Anda di halaman 1dari 41

A.

Patofisiologi
Patofisiologi Keracunan
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan kimia,
mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler sistemik shingga
terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan
menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi
darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual,
muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat . Makanan
yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat ( inktivasi ) enzim
asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila
konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan
terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala
rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan SSP
( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ) (Febri, 2010)
Patofisiologi Intoksikasi Karbon Monoksida

Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan
jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan
terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap banyak
oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan konsentrasi
oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan
menyebabkan hipoksia.(4)

Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen


dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbonmonoksida
mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah yang
mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.(5)

Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari
keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan radikal
bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.(6) Efek toksisitas utama adalah hasil dari
hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 1


hemoglobin secara reversible, yang menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat
hemoglobn 230-270 kali lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat
menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen
untuk jaringan menurun. (5,6) CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat
hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia
jaringan.Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan
kegagalanrespirasi di tingkat seluler. CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai
daya ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa
penelitian mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan
inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi
hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat
termasuk demyelisasi substansia alba.
Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal.(4) Penelitian terakhir
menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet dan lapisan endothelium
vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan
vasodilatasi dan edema serebri.(6) CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada
temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh
menjadi 30 – 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan
oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit (Soekamto & David,
2010)
B. Pengkajian
Pendekatan sistemik yang dilakukan fasilitas perawatan kesehatan terhadap pengkajian
pasien keracunan atau overdosis mencakup melakukan triase, mendapatkan riwayat pasien,
melakukan triase, mendapatkan riwayat pasien, melakukan pemeriksaan fisik dan menjalankan
pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesa

Anamnesis harus mencakup: waktu, rute, lamanya terpapar, dan ruang lingkup

paparan (lokasi, kejadian yang menyertai, tujuan); nama dan jumlah masing-masing obat,

bahan kimia atau bahan-bahan yang berada di dalamnya; onset, keadaan, dan beratnya

gejala, jenis dan waktu pertolongan pertama, dan riwayat medis serta psikiatri.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 2


Yang mencurigakan kejadian keracunan: timbulnya penyakit yang tidak dapat

dijelaskan pada seseorang yang sebelumnya sehat, adanya riwayat psikiatrik (khususnya

depresi), perubahan keadaan kesehatan baru-baru ini, status ekonomi, dan relasi sosial;

juga onset timbulnya penyakit sewaktu bekerja dengan bahan kimia atau sehabis makan

makanan/minuman/obat-obatan tertentu. Orang yang tiba-tiba menjadi sakit setelah datang

dari suatu negara asing atau ditangkap karena alasan kriminal harus dicurigai terhadap body

packing or body stuffing (memakan/menyembunyikan obat-obat illegal dalam badannya).

Bila pada anamnesa tidak ditemukan riwayat paparan racun, karakteristik klinis dapat

menunjang ke arah keracunan. Keracunan khas terjadi secara cepat dan berubah dengan

cepat dibanding kelainan/penyakit lainnya. Gejala dan tanda-tanda keracunan akut secara

karakteristik timbul dalam hitungan jam setelah paparan, mencapai puncaknya dalam

beberapa jam, dan menghilang dalam beberapa jam berikutnya sampai beberapa hari.

Namun tidak adanya gejala-gejala dan tanda-tanda segera setelah kejadian overdosis,

tidaklah begitu saja menyingkirkan keracunan (Irawan, Tomi. 2010)

2. Triase

Meskipun beberapa tipe triase biasanya dilakukan di tempat kejadian atau oleh tim
tanggap darurat, triase selalu merupakan langkah pertama yang dilakukan di ruang gawat
darurat.
Dua pertanyaan penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi triase adalah :
a. Apakah hidup pasien berada dalam bahaya serius ?
b. Apakah hidup pasien terancam bahaya ?
Jika hidup pasien berada dalam bahaya serius, tujuan penanganan yang dilakukan
dengan segera adalah stabilisasi dan evaluasi pasien serta penatalaksanaan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi (ABC) (Morton, et.al. 2013)
3. Riwayat

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 3


Riwayat pajanan pasien menyediakan kerangka kerja untuk menangani keracunan
atau overdosis. Hal penting yang perlu diperhatikan mencakup mengidentifikasi obat atau
racun, waktu, dan lama pajanan, penanganan pertama yang diberikan sebelum tiba di
rumah sakit, alergi dan proses penyakit yang mendasari atau cedera terkait. Informasi ini
dapat diperoleh dari pasien, anggota keluarga, teman atau saksi mata. Pada beberapa kasus,
keluarga atau polisi mungkin perlu mencari rumah pasien guna mendapatkan petunjuk.
Pakaian dan benda pribadi dapat memberikan informasi tambahan (Morton, et.al. 2013)
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cepat namun menyeluruh amat penting. Hasil
pemeriksaan pendahuluan mengarahka evaluasi mendalam dan pengkajian serial pada
sistem yang terkena (aktual atau diduga). Seperti yang disebutkan, toksidroma adalah
sekelompok tanda dan gejala yang terkait dengan overdosis atau pajanan terhadap
golongan tertentu obat-obatan dan racun. Dengan mengenali adanya toksidroma dapat
membantu mengidentifikasi racun-racun atau obat-obatan yang terpajan pada pasien dan
sistem tuuh penting yang mungkin terkena. Daftar empat toksidroma umum disertai tanda
dan gejala serta penyebab umumnya tercantum dalam Tabel 56-1 (Morton, et.al. 2013)
5. Pemeriksaan Laboratorium
Data laoratorium klinis yang revelan penting untuk pengkajian pasien keracunan atau
overdosis. Pemeriksaan yang memberikan petunjuk mengenai agen-agen yang ditelan
pasien mencakup pemeriksaan elektrolit, fungsi hati, urunalis, elektrokardiografi dan
osmolalitas serum. Pengukuran kadar serum asetaminofen dilakukan pada semua pasien
yang mengalami overdosis karena asetaminofen merupakan komponen dari banyak
preparat yang diresepkan atau dijual bebas. Pada keadaan overdosis asetaminofen, hasil
pemeriksaan kadar digambarkan terhadap waktu penelanan dalam nomogram Rumack-
Mattew (Gambar. 56-1). Pengukuran kadar serum juga tersedia untuk kardamazepin, zat
besi, etanol, litium, aspirin dan asam valproat dan dapat dilakukan jika agen ini diduga
menjadi penyebab overdosis (Morton, et.al. 2013).

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien keracunan atau overdosis bertujuan mencegah absorpsi dan
pajanan lebih lanjut terhadap agens penyebab. Setelah triase untuk menentukan status jalan

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 4


napas, pernapasan, sirkulasi pasien, maka pasien harus distabilkan. Penanganan dimulai
dengan pertolongan pertama di tempat kejadian dan dilanjutkan di unit gawat darurat dan
sering kali di unit perawatan intensif (ICU). Penatalaksanaan umum lebih lanjut melibatkan
langkah berikutnya untuk mencegah absorpsi dan meningkatkan eliminasi agens. Sebagai
contoh, antidote, anti-bosa, atau anti-racun dapat diberikan. Tim perawatan kesehatan harus
terus mendukung fungsi vital dan memantau serta menangani dampak pada berbagai sistem.
Penyuluhan pasien dan keluarga untuk mencegah pajanan di masa mendatang adalah bagian
lain dari strategi penatalaksanaan yang dilakukan perawat. Diagnosa kepeawatan untuk pasien
keracunan atau overdosis tercantum dalam Kotak 56-1. (Morton, et.al. 2013).
1. STABILISASI
 Jalan nafas: Pemasangan intubasi nasotrakea atau endotrakea mungkin dibutuhkan
guna memelihara dan melindungi jalan napas pasien secara adekuat
 Pernafasan: Ventilasi mekanis dibutuhkan untuk membantu pasien. Banyak obat-
obatan dn racun, seperti heroin, menekan upaya pernafasan. Oleh karena itu pasien
dapat membutuhkan bantuan ventilator hingga obat-obatan atau racun dibuang dari
tubuh.
 Sirkulasi: Komplikasi berkisar dari syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan
hingga kelebihan beban cairan, dan sering kali terkait dengan status hidrasi pasien dan
kemampuan sistem kardiovaskuler untuk menyesuaikan diri dengan perubahan akibat
obat-obatan. Beberapa obat-obatan beracun yang tertelan merusak kontraktilitas
jantung dan kelebihan beban cairan dapat menyebabkan ketidakmampuan jantung
untuk memompa secara efektif. Pada kasus ini, keseimbangan cairan perlu
dikendalikan dengan hati-hati. Pemantauan invasif (contoh: tekanan vena sentral,
kateter arteri pulmonalis, kateter foley dengan urometer) dan terapi obat mungkin
dibutuhkan untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi seperti edema paru.
 Fungsi Jantung: Banyak obat-obatan yang menyebabkan konduksi jantung terlambat
an aritmia. Riwayat obat-obatan yang terlibat mungkin tidak dapat diandalkan atau
bahkan tidak diketahui, khususnya jika pasien ditemukan tidak sadar atau berupaya
bunuh diri. Pada kasus ini, pemantauan jantung kontunu dan elektrokardiogram 12-
sadapan membantu mendeteksi efek kardiotoksik.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 5


 Keseimbangan asam-basa dan homeostatis elektrolit : Kelainan elektrolit dan asidosis
metabolic sering kali terjadi dan dapat membutuhkan pengukuran serial elektrolit dan
gas darah arteri (GDA) serta pemeriksaan laboratorium khusus lain. Sebagai contoh,
pengukuran serial elektrolit, GDA, dan kadar slisilat dilakukan untuk mengevaluasi
toksisitas aspirin. Aspirin, jika tertelan dalam jumlah besar, dapat membentuk massa
padat dalam saluran* cerna (GI) yang disebut konkresuion, bukannya terpecah dan
encer. Sebagai akaibatnya, absorpsi lambat dan terjadinya efek toksik, seperti
hypokalemia, asidosis metabolic, dan alkalosis respiratorik, mungkin tidak dapat
diamati selama beberapa jam.
 Kejiwaan : Banyak faktor yang mempengaruhi status mental pasien. Hipoglikemia dan
hipoksemia adalah dua kondisi yang dapat mengancam hidup namun mudah diatasi
dengan memberikan oksigen dan dekstrosa IV sampai hasil laboratorium tersedia.
Pasien yang mengalami alkoholisme kronis juga mempunyai risiko khusus yang
disebut sindrom Wernicke-Korsakoff, yang ditandai dengan ataksia dan perubahan
mental. Pemberian tiamin (vitamin B1) lewat IV dapat mecegah perburukan sindrom
tersebut. Nalokson (narcan) adalah antagonis narkotik yang memulihkan depresi sistem
saraf pusat (SSP) dan pernafasan akibat narkotik. Namun, ini harus diberikan secara
hati-hati karena dapat memicu putus zat pada individu yang bergantung narkotik, yang
menunjukkan perilaku kekerasan dan agitasi, sehingga menempatkan perawat dan
petugas kesehatan lainnya dalam bahaya. Di unit perawatan kritis, mungkin dibutuhkan
untuk terus memberikan bolus nalokson lewat infus kontinu mungkin diperlukan.
Karena sering kali alasan pasien koma tidak jelas, maka petugas tanggap darurat dapat
memberikan sesuatu yang biasa disebut sebagai “minuman koma” yang terdiri atas
D50, vitamin B, dan nolokson, di tempat kejadian. Agens ini ditoleransi dengan baik
dan mempunyai toksisitas minimal. Tindakan selanjutnya terapi ini di tempat kejadian
adalah menangani ketiga masalah yang mudah dikoreksi yang mungkin muncul (koma
akibat hipoglikemia, alcohol, atau narkotik) tanpa membuang waktu menunggu hasil
laboratorium tersedia.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 6


Tabel 56.1 Toksidroma (Morton, et.al. 2013).

Toksidroma Tanda/Gejala Penyebab Umum


Antikolinergik Delirium: kering, kulit Antihistamin, atropine,
memanas, pelebaran pupil, rumput jimson
kenaikan suhu, penurunan
bising usus, retensi urine,
takikardia
Kolinergik Salivasi berlebihan, Insektisida, organofosfat,
lakrimasi, berkemih, diare, insektisida karbamat
dan emesis: diaphoresis,
bronkorea, bradikardia,
fasciakulasi, depresi sistem
saraf pusat, pengecilan pupil
Opioid Depresi sistem saraf pusat, Opiat
depresi pernafasan,
pengecilan pupil, hipotensi,
hipotermia
Simpatomimetik Agitasi, takikardia, Amfetamin, kokain, teofilin,
hipertensi, kejang, asidosis kafein
metabolik

Kotak 56.1 (Morton, et.al. 2013).


Contoh diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif untuk pasien Keracunan dan
overdosis
 Keracunan
 Ketidakefektifan pola nafas
 Gangguan pertukaran gas
 Ketidakefektifan perfusi jaringan
 Ketidakseimbangan volume cairan, risiko
 Gangguan proses piker
 Kekerasan, risiko terhadap diri sendiri atau orang lain
 Gangguan harga diri

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 7


 Ketidakefektifan koping individu/keluarga
 Cedera, risiko
 Ketidakefektifan performa peran
 Asidosis/alkalosis, risiko
 Atelektasis
 Hipoksemia
 Disritmia
 Hipovolemia
 Ketidakseimbangan elektrolit

Kotak 56-2 Intervensi Keperawatan untuk


Stabilisasi pasien keracunan atau overdosis (Morton, et.al. 2013).
1. Kaji, tetapkan dan pertahankan jalan  Kaji kejiwaan
napas  Identifikasi cedera dan proses penyakit
2. Evaluasi upaya pernapasan yang meningkatkan risiko
3. Pertahankan sirkulasi adekuat  Ukur tanda vital suhu dengan sering
4. Pantau fungsi jantung untuk mengetahui perubahan
5. Pertahaknkan atau koreksi
keseimbangan asam-basa dan
homeostasis elektrolit

 Cedera yang berhuungan dengan pajanan racun dan proses penyakit yang mendasari:
Tiap cedera yang terkait dengan pajanan racun dan proses penyakit lain yang mendasari
yang diidentifikasikan selama pemeriksaan fisik awal ditangani atau dipantau atau
keduanya. Sebagai contoh, fenisiklidin (PCP) yang beredar di jalan dapat menimbulkan
perilaku kekerasan, agitasi, dan aneh, yang menyebabkan trauma selama fase toksik akut.
Juga, misalnya, pasien yang menderita penyakit jantung iskemik sebelumnya mungkin
tidak dapat menoleransi hipoksemia yang terkait dengan keracunan karbon monoksida
sama seperti pasien sehat yang masih muda.
 Tanda vital dan suhu : Tanda vital dan suhu pasien kritos atau yang berpotensi menjadi
kritis diukur dengan sering guna mengetahui perubahan yang menandakan masalah
tambahan.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 8


2. Dekontaminasi Awal

Pertolongan pertama dapat diberikan oleh saksi mata, petugas kesehatan, atau tim
tanggap darurat atau di unit gawat darurat. Kandungan fisiokimia agen dan jumlah, rute
dan waktu pajanan membentu menentukan tipe dan sampai sejauh mana patalaksanaan
dibutuhkan. Metode dekontaminasi untuk pajanan okular, inhalasi dan ingesti dibahas
dibagian berikut (Morton, et.al. 2013).

a. Pajanan Okular

Banyak zat dapat secara tidak sengaja terpercik masuk ke mata. Jika ini terjadi,
mata harus dibilas menghilangkan agen tersebut. Irigasi segera dengan air hangat kuku atau
salin normal dianjurkan. Mengaliri mata secara terus-menerus dengan segelas besar air atau
pancuran dengan tekanan rendah harus dilakukan selama 15 menit. Pasien harus mengedip-
kedipkan mata selama irigasi. Jika perlu, pH mata dapat diperiksa. Jika pH tidak normal,
irigasi haris diteruskan sampai pH normal. Pemeriksaan oftalmologik dibutuhkan saat
iritasi okular atau gangguan penglihatan menetap setelah irigasi (Morton, et.al. 2013).

b. Pajanan Kulit

Ketika terjadi pajanan kulit, pasien harus mengaliri kulit dengan air hangat kuku
selama 15 sampai 30 menit. Sebagian besar peruahaan yang memproduksi atau
menggunakan agen kimia mempunyai pancuran untuk tujuan ini. Pasien harus melepaskan
pakaian yang mungkin telah terkontaminasi. Setelah berdiri di bawah pancuran selama
waktu yang ditentukan, pasien kemudian harus mencuci area tersebut dengan perlahan
menggunakan sabun dan air serta membilasnya secara seksama.

Beberapa racun dapat membutuhkan dekontaminasi lanjut. Sebagai contoh, tiga


sabun yang berbeda dan air pencuci atau pancuran dianjurkan untuk dekontaminasi
pestisida organofosfat (mis., Malathio atau Diazinin). Pakaian pelindung harus dipakai
untuk mengurangi risiko keracunan selama menangani pakaian yang terkontaminasi atau
membantu dekontaminasi kulit.

Meskipun tampaknya logis untuk menggunakan asam guna menetralkan pajanan


basa dan basa untuk menetralkan pajanan asam, tindakan ini dapat sangat berbahaya.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 9


Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa, yaitu H+ dari asam dan OH- dari basa
bereaksi menghasilkan H2O (air) dan panas. Panas yang dihasilkan oleh reaksi ini cukup
signifikan untuk menyebabkan luka bakar. Oleh karena itu, menetralkan kulit setelah
pajanan kulit tidak dianjurkan (Morton, et.al. 2013).

c. Pajanan Inhalasi
Seorang korban pajanan Inhalasi harus dipindahkan ke udara segar secepat
mungkin. Penolong juga harus lindungi dirinya racun-tular udara. Evaluasi lanjutan
dibutuhkan jika pasien mengalami tritasi pernapasan atau sesak napas. Pajanan skala
besar atau yang terjadi di tempat kerja dapat membutuhkan konsultasi dengan tim
HAZMAT, kelompok individu yang dilatih khusus untuk menangani pajanan terhadap
bahan berbahaya (Morton, et.al. 2013).
d. Pajanan Ingesti
Susu atau air mengencerkan iritan yang tertelan seperti pemutih atau bahan
mengiritasi seperti pembersih aluran Setelah ingesti tersebut, orang dewasa harus
meminum 237 ml susu atau air anak-anak harus minum sampai 237 ml (sesuai ukuran
mereka). Evaluasi lanjutan dibutuhkan setelah pengenceran jika terdapat iritasi mukosa
atau luka bakar resiko aspirasi, ingesti tidak boleh diencerkan jika disertal kejang,
depresi l status mental, atas hilangnya refleks muntah. Sekali lagi, netralisasi tidak
digunakan karena risiko luka bakar akibat panas (Morton, et.al. 2013).
3. Dekontaminasi Pencernaan

Lavase lambung, adsorben, katartik dan irigasi usus lengkap digunakan untuk
mencegah absorpsi dan pencegahan tokisitas pada hampir semua obat-obatan dan berbagai
racun American Academy of Pediatrics tidak lagi menganjurkan pemakaian emetik (seperti
sirop ipekak) untuk dekantaminass GI

a. LAVASE LAMBUNG
Lavase lambang adalah suatu metode dekontaminasi GI. Cairan (biasanya salin
normal) dimasukkan ke dalam lambung melalul sebuah slang orogastrik berdiameter
besar dan kemudian dialirkan dalam upaya mengambil sebagian agens yang ditelan
sebelam sempat diabsorbsi Sebuah slang nasogastrik berdiameter kecil tidak efektif
untuk lavase karena materi tertentu seperti tablet atau kapsul tertalu besar untuk

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 10


melewati slang tersebut. Jika perlindungan jalan napas dibutuhlan, maka pasien harus
dipasang intubasi sebelum dimulai lavase.

Sebagai catatan, sebuah slang orogastrik berdiameter besar (36 hingga 40


French pada orang dewasa dan 16 hingsa 28 French pada anak-anak) digunakan untuk
mengevakuasi materi tertentu, termasuk tablet dan kapsul utuh. Untuk lavase, pasien
diposisikan dengan posisi berbanding miring ke kiri, dengan kepala lebih rendah dari
pada kaki Sebelum memulai prosedur, slang harus diolesi dengan pelumas jeli seperti
hiroksietilselulosa Posisi slang harus dipastikan setelah masuk, baik melahui aspirasi
atau memerksa ph asptrat, atau dengan memasukkan udara, sembari mendengarkan di
atas lambung Lavase diakhiri dengan menyambungkan sebuah corong atau spuit ujnng
slang dan memasukkan separuh bagian dari 150 hingga 260 ml (50 hingga 100 ml pada
anak anak) salin bersahiu 38 C ke dalam lambung Penempatan corong dan slang lebih
rendah dari pasien memungkinkan cairan mengalir kembali larena gravitass Prosedur
ini diulang hingga cairan jernih kembali atau telah digunakan 2 1 cairan . isi lambung
kemudiam dapat ditampung untuk identifikasi obat atau racun.

Komplikasi pada lavase lambung mencakup perforasi gan elektrolit,


pneumotoraks akibat tegangan, dan hipotermia (jika digunakan larutan lavase dingin).
Lavase dikontraindikasikan pada kasus ingesti bahan korosif atau hidrokarbon dengan
potensi aspiras tinggi. Karena risiko yang terkait dan kurangnya bukti yang jelas yang
mendukung penggunaan prosedut ini lavase lambung hanya digunakan jika pasten
menelan zat dengan jumläh yang cukup mengancam hidup dan prosedur tersebut
diakukan dalam satu Jam setelah ingesti

b. ADSORBEN
Adsorben adalah suatu zat padat yang mempunyai kemampuan menarik dan
menahan zat lain di permukaan nya (menyerap). Arang aktif adalah suatu adsorben
non- spesifik yang efektif untuk banyak obat dan racun. Arang aktif menyerap, atau
memerangkap, obat-obatan atau racun di area permukaannya yang luas dan mencegah
penyerapan dari saluran Gl. Kotak 56-3 menyajikan obat- obatan dan racun yang
dikenal diabsorbsi secara efektif oleh arang aktif dan obat-obatan dan racun yang tidak
diabsorbsi secara efektif

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 11


Arang aktif adalah bubuk hitam halus yang diberikan dengan cara ditelan
dengan air, baik lewat oral atau slang nasogastrik atau orogastrik, sesegera mungkin
setelah gesti Produk arang aktif yang tersedia di pasaran dapat dicampur dengan
sorbitol 70 % untuk mengurangi rasa berpasir, meningkatkan rasa, dan berfungst
sebagai katarik Dosis larim yang diberikan adalah satu botol berisi 50 Pemberian lebih
dari satu dosis masih diperdebatkan, dan biasanya dibatas untuk overdosis aspirin, asam
valproat, dan teofilin dalam jurnlah besar Arang aktif gunal dengan hati hati pada
pasien yang mengalami penuruan bising usas dan dikontraindikastkan pada pasien jang
mengalami obstruksi usus

c. KATARTIK

Katartik adalah suatu zat yang menyebabkan atau meninglatkan defekasi.


Pemakaian katartik tunggal dalam penatalaksanaan keracunan bukan merupakan cara
dekontaminasi GI yang dapat diterima. Secara teori, katartik mengurangi absorpsi obat-
obatan dan toksin dengan mempercepat pengeluaran melalui saluran GI, schingga salin
membatasi kontaknya dengan permukaan nesium strat atau sorbitol 70 % sering bali
digunakan Namun, kini tidak ada bukti klinis yang menunjulkan baliwa katartik dapat
mengurangi binavalalbilitas obat obatan memperbaiki hasil pada pasien yang
keracunan. Data terkait efektivitas campuran katartik dengan aktif masih belum
tersedia.

Kotak 56-3
Adsorpsi Obat-obatan dan Racun oleh Arang Aktif
obat-obatan dan Racun yang Diabsorpsi dengan baik oleh Arang Aktif
1. Asetaminofen
2. Amfetamin
3. Anthistamin
4. Aspirin
5. Barbiturat
6. Benzodiazepin
7. Penyekat beta
8. Penyekat saluran kanal kalsium

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 12


9. Kokain
10. Opioid
11. Fenitoin
12. Teofilin
13. Asam valproat
Obat-obatan dan Racun yang Tidak Diabsorpsi dengan baik oleh Arang
Aktif
1. Asam
2. Basa
3. Alkohol
4. Besi
5. Litium
6. Logam

d. IRIGASI USUS LENGKAP

Tujuan irigasi usus lengkap adalah memberikan volume larutan yang berisi
elektrolit seimbang dalam jumlah besar dan cepat ( 1 sampai 21/jam ) untuk membilas
pasien secara mekanis tanpa menimbulkan gangguan elektrolit. Digunakan sebagai
persiapan usus untuk kolonoskopi, selain iu juga sebagai prosedur dekontaminasi GI
untuk pasien yang menelan kantong atau vial narkotik guna menghindari berhenti,
untuk penyelundup narkoba yang memenuhi saluran GI mereka dengan kemasan
narkotik ( baik oral maupun rektal ), dan untuk pasien yang mengalami overdosis obat
farmasi lepas-berubah (Morton, et.al. 2013).

Produk yang dijual dipasaran yang digunakan dalam irigasi usus-lengkap


mencangkup GoLYTELY dan Colyte. Kedua pokok tersebut diproduksi sebagai bubuk
dan diberikan setelah ditambah air. Irigasi usus-lengkap di kontraindikasikan pada
pasien yang mengalami obstruksi usus atau perforasi usus (Morton, et.al. 2013).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 13


4. Peningkatan Eliminasi Obat atau Racun

Karakteristik farmakologis dan kinetik obat atau racun amat mempengaruhi


keparahan dan lama perjalanan klinis pasien yang keracunan atau overdosis akut. Laju
penyerapan, penyebaran di tubuh, metabolisme dan eliminasi harus diperttimbangkan saat
memilih metode untuk mengeliminasi obat atau racun dari tubuh. Terdapat enam meode
guna meningkatkan eliminasi : (Morton, et.al. 2013).

1) Arang aktif dosis-ulang


2) Perubahan Ph urine
3) Hemodialisis
4) Hemoperfusi
5) Kelasi
6) Terapi oksigenasi hiperbarik ( HBO, hyperbaric oxy-genation )
a. ARANG AKTIF-DOSIS ULANG

Pemberian dosis ulang arang aktif dapat menghasilkan adsorpsi yang lebih besar
pada beberapa obat-obatan tertentu seperti aspirin, asam valproat, dan teofilin. Arang aktif
dosis-ulang diberikan lewat lokal, lewat slang nasogastrik, atau lewat slang orogastrik
setiap 2 hingga 6 jam. Komplikasi akibat arang aktif dosis-ulang mencangkup aspirasi dan
obstruksi usus (Morton, et.al. 2013).

b. PERUBAHAN PH URINE

Alkalanisasi urine pasien meningkatkan ekskresi obat-obatan yang merupakan


asam lemah dengan meningkatkan jumlah obat terionisasi dalam urine. Bentuk
peningkatan urinisasi ini juga disebut perangkap ion. Urine dialkaliniassi dengan
memberikan infus IV kontinue 1 hingga 3 ampul natrium bikarbonat per liter cairan.
Alkaliniassi urine sering kali digunakan pada pasien yang mengalami overdosis salisilat.
Komplikasi pada alkaliniassi mencangkup edema serebral atau paru dan
ketidakseimbangan elektrolit.

Pengasaman urine tidak lagi dianjurkan karena bersihan obat yang rendah dan
risiko komplikasi seperti rabdomiolisis (Morton, et.al. 2013).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 14


c. HEMODIALISIS

Hemodialisis adalah proses pengubahan zat terlarut darah dengan membuangnya


dari arteri, mendifusikannya melintasi membran semipermeable (diantara darah dan larutan
garam), kemudian mengembalikannya kedalam vena. Prosedur ini digunakan pada
intoksikasi sedang hingga berat guna membuang obat atau racun dengan cepat jika metode
yang lebih konservativ (misal lavase lambung, arang aktif, antidot) gagal atau pada pasien
yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Hemodialisis membutuhkan konsulasi dengan
ahli ginjal dan perawat yang terlatih khusus untuk melakukan prosedur dan memantau
pasien. Berat molekul yang rendah, ikatan dengan protein yang rendah, dan daya larut
dalam air adalah beberapa faktor yang membuat obat atau racun yang dapat dibuang
dengan hemodialisis mencangkup etilen glikol (umumnya dijumpai pada anti-beku),
metanol, litium, salisilat dan teofilin (Morton, et.al. 2013).

d. HEMOPERFUSI

Hemoperfusi membung obat-obatan dan racun dari tubuh pasien dengan memompa
darah melalui sebuah penampung materi yang terserap, seperti arang-aktif. Keuntungan
lebih hemoperfusi dibanding dengan hemodialisis adalah bahwa area permukaan total
membran dialisis jauh lebih luas dengan penampung hemoperfusi. Seperti pada
hemodialisis, obat-obat yang mempunyai sifat mengikat jaringan tinggi dan penyebarannya
diluar sirkulasi dalam jumlah besar bukan kandidat yang baik untuk prosedur hemoperfusi
karena sedikitnya obat yang dijumpai dalam darah. Meskipun jarang digunakan pada orang
yang keracunan atau overdosis, hemoperfusi telah berhasil digunakan pada pasien yang
mengalami overdosis teofilin (Morton, et.al. 2013).

e. KELASI

Kelasi melipatkan pemakaian agens pengikat untuk membuang kadar racun logam
dari tubuh, seperti raksa, timbal, besi, arsenik. Contoh agens kelasi adalah dimerkaprol (
BAL dalam minyak ), kalsiun dinatrium edeta ( EDTA ), suksimer ( DMSA ), dan
deferoksamin. Kekhawatiran terkait toksisitas chetalon, sifat penyebaran jaringannya, dan
stabilitas, penyebaran dan eliminasi kompleks kelasi-logam membuat kelasi menjadi
sebuah prosedur yang sulit dilakukan (Morton, et.al. 2013).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 15


f. TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

Pada terapi HBO, oksigen diberikan kepada pasien dalam sebuah bilik tertutup pada
tekanan yang lebih besar dari pada tekanan dibawah laut ( misal 1 atmosfir mutlak ). Terapi
ini telah dgunakan pada keracunan karbon monoksida dan metilen klorida ( metilen klorida
dimetabolisme menjadi karbonmonoksida di tubuh ). Hasilnnya adalah peningkatan
eliminasi karbon monoksida : waktu paruh karbonmonoksida dalam udara ruangan adalah
5 sampai 6 jam, pada oksigen 100 % adalah 90 menit, dan pada bilik HBO adalah 20 menit.
Pemanfaatan lain terapi HBO adalah untuk penanganan mabuk akibat menyelam ( kejang
urat ). Namun, sedikitnya jumlah bilik HBO dan kurangnnya staf 24 jam membatasi
luasannya pemakaian terapi ini (Morton, et.al. 2013).

Komplikasi terapi HBO mencangkup otalgia terkait tekanan, nyeri sinus, nyeri gigi,
dan pecah membran timpani. Kecemasan akibat terkurung, kejang dan pneumotoraks
akibat tekanan juga dijumpai pada pasien yang mendapatkan HBO (Morton, et.al. 2013).

5. Antagonis, Anti-Racun, dan Anti-Bisa

Dalam farmakologi, suatu antagonis adalah suatu zat yang menetralkan kerja obat
lain. Meskipun masyarakat umum percaya bahwa terdapat antidot untuk setiap obat atau
racun, yang sebenarnnya adalah sebaliknya. Pada kenyataannya, hanya terdapat beberapa
antidot.

Anti-Racun menetralkan suatu toksin. Sebagai contoh anti-racu botulisma trivalen


( equin ) disediakan di Centers for Disease Control and Prevention guna menetralkan efek
botulisme.

Anti-bisa adalah anti-racun yang menetralkan bisa gigitan ular atau laba-laba.
Terdapat beberapa anti-racun, masing-masing bersifat aktif terhadap jenis bisa tertentu.
Sebagai contoh anti-bisa polivalen crotalidae ( equin ) aktif terhadap bisa keluarga
Crotalidae, yang merupakan ular berbisa yang tinggal dilubang asli Amerika Utara, Tengah
dan Selatan. Karena agens ini didapatkan dari serumen kuda ( sehingga dikenali sebagai “
benda asing” oleh sistem kekebalan manusia ), efek samping yang signifikan seperti reaksi
anafilaktik atau anafilaktoid umum terjadi. Crotalide polyvalent immune fab ( CroFab )
baru-baru ini disetujui pemakaiannya oleh U.S food and drug administration ( FDA ). Anti-

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 16


bisa ( Lactrodectus mactans, equin ) tersedia untuk gigitan laba-laba black window serta
untuk keracunan akibat gigitan ular texas dan timur ( Micrurus fulvius, equin ). Namun
terdapat banyak gigitan ular dan laba-laba yang tidak ada anti-bisannya. Keracunan akibat
salah sau spesies ini ditangani dengan perawatan sistomatik dan suportif (Morton, et.al.
2013).

6. Pemantauan Pasien Kontinu

Antidot untuk Obat Racun Tertentu (Morton, et.al. 2013).

Obat/Racun Antidot
Asitaminofen N-asetilsistein (Mucomis)
Antikolinergik Fisostigmin (antilirium)
Benzodiazepin Flumazenil (romazicon)
Agens penyekat beta Glukagon
Penyekat saluran kanal kalsium Glukagon, kalsium klorida
Karbon monoksida Oksigen
Sianida Lily Cyanide Antidote kit; amil nitrit ,
natrium nitrit, dan natrium tiosulfat
Digoksin Fragmen Fab spesifik-digoksin (Digibind)
Etilen glikol Fomepizol (Antizol); etanol
Metanol Fomopizol (Antizol); etanol
Nitrit Metilen biru
Opioid Nalokson (Narcan)
Insektisida organofosfat Atropin, pralidoksim

Pasien keracunan atau overdosis berat dapat membutuhkan pemantauan


kontinuselama beberapa jam atau beberapa hari setelah pajanan. Pemeriksaan fisik,
penggunaan alat diagnostik, dan pengkajian saksama tanda dan gejala klinis memberikan
informasi mengenai kemajuan pasien dan mengarahkan penatalaksanaan medis dan
keperawatan. Alat diagnostik mencangkup yang berikut (Morton, et.al. 2013).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 17


 Elektrokardiografi : Elektrokardiografi dapat memberikan bukti adanya obat-obatan
yang menyebabkan aritma atau perlambatan konduksi (mis, antidepresan trisiklik)
(Morton, et.al. 2013).
 Radiologi : Banyak zat sifatnya radioopak, atau dapat divisualisasi dengan
menggunakan CT scan (mis; logam berat, kenop baterai, beberapa tablet atau
kapsulnlepas-berubah, aspirin padat, wadah kokain atau heroin). Foto dada
memberikan bukti adanya aspirasi dan edema paru (Morton, et.al. 2013).
 Elektrolit, GDA, dan pemeriksaan laboratorium lain. Keracunan akut dapat
menyebabkan ketidakseimbangan kadar elektrolit pasien, termasuk natrium, kalium,
klorida, kandungan karbon dioksida, magnesium, dan kalsium. Tanda ventilasi atau
oksigen yang tidak adekuat mencangkup sianosis, takikardia, hipoventilasi, tarikan otot
interkosta, dan perubahan status mental. Tanda-tanda tersebut harus dievaluasi dengan
oksimetri nadi dan pengukuran GDA. Pasien yang keracunan berat membutuhkan
skrining rutin elektrolit, GDA, kreatinin, dan glukosa; hitung darah lengkap; dan
urinalisis (Morton, et.al. 2013).
 Ceah anion: Celah anion adalah alat sederhana dan efektif-biaya yang menggunakan
pengukuran serum umum, seperti natrium, klorida, dan bikarbonat, untuk membantu
mengevaluasi pasien yang keracunan akobat obat-obatan atau racun tertentu. Celah
anion menunjukan perbedaan antara anion dan kation dalam darah yang tidak terukur.
Dengan menggunakan anion dan kation yang terukur, celah anion dihitung dengan
menggunakan rumus berikut (Morton, et.al. 2013).
[Na]-([Cl] + [HCO3]) = celah anion

Nilai normal celah anion sekitar 8 sampai 16 mEq/l. Celah anion yang melebihi
nilai normal atas dapat menunjukkan adanya asdosis metabolik yang disebabkan oleh
penumpukkan asam dalam darah. Obat-obatan, racun atau kondisi medis yang dapat
menyebabkan peningkatan celah anion mencangkup besi, isozianida (INH), litium, laktat,
karbon monoksida, sianida, toluena, metanol, metformin, etanol, etelin glikol, salisilat,
hidrogen sulfida, striknin, ketoasidosis diabetikum, urema, kejang, dan kelaparan.
Meskipun semua zat dan proses ini dapat menyebabkan peningkatan celah anion, adanya
celah anion normal itu sendiri tidak menghalangi terjadinya pajanan racun (Morton, et.al.
2013).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 18


 Celah osmolal: Celah osmolal adanya perbedaan antara pengukuran osomalitas
(dengan menggunakan metode penekanan titik beku) dan penghitungan osmolalitas.
Penghitungan osmolalitas didapatkan dna periksaan nilai laboratorium untuk zat aktif
yang secara osmolalitas besar, misalnya, natrium, glukosa, dan nitrogen urea darah
(BUN). Seperti celah anion, ini adalah alat sederhana dan efektif baiaya untuk
mengevaluasi pasien yang keracunan obat-obatan atau racun tertentu. Perhitunagn
osmolalitas (menggunakan nilai elektrolit serum) ditentukan sebagai berikut : (Morton,
et.al. 2013).
2(Na+) + glukosa + BUN = perhitungan osmlalitas
18 2,8

Celah osmolal yang melebihi 10 mOsm disebut tidak normal. Racun yang dapat
menyebabkan peningkatan celah osmolal mencangkup etanol, etelin glikol, dan metanol.
Jika kadar etanol diketahui, maka dapat difaktorkan ke dalam persamaan berikut : (Morton,
et.al. 2013).

2(Na+) + glukosa + BUN + BAL = perhitungan osmolalitas


18 2,8 4,6
dengan BAL adalah kadar alkohol darah yang diukur dalam miligram per desiliter.

 Penapisan toksikologi: Penapisan toksikologi adalah analiss laboratorium cairan atau


ajaringan tubuh untuk mengidentifikasi obat atau racun. Meskipun saliva, cairan spinal,
dan arambut dapat dianalisis, sampel darah atau urine lebih sering digunakan. Jumlah
dan tipe obat-obatan yang dinilai melalui penapisan toksikologi berbeda-beda. Tiap uji
penapisan spesifik untuk obat-obatan atau agens. Sebagai contoh, penapisan
penyalahgunaan obat biasanya mengidentifikasikasi beberapa obat yang dijual bebas
atau diresepkan, sementara suatu panel koma mendeteksi obat bebas yang
menyebabkan depresi SSP. Penapisan menyeluruh mencangkup banyak obat (mulai
dari antidepresan hingga obat jantung sampai alkohol) dan lebih mahal. Sejumlah
faktor membatasi peran penapisan toksikologi dalam penanganan keracunan atau
overdosis. Sampel pengujian harus dikumpulkan selama obat atau racun masih berada
dalam cairan atau jaringan tubuh yang digunakan untuk pemeriksaan. Sebagai contoh,
kokain adalah obat yang dimetabolisme dengan cepat; namun, metabolitnya,

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 19


benzoilekgonin, dapat di deteksi dala urine selama beberapa jam setelah pemakaian
kokain. Selain itu, penapisan toksikologi dengan hasil negatif tidak berarti bahwa tidak
terdapat obat atau racun, namun berarti bahwa tidak ada satupun obat atau racun yang
diskrining ada pada pasien. Sebagai contoh, gamahidroksibutirat (GBH) tidak termasuk
dalam penapisan toksikolgi karena dimetabolisme dengan cepat menjadi molekul kecil
yang sulit diukur. Sampel tersebut harus dikumpulkan dengan baik dan harus ada
laboratorium yang cukup dekat untuk mendapatkan hasil secepatnya. Pada banyak
laboratorium kecil dan terpencil, pemeriksaan ini dilakukan oleh layanan kurir atau
dikirim ke sebuah laboratorium yang lebih besar, dan hasilnya harus menunggu selama
beberapa hari. Pada keadaan seperti ini, manfaat pemeriksaan untuk penangan
overdosis atau keracunan segera perlu dipertimbangkan (Morton, et.al. 2013).

Perawatan pasien pada keracunan dan overdosis yang sering terjadi diringkas dalam
Tabel 56-3. Manifestasi klinis disertakan dalam tabel tersebut. penatalaksaan pasien yang
keracunan kokain diringkas dalam kotak 56-4 (Morton, et.al. 2013).

7. Penyuluhan Pasien

Salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat di unit gawat darurat atau unit
perawatan intensif adalah penyuluhan preventif. Semua pasien (dan orang tua pasien anak)
yang selamat dari keracunan harus diajarkan cara mencegah berulangnya kejadian tersebut.
oarang tua anak yang masih kecil membutuhkan informasi mengenai keamanan-anak
dirumah. Memberikan informasi terkait dengan pencegahan keracunan pada masa kanak-
kanak disajikan dalam kotak 56-5. Panduan penyuluhan keluarga untuk keracunan timbal
tercantum dalam motak 56-6. Akhirnya, ringkasan pencegahan keracunan monoksida
memberikan peringatan adanya masalah dirumah mereka. Perusahaan pembuat alat dan
dinas kesehatan danpemadaman kebakaran lokal dapat membantu mengidentifikasi dan
menyingkirkan sumber asap (Morton, et.al. 2013).

TABEL 56-3. Perawatan Umum Pasien Keracunan dan Overdosis (Morton, et.al. 2013).
NO Obat/Zat Gambaran & Intervensi
Pengkajian Klinis

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 20


1. Asetaminofen (APAP) 1) Fase 1 (hingga  Pencegahan absorpsi :
a. Antipiretik dan analgesik umum 24 jam pasca- arang aktif
yang dijual bebas ingesti) :  Laboratorium: ambil
b. Sering kali dijual sebagai anoreksia, mual, kadar asetaminofen
komponen kombinasi obat nyeri, malaise pada 4 jam (atau
batuk, flu, dan tidur 2) Fase 2 (24-48 kemudian jika pasien
c. Contoh obat yang dijual bebas jam pasca- datang terlambat ke
seperti Tylenol, Tylenol Extended ingesti) : fasilitas perawatan
Panadol, Excedrin PM gambaran klinis kesehatan), gambarkan
(difenilhidramin-APAP) dan obat membaik, kadar di monogram
kombinasi dengan zat terkontrol peningkatan Rumack-Matthew
seperti oksikodon-APAP AST, ALT, dan (Gambar 56-1) untuk
(Percocet), kodein-APAP bilirubin total, menentukan apakah
(Tylenol#3), hidrokodon-APAP masa protombin pemberian antidot
(Vicodin) memanjang diindikasikan
d. Toksisitas asetaminofen : 3) Fase 3 (72-96  Penanganan:
Hepatotoksisitas dan kadang kala jam pasca- a) Antidot: N-
kerusakan fungsi ginjal, 1-3 hari ingesti) : puncak asetilsistein (NAC,
pasca-ingesti hepatotoksisitas Mucomis)
biasanya b) Dosis beban: 140
teramati mg/kg lewat oral
4) Koagulopati c) Dosis rumatan: 79
5) Ikterus mg/kg lewat oral
6) AST dan ALT setiap 4 jam selama
dapat meningkat total 17 dosis
menjadi kisaran rumatan
10.000-20.000 d) Encerkan NAC
IU/l dan (larutan 20%) 3 : 1
mengalami dengan minuman
gejala sisa ringan atau jus
jangka panjang

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 21


7) Toksisitas kronis e) Ulang dosis yang
dijelaskan pada bukan rumatan
literatur medis dalam 1 jam,
mungkin
membutuhkan dosis
antiemetik yang
lebih besar untuk
mengendalikan
muntah-muntah
 Perawatan suportif
2. Amfetamin 1) Flushing  Pencegahan absorpsi:
a. Kelompok obat yang digunakan 2) Diaforesis arang aktif
untuk terapi narkolepsi, tetapi 3) Gelisah  Laboratorium
jangka pendek kegemukan, dan 4) Rewel a) Pantau keadaan
gangguan kurang perhatian 5) Iritabilitas dan asam basa
b. Sebagai obat yang 6) Konfusi b) Skrining obat
disalahgunakan, digunakan untuk 7) Panik dalam urine dapat
merangsang sistem saraf pusat 8) Kejang mendeteksi
guna melawan keletihan atau 9) Perdarahan amfetamin
menyebabkan rasa melayang intrakranial  Penanganan
c. Amfetamin dengan peresepan 10) Hipertensi a) Pendinginan
dan agen terkait; Metilfenidat 11) Takikardia eksterna untuk
(Ritalin), dekstroamfetamin 12) Nyeri dada hipertermia
(Decedrine), campuran garam 13) Infark miokard b) Benzodiazepam
amfetamin (Addrenall) 14) Aritmia jantung untuk
d. Nama bebas: Speed, uppers, 15) Palpitasi mengendalikan
crank, E, X, ekstasi, ice, crystal 16) Vasokontriksi agitasi
perifer c) Hipertensi berat
17) Mual dikontrol dengan
18) Muntah nitropusid
(Nipride) IV,

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 22


19) Toksisitas pemakaian obat
amfetamin lain dilanjutkan
kronis dapat  Perawatan suportif
menyebabkan
terjadinya
paranoid atau
halusinasi
20) Penyelahgunaan
amfetamin IV
juga dapat
mengalami
komplikasi
seperti hepatitis,
sepsis, abses,
dan infeksi HIV
3. Benzodiadepin 1) Depresi  Pencegahan absorpsi:
a. Agens anticemas, anti kejang, pernapasan arang aktif
relaksasi otot, dan sedatif 2) Perlindungan  Laboratorium: Skrining
b. Contoh: alprazolam, (Xanaxi), jalan obat dalam urine dapat
klonazepam (Klonopin), napas/refleks mendeteksi
diazepam (Valium), lorozepam muntah benzodiazepin
(Antivan), midazolam (Versed) 3) Letargi  Penanganan:
c. Terutama menyebakan depresi 4) Koma a) Flumazenil
SSP dan pernapasan. Karena 5) Konfusi memulihkan depresi
rendahnya tingkat toksisitasnya, 6) Bicara pelo SSP dan pernapasan;
kematian jarang terjadi kecuali 7) Araksia berhubunga dengan
ditelan bersama dengan depresan risiko memunculkan
SSP lain kejang terkontrol,
flumazenil
dikontraindikasikan
jika ada potensi

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 23


kejang bersamaan
yang menyebabkan
overdosis
b) Perawatan supportif

4. Karbon Monoksida 1) Gejala mirip  Pencegahan absorpsi:


a. Gas tidak berwarna dan tidak flu udara segar
berbau yang merupakan 2) Sakit kepala  Laboratorium: kadar
komponen gas buang kendaraan, 3) Mual karboksihemoglobin
gas alami atau emisi pembakaran 4) Muntah  Penanganan
propona, asap rokok, emisi 5) Sinkop a) Oksigen 100%
pembakaran kayu dan polusi 6) Keletihan sampai semua
b. Metilen klorida, suatu komponen 7) Kelemahan tanda dan gejala
yang ditemukan pada beberapa 8) Kurang membaik
pelupas cat, dimetabolisme di konsentrasi b) Pemeriksaan
tubuh menjadi karbon monoksida 9) Iritabilitas neurologis yang
setelah dihirup atau ditelan 10) Nyeri dada, menyeluruh
c. Menggantikan oksigen di khususnya c) Terapi oksigen
hemogloin, yang menyebabkan pada orang hiperbarik (HBO)
hipoksia yang untuk mengurangi
d. Diabsorpsi dengan lewat inhalasi mempunyai waktu paruh;
dan bergabung dengan cepat penyakit namun akibat
dengan hemoglobin karena kardiovaskular ketersediaan bilik
afinitas yang lebih besar sebelumnnya HBO dan
dibanding oksigen 11) Kadangkala, efikasinya tidak
e. Kadar karboksihemoglobin janin perubahan didokumentasikan
kemungkinan 10-15% lebih besar ireversibel dengan baik oleh
daripada kadar memori dan penelitian
karboksihemoglobin ibu kepribadian  Perawatan suportif
12) Fetotoksisitas

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 24


13) Individu
biasanya
melaporkan
merasa lebih
baik jika tidak
berada di area
karbon
monoksida;
misalnya jika
pajanan terjadi
di rumah
karena
pembakaran
yang salah,
maka orang
tersebut sering
kali akan
melaporkan
penurunan
atau perbaikan
gejala jika
menjauh dari
rumah
5. Kokain 1) Takikardi Pencegahan absorpsi (untuk
a. Obat terlarang yang 2) Hipertensi ingesti kemasan):
menghasilkan perasaan 3) Aritmia jantung  Arang aktif
sejahtera sementara pada 4) Nyeri dada  Irigasi usu-lengkap
penguna 5) Infark miokard Laboratorium :
b. Rute masuk; IV, mengendus, 6) Deseksi aorta  Skrining obat dalam
merokok 7) Infark usus urine untuk
8) Hipertemia mendeteksi metabolit

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 25


c. Nama bebas; crack, rock, coke, 9) Cemas kokain:
snow, blow 10) Kejang benzoilekgonin
d. Efek racun terkait dengan 11) Halusinasi taktil  Enzim jantung sesuai
awitan cepat rangsang SSP dan (*cocaine bugs*) indikasi untuk
jantung 12) Perdarahan otak menyingkirkan
13) Infark otak terjadinya infark
14) Rabdomiolisis miokard
15) Awitan cepat efek Penanganan :
racun plasenta  Benzodiazepam
atau kemungkinan seperti diazepam
abortus (Valium) biasanaya
16) Mengendusd mengendalikan
dalam jangka hiperaktivitas,
waktu lama, hipertensi, takikardia,
perforasi septum kecemasan,
hidung hipertermia, dan
Jika gambaran klinis kejang
tidak konsisten degan  Fenobarbital
pemakaian kokain mungkin dibutuhkan
tunggal, kemungkinan jika kejang tidak
dilakukan dapat dikendalikan
pencampuran, dengan
pengganti, ingesti- benzodiazepam
bersama atau terjadi  Hipertermia yang
putus zat. menganzam hidu
dapat dikurangi
dengan pendinginan
eksterna
 Pemantauan jantung
dan
elektrokardiogram 12

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 26


sadapan digunakan
untuk mengevaluasi
aritmia dan iskemia
miokard
 Pantau apakah ada
iskemia atau infark
organ lain
Berikan perawatan suportif
6. Hidrokarbon Halogen 1) Iritasi mata, Pencegahan absorpsi:
a. Agens yang digunakan sebagai hidung, dan  Udara segar
pembakaran dan pendinginan tenggorok Laboratorium :
b. Freon, 2) Batuk  Tidak ada
diklorodifmonofluorometan(freon 3) Pusing pemeriksaan
11) termasuk dalam kategori ini 4) Disorientasi laboratorium spesifik
c. Pajanan terhadap kebocoran air 5) Palpitasi Penanganan :
conditioner dirumah tangga 6) Kontriksi bronkial  Lingkungan yang
akibatnya kecil, yang 7) Edema paru tenang
menyebabkan iritasi sementara 8) Aritmia ventrikel  Pemantauan jantung
mata, hidung, dan tenggorok; 9) Kemungkinan  Frosbite:
pusing; dan palpitasi frosbite pada penghangatan ulang
d. Pajanan yang lebih berat seperti pejanan kulit menyeluruh
tumpahan di area industri atau Perawatan suportif
penyalahgunaan dengan sengaja
(*penghirupan*) dikaitkan
dengan kemungkinan aritmia
jantung yang mematikan (akibat
sensitisasi miokard terhadap
katekolamin) edema paru
7. Heroin 1) Miosis Pencegahan absorpsi :
2) Penurunan kerja  Tidak dapat
pernapasan dilakukan

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 27


a. Obat terlarang yang 3) Penurunan tingkat Laboratorium :
mengahasilkan euforia kesadaran  Sesuai indikasi klinis
sementara pada pengguna “mengangguk-  Skrining toksikologi
b. Rute masuk : IV, mengendus angguk” serum
c. Nama pabrik : dope, smack, Penanganan :
junk  Pemberian nalokson
dengan hati-hati
Perujukkan ke konselor
penyalahgunaan zat
8. LSD 1) Kecemasan Pencegahan :
a. Nama umum obat 2) Gangguan  Arang aktif
halusinogen asam lisergik persepsi warna  Katartik
dietilamida 3) Gangguan Laboratorium :
b. Obat yang sering penilaian  Skrining obat dalam
disalahgunakan sejak makin 4) Panoia atau usine
terkenal pada tahun 1960-an mempunyai ide Penanganan :
c. Obat terlarang: tersedia dalam penganiayaan  Kecemasan akut
bentuk tablet, kapsul, 5) Distorsia waktu dapat ditangani
bongkahan gula, atau dalam 6) Tekanan darah dengan diazepam
bentuk zat di bungkus isap normal (Valium) IV atau oral
yang dikenal dengan *kertas 7) Tekikardia  Lingkungan tenang
isap* 8) Takipnea dan tidak merangsang
d. Salah satu sumber LSD 9) Peningkatan suhu dapat bermanfaat
adalah menelan bubuk tubuh sembari mencoba
kemenagan di pagi hari 10) Kilas balik membantu pasien
e. Selain menyebabkan (kekambuhan yang mengalami
pengalaman psikedelik, dapat pengalaman reaksi buruk
menimbulkan efek fisik dan psikedelik  Evaluasi apakah ada
trauma terkait perilaku semetara) yang tanda trauma
selama fase toksik akut kemungkinan Berikan perawatan suportif
terjadi setelah

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 28


masa tidak
memakai, dapat
berulang selama
bertahun-tahun
Trauma akibat
perubahan perilaku
yang terkait dengan
pemakaian LSD
10. Metanol 1) Tinitus Pencegahan absorpsi:
a. Anti-beku dan pelarut yang 2) Takipnea a) Sirup ipekak
amat beracun 3) Edema paru b) Lavase lambung
b. Bentuk sediaan; sebagai 4) Konfusi c) Arang aktif dosis-
caoran pencuci kaca jendela, 5) Letargi ulang
Sterno canned heat, dan 6) Kejang d) Katartik dosis-tunggal
komponen sebagaian cat, zat 7) Edema otak Laboratorium :
tambahan bensin, dan lak 8) Alkalosis  Kadar metanol
c. Efek racun: asidosi yang respiratorik diperiksa 1 jam
mengancam hidup dan disertai asidosis pasca-ingesti
kebutaan inversibel, yang metabolik (pada  Elektrolit serial
didsebabkan oleh metabolit awalnya)  Jika menggunakan
racun, bukan metanolnya 9) Hipokalemia terapi etanol kadar
10) Kerusakan fungsi glukosa dan etanol
trombosit darah berkala
11) Hipotrombinemia dipantau setiap jam
12) Pendarahan pada awalnya
pencernaan Penanganan :
13) Mual  Penanganan bertujuan
14) Muntah mencegah pembentukan
15) Hipertermia metabolit racun baik
16) Dehidrasi dengan Antizol (4-

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 29


metilpirazol:4-MP) atau
etanol
 Hemodialisis biasanya
diindikasikan untuk
kadar metanol <50
mg/dl, perubahan
penglihatan, gagal ginjal
atau asidosis refraktorik
 Pemberian asam folat
untuk membantu oksidasi
metabolik racun asam
format menjadi karbon
dioksida
 Perawatan suportif

11. Salsilat 1) Tinitus  Laboratorium:


a. Kelompok obat yangterutama 2) Takipnea a) Elektrolit serial
digunakan untuk kandungan anti- 3) Edema paru b) Gas darah arteri
inflamasi, anti-piretik, dan 4) Konfusi sesuai indikasi
analgesik 5) Letargi c) Pemeriksaan
b. Sumber umum: aspirin, beberapa 6) Kejang hematologi dan
formulasi Alka-Seltzer, 7) Edema otak koagulasi
Aspergum, PeptoBismol, tabir 8) Alkalosis  Penanganan:
surya, obat gosok seperti Icy Hot, respiratorik a) Ekskresi urine
dan minyak wintergreen disertai asidosis ditingkatkan oleh
(metilsalisilat) metabolik (pada alkalinisasi urine (pH
c. Asidosis metabolik mengancam awalnya) urine 7,5 - 8,0);
hidup, edema otak, dan edema 9) Hipokalemia cairan IV biasanya
paru akibat salisilisme 10) Kerusakan fungsi D,W dengan 20-40
d. Ingesti aspirin sulit untik trombosit mEq KCl dan dua
ditangani akibat pembentukan 11) Hipotrombinemia hingga tiga ampul

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 30


massa aspirin di saluran cerna 12) Pendarahan natrium bikarbonat
yang disebut konkresi pencernaan per liter untuk
e. Pembentukan konkresi 13) Mual diinfusikan pada
menyebabkan perlambatan 14) Muntah kecepatan 2-3
absorpsi sehingga memperlambat 15) Hipertermia ml/kg/jam guna
toksisitas 16) Dehidrasi mencapai haluaran
f. Salisilisme kronis lebih sering urine yang sama
terjadi pada lansia dan mudah (Catatan: Sulit untuk
diabaikan akibat kurangnya membasakan urine
pengkajian riwayat dengan tanpa kadar kalium
seksama serium normal)
g. Kadar salisilat yang tinggi b) Kalium diganti lewat
ditoleransi pada overdosis akut intravena sesuai
yang berlawanan dengan kebutuhan
toksisitas kronis c) Pantau awitan edema
otak atau paru,
lakukan foto dada
sesuai kebutuhan
d) Hemodialisis
diindikasikan untuk
gagal ginjal, edema
otak, edema paru,
asidosis refraktorik,
kadar salisilat
kronis > 50 mg/dl,
atau kadar salisilat
akut > 100 mg/dl
pascaingesti
e) Berikan perawatan
suportif

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 31


Catatan: Penanganan
didasarkan pada kadar
salisilat berkala dan tampilan
klinis; tiap kasus dikaji dan
ditangani secara tersendiri
11. Antidepresan Trisiklik (TCA) 1) Takikardia  Pencegahan absorpsi:
a. Kelas obat yang diresepkan untuk 2) Aritmia vertikal a) Sirup ipekak
depresi dan nyeri kronis (termasuk dikontraindikasikan
b. Contoh: amitriptilin (Elavil), takikardia karena awitan cepat
klomipramin (Anafranil), ventrikel dan sedasi atau kejang
desipramin (Norpramin), fibrilasi ventrikel) b) Lavase lambung
doksepin (Adapin, Sinequan), 3) Perlambatan c) Arang aktif
imipramin (Tofranil), nortriptilin konduksi jantung d) Katartik
(Pamelor, Aventyl), protriptilin (mis., QRS > 100  Laboratorium:
(Vivactil), dan trimipramin mdtk) a) Kadar TCA serum
(Surmontil) 4) Hipotensi tidak bermanfaat
5) Agitasi secara klinis dalam
6) Sedasi menangani overdosis
7) Kejang b) Skrining obat dalam
8) Koma urine untuk TCA
9) Kulit kering, c) Elektrolit dan gas
hangat darah arteri sesuai
10) Penurunan indikasi
motilitas  Penanganan:
pencernaan a) Siap-siap
11) Retensi urine kemungkinan
12) Asidosis terjadinya awitan
metabolik cepat kolaps
kardiovaskular
b) Kejang dapat
ditangani pada

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 32


awalnya dengan
benzodiazepin
(diazepam,
lorazepam) intravena
dan, jika perlu,
fenition (Dilantin)
dan fenobarbital
c) Aritmia ventrikular
pada awalnya dapat
dikendalikan dengan
alkalinisasi sistemik
(mempertahankan pH
darah + 7,45 - 7,55
dengan menggunakan
bolus intravena
natrium bikarbonat
atau intubasi dan
hiperventilasi);
aritmia ventrikel yang
tidak dapat
dikendalikan dengan
alkalinisasi sistemik
mungkin dapat
dikendalikan dengan
lidokain atau
bretilium (Bretylol);
jangan menggunakan
prokainamid
(Pronestyl) atau
quinidin karena
efeknya pada

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 33


konduksi jantung
sama dengan efeknya
pada TCA
d) Perlambatan
Konduksi jantung
(mis., QRS > 100
mdkt) juga ditangani
dengan alkalinisasi
sistemik seperti yang
di uraikan di poin
sebelumnya;
perlambatan
konduksi yang bukan
merupakan respons
terhadap alkalinisasi
sistemik dapat
ditangani dengan
fenitoin
 Hipotensi awalnya dapat
ditangani dengan posisi
Trendelenburg dan cairan
IV; jika perlu, lanjutkan
dengan pemberian infus
dopamin; norepinefrin
(Levophed) mungkin
dibutuhkan
 Berikan perawatan
suportif

Table 56-4 Pedoman Perawatan Kolaboratif (Morton, et.al. 2013).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 34


Untuk Pasien Keracunan Kokain
HASIL INTERVENSI
Oksigenasi/Ventilasi
Gas darah arteri dalam batas normal.  Pantau oksimetri nadi dan gas darah arteri
 Pastikan perubahan signifikan pada
oksimetri nadi dengan pengukuran saturasi
arteri ko-oksimetri.
Frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam  Pantau setiap 15 menit, kemudian setiap 1
batas normal jam.
 Siapkan pemasangan intubasi dan ventilasi
mekanis (lihat Panduan Perawatan
Kolaboratif untuk Pasien Terpasang
Ventilator).
Sirkulasi/Perfusi
Tekanan darah, frekuensi jantung dalam batas  Pantau tanda vital setiap 15 menit kemudian
normal setiap 1 jam
Pasien bebas dari disritmia.  Lakukan pemantauan EKG kontinu.
Tidak ada tanda kerusakan fungsi miokard,  Pantau EKG 12 sadapan setiap hari dan PRN.
seperti perubahan elektrokardiogram (EKG)
 Pantau enzim jantung, magnesium, fosfor,
atau enzim jantung.
kalsium, dan kalium sesuai program.
 Kaji apakah ada nyeri dada.
 Pantau EKG apakah ada disritmia dan
perubahan yang konsisten dengan
munculnya infark miokard.
 Kaji suhu setiap 15-30 menit, kemudian
Pasien eutermik.
setiap 1 jam.
 Sediakan lingkungan yang sejuk dan berikan
tindakan pendinginan (mis., selimut
hipotermia, mandi spons hangat kuku),
sesuai indikasi.
Cairan/Elektrolit

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 35


Haluran urine pasien >30 ml/jam (0,5
ml/kg/jam)  Ukur asupan dan haluaran urine setiap 1 jam
 Berikan cariran dan diuretik untuk
mempertahankan volume intravaskular dan
Tidak ada tanda ketidak seimbangan elektrolit fungsi ginjal per program.
atau kerusakan fungsi ginjal.  Pantau elektrolit setiap hari sesuai program.
 Ganti elektrolit sesuai kebutuhan.
 Pantau BUN, kreatinin, osmolalitas serum,
dan elektrolit urine setiap hari.
Mobilitas/Keamanan
Tidak ada tanda aktivitas kejang.  Pantau aktivitas kejang
 Berikan anti-kejang.
 Kaji kadar anti-kejang setiap hari jika
diindikasikan.
 Pertahankan lingkungan tenang.
Pasien tidak melukai dirinya sendiri,
 Lakukan tindakan pencegahan kejang.
 Lakukan tindakan pencegahan jatuh.
 Kaji kebutuhan akan restrein fisik atau
kimiawi guna melindungi dari mencederai
diri.
 Pantau agitasi dan berikan sedasi jika
mungkin;
 Evaluasi resiko bunuh diri dan lakukan untuk
Integritas Kulit
melindungi pasien
Tidak ada tanda kerusakan kulit
 Dokumentasikan integritas kulit setiap 8
jam.
 Miringkan dan ubah posisi setiap 2 jam.
 Gunakan Skala Braden untuk mengkaji
risiko kerusakan kulit.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 36


Kotak 55-2 Pedoman Perawatan Kolaborasi untuk Pasien Keracunan Kokain
HASIL INTERVENSI
Nutrisi  Berikan nutrisi parenteral dan enternal jika
Asupan kalori dari nutrisi memenuhi pasien puasa.
kebutuhan  Konsultasi dengan ahli atau layanan
Metabolik sesuai perhitungan (mis. bantuan nutrisi
Pengeluaran Energi Basal)  Pantau asupan protein dan kalori
 Pantau albumin, prealbumin, transterin,
koresterol, trigliserida, glukosa.

Kenyamanan / Pengendalian Nyeri  Lakukan skrining toksikologi untuk


Pasien merasa sedikit tidak nyaman terkait mengidentifikasi zat lain yang digunakan
dengan putus zat kokain dan zat lain. pasien.
 Tangani putus obat dan gejala overdosis
dengan cepat dan dengan intervensi yang
tepat (mis. Singkirkan dari sirkulasi berikan
antidote, berikan metadon)

 Kaji tanggapan pasien dan keluarga


Psikososial terhadap overdoisi.
Pasien dan keluarga memahami
 Dukungan perilaku koping kesehatan.
penyalahgunaan zat.
 Konsultasi dengan konselor penyalagunaan
xat dan pekerja social.
 Dorong diskusin dengan pasien terkait
pemakaian obat terlarang, sistem
pendukung, masalah keuangan, dan
kesiapan untuk menjalani perawatan
penyalagunaan zat.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 37


Pendidikan /Perencanaan Pulang  Kaji penegetahuan dan pemahaman pasien
Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan keluarga mengenai penyalagunaan zat.
tentang terapi dan sumber swadaya.  Kaji penegetahuan dan pemahaman pasien
dan keluarga mengenai penyalagunaan zat.
 Berikan literature dan penjelasan pada
pasien dan keluarga mengenai
penyalagunaan zat , pananganan, relaps,
masalah hukum, dan kelompok swabantu.

 Rujuk keluarga ke sumber swabantu.

Pasien dan keluarga mempunyai rencana untuk  Jika pasien setuju, lakukan perujukan ke
perawatan lanjutan. rehabilitasi penyalagunaan zat.
 Koordinasi perujukan dengan pasien,
keluarga, dan pekerja social guna
membahas kemungkinan masalah lain
(mis. Tempat tinggal, masalah keuangan,
rencana asuhan jangka panjang).

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 38


Kotak 56-5
Pencegahan Keracunan pada Masa Kanak-kanak
 Simpan semua obat dan produk yang beracun di wadah aslinya dalam sebuah
lemari tertutup yang jauh dari jangkauan anak-aanaak.
 Baca label dengan cermat sebeum menggunakan obat atau produk yang beracun.
 Gunakan produk kimia yang beracun di area yang berventilasi baik.
 Jangan mencampur produk pembersih rumah tangga yang biasa digunakan.
 Identifikasi tanaman rumah yang beracun, dan simpan bibit,umbi, daun dan buah
tanaman tersebut jauh dari anak-anak.
 Jangan memperlakukan obat seperti permen.
 Ukur dan berikan obat ditempat yang berpenerangan baik guna menghindari
kesalahan.
 Gunakan boks bayi jika tersedia.
 Tutup kembali wadah dengan segera steleh mengukur dosis.
 Hancurkan semua obat lama dengan cara yang aman seperti membilasnya
kedalam toilet.
 Simpan nomor telepon Pusat Pengendalian Keracunan yang di tempelkan di dekat
telepon.
 Jangan meminum obat didepan anak.
Simpan semua produk rumah tangga dan obat di wadah aslinya. Jangan menaruh
bahan kimia di wadah makanan atau minuman kosong.

Kotak 56-6
Keracunan Timbal
 Timbal umum dijumpai di rumah tua, cat, pipa, alat makan.
 Timbal diekresikan lebih lambat dibanding penyerapannya, yang
menyebabkan penumpukan timbal di tubuh.
 Penumpukan timbal dengan kadar tinggi sering kali terlewatkan karena
kurangnya skiring kadar timbal dalam darah dan tidak terdeteksi sampai efek
seperti kesulitan belajar tardignosis

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 39


 Anak dapat diperiksa untuk mengetahui adanya timbal oleh penyedia
perawatan kesehatan.
Departemen kesehatan setempat dapat memberikan penanganan keracunan timbal
dan informasi mengenai program pengurangan timbal.

Kotak 56-7
Keracunan Tidak Disengaja pada pasien Lansia
 Pusat Pengendalian Keracunan mendapat banyak telepon dari atau terkait dengan
Lansia berkenan dengan keracunan tidak disengaja.
 Nomor telepon penyedia perawatan kesehatan dan Pusat Pengendalian Keracunan
harus disimpan di tempat yang mudah dilihat.
 Populasi lansia menggunkan obat-obatan lebih banyak dibanding keompok usia
yang lain.
 Lansia mungkin lebih rentan terhadap efek obat-obatan.
 Ketika pertanyaan muncul mengenai obat-obatan, orang dewasa yang bertanggung
jawab sebaiknya tidak ragu-ragu untuk menghubungi penyedia perawatan
kesehatan.
 Pasien tidak boleh mengganti dosis atau menghentikan minum obat yang disiapkan
tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengn dokter atau perawat.
 Tidak disarankan untuk menggandakan obat jika lupa minum sebuah pil. Pasien
harus mencari bantuan dokter, perawat, atau apotekernya.
 Obat-obtan dan alkohol tidak boleh dicampur tanpa terlebih dahulu memeriksanya
dengan apoteker untuk mengetahui kemungkinan interaksi.
 Apoteker dapat memberikan label dengan cetakan besar.
 Kalender atau diari obat-obatan akan membantu lansia mengingat jadwal penentuan
dosis.
 Dispenser pil bermanfaat bagi pasien yang meminum berbagi pil atau yang
mempunyai kesulitan mengingat jadwal yang diprogramkan.
Saat obat dihentikan pemakaiannya, sisa obat harus di buang.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 40


DAFTAR PUSTAKA

Morton, Patricia Gonce, et.al. 2013. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC

Yudo, Febri. 2010. BAB II Keracunan diakses pada 24 Maret 2019


https://www.academia.edu/29340153/BAB_II_KERACUNAN

Soekamto & David. 2008. Intoksikasi Karbon Monoksida. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
diakses pada 24 Maret 2019

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf.

Keperawatan Kritis Keracunan & Overdosis Obat (Kelompok 6) 41

Anda mungkin juga menyukai