan 1 tetes sedimen
urine di atas objek glass, ditutup dengan cover glass. Selanjutnya
preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif
10x untuk melihat lapang pandang kemudian perbesaran lensa objektif
40x untuk identifikasi.
b. Macam – macam Sedimen Urine
Sedimen urine terdiri dari unsur organik dan anorganik.
1. Unsur Organik
a. Epitel
Ada 3 macam epitel yang mungkin terdapat pada sedimen urine yaitu epitel
yang berasal dari ginjal biasanya berbentuk bulat berinti 1, epitel yang
berasal dari kandung kemih yang disebut sel transisisonal dan epitel gepeng
yang berasal dari uretra bagian distal, vagina dan vulva.
b.Leukosit
Tampak sebagai benda bulat yang mengandung granula halus
dengan inti yang Nampak jelas. Biasanya leukosit ini adalah sel
polimorfonuklear. Dalam keadaan normal, jumlah leukosit dalam urine
adalah 0 – 4 sel. Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan adanya
peradangan, infeksi atau tumor.
c.Eritrosit
Dalam urine yang pekat eritrosit akan mengkerut, dalam urine yang
encer eritrosit akan membengkak sedangkan dalam urine yang alkalis
eritrosit mengecil. Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam
urine. Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau
perdarahan pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal. d.
Silinder (torak) Adalah cetakan protein yang terjadi pada tubulus ginjal.
Silinder terdiri dari glikoprotein disebut protein Tamm-Horsfall yang
merupakan rangka dari silinder, terbentuk pada ascending loop of Henle.
Untuk terjadinya silinder diperlukan protein Tamm-Horsfall, albumin, pH
urine yang asam, konsentrasi garamyang tinggi dalam filtrate glomeruli dan
aliran urine yang lambat. Silinder terdiri dari silinder hialin, silinder seluler
(silinder eritrosit, leukosit, dan epitel), silinder granula/korel, silinder lilin,
dan silinder lemak.
d. Spermatozoa
Bisa ditemukan dalam urine pria atau wanita dan tidak memiliki arti
klinik.
e. Parasit
Yang biasanya ditemukan dalam urine yaitu Trichomonas vaginalis atau
Schistosoma haematobium.
f. Bakteri
Bakteri yang dijumpai bersama leukosit yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi dan dapat diperiksa lebih lanjut dengan pewarnaan Gram
atau dengan biakan (kultur) urine untuk identifikasi. Tetapi jika ada bakteri
namun sedimen “bersih” kemungkinan itu merupakan cemaran
(kontaminasi) saja.
2. Unsur Anorganik
a. Zat amorf
Biasanya terdiri dari urat dalam urine yang asam dan fosfat dalam
urine yang alkalis.
b. Kristal dalam urine normal
Pada pH asam : asam urat, natrium urat, kalsium sulfat.
Pada pH asam atau netral atau alkalis : kalsium oksalat.
Pada pH alkalis atau netral : ammonium-magnesium fosfat (triple
fosfat) dan dikalsium fosfat.
Pada pH alkalis : kalsium karbonat, ammonium biurat, dan kalsium
fosfat.
c. Kristal yang abnormal seperti sistin, leucin, tirosin, kolesterol, dan
bilirubin. \
d. Kristal obat seperti kristal sulfida.
c. Pelaporan Sedimen Urine secara Semikuantitatif
Untuk sedimen urine leukosit, eritrosit, epitel, bakteri, ragi, kristal,
dan protozoa dilaporkan dalam lapangan pandang beasr 10 x 40 (LPB).
Sedangkan dengan lapangan pandang kecil 10 x 10 (LPK) untuk pelaporan
jumlah silinder. Untuk melaporkan jumlah sedimen secara semikuantitatif
sediaan harus merata di atas objek glass, bila sedimen yang diletakkan di
atas objek glass tidak merata harus dibuat sediaan baru. Jumlah unsur
sedimen urine dalam LPK atau LPB harus dihitung rerata > 10 lapangan.
2. Pemeriksaan Leukosit Urin secara manual mikroskopis.
Secara mikroskopis leukosit berbentuk bulat, berinti, granuler,
dengan diameter 12 µm ( kira-kira 1,5-2 kali eritrosit ). Leukosit dapat
berasal dari seluruh bagian saluran dari seluruh bagian kemih. Sel epitel
tubulus ginjal yang sulit dibedakan dengan leukosit kadang menjadi
pengganggu analisa, namun dengan pewarnaan safranin-kristal violet (
Sternheimer-Malbin ) inti neutrofilik leukosit akan tampak untu kemerahan
dengan granula sitoplasma ungu. ( Stasinger S.K dan Di Lorenzo M.S, 2008
; Brunsel N.A, 2013 ).
ternheiner- Malbin termasuk pengecatan yang biasa digunakan
untuk pemeriksaan sedimen urin. Larutan cap ini mengandung kristal violet
( larutan A ) dan safranin ( larutan B ) yang dibuat disimpan secara terpisah.
Bila akan digunakan sebagai larutan kerja keduanya dicampur dengan
permbandingan 3:97 ml. Larutan kerja ini harus disaring setiap dua minggu
sekali. Stabil dalam waktu tiga bulan ( Lisyani B, 2013 ).
3. Urinalisa dengan analyzer Sysmex UF-1000i
Sysmex UF-1000i adalah salah satu instrumen otomatis untuk
pemeriksaan pada urin. Analisis dilakukan tanpa proses sentrifugasi
dengan penghitungan hasil pemeriksaan sedimen urin yang dapat
diintegrasikan pada komputer sehingga diperoleh hasil yang lebih cepat
dan tepat.
1. Prinsip dan Metode.
Tehnologi fluoresensi flowcytometri adalah metode yang dipakai
untuk menganalisis sedimen urin pada symex UF-1000i, dengan prinsip
kerja alat akan menghasilkan partikel yang diwarnai satu persatu untuk
ditembak dengan sinar laser. Sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh partikel
dibedakan berdasarkan, kompleksitas isi selnya dan kandungan
RNA/DNA pada inti sel. ( Joanita Sadeli 2015 ).
2. Reagensia.
Reagensia yang digunakan untuk analisis leukosit adalah reagen
sheath, dilluent, untuk pengencer sedimen dan zat warna sedimen. Perlu
diperhatikan juga stabilitas dan penyimpanan reagen serta tanggal
kadaluwarsa sebelum pemakaian reagen.
3. Cara Kerja.
Alat ini mempunyai 2 metode yaitu manual dan sampler.
a. Manual mode.
Mode ini membutuhkan minimal sampel 1 ml untuk analisis dan 8
µl untuk aspirasi sampel. Waktu analisis dibutuhkan adalah 50 detik.
b. Sampler mode.
Mode ini membutuhkan sampel minimal 4 ml untuk analisis dan
1,200 uL untuk aspirasi sampel, dengan waktu analisis 75 detik.
Aliran atau flow sampel yang teraspirasi akan dibagi 2 untuk
pemeriksaan sedimen dan bakteri pada chamber yang terpisah.
Faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi hasil penghitungan
leukosit diantaranya adalah adanya gelembung udara yang terserap
masuk pada saat aspirasi sampel.
4. Kalibrasi dan Kontrol Kualitas.
Kalibrasi dilakukan agar sensivitas alat tetap terjaga, sedangkan
kontrol kualitas dimaksudkan untuk menjamin hasil pemeriksaan yang
akurat. Kedua hal ini dilakukan setiap hari sebelum analisis sampel
menggunakan bahan pemantapan mutu dan reagen kalibrator.
5. Interpretasi hasil.
Hasil penghitungan lekosit urin menggunakan High Power Field (HPF).
Range hasil lekosit adalah 1-5000 / Ul.

7.Proses penanganan spesimen urin


Urine yang sudah di tampung sebaiknya segera di periksa karena jika
dibiarkan lebih dari dua jam akan terkontaminasi dan dapat mengubah struktur
serta morfologi dari urin tersebut sehingga hasil pemeriksaan bisa menjadi negatif
atau positif palsu. jika lokasi laboratorium jauh, maka perkirakan jarak
laboratorium apabila jarak yang di tempuh kurang dari dua jam dapat di letakkan
pada refrigator dengan suhu 40c.
8.Proses pengamanan spesimen urin
Sampel urin yang sudah selesai di periksa di buang ke tempat sampah
infeksius yang umumnya berwarna merah, dapula yang di buang langsung ke
wastafel yang pembuangannya mengalir khusus ke tempat sampah infeksius.
Untuk pemeriksaan urin yang tidak menggunakan bahan kimia, sampel urin dapat
di manfaatkan sebagai pupuk kompos.
9.Proses pengiriman spesimen urin
Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium,
berikut tata cara pengiriman sampel.
1. Sebelum mengirim spesimen urin ke laboratorium, pastikan bahwa
spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan
pemeriksaan.
2. Pengiriman sampel sebaikanya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa
kotak atau tas khusus yang terbuat dari bahan plastik, gabus (stryro-foam) yang
dapat ditutup rapat dan mudah dibawa.
3. Apabila spesimen urin tidak memenuhi syarat agar diambil atau dikirim ulang.
4. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap.
Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
5. Secepatnya spesimen urin dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman
spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah
pengambilan spesimen.
Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimia
spesimen. sehingga dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan spesimen
tersebut seperti :
1. Unsur-unsur yang terbentuk dalam urin (sediment) terutama eritrosit, leukosit dan
silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam
2. Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan
pemeriksaan mikroskop atas unsur-unsur lain
3. Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari
4. Bakteri bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya
pemeriksaan bakteriologis dan pH
5. Jamur akan berkembang biak
6. Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat
menghilang. Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama
spesimen harus disimpan dalam refrigerator/lemari es suhu 2-8 derajat celcius
paling lama 8 jam.
9.Manfaat Pemeriksaan
Menyaring, membantu diagnosis, dan/atau memantau beberapa penyakit dan
kondisi seperti kelainan ginjal/saluran kemih, gangguan infeksi saluran kemih
(ISK), dan penyakit metabolik atau sistemik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan menggunakan prosedur baik dan benar serta pengetahuan tentang
pengambilan spesimen urine, kita dapat mengetahui kandungan dan kelainan yang
terdapat dalam urine sehingga kita dapat lebih cepat mencegah dan
menanggulanginya.

Pada proses pengambilan spesimen urine harus mempersiapkan alat-alatnya


dengan lengkap dan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan
bila pasien sadar serta mengetahui dengan baik tentang tata cara pelaksanaannya.
B. SARAN
Hal-hal yang penting dilakukan sebelum dan sesudah pengambilan spesimen
urine:
1. Cuci tangan dengan baik menggunakan air hangat, kemudian bersihkan
dengan sabun sebelum dan sesudah mengambil sampel urine.
2. Lakukan tata cara pengambilan urine dengan baik dan benar.
3. Gunakan sarung tangan jika menyentuh urine orang lain.
4. Gunakan plastik bening dan bersih untuk membawa sampel ke laboratorium.
5. Spesimen urine harus segera dibawa ke laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Kusyati Eni. 2006.Keterampilan dan Prosedur Laboratorium, Cetakan
Pertama.Jakarta : EGC.

Murwani Arita. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan, Cetakan


Kedua. Yogyakarta : Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai