Pendahuluan
Menurut Quraish Shihab, metode tafsir maudhû’î digagas oleh Ahmad Sayyid al-
Kumiy pada saat ia menjadi ketua jurusan tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas
al-Azhar. Metode yang demikian kemudian menjadi minat para pengkaji al-
Qur’an. Hal ini dibuktikan beberapa sarjana tafsir yang membuat penelitian
terfokus pada satu masalah, seperti: al-Insan fi al-Qur’an dan al-Mar’ah fi al-
Qur’an karya Abbas Mahmud al-Aqqad dan Riba fi al-Qur’an karya al-Maududi.2
1
Lilik Ummi Kaltsum, Mendialogkan Realitas dengan Teks: Metode Tafsir Tematis M. Baqir
al-Shadr, (Surabaya: Penerbit PNM, 2010), h. 9
2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2013), h. 175
3
Kitab tafsir ini juga diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris dengan judul A Thematic
Commentary On The Qur’an, oleh penerbit Islamic Book Trust Selangor Malaysia pada tahun
2001
1
Makalah ini berusaha memaparkan metode tafsir maudhû’î yang dikonsepkan
oleh: pertama, Muhammad al-Ghazali, serta melihat aplikasi metode tafsir
maudhû’î yang terdapat dalam karyanya, Nahwa Tafsir Maudhû’î. Dalam melihat
penafsiran atau aplikasi metode tafsir maudhû’î dalam Nahwa Tafsir Maudhû’î,
penulis membatasi hanya beberapa surah pendek. Kedua, metode tafsir maudhû’î
yang dirumuskan oleh Abul Hayy al-Farmawi.
Diantara tokoh-tokoh yang lahir di Mesir seperti Hasan al-Banna ataupun Yusuf
Qardhawi, nama Muhammad Ghazali tidak kalah populernya.4 Ia seorang ulama
yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan. Banyak karya dan buku-buku yang
telah dihasilkan, termasuk karyanya yang berkaitan dengan al-Qur’an dan ilmu
tafsir, antara lain: Kaifa Nata’amal ma’a al-Qur’an, Nahwa Tafsir Maudhû’î li
Suwar al-Qur’an al-Karim, Al-Mahawir al-Khamsah lî al-Qur’an al-Karîm dan
Nadharat fi al-Qur’an.
4
Muhammad al-Ghazali lahir pada 22 Septerber 1917 di Mesir. Dibesarkan dilingkungan
sederhana yang sibuk dengan aktivitas perdangan mengingat ayahnya sebagai seorang pedangan.
Diantara gurunya yang berpengaruh adalah Syaikh Abdul Aziz Bilal, Syaikh Ibrahim Al-
Gharbawi, Syaikh Abdul Azhim Al-Zarqani. Al-Ghazali wafat pada 9 Maret 1996. Al-Mustasyar
Abdullah al-Aqil “Mereka Yang Telah Pergi” dalam Buletin Risalah Tsulasa, edisi 2, tahun 2005
5
Muhammad al-Ghozali, Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an, (Kairo: Nahdetmisr, 2005), h. 29
6
Muhammad al-Ghozali, Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an, h. 41
2
Didalam kitab Al-Mahawir al-Khamsah lî al-Qur’an al-Karîm, al-Ghazali
membahas lima tema pokok di dalam al-Qur’an. Kelima tema tersebut adalah:
keesaan Allah, wujud alam semesta, kisah-kisah dalam al-Qur’an, hari
kebangkitan dan balasan dan pendidikan dan hukum.7
Karya al-Ghazali dibidang tafsir yang paling besar adalah Nahwa Tafsir Maudhû’î
li Suwar al-Qur’an al-Karim. Ia menafsirkan seluruh al-Qur’an sesuai dengan
tartib mushaf dari surah al-Fatihah sampai al-Nas. Menurut Abad Badruzaman,
tafsir tersebut pertama kali diterbitkan pada tahun 1995. Kitab tersebut menurut
Badruzaman memiliki dua keutamaan, pertama, bahasanya yang tidak bertele-tele,
praktis untuk dibaca terlebih bagi muslim “awam”. Kedua, menggunakan metode
maudhû’î.8
3
tema yang dianggapnya penting yang terdapat dalam setiap surah. Dalam satu
surah tertentu, ia tidak menafsiri keseluruhan ayat, tetapi hanya beberapa ayat saja
yang menurutnya menjadi poin penting dari surah tersebut.11
1. Surah al-Jumuah
Al-Ghazali menerangkan bahwa saat mendengar seruan azan untuk salat Jumat,
setiap muslim segera ke masjid, bergabung dengan sesamanya menunaikan ibadah
kepada Allah. Jumat adalah hari istimewa dalam satu pekan. Umat Islam dihimbau
untuk melakukan mandi besar dan memakai wangi-wangian. Menurut Nabi
Muhammad, setiap muslim yang berdoa pada hari Jumat pasti akan dikabulkan
oleh Allah.
Surat ini juga menyatakan bahwa Muhammad adalah sebagai penutup utusan
Allah yang membawa risalah dan menyeru seluruh umat menyembah Allah. Ia
adalah orang terhormat yang dipilih diantara orang-orang buta huruf Arab lainnya.
Tetapi kehormatan itu telah dipalingkan oleh orang-orang Yahudi dan Kristen
yang telah mendistorsi agama mereka. Mereka –Yahudi dan Kristen- adalah
orang-orang yang sombong, keras kepala dan berada dalam kebodohan. Mereka
membuktikan bahwa tidak mampu baik negaranya sendiri, apalagi mereformasi
11
Menurut penulis, metode penafsiran tematik al-Ghazali terhadap suatu surah sama seperti
rumusan metode penafsiran tematik surah yang diulas oleh al-Farmawi dan juga Musthafa
Muslim. Atau sebaliknya, baik al-Farmawi dan Musthofa merumuskan metode tafsir tematik surah
setelah mencermati metodelogi al-Ghazali dalam tafsirnya. Setidaknya menurut Musthofa, ada
empat tahapan dalam menafsirkan surah dan mengambil tema pokok dalam surah tersebut.
Pertama, terlebih dahulu menjelaskan “seluk beluk” surah, baik kategori surah (Makiyah atau
Madaniyah), sebab turunya surah atau ayat dan sebagainya. Kedua, berusaha mengetahui tema
pokok yang paling utama atau menonjol dalam surah tersebut. Ketiga menafsirkan ayat dengan
membagi ayat dalam surah menjadi beberapa bagian (memilih) dan menjelaskan pembicaraan ayat
tersebut. Keempat, menghubungkan bagian-bagian ayat tersebut dan mengambil istinbat, tujuan
pokok yang mendasar dari suatu surah. Musthafa Muslim, Mabâhis fî Tafsîr Maudhû’i,
(Damaskus: Dar al-Qalam, 2000), h. 40
4
orang lain atau memberikan contoh yang baik, sebagaimana firman Allah pada
ayat 2
ب مواللٮحلكممممةم مواٮلن
ث ٮفىِ اللقمم هيامن مرقسلومل مملنهق لم يملتلقلوا معلمليٮه لم ااايتٮهه مويقمزمكليٮه لم مويقمعلمقمهققم اللٮكاتمم م هقمو اللٮذلى بممع م
ضالنل ضَمبٮليننن
مكاَنقلوا ٮملن قملبقل لمفٮلىِ م
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”
Diakhir penafsiran surah al-Jumuah, ia menyayangkan saat ini banyak umat Islam
yang mengabaikan tanggung jawabnya terhadap wahyu Allah. Mereka justru
menyuarakan tentang materialistik, nasionalis dan etnosentris yang memiliki
sedikit kecenderungan hubungan dengan wahyu Allah. Bagi umat Islam yang
tetap bertahan dan bekerja keras untuk menghidupkan agama Allah, al-Ghazali
berpesan agar mereka mengambil peran di dunia serta mengembalikan kedaulatan
Tuhan atas kehidupan manusia dan urusan dunia.12
Menurut penulis, tema-tema pokok dalam surah al-Jumuah yang menjadi poin
penting bagi al-Ghazali adalah pertama, keistimewaan hari Jumat. Hal ini seperti
digambarkan bahwa pada hari tersebut umat Islam berkumpul di masjid dalam
rangka menjalankan ibadah salat jumat. Pun demikian juga anjuran mandi besar
dan menggunakan wangi-wangian yang dianjurkan pada hari Jumat, serta doa
setiap muslim pada hari itu yang pasti dikabulkan. Kedua, adalah pandangan
terhadap orang Israel. Menurut penulis, al-Ghazali memaknai kata “Yahudi”
dalam surah di atas sebagai orang-orang Israel.
2. Surah al-Munâfiqûn
12
Muhammad al-Ghazali, A Thematic Commentary On The Qur’an, h. 649-651
5
Pada awal penafsirannya, al-Ghazali menjelaskan bahwa kemunafikan adalah sifat
tercela, terdapat kontradiksi antara keyakinan dengan perilaku seseorang. Ketika
seseorang bersalah, ia mengubah penampilan dan ekspresi. Menurut al-Ghazali
diantara bentuk kemunafikan adalah kepura-puraan dan sumpah palsu.
Kemunafikan adalah akhlak yang buruk. Hal ini akibat dari kurangnya ketegasan
dan pendirian dalam diri seorang. Seseorang yang mengerjakan kemunafikan
adalah akibat dari sifat egois.
ك لممرقسلولقهه مو ا ا
اق يملشهمقد اٮلن اللقمانفٮقٮليمممن اٮ مو ا ا
اق يملعلمقم اٮنل م ك لممرقسلوقل ا ا
ك اللقمانفٮققلومن مقاَلقلوا نملشهمقد اٮنل م
اٮمذا مجاَمء م
ملماكٮذبقلومن
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta”
Kemunafikan tidak akan berlangsung lama, atau tersembunyi. Cepat atau lambat,
sebuah sikap kemunafikan akan terungkap. Terungkapnya kemunafikan kerap
tercermin dari perilaku itu sendiri atau hal-hal kejadian yang tidak terduga.
Baik muslim Makkah dan Madinah, keduanya saat itu mengalami kesengsaraan.
Muslim Makkah harus meninggalkan harta mereka di Makkah, sedangkan Muslim
Madinah harus menerima mereka dengan segala keterbatasan. Tetapi, Abdullah
ibn Ubay, seorang munafik Madinah justru memberi komentar pedas terhadap
muslim Makkah dan menghasut orang-orang Madinah dengan berkata: “Beri
makan anjingmu, nanti dia akan memakanmu.” Perkataan Ubay lainnya dikutip
dalam ayat ke 8
6
يمققلولقلومن لمٮٮلن لرمجلعنمواَ اٮملىِ اللممٮدلينمٮة لميقلخٮرمجلن اللممعضَز ٮملنهممماَ اللممذلل مو ٮ ا الٮمم اللٮعمملزةق مولٮمرقسمملولٮهه مولٮللقممملؤٮمنٮليمن
موالمٮكلن اللقمانفٮقٮليمن مل يملعلمقملومن
“Mereka berkata: ‘Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah (dari
peperangan Bani Mustalik), benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-
orang yang lemah dari padanya’. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada
mengetahui”.
ك فمقاَواللٮٮمم م
ك هقممقم اوياَ مضَيهممماَ اللممٮذليمن ااممنقمملوا مل تقللٮهقكمم لم املمممموالققك لم مو م ول املوملقدقكمم لم معمملن ٮذلكممٮر ا ا
اٮ مومممملن يللفمعمملل اذلٮمم م
اللاخٮسقرلومن
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi.”
Tema utama yang menjadi sorotan al-Ghazali dalam surah al-Munafiqun adalah
tentang kemunafikan sebagai sifat yang tercela dan perlakuan orang-orang
munafik Madinah kepada muslim Makkah. Selanjutnya, pada akhir penafsirannya,
al-Ghazali mengutip ayat kesembilan dari surah al-Munafiqun sebagai nasihat
yang mulia.
3. Surah al-Taghâbûn
Dalam tafsirnya, al-Ghazali menjelaskan bahwa surah ini dibuka dengan perintah
kepada makhluk yang berada di alam raya untuk memuji Allah. Karena dengan
memujiNya, itu berarti sebuah ketundukan kepadaNya. Tetapi, banyak manusia
yang menolak Allah dan ajaranNya; menyangkal kekuasaan dan kedaulatanNya;
dan tidak sedikit pula yang mencela utusan Allah (rasul Allah). Terkait hal ini, al-
Ghazali mengutip surah al-Nahl ayat 4:
13
Muhammad al-Ghazali, A Thematic Commentary On The Qur’an, h. 652-653. Lihat sebab
turunnya ayat ini, terutama ayat ke 8 yang menceritakan sikap Abdullah ibnn Ubay yang menebar
kebencian kepada muslim Makkah. Muhammad ibn Ali al-Wahidi, Asbâb Nuzûl al-Qur’an,
(Riyad: Dar al-Maiman, 2005), h. 673
7
Surah ini menyoroti karakteristik perbuatan jahat, dalam ayat 2: “Dia-lah yang
menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang
mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
ۡاملم لم يملاَتٮقك لم نممبمقؤا اللٮذليمن مكفمقرلوا ٮملن قملبقل فممذاققلوا مومباَمل املمٮرٮه لم مولمهقمم لم معمممذا ر
(اذ لٮمم م5) ب املٮليممرۡم
ك بٮمماَ منلهه مكمماَنملت
ا ا
(6) حٮمليرۡد اق مغنٮىىِ ماق مو ا تللاَتٮليٮه لم قرقسلقهق لم ٮباَللبميمان ٮ
ت فممقاَلق لووا امبممشرۡر يللهقدلومنممناَ فممكفمقرلوا موتمموللنوا لوالستملغمنىِ ا
“Apakah belum datang kepadamu (hai orang-orang kafir) berita orang-orang kafir
terdahulu. Maka mereka telah merasakan akibat yang buruk dari perbuatan
mereka dan mereka memperoleh azab yang pedih (5). Yang demikian itu adalah
karena sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-Rasul mereka membawa
keterangan-keterangan lalu mereka berkata: ‘Apakah manusia yang akan memberi
petunjuk kepada kami?’ lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak
memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (6).”
Al-Ghazali selanjutnya menjelaskan bahwa dalam dunia modern saat ini, banyak
orang terjebak di dalam dunia materialistik. Sehingga mereka tidak percaya akan
adanya hari kebangkitan dan hanya dianggap sebagai omong kosong. Al-Ghazali
mengutip ayat 7 dari surah ini:
مزمعمم اللٮذليمن مكفمقر لووا املن لللن ضَيلبممعمقثملوا ققلل بمالىِ مومربملىِ ملمتقلبممعمقثملن ثقلم ملمتقمنملبمقؤلن بٮمماَ معٮمللمتق لم مواذ لٮ م
ِك معملى
اا
اٮ يمٮسليرۡر
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan
dibangkitkan. Katakanlah: ‘Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan
dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.’ Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Sikap ketidakpercayaan terhadap hari akhir tidak hanya dialami oleh orang-orang
atheis dan kafir, tetapi juga oleh pengikut agama lain: Yahudi dan Kristen. Mereka
tidak dapat menerima ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an. Oleh
sebab itu dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif untuk menyajikan
Islam dengan cara yang lebih efektif dan cerdas. Al-Ghazali kemudian mengutip
ayat kedelapan:
فمااَٮمنقلوا ٮباَ ا الٮ مومرقسلولٮهه موالضَنلوٮر اللٮذ لوى املنمزللمناَ مو ا ا
اق بٮمماَ تملعمملقلومن مخبٮليرۡر
8
Kata “al-Nur” atau yang berarti cahaya pada ayat di atas adalah al-Qur’an. Dalam
banyak ayat, Allah juga telah menjelaskan. Ayat ini menegaskan kewajiban
seorang muslim untuk mengimani dan juga memahami al-Qur’an. Seorang
muslim dituntut untuk dalam hidup sesuai dengan panduan al-Qur’an.
Surah yang membicarakan tentang hari penghisapan ini juga ditegaskan pada ayat
9.
ا
ك يملوقم التلمغاَبقٮن مومملن ضَيلؤٮم لمن ٮباَ الٮ مويملعمممملل م
صاَلٮمحممماَ ضَيمكفممملر معلنممهق مسمميمااَتٮهه يملومم يملجممقعقك لم لٮيملوٮم اللمجلمٮع اذ لٮ م
ت تملجٮرلى ٮملن تملحتٮمهاَ اللملناهقر اخلٮٮدليمن فٮليهمواَ امبممدا اذ لٮ م
ك اللفملوقز اللمعٮظنيقم مويقلدٮخللهق مج انا ن
“ (Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan,
itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-
kesalahannya dan memasukkannya ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.”
Pada hari itu, lanjut al-Ghazali, manusia akan diperlihatkan segala kesalahannya.
Mereka mengalami penyesalan yang begitu mendalam atas perbuatan yang telah
dilakukan selama hidupnya. Manusia menyesali kehidupan yang terlewat begitu
saja. Al-Ghazali kemudian mengutip sebuah hadis: “Banyak orang kehilangan dua
hal: kesehatan dan waktu”.
Surah ini juga mengungkap tentang hubungan muslim Makkah dan Madinah yang
terlibat pertengkaran dan permusuhan. Untuk menentramkan dan membesarkan
hati kaum muslim, Allah menurunkan ayat ke 11:
اٮ مومملن ضَيلؤٮم لمن ٮباَ ا الٮ يملهٮد قمللبمهه مو ا ا
اق بٮقكمل مشلىِنء معلٮليرۡم صليبمنة اٮلل بٮاَ ٮلذٮن ا ا
ب ٮملن ضَم ٮ ممواَ ام م
صاَ م
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah;
dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Muslim Makkah telah meninggalkan tempat tinggal dan tanah mereka guna
menjadi pengikut Muhammad. Mereka tetap pada pendirian dan keyakinannya
akan agama yang dibawa oleh Muhammad. Tidak semua orang dapat berbuat
pengorbanan atau mendapat penghormatan seperti ini.
Beberapa muslim Makkah ada yang ragu-ragu, lebih memilih istri mereka dan
anak-anak mereka. Sehingga mereka menetap di Makkah. Mereka menutup
telinga akan panggilan tugas dan lebih memilih tinggal dengan orang-orang yang
mereka cintai (istri dan anak). Berkaitan dengan hal itu, Allah menegur mereka
sebagaimana dalam ayat 14:
اوياَ مضَيمهاَ اللٮذليمن ااممنق لووا اٮلن ٮملن املزمواٮجقك لم مواملوملٮدقك لم معقد اموا للقك لم مفاَلحمذقرلوهق لم مواٮلن تملعفقلوا موتم ل
صفمقحلوا موتملغفٮقرلوا
ام مغفقلورۡر لرٮحليرۡم فماَ ٮلن ا ا
9
“Hai orang-orang mu’min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-
anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dua tema utama yang menjadi perhatian al-Ghazali dari surah di atas adalah,
pertama, sikap kaum kafir yang tidak mengindahkan perintah Allah dan rasulNya.
Hal itu dibuktikan dengan sikap meremehkan utusan Allah (rasul) dan
ketidakpercayaan terhadap hari akhir (hari kebangkitan). Tema kedua adalah
posisi kelurga (isteri dan anak) yang pada saat tertentu menjadi cobaan bagi
seorang suami.
4. Surah al-Qâri’ah
Dalam surah ini, al-Ghazali menjelaskan sebelum datang hari kebangkitan, akan
datang suara bergemuruh dan letusan yang menggetarkan seluruh dunia dan akan
didengar oleh semua orang. Al-Qur’an juga menjelaskan hal ini di ayat lain:
“Dan dengarkanlah (seruan) hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang
dekat. (Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya.
Itulah hari akhir.” (QS. Qaf : 41-42).
14
Muhammad al-Ghazali, A Thematic Commentary On The Qur’an, h. 654-657
10
صممليمحةم ٮباَللمحممم م
ق اذ لٮمم م
ك يممملوقم موالستمٮملع يملومم يقنممماَٮد اللقمنممماَٮد ٮممملن لممكمماَنن قمٮرليمم ن ن
( يممملومم يملسممممقعلومن ال ل41) ب
ل
(42) ج القخمقرلو ٮ
Seluruh manusia, saat itu akan bangkit dengan ketakutan dan kecemasan. Mereka
bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Surat ini menjelaskan:
ش اللمملبثقلو ٮ
(4) ث س مكاَلفممرا ٮ ٮ ( موممواَ املدارٮ م2) ( مماَ اللمقاَٮرمعةق1) امللمقاَٮرمعةق
( يملومم يمقكلوقن اللناَ ق ل3) ك مماَ اللمقاَرمعةق
ل ل ل
(5) ش موتمقكلوقن الٮجمباَقل مكاَلٮعلهٮن المملنفقلو ٮ
“Hari Kiamat. Apakah hari kiamat itu. Tahukah kamu apakah hari kiamat itu?
Pada hari itu manusia bagaikan anai-anai yang bertebaran. Dan gunung-gunung
seperti bulu yang dihambur-hamburkan”.
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, maka dia berada
dalam kehidupan yang memuasakan. Dan adapun orang-orang yang ringan
timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah”.
Kata “Ibu” digunakan (fa ummuhu haawiyah) dalam metafora Bahasa Arab karena
pada saat seseorang cemas, saat ingin mencari kenyamanan dan keamanan maka
akan mencari dada ibunya. Menggunakan tersebut menurut penulis bermakna
“kembali”.
Dalam surah ini, al-Ghazali menyoroti keadaan hari kiamat. Hal ini sangat terlihat
saat ia berusaha menggambarkan suasana yang akan terjadi kelak. Ia juga
mengutip ayat dari surah lain untuk menjelaskan hubungan (munasabah) ayat.15
5. Surah al-Mâ’ûn
15
Muhammad al-Ghazali, A Thematic Commentary On The Qur’an, h. 748
11
Ghazali, paham tersebut –komunis- telah menyapu sebagian wilayah di dunia ini
dan telah banyak mendatangkan malapetaka.
Kesimpulan surah ini adalah, pertama, anjuran membantu orang miskin, karenahal
tersebut adalah syarat dari keimanan. Kedua, perintah menegakkan salat. Ini
sekaligus menjadi peringatan bagi orang-orang yang lalai. Mereka akan mendapat
konsekuensinya.16
6. Al-Masad
Surah ini dibuka dengan pernyataan yang sangat keras kepada paman Nabi
Muhammad, Abu Lahab.
Diakhir penafsiran surah al-Masad ini, al-Ghazali menjelaskan bahwa Abu Lahab
telah dibutakan untuk melihat kenyataan Muhammad sebagai anak yatim yang
diasuh oleh kakeknya kemudian pamannya. Lahab tidak dapat menerima
kenyataan ditunjuknya Muhammad sebagai seorang pembawa misi kenabian. Ia
terlanjur berprasangka buruk dan “cemburu” melihat kehidupannya.17
16
Muhammad al-Ghazali, A Thematic Commentary On The Qur’an, h. 757
17
Muhammad al-Ghazali, A Thematic Commentary On The Qur’an, h. 764
12
Metode Tafsir Maudhû’î Abu Hayy al-Farmawi
Sebelum membahas pengertian dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tafsir
maudhu’i menurut Al-Farmawi, penulis memaparkan pengertian metode-metode
tafsir secara umum. Sepanjang perkembangan ilmu tafsir telah lahir berbagai
macam kitab tafsir yang disajikan oleh para ulama dengan menggunakan berbagai
metode, metode-metode tersebut adalah; Metode Tahlili, Metode Ijmali, Metode
Muqarran, dan Metode Maudhu’i. Metode tahlili adalah suatu metode tafsir yang
bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.
Metode ijmali adalah metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan
cara mengemukakan makna global atau penjelasan secara umum. Lain halnya
dengan metode muqarran (perbandingan), metode ini adalah metode yang
mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Quran yang ditulis oleh para penafsir
sehingga terlihat jelas perbedaannya yang kemudian bisa dibandingkan. 18 Metode-
metode yang telah dijelaskan diatas terutama metode tahlili adalah metode yang
seringkali ditemukan dan hampir semua penafsir klasik memakai metode ini.
Tafsir Maudhu’i menurt Al-Farmawi adalah tafsir yang menghimpun ayat-ayat al-
Quran yang mempunyai maksud yang sama dengan kata lain sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta
sebab turunnya ayat tersebut19. Di dalam metode ini seorang penafsir memberikan
keterangan atau kejelasan serta mengambil sebuah kesimpulan. Sebagai contoh
misalnya kajian tentang khamar dengan memakai metode tafsir maudhu’i seorang
penafsir pertama-tama harus mengumpulkan semua ayat yang berkaitan dengan
khamar, kemudian menyusunnya berdasarkan kronologis turunnya,
mengumpulkan asbab nuzul ayat sebagai keterangan dan kejelasan terhadap ayat
yang dibahas, kemudian penafsir memberi kesimpulan dari beberapa ayat yang
berkaitan dengan khamar.
18
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar Terj : Suryan A.Jamrah
(PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1994) hal. 12-30
19
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar hal. 36
13
Tafsir maudhui yang membahas satu surah secara utuh dan menyeluruh dan
menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus serta menjelaskan
korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehinnga surah tersebut
tampak dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat.20
Penafsiran al-Quran dengan al-Quran yang seringkali dikenal dengan tafsir bil-
ma’tsur pada dasarnya telah memperlihatkan keselarasan ayat-ayat al-Quran.
Penafsiran al-Quran dengan al-Quran ini pada dasarnya menjadi cikal bakal atau
bibit dari tafsir maudhu’i. Dalam perkembangan berikutnya benih atau bibit tafsir
maudhu’i sangat banyak ditemukan dalam kitab-kitab tafsir, hanya saja masih
dalam bentuknya yang sederhana, belum mengambil bentuk yang lebih tegas dan
bisa dikatakan sebagai metode yang berdiri sendiri. Kadang-kadang masih dalam
bentuk yang sangat ringkas seperti yang terdapat dalam tafsir karya Al-Fakhr Al-
Razi karya Al-Qurtuby dan karya Ibu Al-Arabi. Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa metode maudhu’i ini adalah metode yang sebenarnya sudah ada sejak dulu
kala dengan bentuknya yang masih sederhana yang belum dimaksudkan sebagai
metode yang memiliki karakter metodelogis yang berdiri sendiri.22
Perkembangan tafsir pada masa klasik agak kurang peduli terhadap penafsiran al-
Quran dengan cara tematik, ada dua faktor ketidakpedulian ini:
14
mere berpotensi untuk menghubungakan satu ayat dengan ayat yang lain
yang ia jelaskan melalui spesialisasi ilmunya. 23
Sekalipun bibit tafsir maudhu’i sudah ada semenjak dahulu akan tetapi cara
kerjanya belum ditetapkan secara jelas, kajian masa lalu tersebut bisa dikatakan
sebagai usaha untuk melahirkan metode ini. Batasan dan definisi yang jelas dan
rinci mengenai metode maudhu’i ini baru muncul pada periode belakangan oleh
alUstadz Dr. Ahmad Al-Sayyid Al-Kumy ketua jurusan Tafsir Universitas al-
Azhar. Bersama beberapa rekan-rekan dosen dan murid-murid mereka di berbagai
perguruan tinggi.25
23
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar hal. 41
24
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar hal. 41-44
25
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar hal. 45
26
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar hal. 45-46
15
6. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis-hadis nabi, bila dipandang perlu,
sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan gamblang.
5. Corak kajian tafsir maudhu’i sesuai dengan semangat zaman modern yang
menuntut agar kita bisa melahirkan suatu hukum yang bersifat universal
untuk umat Islam yang bersumber dari al-Quran.
16
Hal-hal yang Harus diperhatikan Oleh Penafsir Maudhu’i
Ada beberapa hal yang seharusnya diperhatikan oleh seorang penafsir yang
memakai metode maudhu’i ini, antara lain:
2. Penafsir harus ingat bahwa ia hanya ingin membahas satu masalah pokok
bahasan sehingga tidak akan menyimpang dari masalah yang telah
ditetapkan.
17
Penutup
Menurut al-Ghazali, setiap surah memiliki tema-tema penting. Akan tetapi, hal itu
tidak berarti bahwa setiap ayat dalam suatu surah tidak berkaitan. Bahkan antara
satu surah dengan surah yang lain memiliki hubungan (munasabah).
18