Anda di halaman 1dari 33

Curriculum Vitae

Dr. dr. Prayudi Santoso, SpPD-KP, M.Kes,FCCP, FINASIM


E-mail: prayudimartha@yahoo.com

Pendidikan:
S1 FK Universitas Padjadjaran Bandung
Sp1 FK Universitas Padjadjaran Bandung
Konsultan Pulmonologi KIPD
S2 FK Universitas Padjadjaran Bandung
S3 FK Universitas Padjadjaran Bandung

Pekerjaan:
Staf Divisi Respirologi & Penyakit Kritis IPD FKUP/RS Hasan Sadikin
Koordinator Tim MDR TB RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Organisasi:
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) Jabar
Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI)
Fellow American College of Chest Physcian (ACCP)
Member European Respiratory Society (ERS)
COPD MANAGEMENT
GOLD 2019
Prayudi Santoso
Division of Pulmonary and Critical Care, Internal Medicine,
Faculty of Medicine, Padjadjaran University/Hasan Sadikin Hospital
Bandung-2019
Definisi PPOK

– Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit


yang umum, dapat dicegah dan diobati ditandai dengan
gejala respirasi yang persisten dan obstruksi saluran nafas
disebabkan karena kelainan pada saluran nafas dan/atau
alveolar yang biasanya akibat dari pajanan partikel atau
gas berbahaya

GOLD 2019
Diagnosis dan Asesmen Awal

© 2017 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Penilian PPOK

Konfirmasi Penilaian Penilaian gejala


diagnosis dengan hambatan saluran dan risiko
spirometri napas ekaserbasi

FEV1 Riwayat Gejala


Post-
(% Predicted) ekaserbasi
bronchodilator
FEV1/FVC < 0.7 GOLD 1 ≥ 80 ≥ 2 atau

GOLD 2 50-79
memerlukan C D
GOLD 3 30-49 rawat inap
GOLD 4 < 30
0 or 1 (tidak
memerlukan
rawat inap) A B

mMRC 0-1 mMRC ≥


CAT < 10 2
CAT ≥10
COPD Assessment Test (CATTM)

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Modified MRC dyspnea scale

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Tujuan terapi PPOK Stabil

• Melegakan gejala
Mengurangi
• Meningkatkan toleransi olahraga
Gejala
• Memperbaiki status kesehatan
• Mencegah progesivitas penyakit
Menurunkan
• Mencegah dan mengobatan
Risiko
ekaserbasi
ekaserbasi
• Menurunkan mortalitas

GOLD 2017
Manajemen PPOK Stabil

Definition of abbreviations: eos: blood eosinophil count in cells per microliter; mMRC: modified Medical Research
Council dyspnea questionnaire; CAT™: COPD Assessment Test™.

GOLD 2017
Group A

► Semua pasien di Grup A disarankan diberikan pengobatan


bronkodilator berdasarkan efek dari gejala sesak napas pasien. Hal ini
berarti terapi yang diberikan dapat berupa bronkodilator kerja pendek
atau kerja panjang
► Pengobatan dapat diteruskan apabila manfaat dirasakan oleh pasien

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Group B

► Terapi awal harus disarankan menggunakan bronkodilator kerja


Panjang (LABA ataupun LAMA)
► Bronkodilator kerja Panjang lebih direkomendasikan karena
superior dibandingkan bronkodilator kerja pendek digunakan bila
perlu (prn).

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Group B

► Tidak terdapat bukti untuk merekomendasikan satu kelas bronkodilator


kerja Panjang lebih baik daripada kelas lain dalam hal meredakan gejala
sebagai terapi awal di kelompok pasien ini.
► Pilihan pengobatan harus di-individualisasikan dengan berdasarkan
pada persepsi pasien terhadap penurunan gejala
► Pada pasien dengan sesak napas berat, terapi awal menggunakan dua
bronkodilator dapat dipertimbangkan.
► Pasien Grup B sangat mungkin memiliki kondisi komorbid yang dapat
mempengaruhi prognosis serta memperberat gejala. Kondisi ini perlu
untuk dianalisa lebih lanjut

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Group C

► Terapi awal disarankan menggunakan satu bronkodilator kerja panjang.


► Dalam 2 studi perbandingan langsung (head to head) LAMA superior
terhadap LABA dalam hal pencegahan eksaserbasi sehingga GOLD
merekomendasikan untuk memulai terapi dengan LAMA pada pasien di
kelompok ini

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Group D
► Secara umum, terapi dapat dimulai dengan LAMA karena LAMA memiliki efek terhadap gejala dan
eksaserbasi.
► Pada pasien dengan gejala yang lebih berat (skor CAT ≥ 20) terutama didominasi oleh dypsnea yang
lebih berat dan/atau aktivitas kegiatan fisik/olahraga, kombinasi LAMA/LABA dapat digunakan
sebagai terapi awal berdasarkan hasil studi dimana kombinasi LAMA/LABA menunjukan superioritas
dibandingkan komponen tunggalnya
► Keunggulan kombinasi LABA/LAMA dibandingkan LAMA dalam hal pencegahan eksaserbasi belum
didemonstrasikan secara konsisten sehingga pilihan penggunaan kombinasi LABA/LAMA sebagai
terapi awal harus didasarkan pada level gejala yang dialami pasien

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
Treatment of Stable COPD

► Setelah implementasi dari terapi, pasien harus dicek kembali untuk


melihat pencapaian terapi dan identifikasi adanya halangan untuk
mencapai terapi yang berhasil (Figure 4.2).
► Setelah melakukan pengecekan kondisi pasien, penyesuaian terhadap
pengobatan mungkin diperlukan.

GOLD 2017
Review, Assess, Adjust

► Review
Cek gejala (dyspnea) dan resiko eksaserbasi
► Assess
Cek Teknik pengunaan obat inhalasi dan kepatuhan pengobatan serta
peranan dari pendekatan non-farmakologik
► Adjust
Sesuaikan pengobatan farmakologik, termasuk eskalasi maupun de-
eskalasi. Perubahan alat inhalasi dengan molekul dalam kelas yang sama
(contoh menggunakan bronkodilator kerja panjang yang berbeda) dapat
dipertimbangkan apabila dirasa perlu.
Perubahan terapi memerlukan pengecekan kembali dari respon klinis,
termasuk efek samping dari pengobatan.

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


FOLLOW-UP pharmacological treatment

Dyspnea

► Untuk pasien dengan sesak napas persisten atau limitasi


olahraga/aktivitas fisik dengan monoterapi bronkodilator kerja Panjang,
perubahan terapi ke kombinasi bronkodilator sangat direkomendasikan.

 Jika penambahan bronkodilator kerja Panjang lainnya tidak


memberikan perbaikan gejala, dapat kembali terapi ke monoterapi.
Perubahan alat inhalasi atau molekul juga dapat dipertimbangkan.

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


FOLLOW-UP pharmacological treatment

Dyspnea
► Untuk pasien dengan sesak napas persisten atau limitasi
olahraga/kegiatan fisik dengan pengobatan ICS/LABA, penambahan
LAMA dapat digunakan untuk mengubah terapi ke triple terapi.
 Alternatif lain adalah merubah dari LABA/ICS ke LABA/LAMA dapat
dipertimbakan apabila penggunaan ICS dianggap tidak tepat
(contoh ICS digunakan untuk terapi gejala pada saat tidak terdapat
riwayat eksaserbasi) atau tidak terdapat respon terhadap
pengobatan dengan ICS atau terdapat efek samping dari ICS yang
menyebabkan perlunya penghentian ICS.
► Pada semua kelompok, dyspnea karena faktor lain (bukan PPOK) harus
diselidiki lebih lanjut dan ditangani. Teknik penggunaan alat inhalasi
serta kepatuhan pengobatan dapat dipertimbangkan sebagai penyebab
kurangnya respons terhadap pengobatan.

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


FOLLOW-UP pharmacological treatment

Exacerbations
► Untuk pasien dengan eksaserbasi persisten dengan penggunaan monoterapi
bronkodilator kerja panjang, dapat dilakukan eskalasi ke LABA/LAMA atau
ICS/LABA. LABA /ICS menjadi pilihan utama pada pasien dengan riwayat atau
gejala yang mengindikasi adanya kondisi asma
► Kadar eosinophil darah dapat membantu mengindentifikasi pasien dengan
kemungkinan respons yang lebih baik terhadap ICS.
► Untuk pasien dengan 1 ekaserbasi per tahun, nilai kadar eosinophil darah ≥ 300
eosinophils/µL merupakan tipe pasien yang kemungkinan lebih responsif
terdapat LABA/ICS.
► Untuk pasien dengan ≥ 2 ekaserbasi per tahun atau 1 ekaserbasi berat yang
memerlukan rawat inap, LABA/ICS dapat disarankan pada kadar eosinophil
darah ≥ 100 cells/µL, karena efek ICS lebih terlihat pada pasien dengan dengan
frekuensi/keparahan ekaserbasi yang lebih tinggi.

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


FOLLOW-UP pharmacological treatment

Exacerbations
► Pada pasien yang mengalami eksaserbasi lanjutan setelah terapi
LABA/LAMA, GOLD menyarankan penggunaan 2 alternatif pengobatan.
Kadar eosinophil < 100 cells/µL dapat digunakan sebagai indikator
kemungkinan kecil response terhadapa ICS:
 Eskalasi ke LABA/LAMA/ICS. Respons yang menguntung setelah
penambahan ICS dapat dilihat pada kadar eosinophil darah ≥ 100
cells /µL,.
 Menambahankan roflumilast atau azithromycin jika kadar eosinophil
darah < 100 cells/µL.

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


FOLLOW-UP pharmacological treatment

Exacerbations

► Pada pasien yang mengalami ekasaserbasi di pengoabatan LABA/ICS,


GOLD merekomendasikan eskalasi ke triple terapi dengan penambahan
LAMA

► Alternatif lain, pengoabtan dapat dirubah ke LABA/LAMA apabila


terdapat indikasi kurangnya respons terhadap ICS atau munculnya efek
samping ICS yang menyebabkan perlunya penghentian terapi ICS

© 2019 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Clinical data
SCO40036; INSPIRE
Investigating New Standards for Prophylaxis
In Reduction of Exacerbations (INSPIRE)
Wedzicha et al. 2008
INSPIRE: Tujuan Studi

– Membandingkan efek dari SFC 50/500 vs TIO18 dalam


menurunkan eksaserbasi yang memerlukan utilisasi
pelayanan kesehatan selama 104 minggu pada pasien
dengan PPOK berat

SFC, salmeterol/fluticasone propionate; TIO, tiotropium bromide

Wedzicha et al. Am J Respir Crit Care Med 2008; 177: 19–26


INSPIRE: Desain Studi

*Prednisolone SFC 50/500 Diskus BID (n=658)


30 mg/day Any
+ Sal 50 μg bd COPD
therapy

TIO 18 μg OD (n=665)

2 weeks 0 2 4 8 20 32 44 56 68 80 92 104 106

Run-in Treatment Follow-up

*Patients were given oral prednisolone and Sal during the run-in to standardise their clinical condition prior to randomisation

Sal, salmeterol; SFC, salmeterol/fluticasone propionate; TIO, tiotropium bromide

Wedzicha et al. Am J Respir Crit Care Med 2008; 177: 19–26


INSPIRE: 52% penurunan resiko kematian dengan SFC
dibandingkan dengan Tio(dalam pengobatan)

8
Kemungkinan Kejadian (%)

52% penurunan
7 risiko dengan SFC
6 vs TIO
p=0.012
5
4 Perbedaan risiko
absolut sebesar 3%
3
2 TIO 18 μg/day
1 SFC 50/500 μg/day
0

0 13 26 39 52 65 78 91 104
Waktu sampai kejadian (minggu)
Hazard Ratio* 95% CI p-value
SFC 50/500 vs TIO 18 0.48 (0.27, 0.85) 0.012

*Comparison using Cox’s proportional hazards model


SFC, salmeterol/fluticasone propionate; TIO, tiotropium bromide

Wedzicha et al. Am J Respir Crit Care Med 2008; 177: 19–26


INSPIRE: Lebih sedikit pasien Withdrawal (keluar) dari
Penelitian dengan SFC dibandingkan Tio

Kemungkinan withdrawal sebelum minggu ke 104


SFC 34.5% TIO 41.7%
44
Kemungkinan withdrawal (%)

Rerata terpajan
40
(pasien hari )
36
32 TIO: 519 hari
28 SFC: 561 hari
24
20
16
TIO 18 OD
12
8 SFC 50/500 BID
4
0

0 13 26 39 52 65 78 91 104
Waktu sampai withdrawal (minggu)

Cox Hazard Ratio 95% CI p-value


TIO vs SFC 1.29 (1.08 – 1.54) 0.005

SFC, salmeterol/fluticasone propionate; TIO, tiotropium bromide


Wedzicha et al. Am J Respir Crit Care Med 2008; 177: 19–26
INSPIRE: Rate of healthcare utilisation (HCU)* exacerbations

p=0.656
(95% CI: 0.836, 1.119)
1,6
Exacerbation rate (annualised)

1,4 1.28 1.32


1,2

1
SFC 50/500 TIO 18
0,8

0,6

0,4

0,2

Both treatments appear to have similar effects on exacerbation rate

n=263

*defined as those requiring treatment with either oral corticosteroids/antibiotics or hospitalisation


SFC, salmeterol/fluticasone propionate; TIO, tiotropium bromide

Wedzicha et al. Am J Respir Crit Care Med 2008; 177: 19–26


INSPIRE STUDY
Sub Analysis based on Blood Eosinophil Level
Angka kejadian eksaserbasi berdasarkan eos: analisa post hoc

Perbedaan 25%
p=0.006
2,5 Perbedaan −18% (95% CI: 0.60, 0.92)
p=0.186
(95% CI: 0.92, 1.51)
2
Exacerbation rate

1,5 SFC 50/500


TIO 18
1

0,5
n=263 n=287 n=371 n=348
0
EOS < 2% EOS ≥ 2%
Kadar Eosinofil darah

Pasien dengan EOS ≥ 2% mengalami pengurangan angka kejadian eksaserbasi dengan


n=263
SFC vs TIO
EOS, blood eosinophils; SFC, salmeterol/fluticasone propionate; TIO, tiotropium bromide

Pavord et al, Thorax: 2016;71:118-125


Copyrights apply
Abbreviated PI SERETIDE TM DISKUS TM
Abbreviated PI SERETIDE TM INHALER TM (with counter)

Zat Aktif: Salmeterol Xinafoate (SALM) dan Fluticasone Propionate (FP) Kemasan: Seretide TM Diskus TM: Inhalasi bubuk kering
dibungkus pelapis aluminium ganda. Seretide InhalerTM (with counter): Spray, suspensi non CFC propellent HFA 134A. Sediaan dan
dosis: Seretide TM Diskus TM 100 – 60 Dosis: Salmeterol 50 µg, fluticasone propionate 100 µg. Seretide TM Diskus TM 250 – 60 Dosis:
Salmeterol 50 µg, fluticasone propionate 250 µg. Seretide TM Diskus TM 500 – 60 Dosis: Salmeterol 50 µg, fluticasone propionate 500 µg.
Seretide InhalerTM (with counter) 50 – 120 Dosis: Salmeterol 25 µg, fluticasone propionate 50 µg. Seretide InhalerTM (with counter) 125–
120 Dosis : Salmeterol 25 µg, fluticasone propionate 125 µg. Indikasi: Seretide™ diindikasikan untuk 1. Reversible Obstructive Airways
Disease (ROAD), termasuk asma pada anak-anak dan dewasa dimana penggunaan kombinasi (bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi)
layak diberikan. 2. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)/ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)- bronkitis kronik dan
emfesema. Rekomendasi Dosis : ROA - Seretide™ MDI: Usia ≥ 4 tahun: 2(dua) inhalasi 25 mcg SALM dan 50 mcg FP 2 (dua) kali
sehari. Usia ≥ 12 tahun: 2 (dua) inhalasi 25 mcg SALM dan 50 mcg FP 2 (dua) kali sehari atau 2 (dua) inhalasi 25 mcg SALM dan 125 mcg
FP 2 (dua) kali sehari. Seretide™ Diskus™: Usia ≥ 4 tahun: 1 (satu) inhalasi 50 mcg SALM dan 100mcg FP 2 (dua) kali sehari. Usia ≥ 12
tahun: 1 (satu) kali inhalasi 50mcg SALM dan 100mcg FP 2 (dua) kali sehari atau 1 (satu) kali inhalasi 50mcg SALM dan 250mcg FP 2
(dua) kali sehari atau1 (satu) kali inhalasi 50mcg SALM dan 500mcg FP 2 (dua) kali sehari. Belum ada data yang tersedia untuk
penggunaan seretide™ pada anak-anak dibawah usia 4 tahun. COPD/ PPOK - Seretide™ Diskus™: Untuk pasien dewasa dosis yang
direkomendasikan adalah 1 (satu) inhalasi 50/250 mcg atau 50/500 mcg SALM/FP sebanyak 2 kali sehari. Seretide™ tidak membutuhkan
penyesuaian dosis untuk penggunaan pada orang tua atau pasien dengan gangguan ginjal atau kerusakan hati. Kehamilan dan
Menyusui: Penggunaan Seretide™ selama kehamilan dan proses menyusui hanya boleh diberikan jika pertimbangan manfaat pada ibu
lebih besar daripada resiko pada fetus atau anak. Adverse event (Efek simpang) : Tidak terdapat kejadian efek simpang baru yang
terpantau pada penggunaan kombinasi SALM dan FP. Namun seperti terapi inhalasi lainnya, dapat terjadi bronkospasme paradoksal
(peningkatan gejala wheezing secara tiba-tiba setelah pemakaian obat). Kejadian ini harus segera ditangani dengan bronkodilator inhalasi
yang bekerja cepat dan berdurasi kerja pendek. Suara serak dan candiasis pada mulut dan tenggorokan dapat terjadi pada beberapa
pasien. Efek simpang lainnya seperti, sakit kepala, tremor, palpitasi, iritasi tenggorokan dan kejang otot umum terjadi sementara reaksi
anafilaktik umumnya sangat jarang terjadi. Peringatan dan perhatian: Tidak untuk mengatasi serangan asma akut
Sebaiknya tidak diberikan bersama sama dengan obat yang diketahui menghambat CYP3A4 dan obat golongan B blocker . Interaksi
Obat : Hindari penggunaan secara bersamaan dengan obat-obatan beta-blocker kecuali ada alasan kuat yang mendasari. Studi interaksi
obat pada subjek sehat telah menunjukan bahwa ritonavir (inhibitor kuat sitoktom P450 3AF) dapat meningkatkan kadar plasma FP yang
berakibat menurunnya konsentrasi serum kortisol. Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen zat aktif Seretide™ (SALM/FP).

Based on Seretide Diskus GDS33 IPI18


Based on Seretide Inhaler GDS33 IPI17
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai