Anda di halaman 1dari 21

FISIKA REAKTOR

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PRESSURIZED WATER REACTOR (PWR) II

DWITA NUR KRISNA (10211040)

SITI HAJAR ADZHANI PANE (10211059)

LESANDRE (10211082)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN
I.1. Definisi PWR
I.2. Prinsip Kerja PWR
I.3. Design Reaktor PWR

II. ANALISIS NEUTRONIK


II.1. Fraksi Volum
II.2. Atomic Density
II.3. Macroscopic Section

III. ANALISIS BURN UP

IV. ANALISIS SAFETY


IV.1. Power Density
IV.2. Analisis Termal

V. SIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA

VII. LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Definisi PWR


Pressurized Water Reactor (Reaktor Air Tekan) menggunakan air ringan untuk
memperlambat neutron (moderator neutron). Teras reaktor diletakkan dalam satu bejana.
Sistem air pendingin yang melalui teras reaktor disebut sistem pendingin primer. Di dalam
sistem primer tidak diperbolehkan terjadi pendidihan, karena itu sistem dibuat bertekanan
yang tinggi.

I.2. Prinsip Kerja PWR

Gambar 1. Skema Rangkaian Kerja Reaktor PWR

Bahan bakar nuklir di dalam reaktor berkaitan dengan reaksi fisi. Reaksi tersebut
menghasilkan panas dan memanaskan air dalam rangkaian pendingin utama oleh konduksi
termal melalui bahan bakar cladding. Pendingin utama yang memanas, dipompa ke
penukaran panas disebut dengan generator steam, dimana aliran melalui ratusan atau ribuan
pipa (biasanya berdiameter 1.9 cm). Panas dipindahkan melalui dinding pipa ke pendingin
sekunder bertekanan rendah. Berlokasi pada sisi exchanger dimana pendingin menguap ke
pressurized steam. Perpindahan panas dilakukan tanpa pencampuran dua fluida. Sehingga
menyebabkan pipa pendingin menjadi radioaktif. Umumnya, beberapa pengaturan
pembangkit uap adalah tabung U atau penukar panas tunggal. Pada rangkaian tenaga nuklir,
uap bertekanan diumpamakan melalui turbin uap yang mendorong sebuah generator listrik
yang terhubung ke jaringan listrik untuk distribusi. Setelah melewati turbin pendingin
sekunder, (campuran air-uap) didinginkan, dan diembunkan dalam kondensor. Kondensor
mengubah uap menjadi cairan sehingga dapat dipompa kembali ke dalam generator uap.
Sebelum dimasukkan ke dalam generator uap, uap terkondensasi (disebut sebagai air umpan)
dipanaskan untuk meminimalkan kejut termal.
I.3. Design Reaktor PWR

Gambar 2. Design Reaktor PWR

Coolant / Pendingin
Air ringan digunakan sebagai pendingin primer dalam sebuah PWR. Ketika
memasuki bagian bawah teras reaktor pada suhu sekitar 275° C atau 530°F dan dipanaskan
karena mengalir ke atas melalui teras reaktor dengan suhu sekitar 315°C atau 600°F. Air
ringan akan tetap cair meskipun suhu tinggi, sebab tekanan tinggi pada loop pendingin
primer, biasanya tekanan sekitar 155bar (15.5 Mpa;153 atm). Di dalam air, titik kritis terjadi
sekitar 647 K (374°C atau 705°F) dan 22,064 MPa (3200 PSIA atau 218 atm).

Pressurizer
Tekanan pada sirkuit primer dikelola oleh pressurizer, sebuah kapal yang terpisah
yang terhubung ke sirkuit primer dan sebagian diisi dengan air yang dipanaskan sampai suhu
jenuh (titik didih) untuk tekanan yang diinginkan oleh terendam pemanas listrik. Untuk
mencapai tekanan 155 bar, suhu pressurizer dijaga pada 345°C (653°F), yang memberikan
margin subcooling (perbedaan antara suhu pressurizer dan suhu tertinggi dalam inti reaktor)
dari 30°C (54°F). Transien termal dalam hasil sistem pendingin reaktor di ayunan besar
volume cairan pressurizer, total volume pressurizer dirancang di sekitar menyerap transien ini
tanpa mengungkap pemanas atau mengosongkan pressurizer tersebut. Transien tekanan
dalam sistem pendingin primer bermanifestasi sebagai transien suhu di pressurizer dan
dikendalikan melalui penggunaan pemanas otomatis dan semprotan air, yang menaikkan dan
suhu pressurizer rendah, masing-masing.

Pumps / Pompa
Pendingin dipompa sekitar sirkuit primer dengan pompa yang kuat, yang dapat
mengkonsumsi sampai masing-masing 6 MW. Setelah mengambil panas saat melewati teras
reaktor, transfer pendingin primer panas di generator uap air di bawah tekanan sirkuit
sekunder, menguapkan pendingin sekunder untuk steam jenuh - dalam kebanyakan desain 6.2
MPa (60 atm, 900 psia), 275°C atau 530°F untuk nantinya digunakan dalam turbin uap.
Pendingin primer yang didinginkan kemudian dikembalikan ke bejana reaktor untuk
dipanaskan lagi.

Moderator
Reaktor air bertekanan seperti semua desain reaktor termal, memerlukan neutron fisi
cepat untuk diperlambat atau suatu proses yang disebut moderasi atau termal) untuk
berinteraksi dengan bahan bakar nuklir dan mempertahankan reaksi berantai. Dalam PWR,
air pendingin digunakan sebagai moderator dengan membiarkan neutron menjalani beberapa
tabrakan dengan atom hidrogen cahaya dalam air. Penggunaan air sebagai moderator adalah
fitur keselamatan penting bagi PWR seperti peningkatan suhu dapat menyebabkan air untuk
meluas , memberikan lebih ' kesenjangan ' antara molekul air dan mengurangi kemungkinan
thermalisation - sehingga mengurangi sejauh mana neutron melambat sehingga mengurangi
reaktivitas dalam reaktor. Oleh karena itu, jika kenaikan reaktivitas luar normal,
berkurangnya moderasi neutron akan menyebabkan reaksi berantai melambat dan
menghasilkan lebih sedikit panas.

Fuel / Bahan Bakar


Bahan bakar ini berasal dari reaktor air bertekanan dari penumpang nuklir. Sebuah
PWR khas memiliki perangkat bahan bakar dari 200-300 batang masing-masing, dan sebuah
reaktor besar akan memiliki sekitar 150-250 rakitan tersebut dengan 80-100 ton Uranium.
Umumnya, bundel bahan bakar yang terdiri dari batang bahan bakar dibundel 14 × 14 hingga
17 × 17 . Sebuah PWR menghasilkan pada urutan 900 sampai 1.600 Mwe. Bundel bahan
bakar PWR sekitar 4 meter (Uranium Dioksida yang diperkaya)

Control / Kontrol
Boron dan kontrol batang digunakan untuk menjaga suhu sistem utama pada titik
yang diinginkan. Untuk mengurangi daya, operator throttle menutup katup inlet turbin. Hal
ini akan menyebabkan uap yang berkurang ditarik dari generator uap dan menyebabkan loop
utama meningkat suhunya. Semakin tinggi suhu, maka akan menyebabkan kurang fisi dan
mengurangi daya. Penurunan daya pada akhirnya akan mengakibatkan suhu sistem primer
kembali ke nilai steady state sebelumnya.
Boron mudah menyerap neutron dan meningkatkan/menurunkan konsentrasi dalam pendingin
reaktor karena itu akan mempengaruhi aktivitas neutron.
Batang kendali reaktor dimasukkan melalui kepala bejana reaktor langsung ke bagian bundel
bahan bakar, yang pindah karena alasan berikut :
 Untuk memulai reaktor .
 Untuk menutup reaksi nuklir utama dalam reaktor .
 Untuk mengakomodasi transien jangka pendek seperti perubahan beban pada turbin .
Batang kendali juga dapat digunakan :
 Untuk mengimbangi persediaan racun nuklir .
 Untuk mengimbangi penurunan bahan bakar nuklir.
BAB II
ANALISIS NEUTRONIK

II.1. Fraksi Volum

Setiap reaktor terdiri dari elemen-elemen penyusunnya seperti yang telah dibahas
pada sub bab I mengenai design reaktor. Pada reaktor termal PWR ini, diperoleh komponen-
komponen sebagai berikut beserta ukuran dimensi berdasarkan referensi:

Tabel 1. Tabel nilai ukuran dimensi komponen reaktor PWR[1]


PWR Dengan Bahan Bakar UO2
Komponen Diameter (cm) Jari-jari Volume Fraksi
Fuel Element Pitch 1.25 0.625 Fuel 0.42928704
Fuel Element O.D 0.94 Clading 0.00837591
Pitch/diameter 1.32 Coolant 0.56233705
Clad Thickness 0.0572
Fuel-Pellet Diameter 0.819 0.4095
Pellet-clad gap 0.0082

II.2. Atomic Density


Dengan menggunakan rumus dibawah ini dapat diperoleh atomic density senyawa-
senayawa yang terdapat dalam reaktor PWR.

𝜌𝑚𝑖𝑥 𝑁𝐴𝑣
Nmix = (1)
𝑀𝑚𝑖𝑥
Keterangan:
N : Jumlah atom
M : Massa molekul atom
𝜌 : Massa jenis atom

Pada perhitungan ini digunakan sebanyak 3% Uranium yang diperkaya dan 43% UO2

Tabel 2. Tabel hasil perhitungan nilai atomic density


Atomic Density
NUranium 1.01E+21 atom/cm3
NU238 9.77E+21 atom/cm3
NU235 3.02E+20 atom/cm3
NZr 4.22E+20 atom/cm3
NH20 1.87E+22 atom/cm3
NH 2.08E+21 atom/cm3
NO 1.04E+21 atom/cm3
II.3. Macroscopic Section

Tabel 3. Tabel hasil perhitungan makroskopik cross section[1]

Makroskopik Cross Section 1 group energi


Komponen σa
U 7.68
UO2 7.6
H2O 0.66
Zr 0.185

Komponen σt
H20 103
Zr 8.2
UO2 24.3
Komponen σf
U235 577 Karena hanya U235 saja yang mengalami reaksi fisi

Pada mula-mula, atomic density Pu240, Pu241, dan Pu242 adalah nol. Uranium ketika
mengalami reaksi fisi jumlahnya akan semakin berkurang, dan uranium akan meluruh
menjadi Pu. Pu ini yang nanti akan digunakan dalam analisis burn up.
Digunakan perhitungan difusi 1 grup untuk mendapatkan makroskopik section
pada PWR dari data microscopic yang telah didapatkan dari referensi.

Tabel 4. Tabel nilai konstanta makroskopik cross section


vΣf
Group Σa (cm-1) Σf (cm-1) Σt (cm-1) D (cm) (neutron/fisi.cm)

1 3.69E+23 1.74E+23 2.18E+24 2.87E-01 4.18E+23


BAB III
ANALISIS BURN UP

Analisa yang berkaitan dengan perubahan jangka panjang (hari-bulan-tahun) komposisi


bahan-bahan dalam reaktor akibat berbagai reaksi nuklir yang terjadi saat pengoperasian
reaktor nuklir. Bahan-bahan pecahan reaksi fisi jumlahnya sangat banyak (lebih dari 1200
nuklida) dan karakteristiknya sangat beragam.
Proses burnup merupakan mekanisme yang sangat kompleks yang dipengaruhi berbagai
faktor seperti komposisi bahan teras, distribusi fluks neutron, temperatur, dsb. Berikut ini
adalah skema untuk rantai burnup,

Am-241

Pu-239Pu-240Pu-241Pu-242

Np-239

U-238 U-239

Gambar 3. Skema Rantai Burnup

Persamaan untuk perhitungan burnup adalah sebagai berikut:

dNU 8
  aU 8 NU 8
dt
dNU 9
  cU 8 NU 8  U 9 NU 9   aU 9 NU 9
dt
dN Np 9
 U 9 NU 9  Np 9 N Np 9   aNp 9 N Np 9
dt
dN Pu 9
 Np 9 N Np 9   aPu 9 N Pu 9
dt

dN Pu 0
  cPu 9 N Pu 9   aPu 0 N Pu 0
dt
dN Pu1
  cPu 0 N Pu 0   aPu1 N Pu1  Pu1 N Pu1
dt
dN Pu 2
  cPu1 N Pu1   aPu 2 N Pu 2
dt
dN Am1
 Pu1 N Pu1   aAm1 N Am1  Am1 N Am1
dt
Ada sangat banyak metoda yang dapat digunakan untuk memecahkan persamaan
burnup. Contoh standarnya adalah metode eksplisit berbasis finite difference dan metode semi
implisit berbasis finite difference juga. Metoda eksplisit mudah dirumuskan hanya saja
mempunyai tingkat stabilitas yang lebih rendah dari metoda implisit.
Metode Eksplisit dinyatakan dalam perhitungan dengan menggunakan rumus:
NUi 81  NUi 8
  aU 8 NUi 8
t
NU 8  (1   aU 8t ) NUi 8
i 1

NUi 91  NUi 9


  cU 8 NUi 8  U 9 NUi 9   aU 9 NUi 9
t
NUi 91   cU 8tNUi 8  (1  U 9 t   aU 9t ) NUi 9

i 1
9  N Np 9
i
N Np
 U 9 NUi 9  Np 9 N Np
i
9   aNp 9 N Np 9
i

t
N i 1
Np 9  U 9 tNU 9  (1  Np 9 t   aNp 9t ) N Np
i
9
i 1
9  N Pu 9
i
N Pu
 Np 9 N Np
i
9   aPu 9 N Pu 9
i

dt
N Pu 9  Np 9 tN Np
i 1 i
9  (1   aPu 9t ) N Pu 9
i

i 1
0  N Pu 0
i
N Pu
  cPu 9 N Pu
i
9   aPu 0 N Pu 0
i

t
N Pu 0   cPu 9tN Pu
i 1 i
9  (1   aPu 0t ) N Pu 0
i

i 1
1  N Pu1
i
N Pu
  cPu 0 N Pu
i
0  Pu1 N Pu1   aPu1 N Pu1
i i

t
N Pu1   cPu 0tN Pu
i 1 i
0  (1  Pu1tN Pu1   aPu1t ) N Pu1
i i

i 1
2  N Pu 2
i
N Pu
  cPu1 N Pu
i
1   aPu 2 N Pu 2
i

t
N Pu 2   cPu1tN Pu
i 1 i
1  (1   aPu 2t ) N Pu 2
i

i 1
1  N Am1
i
N Am
 Pu1 N Pu
i
1   Am1 N Am1   aAm1 N Am1
i i

t
N Am1  Pu1tN Pu
i 1 i
1  (1   Am1t   aAm1t ) N Am1
i

Metode Implisit, pada metoda ini ruas kanan diisi dengan kombinasi suku pada iterasi
waktu ke i dan i+1 dengan bobot yang dinyatakan dalam parameter tertentu. Metoda numerik
jauh lebih rumit perumusannya dari metoda eksplisit tetapi memiliki keunggulan stabilitas
yang jauh lebih tinggi.
Solusi Numerik Finite difference Implisit adalah sebagai berikut:

NUi 81  NUi 8


  aU 8[ NUi 8  (1   ) NUi 81 ]
t
NUi 81[1   aU 8t (1   )]  (1   aU 8t ) NUi 8
(1   aU 8t ) NUi 8
NUi 81 
[1   aU 8t (1   )]
NUi 91  NUi 9
  cU 8[ NUi 8  (1   ) NUi 81 ]  (U 9   aU 9 )[ NUi 9  (1   ) NUi 91 ]
t
NUi 91[1  (U 9   aU 9 )t (1   )]   cU 8[ NUi 8  (1   ) NUi 81 ]  (1  U 9t   aU 9t ) NUi 9
 cU 8[ NUi 8  (1   ) NUi 81 ]  (1  U 9t   aU 9t ) NUi 9
NUi 91 
[1  (U 9   aU 9 )t (1   )]

i 1
9  N Np 9
i
N Np
 U 9 [ NUi 9  (1   ) NUi 91 ]  (Np 9   aNp 9 )[ N Np
i
9  (1   ) N Np 9 ]
i 1

t
9 [1  (Np 9   aNp 9 ) t (1   )]  U 9 t[ NU 9  (1   ) NU 9 ]  [1  (Np 9 t   aNp 9t ) ] N Np 9
i 1 i i 1 i
N Np

i 1
U 9 t[ NUi 9  (1   ) NUi 91 ]  [1  (Np 9 t   aNp 9t ) ]N Np
i

9 
9
N Np
[1  (Np 9   aNp 9 )t (1   )]
i 1
9  N Pu 9
i
N Pu
 Np 9 [ N Np
i
9  (1   ) N Np 9 ]   aPu 9 [ N Pu 9  (1   ) N Pu 9 ]
i 1 i i 1

t
9 [1   aPu 9t (1   )]  Np 9 t[ N Np 9  (1   ) N Np 9 ]   aPu 9t N Pu 9
i 1 i i 1 i
N Pu

i 1
Np 9 t[ N Np
i
9  (1   ) N Np 9 ]   aPu 9t N Pu 9
i 1 i

N Pu 9 
[1   aPu 9t (1   )]

i 1
0  N Pu 0
i
N Pu
  cPu 9[ N Pu
i
9  (1   ) N Pu 9 ]   aPu 0 [ N Pu 0  (1   ) N Pu 0 ]
i 1 i i 1

t
0 [1   aPu 0t (1   )]   cPu 9t[ N Pu 9  (1   ) N Pu 9 ]   aPu 0t N Pu 0
i 1 i i 1 i
N Pu
i 1  cPu 9t[ N Pu
i
9  (1   ) N Pu 9 ]   aPu 0t N Pu 0
i 1 i
N Pu 0 
[1   aPu 0t (1   )]
i 1
1  N Pu1
i
N Pu
  cPu 0[ N Pu
i
0  (1   ) N Pu 0 ]  (Pu1   aPu1 )[ N Pu1  (1   ) N Pu1 ]
i 1 i i 1

t
1[1  (Pu1   aPu1 ) t (1   )]   cPu 0t[ N Pu 0  (1   ) N Pu 0 ]  (1  Pu1tN Pu1   aPu1t ) N Pu1
i 1 i i 1 i i
N Pu
i 1  cPu 0t[ N Pu
i
0  (1   ) N Pu 0 ]  (1  Pu1tN Pu1   aPu1t ) N Pu1
i 1 i i
N Pu 1 
[1  (Pu1   aPu1 )t (1   )]

Solusi Numerik Finite difference Eksplisit adalah sebagai berikut:

i 1
2  N Pu 2
i
N Pu
  cPu1[ N Pu
i
1  (1   ) N Pu1 ]   aPu 2 [ N Pu 2  (1   ) N Pu 2 ]
i 1 i i 1

t
2 [1   aPu 2t (1   )]   cPu1 [ N Pu1  (1   ) N Pu1 ]   aPu 2 N Pu 2
i 1 i i 1 i
N Pu
i 1  cPu1[ N Pu
i
1  (1   ) N Pu1 ]   aPu 2 N Pu 2
i 1 i
N Pu 2 
[1   aPu 2t (1   )]
i 1
1  N Am1
i
N Am
 Pu1[ N Pu i
1  (1   ) N Pu1 ]  ( Am1   aAm1 )[ N Am1  (1   ) N Am1 ]
i 1 i i 1

t
1[1  ( Am1   aAm1 ) t (1   )]  Pu1t[ N Pu1  (1   ) N Pu1 ]  ( Am1   aAm1 ) t N Am1
i 1 i i 1 i
N Am
i 1 Pu1t[ N Pu
i
1  (1   ) N Pu1 ]  ( Am1   aAm1 ) t N Am1
i 1 i
N Am 1 
[1  (Am1   aAm1 )t (1   )]
Analisa Burnup

Untuk reaktor thermal efek self shielding pada perubahan cross section microscopic
cukup besar sehingga analisa burnup harus dilakukan dalam sel bahan bakar. FP berjumlah
lebih dari 1200 nuklida dan karakteristiknya bergantung jenis reaktor nuklir yang digunakan.
Untuk reaktor thermal ada beberapa FP yang sangat dominan sehingga dapat mewakili
keseluruhan FP yang ada: misal Xenon, Sm, dll.

2.50E+20
N (U-235)
2.00E+20
1.50E+20
N

1.00E+20
5.00E+19
0.00E+00
0 5000 10000
t (jam)

Gambar 4. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (U-235)

N (U-238)
1.01E+22
1.01E+22
1.01E+22
1.01E+22
N

1.01E+22
1.01E+22
1.01E+22
1.01E+22
0 5000 10000
t (jam)
Gambar 5. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (U-238)

2.5E+15
N (U-239)
2E+15
1.5E+15
N

1E+15
5E+14
0
0 5000 10000
t (jam)

Gambar 6. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (U-239)


Gambar 7. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (Np-239)

Gambar 8. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (Pu-239)

Gambar 9. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (Pu-240)

Gambar 10. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (Pu-241)


Gambar 11. Grafik Hasil Analisa Burnup untuk N (Pu-242)

Berikut ini disajikan data yang dibutuhkan untuk mengetahui plot grafik nilai keff
perhitungan analisa burnup terhadap waktu peluruhan analisis burnup tersebut. Pada
percobaan kita mengambil waktu untuk analisis burnup selama 3 tahun per tiga bulan dalam
satuan jam.

Tabel 5. Tabel nilai keff


bulan jam keff
0 0 1.564202375
1 2160 1.424053714
2 4320 1.297779822
3 6480 1.185494132
4 8640 1.068955155

2
keff terhadap waktu
1.5
keff

0.5

0
0 1 2 3 4 5
bulan
Gambar 12. Grafik nilai Keff vs t (bulan)
BAB IV
ANALISIS SAFETY

IV.1. Power Density


Dengan menggunakan variasi fluks sebesar 0%, 5%, 25%, dan 50%, maka
didapatkan grafik daya terhadap waktu yang didapatkan dari persamaan point kinetic sebagai
berikut
𝜌 −𝛽
P = P0 + ( 0 Λ + 𝜆𝐶0 ) ∆𝑡
𝛽
C = C0 + (𝜆𝐶0 − 𝜆 𝑃0 ) ∆𝑡
𝑃0 −𝑃𝑟𝑒𝑓
T =T0 + ( ) ∆𝑡
𝜌 𝐶𝑝
𝜌𝑓𝑏 = 𝛼 (𝑇0 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
𝜌𝑡 = 𝜌𝑒𝑘𝑠 + 𝜌𝑓𝑏0

300 160
250 140
120
200 100
150 80
P

100 60
40
50 20
0 0
0 0.05 0.1 0.15 0 0.05 0.1 0.15
t t

Gambar 13. Grafik daya terhadap waktu dengan Gambar 14. Grafik daya terhadap waktu dengan
fluks 100% ke 0% fluks 100% ke 5%

Pada percobaan dilakukan analisis safety reaktor PWR dengan variasi fluks neutron 0% dan
variasi fluks neutron 5%. Untuk memperoleh grafik jumlah Xenon dan Iodine terhadap waktu
diperlukan konstanta osilasi Xenon dan konstansta Point Kinetic. Berikut ini adalah nilai
konstanta tersebut,

Osilasi xenon
λI 0.10548
λXe 0.07596
γI 0.06386
Υxe 0.00228
σax 2.63E-18
ϕ 1.12E+17
sigma f 0.109
sigma a 0.098
Δt 0.1
fluks V 0
Point kinetic

∧ 0.0002
λ 0.08
β 7.00E-03
ρunder 1000
Cp 2930
Po 1.15E+09
α -0.001
Δt 0.0001
To 332
C(t=0) 437.5

Osilasi daya karena efek xenon memiliki pengaruh terhadap kondisi keselamatan
reaktor nuklir. Osilasi daya mengindikasikan terjadinya perubahan fluks neutron yang
kemudian menyebabkan perubahan xenon secara signifikan dan menaikkan temperatur
reaktor.
Osilasi xenon pada reaktor nuklir terjadi karena pada saat reaktor stabil, dilakukan
variasi fluks neutron. Hal ini mengakibatkan xenon tidak dapat menyerap cukup neutron
sehingga xenon akan sulit untuk meluruh dan jumlah xenon akan menumpuk sehingga terjadi
kenaikan daya seperti yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Berikut ini adalah grafik jumlah Iodine terhadap waktu

Gambar 15. Grafik daya (P) terhadap t

I
8E+15
7E+15
6E+15
5E+15
4E+15
I
3E+15
2E+15
1E+15
0
0 50 100 150 200 250

Gambar 16. Grafik Iodine (I) terhadap t


4.5E+15
4E+15
3.5E+15
3E+15
2.5E+15
2E+15 Series1
1.5E+15
1E+15
5E+14
0
0 100 200 300

Gambar 17. Grafik Xenon (Xe) terhadap t

Berdasarkan grafik jumlah Xenon terhadap waktu (gambar 16), kita bisa melihat
bahwa ketika fluks neutron divariasikan, jumlah xenon yang dihasilkan akan berbeda. Saat
fluks neutron divariasikan menjadi 0%, jumlah Xenon hanya akan dipengaruhi oleh
peluruhan Iodine yang menjadi Xenon dan peluruhan Xenon menjadi Cesium. Iodine
mempunyai waktu paruh yang lebih cepat dibandingkan dengan waktu paruh Xenon, hal
inilah yang menyebabkan jumlah Xenon akan naik secara signifikan saat fluks neutron
berubah. Untuk melihat dan memahami alasan daya di dalam reaktor bisa berubah secara drastis,
maka kita meninjau hal tersebut berdasarkan grafik kinetik point yang diperoleh. Berdasarkan grafik
tersebut, ketika fluks neutron dalam reaktor diubah-ubah/divariasikan, maka daya reaktor dapat
berubah secara drastis karena perubahan fluks neutron dipengaruhi oleh konsentrasi Xenon yang
mana Xenon ini merupakan produk fisi dari bahan bakar nuklir sebuah reaktor. Saat populasi Xenon
meningkat hingga konsentrasi maksimal, fluks neutron akan banyak diserap sehingga kuantitas daya
akan menurun. Saat populasi Xenon tak tinggi/jumlah Xenon sedikit, penyerapan neutron tidak akan
terlalu banyak terjadi sehingga daya reaktor meningkat dan menyebabkan daya reaktor meningkat dan
menurun secara drastis.

IV.2. Analisis Termal


Analisis reaktor nuklir berkaitan dengan transfer panas dari bahan bakar ke fluida
pendingin atau biasa disebut dengan analisis termal hidraulik. Bahasan dari analisis ini
mencakup distribusi temperatur dari bahan bakar sampai ke fluida pendingin, serta dibahas
pula penurunan tekanan (pressure drop) sepanjang kanal pendingin.[2]

 Distribusi Temperatur

Gambar 18. Penampang Kanal Pendingin[2]


Berdasarkan gambar di atas, perhitungan distribusi temperatur dilakukan dengan
menggunakan persamaan-persamaan di bawah ini:

……(1)
Untuk mendapatkan profil distribusi temperatur arah radial, digunakan persamaan:

……(2)
Untuk mendapatkan profil distribusi temperatur arah aksial, digunakan persamaan:

……(3)
Namun biasanya kontribusi dari konduksi pada persamaan di atas diabaikan. Untuk
mendapatkan temperatur pendingin ( ), dilakukan diskritisasi pada persamaan 3.
Sehingga didapatkan persamaan:

……(4)
Setelah didapatkan temperatur pendingin, bisa didapatkan temperatur permukaan cladding (
), dimana antara pendingin dan permukaan cladding terjadi peristiwa konveksi. Persamaan
konveksi dari pendingin dan permukaan cladding:

……(5)

Untuk mendapatkan temperatur bagian dalam cladding ( ), dilakukan pemecahan


persamaan distribusi temperatur arah radial. Sehingga didapatkan bentuk persamaan:

……(6)

Dan terakhir, untuk mendapatkan temperatur bahan bakar ( ), dilakukan juga pemecahan
persamaan distribusi temperatur arah radial dengan batas integral yang berbeda dengan
pemecahan pada cladding. Didapatkan persamaan:

……(7)
Keterangan variabel dan konstanta:

: konduktivitas termal bahan bakar,


: konduktivitas termal cladding,
: power density / kerapatan rapat daya,

: linear power / daya linear,


: flow rate / aliran massa pendingin,

: clad thickness / tebal cladding,


: kalor jenis pendingin,

: koefisien konveksi panas pendingin,


: partisi ketinggian core reaktor.
BAB V
SIMPULAN

Pada praktikum ini, diperoleh hasil bahwa jumlah atau populasi Xenon sebagai fungsi
waktu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah fluks neutron, reaktivitias, dan
jumlah iodine. Semakin besar pengurangan fluks neutron maka jumlah Xenon akan semakin
meningkat. Hal ini dikarenakan peluruhan Iodine lebih cepat dibandingkan dngan peluruhan
Xenon. Hal ini akan membuat perubahan daya pada reaktor semakin drastis.

Pada variasi fluks 0% dan 5%, perubahan daya memiliki puncak kenaikan yang
sangat drastis dan mengalami kenaikan temperatur yang dapat mengakibatkan tingginya
jumlah penguapan.

Nilai k effektif (keff) yang diperoleh dari hasil perhitungan power density adalah
1.252592 (data lengkap bisa dilihat pada file excel ‘persamaan difusi’), karena pada nilai keff
tersebut, grafik keff nya menunjukkan perubahan yang stabil. Dengan memilih nilai tebakan
awal keff sebesar 1.068955155, diperoleh nilai keff sebesar 1.252592365 untuk hasil
perhitungan power density.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

[1] Duderstadt, J. J. Nuclear Reactor Analysis. 1976. USA: John Wiley&Sons, Inc.
[2] http://nuclearthinker.wordpress.com/2014/04/07/analisis-termal-hidraulik/ (diakses
Selasa, 13 Mei 2014 pukul 07.27 WIB)
LAMPIRAN

Pembagian Kerja Kelompok:


No Kegiatan Pembagian Kerja
1 Membuat slide presentasi Lesandre, Siti Hajar, Dwita
2 Perhitungan Volume Fraksi untuk reaktor PWR bahan Dwita
bakar UO2
3 Perhitungan atomic density Dwita, Siti Hajar, Lesandre
4 Perhitungan mikroskopik cross section, makroskopik Dwita, Siti Hajar, Lesandre
transport
5 Persamaan difusi Dwita, Siti Hajar, Lesandre
6 Burnup Dwita
7 Analisa Thermal Hidraulik Dwita, Siti Hajar, Lesandre
8 Safety Dwita, Siti Hajar, Lesandre
9 Laporan RBL Siti Hajar, Dwita, Lesandre

Anda mungkin juga menyukai