AL-TAQDI>>><M WA AL-TA’KHI<R
Disusun Oleh:
Rahayu Alam
30300117005
Abdul Malik J
30300117073
Dosen Pembimbing:
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
aspeknya. Hal ini tidak lepas dari kedudukan al-Qur’an sebagai risalah Allah bagi
seluruh umat. Oleh karena itu, umat Islam harus mempelajarinya dengan baik.
ilahiyah yaitu memahami kaidah ziya>dah taqdir wal hadzf dan kaidah taqdi>m
tulisan ini. Semoga apa yang penulis sajikan bisa menambah wawasan para
pembaca dan membantu khususnya umat Islam dalam memahami ayat-ayat al-
Qur’an.
B. Rumusan Masalah
wa Ta’khi>r?
Ta’khi>r?
1
Abd. Karim Hafid, Berbagai Sudut Pandang dalam Memahami Bahasa Arab, (Cet. I;
Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 218.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ziya>dah
menurut Ibnu Faris dilihat dari asal katanya zai, ya‘ dan dal artinya
za>id.
3
زاد الشىء يزيد فهوزائد: يقولون. اصل يدل على الفضل
ٌ الزاء والياء والدال
Secara terminologi, al-ziya>dah} memiliki beragam definisi
menurut berbagai pakar ulama, baik dari segi bahasa maupun istilah.
huruf yang tidak memliki makna dan faedah sama sekali akan tetapi ia
awam.4
Jika ada satu kata yang dinilai tidak dibutuhkan dalam kalimat,
karena kalimat tersebut telah lurus dan jelas maknanya. Bila tanpa huruf
ziya>dah itu.hal ini banyak ditemukan dalam bahasa Arab. Tapi hal yang
adanya huruf ziya>dah karena menurut mereka, “tidak ada satupun kata/
tengah menyatakan bahwa tidak ada ziya>dah dalam al-Qur´an yang tidak
mempunyai tujuan atau penambahan makna. Bisa jadi tanpa berlebih itu
bukan berarti ia menjadi lurus dan jelas, tapi dengan adanya, maka akan
lebih jelas kelurusan itu, dan pemaknaan pada kalimat semakin jelas.
ulama Nahwu yaitu “suatu lafaz| yang diinginkan oleh si pembicara namun
tidak diungkapkan dengan jelas”. Kata al-haz|f secara etimologi berasal dari
Kamaluddin Abu Nawas, Studi Kritik atas Berbagai Persoalan Kebahasaan, (Cet. I;
4
yang tidak diungkapkan secara jelas, akan tetapi lafaz tersebut hanya
adalah membuang huruf atau lafaz yang tidak akan merusak makna
3. Taqd>im wa Takh>ir
kata ق–د–مakar kata ini berarti kepada apa yang terdahulu atau apa yang telah
berlalu. Dikatakakan Al-Qidam yang bermakna lawan kata dari huduts atau
baharu. Kalau dikatakan syaiun qadim jika waktunya telah berlalu atau sesuatu
yang telah lampau.8 Kata taqdi>m lawannya adalah kata ta’khi>r. Taqdi>m yang
dimaksud dalam kaidah ini adalah mendahulukan satu lafaz atau ayat yang satu
Kata ta’khi>r berakal kata dari أ–خ–ر.9 Arti pokoknya adalah belakang,
taqdim. Akan tetapi ta’khi>r yang dimaksud pada kaidah ini adalah
mengakhirkan satu kata atau ayat yang satu dari ayat atau kata yang lain.
dan ta’khi>r adalah suatu dasar atau patokan untuk mengetahui penyebab suatu
7
Rusydi Khalid, Qawaid Tafsir, Cet. I, Alauddin University Press, h. 81
8
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an, (tc; Jakarta: Sejahtera
Kita, 2016), h. 79 mengutip dalam bukunya Ibn Fa>ris bin Zakariya, Mu’jam al-Maqa>yyis fi al-
Lughah, (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 878.
9
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an,h. 79 mengutip dalam
bukunya Ibn Fa>ris bin Zakariya, Mu’jam al-Maqa>yis fi al-Lughah,h. 878.
lafaz, atau ayat itu didahulukan dan diakhirkan dan untuk memperlihatkan
1. Kaidah Ziya>dah
Kaidah Pertama
زائد يف القرآن ال
Maksud dari kaidah ini bahwa pada dasarnya tidak ada (ziyadah)
mengandung makna dipandang sia-sia dan itu artinya cacat. Allah telah
maknanya, ia mungkin tidak mengerti firman itu, atau mungkin saja agama
10
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an,h.79.
11
Khalid ibn ‘Usman al-Sabt, Cet. I., h. 350
12
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, Cet. I ( jakarta; QAF Media Kreativa, 2017) h.
323
Sesuatu yang tidak merusak makna aslinya atau tidak mengubah keaslian
maknanya meskipun tambahan tersebut dihilangkan. Menurut al-Zarkasyi,
ungkapan ulama bahwa ma’ , tambahan, ba’ tambahan dsb., maksudnya adalah
bahwa perkataan tersebut tidak cacat tanpa ketidakhadiran huruf ziyadah tersebut,
bukan berarti tidak memiliki faedah sama sekali.
Karena yang demikian itu tidak diperbolehkan oleh pencipta
bahasa, terlebih lagi dalam perkataan Allah swt. Adanya usnsur
penambahan dalam perkataan tersebut karena ada unsur kesengajaan atau
ada maksud tertentu. Semua pernyataan bahwa dalam al-Qur’an terdapat
tambahan, maksudnya adalah untuk menekankan (tawkid) karena
penambahan ucapan bukan karena kelalaian penutur tetapi disengaja. 13
Menurut al-Zarkasi, perkataan ulama dalam menyikapi kaidah
atau cacat maksud dari perkataan tersebut, tanpa ziya>dah bukan berarti
13
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an,h.71
14
Khalid Usman al-Sabt, Qawa’id al-Tafsir, (Cet. I; Dar Ibn Affan), h. 349
menganggap bahwa itu merupakan tambahan dari susunan lafaz, padahal
ziya>dah merupakan suatu bentuk penggambaran yang jika dihapuskan dari salah
lembutan Nabi Muhammad saw. terhadap kaumnya. Dan ini merupakan rahmat
dari Allah, kemudian dihadirkan huruf ما. huruf ini menunjukkan lafaz ta´kid
pemisah huruf " اءAA "البsebagai huruf ja>r dengan majru>r adalah (sebagai lafaz
memalingkan pikiran yang bernilai besar dari rahmat dan kasih sayang apa yang
Telah dijelaskan sebelumya bahwa tidak boleh ada dalam al-Qur´an suatu
ka>f, dan mis|li mempunyai arti arti yang sama, sehingga tidak dibenarkan
memahaminya sesuai dengan lafaznya, karena akan dipahami sebagai هAAل مثلAAيئ مثAAش
ليسsehingga ia berfungsi sebagai ta’kid, berbeda lagi dengan pendapat Abu Ja’far
15
Khalid Usman al-Sabt, Qawa’id al-Tafsir, (Cet. I; Dar Ibn Affan), h. 352
16
Kamaluddin Abu Nawas, Studi Kritik atas Berbagai Persoalan Kebahasaan, (Cet. I;
Sultan Alauddin: AlauddinPress, 2012), h. 106-113.
Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya, berpendapat ayat yang
berbunyi يئAA شAهA A ليس كمثلbila diterjemahkan secara harfiah, maka ia akan berbunyi
“Tidak ada yang seperti, sepertinya”, demikian dengan kata ka>f dan mis|li
keduanya berarti serupa dan seperti, alasan ayat tersebut dapat dipahami artinya
dengan lurus dengan ditinggalkan salah satu makna yakni, “Tidak satu yang
menjelaskan bahwa yang seperti sepertiNya itu tidak ada, apalagi yang sama
denga Dia, Yang MahaKuasa. Dengan demikian kata seperti yang kedua dan
Kaidah Kedua
)زيادة املبىن تدل على زيادة املعىن (قوة اللفظ لقوة املعىن
“Penambahan bina’ (model) menunjukkan adanya penambahan
makna (Kekuatan lafaz untuk kekuatan makna)“
Yang dimaksud dengan kaidah ini adalah setiap kali ada
penambahan huruf atau penambahan wazan (timbangan lafaz) atau
penambahan tasydi>d pasti berdampak pada penambahan makna atau
penegasannya.18
Di antara contoh penambahan wazan adalah رمحنAA A الlebih ba>lig
(kuat) dari pada wazan رحيمAA A الdi mana kata رمحنAA A الdiarahkan pada kasih
17
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Cet. I; Tangerang: Lentera Hati, 2013), h.107.
18
Khalid Usman al-Sabt, Qawa´id al-Tafsir, h. 356
sifat, sedangkan راحمAA الmenunjukkan makna kasih sayang yang terjadi satu
kali saja.
Kaidah Ketiga
كل حرف زيد ىف كالم العرب (للتأكيد) فهو قائم مقام إعادة اجلملة مرة أخرى
“Setiap huruf yang ditambahkan dalam kalimat Arab- karena
penegasan- maka statusnya sama dengan pengulangan kalimat tersebut”
Kaidah tersebut hampir sama dengan kaidah nomor dua yang
mengatakan bahwa penambahan bina’ akan berdampak pada penambahan
makna. Namun, kaidah kedua tersebut lebih mengarah pada penambahan
atau perubahan bina’, sedangkan kaidah keempat ini mengarah pada
penambahan huruf, fi’il dan isim, namun penambahan fi’il jarang terjadi
atau sedikit sedangkan penambahan isim lebih jarang lagi.
Contoh dalam penerapan ini pada QS al-Haqqah/ :14
19
M. Rusydi Khalid, Qawa’id Al-Tafsir, “Kaidah-kaidah untuk Menafsirkan al-Qur´an”,
h. 77
ْ ومُح لَت
ِ ال فَ ُد َّكتَا َد َّكةً و
)14( اح َد ًة ُ َض َواجْلِب ِ ِ
َ ُ اَأْلر
“Dakkat wah}idah” sama dengan mengulangi kata “dukkata”.20 Dalam
tafsir al-Misbah, kata دكةterambil dari kata دكyakni menjadi sangat rata dan
halus akibat hancurnya bagian-bagiannya. Makna tersebut serupa dengan kata دق
, hanya saja kedua lafaz ini dipahami oleh sebagian ulama dalam arti kehancuran
makna pada lafaz kalimat, akan tetapi ia sebagai penguat bagi huruf-huruf pada
Kaidah Pertama
العرب حتذف ما كفى منه الظاهر يف الكالم إذا مل تَ ُشك يف معرفة السامع مكان
احلذف
“Orang Arab akan membuang perkataan atau lafaz yang sudah
cukup dengan kata yang sudah ada/jelas dalam kalimat, jika tidak
menimbulkan keraguan terhadap pengetahuan pendengar terhadap posisi
kata yang dibuang”.
Maksud dari kaidah ini bahwasanya orang Arab itu sejak dahulu
terkenal dengan ahli balagah dan fas}a>hah. Salah satu bentuk
kafas}ihannya yaitu dengan menganggap cukup sebagian kalam/perkataan.
Dikatakan pula bahwa orang Arab tidak menggunakan atau menyebut
sebuah kalimat jika susunan kalimat itu telah menunjukkan maksud dari
sebuah pembicaraan dan orang yang mendengar itu paham terhadap lafaz|
20
M. Rusydi Khalid, Qawa’id Al-Tafsir, h. 79.
21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2017), h. 286.
yang tidak disebutkan. Adapun contoh kaidah ini seperti dalam Q.S. Yusuf
(12): 82:
واسأل القرية اليت كنا فيها والعري اليت أقبلنا فيها
`` Berdasarkan ayat diatas terdapat lafaz yang tidak disebutkan pada kalimat
أل القريةAA واسyaitu kata “”أهل. Tanpa penyebutan lafaz\ tersebut maka cukuplah
dipahami oleh si pendengar bahwa yang dimaksud adalah kata “penduduk”,
karena secara logis tidak mungkin seseorang bertanya pada sebuah negeri akan
tetapi kepada penduduknya.
Kaidah Kedua
الغالب يف القرآن ويف كالم العرب أن اجلواب احملذوف يذكر قبله ما يدل عليه
“Mayoritas dalam al-Qur’an dan dalam perkataan orang-orang Arab bahwa
jawaban yang dibuang akan disebutkan sebelumnya indikasi yang menunjukan
pada jawaban tersebut”.
Contoh kaidah ini dapat dilihat pada Q.S. al-Ra’d: 31:
بل هلل األمر مجيعاAولو أن قرآنا سريت به اجلبال أو قطعت به األرض أو كلم به املوتى
“Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab suci) yang dengan bacaan
itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh
karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al
Quran Itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah
Sebagian ulama berpendapat bahwa jawaban yang dihilangkan/tidak
disebutkan pada teks ayat diatas yaitu al-Qur’an.Sebagian lagi mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah kalian pasti ingkar kepada Tuhan yaha
Maha Kasih, hal ini sesuai dengan petunjuk ayat sebelumnya:
َو ُه ْم يَ ْك ُفُرو َن بِالرَّمْح َ ِن
Jawaban kalimat pengandaian atau syarat ada kalanya tidak disebutkan.
Untuk mengetahui jawabannya maka kalimat sebelumnya menunjukkan jawaban
itu.22
22
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 332
Kaidah Ketiga
ونAA لح أن يكAA ا يصAA ا مAA ق اجلواب وليس قبلهAA ق هبا تعلAA د كالم يتعلAA اءت "بلى" أو "نعم" بعAA ىت جAA م
لفظه لفظ اجلواب, فاعلم أن هناك سؤاال مقدرا,جوابا له
“Jika ada lafaz “ ”بلىatau “ ”نعمterletak setelah perkataan yang
berhubungan dengan keduanya sebagai jawaban dan sebelumnya tidak
ditemukan lafaz yang layak menjadi jawabannya, maka terdapat
pertanyaan yang tersimpan dengan menggunakan lafaz jawaban”.
بلى من أسلم وجهه هلل وهو حمسن فله أجره عند ربه
“Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya “
maksudnya adalah ? أليس من أسلم وجهه هلل وهو حمسن فله أجره عند ربه
Kaidah Keempat
فإن, فاألوىل االقتصار على الدال منهما,إذا كان ثبوت شئ أو نفيه يدل على ثبوت آخر أو نفيه
.ذكرا فاألوىل تأخري الدال
Jika penetapan sesuatu atau penafiyannya menunjukkan pada penetapan atau “
.”pengakhiran indikatornya
Maksud kaidah ini adalah jika suatu lafaz memiliki dua sifat yang
saling berkaitan, maka yang lebih utama adalah menyebutkan salah
satunya.karena jika \keduanya diulangi maka akan terjadi pengulangan
yang dapat menimbulkan kebosanan. Akan tetapi jika keduanya
disebutkan, maka lafaz penjelas diletakkan setalah lafaz yang dijelaskan.
Salah satu contohnya adalah penyebutan lafaz هاAA A ( عرضlebar)
dalam QS. A<li ‘Imra>n: 133:
ِ ِ ُأعد ِ السماوات واَأْلرض ٍ ِ ِ
ني
َ َّت ل ْل ُمتَّق
ْ ُ َو َسا ِرعُوا ِإىَل َم ْغفَر ٍة م ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّة َع ْر
ُ ْ َ ُ َ َ َّ ض َها
tidak membutuhkan lagi penyebutan lafaz ولAA( طpanjang) karena
pada dasarnya setiap sesuatu yang memiliki lebar pasti memiliki panjang.
Maka membatasi penyebutan sifatnya al’ard saja menjadi lebih utama.
Namun terkadang lafaz yang saling berkaitan tersebut disebutkan
kedua-duanya karena ada alasan tertentu, semisal karena keduanya dianggap
penting, seperti penyebutan lafaz وال تنهرمهاsetelah lafaz ا أفAAل هلمAAفال تق
yang sebenarnya tidak dibutuhkan, akan tetapi supaya larangan tersebut kuat
dan agar mencakup dua aspek, yaitu mafhum (gerak-gerik) atau mantuq
(ucapan).
Kaidah Kelima
حذف جواب الشرط يدل على تعظيم األمر وشدته ىف مقامات الوعيد
“Penghapusan jawa>b al-syart} menunjukkan pengagungan
terhadap perkara tersebut dan dahsyatnya hal tersebut dalam konteks
ancaman.”
Kaidah ini menjelaskan tentang jawa>b al-syart} yang tidak
disebutkan dalam beberapa ayat dengan alasan bahwa penghilangan
jawaban lebih menunjukkan pada keagungan, kedahsyatan atau kengerian
yang tidak bisa diungkapkan dengan sebuah ungkapan atau dengan sifat-
sifat tertentu, khususnya jika hal tersebut terkait dengan siksa dan
ancaman.
Kaidah Keenam
Dan Nabi Harun as. Hal itu terjadi karena Nabi Musalah yang menjadi
target utama karena dialah yang dimaksud dalam ayat tersebut sebagai
pengemban tanggungjawab misi kenabian.
Kaidah Ketujuh
بأحدمها عن اآلخرA ذكر شيئني بينهما تالزم وارتباط فيكتفىA املقامAقد يقتضي
“Konteks kalimat terkadang menuntut penyebutan dua hal yang saling berkaitan
dan berhubungan, maka cukup menyebutkan salah satunya saja”.
Kaidah ini tidak jauh beda dengan kaidah keenam. Perbedaannya
hanya terletak pada hubungan antara kedua lafaz yang sangat erat pada
kaidah ini, sedangkan kaidah sebelumnya ditekankan pada mana yang
paling penting, bukan pada hubungannya. Oleh karena hubungannya yang
begitu erat, maka cukup menyebutkan salah satunya saja.
Kaidah Kedelapan:
al-muqaddar (lafaz yang dikira-kirakan) yaitu فَعِ َّد ُت ُه َّن ثَاَل ثَةُ َأ ْش ُه ٍرkarena itulah yang
dominan disamping hal itu telah disebutkan sebelumnya .Oleh karena itu, para
ulama berpendapat bahwa iddah perempuan yang tidak haid adalah tiga bulan dan
memang demikian adanya, karena kebanyakan petunjuk/dalil yang menyebutkan
hal tersebut.23
3. Kaidah Taqdi>m wa Ta’khi>r
Susunan kata dalam tulisan atau ucapan berperanan sangat penting, bukan
saja dari sisi keindahannya, tetapi juga makna dan pesan-pesan yang
Pada salah satu redaksi, misalnya, kata itu terletak terkemudian, ini disebut
ِ
ْ َم َاوات َواَل يِفA A A A يِف ال َّسdi
ِ اَأْلر
ta’khi>r (mengemudiankan), misalnya redaksiض
ِ مA A A Aض واَل يِف ال َّس
dalam Saba’/34: 3 dan 22; dan redaksi اء َ ْ يِفdi dalam
َ ِ اَأْلر
Yu>nus/10: 61 dan Ali ‘Imra>n/3: 5. Tampak dengan jelas di dalam dua
Keadaan serupa itu juga terlihat pada penempatan َماءA A س ِ ماوA A ال َّس
َّ الdan ات ََ .
Penempatan serupa inilah yang disebut dengan Taqdi>m dan ta’khi>r.25
a. Kaidah Pertama:
23
M. Rusydi Khalid, Qawa’id Al-Tafsir, h. 82-92
M. Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut
24
Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an, (Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2015), h.
229.
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat
25
hukum”.
kemuliaannya, dan kadang didahulukan karena sulit untuk diberi penjelasan. Oleh
karena itu tidak selamanya satu kata itu didahulukan karena lebih dulu ada pada
realitas.27
Penerapan kaidah ini, dapat dilihat pada contoh dalam QS. al-Baqarah/2:
67 dan 73.
و َنAAوذُ بِاللَّ ِه َأ ْن َأ ُكAAَُال َأع ِ وِإ ْذ قَ َال موسى لَِقو ِم ِه ِإ َّن اللَّه يْأمر ُكم َأ ْن تَ ْذحَب وا ب َقرةً قَالُوا َأَتت
َ َّخ ُذنَا ُهُز ًوا ق ََ ُ ْ ُُ َ َ ْ َ ُ َ
نيِِ ِ
َ م َن اجْلَاهل
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah[57], hari kemudian dan beramal
saleh[58], mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
ِ
ٌ َوِإ ْذ َقَت ْلتُ ْم َن ْف ًسا فَ َّاد َارْأمُتْ ف َيها َواللَّهُ خُمْر
ِج َما ُكْنتُ ْم تَكْتُ ُمو َن
Salman Harun dkk, Kaidah-Kaidah Tafsir,Bekal Mendasar untuk Memahami Makna Al-
26
Qur’a>n dan Mengurangi Kesalahan Pemahaman, (Cet. I; Jakarta: PT Qaf Media Kreativa,
2017), h. 342.
27
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an, h. 86.
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-
orang Shaabi-iin (983) orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan
orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka
pada hari kiamat28. ….
takdi>m dan takhi>r yang artinya tuduh atau menuduh ini berarti pembunuhan
terjadi sebelum Nabi Musa a.s. mengatakan kepada mereka perkataan tersebut.
Pada masa Nabi Mu>sa as. ada seorang terbunuh yang tidak dikenal siapa
mereka.
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi,” apapun sapi itu,
jantan atau betina (karena kata baqarah bukan dalam arti sapi betina tetapi
tilawahnya dan diakhirkan pada maknanya yang berhubungan dengan QS. al-
Baqarah/2: 72, dan boleh dikatakan bahwa tertib turunnya ayat sesuai tilawah,
28
Ahmad Zulfikar Shah, Abdul Hadi, dkk, Taqdi>m wa Takhi>r Dalam al-Qira>’at al-
S}add}ah Berdasarkan Abullah Ibn Mas’ud r.a, h. 139.
29
. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.1
(cet. X; Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 224.
30
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an,mengutip dalam bukunya
Muhammad al-Syauka>ni, Fath} al-Qadir, Juz I, (tc; Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 1997), h. 125.
b. Kaidah Kedua:
perhati”.
Untuk memahami lebih jauh tentang kaidah ini dapat dilihat salah satu
Fakhru al-Ra>zi menjelaskan bahwa mendahulukan shalat pada ayat ini karena
ibadah badaniyah yang paling mulia ialah shalat, dan zakat merupakan ibadah
31
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an, h. 89
32
Rusydi Khalid, Kaidah-Kaidah untuk Menafsirkan al-Qur’an, h. 89 mengutip dalam
bukunya Fakhr al-din al-Ra>zi, Mafa>tih al-Ghayb, Juz II, http// www. Al-tafsir.com, h. 69.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
Kaidah ziya>dah, kaidah taqdir wal hadzf dan kaidah taqdim dan takhir
bagian dari kaidah-kaidah yang terkait kebahasaan atau balagah yang bertujuan
untuk memperkuat sebuah kalimat sesuai dengan kebutuhan dalam arti tidak
penjelasan yang tak dapat dipungkiri. Tapi demi kebaikan umat selanjutnya
ahli tafsif dan ahli nawu sependapat dengan keberadaan kaidah ziya>dah dalam
al-Qur’an, lain halnya dengan kaidah tafsir takdim dan takhir bahwa kaidah
tersebut mengandung arti sebagai patokan penyebab adanya suatu lafaz didalam
al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sabt, Khalid Usman Qawa´id Al-Tafsir, Cet. I; Dar Ibn Affan, h. 438
Hafid, Abd. Karim . Berbagai Sudut Pandang dalam Memahami Bahasa Arab, Cet. I;
Makassar: Alauddin University Press, 2012, h. 218.
Harun, Salman. Kaidah-Kaidah Tafsir, Cet. I jakarta; QAF Media Kreativa, 2017 h. 332
Kharlie, Ahmad Kholabi. “ Kontroversi Ulama Seputar Kedudukan Al-ziyadah ‘Ala Al-
Nash dan Dampaknya Terhadap Fiqih,” Al-Qalam 21 no. 101 Agustus 2004: h. 261
Nawas, Kamaluddin Abu. Studi Kritik atas Berbagai Persoalan Kebahasaan, Cet. I;
Sultan Alauddin: AlauddinPress, 2012, h. 54.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir, Cet. I; Tangerang: Lentera Hati, 2013, h. 106.
Shihab, M. Quraish .Tafsir Al-Misbah, Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2017, h. 286.
Shah, Ahmad Zulfikar. Abdul Hadi, dkk, Taqdim wa Takhir Dalam al-Qira’at al-addah
Berdasarkan Abullah Ibn Mas’ud r.a, h. 139.