Ilmu Perencanaan
1
Sejarah Filsafat Ilmu Perencanaan
A. PENGANTAR
Kegiatan sejarah perencanaan kota berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam
sejarah perencanaan wilayah, pada awalnya kota dilihat secara fisik dan pada saat itu tipe
perencanaan induk (master planning) banyak dipakai. Tipe perencanaan ini berasal dari
bidang arsitektur; jadi memang lebih bersifat perencanaan fisik bangunan. Pada saat
kehidupan mulai lebih kompleks, kota tidak hanya dilihat secara fisik tapi juga dari aspek-
aspek lain, dan hal ini mendorong timbulnya tipe perencanaan komprehensif (menyeluruh).
Pada tahap awal kemunculan perencanaan kota, urgensi dari perencanaan ini adalah
menciptakan suatu keteraturan bangunan secara fisik tanpa kompleksitas yang tinggi karena
jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dan kompleksitas masalah yang tidak terlalu
tinggi. Pada akhir tahap awal ini, bangunan fisik kota yang teratur merupakan simbol bagi
kekuatan pemerintahan yang sedang berlangsung. Persaingan antar kota kerajaan untuk
membuktikan simbol tersebut menjadi urgensi perencanaan kota pada tahap ke dua.
Pembangunan kota lebih diarahkan pada pembangunan fisik kota yang mendukung kegiatan
perang seperti konstruksi dinding pertahanan kota dan jalan dengan pola radial-concentric.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka kompleksitas perkotaan semakin
meningkat. Selain itu, penemuan teknologi baru membawa dampak yang sangat signifikan
terhadap perencanaan kota. Dalam hal ini, timbul masalah baru yang harus mendapat
penyelesaian. Oleh karenanya, urgensi perencanaan kota pada tahap ke tiga ini adalah
merespons permasalahan kota yang timbul akibat perkembangan teknologi. Kondisi ini tidak
berubah pada tahap ke empat. Hanya saja, dengan kompleksitas masalah yang lebih tinggi
dan populasi yang lebih besar. Adapun catatan penting yang diperoleh pada tahapan ini
adalah beberapa masalah yang sebelumnya merupakan domain ilmu perencanaan mulai
diambil alih oleh disiplin ilmu lain. Hal ini berkaitan erat dengan perkembangan teknologi
yang semakin futuristic dan massive. Contohnya adalah inovasi di bidang arsitetur.
Beberapa konsep dan design utopis kota masa depan menunjukkan bahwa suatu kota
di masa depan dimungkinkan untuk berada pada suatu bangunan saja, dimana penduduknya
bisa bertahan hidup di dalam bangunan tersebut mulai dari lahir sampai meninggal. Ketika
rancangan ini mulai diterapkan di banyak kota yang berkepadatan tinggi maka masalah
perencanaan kota dapat terselesaikan. Hal ini berarti disiplin ilmu arsitektur mulai meng-
conquer ilmu perencanaan kota.
2
Ketika muncul masalah maka planning bereaksi dengan memberikan usulan rencana
pembangunan baik secara fisik. Hal ini berarti bahwa ketika tidak ada masalah maka tidak
dibutuhkan perencanaan. Dalam perkembangannya, perencanaan kota mulai berkembang
tidak hanya terbatas pada domain perencanaan fisik, tetapi meliputi perencanaan secara fisik,
sosial, dan ekonomi yang lebih dikenal dengan konsep comprehensive planning. Pada
perkembangan lebih lanjut, masalah yang pada awalnya dapat diselesaikan melalui
perencanaan, mampu diselesaikan oleh kemajuan teknologi. Hal ini berarti bahwa
perencanaan tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ilmu
perencanaan akan tetap ada selama ada masalah perkotaan dan kecenderungan arah gerak
perencanaan kota mulai berpindah dari perencanaan secara fisik ke perencanaan non-fisik.
B.1. Periode Pra Yunani/Zaman Perunggu (4.000 SM s/d tahun 400 SM)
Sejarah perencanaan kota berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu.
Perencanaan kota pada zaman sebelum Masehi berkaitan dengan sejarah kemunculan
kota-kota kuno. Kota diartikan sebagai konsentrasi penduduk pada suatu wilayah yang
lebih tinggi dari pada wilayah disekitarnya. Kota dalam artian ini sudah ada jauh
sebelum ada perencanaan. Jumlah penduduk yang relatif belum banyak membuat
kompleksitas dalam sejarah awal perencanaan kota tidak begitu besar.
Para ahli arkeologi kota-kota kuno di dunia mengungkap bahwa terdapat
beberapa bukti yang menunjukkan terdapat perencanaan yang disengaja yang dilihat
dari penataan perumahan secara teratur, pola-pola persegi, dan peletakan bangunan
religius dan sosial di sepanjang jalan utama kota. Kota-kota kuno di Sumeria tercatat
sebagai planned cities (kota yang terencana) yang pertama pada tahun 4.000 SM. Kota
Mesopotamia kuno ini secara geografis tidak memiliki perlindungan alam suatu kota.
3
Hal ini menyebabkan kota tersebut seringkali dikuasai bangsa asing silih berganti.
Meskipun dalam perancangan kotanya sudah menerapkan sistem kota benteng dengan
membangun benteng di garis luar kota Mesopotamia dengan dilengkapi parit-parit.
Pada umumnya kota ini berpenduduk 3.000 sampai dengan 5.000 jiwa dengan pusat
kota berupa bangunan setinggi ± 30 meter yang dikenal dengan nama ziggurats.
Bangunan ini berfungsi sebagai kuil penyembahan dewa dan observatories dengan
dikelilingi oleh dinding kokoh bersama istana dan bangunan-bangunan lainnya.
Salah satu kota yang terkenal adalah Babylonia yang mencapai masa kejayaan
saat Nebuchadnezzar membangun ulang kota ini dengan simbol yang terkenal hingga
kini, Hanging Gardens Palace (kota taman gantung).
4
Taman Gantung Babilonia
Secara umum, ciri utama kota dari periode ini seperti Babilon di Irak dan Ur di
Turki adalah :
1. Merupakan kota-kota kerajaan
2. Motivasi masyarakat tinggal di kota tersebut adalah untuk jaminan keamanan dan
peribadatan.
3. Deskripsi pengaruh iklim dalam penciptaan halaman rumah dan sistem rute kota
4. Dihuni kurang lebih antara 3.000 – 5.000 orang penduduk
5. Berbentuk kota benteng (dikelilingi benteng-benteng) sebagai benteng pertahanan,
6. Berperan sebagai pusat perdagangan bagi hasil-hasil pertanian daerah sekitarnya, dan
tempat pengolahan barang-barang (manufaktur), serta kesenian
7. Selalu berada di tepi sungai-sungai besar seperti Mesopotamia yang berada di antara
sungai Eufrat dan Tigris. Hal ini menjadi faktor utama pemilihan lokasi kota dan
bermanfaat sekaligus bagi pertanian, pertahanan, dan transportasi)
5
c. Perumahan besar dengan halaman berderet di sepanjang jalan besar
d. Penduduk bergerak di bidang pertanian dan konstruksi bangunan
Adapun kota di India kuno telah membawa pengaruh yang besar terutama ke
Asia Timur sejak kelahiran dan penyebaran agama Budha. Sejumlah elemen arsitektur
India seperti stupa, sikhara, pagoda (meru), torana (gerbang) telah menjadi simbol
terkenal arsitektur Hindu dan Budha yang berkembang dan digunakan di Asia Timur
dan Asia Tenggara. Kota Harappa dengan bangunan Citadel dikelilingi oleh dinding
batu bata atau gundukan tanah. Didirikan dengan batu bata dengan ketinggian 40 kaki.
Didalam dinding diatas bidang permukaan tanah liat berdiri bangunan citadel.
6
mengembangkan masyarakat yang kompleks, mencapai evolusi teknologi tingkat
tinggi, membangun arsitektur monumental, dan menyumbangkan banyak kondisi dan
konsep budaya.
Bangsa Aztec adalah bangsa yang gemar berperang, bagi mereka perang
merupakan bagian dari budaya sendiri dan bagian dari sistem kepercayaan. Mereka
mempercayai bahwa matahari adalah sumber kehidupan dan harus terus dipelihara, agar
terus beredar pada orbitnya dan berputar terbit dan tenggelam, mereka harus
mengorbankan darah sebagai pelumas yang upacaranya dilaksanakan di atas altar,
puncak piramid.
Tata ruang kota peradaban Aztec berupa permukiman berpola grid-iron dengan
jalur utama (aksis) kota. Bangunan utama berdiri sepanjang jalur jalan utama kota.
Dibelakang bangunan utama kota bertebaran perumahan penduduk. Bentuk bangunan
sebagian besar berpola geometris-piramid persegi empat.
7
perkembangan kota pun meningkat dengan kemunculan Hippodamus pada tahun ± 480
SM sebagai the first city planner (perencana kota yang pertama ) dan peletak dasar
teoritis perencanaan fisik kota. Ia mengembangkan filosofi dasar dalam perencanaan
kota secara fisik dimana suatu kota harus tertata secara rectangular street system (grid
iron pattern) yang membuat kota terbentuk secara geometris. Selain itu ia juga
mengembangkan konsep pusat perdagangan kota di tengah rectangular area tersebut.
Konsep ini pun dilanjutkan oleh Bangsa Roma dengan membangun bangunan-
bangunan religious dan sosial di sepanjang jalan utama kota.
Pada Era Yunani, tempat tinggi/bukit sangat disakralkan. Tempat tinggi tersebut
berupa benteng puncak bukit yang digunakan sebagai tempat peribadatan kepada para
dewa. Akropolis merupakan suatu contoh tempat peribadatan orang Yunani pada Dewa
yang dipercaya disana terletak harta karun para dewa dan artefak-artefaknya, terletak di
puncak bukit dan kota Athena berkembang di bawah bukit tersebut.
Acropolis Yunani
Akropolis merupakan salah satu contoh karya Yunani kuno dengan “limited
entities” karena bisa dilihat tata bangunan Acropolis yang berujung pada Partenon tidak
memiliki kesatuan/unity. Hal ini dikarenakan dalam perancangan Acropolis, arsitek
langsung merancang on site. Perancangan langsung diatas tapak yang berbukit sehingga
faktor kontur sangat berpengaruh. Namun, perancangan Acropolis bukan tanpa konseo.
Arsitek menggunakan konsep Serial of Vista dalam merancang Acropolis. Konsep
disini memainkan emosi pengunjung disana. Bangunan partenon sebagai tujuan akhir
dipermainkan visualnya dengan tatanan bangunan di sekitarnya seiring berjalannya
pengunjung menuju Partenon. Berikut siteplan dari Acropolis:
8
Siteplan Akropolis Yunani
Secara umum, ciri utama kota dari periode ini terutama yang berada di negeri
peradaban Yunani seperti Athena di Yunani, Miletus dan Priene di Mesir, dan Thurij di
Italia adalah :
• Merupakan kota dengan munculnya wacana demokrasi (kekuasaan tidak di tangan
raja)
• Memiliki tempat-tempat persidangan demokrasi (pnyx/lapangan terbuka) yang
mengganti istana raja sebagai pusat kota
• Kegiatan yang bersifat publik (pertemuan) lebih banyak di rumah, daripada di
ruang yang semestinya menjadi ruang publik seperti jalan.
• Arsitek di zaman Yunani Kuno dalam merancang kota memiliki pandangan yang
dominan tentang keterbatasan sehingga menyikapi keterbatasan tersebut, segala
ide harus terukur sehingga komprehensif dan bisa dikerjakan maka perancangan
menggunakan skala manusia.
• Pandangan keterbatasan juga membuat rumah-rumah hanya bangunan-bangunan
kecil di kota yang bercampur-campur.
• Jaringan jalan bukan merupakan pola pembentuk kota, melainkan lahan-lahan sisa
yang digunakan untuk sirkulasi saja, namun memiliki pola sejajar/grid.
• Terjadi sub urbanisasi karena ditinggal warganya untuk tinggal di daerah
pinggiran
• Jumlah penduduknya diperkirakan antara 40.000-100.000 jiwa
• Motivasi hidup pada era Yunani adalah untuk berlindung/mencari keamanan.
9
Secara umum, filosofi perencanaan pada masa ini adalah :
Memiliki peradaban dan teknologi yang sudah lebih maju dan meningkat, namun
masih sederhana
Kompleksitas masalah dalam perencanaan masih sederhana dan ditentukan oleh
sistem penguasa
Pendekatan perencanaan sudah dapat mengubah alam secara terbatas sesuai
kebutuhan dan dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan fisik estetis
10
Peta Kota Pompeii, Romawi
11
Kemampuan dalam teknologi bangunan lebih maju dari pada bangsa Yunani,
seperti dalam pembuatan saluran air
Konsep penataan bangunan dan landscape perkotaan dirancang secara integratif.
Perancangan bangunan selalu berorientasi kedalan skala yang lebih luas atau
dalam skala kota demikian juga sebaliknya.
Pada era Romawi, penduduk memiliki motivasi hidup selain keamanan juga
karena adanya kekuatan politik dan organisasi.
Dalam perancangan kota, juga menggunakan modul yang abstrak, berupa deretan
rumah-rumah.
Dalam suatu kota, benteng merupakan bangunan yang utama untuk dibangun
terlebih dahulu, kemudian baru diikuti rumah-rumah penduduk di dalam benteng
tersebut.
12
Pertengahan menggunakan pola grid iron pada lahan kosong contohnya kota
Monpazier. Market square dan gereja merupakan ciri khas Kota Abad Pertengahan.
Perencanaan kota Abad Pertengahan dipengaruhi oleh kondisi social, ekonomi
dan politik. Bangunan-bangunan Kota Abad Pertengahan dibangun dengan skala
manusia, sehingga lebih manusiawi. Terjadi kebangkitan ekonomi di masa Abad
Pertengahan, ditandai dengan banyaknya kegiatan perdagangan. Akibatnya adalah,
square mengalami perubahan fungsi dari simbol kekuasaan pada masa Yunani dan
Romawi menjadi pusat kegiatan ekonomi di Kota Abad Pertengahan.
Secara umum, dari kota di abad pertengahan antara lain:
Motivasi hidup juga untuk keamanan dan mengembangkan persaudaraan
(Sosialitas)
Kota benteng yang ada, sedikit demi sedikit dikuasai oleh biara-biara, sehingga
menjadikan biara tersebut sebagai pusat kota.
Benteng yang melindungi kota berbentuk melingkar.
Kota kecil di sekitar biara dan benteng tumbuh secara natural dari pintu
gerbangnya hingga membentuk jaringan jalan dan berpola radiocentric (radial).
Memiliki pandangan keterbatasan ruang seperti era Yunani dan mulai
menggunakan penataan abstrak seperti aksis.
Menggunakan skala manusia.
bersifat tangibel/terlihat atau mudah dikenalidan tidak disorientasi. Sebagai
contohnya, suatu koridor jalan akan memperlihatkan suatu menara gereja dimana
selalu terlihat sepanjang jalan itu, sehingga bisa digunakan sebagai ancar-ancar
sehingga tidak akan tersesat.
Tidak memiliki hierarki jalan.
13
Secara umum, filosofi perencanaan pada masa ini adalah :
Memiliki peradaban dan teknologi yang sudah lebih maju
Kompleksitas masalah dalam perencanaan sudah lebih kompleks dan terjadi
peningkatan persaingan antar komunitas
Terjadi awal budaya tukar menukar komoditas antar bangsa
Terjadinya perebutan hegemoni
Pendekatan perencanaan didominasi agama dan kekuasaan, pertahanan militer dan
pendekatan fisik estetik
Era baroque merupakan suatu era perubahan dari Renaissance yang cenderung
simetris menjadi bentuk-bentuk dinamis, lengkung, dan berlebihan. Baroque
14
merupakan istilah untuk mengkategorikan perkembangan peradaban manusia (termasuk
seni) dalam sebuah era yang terjadi di Eropa. Sekitar tahun 1600-1750, gerakan ini
terjadi. Oleh karena itu, merupakan bagian akhir dari zaman renaisance dan merupakan
awal gerakan protestantism yang terjadi di Jerman bagian utara dan Belanda. Baroque
mempunyai arti mutiara pelengkap yang bentuknya tidak teratur atau tidak simetris.
Pada masa tersebut, kesalehan diabaikan, sebaliknya uang menentukan
segalanya. Dunia materi makin mantap, sedangkan spiritual makin tidak karuan.
Sementara percetakan makin menyebarluaskan informasi, humanisme berkembang
pesat. Pada era Baroque, juga dikenal hedonisme dan peleburan elemen arsitektural
dalam perancangan kota seperti implementasi patung/sculpture dalam perancangan kota
di era Baroque. Kota-kota di era Baroque menerapkan konsep bangunan peribadatan
sebagai pusat pemerintahan, hal ini bisa diterka bahwa masyarakat era Baroque
memiliki motivasi hidup bersosialitas. Beberapa kota yang menganut aristektur
Baroque memiliki fungsi sebagai tempat ibadah (San Benedetto, Catania), sebagai
pusat pemerintahan, tempat ziarah dan tempat pusat interaksi kegiatan masyarakat baik
formal maupun informal.
15
Secara umum, filosofi perencanaan pada masa ini adalah :
Memiliki peradaban dan teknologi yang sudah semakin tinggi yang merupakan awal
penemuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan seni
Kompleksitas masalah dalam perencanaan sudah semakin meluas
Terjadi peningkatan budaya tukar menukar komoditas antar bangsa
Pendekatan perencanaan didominasi penonjolan jati diri dan prestise bangsa
Skala pemanfaatan ruang serba kolosal
Pendekatan fisik estetik
16
bangunan muncul beberapa regulasi mengenai standar perumahan di Inggris, improved
street and urban railway system di Eropa, dan zoning control di Amerika Serikat.
Termasuk di dalamnya adalah gerakan anti revolusi industri, sperti Robert Owen
dengan perumahan koperasinya dan JS. Buckingham dengan membentuk masyarakat
kehidupan sederhana.
Tak kalah juga, beberapa pendukung revolusi industri melahirkan konsep-
konsep tentang kota baru seperti Sir Titus Salt yang membangun Kota Saltair di
Inggris, Keluarga Krupp mendirikan Kota Essen di Jerman, serta George Cadbury
memindahkan ke Kota baru Bournville. Kesemua kota baru tersebut selain untuk
pabriknya juga untuk menampung pekerjanya.
Pada akhir abad ke 19 muncul gagasan Garden city of Tomorrow atau Kota
Taman yang merupakan kristalisasi konsep kota baru dalam mengurangi masalah kota
industri). Konsep ini dipopulerkan oleh Ebenezer Howard yang menjadi awal
pergerakan perencanaan kota pada abad ke 20. yaitu Ebenezer Howard (1896). Selain
itu, muncul juga Patrick Gaddes, yang menyarankan “perencanaan fisik tidak dapat
meningkatkan kondisi kehidupan kota, kecuali jika diterpakan secara terpadu dengan
perencanaan ekonomi dan social yang berkaitan dengan lingkungan”. Gaddes
menyebutnya “urban conurbation”.
Beberapa ciri yang bisa diambil dari kota di era ini antara lain:
Jumlah pekerja yang bertambah memunculnya persoalan permintaan
permukiman bagi pekerja di sekitar pabrik yang pada akhirnya juga
memerlukan sarana penunjang lainnya
Munculnya kapal uap dan kereta api uap (1800 an). Kota menjadi lebih
terbuka dengan dibangunnya infrastruktur rel kereta api yang dapat
menghubungkan ke daerah luar kota
Mulainya periode industrialisasi yang intensif yang ditandai kemacetan lalu-
lintas, polusi udara dan air.
17
Terjadi peningkatan hubungan antar bangsa dan kegiatan perdagangan internal-
eksternal
Perkembangan teknologi mobilitas
Pendekatan perencanaan didominasi atas efisiensi ekonomi, kapitalistik, kompetensi
ekonomi dan produktivitas tinggi
Pendekatan arsitektonis dan ekonomis
18
tahapan ini adalah beberapa masalah yang sebelumnya merupakan domain ilmu
perencanaan mulai diambil alih oleh disiplin ilmu lain. Hal ini berkaitan erat dengan
perkembangan teknologi yang semakin futuristic dan massive. Contohnya adalah
inovasi di bidang arsitetur. Beberapa konsep dan design utopis kota masa depan
menunjukkan bahwa suatu kota dimasa depan dimungkinkan untuk berada pada suatu
bangunan saja, dimana penduduknya bisa bertahan hidup di dalam bangunan tersebut
mulai dari lahir sampai meninggal. Ketika rancangan ini mulai diterapkan di banyak
kota yang berkepadatan tinggi maka masalah perencanaan kota dapat terselesaikan. Hal
ini berarti disiplin ilmu arsitektur mulai meng-conquer ilmu perencanaan kota.
Ketika muncul masalah maka planning bereaksi dengan memberikan usulan
rencana pembangunan baik secara fisik. Hal ini berarti bahwa ketika tidak ada masalah
maka tidak dibutuhkan perencanaan. Dalam perkembangannya perencanaan kota mulai
berkembang tidak hanya terbatas pada domain perencanaan fisik, tetapi meliputi
perencanaan secara fisik, sosial, dan ekonomi yang lebih dikenal dengan konsep
comprehensive planning. Namun pada perkembangan lebih lanjut, masalah yang pada
awalnya dapat diselesaikan melalui perencanaan, mampu diselesaikan oleh kemajuan
teknologi. Hal ini berarti bahwa perencanaan tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa ilmu perencanaan akan tetap ada selama ada masalah
perkotaan dan kecenderungan arah gerak perencanaan kota mulai berpindah dari
perencanaan secara fisik ke perencanaan non-fisik.
Beberapa poin ciri-ciri perancangan kota modern sebagai pengaruh arsitektur
modern antara lain:
Motivasi masyarakat untuk hidup memenuhi kebutuhannya, bukan lagi faktor
keamanan yang utama.
Kota membentuk pola yang jelas seperti linier, grid, radial.
Media lahan tidak hanya berupa tanah, terdapat inovasi kota secara ekstrim
seperti underwater city dan floating city.
Terdapat inovasi seperti garden city, kota ini berpola radial, dengan kota pusat
yang dikelilingi kota-kota kecil berkonsep garden city. Kedua jenis kota
tersebut dipisahkan oleh area hijau juga dan dihubungkan dengan jalan-jalan.
19
Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, sistem informasi dan
komunikasi serta teknologi automasi
Kompleksitas masalah telah menjadi super kompleks dan tingginya urbanisasi
Terjadi peningkatan budaya tukar menukar komoditas antar bangsa
Pendekatan perencanaan menyeluruh dan sistem perwilayahan
Pengembangan sistem dan sibernetika
Pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
20
Dalam hal tersebut, perencanaan kota di Indonesia tidak diawali dari sesuatu
yang disebut “masalah perkotaan”. Pengetahuan dan praktek lokal menentukan pola
pengaturan ruang dalam upaya penyeimbangan antara kekuatan roh, alam, dan
hubungan antarmanusia. Praktik seperti ini masih sangat kental untuk warga kota di
Bali, meskipun diterapkan semakin terbatas karena pengaruh kapitalisme ruang yang
tidak dapat dibendung.
Pada pengetahuan lokal tersebut, ruang diatur dengan pusat sentral di tengah-
tengah kota. Ada elemen-elemen umum yang berada di pusat, seperti tempat kediaman
raja, alun-alun, atau pasar. Di sekeliling dari pusat adalah rumah kediaman para
pembantu raja yang kemudian menyebar ke seluruh bagian kota sebagai permukiman
warga kota biasa.
Evers dan Korff (2000) menyebut adanya tiga tipe dari kota di Asia Tenggara:
1. Kota di pedalaman yang merupakan pusat pengaruh dari wilayah pinggiran
yang tunduk karena kekuatan Ilahi dari penguasa yang berkediaman.
2. Kota di pesisir yang berorientasi kepada perdagangan yang lebih terbuka dari
berbagai tempat.
3. Kota-kota kecil yang menjadi simpul perdagangan antara kota dagang dan
kota-kota suci.
Dalam bentuk yang paling awal, kota yang pertama muncul lebh banyak,
sebelum perdagangan dengan daerah-daerah di seberang lautan semakin intensif,
seperti kota-kota Islam awal. Ketika penjelajahan samudera oleh orang Eropa semakin
sering dilakukan, maka kota-kota di pesisir (kota dagang) menjadi sasaran empuk bagi
penguasaan ekonomi global. Hal ini perlahan-lahan mengurangi pengaruh kekuatan
kota-kota di pedalaman (kota suci) yang semakin terputus interaksi ekonomi maupun
dukungan atas pajak dan pengaruh politik. Perpindahan penduduk ke pesisir sama
sekali tidak diantisipasi sebelumnya, sehingga tidak ada cara-cara sistematis untuk
mencegah hal tersebut. Perencanaan kota pada kota-kota Nusantara pada tahal awal
ini kurang mampu mengatasi peran strategis yang harus dimiliki sebuah kota.
Pergeseran kota-kota ke arah pesisir muncul seiring dengan interaksi dengan
warga dari berbagai bangsa. Tumbuhnya kota-kota pesisir pada tahap awal dimulai
oleh perdagangan antarbangsa yang kemudian menciptakan struktur penduduk baru
yang didasarkan atas pola hubungan dagang. Penyebaran agama Islam yang intensif
menciptakan pusat-pusat baru kekuasaan yang semakin mengurangi daya magis
kekuasaan lama di pedalaman. Perubahan struktur penduduk ini menciptakan elemen-
21
elemen penting sebuah kota, terutama untuk mendukung kehidupan kota.
Dibangunnya elemen-elemen utama, seperti pelabuhan, masjid, dan pasar yang lebih
besar merupakan tanggapan atas perkembangan baru saat itu. Dalam banyak hal,
“perencanaan” masih belum muncul dalam masyarakat Nusantara yang tengah
berubah pesat dalam bidang ekonomi ini.
22
dijadikan pusat pemerintahan dan mengatasi persoalan banjir di Citarum) dirancang
dengan pusat pemerintahan dan agama yang mengelilingi alun-alun, dengan tempat
tinggal penduduk biasa berkelompok di sekitarnya. Lorong-lorong kecil menembus
kawasan pusat dengan bagian kiri dan kanan berpagar rangkaian bamboo. Jalan-jalan
diperkeras dengan pecahan batu atau kerikil yang ditimbris sehingga dapat digunakan
untuk berjalan. Rumah-rumah berjarak satu dengan yang lainnya sehingga
menyediakan ruang untuk kebun dan pohon.
Pemisahan ruang masih merupakan ciri dari kota kolonial, yang terutama
didasarkan atas kebangsaan. Orang-orang pribumi menempati bagian selatan beserta
alun-alun, Mesjid Agung, yang dibangun dengan biaya pemerintah tahun 1850, beserta
rumah bupati dan jabatan penting pribumi. Sementara itu, di bagian utara ditempati
oleh orang-orang Eropa, termasuk Asisten Residen. Pengaturan ini, oleh Voskuil (2006)
didasarkan terutama oleh tingkat kesejahteraan, namun lebih mencerminkan segregasi
spasial. Kini, di permukiman utara pun masih ditemukan adanya kantong-kantong
permukiman miskin baru
Secara teknis, perencanaan fisik di Indonesia sudah dimulai sejak masa VOC di
abad 17 yaitu dengan telah adanya De Statuten Van 1642, yaitu ketentuan perencanaan
jalan, jembatan, batas kapling, pertamanan, garis sempadan, tanggul-tanggul, air bersih
dan sanitasi kota. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda terjadi 2 hal yang dapat
dikatakan sebagai dasar perencanaan kota, yaitu :
a. munculnya Regeringsregelement 1854 (RR 1854), berisi sistem pemerintahan
dengan penguasa tunggal di daerah residen;
b. diundangkannya Staatblad 1882 Nomor 40 yang memberikan wewenang kepada
residen untuk mengadakan pengaturan lingkungan dan mendirikan bangunan di
wilayah (gewent) kewenangannya.
23
perkebunan dan mineral; serta berpengaruh terhadap landasan konsep kota taman
yang dikembangkan oleh Thomas Karsten
Politik kulturstelsel pada masa Van den Bosch. Menimbulkan pengaruh dengan
munculnya undang-undang agraria (Agrarische Wet 1870)
Politik etis. Berpengaruh dengan adanya perbaikan kualitas lingkungan kampung
tempat tinggal pribumi (perbaikan kampung/kampong verbeeterings).
Munculnya undang-undang desentralisasi yang memungkinkan pemerintah kota
mengatur urusan kotanya sendiri dan kemudian memunculkan kewenangan kota
praja sebagai daerah otonom, sehingga muncul konsep pembangunan kota-kota di
Jawa. Kota-kota di Indonesia kemudian memberlakukan peraturan bangunan,
seperti Bataviasche Plannerorderning 1941, Bataviasche Bestemingkringe en
Bouwtypenverordening 1941, dan Bataviasche Bouwverordening 1919 – 1941.
Semua peraturan tersebut masih berorientasi kepada fisik kota. Dengan perhatian
Thomas Karsten tahun 1920 dalam laporan Town Planning in Indonesia, maka
terbentuk Komite Perencanaan Kota oleh pemerintah kolonial yang menghasilkan
RUU tentang perencanaan kota pertama di Indonesia yang kemudian menjadi
SVV dan SVO.
24
Pengembangan pusat perekonomian baru
Terjadinya desentralisasi pemerintahan kolonial
25
bagian dari unjuk kekuatan ekonomi Indonesia yang sebenarnya sangat rapuh oleh
Presiden Soekarno, sebagai simbol New Emerging Forces of the World.
Beberapa hal yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :
Perkembangan penduduk kota-kota, khususnya di Jawa dan Sumatera
berdampak terhadap berbagai segi, baik fisik, budaya, sosial dan politik
Terjadinya konflik regional
Pembangunan nasional semakin kompleks
Peningkatan tenaga ahli perencanaan wilayah dan kota
26
Pada tahun 1980, Nasional Urban Development Strategy berhasil dirumuskan.
Tahun ini adalah tonggak bagi perencanaan spasial yang mengambil gagasannya dari
gaya perencanaan di Inggris (Winarso, 1999). Mengintegrasikan rencana
pengembangan dan perencanaan fisik menjadi bagian dari program IUIDP (Integrated
Urban Infrastructure Development Program). IUIDP dapat dikatakan berhasil untuk
mengintegrasikan investasi publik untuk meningkatkan produktivitas kota dan
mengarahkan investasi swasta. Pada tahun 1992, lahir UU No. 24 Tahun 1994 tentang
Penataan Ruang yang lebih tegas mengarahkan perencanaan pada berbagai tingkatan
dan menciptakan integrasi ruang antartingkatan tersebut. Meskipun sangat kental
bercorak top-down, lahirnya UU tersebut mempengaruhi praktek perencanaan di
Indonesia berikutnya. Lahirnya PP No. 69 Tahun 1996 tidak banyak berpengaruh
terhadap pendekatan perencanaan yang lebih partisipatif karena perencanaan belum
mampu mengikutsertakan masyarakat ke dalam bentuk paritisipasi yang lebih nyata,
ketimbang sekedar informasi dan konsultasi.
Beberapa hal yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :
• Kompleksitas pembangunan nasional, regional dan lokal semakin meningkat;
• Pengaruh metode-metode dan teknologi negara maju;
• Peningkatan program transmigrasi untuk membuka lahan-lahan pertanian baru di
luar Jawa;
• Pembangunan yang sentralistik;
• Industrialisasi mulai digalakkan ditandai dengan munculnya kawasan-kawasan
industri;
• Munculnya UU Tata Ruang Nomor 24 Tahun 1992;
• Standarisasi hirarki perencanaan dari yang umum, detail dan terperinci untuk tiap
daerah tingkat I dan II.
27
D.6. Periode Reformasi (1997 s/d sekarang)
Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat berat. Kota-
kota mengalami masalah akut terkait mandegnya investasi dan kondisi perekonomian
warga. Dalam kondisi yang demikian, kota-kota besar justru tidak dapat diharapkan
dalam mengatasi kecenderungan terhadap penurunan kualitas kota-kota di Indonesia.
Gaya perencanaan yang cenderung top-down dengan menempatkan kota-kota utama
sebagai motor penggerak ekonomi ternyata tidak berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa
pendekatan perencanaan spasial yang demikian telah mengalami kegagalan, yang
kemudian memberikan pelajaran berharga dalam menyusun UU Penataan Ruang yang
baru (yang dimaksud adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). UU
Pemerintahan Daerah yang dikeluarkan tahun 1999 yang kemudian direvisi di dalam
UU No. 32 Tahun 2004, memberikan ketegasan tentang kewenangan pemerintah
daerah dalam kerangka otonomi. UU NO. 32 Tahun 2004 memungkinkan pengelolaan
kota yang dilakukan bersama antardaerah otonom.
Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 memberikan peluang bagi pendekatan-
pendekatan yang berbeda untuk muncul ke permukaan. Pendekatan didasarkan atas
potensi dan kendala yang dihadapi oleh kota-kota, baik itu fisik, ekonomi, dan budaya.
Selain itu, secara hubungan spasial antara wilayah tidak lagi didominasi hubungan
antara pusat – pinggiran, melainkan berkembangkan menjadi hubungan-hubungan yang
sifatnya lebih self-sustai dengan memperhatikan peluang pasar ke luar. Disini,
perencanaan spasial menjadi bersifat strategis, ketimbang memperkuat hubungan
‘tradisional’ kota dengan wilayah sekitarnya sebagai hubungan pusat – pinggiran.
Dibalik perencanaan kota yang disebut mainstream (formal) pengaruh-pengaruh
perencanaan yang berkembang di dunia barat pun turut mempengaruhi gagasan
perencana di Indonesia. Beberapa perencana bergerak di bidang advokasi dan
pendampingan masyarakat yang memungkinkan akses masyarakat terhadap sumber-
sumber kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Mereka ini bergabung ke
dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Meskipun demikian, praktek-praktek ini
pun tidak dapat dilepaskan dari “pesanan” organisasi-organisasi internasional yang
menginginkan perubahan dalam demokrasi masyarakat Indonesia yang tengah
mengalami transisi.
Beberapa hal yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :
• Berlakunya Otonomi Daerah;
28
• Kabupaten dan Kota berlomba-lomba meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD);
• Tingginya wacana pertisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
• Tingginya wacana pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
Referensi :
1. Hegel, Goerg W. F., 2002, Filsafat Sejarah, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta
2. Lubis, Akhyar Yusuf dan Adian, Donny Gahral, 2011, Pengantar Filsafat Ilmu
Pengetahuan, Penerbit Koekoesan, Depok
3. Suriasumantri, Jujun S, 2010, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Penerbit
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
4. http://satriyafirmandhani.blogspot.com/2012/05/sejarah-perkembangan-kota-disusun-
oleh.html
5. http://rafinda-ega.blogspot.com/2011/04/arsitektur-baroque-dan-arsitektur.html
6. http://jasaukirjepara.wordpress.com/2011/10/13/sejarah-ukir-baroque/
7. http://e-journal.unwiku.ac.id/index.php/jte/article/view/85
29