Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENGEMBANGAN RESEP

MAKANAN TINGGI PREBIOTIK

Dosen Pembimbing: Zulfiana Dewi, SKM., MP.

Disusun oleh :

Bahjatannor Layyina P07131215088

Dwi Amalia Lestari P07131215094

Muhammad Hafie P07131215106

Rosalina P07131215119

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

DIPLOMA IV

JURUSAN GIZI

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit divertikular belum dikenal di Negara Barat sebelum abad ke-
20. Setelah terjadi perkembangan dan kemajuan industri yang diikuti dengan
perubahan pola makan dan konsumsi jenis makanan dari yang mengandung
banyak serat ke jenis makanan yang kurang mengandung banyak
serat, penyakit divertikular mulai muncul dan makin meningkat prevalensinya
sesuai dengan peningkatan umur penduduk. Divertikulosis merupakan
suatu keadaan pada kolon yang dicirikan dengan adanya herniasi
mukosa melalui tunika muskularis yang membentuk kantong berbentuk
seperti botol. Bila satu kantong atau lebih mengalami peradangan, keadaan
inilah yang disebut sebagai Divertikulitis. Divertikulosis dapat dibawa
dari lahir, tetapi umumnya ditemukan setelah lahir. Insidensi
diverticulosis secara keseluruhan tinggi; penyakit ini menyerang sekitar 10%
penduduk menurut sebagian besar pemeriksaan mayat. Divertikulosis jarang
terjadi pada usia di bawah 35 tahun, tetapi meningkat seiring bertambahnya
usia sehingga pada usia 85 tahun, dua pertiga penduduk mengalami penyakit
ini. Lokasi terjadinya divertikula yang paling sering adalah kolon
sigmoid, yaitu sekitar 90% kasus.
Prebiotik merupakan makanan tidak dapat dicerna, yang memberi
manfaat bagi host dengan secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan atau
aktivitas bakteri tertentu di dalam kolon yang membantu meningkatkan
kesehatan manusia (Gibson dan Roberfroid, 1995). Prebiotik pada umumnya
merupakan karbohidrat yang tidak dapat diserap, tidak dapat dicerna, dan
berbentuk oligosakarida atau serat pangan (Silalahi dan Hutagalung, 2002).
Prebiotik merupakan bahan makanan terfermentasi secara selektif yang
memberikan perubahan spesifik, baik pada komposisi dan/atau aktivitas
mikrobiota gastrointestinal, yang memberi keuntungan terhadap keadaan dan
kesehatan tubuh. Penelitian pada hewan menunjukkan penurunan kolesterol
dan/atau trigliserida sehubungan dengan konsumsi prebiotik. Prebiotik
mengurangi absorpsi kolesterol dengan memacu ekskresinya melalui feses,
dan memproduksi asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids/SCFAs),
terutama asam propionat yang dapat menghambat sintesis asam lemak dan
kolesterol di hati, sehingga menurunkan kadar kolesterol darah. Di samping
itu, bukti percobaan pada manusia, hewan, dan in vitro membuktikan bahwa
prebiotik dapat meningkatkan jumlah mikroflora usus, seperti lactobacilli.
Frukto-oligosakarida (FOS) dan inulin merupakan jenis prebiotik yang
banyak diteliti sehubungan dengan manfaat kesehatan. FOS termasuk
golongan oligosakarida tak tercerna, sehingga digolongkan sebagai serat
pangan. Di Indonesia, sumber FOS yang relatif tinggi dan mudah ditemui
adalah pisang. Secara umum, terkandung 2mg/g FOS pisang matang.
Penambahan 1% FOS pada yogurt dapat meningkatkan jumlah bakteri asam
laktat (Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus, dan
Bifidobacterium sp.). Selain FOS, inulin juga termasuk serat pangan larut air,
yang difermentasi di usus menghasilkan SCFAs. Sebagai fungsi serat, inulin
mengurangi absorpsi lemak dan mengurangi kadar kolesterol darah. Bahan
makanan tinggi inulin yang produksinya melimpah di Indonesia adalah umbi
gembili (Dioscorea esculenta). Dibandingkan dengan semua jenis umbi,
gembili memiliki kadar inulin tertinggi, dengan 14.77% berat keringnya.
Pemberian 18g inulin per hari pada pria dan wanita hiperkolesterolemia,
dapat menurunkan kadar total kolesterol darah secara signifikan, sebanyak
8.7%.20 Penambahan 2% inulin dalam yogurt sinbiotik yang mengandung L.
acidophilus dan L. casei dapat meningkatkan bakteri probiotik dan kualitas
organoleptic.
Tanaman pisang merupakan tanaman asli Asia Tenggara, bahkan dari
beberapa literatur menyebutkan bahwa pisang adalah tanaman asli dari
Indonesia. Kuswanto (2003), menyebutkan bahwa pisang adalah tanaman asli
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berbagai jenis pisang di
hutan asli pulau yang ada di seluruh Indonesia. Sejak dahulu kala pisang
telah popular di semua lapisan masyarakat Indonesia. Selain tumbuh sebagai
tanaman liar, tanaman pisang juga banyak dibudidayakan. Pada hakekatnya,
tanaman pisang diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Jenis pisang tersebut
memiliki nama tersendiri berdasarkan kekhasan masing-masing. Jenis pisang
yang telah familiar seperti pisang ambon, pisang nangka, pisang mas, pisang
klutuk, pisang tanduk, pisang hias, pisang kepok dan lain-lainnya. Berbagai
pisang tumbuh di Indonesia, ada pisang konsumsi yang bisa langsung
dimakan, pisang yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi,
pisang berbiji, pisang serat, ada pula tanaman pisang yang hanya dijadikan
hiasan di pekarangan rumah. Semua tanaman pisang tersebut dapat tumbuh
subur di Indonesia. Terbukti hampir di setiap tempat dapat dengan mudah
ditemukan tanaman pisang, baik yang dipelihara di pekarangan rumah
ataupun tumbuh liar di pinggiran jalan (Santoso, 1995).
Quaker Oat adalah perusahaan yang berdiri di Amerika Serikat,. Pada
tahun 1877, Quaker Oat terdaftar sebagai merek dagang pertama untuk sereal
sarapan. 4 tahun kemudian, Henry Parsons Crowell membeli pabrik Quaker
yang bangkrut sehingga ia juga membeli aset yang paling penting yaitu nama
Quaker itu sendiri, namun dari sini lah Quaker Oat berkembang mulai dari
meluncurkan iklan sereal sarapan di majalah, membuat produk quick oat
hingga mengenalkan oat dengan mengirimkan produk lewat pos ke setiap
pintu demi memperluas konsumsi oat. Sekarang, Quaker Oat menjadi brand
yang sangat besar dan produknya sudah di distribusikan ke seluruh
mancanegara. Namun pada tahun 1963, telah dilakukan riset oleh perusahaan
dan universitas dalam mencari tau manfaat oat hingga dikeluarkan statement
bahwa oat ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol. Maka dari itu di tahun
1980, Quaker Oat mengadakan inisiasi untuk mempromosikan manfaat
produk yang dapat menurunkan kolesterol. Quaker Oat sangat gencar untuk
memberikan edukasi kepada tenaga medis dan masyarakat bahwa Quaker Oat
adalah makanan yang baik untuk menurunkan kolesterol dengan membagikan
panduan diet untuk penderita kolesterol hingga memberitahukan hasil riset
yang terus dilakukan selama hampir 27 tahun bahwa Quaker Oat memang
benar dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana
pengembangan resep untuk makanan atau minuman prebiotik.

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menghasilkan produk baru yang tinggi prebiotik berdasarkan
resep yang telah ada.
1.3.2 Untuk mengetahui daya terima produk baru yang tinggi prebiotik
berdasarkan resep yang telah ada.
BAB II
TINJAUAN PUASTAKA

2.1 Pengembangan Resep


Pengembangan resep adalah kegiatan untuk meningkatkan menu
sehingga lebih berkualitas dalam aspek rasa, aroma, penampilan dan nilai
gizi dengan tetap memperhatikan prinsip dasar dari resep awalnya. Selain
itu, pengembangan resep jugamerupakan cara untuk menambah variasi
menu dan bertujuan untuk meningkatkandaya terima pasien terhadap
menu yang disajikan.
Tujuan dari pengembangan resep adalah untuk menjamin bahwa
makanan yang disajikan selalu konsisten jualitas dan kuantitasnya, sebagai
panduan kerja bagi juru masak agar menghasilkan kualitas masakan yang
sama, dan juga sebagai alat kontrol produksi. Pengembangan resep
diperlukan untuk meningkatkan daya terima pasien terhadap menu yang
disajikan.
Modifikasi resep sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citarasa
makanan. Menu yang telah ada dimodifikasi, sehingga dapat mengurangi
rasa bosan/jenuh pasien terhadap masakan yang sering disajikan. Demikian
pula pengembangan resep untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus
meningkatkan daya terima pasien. Modifikasi resep dapat berupa modifikasi
bahan pendukungnya, modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya. Dengan
demikian, modifikasi resep dimaksudkan untuk : (1) Meningkatkan
keanekaragaman masakan bagi pasien ; (2) Meningkatkan nilai gizi pada
masakan; dan (3) Meningkatkan daya terima pasien terhadap masakan
(Aritonang, 2014).

2.2 Prebiotik
Prebiotik dapat didefinisikan sebagai subtrat yang tidak dapat dicerna
oleh makhluk hidup seperti manusia dan hewan, tetapi dapat difermentasi
selektif oleh beberapa mikroflora kolon, dimana ia menstimulasi
pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang bermanfaat untuk kesehatan
makhluk hidup tersebut. Prebiotik dapat menjadi sumber energi atau nutrien
terbatas lainnya bagi mukosa usus dan substrat untuk fermentasi bakteri
cecal dalam menghasilkan vitamin dan antioksidan yang dapat
menguntungkan tubuh. Prebiotik secara alami terdapat pada tanaman,
misalnya pada umbi dahlia, bawang merah, bawang putih, asparagus,
kedelai, ubi jalar, dan juga pada susu.
Prebiotik merupakan komposisi pangan yang tidak dapat dicerna. Ini
meliputi inulin, fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida, dan
laktosa. FOS secara alami terjadi pada karbohidrat yang tidak dapat dicerna
oleh manusia. FOS ini juga mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacteria.
Secara umum proses pencernaan prebiotik memiliki karakteristik dengan
adanya perubahan dari kepadatan populasi mikrobia (Caglar dkk, 2005).
Suatu substrat dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik bila memenuhi
persyaratan bahwa substrat tersebut tidak terhidrolisis atau terserap pada
saluran pencernaan bagian atas, secara selektif dapat menstimulir
pertumbuhan bakteri yang menguntungkan pada kolon, dan dapat menekan
pertumbuhan bakteri patogen, sehingga secara sistemik dapat meningkatkan
kesehatan.
Ada beberapa senyawa yang termasuk prebiotik, pada golongan
prebiotik non-digestible karbohidrat termasuk laktulosa, inulin, resistant
strarch dan sejumlah oligosakarida yang dapat menjadi sumber karbohidrat
bagi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan (Crittenden,
1999 dalam Wartazoa 2011). Adapula prebiotik yang telah tersedia secara
komersial umumnya yaitu fructo-oligosaccharides (FOS), isomalto-
oligosaccharides, Lactosuccrose, lactulose, Pyro-dextrins, Soy
Oligosaccharides, transgalactooligosaccharides, xylo-oligosaccharides
(Amarowicz, 1999 dalam Azhar, 2009). Tetapi pada tahun 2007 hanya 2
senyawa yang dapat memenuhi kriteria prebiotik yaitu inulin dan tran-
galactosaccharides (TOS) (Roberfroid, 2007). Inulin dan oligosakarida
dapat diisolasi dari sumber alami, seperti umbi-umbian. Umumnya umbi-
umbian mengandung oligosakarida dalam bentuk rafinosa dalam jumlah
tinggi.
Berdasarkan penggunaan prebiotik sebagai pangan, terutama pangan
fungsional terdapat beberapa golongan antara lain :
a. Berdasarkan golongan dari pangan tersebut (produk susu dan turunannya,
minuman, produk sereal, produk kembang gula, minyak, dan lemak)
b. Berdasarkan penyakit yang akan dihindari atau dicegah (diabetes,
osteoporosis, kanker kolon).
c. Berdasarkan efek fisiologis (imunologi, ketercernaan, aktivitas anti-tumor)
d. Berdasarkan kategori komponen bioaktif (mineral, antioksidan, lipid,
probiotik)
e. Berdasarkan sifat organoleptik dan fisikokimia (warna, kelarutan, tekstur)
f. Berdasarkan proses produksi yang digunakan (kromatografi, enkapsulasi,
pembekuan) Juvan, et al. (2005).

2.3 Divertikulitis
Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan
keluar abnormal berbentuk kantong yang terbentuk dari lapisan usus yang
meluas sepanjang defek di lapisan otot,merupakan penonjolan dari mukosa
serta submukosa. Divertikula biasanya merupakan manifestasi motalitas
yang abnormal.Divertikulum dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran
gastrointestinal.
Divertikulum adalah lekukan luar seperti kantong yang terbentuk dari
lapisan usus yang meluas sepanjang defek di lapisan otot. Divertikula dapat
terjadi di mana saja sepanjang saluran gastrointestinal. Divertikulosis
merupakan divertikula multipel yang terjadi tanpa inflamasi atau gejala.
Divertikulitis terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu divertikulim
yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase
dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses (Keperawatan
Medikal-Bedah Volume 2, 2001:hal.1100).
Divertikulitis paling umum terjadi pada kolon sigmoid (95%).Hal ini
telah diperkirakan bahwa kira-kira 20% pasien dengan divertikulosis
mengalami divertikulitis pada titik yang sama. Divertikulitis paling umum
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Insidensnya kira-kira 60% pada
individu dengan usia lebih dari 80 tahun.Predisposisi congenital dicurigai
bila terdapat gangguan pada individu yang berusia di bawah 40 tahun.
Asupan diet rendah serat diperkirakan sebagai penyebab utama penyakit.
Divertikulitis dapat terjadi pada serangan akut atau mungkin menetap
sebagai infeksi yang kontinu dan lama.
Diverticulitis dapat dibawa dari lahir (factor congenital) yang tidak
diketahui penyebabnya (idiopatik) dimana seluruh lapisan usus merupakan
dinding divertikel. Tetapi hal ini jarang terjadi, umumnya ditemukan setelah
lahir dan kebanyakan pada usus besar khususnya pada kolon sigmoid dan
kolon desendens.

2.4 Pisang
Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan
besi. Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang,
khususnya besi, hampir seluruhnya dapat diserap oleh tubuh. Pisang
mengandung tiga jenis gula alami yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa
(Wikipedia, 2009).
Pada umumnya pisang mengandung senyawa fruktooligosakarida
(FOS) sebesar 0,3 % (Kusharjo, 2006), inulin sebesar 3%. FOS ataupun
inulin yang terdapat dalam buah pisang berperan sebagai salah satu
komponen prebiotik. Pengaruh utama konsumsi produk pangan berprebiotik
terjadi pada usus besar. Prebiotik akan difermentasi oleh mikroflora di
dalam usus besar menghasilkan senyawa asam lemak rantai pendek (SCFA)
yang dapat memberikan efek menguntungkan terhadap kesehatan.
Keuntungan tersebut antara lain memperbaiki metabolisme lipid dan
mengurangi kadar kolesterol darah, memperbaiki pencernaan, meningkatkan
ketahanan alami terhadap infeksi di usus oleh kuman patogen serta
memperbaiki keluhan malabsorsi laktosa (Grizard and Barthomeuf, 1999).
Pisang memiliki kandungan vitamin yang tinggi, terutama provitamin
A, yaitu betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan
pada apel hanya 15 mg. Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin,
riboflavin, niasin, dan vitamin B6 (piridoxin) (Suyanti dan Ahmad, 1992).
Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per
100 gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam
metabolisme, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan metabolisme protein,
khususnya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif sebagai
neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Vitamin B6 juga berperan
dalam metabolisme energi yang berasal dari karbohidrat. Peran vitamin B6
ini jelas mendukung ketersediaan energi bagi otak untuk aktivitas sehari-
hari (Suyanti dan Ahmad, 1992).

2.5 Oat
Oat (Avena sativa L.) merupakan spesies sereal yang banyak
dimanfaatkan sebagai makanan manusia dan pakan ternak. Oat merupakan
salah satu tanaman dan komponen utama dalam rotasi tanaman sistem
pertanian Mediterania. Dalam beberapa tahun terakhir, nilai-nilai agronomi
dan nutrisi, serta peningkatan popularitas pertanian organik karena
kemampuannya sebagai tanaman penutup musim dingin, telah
menyebabkan minat baru dalam tanaman ini. Selain itu, permintaan oat
untuk konsumsi manusia telah meningkat, mengingat banyak manfaat bagi
kesehatan manusia. Hal ini dikarenakan oat memiliki senyawa primer
(misalnya, protein, karbohidrat, dan serat) serta senyawa sekunder
(misalnya, frukto-oligosakarida dan antioksidan).
Secara khusus, biji-bijian sejenis gandum memiliki konsentrasi tinggi
frukto-oligosakarida (FOS), karbohidrat nonstruktural larut terbuat dari
rantai pendek molekul fruktosa. FOS juga disebut prebiotik, karena mereka
dapat selektif merangsang pertumbuhan dan/atau aktivitas sejumlah bakteri
yang berpotensi merangsang kesehatan usus, dan mereka memiliki peran
(Iannucci et al., 2011).
Oat adalah gandum yang mengandung prebiotik yang bermanfaat.
Gandum ini mengandung jumlah fiber beta-glucan yang tinggi dan juga
beberapa pati resisten.
Beta-glucan yang terdapat pada oat dapat meningkatkan pertumbuhan
bakteri pada hati, menurunkan kolestero LDL, mengatur gula darah dan
mengurangi risiko terkena kanker.
Oat dapat memperlambat pencernaan dan mengatur nafsu makan. Oat
juga kaya akan antioxidant dan anti-inflammatory karena mengandung asam
phenolic.

2.6 Margarin
Margarin terbuat dari lemak nabati dan digunakan sebagai pengganti
mentega (butter) karena memiliki komposisi hampir sama. Margarin dapat
digunakan dalam jumlah yang sama dengan mentega sepanjang kadar airnya
diperhatikan (Anni Faridah,dkk, 2008).
Fungsi margarine dalam pembuatan kue cubit adalah menambah nilai
gizi, melembutkan tekstur, memperkaya rasa, menjaga kelembaban kue
cubit agar tidak cepat kering dan meningkatkan volume kue cubit.

2.7 Telur
Telur merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan roti,
kue kering maupun cake, muffin dan sebagainya. Dalam pembuatan
pancake telur merupakan salah satu bahan yang penting karena mempunyai
fungsi mengembangkan adonan, memberikan nilai tambah gizi, warna, dan
penambah rasa. Telur dibedakan menjadi berbagai jenis antara lain telur
ayam, telur itik, telur angsa dan jenis telur unggas lainnya.

2.8 Gula
Gula merupakan bahan pemanis dalam pembutan suatu produk
makanan, seperti : kue, cookies, muffin dan lain-lain. Menurut Rusiana
(2010), gula adalah salah satu istilah yang sering diartikan sebagai
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan
biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa.
2.9 Garam
Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium chlorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium
Sulfat, Calsium Chorida, dan lain-lain. Garam yang digunakan dalam
pembuatan churros adalah garam dapur. Fungsi garam dalam pembuatan
churros yaitu :
1) Pembangkit rasa bahan- bahan yang lain
2) Mengkontrol waktu fermentasi dari adonan churros
3) Membantu menghindari pertumbuhan bakteri-bakteri dalam adonan.

2.10 Uji Organoleptik Melalui Uji Hedonik


Penilaian organoleptik adalah suatu disiplin ilmu yang digunakan
untuk mengungkap, mengukur, menganalisa dan menafsir reaksi indera
penglihatan, perasa, pembau dan peraba ketika menangkap karakteristik
produk. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis berdasarkan faktor
kesukaan.
Karakteristik pengujian organoleptik menurut Bambang Kartika,
(1988) adalah penguji cenderung melakukan penilaian berdasarkan
kesukaan, penguji tanpa melakukan latihan, penguji umumnya tidak
melakukan penginderaan berdasarkan kemampuan seperti dalam pengujian
inderawi, pengujian dilakukan di tempat terbuka sehingga diskusi
kemungkinan terjadi.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan
adalah mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan
atau sentuhan. Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan
dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan
adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indera yang menerima
rangsangan. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan
kemampuan alat indra memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima.
Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi (detection),
mengenali (recognition), membedakan (discrimination), membandingkan
(scalling) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik).
Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit
untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih
sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari
yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit).
Pengujian organoleptik atau sensory test didefinisikan sebagai metode
untuk mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan reaksi dari
karakteristik bahan pangan yang diterima melalui penglihatan, bau, rasa,
sentuhan dan pendengaran atau suara. Penilaian atau uji organoleptik
dikenal juga dengan penilaian sensori atau penilaian inderawi dimana secara
tradisional sudah berkembang sejak zaman dahulu, yakni di saat manusia
sudah mulai memperhatikan kualitas lingkungan disekitarnya. Uji sensori
merupakan suatu cara penilaian subjektif tertua yang sangat umum
digunakan untuk memilih hampir semua komoditi terutama hasil pertanian
dalam arti luas, seperti buah – buahan, ikan, rempah – rempah, minyak dan
lain – lain.
Penilaian organoleptik dimanfaatkan oleh industri terutama industri
pangan dan juga penelitian unutuk pengukuran atribut – atribut mutu dengan
menggunakan manusia sebagai alat pengukuran. Berdasarkan kemampuan
penginderaannya (mata, hidung, telinga, lidah dan kulit). Tujuan
organoleptik adalah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan –
pertanyaan menyangkut mutu produk yang berkaitan dengan pembedaan
(untuk membedakan mutu organoleptik baik satu atau beberapa atribut
organoleptik maupun secara keseluruhan), afektifitas (untuk mengukur
preferensi dan penerimaan) dan deskriptif (untuk mendeskripsikan atribut –
atribut organoleptik).
Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan
(discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective
test). Pada praktikum ini dilakukan uji organoleptik melalui uji afektif. Uji
afektif digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap
produk berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh adalah
penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka/tidak suka),
pilihan (pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri atas
Uji Perbandingan Pasangan (Paired Comparation), Uji Hedonik dan Uji
Ranking. Dan uji afektif yang digunakan adalah uji hedonik.
Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan
untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini
disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak
suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat
direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki.
Dalam analisis datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala
angka dengan angka manaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9
tingkat kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik.

2.11 Uji Fisik


Uji Fisik adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif
berdasarkan hal-hal fisik yang nampak dari suatu produk. Prinsip uji fisik
yaitu Pengujian dilakukan dengan cara kasat mata, penciuman, perabaan dan
pengecapan dan alat-alat tertentu yang sudah di akui secara
akademis. (Kartika, 1998).
Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh,
memijit, menggigit, mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita
sampaikan apa yang kita rasakan. Ini yang disebut dengan analisa sensori.
Karena reaksi kita sebagai manusia yang menguji berbeda-beda, maka
diperlukan analisa statistik untuk menyimpulkan skala perbedaan ataupun
tingkat kesukaan penguji terhadap produk tersebut. Cara uji kedua dengan
pendekatan fisik, menggunakan instrument atau peralatan tertentu, (Kartika,
1998).
Uji morfologi adalah uji yang dilakukan terhadap produk pangan
seperti bentuk, ukuran dan warna atau faktor-faktor luaran dari produk
pangan. (Prabaningtyas 2003).
2.12 Uji Kimia dengan Metode Seliwanoff
Uji seliwanoff atau tes seliwanoff digunakan untuk membedakan gula
(karbohidrat) yang diuji masuk kategori ketosa atau aldosa. Gula aldosa
memiliki gugus aldehida, sedangkan ketosa memiliki gugus keton. Dasar
dari uji ini adalah bahwa ketosa lebih cepat terdehidrasi dibandingkan
aldosa saat dipanaskan. HCl dalam reagen seliwanof akan mendehidrasi
gula menjadi furfural yang akan bereaksi dengan resorsinol membentuk
senyawa berwarna merah ceri.
Dengan uji ini, gula ketosa seperti fruktosa akan menghasilkan warna
merah ceri, sedangkan gula aldosa seperti glukosa akan memberikan hasil
negatif dengan tidak muncul warna merah pada larutan. Namun apabila
pemanasan tidak sesuai dengan prosedur (lebih dari 5 menit), gula aldosa
kadang akan menghasilkan warna merah muda. Sedangkan sukrosa
(gabungan antara fruktosa dan glukosa) akan menghasilkan warna merah
ceri karena adanya fruktosa di dalamnya.

2.13 Uji Biologis


Pengujian dilakukan dengan pemberian perlakuan uji coba pada
makhluk hidup, biasanya pada hewan seperti tikus atau mencit.

2.14 Uji Mikrobiologi


Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC)
adalah menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media
agar, sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop.
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus
dikuasai. Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah
kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan
diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan
perhitungan yang tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan
koloni (Fardiaz, 1993). Setelah dilakukan pengenceran, kemudian dilakukan
penanaman pada media lempeng agar. Setelah diinkubasi, jumlah koloni
masing-masing cawan diamati dan dihitung. Koloni merupakan sekumpulan
mikroorganisme yang memiliki kesamaan sifat seperti bentuk, susunan,
permukaan, dan sebagainya. Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap
cawan petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Perhitungan Total
Plate Count dnyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan
dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari metode TPC adalah dapat
mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat
diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Pengembangan resep dilakukan pada hari Senin tanggal 26 Maret
2018 di Laboratorium ITP Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan Gizi.
Pengembangan resep ini dimulai dari persiapan bahan makanaan,
pengolahan bahan makanan hingga penyajian makanan dan penilaian
subjektif panelis terhadap makanan.

3.2 Kasus
An.V, laki-laki, usia 2 tahun 9 bln, BB 12 kg, TB 88 cm, MRS di
ruang melati kelas III. An.V masuk RS sudah 12 hari, saat ini berat badan
turun, nafsu makan berkurang dan mual. Tidak ada riwayat penyakit
terdahulu.
Kebiasaan makan pasien sebelum MRS, ia makan utama sebanyak 2-3
kali sehari. Pasien tidak memiliki alergi dan pantangan makanan tertentu.
Konsumsi makan pasien ketika di RS : nafsu makan kurang baik,
jarang menghabiskan makanan yang diberikan oleh RS, hasil recall
konsumsi makan 24 jam pasien adalah : energi 809,37 kalori, protein 30,9 g,
lemak 34,31 g, dan KH 144 g, dan saat ini pasien diberikan diet TETP.
HbHb = 9,6 mg/dl
(N = 9,5—14,1 g/dl)
Trombosit = 436 103/µL (↑)
(N = 142—424 103/µL)
Hematokrit = 30,9%
(N = 38—42%)
Rencanakan diagnosis gizi dan terapi gizi pada kasus tersebut
berdasarkan NCP !
I. Identitas Pasien/Klien
Nama : An. V
Umur : 2 tahun 9 bln
Tinggi Badan : 88 cm
Berat Badan : 12 kg
Jenis Kelamin : perempuan
Keluhan : nafsu makan berkurang dan.
Kebiasaan/perilaku : Makan utama sebanyak 2-3 kali sehari, tanpa
sarapan pagi.
Medis : Divertikulitis

II. Skrinning Gizi


SKOR A B C
No
RIWAYAT MEDIS
Perubahan berat badan √
1.
- Berat badan bulan lalu : A. Naik B. Tetap C. Turun
Perubahan Asupan Makanan √
2. A. Tetap B. Turun saat masuk rs C. Turun sebelum
masuk rs
Gejala Gastrointestinal √
- Anoreksia (..) Ya (√) Tidak
- Mual (√) Ya (..) Tidak
- Muntah (..) Ya (√) Tidak
3.
- Diare (..) Ya (√) Tidak
- Konstipasi (..) Ya (√) Tidak
A. Bila ada 1 gejala/tidak ada gejala B.Bila ada 2-3
gejala C.Bila ada >3 gejala
Perubahan aktifitas √
4.
A. Normal B. Ringan C. Bedrest
Dierikan diet khusus : A. Tidak B. Ya C. Ya dengan √
5.
modifikasi
6. Pemeriksaan fisik & klinis √
- Ikterus : a. Ada b. Tidak ada
- Edema/Acites : a. Ada b. Tidak ada
- Suhu : a. Ada b. Normal
- Tensi : a. Ada b. Normal
A. Bila ada 1 gejala/tidak ada gejala B. Bila ada 2-3
gejala C. Bila ada >3 gejala
7. Status gizi : A. Baik B. Kurang/lebih C. Buruk/obesitas √
Kesimpulan : Beresiko masalah gizi sedang 3 3 1
Ringan : bila pilihan A≧ 4
Sedang : bila pilihan B ≧ 4 atau +C≧4
Berat : bila pilihan C≧4

III. Nutrition Assessment

Antropometri · AD. 1.1 Komposisi/Pertumbuhan Tubuh

AS. 1.1.2 Berat Badan : 12 kg

Status gizi berdasarkan BB/U

IMT−nilai median
Z skor = nilai simp baku rujukan

12−13,3
Z skor = 13,3−11,7 = -0,81 SD (normal)

Biokimia · BD. 1.10 Profil Anemia Gizi

1. Hb = 9,6 mg/dl
(N = 9,5—14,1 g/dl)
2. Trombosit = 436 103/µL (↑)
(N = 142—424 103/µL)
3. Hematokrit = 30,9%
(N = 38—42%)
PD. 1.1 Nutrition-Focused Physical Findings
Fisik&Klinis PD. 1.1.1 Penampilan Keseluruhan
Keadaan lemah, mual, pusing, perut kembung, gatal pada luka post
operasi
PD. 1.1.9 Tanda-tanda Vital
3.3 Nadi : 100x/menit
3.4 RR : 22x/menit
3.5 Suhu : 36,5°C

Dietary
History
Client Riwayat penyakit :
History a. Riwayat Penyakit Dahulu :
b. Riwayat Penyakit Keluarga :-
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Divertikulitis
d. Kebiasaan hidup : Pasien makan utama sebanyak 2-3 kali
sehari, tanpa sarapan pagi

IV. Nutrition Diagnosis


NI. 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi protein (albumin) terkait kerusakan
jaringan tubuh ditandai dengan Albumin rendah yaitu 3,13 g/dl

NC. 2.2 Perubahan Nilai Laboraturium terkait Zat Gizi berkaitn dengan
Albumin rendah ditandai dengan nilai Albumin 3,13 g/dl

NC. 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi protein (albumin) terkait kerusakan
jaringan tubuh ditndai dengan luka post operasi
V. Nutrition Intervention
Intervensi Gizi
Tujuan
a. Memberikan makanan tinggi energi yaitu 1146,6 kkal sesuai dengan
kebutuhan, sehingga mencukupi kebutuhan zat gizi dalam sehari
b. Memberikan makanan tinggi protein untuk membantu pemulihan pasien
post operasi dalam menormalkan kadar trombosit dan albumin
c. Memberikan edukasi gizi tentang gizi seimbang dan bahan makanan
tinggi serat yang dianjurkan untuk penderita Divertikulitis

Prinsip
a. Energi tinggi
b. Protein tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Kalsium rendah
f. Serat tinggi

Syarat
a. Energi tinggi yaitu 1146,6 kkal untuk memenuhi kebutuhan energi
b. Protein tinggi yaitu 2,5 g/kg BB untuk membantu pemulihan pasien post
operasi dalam memperbaiki kerusakan jaringan
c. Lemak cukup yaitu 25 untuk cadangan energi
d. Karbohidrat cukup yaitu 64,5% dari kebutuhan energi total untuk
cadangan energi dan pemberi rasa kenyang
e. Vitamin dan mineral cukup
f. Cairan tinggiyaitu 2—2,5 liter/hari
g. Kalsiumm rendah yaitu <650 mg/hari
h. Serat tinggi yaitu 30—50 g/hari terutama serat tidak larut air untuk
melancarkan defekekasi
Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi

Kecukupan energi = 100 kal/kg BB

= 100 kal x 12

= 1200 kkal

Kebutuhan energi :

BMR = 50% x E = 600 kal

SDA = 5% x BMR = 30 kal +

= 630 kal

Pertumbuhan = 12% x 630 = 75,6 kal +

= 705,6 kal

Aktivitas Fisik = 25% x 705,6 = 176,4 kal +

= 882 kal

Kalori Penyembuhan = 30% x 882 = 264,6 kal +

Total = 1146,6 kkal

Protein = 2,5 gr/kg BB

= 2,5 x 12 gram

= 30 gram (10,5%)
3.3 Identifikasi Resep Lama dan Resep Baru
Resep Lama
Kue Cubit

Bahan :
 2 btr telur
 100 gr gula pasir
 150 gr tepung terigu
 1/2 sdt baking powder
 1/2 sdt baking soda
 1/2 sdt ekstrak vanilla
 75 ml air
 25 gr mentega meleleh

Topping :
 Coklat keping
 Coklat batangan, potong
 Biskuit hitam, hancurkan

Cara membuat :
1. Kocok telur dan gula selama 5 menit

2. Masukan bahan lain, aduk hingga rata

3. Panaskan panci cetakan kue cubit, masak dengan api kecil dan
tutup agar matang semua (kematangan bisa sesuai dengan
selera)

4. Sajikan kue cubit dengan kondisi hangat


Diagram alir :

Kocok telur dan gula selama 5 menit



Masukkan bahan lain aduk hingga rata

Panaskan panci cetakan kue cubit yang sudah diolesi margarin dengan api
kecil

Tuang adonan ke dalam cetakan, tutup

Sajikan
Resep Baru

Kue Cubit Oatmeal Pisang

Bahan :
 2 btr telur
 100 gr gula pasir
 160 gr oatmeal, blender halus
 1/2 sdt baking powder
 1/2 sdt baking soda
 1/2 sdt ekstrak vanilla
 75 ml air
 25 gr mentega meleleh

 Pewarna makanan

Topping :
 Pisang

Cara membuat :
1. Kocok telur dan gula selama 5 menit

2. Masukan bahan lain, aduk hingga rata

3. Panaskan panci cetakan kue cubit, masak dengan api kecil dan
tutup agar matang semua (kematangan bisa sesuai dengan
selera)

4. Sajikan kue cubit dengan kondisi hangat


Diagram alir :

Kocok telur dan gula selama 5 menit



Masukkan bahan lain aduk hingga rata

Panaskan panci cetakan kue cubit yang sudah diolesi margarin dengan api
kecil

Tuang adonan ke dalam cetakan, tutup

Sajikan
3.4 Analisis Nilai Gizi
3.4.1 Analisis Nilai Gizi Resep Lama
Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak KH
Telur ayam 120 194,4 15,4 13,8 0,8
Gula pasir 100 364,0 0,0 0,0 94,0
Tepung terigu 150 547,5 13,4 2,0 116,0
Mentega 25 181,3 0,1 20,4 0,4
Coklat manis, batang 30 141,6 0,6 8,9 18,8
Jumlah/7 porsi 1428,8 29,5 45,1 230,0
Jumlah/per porsi 204,11 4,22 6,44 32,85

3.4.2 Analisis Nilai Gizi Resep Baru


Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak KH
Telur ayam 120 194,4 15,4 13,8 0,8
Gula pasir 100 364,0 0,0 0,0 94,0
Havermout 160 624,0 22,7 11,8 109,1
Mentega 25 181,3 0,1 20,4 0,4
Pisang ambon 75 74,3 0,9 0,2 19,4
Jumlah/7 porsi 1437,9 39,1 46,2 223,6
Jumlah/per porsi 205,41 5,59 6,59 31,95
3.5 Analisis Biaya
3.5.1 Analisis Biaya Resep Lama
Resep Lama
Nama Bahan Berat (gr) Harga/satuan (Rp) Harga Total (Rp)
Telur ayam 120 2500/bj 5000
Gula pasir 100 16000/kg 1600
Tepung terigu 150 13000/kg 1950
Mentega 25 600/225 gr 650
Coklat manis, batang 30 10000/500 gr 600
Harga 7 Porsi 9800
Harga Per Porsi 1400

3.5.2 Analisis Biaya Resep Baru


Resep Baru
Nama Bahan Berat (gr) Harga/satuan (Rp) Harga Total (Rp)
Telur ayam 120 2500/bj 5000
Gula pasir 100 16000/kg 1600
Havermout 160 10000/200 gr 8000
Mentega 25 600/225 gr 650
Pisang Ambon 75 1000/75 gr 1000
Harga 7 Porsi 16250
Harga Per Porsi 2321
3.6 Uji Organoleptik melalui Uji Hedonik
Panelis : 10 orang
Bahan : Kue Cubit Oatmeal Pisang
Alat :
 Piring 2 buah
 Kuesioner 10 lembar (Lampiran 1)
 Pulpen 10 buah
Cara Kerja :
1. Semua panelis dikumpulkan disuatu tempat yang telah ditentukan dan
diberi penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuesioner.
2. Sampel disiapkan di dalam pring yang sudah disediakan.
3. Panelis diminta mengemukakan pendapatnya secara spontan pada data
kuesioner
4. Setelah panelis selesai mencicipi satu sampel, panelis diharapkan minum
air putih yang telah disediakan disetiap meja untuk menetralkan rasa.
5. Data dianalisis secara deskriptif kemudian membuat kesimpulan dari uji
daya terima yang telah dilakukan.

Diagram Alir :
Semua panelis dikumpulkan disuatu tempat

Penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuesioner

Sampel disiapkan di dalam pring yang sudah disediakan

Panelis mengisi kuesioner

Setelah mencicipi satu sampel, panelis diharapakan minum air putih

Data dianalisis
3.7 Uji Fisik
a. Bahan : Kue Cubit Oatmeal Pisang
b. Alat :
 Neraca analitik 1 buah
c. Cara Kerja :
1. Mengamati bentuk Kue Cubit Oatmeal Pisang
2. Menimbang berat Kue Cubit Oatmeal Pisang

3.8 Uji Kimia


Alat :
 Tabung reaksi
 Pipet tetes
 Pipet volume
Bahan :
 1 gr kue cubit oatmeal pisang yang dilarutkan dalam 1 ml
 Reagen seliwanoff (Larutkan 34 ml HCl ke dalam 68 ml akuades,
tambahkan dengan 0,15 g resorsinol)
Cara Kerja :
1. Masukkan 5 ml reagen seliwanoff ke dalam tabung reaksi.
2. TambahkanTambahkan dengan 1 ml bahan yang akan diuji.
3. PanaskanPanaskan dalam air mendidih (penangas air) selama 5
menit.
4. AmatiAmati perubahan warna yang muncul.

3.9 Uji Biologis


a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah Squid Tofu
b. Hewan Uji
Penelitian menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
galur wistar, dengan usia kurang lebih 2-3 bulan dengan berat badan
kira-kira 150-200 gram.
c. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 25 tikus yang dibagi
dalam 5 kelompok.

3.10 Uji Mikrobiologi


a. Alat
Cawan petri Pipet volumetrik
Coloni counter Tabung reaksi
Inkubator Batang L
Lampu bunsen Vortex
b. Bahan
Alkohol 70%
Aquadest
Media PCA
1 gr Squid Tofu

c. Cara Kerja
Sebelum melakukan langkah – langkah di bawah ini, siapkan sampel
padat dengan melarutkannya di dalam aquadest steril dengan
perbandingan 1 : 10
1. Hitungan Cawan
Metode : Cawan Sebar
 Siapkan empat buah cawan petri steril berisi agar beku
 Siapkan sampel yang sudah dalam bentuk larutan
 Ambil 1 ml larutan sampel dan pindahkan ke tabung pengenceran
pertama, homogenkan
 Ambil 1 ml larutan dari tabung pengenceran pertama, lalu
pindahkan ke tabung pengenceran ketiga, homogenkan
 Lanjutkan proses pengenceran sampai mencapai faktor
pengenceran yang diinginkan(104)
 Teteskan 1 ml larutan hasil pengenceran dari tiga tabung terakhir
ke dalam cawan petri yang sudah diisi media agar PCA. Ratakan
dengan batang L
2. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah biakan dalam cawan petri
diinkubasikan dalam keadaan cawan petri yang terbalik selama 24
jam, 370C. Langkah- langkah pengamatan adalah sbb.
 Keluarkan biakan dalam cawan dari incubator
 Amati pertumbuhan biakan secara mikroskopis, lalu ambil hasil
gambar
 Letakkan biakan cawan di dalam colony counter, lalu tutup dengan
kaca penutupnya
 Nyalakan colony counter
 Perkirakan jumlah koloni yang ada, bila sekiranya lebih dari 300
koloni, jumlah koloni dinyatakan TBUD (Terlalu Banyak Untuk
Dihitung) dan tidak dipakai dalam perhitungan.
 Hitung koloni yang tumbuh mulai dari baris kiri paling atas ke
kanan, begitu selanjutnya sampai baris berikutnya hingga ke baris
paling bawah
Untuk menghitung koloni bakteri digunakan rumus sebagai berikut
:

3. Pengolahan data
Pengolahan data dengan cara melakukan perhitungan koloni bakteri
pada cawan.
DAFTAR PUSTAKA

Amarowicz, R., Pegg, R.B., -Moghaddam, P., Barl, B. andRahimi Weil, J.A.,
2004, Free-radical Scavenging Capacity and Antioxidant Activity of
Selected Plant
Aritonang, Irianton., 2009. Manajemen Penyelenggaraan Makanan&Asuhan Gizi.
Yogyakarta : CEBios.
Caglar, E., Kargul. B & Tanboga. I. (2005). Bacteriotherapy and Probiotics Role
on Oral Health. Review Article Blackwell Munksgaard, 11. Pp. 131-136.
Fardiaz,1993. Analisis Mikrobiologi Pangan.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.
Faridah, Anni. 2008. Patiseri Jilid 3 Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Gibson, G. R. and Roberfroid, M. B. 1995. Dietary Modulation of Human.
Colonik Microbiota: Introducing The Concept of Prebiotic.
Grizard D, Barthomeuf C, 1999 : Non-digestible oligosaccharides used as
prebiotic agents : mode of production and benefecial effects on animal and
human health.
Kartika B., P. Hastuti dan W. Supartomo. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Santoso, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif, jakarta: Prestasi
Pustaka.
Lampiran 1

Nama :

Produk : Kue Cubit Oatmeal Pisang

Tanggal : 16 April 2018

Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berilah tanda (√ ) pada kolom di bawah
ini sesuai dengan pilihan anda.
Tingkat Kesukaan Warna Aroma Tekstur Rasa
Sangat suka
Suka
Agak suka
Agak tidak suka
Tidak suka

Komentar

...................................................................................................................................

..................................................................................................................................

...................................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai