Teori Belajar Kognitif Gestalt
Teori Belajar Kognitif Gestalt
A. Pengertian
Istilah ‘Gestalt’ sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari terjemahannya
dalam bahasa-bahasa lain. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahannya, akhirnya
para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan
kedalam bahasa lain. Untuk memudahkan dalam memberikan pengertian tentang gestalt dapat
dijelaskan di dalam pengertian psikologi gestalt, yaitu merupakan salah satu aliran psikologi
yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas.
Teori kognitif dan gestalt lebih menekankan pada proses mental (proses pemikiran) yang
melatar belakangi kegiatan atau aktivitas belajar. Sudut pandang ini didasarkan atas aliran
strukturalisme dan aspek neurologi sebagai latar belakang pembentukan teorinya. Kedua teori ini
menekankan pada proses sensasi dan persepsi1 yang melatar belakangi belajar. Asumsinya,
perubahan dalam proses persepsi merupakan landasan belajar. Proses perseptual dasar bekerja
berdasarkan prinsip-prinsip gestalt yang mencoba untuk menjelaskan bagaimana individu
mengorganisasikan (atau mereorganisasikan) potongan-potongan informasi menjadi suatu
keseluruhan yang lebih punya makna.
Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan
dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880 – 1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah,
dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Sumbangannya
ini diikuti tokoh-tokoh lainnya, seperti Wolfgang Kohler (1887 – 1959) yang meneliti tentang
“insight” pada simpanse yaitu mengenai mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Kurt Koffka
(1886 – 1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, dan Kurt
Lewin (1892 – 1947) yang mengembangkan suatu teori belajar (cognitif field) dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial.
1. Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun
ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
2. Principle of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah
yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
3. Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk
sebelumnya
4. Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola
5. Principle of Closure/ Principle of Good Form: bahwa orang cenderung akan mengisi
kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
6. Principle of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti
ukuran, potongan, warnadan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila
figure dan latar bersifat samar-samar, makaakan terjadi kekaburan penafsiran antara latar
dan figure. Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.
7. Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.
Kelebihan dalam teori belajar ini ialah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam memecahkan masalah juga dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena
peserta didik dikondisikan untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan atau
pengalaman dirinya, menimbulakan ketertarikan tersendiri.
Kekurangan dari teori belajar ini ialah harus banyak fasilitas pendukung, serta
keberhasilan belajar tidak dapat di lihat dari satu peserta didik saja tapi harus dilihat secara
keseluruhan
SUMBER : http://stuwadi.blogspot.com/2013/11/resume-teori-belajar-kognitif-gestalt.html
Teori kognitif vygotsky
Teori Vygotsky merupakan teori yang menekankan interaksi antara “internal” dan
“eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.
Vygotsky setuju dengan Piaget bahwa seorang anak jangan duduk di belakang
bagaimanapun secara pasif menyerap pengetahuan daripada secara aktif mendapatkan
pengetahuan. Bagaimanapun, teori Vygotsky pada dasarnya berbeda dengan Piaget. Dia
menyatakan bahwa pemikiran komplek anak-anak diperoleh melalaui interaksi sosial antara
anak-anak dan orang dewasa disekitarnya. Seorang anak akan berinteraksi dengan teman sebaya
lainnya, orang tua dan guru dan interaksi-interaksi ini akan menghasilkan pembelajaran.
Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan potensial
development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang
dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau
kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat
memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri,
perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan
perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat
memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding merupakan suatu istilah pada
proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal
developmentnya.
Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama
tahap - tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera
setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa
dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
permasalahan, yaitu:
1. siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
2. siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
3. siswa gagal meraih keberhasilan
SUMBER : http://dewiharususkses.blogspot.com/2016/06/teori-belajar-vygotsky.html