Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Kumpulan Makalah Kelompok Filsafat dan Ilmu Pendidikan
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Kumpulan makalah kelompok ini disusun atas
tugas mata kuliah Filsafat dan Ilmu Pendidikan yang dibimbing oleh bapak Prof.
Dr. H. M. Suparta, MA dan Dr. Syamsul Aripin, MA.
Penyusunan makalah kelompok ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih terdapat
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi penyempurnaan kumpulan makalah kelompok ini. semoga
kumpulan makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
FILSAFAT PENDIDIKAN
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Nama Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. H. M. Suparta, M.A.
2. Dr. Syamsul Aripin, MA.
Disusun oleh:
Kelompok 1
Nama : Dwi Sarifathul (11160170000004)
Nama : Husna Amaliah (11160170000005)
Makalah ini berisikan tentang filsafat pendidikan dalam berbagai level dan
penerapannya dalam pendidikan praktis yang mengkaji tentang filsafat pendidikan
itu sendiri dan hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan. Adapun yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah pengertian filsafat, pengertian filsafat
pendidikan, ruang lingkup filsafat pendidikan, dan hubungan antara filsafat dengan
filsafat pendidikan. Bahasan tersebut tentunya menjadi dasar untuk mengetahui apa
itu filsafat pendidikan
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan beribu-
ribu nikmat sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
Islam yang dibimbing oleh bapak Dr. Syamsul Aripin, MA dengan judul
“Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan”.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan pada
tugas selanjutnya
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya semua yang membaca makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. KESIMPULAN ..............................................................................................
B. SARAN ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
INDEKS
TENTANG PENULIS
DAFTAR PETUGAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
yaitu sebagai pendobrak, pembebas, dan pembimbing. Pendidikan adalah upaya
mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik agar potensi itu
menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis,
harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan tidak akan terlepas dari kajian
Ilmu Filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah
pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi
pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih
kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan
tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Dalam tulisan ini
akan membahas hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan agar lebih
memudahkan pembaca dalam memahami keterkaitan antara keduanya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalahnya ialah :
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan?
3. Bagaimana ruang lingkup bahasan filsafat dan filsafat pendidikan?
4. Bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan?
C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah hanya pada
materi filsafat pendidikan, antara lain : pengertian filsafat, pengertian filsafat
pendidikan, ruang lingkup filsafat dan filsafat pendidikan, dan hubungan antara
filsafat dan filfasat pendidikan. Adapun pembahasan yang lain akan dilanjutkan
kelompok selanjutnya.
D. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan apa pengertian filsafat.
2. Menjelaskan apa pengertian filsafat pendidikan.
3. Menjelaskan bagaimana ruang lingkup filsafat dan filsafat pendidikan.
4. Menjelaskan bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata
philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti
cinta, senang dan suka, serta kata sophia yang berarti pengetahuan, hikmah, dan
kebijaksanaan. Dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu
pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi
orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu
pengetahuan, ahli hikmah, dan bijaksana.1
Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus mengemukakan pengertian
filsafat sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara kritis.
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atas pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah gambaran untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti
konsep.
5. Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat
perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.
1
H. Jalaluddin, H. Abdullah Idi, M.Ed, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet. Ke-2, hlm. 1
Karena itu menurut Harun Nasution, filsafat ialah berpikir menurut tata tertib,
bebas, dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalan.2
Dari uraian diatas, dapat diambil suatu pengertian bahwa filsafat adalah
ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan
yang timbul didalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan
demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan
yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia
didalamnya.
2
Ibid, hlm. 1-2
3
Ibid, hlm. 3
membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar
pandangan hidup kepada generasi muda , agar nantinya menjadi manusia yang
sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia,
sesuai dengan hakikat dan ciri kemanusiaannya.4 Pendidikan juga merupakan
bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian
yang utama atau ideal.
4
Djunaidatul Munawwaroh, Filsafat Pendidikan Prespektif Islam dan Umum,
(Tangerang: UIN Jakarta Press, 2003). Cet. Ke-2, hlm. 5
5
H. Jallaluddin, Op.Cit, hlm 6
C. RUANG LINGKUP BAHASAN FILSAFAT DAN FILSAFAT
PENDIDIKAN
Pandangan kita terhadap filsafat harus positif dan konstruktif. Filsafat
memang mempunyai hubungan dengan kehidupan manusia dan karena dari
kehidupan itulah kita menggali filsafat. 6
Secara makro (umum) apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu
dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta dan sekitarnya adalah juga objek pemikiran filsafat pendidikan. Tetatpi
secara mikro (khusus) yang menjadi objek filsafat pendidikan meliputi:
Will Durant dalam Hamdani Ali membagi ruang lingkup bidang studi
filsafat itu ada lima, antara lain:
1. Logika
6
Tri Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 32
Studi mengenai metode-metode ideal mengenai berfikir (thingking) dan
meneliti (research) yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas menusia
melalui upaya logika agar mudah dipahami.
2. Estetika
Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang
sesungguhnya.
3. Etika
Studi mengenai tingkah laku yang terpuji (teladan) yang dianggap
sebagai ilmu pengetahuan yang nilainya tinggi.
4. Politik
Studi tentang organisasi social yang utama dan bukan sebagaimana yang
diperkirakan orang, tetapi juga sebagai seni dan pengetahuan dalam
melaksanakan pekerjaan kantor.
5. Metafisika
Studi mengenai realita (faktual) tertinggi dari hakikat semua benda,
nyata dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa
filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh antara pikiran
seseorang dan benda didalam proses pengamatan dan pengetahuan
(epistemologi).
Dengan demikian dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa
yang menjadi objek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan
dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu
sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan
bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.7
7
Tanzil Al-Khair, Makalah Fislsafat Pendidikan tentang Filsafat Pendidikan dan Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan, diakses dari https://www.scribd.com/document/69441881/Makalah-
Filsafat-Pendidikan-Tentang-Filsafat-Pendidikan-Dan-Ruang-Lingkup-Filsafat-Pendidikan, Pada
tanggal 19 September 2018 pukul 12.04.
D. HUBUNGAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat merupakan pandangan hidup menentukan arah dan tujuan proses
pendidikan, karena itu filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang
sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pewarisan nilai-nilai
fisafat yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan
yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Menurut John Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari
semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitan ini, Hasan
Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode
dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebut
pendidikan.
Dari uraian diatas, di peroleh hubungan fungsional antara filsafat dan teoori
pendidikan berikut :
1. Filsafat, dalam arti filosofi, merupakan salah satu cara pendekatan yang
dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun
teori- teori oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang mempunyai relevansi dengan
kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan
filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan
dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan
hidup yang juga berkembang dalam masyarakat
3. Filsafat, dalam hal filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau padagogik.
8
H. Jallaluddin, Op.Cit, hlm 21-22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami
persoalan-persoalan yang timbul didalam keseluruhan ruang lingkup
pengalaman manusia.
2. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur, yang menjadikan
filsafat jalan untuk mengatur , menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan
3. Ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia
yang amat luas (komprehensif). Segala sesuatu yang mungkin ada atau
benar-benar ada (nyata), baik material konkrit maupun non material abstrak
(tidak terlihat). Jadi objek filsafat itu tidak terbatas.
4. Hubungan Filsafat dan Filsafat Pendidikan menjadi sangat penting sekali,
karena ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan
filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan,
menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan
yang ingin dicapai.
B. SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penyusun akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan. Selain itu, penyusun juga membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca untuk perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak 7
F
Faktual 7
H
Hakikat 7, 8, 9
Hakiki 5
K
Komprehensif 5, 7
Konstruktif 7
L
Landasan 9
Logis 4
P
Positif 7
R
Relatif 5
Relevansi 10
S
Selaras 6, 9
Sistematis 4
Subjektif 5
TENTANG PENULIS
A. Moderator
Nina Ayu Amalia
B. Notulis
Nida Hanifa
C. Daftar Nama Pemakalah
1. Husna Amaliah
2. Dwi Sarifathul
D. Daftar Nama Penanya
1. Rizki Indriani Arifah
2. Ulfi Maysyaroh
3. Resti Perastiani
4. Fathiya Rahma Alia
5. Pitri Nurgandari
E. Daftar Nama Komentator
1. Muhamad Imanul Arifin
2. Ningrum sri indriani
3. Nadya Afnaini
4. Nur Akliah
5. Yayu
PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN HAKIKAT PENDIDIKAN
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Nama Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. H. M. Suparta, M.A.
Disusun oleh:
Kelompok 2
Nama: Rizki Indriani Arifah Nim: 11160170000010
Nama: Marina Aprianti Nim: 11160170000033
1440 H/2018 M
ABSTRAK
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Ilmu Pendidikan
yang dibimbing oleh bapak Dr. Syamsul Aripin, MA. dengan judul “Pengertian
Pendidikan dan Hakikat Pendidikan”.
Penyusunan makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
INDEKS
TENTANG PENULIS
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalahnya ialah:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat pendidikan?
C. Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah hanya pada
materi definisi pendidikan dan hakikat pendidikan. Adapun pembahasan
yang lain akan dijelaskan oleh kelompok selanjutnya.
9
Website Resmi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/didik.html,
diakses pada 26 September 2018
10
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 29.
karsa, rasa, cipta, dan hati nurani) dan jasmani (panca indra serta
keterampilan).
B. Hakikat Pendidikan
Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta
keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Dari pengertian tersebut, tujuan pendidikan lebih mengedepankan
tiga aspek penting yang melandasi kewajiban manusia untuk mencari ilmu
dan belajar dalam segala hal yang berkaitan dengan kehidupan. Dengan kata
lain, tujuan pendidikan tersebut menekankan pada pengembangan potensi
kreativitas, kecerdasan dan kepribadian anak didik yang menjadi faktor
penentu kesuksesan dalam dunia pendidikan.11
Pendidikan sangat berguna dalam kehidupan manusia. Pendidikan
setidaknya memiliki ciri sebagai berikut: (1) Pendidikan merupakan proses
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya di dalam masyarakat, di mana dia hidup, (2) Pendidikan merupakan
proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) untuk
mencapai kompetensi sosial dan pertumbuhan individual secara optimum,
(3) Pendidikan merupakan proses pengembangan pribadi atau watak
manusia.
11
Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, (Yogyakarta: Ar
Ruzz Media, 2016), hlm. 43.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu
rohani dan jasmani.
2. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta
keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah
ini. Oleh karena itu, penulis menyarankan pembaca untuk mencari referensi
lain baik melalui buku maupun internet agar mendapat pengetahuan yang
lebih mendalam. Penulis juga membutuhkan kritik dan saran dari pembaca
untuk menyempurnakan masalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2001.
A. Moderator
Anna Fajria
B. Notulis
Dwi Sarifathul
C. Daftar Nama Pemakalah
1. Rizki Indriani Arifah
2. Marina Aprianti
D. Daftar Nama Penanya
1. Muhamad Imanul Arifin
2. Dinda
3. Azizah Shobiroh
4. Nurazizah
5. Ade Rizkia Fitria
E. Daftar Nama Komentator
1. Husna Amaliah
2. Fakhrotun Nisa
3. Anisa Rehlitna Pagit Girsang
4. Anna Fajria
5. Shinta Aulia
PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Disusun oleh:
Kelompok 3
Nama: Nina Ayu Amaliah NIM: 11160170000026
Nama: Muhamad Imanul Arifin NIM: 11160170000028
Nama: Nida Hanifah NIM: 11160170000029
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. SARAN ...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
INDEKS
TENTANG PENULIS
DAFTAR PETUGAS
BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat disimpulkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
A. Definisi Pendidikan
Dalam Bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata didik yang
mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan, (hal, cara, dan
sebagainya) yang mendidik..12 Pendidikan secara lebih terperinci lagi
cakupannya dikemukakan oleh Soegarda Poerbakawaca. Menurutnya, dalam arti
umum pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama sebaik-baiknya.13
1. Definisi Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan
fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Dalam
bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan)-
12
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Medika Pratama,
2005) hlm. 4-5.
13
Ibid, hlm. 10.
14
Jejen Mushaf, Manajemen Pendidikan Teori, Kebijakan, dan Praktik. (Jakarta:
Prenadamedia Group. 2015) hlm. 10-11.
scire (mengetahui), dan definisi ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa
Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli, di
antaranya adalah:
1. Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang
teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah
yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar,
maupun menurut bangunannya dari dalam.
2. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang
empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
15
Ibid, hlm. 307.
2. Pendidikan sebagai Ilmu
Adapun pengertian pendidikan sebagai ilmu menurut para pakar adalah
sebagai berikut16:
1. S. Bojonegoro. Menurutnya ilmu pendidikan merupakan teori
pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti luas ilmu
2. Memiliki sistematika
Sistematika yang harus dimiliki ilmu pendidikan dibedakan
menjadi antara lain adalah pendidikan yang dapat dianalisis karena
adanya berbagai komponen pendidikan, pendidikan sebagai upaya
sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia,
serta pendidikan sebagai gejala manusiawi yang memiliki tiga dimensi
16
Anonim, “Pendidikan sebagai Ilmu”, diakses dari
https://blogsedukasi.blogspot.co.id/2012/05/pendiidkan sebagai-ilmu
pada hari Rabu tanggal 27 September 2017.
(lingkungan pendidikan, jenis-jenis persoalan pendidikan, serta ruang
dan waktu pendidikan).
3. Memiliki metode
Metode-metode dalam ilmu pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Metode egaray, berkenaan dengan konsep manusiawi yang
diidealkan yang ingin dicapai.
4. Pengembangan Pendidikan
A. KESIMPULAN
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan
dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah
umum.
3. Pendidikan sebagai ilmu yaitu teori pendidikan, perenungan tentang
pendidikan, dalam arti luas ilmu pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang
mempelajari soal-soal yang timbul dalam praktek pendidikan.
B. SARAN
Saran yang bisa diambil dari makalah ini adalah tetap terus tingkatkan
pendidikan kita,tetap semangat meski dalam kenyataan,egara kita tertinggal akan
tingkat pendidikannya.Namun jangan juga menganggap bahwa egara kita tidak
akan pernah maju dengan tingkat pendidikan yang rendah,akan tetapi
yakinlah,perlahan egara kita menuju ke keadaan yang lebih baik. 12
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak 5
Empiris 4
Fenomena 5
Generasi 3
Golongan 4, 10
Ilmiah 5
Komprehensif 4
Logika 4
Metodis 5
Rasional 1
Realitas 5
Sistematik 4
T
Tabiat 4
TENTANG PENULIS
A. Moderator
1. Nadya Afnaini Pangestika
B. Notulis
1. Dwi Sarifathul
C. Daftar Nama Pemakalah
1. Nina Ayu Amaliah
2. Muhamad Imanul Arifin
3. Nida Hanifah
D. Daftar Nama Penanya
1. Husna Amaliah
2. Salsabila Milenia
3. Masarrah Marimadani
4. Novita Dwi Safitri
5. Bagas Widiarto Adiputra
6. Rizki Indriani Arifah
E. Daftar Nama Komentator
1. Marina Aprianti
2. Nurazizah
3. Hanifatul Hashina
4. Fatimah Azzaha
5. Azizah Shobiroh
6. Yayu
DASAR, TUJUAN, DAN FUNGSI PENDIDIKAN
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Nama Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. H. M. Suparta, M. A.
2. Dr. Syamsul Aripin, M.A.
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Nama : Ulfi Maysyaroh (11170161000019)
Nama : Resti Perastiani (11170161000026)
Nama : Fathiya Rahmah A. (11170161000032)
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan agar lebih baik lagi dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak khususnya bagi penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
C. Fungsi Pendidikan…………………………………………………..…....
A. Simpulan ........................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
GLOSARIUM ............................................................................................................
INDEKS .....................................................................................................................
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan dasar pendidikan?
2. Apa saja tujuan pendidikan?
3. Apa saja fungsi pendidikan?
C. Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan makalah hanya
pada materi dasar, tujuan, dan fungsi pendidikan. adapun pembahasan yang
lain akan dijelaskan oleh kelompok selanjutnya.
A. Dasar-Dasar Pendidikan
Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indoesia mempunyai filsafat
pandangan hidup pacasila, dan Negara republic Indonesia disusun atas dasar
pancasila. Oleh karena itu pendidikan Indonesia juga berlandaskan pancasila,
seperti termaktub dalam UU No.4 tahun 1950 Bab III pasal 4, tentang dasar-
dasar pendidikan dan pengajaran yang berbunyi sebagai beikut :
1. Landasan Filosofis
Filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai
budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus
ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional
dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut
bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam
corak pelaksanaan. Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut
dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan kognitif
tetapi lebih penting pencapaian afektif. Lebih jauh lagi pencapaian nilai
budaya sebagai landasan filosofis bertujuan untuk mengembangkan bakat,
minat dan kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Dua hal yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan
filosopis dalam pendidikan nasional Indonesia. Pertama, adalah pandangan
tentang manusiaIndonesia sebagai:
a. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya.
b. Makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya.
17
Amier Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Malang : FIP IKIP
MALANG, 1973), hal 78
c. Makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam
masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial budaya,
lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara kesatuan Republik Indonesia
di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan
segala tantangannya
Kedua pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang
selaluberinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat.
Kedua pandangan filosopis tersebut menjadikan pendidikan nasional
harusditanggung oleh semua fihak, sehingga pendidikan dibangun oleh
semua unsur bangsa yang dapat berkontribusi terhadap unsur pranata sosial
lainnya. Secara mendasar dapat ditegaskan bahwa landasan filosofis
Pancasila dalam system pendidikan nasional menempatkan peserta didik
sebagai makhuk yang khas dengan segala fitrahnya dan tugasnya menjadi
agen pembangunan yang berharkat dan bermartabat. Oleh karena itu
landasan filosopis pendidikan nasional memberikan penegsan bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya
mengimplementasikan ke arah:18
a. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma
persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memlihara
keutuhan bangsa dan negara.
b. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya
memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat
menghargai perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial,
ekonomi dan golongansebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal
ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya nation
character building bagi bangsa Indonesia.19
18
Hamzah Junaid, “Sumber, Azaz, dan Landasan Pendidikan,” Jurnal Uin Alauddin
Makassar, Vol. 7, No. 2, Tahun 2010, hal 91
c. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma
kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan
pendidik dan lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik
menjadi warga yang memahami dan
menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan dan demokrasi harus
tercermin dalam input-proses penyelenggaraan pendidikan Indonesia.
d. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma
keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk
diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua
warga negara tanpa kecuali.
e. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia
seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi
manusia, demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggungjawab sosial
yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang kokoh
sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia.20
2. Landasan Sosiologis
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua
individu bahkan dua generasi, yang memungkinkan dari generasi kegenerasi
berikutnya mengembangkan diri searah dengan perkembangan dan kemajuan
masyarakat pada zamannya. Oleh karena itu dalam mengahdapi kondisi
seperti itu, lembaga pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga
sosial lainnya. Dalam hal ini pendidikan disejajarkan dengan lembaga
ekonomi, politik sebagai pranata kemasyarakatan, pembudayaan masyarakat
belajar (society learning) harus dijadikan sarana rekonstruksi sosial. Apabila
perencanaan pendidikan yang melibatkan masyarakat bisa tercapai maka
patologi sosial setidaknya terkurangi. Hasrat masyarakat untuk belajar
semakin meningkat.Sistem pendidikan nasional hendaknya melibatkan
berbagai elemen masyarakat, meskipun pemerintah telah menyiapkan dana
20
Ibid., hal 92
khusus untuk pembangunan dibidang pendidikan, namun jika pendidikan
akan ditingkatkan mutu atau kualitasnya, maka otomatis peran serta
masyarakat sangat dibutuhkan bahkan menentukan. Demikian pula apabila
pendidikan hanya terarah pada tujuan pembelajaran murni pada aspek
kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengankepentingan sosial, politik dan
upaya pemecahan problem bangsa, maka pendidikantidak akan mampu
dijadikan sebagai sarana rekonstruksi sosial.Dalam kaitannyadengan
perluasan fungsi pendidikan lebih jauh, maka diperlukan pengembangan
sistem pendidikan nasional yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa
dalam kerangka ikut memecahkan problem sosial. Masalah yang kini sedang
dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan sosial ekonomi sehingga
pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan tersebut. Aspek
sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi yang
konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat dieleminir
melalui pendidikan.
3. Landasan Kultural
Landasan Pendidikan yang ketiga adalah Landasan Kultural.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh
karena itu dalam Undangundang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2
ditegaskan bahwa, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar
Pancasila dan undang-undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945,
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan dengan jalan
meneruskan kepada generasi penerus melalui pendidikan.21 Sebaliknya
pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebuadayaan masyarakat
dimana proses pendidikan berlangsung.22
4. Landasan Psikologis
21
Ibid., hal 93
22
Ibid., hal 93
Landasan Pendidikan yang keempat adalah landasan Psikologis.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Memahami
peserta didik dari aspekpsikologis merupakan salah satu faktor keberhasilan
pendidikan. Oleh karena itu hasil kajian dalam penemuan psikologis sangat
diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, umpamanya
pengetahuan tentang urutan perkembangan anak. Setiapindividu memiliki
bakat, minat, kemampuan, kekuatan, serta tempo dan iramaperkembangan
yang berbeda dengan yang lainnya. Sebagai implikasinya pendidikan tidak
mungkin memperlakukan sama kepada peserta didik. Penyusunan kurikulum
harus berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan
dijadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian
bahan belajar yang digariskan.
5. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Landasan Pendidikan yang kelima adalah Landasan Ilmiah dan
Teknologi.Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
kaitan yang erat. Seperti diketahui IPTEK menjadi isi kajian di dalam
pendidikan dengan kata lain pendidikan berperan sangat penting dalam
pewarisan dan pengembangan iptek. Dari sisi lain setiap perkembangan iptek
harus segera diimplementasikan oleh pendidikan yakni dengan segera
memasukkan hasil pengembangan iptek ke dalam isi bahan ajar. Sebaliknya,
pendidikan sangat dipengaruhi oleh cabang-cabang iptek (psikologi,
sosiologi, antropologi, dsb). Seiring dengan kemajuan iptek, maka pada
umumnya ilmu pengetahuan juga berkembang sangat pesat.
6. Landasan Yuridis
Landasan Pendidikan yang terakhir adalah Landasan Yuridis.
Sebagaipenyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu
pelaksanaannya berdasarkanundang-undang. Hal ini sangat penting karena
hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945
utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai berikut :23
a. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah wajib
membiyayainya.
c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta
akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang.
d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.Pentingnya
undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di
samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai
penjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani
bagi pennyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh
tanah air. Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi
penyelenggaraan pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk
mengatur sehingga jika terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan
pendidikan, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan sanksi.
Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit ditemukan
penyimpangan, bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan
kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual. Penyelenggaraan
pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan
sebagai proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga
23
Ibid., hal 94
dalam jangka panjang menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana
rekonstruksi sosial tetapi dekonstruksi sosial. Itulah sebabnya di samping
dasar regulasi sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar
yuridis untuk sanksi.24
B. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut para ahli adalah:
a. Aristoteles: tujuan pendidikan ialah menyiapkan akal pikiran untuk
mendapat ilmu pengetahuan, sebagimana menyiapkan tanah untuk tumbuh-
tumbuhan dan tanam-tanaman.
b. Immanuel Kan: tujuan pendidikan ialah membawa manusia kearah
kesempurnaan yang ingin dicapai.
c. Herbart: tujuan yang asli dari pendidikan adalah mempertinggi akhlak
kemanusiaan.
d. Frobel: tujuan pendidikan ialah untuk mengeluarkan manusia yang
sempurna.
24
Ibid., hal 94
25
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1990), hal 6
26
Ibid., hal 7-8.
untuk memudahkan pencapaian-pencapaian yang lebih tinggi. Begitu juga
karena pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia
menuju arah cita-cita tertentu. Cita0cita dan tujuan yang ingin dicapai harus
dinyatakan secara jelas, sehingga semua pelaksana dan sasaran pendikan
memahami atau mengetahui proses kegiatan seperti pendidikan.
27
UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 4
4) Perbedaan yang berhubungan dengan pandangan atau falsafah hidup
suatu bangsa.
c. Tujuan Tak Lengkap
Ini adalah tujuan yang hanya mecakup salah satu dari aspek
kepribadian, misalnya tujuan khusus pembentukan khusus saja, tanpa
memperhatikan yang lainnya. Kadi tujuan yang tak lengkap ini
merupakan bagian dari tujuan umum yang melingkupi seluruh aspek
kepribadian.
d. Tujuan Sementara
Perjalanan untuk mencapai tujuan umum tidak dapat dicapai
sekaligus, karenanya perlu ditempuh setingkat demi setingkat. Tingkatan
demi tingkatan yang diupayakan untuk mencapai tujuan akhir itulah yang
dimaksud dengan tujuan sementara. Misaknya: anak menyelesaikan
pelajaran di jenjang pendidikan dasar merupakan tujuan sementara untuk
selanjutnya meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi seperti Sekolah
Menengah Umum (SMU) dan Perguruan Tinggi.28
e. Tujuan Insidental
Ini merupakan tujuan yang bersifat sesaat karena adanya situasi
yang terjadi secara kebetulan, tujuan ini tidak terlepas dari tujuan umum,
Misalnya: seorang ayah memanggil anaknya dengan tujuan anak
mencapai kepatuhan.
f. Tujuan Intermedier
Tujuan ini disebut juga tujuan perantara, merupakan tujuan yang
dilihat sebagai alat dan harus dicapai terlebih dahulu demo kelancaran
pendidikan selanjutnya, misalnya: anak dapat membaca dan menulis
(tujuan peranntara) demi kelancaran mengikuti pelajaran di sekolah.29
Kemudian dalam hubungannya dengan hierarki tujuan
pendidikan, dibedakan macam-macam tujuan pendidikan, yaitu: tujuan
nasional, institusional, kurikuler, dan tujuan intruksional.
28
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal 13-15
29
Ibid., hal 13-15
1. Tujuan Nasional
Ini merupkan tujuan umum pendidikan nasional yang di
dalamnya terkandung rumusan kualifikasi umum umum yang
diharapkan dimiliki oleh setiap warga Negara setelah mengikuti dan
menyelesaikan program pendidikan nasional tertentu yang menjadi
sumber tujua umum ini biasanya terdapat di dalam Undang-undang
atau ketentuan resmi tentang penndidikan.
2. Tujuan Institusional
Ini merupakan tujuan lembaga pendidikan sebagai
pengkhususan dari tujuan umum, berisi kualifikasi yang diharapkan
diperoleh anak setelah menyelesaikan studinya di lembaga
pendidikan tertentu.
3. Tujuan Kulikuler
Tujuan ini merupakan penjabaran dari tujua institusional,
yang berisi kualifikasi yang diharapkan dimiliki oleh terdidik setelah
mengikuti setelah mengikuti program pengajaran dalam suatu bidang
studi tertentu, misalnya: tujuan bidang studi Sejarah Kebudayaan
Islam, Bahasa Indonesia, PPKN dan sebagainya. Rumusannya dalam
kurikulum suatu lembaga pendidikan tertentu.
4. Tujuan Intruksional
Rumusan tujuan ini merupakan pengkhususan dari tujuan
kurikuer, dan dibedakan menjadi Tujuan Intruksional Umum (TIU)
dan Tujuan Intruksional Khusus (TIK). Tujuan Intruksional Umum
merupakan rumusan yang berisi kualifikasi sebagai pernyataan hasil
belajar yang diharapkan dimiliki anak didik atau siswa setelah
mengikuti pelajaran dalam pokok bahasan tertentu, namun belum
dirumuskan secara khusus dalam bentuk perubahan tingkah laku
siswa, yag mudah diamati dan tidak menimbulan interpretasi.30
30
Ibid., hal 15-16
C. Fungsi Pendidikan
Pendidikan sebagai sebuah aktivitas tidak lepas dari fungsi dan
tujuan, fungsi utama pendidikan, yaitu mengembangkan kemampuan dan
membentukwatak, kepribadian, serta peradaban yang bermartabat dalam
hidup dan kehidupan atau dengan kata lain fungsi pendidikan adalah
memanusiajan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan
norma yang dijadikan landasannya31
31
Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: KENCANA,2012), hal 60
32
Hasbullah., Loc Cit., hal 39-40
b. Menjamin Kehidupan Emosional Anak
Kehidupan emosional ini merupakan salah satu faktor yang
tertenting di dalam membentuk pribadi seeorang. Berdasarkan
penelitian, terbukti adanya kelainan-kelainan di dalam
perkembangan pribadi individu yang disebabkan oleh kurang
berkembangnya kehidupan emosional ini secara wajar.33
c. Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-
dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan
perilaku orangtua sebagai teladan yang dapat dicontoh
anak.Memang biasanya tingkah laku, cara berbuat, dan berbicara
akan ditiru oleh anak. Teladan ini melahirkan gejala identifikasi
positif, yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru, dan hal ini
penting sekali dalam rangka pembentukan kepribadian.34
d. Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Di dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat
dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada
dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal
terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Perkembangan benih-benih
kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin,
terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-
menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara
atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban,
kedamaian, kebersihan, dan keserasian dalam segala hal.
e. Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan
Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama,
disamping sangat menentukan dalam menanamkan dasar-dasar
moral, yang tak kalah pentingnya adalah berperan besar dalam
33
Ibid., hal 41
34
Ibid., hal 42
proses internalisasi dan transportasi nilai-nilai keagamaan ke dalam
pribadi anak.35
2. Fungsi dan Peran Sekolah
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan
keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta
memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa
dari keluarganya. Sementara itu, dalam perkembangan kepribadian anak
didik. Fungsi sekolah dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
Fungsi sekolah yang lebih penting disamping bertugas untuk
mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh yaitu
menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan
kecerdasan. Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat
disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral.
b. Spesialisasi
Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang
spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
c. Efisiensi
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masayarakat
harus lebih efisien.
d. Sosialisasi
Sekolah mempunyai peranan yang penting di dalam proses
sosialisasi, yaitu proses membantu perkembangan individu menjadi
makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di
masyarakat.
e. Konservasi dan transmisi kultural
Fungsi lain dari sekolah adalah memelihara warisan budaya
yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan
35
Ibid., hal 43
kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda, dalam
hal ini tentunya adalah anak didik.
f. Transisi dari rumah ke masyarakat
Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba
menggantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah
dimana ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan
tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.36
36
Ibid., hal 50-51
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dasar atau landasan adalah tumpuan atau titik tolak atau dasar berpijak
2. Fungsi utama pendidikan adalah membangun manusia yang beriman,
cerdas, dan kompetitif. Selain itu fungsi pendidikan harus menanamkan
keyakinan bahwa untuk mencapai kemajuan bangsa yang lebih baik
haruslah dengan ilmu pengetahuan
3. Tujuan pendidikan adalah untuk membangun potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab
B. Saran
Saran yang bisa diambil dari makalah ini adalah tetap terus tingkatkan
pendidikan kita, tetap semangat meski dalam kenyataannya Negara kita
tertinggal akan tingkat pendidikannya. Namun jangan juga menganggap
bahwa Negara kita tidak akan pernah maju dengan tingkat pendidikan yang
rendah, akan tetapi yakinlah perlahan Negara kita menuju ke keadaan yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun oleh:
Kelompok 5
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan beribu-ribu
nikmat sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tgas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang dibimbing oleh
bapak Dr. Syamsul Aripin, MA dengan judul “Pendidikan Sebagai Sistem”.
Demikian, semoga makalh ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
semua yang membaca makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
ABSTRAK......................................................................................................................
KATA PENGANTAR….............................................................................................
DAFTAR ISI…............................................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN….....................................................................................
B. Rumusan Masalah….............................................................................................
C. Pembatasan Masalah….........................................................................................
1. Pengertian Pendidikan…....................................................................................
2. Pengertian Sistem…...........................................................................................
B. PROSES PENDIDIKAN…....................................................................................
A. Kesimpulan….......................................................................................................
B. Saran….................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA….............................................................................................
GLOSARIUM…..........................................................................................................
INDEKS…....................................................................................................................
TENTANG PENULIS….............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalahnya ialah:
1. Apa pengertian pendidikan sebagai sistem ?
2. Apa saja unsur-unsur suatu sistem pendidikan?
3. Bagaimana proses pendidikan?
4. Apa tujuan dari sistem pendidikan?
5. Apa saja faktor-faktor suprasistem yang memengaruhi pendidikan?
6. Komponen-komponen apa sajakah yang saling berinteraksi dalam upaya
pendidikan sebagai sistem?
C. Pembatasan Masalah
Pada makalah ini penulis membatasi pembahasan makalah hanya pada
materi pengertian pendidikan sebagai sistem, proses pendidikan, tujuan
pendidikan sebagai sistem, faktor-faktor suprasistem yang mempengaruhi
pendidikan dan pendidikan formal, non-formal, informal sebagai sebuah sistem.
Menurut Zahara Idris (1987) Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri atas
komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsusr-unsur sebagai sumber yang
mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak secara acak yang salaing
membantu untuk mencapi suatu hasil. Contoh tubuh manusia merupakan satu
jaringan daging, otak, urat-urat, dll yang komponen mempunyai fungsi masing-
masing yang satu dengan yang lain satu sama lain saling berkaitan sehingga
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
37
Endang Soenaryo, Teori Perencanaan Pendidikan: Berdasarkan Pendekatan Sistem,
(Yogyakarta: Adicitia,2000), hal. 38
rupa sehingga membentuk suatu kesatuan yang biasanya berusaha mencapai tujuan
tertentu. Pada bagian yang sama Bachtiar menambahkan bahwa sistem adalah
seperangkat ide atau gagasan, asas, metode, dan prosedur yang disajikan sebagai
suatu tatanan yang teratur.
Pada dasarnya sistem hanya terdiri atas dua jenis, yaitu sistem tertutup dan
sistem terbuka. Sistem tertutup di dalam proses kerjanya tidak dipengaruhi
lingkungan luar, sedangkan sistem terbuka di daklam proses kegiatannya
memperoleh masukan dari luar lingkungannya. Pada sistem terbuka tejadi sistem
yang dinamis, yaitu sistem dipengaruhi oleh sistem yang berada di luarnya.
Sistem merupakan suatu hal yang aktif, bergerak, menuju ke arah tertentu.
Maka perlu disadari bahwa sistem itu terdapat suatu konsep dasar dan cita-cita.
Sebaai suatu gerak untuk mencapai tujuan yang diinginkan, secara terus-menerus
suatu sistem pendidikan akan selalu bersifat dinamis kontekstual dan untuk itu
suatu sistem pendidkan haruslah terbuka terhadap tuntutan kualitas(tingkat baik
buruknya sesuatu).
2. Pengertian Sistem
Beberapa definisi tentang sitem:
a. Sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau
terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian
yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh.
b. Sistem merupakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang
bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan.
c. Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang
terorganisasikan dan berkaitan sesuai rencana untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
d. Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau
elemen-elemen atau unsusr-unsur sebagai sumber yang mempunyai
hubungan fungsional yang teratur, tidak secara acak yang salaing
membantu untuk mencapi suatu hasil (Product). Contoh tubuh manusia
merupakan satu jaringan daging, otak, urat-urat, dll yang komponen
mempunyai fungsi masing-masing yang satu dengan yang lain satu sama
lain saling berkaitan sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B. PROSES PENDIDIKAN
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap
komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapain tujuan
pendidkan. Proses pelaksanaan pendidikan sangat menentukan kualitas hasil
pencapai tujuan pendidikan. Kualitas komponen pendidikan terdiri dari 2 segi,
yaitu kualitas komponen dan kualitas penggelolaannya. Kedua segi ini
saling berhubungan, apabila komponen-komponennya cukup baik, seperti
tersediannya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, jika tidak ditunjang
dengan penggelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai
secara optimal. Demikian pula sebaliknya apabila penggelolaan baik tetapi
didalam kondisi yang serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak
optimal. Hasil pendidikan yang optimal akan membawa perubahan terhadap orang
yang menekuninya, sehingga terdapat perbedaan yang jelas antara orang yang
berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan.38
Faktor-Faktor Utama Dalam Proses Pendidikan yaitu :
1. Peserta didik (subjek yang dibimbing);
2. Pendidik (orang yang membimbing);
3. Interaksi edukatif (interaksi antara peserta didik dengan pendidik);
4. Tujuan pendidikan (ke arah mana bimbingan ditujukan);
5. Kurikulum/materi pendidikan;
6. Alat dan metode (cara yang digunakan dalam bimbingan);
7. Lingkungan pendidikan (Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung).
38
Abdul Rahmat, Pengantar Pendidikan “Teori, Konsep dan Aplikasi”, (Gorontalo: Ideal
Publishing, 2014), hal. 9.
pendidik lebih merupakan sebagai pengirim pesan (senders) melalui kegiatan
pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas.
39
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 12-
13.
Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna
terjun ke masyarakat. Pendidikan informal adalah suatu fase pendidikan yang
berada di samping pendidikan formal dan nonformal.
A. Kesimpulan
1. Pendidikan yang merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan.
2. Proses pendidikan melibatkan 7 unsur utama yaitu : Peserta didik (subjek
yang dibimbing); Pendidik (orang yang membimbing); Interaksi edukatif
(interaksi antara peserta didik dengan pendidik); Tujuan pendidikan (ke
arah mana bimbingan ditujukan); Kurikulum/materi pendidikan; Alat dan
metode (cara yang digunakan dalam bimbingan); Lingkungan pendidikan
(Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung).
3. Proses pendidikan sebagai kegiatan mengerahkan segenap
komponen pendidikan oleh pendidik yang mengarah kepada pencapain
tujuan pendidkan. Proses pelaksanaan pendidikan ini sangat menentukan
kualitas hasil pencapai tujuan pendidikan..
4. Tujuan system pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu : system pendidikan
secara makro dan system pendidikan secara mikro.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan, yaitu: Filsafat negara,
agama, sosial , budaya, ekonomi, dan politik.
6. Komponen yang saling berinteraksi dalam upaya pendidikan ialah
masyarakat, dengan adanya masyarakat yang mendukung pendidikan maka
pendidikan akan berjalan dengan baik.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, penulis menyarankan pembaca untuk membaca
dan mencari referensi lain guna mendapatkan pengetahuan yang lebih
mendalam. Selain itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutmya.
DAFTAR PUSTAKA
Makro : Berkaitan dengan jumlah yang banyak atau ukuran yang besar.
Mikro : Berkaitan dengan jumlah yang sedikit atau ukuran yang kecil.
Pedagogik : Bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada
anak atau orang lainyang belum dewasa.
Suprasistem : Sistem yang mempunyai hubungan yang lebih luas dari sistem.
INDEKS
Makro 12
Mercusuar 9
Mikro 12
Mobilisasi 7
Pedagogik 8
Suprasistem 9
TENTANG PENULIS
Disusun oleh:
Kelompok 6
Nurazizah (11170161000014)
Azizah Shobiroh (11170161000023)
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Ilmu Pendidikan
yang dibimbing oleh bapak Dr. Syamsul Aripin, MA. dengan judul “Faktor-Faktor
Pendidikan”.
Penyusunan makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ............................................................................................................
1. Pendidik ......................................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
TENTANG PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang mendasar dalam kehidupan
manusia. Segala sesuatu yang mendasar akan menjadi fondasi dalam
kehidupan bermasyarakat. Beberapa hal yang mendukung pendidikan akan
menjadi dasar bagaimana karakter suatu bangsa dapat terbentuk.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2. Apa saja faktor-faktor determinan pendidikan?
3. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi pengertian pendidikan
2. Mengidentifikasi faktor-faktor determinan pendidikan
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
BAB II
FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-
metode tertentu sehingga orang memeroleh pengetahuan, pemahaman dan cara
bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.40
1. Pendidik
Pendidik adalah orang yang diserahi tugas atau amanah untuk
mendidik.41 Pendidik atau yang lebih dikenal dengan sebutan guru
memiliki peranan penting. Fungsi guru menurut Damsar (2011) dibagi
menjadi dua sudut pandang, yaitu fungsi manifes dan laten guru.
a. Fungsi manifes guru
Fungsi yang diharapkan, disengaja, dan disadari dari guru oleh
masyarakat pada suatu ruang terdiri dari:
1) Guru sebagai pengajar
2) Guru sebagai pendidik
3) Guru sebagai teladan
4) Guru sebagai motivator
b. Fungsi laten guru
40
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,
2014), hal. 10
41
Sulaiman Saat, Faktor-Faktor Determinan dalam Pendidikan, Jurnal Al-Ta’dib, vol 8
(2), Juli-Desember 2015: 2-3
1) Guru sebagai pelabel
2) Guru sebagai “penyambung lidah kelas menengah atas”
3) Guru sebagai pengekal status quo42
2. Peserta didik
Peserta didik adalah seseorang yang sedang belajar. Menurut
Honggowiyono (2015) menyataan bahwa peserta didik adalah individu atau
anak yang tergolong sebagai siswa dalam satuan pendidikan atau dapat
44
dikatakan pada usia sekolah. Peserta didik lebih menitikberatkan pada
seseorang yang masih dalam tahap perkembangan baik fisik maupun psikis,
belum dewasa, masih membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain
42
Damsar, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal.
155-159
43
Muhibbin Syah, Op.Cit, hal. 249
44
Puger Hanggowiyono, Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik untuk Guru dan
Calon Guru, (Malang: Gunung Samudera, 2015), hal.23
disekitarnya serta masih mencari ilmu dan keterampilan. Peserta didik tidak
hanya sebagai subjek pendidikan, melainkan juga sebagai objek pendidikan.
Peserta didik mempunyai kebutuhan baik secara jasmani maupun rohani.
Dalam proses pembelajaran, peserta didik harus menyadari hal-hal sebagai
berikut.
a. Belajar merupakan proses jiwa
b. Belajar menuntut konsentrasi
c. Belajar harus didasari sikap tawadhu
d. Belajar bertukar pendapat hendaklah mantap setelah pengetahuan
dasarnya
e. Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang
dipelajari
f. Belajar secara bertahap
g. Tujuan belajar adalah untuk berakhlakul karimah45
45
Sulaiman Saat, Op.Cit
- Minat peserta didik
- Motivasi peserta didik
2) Faktor eksternal (dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa.
a. Lingkungan sosial
Seperti para guru, kepala sekolah dan wakilnya, teman-teman
sekelas dapat memengaruhi semangat belajar peserta didik.
Teman-teman sepermainan dan tetangga sekitar perkampungan
peserta didik juga memberi pengaruh. Akan tetapi lingkungan
sosial yang sangat berpengaruh adalah orangtua dan keluarga
peserta didik. Sifat orangtua, pengelolaan keluarga, ketegangan
keluarga dan demografi keluarga dapat memberi dampak baik atau
buruk terhadap kegiatan belajar atau hasil yang dicapai oleh peserta
didik.
b. Lingkungan non sosial
Gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
peserta didik dan tempatnya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan
waktu belajar yang digunakan peserta didik merupakan faktor yang
menentukan tingkat keberhasilan belajar.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.46
3. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah perubahan yang ingin diwujudkan melalui
aktivitas pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan puncak dari segala
usaha yang berhubungan dengan aktivitas pendidikan, karena semua
komponen pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Setiap negara memiliki tujuan pendidikan yang berbeda. Hal ini
disebabkan karena falsafah yang mendasari kehidupan setiap bangsa
46
Muhibbin Syah, Op.Cit, hal. 129
berbeda. Tujuan pendidikan selalu didasarkan pada falsafah yang dianut
oleh masing-masing negara.47
4. Alat Pendidikan
Segala sesuatu yang merupakan perlengkapan atau perangkat yang
digunakan dalam pendidikan disebut dengan alat pendidikan. Alat
pendidikan membantu kondisi yang dimungkinkan terjadinya pelaksanaan
dalam pendidikan dan mendukung pencapaian tujuan pendidikan.48
Terdapat beberapa kategori dalam alat pendidikan seperti:
a. Alat Pendidikan Positif dan Negatif, yang terletak pada sebuah alat
yang digunakan untuk medorong peserta didik untuk melakukan
sesuatu yang baik atau menjauhi sesuatu yang buruk
5. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan melingkupi segala sesuatu yang mendukung pendidikan
baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga jenis lingkungan ini menjadi
faktor yang mempengaruhi satu sama lain. Perlu adanya banyak koordinasi
yang diatur dalam ketiga elemen lingkungan ini agar tercapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
47
Sulaiman Saat, Op.Cit, hal. 10-11
48
Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Prenadmedia, 2015), hal. 75
alat pendidikan serta lingkungan pendidikan, satu sama lainnya saling
berhubungan dan mempengaruhi. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut
mengenai faktor pendidikan tersebut. Jika salah satu faktor pendidikan tidak
memenuhi kualifikasi untuk suatu tujuan pendidikan, maka pendidikan itu
sendiri akan terancam kekurangannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dengan metode-
metode tertentu sehingga memeroleh pengetahuan, pemahaman dan cara
bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
2. Faktor-faktor determinan dalam pendidikan meliputi pendidik, peserta
didik, tujuan pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan.
3. Faktor-faktor pendidikan saling terintegrasi dan saling berhubungan dalam
mencapai tujuan pendidikan. Jika salah satu faktor pendidikan tidak
memenuhi kualifikasi untuk suatu tujuan pendidikan, maka pendidikan itu
sendiri akan terancam kekurangannya.
B. Saran
Faktor-faktor pendidikan sangat mempengaruhi jalannya pendidikan
karena faktor-faktor tersebut saling berhubungan dalam mencapai tujuan
pendidikan. Apabila salah satu faktor pendidikan tidak memenuhi kualifikasi
untuk suatu tujuan pendidikan, maka pendidikan akan terancam. Oleh karena
itu, diperlukan perbaikan dan perubahan yang secara kontinu seperti pada guru,
siswa, fasilitas belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan agar
dapat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Pemakalah:
1. Nurazizah
2. A’zizah Shobiroh
Operator : Yayu
Penanya:
1. Nida Hanifah
3. Nadya Afnaini P
4. Ade Rizka F
5. Salsabila Millenia
6. Ulfi Maysyaroh
Penanggap:
1. Dwi Sarifathul
2. Pitri Nurgandari
3. Dinda
4. Fakhrotun Nisa
5. Nur Akliah
6. Fatimah Azzahra
PEMBAWAAN DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
(makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah filsafat dan ilmun
pendidikan jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Disusun oleh:
Kelompok 7
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik
bentuk sehingga dapat berkarya tanpa batas sebagai warisan untuk generasi-generasi
selanjutnya. Selawat serta salam semoga selalu dilimpahcurahkan kepada junjungan
besar Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada
manusia tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermartabat.
Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Pribahasa arab (Mahfuzhat) menyatakan bahwa, “Ilmu laksana buruan,
dan tulisan adalah ikatannya”. Salah satu pribahasa arab ini lah yang mendorong
kami untuk terus menuntut ilmu, dan menuliskan apa-apa yang kami dapat sebagai
ilmu baru.
1. Bapak Syamsul Aripin M.A selaku dosen mata filsafat dan ilmu pendidikan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Teman-teman seperjuangan, Pendidikan Biologi 3A tahun akademik 2017-
2018.
Penulis menyadari bahwa tiada gading yang tak retak. Tidak ada sesuatu yang
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan ketulusan semua pihak untuk
memberikan kritik dan saran sebagai bahan evaluasi. Akhir kata, semoga segala
upaya yang kita lakukan dapat memajukan kualitas pendidikan di Indonesia yang
akan melahirkan generasi yang cerdas serta gemilang.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. KESIMPULAN .........................................................................................................
B. SARAN .....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
TENTANG PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan dalam hal ini merupakan usaha untuk mendidik, usaha
untuk belajar secata sadar dan terencana, dipengaruhi oleh beberapa hal. Hal-
hal tersebut dapat berupa pembawaan dan lingkungan. Pembawaan atau
keturunan dari orang tua, sangat memengaruhi proses penyerapan ilmu dalam
pendidikan. tidak hanya itu, pembawaan juga dapat memengaruhi cara
bagaimana siswa berperilaku dalam lingkungan pendidikan.
Demikianlah, kita dapat mengatakan bahwa anak atau manusia itu sejak
dilahirkan telah mempunyai kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi untuk
berkata-kata dan lain-lain. Kesanggupan-kesanggupan itu sendiri sebenarnya
sudah ada dalam pembawaan, tidak dapat amat-amati. Hanya dengan
memperhatikan prestasi-prestasi, bentuk-bentuk wataknya, dan tingkah laku
suatu individu sajalah kita dapat mengambil kesimpulan tentang suatu
pembawaan tertentu yang ada pada individu itu. Itulah sebabnya maka dalam
kehidupan sehari-hari kebanyakan orang mengartikan pembawaan itu ialah
kesanggupan-kesanggupan untuk mencapai prestasi yang tinggi(actual ability)
saja. Seorang anak dikatakan mempunyai pembawaan ilmu pasti, jika ia telah
menunjukkan kesanggupan-kesanggupan yang nyata dalam ilmu pasti dan
melebihi anak-anak yang lain. Kemampuan khusus yang sampai mencapai
49
Drs.M. ngalim purwanto. MP. Ilmu pendidikan teoritis dan praktis (Bandung: PT
remaja rosdakarya, 2011), hal 66.
prestasi yang tinggi biasa disebut berbakat atau bakat khusus. Sehingga ada yang
dinamai bakat matematika, bakat seni, bakat menggambar dan seterusnya semua
itu mengacu pada kemampuan yang paling tinggi atau mencapai prestasi yang
tinggi50
1. Hereditas
Salah satu dasar perbedaan individuaal adalah latar belakang hereditas
masing masing individu. Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan dan
pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak orang tuanya.
Pewarisan ini terjadi melalui proses genetis. Hereditas pada individu berupa
warisan ‘’specific genes’’ yang berasal dari kedua orang tuanya. ‘’genes’’
ini terhimpun didalam kromosom kromosom atau ‘’colored bodies’’
kromosom kromosom baik dari pihak ayah ataupun ibu berinteraksi
membentuk pasangan pasangan. Proses genetis individu berawal dari
pertemuan antar 24 kromosom pihak ayah dan 24 kromosom pihak ibu ke
empat puluh delapan kromosom itu bercampur dan berinteraksi membentuk
pasangan pasangan baru. Akibat dari peristiwa ini terjadilah pertemuan
‘’genes’’ pada setiap pasangan kromosom dari ayah dan ibu yang memiliki
sifat tertentu akibat dari ini maka terjadilah hereditas. jadi dasarhereditas dari
perbedaan individu adalah adanya perubahan sifat. 51
2. Struktur Pembawaan
Disamping kita memahami bahwa pembawaan yang bermacam-macam
yang ada pada anak itu tidak dapat kita amati, jadi belum dapat dilihat
sebelum pembawaan itu menyatakan diri dalam perwujudannya (dari
potential ability menjadi actual ability), kita hendaklah selalu ingat bahwa
sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) itu seperti : potensi untuk
belajar ilmu pasti, berkata-kata, intelijensi yang baik dan lain-lain
50
Sulthon, ilmu pendidikan,( kudus nora media enterprise, 2011) hal 102
51
Drs wasty soemanto, psikologi pendidikan (jakarta, PT Rineka cipta ) hal 82
merupakan struktur pembawaan anak-anak Perlu pula kiranya kita singgung
sedikit beberapa macam pembawaan berikut :
a. Pembawaan jenis
Tiap-tiap manusia biasa diwaktu lainnya telah memiliki pembawaan
jenis, yaitu jenis manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya,
intelijensinya, ingatannya dan sebagainya semua itu menunjukkan ciri-
ciri yang khas, dan berbeda dengan jenis-jenis makhluk lain.
b. Pembawaan Ras
Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-
macam perbedaan yang juga termasuk pembawaan keturunan, yaitu
pembawaan keturunan mengenai ras.
c. Pembawaan Jenis Kelamin
Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan
jenis kelamin masing-masing.
d. Pembawaan Perseorangan
Kecuali pembawaan-pembawaan terebut diatas, tiap orang sendiri-
sendiri (individu) memiliki pembawaan yang bersifat individual
(pembawaan perseorangan) yang tipikal, banyak ditentukan oleh
keturunan ialah pembawaan ras, pembawaan jenis dan pembawaan
kelamin.
3. Teori-teori Pembawaan dan Lingkungan dalam Pendidikan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran atau paham yang menganggap bahwa
segala kecakapan dan pengetahuan manusia timbul dari pengalaman
(empiri) yang masuk melalui indera, Menurut penganut aliran ini,
pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari terdiri
dari stimulan-stimulan dari alam bebas dan yang diciptakan oleh orang
dewasa dalam bentuk program pendidikan. Jadi, yang menentukan
perkembangan anak (manusia) adalah semata mata faktor eksternal
(lingkungan).
John Locke (1632-1714 M), salah seorang tokoh aliran emprisme,
terkenal dengan Teori Tabularasanya. Menurut teori ini, anak yang baru
dilahirkan dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum
ditulisi (a sheet of white paper avoid of all characters). Artinya bahwa
anak sejak lahir tidak mempunyai pembawaan apa-apa (netral), tidak
punya kecenderungan untuk menjadi baik atau menjadi buruk. Dengan
demikian anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Dengan kata
lain, hanya pendidikan (atau lingkungan) yang berperan atas
pembentukan anak.52
Pengaruh aliran ini tampak juga pada salah satu mazhab psikologi
yang disebut sebagai behaviorisme (aliran tingkah laku). Para tokoh
aliran ini, seperti Thorndike, I. Pavlov, J.B. Watson, dan F. Skinner
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang pasif dan dapat
dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku. Mereka
memandang manusia sebagaimakhluk reaktif (tidak aktif). Manusia
hanyalah objek, benda hidup yang hanya dapat memberi respons kepada
perangsang yang berasal dari lingkungannya. Jadi dalam hubungannya
dengan lingkungan, seseorang hanya dapat bersifat autoplastis, tidak
dapat bersifat alloplastis. Dengan demikian empirisme berpandangan
bahwa pendidik memegang peranan yang sangat menentukan dalam
proses pendidikan. Pendidiklah yang menyediakan lingkungan
pendidikan kepada anak didik dan akan diterima oleh anak sebagai
pengalaman-pengalaman. Kemudian dari pengalaman-pengalaman akan
dapat terbentuk susunan kebiasaan yang membentuk pribadi seseorang.
b. Nativisme
Sebagai reaksi terhadap empirisme, muncul nativisme. Istilah
nativisme berasal dari kata nativus (latin) yang berarti karena kelahiran.
Aliran nativisme berpendapat bahwa tiap-tiap anak dilahirkan dengan
membawa sejumlah potensi (pembawaan) yang akan berkembang
sendiri menurut arahnya masing-masing. Bagi nativisme, lingkungan
sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Tokoh nativisme, Schopenhauer
(1788-1860) berpendapat bahwa bayi lahir beserta pembawaannya, baik
atau buruk. Seorang anak yang mempunyai pembawaan baik, maka dia
52
Dr. Hj ST Rodliyah M.pd pendidikan dan ilmu pendidikan, (jember : STAIN jember
press 2013) hal 117
akan menjadi baik. Sebaliknya, kalau anak mempunyai pembawaan
buruk, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang jahat.
c. Naturalisme
Pandangan yang mirip dengan pandangan nativisme
dikemukakan oleh para penganut paham naturalisme. Sesuai dengan akar
kata naturalisme, yakni nature ‘alam’ atau ‘apa yang dibawa sejak lahir’,
aliran ini berpandangan bahwa seorang anak telah mempunyai
pembawaan sejak lahir. Meskipun kedua aliran sepakat dalam hal adanya
pembawaan pada manusia, namun J.J. Rousseau (1712—1778) (tokoh
utama naturalisme), berbeda pendapat dengan Schopenhauer (nativisme)
tentang pembawaan tersebut. Schopenhauer berpendapat bahwa bayi
lahir dengan dua kemungkinan pembawaan, yakni baik atau buruk,
sedangkan Rosseau menyatakan bahwa semua anak yang baru dilahirkan
hanya mempunyai pembawaan baik. Kalau dalam hal keberadaan
pembawaan manusia pandangan antara naturalisme dengan nativisme
ada kesamaan, maka dalam hal besarnya peranan lingkungan dalam
mempengaruhi perkembangan anak, justru pandangan naturalisme
memiliki unsur kesamaan dengan empirisme. Hal ini dapat dilihat dalam
pernyataan J.J. Rousseau bahwa “semua anak adalah baik pada waktu
baru datang dari Sang Pencipta, tetapi semua menjadi rusak di tangan
manusia”.
d. Hukum Konvergensi
Paham dianggap dapat mengatasi keberatsebelahan itu ialah
paham Konvergensi, yang biasanya dianggap dirumusan secara baik
untuk pertama kalinya oleh W. Stern. Paham Konvergensi in
berpendapat, bahwa di dalam perembangan individu itu baik dasar atau
pembawaan maupun lingkungan memankan peranan penting. Bakat
sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu; Akan
tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang
sesuai supaya dapat berkembang. Misalnya : Tiap anak manusia yang
normal mempunyai bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kaki; Akan
tetapi bakat ini tidak akan menjadi actual(menjadi kenyataan) jika
sekiranya anak manusia itu tidak hidup dalam lingkungan masyarakat
manusia. Anak yang semenjak kecilnya diasuh oleh serigala tak akan
dapat berdiri tegak di atas dua kakinya ; mungkin dia kan berjalan di atas
tangan dan kakinya( jadi seperti serigala).
53
Zakiyah Dradjat, Ilmu Pendidian Islam
Pendidikan merupakan seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang
dilakukan oleh pendidik/guru kepada peserta didik terhadap semua aspek
perkembangan kepribadian baik jasmani maupun rohani, secara formal, informal
maupun non-formal yang berjalan terus-menerus untuk mencapai kebahagiaan
dan nilai yang tinggi, baik nilai insaniyah atau ilahiyah54
Jadi, lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang mencakup iklim,
geografis, adat istiadat, tempat tinggal atau istiadat dan lainnya yang dapat
memberikan penjelasan serta mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan,
perkembangan anak untuk menjadi manusia yang lebih baik yang mempunyai
nilai tinggi, baik nilai insaniyah dan ilahiyah. Sejauh manakah seseorang
berhubungan dengan lingkungan, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya
pengaruh pendidikan kepadanya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh
positif dan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak,
sikapnya, akhlaknya, dan perasaan agamanya. Positif apabila memberikan
dorongan terhadap keberhasilan proses pendidikan itu. Dikatakan negatif apabila
lingkungan menghambat keberhasilan.
Ki Hajar Dewantoro membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga, dan
yang kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan yaitu:
1. Lingkungan Keluarga Keluarga
Suatu lingkaran sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia
sebagai makhluk sosial, ia merupakan unit pertama dalam masyarakat.
Disitulah terbentuknya tahap awal proses sosialiasi dan perkembangan
individu.55 Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diatara
golongannya bersifat khas. Di lingkungan ini terletak dasar-dasar
pendidikan. Disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan
tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya.
Menurut Mohammad Surya dalam bukunya menjelaskan bahwa dari
sekian banyak faktor -faktor yang mengkodidisikan penyesuaian diri, tidak
ada satupun faktor yang lebih penting selain daripada factor rumah dan
keluarga karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial yang terkecil.
Lingkungan yang paling awal bagi perkembangan individu adalah Rahim
54
M. Suyudi.Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, h. 54
55
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., h. 147
ibu yang kemudian berkembang pada lingkungan yang lebih luas, seperti
pola dan kualitas pertumbuhan dan perkembangan individu lingkungan
tersebut. Lingkungan alam tempat individu dilahirkan dan dibesarkan akan
banyak mempengaruhi kondisi perkembangan individu. Interaksi social
yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga yang kemudian akan
dikembangkan di masyarakat.
Dalam mempengaruhi proses sosialisasi dan mendidik ada beberapa
metode yang dapat digunakan oleh orang tua
a. Pembiasaan
Ngalim berpendapat bahwa pembiasaan salah satu alat pendidikan
yang sangat penting, terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak-
anak dapat menurut dan taat kepada peraturan-peraturan dengan ajalan
yang membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan yang baik, di dalam
rumah tangga/keluarga, di sekolah atau ditempat lainnya. Agar
pembiasaan itu dapat cepat tercapai dan baik hasilnya, pembiasaan
tersebut harus memenuhi syarat tertentu, antara lain:
1) Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu
mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang
akan dibiasakan.
2) Pembiasaan itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang)
dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu
kebiasaan yang otomatis.
3) Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas, dan tetap teguh
terhadap pendiriannya yang telah diambilnya.
4) Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus mkin menjadi
pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri. Hal itu mungkin
jika secara berangsur-angsur disertai dengan penjelasan-penjelasan
dan nasihat-nasihat dari orang tua/ pendidik sehingga makin ama
imbullah pengertian dalam diri anak didik.
Dalam lingkungan keluarga orang tua dapat melaksanakan
pendidikan islam melalui kebiasaan seperti membiasakan
mengucapkan:
1) “Basmalah” sebelum memulai suatu perbuatan.
2) “Hamdalah” sebagai ucapan syukur atas segala hasil dan
kenikamatan yang diterima.
3) “Doa sebelum tidur” ketika hendak tidur.
4) “Doa masuk dan keluar kamar mandi” ketika hendak menuju kamar
mandi.
b. Keteladanan
Segala tingkah laku perbuatan dan cara-cara berbicara akan
mudah ditiru atau diikuti oleh anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua
dalam hal ini harus memberikan contoh yang baik agar anak didiknya
dengan mudah meniru apa yang dilakukan oleh pendidiknya. Hal yang
demkian ini dapat kita melihat dorongan meniru pada anak-anak.
c. Latihan dan praktek
Latihan keagamaan yang dapat dilakukan di keluarga berupa:56
1) Ibadah ritual seperti:
a) Praktek Sholat, Wudhu’, Tayammum, azan, iqamah, membaca
Al-Qur’an, sholat berjama’ah sholat sunat dan sebagainya.
b) Latihan menyeleggarakan hal-hal yang berhubungan dengan
mayat seperti menyembahyangkan, mengapani, memandikan
ayat, dll.
2) Ibadah Non Ritual seperti :
a) Membawa anak-anak untuk melakukan kerja bakti
membersihkan mushola
b) Mengikut sertakan anak dalam kegiatan marah masjid
c) Mengikutsertakan anak-anak melakukan takziyah dan
mengunjungi tetangga yang sakit atau meninggal.
d. Perintah dan Larangan
1) Perintah
Perintah bukan hanya keluar dari mulut seseorang yang harus
dikerjakan oleh orang lain, melainkan dalam hal ini termausk pula
peraturan-pertauran umum yang harus ditaati oleh anak-anak. Tiap-
tiap perintah dan peraturan dalam pendidikan mengandung norma-
56
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., h. 154
norma kesusilaan, jadi bersifat memberi arah atau mengandung
tujuan kearah perbuatan susila.
Supaya perintah- perintah dapat ditaati oleh anak sehingga apa yang
dimaksud tercapai, hendaklah perintahperintah itu memenuhi
syarat-syarat tertentu:57
a) Perintah hendaklah terang dan singkat, jangan terlalu banyak
komentar, sehingga mudah dimengerti oleh anak
b) Perintah hendaklah disesuaikan dengan keadaan dan umur anak
dan tiap-tiap perintah hendaknya disesuikan dengan
kesanggupan anak.
c) Kadang-kadang perlu pula kita mengubah perintah itu menjadi
suatu perintah yang lebih bersifat permintaan.
d) Jangan terlalu banyak dan berlebih-lebihan memberi perintah,
sebab dapat mengakibatkan anak itu tidak patuh, tetapi
menantang.
e) Pendidik hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah
diperintahkannya.
f) Suatu perintah yang bersifat mengajak
2) Larangan
Larangan adalah suatu usaha yang tegas
menghentikan perbuatan-perbuatan yang ternyata salah dan
merugikan yang bersangkutan. Seorang ibu atau ayah yang sering
melarang perbuatan anaknya, dapat mengakibatkan bermacam-
macam sifat atau sikap yang kurang baik pada anak itu, seperti: a)
Keras kepala atau melawan b) Pemalu dan penakut c) Perasaan
kurang harga diri, d) Kurang mempunyai perasaan tanggung jawab
e) Pemurung atau pesimis f) Acuh tak acuh terhadap sesuatu
(apatis), dan sebagainya.
Perintah dan larangan dapat pula dilakukan asal
dalam batas kewajaran terutama dalam melaksanakan ibadah dan
akhlak yang terpuji seperti:
57
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, loc.cit
a) Menyuruh anak megerjakan sholat kalau sudah berumur tujuh
tahun.
b) Menyuruh anak-anak supaya melaksanakan akhlak yang baik
terhadap orang tuanya, guru, tetangga, dan anggota masyarakat
lainnya, seperti berkata lemah lembut, bermuka manis dan
ramah tamah kepada mereka. Melarang anak melakukan
tingkah laku yang tak senonoh dan aklak tercela, kalau perlu
memberikan hukuman yang tidak membahayakan dan
menimbulkan keinsafan dan kesadaran kepadanya.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah memegang peranan penting dalam pendiidkan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka disamping keluarga sebagai
pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagi pusat pendidikan
untuk pembentukan pribadi anak. Dengan sekolah, pemerintah mendidik
bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan
bakatnya si anak yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan
bangsanya.58
Sekolah sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat
pendidikan, maka dari itu, sekolah sebagai tempat atau lembaga pendiidkan
kedua setelah keluarga, lebih – lebih mempunyai fungsi melanjutkan
pendidikan keluarga dengan guru sebagi pengganti orang yang harus ditaati.
Dalam perkembangan fisik dan psikologi anak, selanjutnya anak itu
memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosialnya
dengan anak – anak lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis
kelamin, dan kepribadian. Lambat laun ia membebaskan diri dari ikatan
rumah tangga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosialnya
dengan masyarakat luas. Tanggung jawab atas pendidikan anak tidak bisa
dielakkan oleh orang tua. Jika ternyata bahwa perangai orang guru
menimbulkan pengaruh yang tidak bak pada anak, orang tua berhak
memindahkan anaknya ke sekolah lain. Sedangkan sekolah lebih merasa
bertanggung jawab terhadap pendidikan intelek (menambah pengetahuan
anak) serta pendidikan keterampilan (skill) yang berhubungan dengan
58
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, op.cit., h. 180
kebutuhan anak itu untuk hidup di dalam masyarakat nanti, dan yang sesuai
dengan tuntutan masyarakat pada waktu itu. Di Sekolah suasana bebas tidak
didapat. Di sana ada aturan-aturan tertentu. Sekolah dimulai pada waktu
yang ditentukan, dan ia harus duduk selama waktu itu pada tempat yang
ditentuka pula. Ia tidak boleh meninggalkan atau menukar tempat, kecuai
seizing gurunya. Jadi, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan –
peraturan yang telah ditetapkan. d. Pergaulan Kehidupan dan pergaulan
dalam lingkungan keluarga senantiasa diliputi oleh rasa kasih sayang
diantara anggotaanggotanya. Biarpun kadang-kadang terjadi perselisihan-
perselisihan diantara anggota-anggota keluarga itu, namun perselisihan itu
tidak akan memutuskan tali kekeluargaan mereka. Sedangkan Kehidupan
atau pergaulan di sekolah bersifat lebih Zakelijk dan lebih Lugas. Di sekolah
harus ada ketertiban dan peraturan-peraturan tertentu yang harus dijadikan
oleh tiap-tiap murid dan guru. Anak tidak boleh ganggu-mengganggu,
masing-masing hendaklah melakukan tugas dan kewajiban menurut
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
3. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan ketiga sesudah keluarga
dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup
dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehudupan
sosial serta berjenis-jenis budaya. Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan
orang yang menempati suatu daerah, diikat oleh pengalaman-pengalaman
yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan sadar akan kesatuannya, serta
dapat bertindak bersama untuk mencukupi krisis kehidupannya.59
Di masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus
diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Norma-
norma masyarakat yang berpengaruh tersebut merupakan aturan-aturan yang
ditularkan oleh generasi tua kepada generasi mudanya. Penularan-penularan
yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah merupakan proses
pendidikan masyarakat. Contoh tentang sopan santun orang timur yang
47 Hasbullah, Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. Ke-
59
10, h. 55
mengajarkan atau menentukan cara memberi sesuatu kepada, atau menerima
sesuatu dari orang lain dengan tangan kanan. Setiap anak harus belajar dari
lingkungan sosialnya dan harus menguasai sejumlah kelakuan yang
diharapkan daripadanya pada saatnya tanpa adanya guru tetentu yang
bertanggung jawab atas kelakuanya. Di lingkungan masyarakat terdapat pula
lembaga pendidikan organisasi sosial yang dapat menunjang keberhasilan
pendidikan islam, yaitu :
a. Masjid, yang merupakan sarana yang pokok dan mutlak bagi
perkembangan masyarakat Islam. Lingkungan pendidikan asrama
memberikan berbagai keuntungan kepada para penghuninya, seperti
anak-anak mengalami kenudahan dalam belajar, anak yang kurang
pandai dapat bertanya dan berkonsultasi dengan temannya yang pandai.
Mereka terbiasa hidup bermasyarakat. Dalam interaksi tersebut mereka
dapat belajar memahami emosi dan sifat-sifat temannya.
b. Perkumpulan Remaja, seperti yang dijelaskan Ramayulis dalam
bukunya, Pada masa ini anak membutuhkan perkumpulan remaja untuk
membenahi dirinya dan menyalurkan kehendak hati, keinginan dan
angan-angan sebagai pembuktian bahwa mereka juga wajar mendapat
pengakuan masyarakat sekitarnya. Dalam perkumpulan remaja mereka
mendapatkan kesempatan dan memperoleh pengalaman-pengalaman
yang meningkatkan yang kematangan diri mereka. Dengan
pengalampengalam tersebut mereka menemukan jati diri mereka,
menyadari batas-batas kemampuan dan upaya-upaya yang dapat
disumbangkan dan terjadi saling mendidik diantara sesamanya.
C. Fungsi Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan mempunyai fungsi yaitu menunjang terjadinya
proses belajar mengajar secara aman, tertib dan berkelanjutan. Abudin Nata
dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam menjelaskan tentang
fungsi dari beberapa lingkungan pendidikan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, yaitu60
1. Fungsi Lingkungan Keluarga Terhadap Pendidikan
60
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 165
52
Terciptanya keluarga yang terjadi melalui proses perkawinan dua
makhluk berlainan jenis dalam pandagan Al-Qur’an dianggap sebagai
sesuatu yang suci dan tidak sepantasnya dijadikan sarana untuk bermain-
main atau pemuas hawa nafsu biologis seksual semata-mata, melainkan
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan mulia, seperti membina kasih
sayang, tolong menolong, mendidik anak, berkreasi, berinovasi. Dengan
demikian, keluarga amat berfungsi dalam mendukung terciptanya kehidupan
yang beradab. Ia merupakan landasan dari bagi terwujudnya masyarakat
beradab. Tanpa landasan itu, akan mnyebabkan kekacauan dalma
masyarakat. Secara keseluruhan rumah memeperlihatkan fungsinya yang
bermacam-macam, seperti tempat ibadah, tempat tinggal anggota keluarga,
dan temapt menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Dengan demikian secra
normative, keluarga dengan rumah sebagai tempat tinggalnya dapat
dipergunakan sebagai lingkungan pendidikan yang pertama. Dari beberapa
fungsi diatas, masih dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman,
misalnya rumah sebagai rekreasi, olah raga, latihan kerja dan sebaginya.
Namun demikian, fungsi rumah sebgai tempat belajar, nampaknya lebih
ditujukan untuk anggota keluarga yang bersangkuta, dan bukan untuk
umum.
Hasbullah dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu
Pendidikan menjelaskan fungsi sekolah keluarga dalam pendidikan, yaitu:61
a. Pengalaman pertama Masa kanak-kanak
Pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan
faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan
keluarga sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan
jiwa didalam perkembangan individu selanjutnya. Keluarga tidak hanya
mempunyai kewajiban untuk memeliharan eksistensi anak untuk
menjadikannya kelak sebagai seorang pribadi, akan tetapi keluarga juga
mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan anak sebagai
individu yang tumbuh dan berkembang.
b. Menjamin kehidupan emosional anak
61
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012),
cet ke-10, h. 39-43. 54
Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang diliputi dengan
kasih rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan
tentram, suasana percaya mempercayai. Oleh karena itu, melalui
pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa
kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik.
c. Menanamkan dasar pendidikan moral
Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral
bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua
sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Memang biasanya tingkah
laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak. Teladan ini
melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamaran diri dengan
orang yang ditiru dan hal ini penting sekali dalam pembentukan
kepribadian.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembawaan pendidikan adalah sesuatu yang memengaruhi pendidikan
yang berasal dari keturunan (gen) dari orangtuanya.
2. Lingkungan pendidikan adalah adalah segala sesuatu yang mencakup
iklim, geografis, adat istiadat, tempat tinggal atau istiadat dan lainnya
yang dapat memberikan penjelasan serta mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan, perkembangan anak untuk menjadi manusia yang lebih
baik yang mempunyai nilai tinggi, baik nilai insaniyah dan ilahiyah.
3. Lingkungan pendidikan mempunyai fungsi yaitu menunjang terjadinya
proses belajar mengajar secara aman, tertib dan berkelanjutan.
4. Pembawaan dan lingkungan pendidikan sangat berpengaruh dalam
proses pendidikan, entah itu menunjang atau malah menjerumuskan.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini,
namun penulis berharap pada penulisan makalah berikutnya dapat lebih baik.
Penulis menyarankan agar penulisan makalah selanjutnya dapat menemukan
sumber buku yang lebih banyak, sehingga indormasi dan ilmu yang didapat
bisa bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Rodliyah, Siti. 2013. Pendidikan & Ilmu Pendidikan, Jember : STAIN Jember
Press.
Gen : Keturunan
Disusun Oleh:
Kelompok 8
JAKARTA
1439 H/2018 M
ABSTRAK
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
1. Dr. Syamsul Aripin, MA , selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat dan
Ilmu Pendidikan yang telah berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
2. Rekan-rekan Pendidikan Biologi dan Pendidikan Matematika yang
membantu kelancaran penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini dan semoga makalah ini dapat digunakan sebagai
referensi atau acuan bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Kesimpulan ...................................................................................................22
B. Saran .............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
GLOSARIUM ...........................................................................................................
INDEKS ....................................................................................................................
FOTO DAN CV PENULIS .......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
C. Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah ini hanya
tentang definisi, pengertian dan penerapan taksonomi pendidikan dalam dunia
kependidikan saja. Adapun pembahasan lain akan
dijelaskan pada makalah/kelompok berikutnya.
b. Definisi Pendidikan
d. Taksonomi Pendidikan
a. Kesimpulan
b. Saran
4. Daftar Pustaka
5. Glosarium
6. Indeks
7. Tentang Penulis
A. Definisi Taksonomi
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti pengaturan dan
nomos yang berarti ilmu pengetahuan.62 Taksonomi adalah sistem klasifikasi.63
Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan
hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih
umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
62
Muhammad Yaumi, Prisip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013),
hlm. 88.
63
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo (Jakarta:
Kencana, 2007), hlm. 468.
kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, menilai prestasi, dan pemberi
umpan balik.64
Dari beberapa definisi tentang taksonomi di atas, dapat kita tarik sebuah
pengertian bahwa taksonomi merupakan pengklafikasian berdasarkan tingkatan-
tingkatan tertentu, dari data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang digolong-
golongkan dalam sistematika tertentu. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
taksonomi adalah kaidah dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek itu,
B. Definisi Pendidikan
Kata Pendidikan Juga berasal dari Bahasa yunani kuno yaitu dari kata
“Pedagogi“ kata dasarnya “Paid“ yang berartikan “Anak“ dan juga kata
“Ogogos“ artinya “membimbing”. dari beberapa kata tersebut maka kita
simpulkan kata pedagos dalam bahasa yunani adalah Ilmu yang mempelajari
tentang seni mendidik Anak
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai prosedur pendidikan itu
sendiri.
Pengertian pendidikan menurut para Ahli, sebelum kita mengambil
pendapat para filosofi pendidikan dari orang barat, maka kita mengambil
pengertian pendidikan berdasarkan apa yang di sampaikan oleh bapak
pendidikan Nasional Indonesia Ki Hajar Dewantara, beliau telah menjelaskan
tentang pengertian pendidikan sebagai berikut :
“ Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
64
Sadiman Arief, media pendidikan pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, (Jakarta:
Grafindo Persada, 2003)
C. Taksonomi dalam Dunia Pendidikan
Dalam dunia pendidikan sering dijumpai mengenai istilah taksonomi.
Taksonomi merupakan sebuah istilah dalam pengelompokkan ranah penilaian
tujuan pendidikan. Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu Tassein
yang berarti untuk mengklasifikasi dan Nomos yang berarti aturan. Taksonomi
dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang
mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan
kejadian sampai pada kemampuan berfikir dapat di klasifikasikan menurut
beberapa skema taksonomi.
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional terutama pada pasal 3 menyebutkan secara jelas tentang tujuan
pendidikan nasional Indonesia. Tujuan pendidikan secara nasional kemudian
diterjemahkan lagi ke dalam tujuan sebuah lembaga pendidikan dan begitu
seterusnya hingga tujuan-tujuan yang lebih khusus lagi pada tingkat yang lebih
rendah. Wujud tujuan pendidikan dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap. Sehingga tujuan pendidikan dapat dimaknakan sebagai suatu sistem
nilai yang disepakati kebenaran dan kepentingannya yang dicapai melalui
berbagai kegiatan, baik dijalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.
Kepentingan antara kegiatan belajar mengajar harus berlandaskan tujuan.
Kesadaran para guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum proses
belajar mengajar berlangsung. Proses pembelajaan di kelas merupakan inti dari
kegiatan pendidikan di sekolah sebelum pelaksanaan pembelajaran guru perlu
merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran
tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada siswa. Jadi, tujuan tersebut
bukanlah sesuatu yang perlu untuk dirahasiakan. Apabila dalam pengajaran
tidak disebutkan tujuannya, maka siswa tidak akan tahu mana pelajaran yang
perlu dan yang tidak.
Kepentingan hubungan ini dikemukakan oleh Scriven yang mengemukakan
bahwa, harus ada hubungan erat antara:
1. Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran
2. Bahan pelajaran dengan alat-alat evaluasi
3. Tujuan kurikulum dengan alat-alat evaluasi.
Untuk mencapai tujuan hasil belajar yang terarah maka diperlukanlah yang
namanya taksonomi tujuan pendidikan. Taksonomi tujuan pendidikan adalah
sebuah kerangka acuan untuk mengelompokkan kompetensi yang diharapkan
tercapai oleh peserta didik sebagai dampak dari hasil sebuah pembelajaran.
Taksonomi juga merujuk pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar
dengan adanya taksonomi ini para pendidik dapat mengetahui secara jelas dan
pasti apakah tujuan instruksional pelajaran bersifat kognitif, afektif atau
psikomotor.
Jadi, fungsi utama taksonomi yaitu, taksonomi pendidikan digunakan
sebagai acuan untuk menganalisis tujuan pembelajaran, kesesuaian bahan ajar
dengan tujuan yang ingin dicapai, kesesuaian tujuan dengan evaluasi, dan
kesesuaian bahan ajar dengan evaluasi. Sehingga berdasarkan taksonomi itu
nantinya memberikan rambu-rambu yang jelas ketika menetapkan kata kerja
dalam rumusan indikator pencapai hasil belajar yang nantinya akan dijadikan
landasan oleh guru/pendidik dalam menyusun inetrumen evaluasi hasil balajar.
Ragam perbedaan setiap tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran akan berpengaruh pula terhadap model, metode, pendekatan yang
akan diterapkan. Oleh karena itu, taksonomi secara kesuluruhan akan
memberikan warna dan irama dalam kegiatan di kelas secara lebih bervariatif.
D. Taksonomi Pendidikan
Beberapa Ahli yang mengemukakan taksonomi pendidikan yang sampai
sekarang dijadikan landasan untuk melakukan kegiatan mengajar dalam dunia
pendidikan yaitu;
1. Taksonomi Bloom
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh
Benjamin S. Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan
kawankawannya. Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of
Educational Objective Cognitive Domain”, dan pada tahu 1964 terbitlah
karya “Taxonomy of Educataional Objectives, Affective Domain”, dan
karyaya yang berjudul “Handbook on Formative and Summatie Evaluation
of Student Learning” pada tahun 1971 serta karyanya yang lain
“Developing Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini
mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain
(ranah kawasan): kognitif, afektif, dan psikomotor.65 dan setiap ranah
tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hierarkinya.
Beberapa istilah lain yang juga meggambarkan hal yang sama dengan
ketiga domain tersebut yang secara konvensional telah lama dikenal
taksonomi tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa.66
Selain itu, juga dikenal istilah penalaran, penghayatan dan pengamalan.
1) Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan
dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan
mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).
Kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan
sebagainya.68
2) Pemahaman (comprehension)
65
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 149.
66
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan I, (Jakarta: Grasindo, 1992), hlm. 32.
67
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 298.
68
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,terj. Tri Wibowo, hlm.
8
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, hlm. 151.
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk
menangkap makna dan arti tentang hal yang dipelajari.8 Adanya
kemampuan dalam menguraikan isi pokok bacaan; mengubah data
yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan
ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (1).
3) Penerapan (application)
Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode
untuk menghadapi suatu kasus atau problem yang konkret atau
nyata dan baru. kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur
metode, rumus, teori dan sebagainya. Adanya kemampuan
dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang
dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem
baru. Misalnya menggunakan prinsip. Kemampuan ini setingkat
lebih tinggi daripada kemampuan (2).
4) Analisis (analysis)
Di tingkat analisis, sesorang mampu memecahkan informasi
yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan mengaitkan
informasi dengan informasi lain. Kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan ke dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan
atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan
5) Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola
baru. Bagianbagian dihubungkan stu sama lain. Kemampuan
mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk
menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam membuat suatu rencana penyusunan satuan
pelajaran. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja.
Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan
6) Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu
materi pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu
yang diketahui, dipahami, dilakukan, dianalisis dan dihasilkan.
Kemampuan untuk membentuk sesuatu atau beberapa hal, bersama
dengan pertanggungjawaban pendapat berdasarkan kriteria
tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan.
Kemampuan ini dinyatakan dalam menentukan penilaian terhadapa
sesuatu.
Berikut adalah gambar ranah kognitif yang hierarkis:69
69
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 28.
dari level yang rendah (pengetahuan, pemahaman) menuju level lebih
tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi), dengan sasaran level tinggi
dibangun di atas sasaran level rendah.
70
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 298.
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan
membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu
sikap,menrima, menolak atau mengabaikan. Misalnya menerima
pendapat orang lain.
4) Organisasi (organization)
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai
pedoman dan pegangan dalam kehidupan, misalnya Misalnya,
menempatkan nilai pad suatu skala nilai dan dijadikan pedoman
dalam bertindak secara bertanggungjawab.
5) Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value)
Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga
menjadi milik pribadi (internalisasi) menjadi pegangan nyata dan
jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Memiliki sistem nilai
yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya hidupnya. Kemampuan ini dinyatakan dalam
pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti mencurahkan waktu
secukupnya pada tugas belajar atau bekerja. Misalnya juga
kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang
berdisiplin.
Berikut adalah gambar ranah afektif yang hierarkis :
Gambar 2 Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Afektif Menurut
Taksonomi Krathwohl dan Bloom dkk
Dari gambar 2 dapat diketahui bahwa peserta didik yang belajar akan
memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif.
Peserta didik mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada
penghayatan nilai sehingga menjadi suatu pegangan hidup.
Kelima jenis tingkatan tersebut di atas bersifat hierarkis. Perilaku
penerimaan merupakan yang paling rendah dan kemampuan
pembentukan pola hidup merupakan perilaku yang paling tinggi.
c. Ranah Psikomotor (psychomotoric domain)
Ranah psikomotor kebanyakan dari kita menghubungkan
aktivitas motor dengan pendidkan fisik dan atletik, tetapi banyak subjek
lain, seperti menulis dengan tangan dan pengolahan kata juga
membutuhkan Kawasan psikomotor yaitu kawasan gerakan yang
berkaitan dengan aspekaspek keterampilan jasmani.71
Rician dalam ranah ini tidak dibuat oleh Bloom, namun oleh ahli lain
yang berdasarkan ranah yang dibuat oleh Bloom, antara lain:
1) Persepsi (perception)
Kemampuan untuk menggunakan isyaratisyarat sensoris dalam
memandu aktivitas motrik. Penggunaan alat indera sebagai
rangsangan untuk menyeleksi isyarat menuju terjemahan. Misalnya
pemilihan warna.
2) Kesiapan (set)
71
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,terj. Tri Wibowo, hlm.
Kemampuan untukmelakukan suatu gerakan sesuai dengan
contoh yang diberikan. Tahap awal dalam mempelajari
keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan
gerakan cobacoba.
Misalnya, membuat lingkaran di atas pola.
7) Kreativitas (creativity)
72
Dalyono, Psikologi Pendidikan, hlm. 51-52.
Perkembangan kognitif atau perkembangan kapasitas nalar otak
(inteligensi) berlangsung sangat pesat sampai masa remaja. Setelah itu
cenderung stagnan atau berangsur menurun kesehatannya seiring dengan
pertambahan usia.73
73
Sudarwan Danim, Psikologi Pendidikan (dalam Perspektif Baru),(Bandung: Alfabeta,
2011), hlm.77.
74
Sudarwan Danim, Psikologi Pendidikan (dalam Perspektif Baru), (Bandung:
Alfabeta, 2011), hlm.77.
4. Taksonomi Anderson
Ketiga ranah dalam taksonomi Bloom ini bersifat linier, sehingga
seringkali menimbulkan kesukaran bagi guru dalam menempatkan konten
(isi) pembelajaran. Akhirnya tahun 1990 seorang murid Benjamin Bloom
yang bernama Lorin W. Anderson melakukan penelitian dan mengasilkan
perbaikan terhadap taksonomi Bloom, revisinya diterbitkan tahun 2001.
Perbaikan yang dilakukan adalah mengubah taksonomi Bloom dari kata
benda (noun) menjadi kata kerja (verb).
75
Lorin W. Anderson dan David R Krathwohl, Kerangka Landasan., terj. Agung
Prihantoro, hlm. 403.
mampu menilai adanya kelebihan dan kekurangan pada sesuatu dari
berbagai pertimbangan dan pemikiran kritis.
Kunci perubahan ini terutama terkait dengan terminologi. Menurut
Anderson dan Krathwohl istilah knowledge, comprehension,
application dan selanjutnya tidak menggambarkan penerapan hasil
belajar. Oleh karena itu mengusulkan penggunaan terminologi
berbentuk gerund yaitu remembering (ingatan), understanding
(pemahaman), applying (penerapan), analysis (analisis), evaluation
(penilaian) dan creation (penciptaan) dan seterusnya. Terminologi ini
lebih menggambarkan kompetensi secara spesifik. Istilah knowledge
mewakili kata benda umum yaitu pengetahuan. Berbeda dengan
remembering yang bermakna ingatan; kata ini memiliki arti sebuah
kemampuan sebagai hasil dari proses belajar dengan kegiatan
membaca, mendengar, melakukan dan sejenisnya.
Dalam skema terlihat perbedaan istilah dan jenis Selain itu ada
revisi susunan tingkat kompetensi dan menambahkan satu istilah untuk
kompetensi kognitif tertinggi yaitu creation. Anderson dan Krathwohl
berasumsi bahwa kemampuan mensintesis merupakan kompetensi
tertinggi karena merupakan akumulasi dari kelima kompetensi lainnya.
Dengan alasan itu mereka memindahkan kompetensi tersebut di puncak
piramida domain kognitif tapi mengubah istilah menjadi creation
(penciptaan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taksonomi merupakan sebuah pengelompokan suatu hal berdasarkan
hierarki atau tingkatan tertentu. dalam pendidikan, taksonomi pendidikan
merupakan sebuah istilah dalam pengelompokkan ranah penilaian tujuan
pendidikan. Jadi, fungsi utama taksonomi yaitu, taksonomi pendidikan
digunakan sebagai acuan untuk menganalisis tujuan pembelajaran, kesesuaian
bahan ajar dengan tujuan yang ingin dicapai, kesesuaian tujuan dengan evaluasi,
dan kesesuaian bahan ajar dengan evaluasi. Salah satu konsep taksonomi
pendidikan yang terkenal dan masih digunakan sampai saat ini diantaranya yaitu
taksonomi Bloom. Taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan
pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan): kognitif, afektif, dan
psikomotor. dan setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang
lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Adapun revisi dari taksonomi Bloom
dilakukan oleh Anderson yang melakukan penelitian dan mengasilkan perbaikan
terhadap taksonomi Bloom, revisinya diterbitkan tahun 2001. Perbaikan yang
dilakukan adalah mengubah taksonomi Bloom dari kata benda (noun) menjadi
kata kerja (verb).
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah semoga makalah ini bermanfaat
dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi pembaca. Diharapkan makalah
ini dapat memberikan penjelasan kepada pembaca terkait perilaku plagiasi dan
kiat menghindarinya. Makalah ini diharapkan juga dapat diterapkan dalam
kegiatan penulisan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Inteligensi : Daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik
maupun mental, terhadap pengalaman baru, membuat pengalaman dan
pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan
pada fakta atau kondisi baru; kecerdasan
Afektif 11
Filosofi 6
Hierarki 8
Kognitif 18
Pedagogi 10
Psikomotorik 19
FOTO DAN CV PENULIS
A. Moderator
Fakhrotun Nisa
B. Notulen
Husna
C. Penanya
1. Dwi
2. Anna Fajria
3. Shinta Aulia
4. Rizki Indriani A
5. Nurakliah
6. Yayu
D. Penanggap
1. Nida
2. Salsabila M
3. ‘Azizah S
4. Hanifah
5. Ulfi M
6. Arifin
PUSAT-PUSAT DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
(Makalah Ini Disusun Sebagai Bahan Diskusi Mata Kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika Semester 5 Kelas 5A)
Disusun Oleh:
Kelompok 9
Nama: Hanifatul Hashina (11170161000009)
Nama: Fatimah Azzahra (11170161000011)
Nama: Bagas Widiarto (11170161000017)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
1. Prof. Dr. H. M. Suparta, M.A dan Dr. Syamsul Aripin, MA, selaku dosen
pengampu mata kuliah Filsafat dan Ilmu Pendidikan yang telah berkenan
memberikan petunjuk dan bimbingan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
2. Rekan-rekan Pendidikan Biologi dan Pendidikan Matematika yang membantu
kelancaran penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyususn makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini dan semoga makalah ini dapat digunakan sebagai
referensi atau acuan bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
GLOSARIUM ........................................................................................................
INDEKS ..................................................................................................................
PENDAHULUAN
Potensi yang dimiliki oleh setiap anak akan berkembang seiring waktu
berjalan. Namun, potensi tersebut tetap memerlukan bantuan dan tuntunan dari
liuar diri sang anak. Potensi-potensi ini tidak dapat berkembang begitu saja
tanpa bantuan pengarahan dari orang lain yang lebih berpengalaman dari
dirinya.
C. Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah hanya
tentang pengertian, macam-macam, fungsi dan peranan, tanggung jawab
lembaga pendidikan, serta jalur-jalur lembaga pendidikan. Adapun
pembahasan lain akan dijelaskan pada makalah berikutnya.
B. Tripusat Pendidikan
76
Ibrahim Bafadhol, “Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia”, Jurnal Edukasi Islami
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 06 No. 11, Januari 2017, hlm. 60
77
Amin Kunefi Elfachmi, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Erlangga, 2016), hlm. 84
sekolah, san masyarakat, atau disebut “Tripusat Pendidikan”. Ketiga lembaga
pendidikan tersebut memiliki peran dan tanggung jawab tersendiri. Namun,
tetap memiliki keterpaduan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.78
78
Marlina Gazali, “Optimalisasi Peran Lembaga Pendidikan Untuk Mencerdaskan
Bangsa”, Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 6 No. 1, Januari 2013, hlm. 128
79
Ibid., hlm. 129-130
perkembangan seseorang, karena keluarga merupakan tempat
seseorang merasakan pengalaman pertama pada masa kanak-
kanaknya.80
80
Elfachmi, Op. Cit., hlm. 85
81
Gazali, Op.Cit., hlm. 131
82
Elfachmi, Op.Cit., hlm. 86
2. Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Keluarga
83
Gazali, Op.Cit., hlm. 131-132
84
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm.10
secara efektif dan efisien dari, oleh dan untuk masyarakat. Sekolah
berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik
warga negara.
Berikut diuraikan mengenai fungsi, peranan, dan tanggung jawab
Lembaga Pendidikan Sekolah:
1. Fungsi Lembaga Pendidikan Sekolah
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
anak didik.
b. Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
c. Efisiensi, pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan
sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan
memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
d. Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk
sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
e. Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan
budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya
pada anak didik selaku generasi muda.
f. Transisi dari rumah ke masyarakat, sekolah menjadi tempat anak
untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai
persiapan untuk terjun ke masyarakat.
2. Peranan Lembaga Sekolah
a. Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan
dengan karyawan.
b. Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah.
c. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang
berguna bagi agama, bangsa dan agama.
3. Tanggung Jawab Sekolah
a. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan
yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
b. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat
pendidikan.
c. Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional
pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini
berdasarkan ketentuan jabatannya.85
E. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Pendidikan di lingkungan masyarakat adalah pendidikan nonformal
yang dibedakan dari pendidikan di keluarga dan di sekolah. Bertujuan sebagai
penambah atau pelengkap pendidikan formal dan informal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
85
Elfachmi, Op.Cit., hlm.86-87
86
Tim Dosen IKIP, Dasar-Dasar Pendidikan (Semarang : IKIP Semarang Press, 1981),
hlm.334
Fungsi lembaga pendidikan masyarakat yang pertama yaitu
sebagai fungsi sosialisasi. Maksudnya yaitu dengan adanya lembaga
pendidikan masyarakat maka pendidikan diharapkan dapat berperan
dalam proses sosialisasi pada lingkungan masyarakat. Dengan adanya
pendidikan maka proses sosialisasi dalam masyarakat akan berjalan
sebagaimana mestinya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
orang tua, sekolah dan masyarakat memiliki keterkaitan satu sama
lain dalam proses pendidikan. Orang tua mengharapkan sekolah dapat
melaksanakan proses sosialisasi dengan baik sehingga nantinya anak-
anak dapat memahami dan menerapkan proses sosialisasi dalam
lingkungan masyarakat. Untuk menjalankan tugasnya dalam fungsi
sosialisasi maka sekolah menetapkan berbagai program dan
kurikulum pendidikan, beserta metode pembelajaran apa yang akan
digunakan sehingga proses transmisi nilai-nilai budaya dan
masyarakat dapat berjalan dengan lancar.
b. Fungsi kontrol sosial
Selain sebagai fungsi sosialisasi lembaga pendidikan juga
mempunyai fungsi sebagai fungsi kontrol sosial. Sekolah dapat
menanamkan nilai-nilai dan loyalitas tatanan tradisional masyarakat
yang berfungsi sebagai pelayanan sekolah untuk dapat melakkukan
kontrol sosial. Dengan melalui pendidikan maka kita dapat
mengambil nilai sosial dengan melakukan interaksi sosial dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan mempunyai fungsi sebagai kontrol sosial maka
lembaga pendidikan di harapkan dapat mendidik anak-anak ataupun
peserta didik menjadi lebih berkualitas dengan begitu tatanan
masyarakat dapat terjalin secara harmonis. Selain itu lembaga
pendidikan juga mempunyai fungsi sebagai pemersatu segala
perbedaan yang ada.87
c. Fungsi pelestarian budaya masyarakat
Fungsi yang ketiga yaitu sebagai pelestari budaya masyarakat.
Dengan adanya lembaga pendidikan maka dapat lembaga pendidikan
mempunyai tugas sebagai pemersatu budaya yang beraneka ragam.
Selain itu kita harus dapat melestarikan nilai budaya daerah seperti
bahasa daerah, kesenian yang masih ada agar tidak punah.
d. Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja
Fungsi yang keempat yaitu sebagai fungsi seleksi, latihan dan
pengembangan tenaga kerja. Maksud dari fungsi seleksi yaitu
lembaga pendidikan dapat menyiapkan siswa untuk megikuti seleksi.
Misalnya seleksi untuk masuk perguruan tinggi, atau seleksi masuk
sekolah mempunyai syarat harus mengikuti seleksi dengan ujian
tertulis. Contoh dalam mendapatkan pekerjaan, kita harus mengikuti
berbagai seleksai untuk memperoleh tujuan kita.
e. Fungsi pendidikan dan perubahan sosial
Fungsi lembaga pendidikan dalam perubahan sosial yaitu
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berperan dalam
menanamkan keyakinan dan nilai-nilai tentang cara berpikir manusia.
Pendidikan di zaman sekarang dapat menghasilkan generasi baru
dengan mempunyai kemampuan berpikir secara kritis, mandiri, tidak
mudah menyerah pada situasi yang ada. Dengan begitu maka peserta
didik akan memahami bagaimana perubahan dalam kehidupan sosial
dapat terjadi, dan bagaimana peserta didik dapat menjadi agen
perubahan.
F. Jalur-Jalur Pendidikan
87
Q.Aini, “Pengertian Lingkungan Pendidikan”(
digilib.uinsby.ac.id/5141/65/Bab%202.pdf, 2016
88
Bafadhol, Op. Cit., hlm. 60-61
e. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
f. Madrasah Tsanawiyah (MTs)
g. Sekolah Menengah Atas (SMA)
h. Madrasah Aliyah (MA)
i. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
j. Perguruan Tinggi, meliputi : Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi,
Institut, dan Universitas.
2. Lembaga Pendidikan Non Formal
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sikdinas
disebutkan bahwa lembaga pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan diluar pendidikan formal yang dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Lembaga pendidikan non formal adalah
lembaga pendidikan yang disediakan bagi warga negara yang tidak
sempat mengikuti atau menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu
dalam pendidikan formal. Kini, pendidikan non formal semakin
dibutuhkannya keterampilan pada setiap orang untuk mendapatkan
pekerjaan yang diinginkan. Faktor pendorong perkembangan pendidikan
nonformal diantaranya:
a. Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak dapat
melanjutkan sekolah
b. Lapangan kerja, khususnya sektor swasta mengalami perkembangan
cukup pesat dan lebih dibandingkan perkembangan sektor
pemerintah
89
Ibid., hlm. 61-62
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
disebutkan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan. Lembaga pendidikan informal adalah pendidikan yang
ruang hidupnya lebih terarah pada keluarga dan masyarakat. Pendidikan
keluarga adalah pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pertama,
karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan dan
mendapatkan pembinaan dari sebuah anggota keluarga. Pendidikan
pertama ini dapat dipandang sebagai peletak pondasi pengembangan-
pengembangan berikutnya. Adanya istilah pendidikan utama juga
dikarenakan adanya pengembangan tersebut.90
Namun pendidikan informal, khususnya pendidikan keluarga
memang belum ditangani seperti pada pendidikan formal, sehingga
masuk akal jika sebagian besar keluarga belum memahami dengan baik
tentang cara mendidik anak-anak dengan benar. Ciri-ciri pendidikan
informal adalah:
a. Pendidikan berlangsung terus-menerus tanpa mengenal tempat dan
waktu.
b. Yang berperan sebagai guru adalah orang tua.
c. Tidak adanya manajemen yang baku.
4. Karakteristik Jalur-Jalur Pendidikan
Terdapat beberapa karakteristik dari jalur-jalur pendidikan yang
telah diuraikan diatas, antara lain:91
Pendidikan
No Pendidikan Formal Pendidikan Informal
Nonformal
1. Tempat pembelajaran di Tempat pembelajaran- Tempat pembelajaran bisa
gedung sekolah nya di luar gedung di mana saja
2. Ada persyaratan khusus Kadang tidak ada Tidak ada persyaratan
untuk menjadi peserta didik persyaratan khusus
90
Ibid., hlm.62
91
Elfachmi, Op.Cit., hlm. 90
3. Kurikulumnya jelas Umumnya tidak me- Tidak berjenjang
miliki jenjang yang
jelas
4. Materi pembelajaran ber- Adanya program ter- Tidak ada program yang
sifat akademis tentu yang khusus direncanakan
hendak ditangani
5. Proses pendidikannya me- Bersifat praktis dan Tidak ada materi tertentu
makan waktu yang lama khusus yang harus tersaji secara
formal
6. Ada ujian formal Pendidikannya ber- Tidak ada ujian
langsung singkat
7. Penyelenggara pendidikan Dapat dilakukan oleh Tidak ada lembaga sebagai
adalah pemerintah atau pemerintah atau swasta penyelenggara
swasta
8. Tenaga pengajar memiliki
klasifikasi tertentu
9. Diselenggarakan dengan
administrasi yang seragam
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Formal 11
Informal 13
Lembaga 4-14
Nonformal 12
Pendidikan 4-14
Sisdiknas 11-14
Tripusat 4
TENTANG PENULIS
A. Moderator
B. Operator
Shinta Aulia
C. Penanya
Anisa Rehlitna PG
Husna Amaliah
Ade Rizka Fitria
Dwi Sarifatul
Dinda
Ulfi Maysyaroh
D. Penanggap
M. Imanul Arifin
Pitri Nurgandari
Novita Dwi Safitri
Nurazizah
Fathiya Rahmah Aliya
Masarrah Marimadani
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
(Makalah Ini Disusun Sebagai Bahan Diskusi Mata Kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika Semester 5 Kelas 5A)
Disusun Oleh:
Kelompok 10
JAKARTA
1439 H/2018
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
2. Aliran Nativisme................................................................................
4. Aliran Konvergensi............................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
INDEKS...................................................................................................................
Sejak dulu sampai sekarang ini pendidikan merupakan hal yang paling
penting untuk membawa seseorang kepada kehidupan yang lebih baik, dan masalah
sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari faktor pembawaan dan lingkungan.
Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan
sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit. Penulisan makalah
ini dilakukan untuk mengetahui apa itu aliran pendidikan, beberapa pendapat dari
aliran-aliran pendidikan, serta pengaruhnya terhadap pemikiran dan praktek
pendidikan di Indonesia. Aliran-aliran pendidikan merupakan pemikiran-pemikiran
yang membawa pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut
berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran
terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya,
sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi
berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-aliran itu yang harus
dipahami. Aliran-aliran pendidkan telah dimulai sejak awal hidup manusia karena
setiap kelompok manusia selalu dihadapakan dengan generasi muda keturunannya
yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Aliran-aliran
pendidikan ini dibagi menjadi beberapa aliran, diantaranya aliran empirisme, aliran
nativisme, aliran naturalisme, aliran konvergensi, aliran progresivisme, dan aliran
kontruktivisme.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
1. Dr. Syamsul Aripin, MA, selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat dan
Ilmu Pendidikan yang telah berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
2. Rekan-rekan Pendidikan Biologi dan Pendidikan Matematika yang membantu
kelancaran penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini dan semoga makalah ini dapat digunakan sebagai
referensi atau acuan bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
C. Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah ini hanya
tentang definisi, pengertian dan macam-macam aliran-aliran pendidikan dalam
dunia kependidikan saja. Adapun pembahasan lain akan dijelaskan pada
makalah/kelompok berikutnya.
D. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui arti dari aliran.
A. Definisi Aliran
Kata aliran diturunkan dari alir, mengalir seperti dalam sebaris lagu
”Bengawan Solo”: air mengalir sampai jauh. Apa makna aliran? Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi versi online, aliran bermakna (1) sesuatu yang
mengalir (air, hawa, listrik, dsb), (2) saluran untuk benda cair yg mengalir
(seperti pipa air), (3) haluan, pendapat, paham (politik, pandangan hidup, dsb).
Aliran ini berhubungan dengan pandangan, sikap, haluan. Ke dalam aliran ini
kemudian dapat dibagi menjadi aliran politik, aliran filsafat, dan tentunya yang
sudah lama ada, serta terdapat juga aliran kepercayaan.92
B. Definisi Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha untuk membimbing anak agar
menyerupai orang dewasa akan tetapi bagi Jean Piaget (1896) pendidikan
berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu
penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan lain. Pandangan
tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.Dalam arti sempit
pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umunya di sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal.
Secara umum, pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina ke-pribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat.
Bagaimana pun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya pasti
berlangsung suatu proses pendidikan, sehingga sering dikatakan bahwa
pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia (Samad, 2013).
Berikut beberapa pengertian pendidikan menurut beberapa sumber antara lain
adalah sebagai berikut.
92
Anonim, Aliran dan Ajaran, diambil dari: https://www.wisma-bahasa.com/aliran-dan-
ajaran/ (diakses pada tanggal 10 Desember 2018).
1. Pengertian Pendidikan Menurut UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat (1) Tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
2. Kamus Besar Bahasa IndonesiaKamus Besar Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapat
imbuhan berupa awalan ‘pe’ dan akhiran ’an’ yang berarti proses atau cara
perbuatan mendidik. Maka definisi pendidikan menurut bahasa yakni
perubahan tata laku dan sikap seseorang atau sekelompok orang dalam
usahanya mendewasakan manusia lewat pelatihan dan pengajaran.
3. Ki Hadjar DewantaraPendidikan yaitu tuntutan dalam hidup tumbuhnya
anak-anak yang bermaksud menuntun segala kekuatan kodrati pada anak-
anak itu supaya mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mampu
menggapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi tingginya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan salah satu bentuk pertolongan atau bimbingan yang diberikan orang
yang mampu, dewasa dan memiliki ilmu terhadap perkembangan orang lain
untuk mencapai kedewasaan dengan tujuan supaya pribadi yang dididik
memiliki kecakapan yang cukup dalam melaksanakan segala kebutuhan
hidupnya secara mandiri.93
C. Aliran-Aliran dalam Dunia Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa
pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti
suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikirn terdahulu selalu
ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, sehingga timbul
93
Husamah dkk., Pengantar Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2015), hal 32.
pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan
itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-aliran itu yang harus dipahami. Oleh
karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis
aturan-aturan pendidikan.
D. Macam-Macam Aliran-Aliran Pendidikan
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak
itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan
pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Pendidikan di dalam
masyarakat senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan
kehidupan generasi yang sejalan dengan tuntutan, perkembanga dan kemajuan
masyarakat dari zaman ke zaman.94
Mengingat perkembangan kehidupan dan pelaksanaan pendidikan
bersifat dinamis, maka gagasan-gagasan yang muncul pun bersifat dinamis
(sesuai dengan alam pikir dan dinamika manusianya). Kondisi akhirnya
mendorong lahirnya aliran-aliran dalam pendidikan. Aliran-aliran dalam
pendidikan perlu dikuasai oleh para calon pendidik karena pendidikan tidak
cukup dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah yang bersifat parsial dan95
deskriptif saja, melainkan perlu dipandang pula secara holistik (menyeluruh).
1. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-
stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh
orang dewasa dalam bentuk pendidikan.
94
Nadirah S., Anak Didik Perspektif Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi Lentera
Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2013), hal 188-195.
95
Husamah, Op.Cit., hal 86.
Aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala
pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam perkembanganya
ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata melalui alat inderanya baik
secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses
pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung.96
Jadi segala kecakapan dan pengetahuanya tergantung, terbentuk dan
ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman didapatkan dari
lingkungan atau dunia luar melalui indra, sehingga dapat dikatakan
lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau anak didik.
Bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembangan anak.97
Empirisme berasal dari kata empire, artinya pengalaman. Tokoh
utama aliran ini ialah John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah
“The School of British Empiricism” (aliran empirisme Inggris). Locke
memandang bahwa anak yang dilahirkan itu ibaratnya meja lilin putih
bersih yang masih kosong belum terisi tulisan apa-apa, karenanya aliran
atau teori ini disebut juga Tabularasa, yang berarti meja lilin putih. Masa
perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh
lingkungan atau pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil.
Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja menurut kehendak
lingkungan (dalam arti luas), pengalaman dari lingkungan itulah yang
menentukan pribadi seseorang.98
Aliran ini mengandaikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
hidup manusia ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor pengalaman yang
berada di luar diri manusia, baik yang sengaja di desain melalui pendidikan
formal maupun pengalaman-pengalaman tidak disengaja yang diterima
melalui pendidikan informal, non formal, dan alam sekitar. Aliran ini
berpendapat bahwa pendidikanlah yang menentukan masa depan manusia,
sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam, seperti bakat dan
96
Josep Mbulu dkk., Pengantar Pendidikan. (Malang: Teknologi Pendidikan, 2006), hal 98.
97
Darmi, Aliran-Aliran yang Mempengaruhi Kurikulum Pendidikan, (Diambil dari AT-TA'DIB
jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam Vol. 5 No. 1, 2013), hal 2-5.
98
Ahmadi A. dan Uhbiyati N., Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal 46.
keturunan tidak mempunyai pengaruh sama sekali dalam menentukan
masa depan manusia.99
2. Aliran Nativisme
Teori ini merupakan kebalikan dari teori empirisme, yang
mengajarkan bahwa anak lahir sudah memiliki pembawaan baik dan
buruk. Perkembangan anak hanya ditentukan oleh pembawaanya sendiri-
sendiri. Lingkungan sama sekali tidak mempengaruhi apalagi membentuk
kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan menjadi jahat, jika
pembawaanyan baik akan menjadi baik. Jadi lingkungan yang diinginkan
dalam perkembangan anak adalah lingkungan yang tidak dibuat-buat,
yakni lingkungan yang alami.100
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti kelahiran atau native
yang artinya asli atau asal. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur
Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Nativisme
berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memiliki/membawa sifat-sifat
dan dasar-dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-
sifat dan dasar-dasar tertentu yang bersifat keturunan (herediter) inilah
yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, serta hasil
pendidikan sepenuhnya.101
Nativisme menganggap pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan
tidak berarti, tidak mempengaruhi perkembangan anak didik, kecuali
hanya sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja. Apabila seorang
anak berbakat jahat, maka ia akan menjadi jahat, begitu pula sebaliknya.
Apabila seorang anak mempunyai potensi intelektual rendah maka akan
tetap rendah.102
99
Setianingsih D., Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Tholhah Hasan, (Malang:
Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2008), hal 68.
100
Darmi, Loc.Cit.
101
Nadirah, Loc.Cit.
102
Djumransjah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hal
74.
Aliran nativisme menolak dengan tegas adanya pengaruh eksternal.
Pendidikan tidak berpengaruh sama sekali dalam membentuk manusia
menjadi baik. Pendidikan tidak bermanfaat sama sekali. Sebaliknya, kalau
kita menginginkan manusia menjadi baik, maka yang perlu dilakukan
adalah memperbaiki kedua orang tuanya karena merekalah yang
mewariskan faktor-faktor bawaan kepada anak-anaknya. Nativisme jelas
merupakan aliran yang mengakui adanya daya-daya asli yang telah
terbentuk sejak lahirnya manusia ke dunia. Daya-daya tersebut ada yang
dapat tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuan
manusia dan ada yang dapat tumbuh berkembang hanya sampai pada titik
tertentu sesuai dengan kemampuan individual manusia.103
Aliran ini masih memungkinkan adanya pendidikan. Namun,
mendidik menurut aliran ini membiarkan anak tumbuh berdasarkan
pembawaannya. Berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung kepada
tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki anak. Apa yang patut
dihargai dari pendidikan atau manfaat yang diberikan oleh pendidikan,
tidak lebih dari sekadar memoles permukaan peradaban dan tingkah laku
sosial, sedangkan lapis yang mendalam dan kepribadiananak, tidak perlu
ditentukan.104
3. Aliran Naturalisme
Natur atau natura artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir.
Aliran ini ada persamaannya dengan aliran nativisme (beberapa ahli
menyebut dengan istilah “sama”, “hampir sama” dan “senada”. Istilah
natura telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, dari
dunia fisika yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total
dari fenomena ruang dan waktu.
Aliran Naturalisme dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau. Ia
mengatakan, “Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam,
dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan
103
Setianingsih D., Loc.Cit.
104
Husamah, Op.Cit., hal 89.
manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak
yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam
akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak
kelahiran anak tersebut.105
Naturalisme bependapat bahwa pada hakekatnya semua anak
manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang
pencipta, tetapi akhirnya rusak sewaktu berada di tangan manusia. Ajaran
dalam teori ini mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah memiliki
pembawaan sendiri-sendiri baik bakat minat, kemampuan, sifat, watak dan
pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan akan berkembang sesuai
dengan lingkungan alami, bukan lingkungan yang dibuat-buat.106
Rousseau juga berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran
terhadap norma-norma, hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu
untuk memberikan hukuman, biarlah alam yang menghukumnya. Jika
seorang anak bermain pisau, atau bermain api kemudian terbakar atau
tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-gatal atau masuk
angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan
sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya
menjadi insaf dengan sendirinya.107
4. Aliran Konvergensi
Salah satu tokoh pendidikan bernama William Stern (1871-1939)
telah menggabungkan pandangan yang dikenal dengan teori atau aliran
konvergensi. Aliran ini ingin mengompromikan dua macam aliran yang
eksterm, yaitu aliran empirisme dan aliran nativisme, dimana pembawaan
dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama berpengaruh
terhadap hasil perkembangan anak didik. Stern berpendapat bahwa
pembawaan dan lingkungan merupakan dua garis yang menuju kepada
suatu titik pertemuan (garis pengumpul), oleh karena itu perkembangan
105
Ibid.
106
Darmi, Op.Cit., hal 4.
107
Husamah, Op.Cit., hal 90.
pribadi sesungguhnya merupakan hasil proses kerjasama antara potensi
heriditas (internal) dan lingkungan, serta pendidikan (eksternal).108
Aliran konvergensi menyatakan bahwa pembawaan tanpa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tidak akan bisa berkembang, demikian
juga sebaliknya. Potensi yang ada pada pembawaan dari seorang anak akan
berkembang ketika mendapat pendidikan dan pengalaman dari
lingkungan. Sedangkan secara psikis untuk mengetahui potensi yang ada
pada anak didik yaitu dengan cara melihat potensi yang dimunculkan pada
anak tersebut. Pembawaan yang disertai disposisi telah ada pada masing-
masing individu yang membutuhkan tempat untuk merealisasikan dan
mengembangkannya. Pada dasarnya pembawaan adalah seluruh
kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi)
yang terdapat pada suatu individu dan ayang selama masa
perkembangannya benar-benar dapat direalisasikan.109
Aliran konvergensi pada prinsipnya berpendapat bahwa pembawaan
dan lingkungan sama pentingnya. Perkembangan jiwa seseorang
tergantung pada bakat sejak lahir dan lingkungannya, khususnya
pendidikan. Peran pendidikan adalah memberi pengalaman belajar agar
anak dapat berkembang secara optimal. Menurut aliran konvergensi
perkembangan pribadi merupakan hasil proses kerjasama antara potensi
hereditas (internal) dan lingkungan (eksternal). Jadi menurut aliran
konvergensi: (1) pendidikan dapat diberikan kepada semua orang, (2)
pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan kepada peserta
didik untuk mengembangkan pembawaannya yang baik dan mencegah
pembawaan yang buruk, (3) hasil pendidikan tergantung dari pembawaan
dan lingkungan (Moerdiyanto, 2011).110
5. Aliran Progresivisme
108
Djumaransjah, Loc.Cit.
109
Husamah, Loc.Cit.
110
Moerdiyanto, Tren Pengembangan Pendidikan IPS di Sekolah Dasar dan Menengah,
(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2011), hal 59.
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-
centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih
berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-
centered). Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar
kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja
dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan
harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap
anak.111
Anak merupakan pusat adari keseluruhan kegiatan-kegiatan
pendidikan. Pendidikan Progresivisme sangat memuliakan harkat dan
martabat anak dalam pendidikan. Anak bukanlah orang dewasa dalam
betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan orang dewasa.
Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak mempunyai
alur pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai
harapan-harapan dan kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang
dewasa. Dengan demikian, anak harus diperlakukan berbeda dari orang
dewasa.112
6. Aliran Kontruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang
epistemiolog Italia. Ia dipandang sebagai cikal bakal lahirnya
konstruktivisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam
semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Mengerti berarti
mengetahui sesuatu jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat
mengetahui segala sesuatu karena Dia Pencipta segala sesuatu itu.
Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan.
Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang
dibentuk. Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan
111
Darmi, Loc.Cit.
112
Ibid., hal 5.
kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi
kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Pengetahuan
merupakan suatu proses, bukan suatu barang.
Aliran Konstruktivisme ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak
diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang, melalui
pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu penglihatan,
pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini
menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang
kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa
dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer
ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda
jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini dan masa yang akan datang
akan berkembang sesuai seiring perkembangan sosial budaya dan
perkembangan iptek. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut dengan aliran
pendidikan. Aliran tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia,
termasuk pendidikan di Indonesia. Dari aliran-aliran pendidikan di atas kita
tidak bisa mengatakan bahwa salah satu adalah yang paling baik. Sebab
penggunanya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, situasi, dan kondisinya
pada saat itu, karena setiap aliran memiliki dasar-dasar pemikiran sendiri.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi pembaca.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan penjelasan kepada pembaca terkait
perilaku plagiasi dan kiat menghindarinya. Makalah ini diharapkan juga dapat
diterapkan dalam kegiatan penulisan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Empirisme 7
Kontruktivisme 13
Konvergensi 11
Nativisme 9
Naturalisme 10
Progresivisme 12
FOTO DAN CV PENULIS
dan lulus pada tahun 2011. Setelah lulus dari sekolah dasar ia melanjutkan ke SMP
Negeri 03 Cisauk hingga tahun 2014 dan kembali melanjutkan sekolah di SMA Negeri
28 Kab.Tangerang lalu lulus pada tahun 2017. Saat ini penulis sedang melanjutkan
pendidikannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Pendidikan Biologi
semester 3.
DAFTAR NAMA PETUGAS
A. Moderator
Ade Rizka Fitria
B. Notulen
Massarah Marimadani
C. Penanya
1. Marina
2. Nurazizah
3. Ningrum Sri Indriani
4. Nadya Aristia P.
5. Pitri Nurgandari
6. M. Imanul Arifin
D. Penanggap
1. Husna
2. Bagas Widiarto A.
3. Fatimah Azzahra S.
4. Anisa Rehlitna P.G
5. Dinda
6. A’zizah Shobiroh
DEMOKRASI PENDIDIKAN
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Disusun oleh:
Kelompok 11
Nama : Fakhtotun Nisa (11170161000008)
Nama : Anisa Rehlitna P. G (11170161000020)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan beribu-ribu
nikmat sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tgas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang dibimbing
oleh bapak Dr. Syamsul Aripin, MA dengan judul “Pendidikan Sebagai Sistem”.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN.....................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Pembatasan Masalah......................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
GLOSARIUM.........................................................................................................
INDEKS..................................................................................................................
TENTANG PENULIS.............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan Islam, tentu saja tidak
dapat dilepaskan dari sejarah/demokrasi dalam ajaran Islam dan demokrasi
secara umum. Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip telah diterapkan
oleh Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan istilah “musyawarah”.
Kata demokrasi memang tidak ada terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadits,
karena kata demokrasi berasal dari Barat atau Eropa yang masuk ke
peradaban Islam.
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan atau pedagogi memiliki beberapa pengertian. Pendidikan
(pedagogi) secara etimologis adalah berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari
kata “PAID”, artinya anak, dan “AGOGOS”, diartikan membimbing. Jadi
sederhananya adalah bimbingan yang diberikan kepada anak.113
Istilah demokrasi berasal dari kata Demos yang artinya rakyat, dan
Kratos atau Cratein yang artinya kekuasaan. Demokratisasi dapat di
mengerti sebagai proses pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan politik
kenegaraan dan kemasyarakatan.114
113
Endang Soenaryo, Teori Perencanaan Pendidikan: Berdasarkan Pendekatan Sistem,
(Yogyakarta: Adicitia,2000), hal. 38
114
Achmad Buchory DKK, Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI semester 1, (Solo: CV.
HaKa MJ), hh. 18-19
kemampuan dalam batas tertentu yakni pada level pendidikan dasar
Sembilan tahun; kedua, adanya peluang untuk memilih satuan pendidikan
sesuai dengan karakteristiknya.
115
Hasbullah, Dasar-dasar ilmu pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hal. 43
B. PRINSIP PRINSIP DEMOKRASI PENDIDIKAN
Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-
masalah anatara lain:
1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh
pendidikan
3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka
116
Ibid, hal. 44-47.
c. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, perlu
disempurnakan sistem pendidikan nasional yang berpedoman pada
undang – undang mengenai pendidikan nasional.
d. Pendidikan nasional perlu dilakukan secara lebih terpadu dan serasi,
baik antara sektor pendidikan dan sektor – sektor pembangunan
lainnya, antar daerah, maupun antar berbagai jenjang.
e. Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu semakin
diperluas, ditingkatkan, dan dimantapkan usaha – usaha penghayatan
dan pengamalan nilai – nilai Pancasila.
f. Pendidikan kewarganegaraan dan unsur – unsur yang dapat
meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat, dan nilai – nilai
kejuangan, khususnya nilai – nilai 1945.
g. Pembinaan pendidikan nasional secara fungsional lebih ditingkatkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam
berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta
juga dengan pengelolaan pendidikan tanpa memandang suku, kebangsaan,
agama maupun ras dan tidak membedakan antara si kaya dan si miskin,
karena setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Demokratisasi
pendidikan merupakan suatu kebijakan yang sangat didambakan oleh
masyarakat. Melalui kebijakan tersebut diharapkan peluang masyarakat
untuk menikmati pendidikan menjadi semakin lebar sesuai dengan
kemampuan dan kesempatan yang dimiliki, sehingga informasi
pembangunan tidak lagi menjadi hambatan. Ungkapan pendidikan untuk
semua dan semuanya untuk pendidikan diharapkan bukan sekedar wacana
tetapi sudah harus merupakan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk
mewujudkannya. Dengan demikian, isu tentang besarnya putus sekolah,
elitisme, ketidakterjangkauan dalam meraih pendidikan, dan seterusnya
dapat terhapus dengan sendirinya.
B. Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan menambah wawasan kita tentang Demokrasi Pendidikan di
Indonesia. Dengan mengetahui demokrasi pendidikan kita akan menjadi
manusia yang demokratis, baik dalam pendidikan dan hal - hal lain dalam
penyelesaian masalah dengan demokratis. Dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Untuk itu saran dan kritik dari
para pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penyusunan makalah di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Demokrasi 7
Demokratis 8
Diskriminatif 7
Etos 8
Harkat 11
TENTANG PENULIS
Penulis bernama Anisa Rehlitna Pagit
Girsang, lahir di Bogor, 30 Oktober 1999,
anak ke 1 dari 3 bersaudara. Beralamat di
Kampung Koang RT 04 RW 05 Kelurshsn
Pegadungan Kecamatan Kalideres Kota
Jakarta Barat. Pendidikan Formal yang
pernah ditempuh yaitu SDN Pegadungan
03 Pagi lulus pada tahun 2010/2011, lalu
penulis melanjutkan ke SMPN 169 Jakarta lulus tahun 2013/2014 lalu
berlanjut ke SMAN 33 Jakarta, lulus tahun 2016/2017. Saat ini penulis
melanjutkan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan
Pendidikan Biologi semester 3.
Disusun oleh:
Kelompok 12
Nama: Nur Akliah Nim: 1117016000006
Nama: Yayu Nim: 1117016000033
Puji syukur khadirat Allah yang telah banyak memberika beribu-ribu nikmat
sehingga dapat meyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Ilmu Pendidikan yang dibimbing oleh
Bapak dr. Syamsul Aripin, MA dengan judul “Inovasi Pendidikan”.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya
semua yang membaca makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. KESIMPULAN ..............................................................................................
B. SARAN ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
INDEKS
TENTANG PENULIS
DAFTAR PETUGAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan sebagai sistem suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan dianggap sebagai fungsi yang melekat dalam sehari-hari. Pendidikan
selalu mengalami perkembangan disegala bidang kehidupan. Peubahan dan
perbaikan dalam pendidikan meliputi bebrbagai komponen yang terlibat
didalamnya.
Berbagai perubahan yang terjadi dibidang pendidikan seringkali
memberikan dampak baik positif maupun negatif.perkembangannya diperlukan
adanya inovasi agar pendidikan tersebut dapat meningkat khususnya secara
kualitatif guna mencapai tujuan yang diharapkan. Inovasi buka hanya sekedar
terjadi perubahan. Namun, perlu adanya unsur kualitas yang lebih baik pada
peningkatan berbagai kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu dalam
pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalahnya ialah:
1. Apa yang dimaksud dengan inovasi pendidikan?
2. Apa saja aspek inovasi?
3. Apa saja masalah yang menuntut inovasi pendidikan?
4. Apa tujuan dari inovasi pendidikan?
5. Jelaskan beberapa contoh kebijakan inovasi pendidikan?
C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah hanya pada
materi pengertian inovasi pendidikan, aspek-aspek inovasi pendidikan, masalah
yang mempengaruhi inovasi pendidikan, dan contoh kebijakan inovasi
pendidikan. Adapun pembahasan yang lain akan dijelaskan oleh kelompok
selanjutnya.
D. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian inovasi pendidikan.
2. Menjelaskan aspek inovasi.
3. Menjelaskan masalah yang menuntut inovasi pendidikan.
4. Menjelaskan tujuan inovasi pendidikan.
5. Menjelaskan contoh kebijakan inovasi pendidikan.
INOVASI PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN INOVASI PENDIDIKAN
Pendidikan berasal dari kata paedagogie. Paedagogie bermakna
pendidikan sedangkan paedagogiek bermakna ilmu pendidikan. Oleh karena
itu, paedagogik atau ilmu pendidikan adalah ilmu atau teori yang sistematis
tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau anak sampai ia mencapai
kedewasaan.
Secara etismologik, perkataan paedagogie berasal dari bahasa yunani,
yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Perkataan untuk
pedagogi dapat dipahami dari kata paid yang bermakna anak sedangkan
ogogos bermakna membimbing atau membina. Apa yang dipraktikan dalam
pendidikan selama ini adalah konsep pedagogi, yang secara harfiah adalah
seni mengajar atau seni mendidik anak-anak.117
Inovasi diartikan pemasukan atau pengenalan hal-hal baru, penemuan
baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya
baik menyangkut gagasan, metode, atau alat.118
Inovasi pendidikan yang dimaksud adalah perubahan yang baru
bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja
diusahakan untuk meningkat kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan
tertentu dalam pendidikan. Maksud dari kata baru yaitu sesuatu yang belum
dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi meskipun
mungkin bukan merupakan hal yang baru bagi orang lain sementara itu,
maksud kualitatif adalah bahwa inovasi tersebut memungkinkan adanya
reorganisasi atau pengaturan kembali unsur-unsur dalam pendidikan.
117
Sukardjo dan Komarudin, Landasan Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2012)
118
Sutirna, Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, (Sleman: IKAPI, 2018)
Pengertian inovasi disamakan dengan pembaharuan meskipun pada
hakikatnya antara inovasi dengan pembaharuan memiliki sedikit perbedaan.
Pada inovasi baisanya perubahan-perubahan yang terjadi menyangkut aspek-
aspek tertentu, dalam arti bahwa inovasi lebih sempit atau terbatas, sedangkan
B. ASPEK INOVASI
1. Kebaruan (Newness)
Kebaruan adalah suatu kegiatan, proses, produk, atau temuan
ilmiah yang dianggap sebagai inovasi karena kegiatan, proses, produk,
atau temuan ilmiah yang sebelumnya belum pernah ada atau digunakan
dengan kata lain memiliki aspek kebaruan. Aspek kebaruan bersifat
relatif. Inovasi itu dianggap baru terhitung sejak mulai diperkenalkan
kepada masyarakat atau khalayak tertentu. Lambat laun, inovasi akan
menjadi suatu yang biasa saja dimata masyarakat. Dengan demikian,
aspek kebaruan dianggap tidak ada lagi. Aspek kebaruan dapat diukur
dengan pandangan atau pendapat masyarakat yang belum pernah
mengenal inovasi itu, maka dapat disebut sebagai inovasi meskipun
kelompok masyarakat lain menganggap hal itu biasa saja.
2. Temuan Ulang (Reinvention)
Temuan ulang merupakan proses daur ulang inovasi karena
inovasi tersebut sudah dimodifikasi atau disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat sebagai pengguna, atau hasil kerja ulang suatu kegiatan
adopsi dan implementasi inovasi. Secara khusus temuan ulang dapat
dikatakan derajat modifikasi inovasi yang dilaksanakan oleh pengguna
inovais itu sendiri agar proses adopsi dan implementasi menjadi lebih
mudah.
3. Kekhasan Inovasi
119
Hasbullah, Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015)
Suatu inovasi dapat diterima olaeh khalayak, sebaiknya
memenuhi beberapa persyaratan yang dimaksud yaitu sifat-sifat khusus
atau khas yang dapat mempermudah proses penyebaran dan
implementasi inovasi itu sendiri.
a. Sesuai
Kesesuaian sebagai khasan kedua mencerminkan inovasi tidak
bertentangan dengan nilai-nilai atau buadaya yang berlaku
dilingkungan masyarakat atau khalayak.
b. Dapat Dicoba
Khasan ini merupakan suatu keadaan bahwa masyarakat diberi
kesempatan untuk melaksanakan uji coba terhadap inovasi. Dengan
demikian masyarakat dapat melihat dan memutuskan keguanaan
c. Dapat Diamati
Inovasi yang bersifat nyata dan berwujud membuat inovasi itu
dapat diamati oleh masyarakat. Dengan demikian, semakin nyata
maka semakin mudah bagi masyarakat untuk mengamati
120
Dewi Salma Prawiradilaga, Wawasan Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016), hlm 213
121
Ibid, hlm 214
Berkembangnya ilmu pengetahuan moderen menghendaki dasar-dasar
ketinggalan.123
5. Persolan Relevansi
122
Hasbullah, Loc. Cit
123
Hasbullah, Op. Cit, hlm 247
Dengan kondisi masyarakat yang berpikiran pragmatis seperti
sekarang, di mana mereka betul-betul mengharapkan lembaga
pendidikan yang mampu menciptakan tenaga dengan skill yang siap
pakai, sesuai dengan kebutuhan di masyarakat, terutama dengan dunia
kerja.
D. TUJUAN INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi pendidikan dilakukan untuk memeecahkan masalah
pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia kependidikan yang
lebih memberikan harapan kemajuan lebih pesat. Secara lebih rinci tentang
maksud-maksud diadakannya inovasi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Pembaruan pendidikan sebagai tanggapan baru terhadap masalah-
masalah pendidikan
Inovasi atau pembaruan pendidikan merupakan suatu tanggapan
baru terhadap masalah kependidikan yang nyata dihadapi. Titik pangkal
pembaruan pendidikan adalah masalah pendidikan yang aktual, yang
secara sistematis akan dipecahkan dengan cara inovatif. Masalah-
masalah pendidikan yang perlu dipecahkan melalui inovasi tersebut,
yaitu:
A. Kurang meratanya pelayanan pendidikan
B. Kurang serasinya kegiatan belajar dengan tujuanBelum efisien dan
ekonomisnya pendidikan
C. Belum efektif dan efisiennya sistem penyajian
D. Kurang lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan
E. Belum tumbuhnya masyarakat yang gemar membaca
F. Belum meluasnya kesempatan kerja (pembuatan dan pemanfaatan
teknologi komunikasi, software dan hardware)124
2. Inovasi pendidikan sebagai upaya untuk mengembangkan pendekatan
yang lebih efektif dan ekonomis.
124
Hasbullah, Op. Cit, hlm 248
Sifat pendekatan yang diperlukan untuk memecagkan masalah
pendidikan yang kompleks dan berkembang harus berorientasi pada hal-
hal yang efektif dan murah, serta peka terhadap timbulnya masalah-
masalah baru di dalam pendidikan. Sehubungan dengan itu, ada beberapa
cara yang bisa ditempuh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan,
yaitu:
a. Cara pemerataan dan peningkatan kualitas, melalui:
1) Meningkatkan kemampuan tenaga pengajar lewat penataran-
penataran
2) Memperkaya pengalaman dan memperlancarkan proses belajar
peserta didik
3) Memantapkan nilai, sikap, keterampilan, dan kesadaran
lingkungan pada anak didik
b. Cara memperluas pelayanan pendidikan (kuantitas), yaitu melalui:
1) Memberikan latihan keterampilan bagi mereka yang tidak
pernah sekolah
2) Penyebaran pesan-pesan yang merangsang kegiatan belajar dan
partisipasi untuk ikut membangun
3) Penyebaran informasi untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan
4) Usaha memberikan pengalaman pendidikan yang sesuai dengan
kebutahan dan apirasi yang berkembang dan realistis
c. Cara meningkatkan keserasian pendidikan dengan pembangunan, yaitu:
1) Menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
fungsional untuk kehidupan dan masyarakat
2) Membentuk kemampuan untuk memahami dan memecahkan
persoalan yang aktual dalam masyarakat
3) Menunjukkan jalan untuk mengembangkan keterampilan hidup
di masyarakat
d. Cara meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem penyajian, meliputi:
1) Memberi kebebasan belajar sesuai dengan minat, kemampuan,
dan kebutuhan ke arah perkembangan yang optimal
2) Memberikan pengalaman yang bulat agar anak didik dapat
berdiri sendiri dan menerima tanggung jawab
3) Mengintegrasikan berbagai pengalaman dan kegiatan pendidikan
4) Mengusahkan isi, metode, dan bentuk pendidikan yang tepat
guna, menarik dan mengesankan
e. Cara melancarkan sistem informasi kebijakan, yaitu dengan:
1) Mengusahakan tersedianya saluran komunikasi dua arah yang
tepar, berkelanjutan, dan dapat diandalkan
2) Mengusahakan adanya komunikasi terbuka demi kontrol dan
partisipasi social
3) Mengusahakan adanya komunikasi langsung dan merata.
E. BEBERAPA CONTOH KEBIJAKAN INOVASI PENDIDIKAN
Berikut ini dikemukakan berbagai inovasi pendidikan yang dilakukan
sebagai bentuk kebijakan pendidikan di Indonesia, yaitu
1. Pengajaran dengan Sistem Modul
Modul merupakan ptogram pengajaran mengenai suatu satuan
bahasan yang sengaja diurus secara sistematis, operasional, dan terarah
untuk digunakan oleh anak didik. Modul disertai dengan pedoman
penggunaannya untuk para pendidik. Sistem pengajaran dengan modul
terutama bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belajar
mengajar di sekolah.
2. SMP Terbuka
SMP Terbuka merupakan suatu subsistem pendidikan formal
yang tujuannya didasarkan pada SMP formal yang dapat diselenggarakan
di luar gedung sekolah atau diorganisasi secara nonformal dengan
menggunakan kurikulum yang berlaku untuk SMP.125
3. Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G)
Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) yang dimulai
sejak tahun 1977, memusatkan perhatiannya kepada pembinaan dan
125
Hasbullah, Op. Cit, hlm 258
perbaikan kualitas pendidikan guru dengan melalui beberapa usaha, di
antaranya penataran dan lokakarya, penyediaan sarana-sarana yang
penting berupa pembangunan-pembangunan Pusat Sumber Belajar
(PSB) beserta isinya dan pengembangan kurikulum pendidikan guru.
4. Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah salah satu bentuk
pengintegrasian antara pengabdian masyarakat dengan pendidikan dan
penelitian, terutama bagi mahasiswa dengan bimbingan perguruan tinggi
dan pemerintah daerah, dilaksanakan secara interdisipliner dan
intrakulikuler. Lebih konkretnya, KKN adalah kegiatan perkuliahan
dalam bentuk pengabdian pada masyarakat yang berkaitan dengan
program pendidikan perguruan tinggi secara keseluruhan.
5. Proyek Pendidikan Guru
Proyek ini sebagai bagian dari suatu kerangka menyeluruh dari
karier guru, tidak hanya meliputi pendidikannya, tetapi juga
pengabdiannya terhadap masyarakat dan pendidikan profesional yang
didukung oleh suatu penelitian. Tujuan proyek ini ialah dimilikinya
lembaga pendidikan guru untuk segala jenis dan tingkat yang
terkoordinasi dalam suatu jaringan yang saling mengisi.
6. Pengembangan Sekolah Luar Biasa
Proyek pengembangan SLB berangkat dari pemikiran bahwa
anak-anak yang memiliki kekurangan mempunyai hak untuk sekolah
atau mendapatkan pengajaran sebagaimana yang diamanatkan undang-
undang.126
7. Universitas Terbuka
Dengan ditandai keluarnya Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun
1984 tanggal 11 Juni 1984, maka Universitas Terbuka berdiri dengan
resmi dan berstatus sama dengan Universitas Negeri.
126
Hasbullah, Op. Cit, hlm 268
Sebagaimana universitas negeri lainnya, UT memiliki (1) Pusat
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, (2) Pusat Produksi Media
Pendidikan, Informasi dan Pengolahan Data, (3) Pusat Pengolahan
Pengujian dan Unit Program Belajar Jarak Jauh.
8. Sekolah Unggulan
Kelahiran sekolah unggulan pada dasarnya tidak terlepas dari
upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia,
trutama menyongsong Pembangunan Jangka Panjang Tahap II dan
diresmikannya Program Wajib Belajar 9 Tahun. Bahkan di dalam UU
No. 2 Tahun 1989 pada Pasal 8 ayat (2) disebutkan “warga negara yang
punya kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh
perhatian khusus”. Di samping itu, kelahiran sekolah unggulan, elite,
plus, favorit, model, dan lain sebagainya tidak terlepas dari tuntutan
masyarakat yang menginginkan lembaga pendidikan yang lebih
berkualitas dan handal.
Tujuan sekolah unggulan adalah menjaring dan sekaligus
mengembangkan kader bangsa yang baik, dalam artian memiliki
kelebihan dalam berbagai aspek diabndingkan dengan kader-kader
bangsa pada umumnya, sehingg ia mampu mengantisipasi dan menjawab
berbagai tantangan zaman.127
127
Hasbullah, Op. Cit, hlm 270
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Animo : Hasrat dan keinginan yang kuat untuk berbuat, melakukan, atau
mengikuti sesuatu
Implementasi : Tindakan atau pelaksana rencana yang disusun secara cermat dan
rinci.
Modifikasi : Merubah bentuk sebuah barang dari yang kurang menarik tanpa
menghilangkan fungsi aslinya, serta menampilkan bentuk yang
lebih bagus dari aslinya.
Aktual 7, 8
Animo 6, 12
Aspirasi 6
I
Implementasi 4
K
Komulatif 6
M
Modifikasi 4
P
Pragmatis 6
TENTANG PENULIS
F. Moderator
M. Imanuel Arifin
G. Notulis
Bagas Widiarto Adiputra
H. Daftar Nama Pemakalah
a. Nur Akliah
b. Yayu
I. Daftar Nama Penanya
a. Nina Ayu Amaliah
b. A’zizah Shobiroh
c. Pitri Nurgandari
d. Fathiya Rahmah Aliya
e. Shinta Aulia
f. Hanifatul Hashina
J. Daftar Nama Komentator
a. Dwi Sarifathul
b. Ningrum Sri Indriani
c. Ade Rizka Fitria
d. Anna Fajria
e. Fatimah Azzahra
f. Husna Amaliah
PENDIDIKAN TRANSFORMATIF
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Filsafat dan Ilmu
Pendidikan jurusan Pendidikan Matematika semester 5 kelas 5A)
Nama Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. H. M. Suparta, M.A.
2. Dr. Syamsul Aripin, MA.
Disusun oleh:
Kelompok 13
Nama : Ningrum Sri Indriani (11170161000002)
Nama : Nadya Afnaini P (11170161000034)
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baik bentuk serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Selawat serta salam semoga selalu dilimpahcurahkan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada manusia
tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermartabat.
Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya yang berjudul “Pendidikan Transformatif” untuk dapat memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan. Penulis menyampaikan terimakasih kepada
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan kalah ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat yang dapat
membangun demi perbaikan penulis kedepannya. Demikian, Semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca
makalah ini
Penyusun
DAFTAR ISI
ABSTRAK..............................................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
GLOSARIUM........................................................................................................
INDEKS..................................................................................................................
IDENTITAS PENULIS.........................................................................................
DAFTAR NAMA PETUGAS...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran.
Pembelajaran adalah kesatuan proses, cara, dan tindakan untuk membuat
seseorang belajar. Pembelajaran lahir dari proses intraksi antara peserta didik,
pendidik, dan sumber belajar pada suatu kondidi dan lingkungan belajar. Tujuan
penyelenggaraan pendidikan secara substansial adalah untuk mempersiapkan
peserta didik seutuhnya sehingga dapat memaknai hidup dan menjawab
tantangan kehidupan yang dihadapinya. Oleh karena itu, sasaran pendidikan
tidak saja pada pengembangan aspek kognitif, namun juga emosional-spiritual
dan sosial. Daya nalar, kedewasaan emosi, empati sosial, dan spiritualitas
merupakan sasaran yang harus terus dilibatkan pada proses transformasi peserta
didik di dalam pendidikan.
Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa Tuhan
Yang Mahaesa, berkakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
bertanggung jawab.Selain itu, pembelajaran juga perlu dimaknai tidak sekedar
transfer pengetahuan,tetapi lebih sebagai transfer belajar (transfer of learning),
agar dapat mengantarkan peserta didik pada transformasi pola pikir dan pola.
Pemahaman terhadap materi ajar hanyalah pos awal dari tujuan berikutnya,
yakni perubahan perspektif atau cara pandang terhadap hidup dan kehidupan,
serta aksi nyata konsekuennya. karkateristik setiap peserta didik. Inilah yang
menjadi inti dari konsep pembelajaran transformatif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Transformatif?
2. Bagaimana poros-poros proses Pendidikan transformatif?
3. Apa yang dimaksud dengan Globalisasi Pendidikan?
4. Bagaimana Manajemen dan Pendidikan berwawasan global itu?
5. Bagaimana teori, fase-fase, pendekatan dan pengembangan pembelajaran
transformatif?
6. Apa dampak dari globalisasi pada Pendidikan?
C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan makalah hanya pada
materi Pendidikan Transformatif serta Pembelajaran Transformatif, Antara lain:
Pengertian Pendidikan Transformatif, Poros proses Pendidikan transformatif,
Globalisasi Pendidikan, Pendidikan berwawasam global, dan teori pembelajaran
transformatif hingga dampak dari globalisasi pada Pendidikan.
128
Endang Sunaryo, Teori Perencanaan Pendidikan: Berdasarkan Pendekatan Sistem,
(Yogyakarta: Adicitia, 2004), hlm. 38.
memposisikan guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan dan mendorong
proses pembelajaran tersebut.
1. Globalisasi
2. Sruktur ekonomi;
3. Politik Ideologi
4. Kebudayaan nasional
5. Manusia dan masyarakat
6. Iptek
7. Informasi.130
129
Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) hlm.
154-155.
130
Ibid., hlm. 155-169.
nilai ekonomi, sosial, dan budaya didominasi dengan nilai-nilai yang sebenarnya
asing bagi masyarakat dunia.131
131
Mohamad Mustari, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 227.
132
Ibid., hlm 228.
133
Ibid.
134
Ibid.
D. PENDIDIKAN BERWAWASAN GLOBAL
Meningkatkan dan memperluas wawasan global merupakan unsur penting
untuk memahami masalah global. Agar dapat meningkatkan wawasan global,
maka pendidikan memegang peranan penting melalui pendidikan maka
seseorang harus mampu mengembangkan empat hal berikut:
1. Kemampuan mengantisipasi, artinya pendidikan berusaha menyiapkan anak
didik untuk dapat mengantisipasi perkembangan iptek yang begitu cepar.
2. Mengerti dan mengatasi situasi, artinya dapat mengembangkan kemampuan
dan sikap peserta didik untuk menangani dan berhadapan dengan situasi
baru.
3. Mengakomodasi, artinya dapat mengakomodasi perkembangan iptek yang
pesat dan segala perubahan yang ditimbulkan.
4. Mereorientasi, artinya persepsi dan wawasan tentang dunia perlu
diorientasikan kembali karena perkembangan iptek dan perubahan sosial
yang cepat, sehingga memperoleh wawasan yang semakin luas.135
135
Ibid., hlm. 229-230.
136
Ibid.
masyarakatnya dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat dunia,
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
2. Perspektif reformatif
Pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan
yang dirancang untuk mempersediakan anak didik dengan kemampuan
dasar intelektual dan tanggung jawab guna memasuki kehidupan yang
bersifat kompetitif dan dengan derajat saling menggantungkan antar bangsa
yang sangat tinggi. Pendidikan harus mengaitkan proses pendidikan yang
berlangsung di sekolah dengan nilai-nilai yang selalu berubah di masyarakat
global.
137
Ibid., hlm. 231.
menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan suatu
yang baru dan orisinil.138
1. Home schooling, yang memenuhi harapan siswa dan orang tua karena
tuntunan global.
2. Virtual school/university (model cross border supply), yaitu pembelajaran
jarak jauh, pendidikan maya yang diadakan perguruan tinggi asing,
contohnya United Kingdom Open University dan Michigan Virtual
University.
3. Model consumption aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa
pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain.
4. Model movement of natural persons. Dalam hal ini lembaga pendidikan di
suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan
cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen.
5. Model Commersial presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh suatu
lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan
138
Ibid., hlm. 231-232.
mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara
tersebut.139
139
Ibid., hlm. 234-235.
140
Ibid.
141
Gegne, Condition Of Learning, (NewYork: Hort Rinehart, 1985), hal.4
pembelajaran transformatif yang didefinisikan sebagai pembelajaran yang
mampu mengubah kerangka acuan yang problematis menjadi lebih toleran,
reflektif, terbuka, dan secara emosional menerima pembaharuan. Pandangan
tentang pembelajaran transformatif awalnya digagas oleh Mezirow berdasarkan
hasil kajian pada para wanita yang kembali bersekolah setelah berhenti sekian
lama, bahwa pembelajaran mampu merubah perspektif mereka dalam memaknai
kembali pengalaman dan kondisi kehidupannya. Dalam pandangan Mezirow,
pembelajaran dipahami sebagai proses pemaknaan kembali terhadap suatu
pengalaman atau tindakan yang didasarkan pada pembaharuan atau revisi
pemahaman yang sudah dimiliki sebelumnya.
Menurut Mezirow (1991), pembelajaran transformatif bermula ketika
seseorang terlibat dalam aktivitas yang membuatnya berada pada “kebingungan
arah” (disorienting dilemma), yaitu saat terjadi perbedaan antara kejadian yang
dialami dengan keyakinan yang selama ini dianggap benar, sehingga
menimbulkan semacam krisis personal. Kondisi inilah yang akan memicu
perubahan pada kerangka acuan2 seseorang. Ketidakstabilan akibat krisis diri
tersebut pada tahap selanjutnya akan mendorong orang tersebut untuk
melakukan refleksi kritis (critical reflection) secara mandiri terhadap kerangka
acuan yang membentuk konsepsi dan hidupnya, dan dialog reflektif (reflective
discourse) dengan orang lain untuk mengkonfirmasi perubahan kerangka
acuannya tersebut.142
G. FASE PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF
Menurut pandangan Mezirow, transformasi dalam pembelajaran terjadi
pada perspektif nilai, kerangka acuan, dan pola pikir. Hal ini memang
mengesankan aspek kognitif yang kentara dalam transformasi yang
dimaksudkan oleh Mezirow, dan menjadi salah satu celah kritik dari berbagai
pihak. Secara lebih rinci bahkan, Mezirow mengungkapkan sepuluh tahapan
yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran transformatif, yaitu:
1. Kebingungan arah
142
Mezirow, Transformative Dimensions Of Adult Learning,(San Francisco: JosseyBass, 1991),
hal.35
2. Mengujian-diri dengan perasaan takut, marah, bersalah, atau malu
3. Refleksi kritis terhadap asumsi
4. Menyadari bahwa ketidakpuasan, proses transformasi, dan perubahan
sebagai sesuatu yang bisa dialami siapa saja, termasuk diri sendiri
5. mencari alternatif peran, hubungan, dan tindakan baru
6. Merencanaan tindakan; akuisisi pengetahuan dan keterampilan baru
7. Mencoba peran baru
8. Membangun kompetensi dan kepercayaan diri
9. Reintegrasi perspektif baru dalam kehidupan.
Walaupun fasefase tersebut tersusun dengan baik, namun jalur untuk
melaluinya dinilai rumit. Mezirow sendiri menjelaskan bahwa untuk mengalami
pembelajaran transformatif, tidak semua fase perlu dialami, dan lagi urutan fase-
fase tersebut mungkin terjadi pula secara acak.143
H. PENDEKATAN PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF
Pembelajaran transformatif membawa ragam pandangan terkait dimensi
pembelajaran yang bertransformasi. Hal ini berkaitan erat dengan latar
pendekatan yang digunakan untuk mengkonsepsikan teori transformatif.
Ditinjau dari pendekatannya, menurut Dirkx dan Hoggan. pembelajaran
transformatif dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. learning for consciousness-raising,
2. learning for critical reflection,
3. learning for development
4. learning for individuation.
Pembelajaran (atau pendidikan) transformatif sebagai peningkatan
kesadaran (consciousness-raising) dikemukakan oleh Paulo Freire. Kesadaran
kritis yang dimaksudkan Freire merujuk pada proses dimana pembelajar
meningkatkan kemampuan analisis, menghadapi persoalan, dan melakukan
tindakan dalam konteks sosial, politik, kultural, dan ekonomi yang
mempengaruhi dan membentuk kehidupannya. Kepekaan ini diperlukan untuk
143
Mezirow, An Overview Over Transformative Learning, (London: Routledge, 2006), hal.100
memahami strktur sosial yang berlaku di lingkungannya sehingga bisa terbebas
dari resiko dan tindak penindasan dan kesewenang-wenangan. Selanjutnya,
pembelajaran transformatif yang diorientasikan
Pada refleksi kritis (critical reflection) digagas dan dikembangkan oleh
Jack Mezirow. Dalam pandangannya, peserta didik perlu dikondisikan untuk
membangun refleksi kritis atas asumsi awal yang telah dimiliki dengan cara
mengkronfrontasikannya dengan asumsi-asumsi lain yang berbeda secara
substansial atau dengan kenyataan yang “menggoyahkan” asumsi awalnya
tersebut. Melalui proses kritis-reflektif tersebut, perspektif baru dapat terbentuk
dan kemudian menjadi dasar tindakan peserta didik. Perubahan pada sisi
perspektif dengan pendekatan rasional kognitif inilah yang menjadi penekanan
dalam pembelajaran transformatif Mezirow.
Pada sisi lain, perspektif perkembangan peserta didik (developmental
perspective) juga digunakan sebagai basis dalam memahami pembelajaran
transformatif, seperti yang diartikulasikan pertama kali oleh Larry Daloz. Ia
memandang bahwa kebutuhan untuk menemukan dan membangun
kebermaknaan hidup (meaning) sebagai faktor kunci yang mendorong orang
dewasa untuk terlibat dalam sebuah pembelajaran formal. Dan ini, masih
menurut Daloz, berkaitan erat dengan perkembangan kehidupan kita sendiri.
Tingkat “kematangan” dan kondisi lingkungan yang berubah akan menuntut
seseorang bergerak dari fase perkembangan saat itu ke fase berikutnya – melalui
pelibatkan diri dalam proses pembelajaran. Dari sini, sangatlah jelas perspektif
‘perkembangan dan perubahan’ (growth and transformation) yang mendasari
pandangan Daloz dalam pembelajaran transformatif – walaupun masih
dipengaruhi oleh konteks sosio kultural yang melatarbelakanginya 144.
Individuasi, yaitu proses untuk ‘menyelami’ dan memahami diri sendiri
lebih jauh, sehingga dapat terhindar dari obsesi, keserakahan, dan bagian gelap
lain yang mungkin muncul dari ‘ketidaksadaran’.Selain pandangan-pandangan
144
Daloz, Effective Teaching and Mentoring, (San Francisco: JosseyBass, 1986), hal.17
di atas, terdapat pula pandangan lain yang berusaha mengakomodasi semua
dimensi transformasi tersebut, salah satunya adalah Knud Illeris (2014).
Ia mengajukan pandangan bahwa target pembelajaran transformatif
dapat tercakup dalam terma ‘identitas’. Identitas yang dimaksud yaitu kombinasi
dari pengalaman personal yang khas dalam situasi apapun dan bagaimana
seseorang ‘menampilkan’ dirinya terhadap lingkungannya. Jadi, identitas
merujuk pada kompleksitas jati diri personal dan social seseorang.145
I. PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF
Menurut Mezirow terdapat empat rangkaian proses yang disyaratkan agar
transformasi terwujud, yaitu (1) mengelaborasi atau memperbaiki skema
makna/nilai, (2) mempelajari skema makna baru, (3) merubah skema makna, dan
(4) merubah perspektif makna. Pada tataran selanjutnya, McGonigal (2005)
mengemukakan lima langkah implementatif agar transformasi peserta didik dapat
terwujud, yaitu:
1. Activating event, yaitu peristiwa atau kejadian yang membuat peserta didik
menyadari keterbatasan pengetahuan/pemahaman yang dimilikinya
2. Ketersediaan ruang atau kesempatan untuk mengidentifikasi dan
mengartikulasikan asumsi-asumsi yang mendasari pengetahuan awalnya
tersebut;
3. Refleksi kritis
4. Diskursus kritis, dengan dialog dan diskusi
5. Kesempatan untuk menguji dan mengaplikasikan perspektif baru.146
J. DAMPAK GLOBALISASI PADA PENDIDIKAN TRANSFORMASI
1. Dampak Positif Globalisasi
a) Semakin Mudahnya Akses Informasi
145
Illeris, Transformative Learning and Identity, (Journal of Transformative Education, 2014)
Vol. 12 (2), 148-163.
146
McGonigal, Teaching for Transformation: From Learning Theory to Teaching Strategies.
Speaking of Teaching (Newsletter), The Center for Teaching and Learning, (Jurnal Stanford
University,2005), Vol. 14(2).
b) Globalisasi dalam Pendidikan akan menciptakan manusia yang
professional dan berstandar internasional dalam bidang Pendidikan.
c) Globalisasi akan membawa dunia Pendidikan Indonesia dapat bersaing
dengan negara-negara lain.
d) Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan
mampu bersaing
e) Adanya perubahan struktur dan sistem Pendidikan yang memiliki
tujuan untuk meningkatkan mutu Pendidikan karena perkembangan
ilmu pengetahuan dalam Pendidikan akan sangat pesat.
2. Dampak Negatif Globalisasi
a) Dunia Pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b) Dunia Pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi yang
berdampak munculnya generasi serba instan.
c) Globalisasi akan melahirkan golongan-golongan berbeda didalam
dunia Pendidikan.
d) Semakin terkikisnya kebudayaan akibat masuknya budaya dari luar.
e) Globalisasi mengakibatkan melonggarnya kekuatan Kontrol
Pendidikan oleh negara.147
147
Mustari M, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal.228
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan transformatif merupakan perubahan yang terjadi pada
pendidikan dari segi rupa, macam, sifat, keadaan, ataupun dari segi yang
lainnnya yang disesuaikan dengan keadaan zaman, yaitu menuju pendidikan
yang bersifat modern. Perubahan yang diberlakukan pada pendidikan ini
disesuaikan juga pada globalisasi, karena pendidikan bertanggung jawab untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam rangka
memenuhi tuntutan dunia. Perubahan yang terjadi pada pendidikan ini
merupakan perubahan dari proses pembelajarannya yang pastinya perubahan
ini dilakukan untuk dapat mendapatkan hasil yang lebih baik. Pembelajaran
transformatif ini merupakan proses pembelajaran yang mendekatkan para
peserta didik kepada kenyataan, menghadirkan pengetahuan yang kritis-
reflektif, dengan memposisikan guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan
dan mendorong proses pembelajaran tersebut.
B. SARAN
Saran yang dapat disampaikan penulis adalah semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan oleh pembaca.
Makalah ini diharapkan juga dapat diterapkan dalam kegiatan penulisan
lainnya. Makalah ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan
kesalahan, untuk itu saran dan kritik dari para pembaca sangat penulis harapkan
demi peerbaikan penyusunan makalah di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Diskursus 15
Globalisasi 5,6
Implementatif 15
Kurikuler 8
Perspektif 15
Refleksi 15
Rekonstruksi 11
Transformasi 12
Transformatif 4,5,6,8
IDENTITAS PENULIS
A. Moderator
Ulfi Maysyaroh
B. Notulen
Dinda
C. Penanya
1. Nida
2. Salsabila Milenia
3. Nur Akliah
4. Bagas Widiarto Adiputra
5. Masarrah Marimadani
6. Resti Perastiani
D. Penanggap
1. Rizki Indriani Arifah
2. Novita Dwi Safitri
3. Anisa Rehlitna Pagit Girsang
4. Nurazizah
5. Marina
6. Pitri Nurgandari
TENTANG PENULIS