Hamiduddin ‘Abdul Hamid al-Farahi (1862-1930) adalah seorang pengkaji
Alquran asal India yang fokus pada tafsir maudhui yang berbasis surah sebagai kesatuan tema (the sura as a unity). Motivasi al-farahi mengkaji munasabah (koherensi) alquran adalah keinginannya untuk memberikan pembelaan terhadap firman Allah tersebut dari serangan pihak-pihak yang melontarkan kritik terhadapnya. Mereka mengklaim bahwa Alquran merupakan suatu karya yang tidak memiliki kejelasan aturan di dalamnya, terputus-putus, tidak sistematis atau tidak saling menyambung. al-Farahi menguatkan asumsi tentang adanya koherensi dalam Alquran dengan fakta bahwa nabi dahulu ketika setiap kali turun wahyu, beliau akan menentukan di surah apa atau di bagian mana ayat tersebut akan diletakkan. Teori kesatuan tema (nadzm) yang digagas oleh al-Farahi, berbeda dengan teori munasabah pada umunya. Munasabah dalam pemahaman klasik menurutnya merupakan bagian dari nadzm yang tidak bisa mengungkap wacana Alqur’an sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Sebab boleh jadi seseorang yang mencari munasabah per-ayat merasa puas dengan temuannya, padahal sesungguhnya tidak ada tanasub dalam ayat tersebut. Nadzm juga tidak hanya sekedar munasabah atau tartib, melainkan lebih dari itu, yakni ada sebuah wahdaniyah (unity). Karena sebuah kalam yang baik dan rapi memiliki ‘amud (pokok, inti) dimana setiap bagiannya harus terhubung dengan ‘amud tersebut. Oleh karena itu, seseorang yang berusaha mengungkap nadzm harus mengerti bagaimana jalannya pembicaraan serta hubungan antar kalimat. Menurut al-Farahi, nadzm merupakan kunci satu-satunya untuk memahami Alqur’an secara tepat. Sebab, tanpa nadzm seseorang akan menemukan banyak pernyataan dalam Alqur’an yang tidak saling terkait antara satu dengan yang lainnya, dan terkesan tidak teratur. Setiap surah memiliki tema sentral yang disebut dengan ‘amud. ‘Amud inilah yang mempersatukan semua komponen dalam sebuah surah. Semua surah yang ada dalam Alqur’an harus diinterpretasikan dengan merujuk pada ‘Amud tersebut. Selain itu, ‘Amud juga berfungsi sebagai kontrol terhadap penafsiran yang dihasilkan untuk membangun sebuah satu kesatuan surah Dengan kajiannya yang mendalam mengenai Alqur’an, al-Farahi mampu mengungkap nadhm (koherensi) Alqur’an dengan cara yang unik. Yakni dengan mempertimbangkan tiga konstituen nadhm yang meliputi urutan (order/tartib), kesesuaian (proportion/tanasub), dan kesatuan (unity/wahdaniyah). Contoh ‘amud al-surah, misalnya surah al-Fatihah: seluruh intisari Alqur’an. Surah al-Baqarah: iman yang wajib atau yang dimintai, iman dengan kenabian Muhammad. Surah al-Kahfi: peringatan (inzar) dan pemberian kabar gembira (bisyarah) dan sabar sampai hari yang dijanjikan. Surah Maryam : al-bisyarah wa al-inzar. Melalui metode tafsir berbasis surah ini dan beberapa teori dan prinsip ala al-Farahi, menjadikan tafsirnya berbeda dari tafsir lain dalam beberapa sisi. Dengan bekal mencari ‘amud al-surah, menghubungkan antar ayat, pendekatan bahasa dan istisyhad dengan syair-syair jahili, al-Farahi mampu mengritik beberapa pendapat tafsir sebelumnya. Terakhir, al-Farahi mengabdikan sebagian besar waktunya untuk mengelola dan mengajar di Madrasah al-Ishlah atau Ishlah al-Muslimin. Di antara siswa al- Farahi yang mendapat pelajaran khusus atau intensif adalah Amin Ahsan Islahi, yang kemudian meneruskan dan mengembangkan pemikiran al-Farahi.