Oleh Kelompok 4:
Mahanutabah H.Q (186070400111001)
Ehda Safitri (186070400111007)
Anggie Diniayuningrum (186070400111018)
Sabatina Windyaningrum (186070400111019)
Dini Ria Octavia (186070400111022)
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mempengaruhi keberhasilan IMD di rumah sakit melalui wawancara mendalam
menyatakan bahwa hampir, seluruh ibu di RSUD ‘Y’ gagal melakukan IMD.
Beberapa faktor yang menyebabkan gagalnya IMD di rumah sakit dikarenakan
kondisi tertentu pada ibu dan bayi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan IMD.
Kondisi tersebut meliputi ibu mengalami mual pasca SC atau kondisi gawat baik
pada ibu maupun bayi baru lahir (Widiastuti et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO), yang
menyatakan bahwa IMD merupakan satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi risiko pendarahan postpartum pada ibu dan mengurangi infeksi setelah
persalinan, hal ini dikarenakan hisapan pertama bayi akan merangsang keluarnya
plasenta lebih cepat akibat pelepasan hormon oksitosin. Selain untuk dapat
mencegah kematian bayi dan ibu paska persalinan, IMD juga mempunyai pengaruh
yang sangat nyata terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Dengan
melakukan IMD, ibu mempunyai peluang 8 kali lebih besar untuk berhasil ASI
Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan IMD (Mujiati, 2015).
Tercapainya cakupan keberhasilan IMD di RS tidak lepas dari penyusunan
perencanaan program IMD yang dilakukan oleh pihak organisasi tim IMD serta
faktor pendukung lainnya. Program perencanaan IMD memiliki berbagai
komponen penting diantaranya; man, money, method, dan material. Perencanaan
program IMD mengacu pada keempat komponen tersebut. Secara garis besar
program IMD meliputi; tujuan, sasaran strategis dan draft program IMD.
Oleh karena itu, untuk menjaga mutu pelayanan rumah sakit mengenai
keberhasilan pelaksanaan inisiasi menyusui dini, maka dilakukan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Oppurtunity dan Threat) pada draft program IMD di RSUD
“S”. Dengan adanya analisis SWOT diharapkan dapat mengetahui sejauh mana
draft program IMD dapat diterapkan dan dilaksanakan sesuai standar yang telah
ditentukan.
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Menganalisa draft perencanaan program IMD di RSUD “S”.
1.3.2 Mengetahui kelayakan penerapan program IMD di RSUD “S”.
3
BAB II
DRAFT PROGRAM IMD
4
dipisahkan dengan ibunya maka hormon stres akan meningkat 50%. Otomatis hal
tersebut akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan tubuh bayi menurun. Bila
dilakukan kontak antara kulit ibu dan bayi maka hormon stress akan kembali turun.
Sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stres, pernafasan dan detak jantungnya
lebih stabil (Lubis, 2018).
Pemerintah telah mensosialisasikan IMD pada saat pekan ASI sedunia
tahun 2007 yang dibacakan langsung oleh Ibu Negara. Dalam Asuhan Persalinan
Normal (APN) IMD juga merupakan langkah penting yang harus dilakukan petugas
kesehatan dalam membantu proses persalinan, serta disahkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No. 33/2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif, di dalam
peraturan tersebut berisi tentang IMD, pengaturan penggunaan susu formula, dan
produk bayi lainnya. Sarana menyusui tanggung jawab pemerintah, pemerintah
daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam serta pendanaannya. Usaha
pemerintah untuk mensukseskan program IMD adalah dengan meningkatkan mutu
pelayanan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang telah memahami prinsip
pelaksanaan IMD (Lubis, 2018).
Penelitian Forster, (2015) meneliti “Feeding infants directly at the breast
during the postpartum hospital stay is associated with increased breastfeeding at 6
months postpartum” dengan tujuan untuk menyelidiki apakah asupan makanan
hanya secara langsung dari payudara di 24-48 jam pertama kehidupan
meningkatkan proporsi bayi yang menerima ASI pada 6 bulan pertama, hasil
menunjukkan bahwa bayi yang diberi makanan hanya ASI pada 24-48 jam pertama
kehidupan lebih mungkin untuk terus memberikan ASI selama 6 bulan pertama
daripada mereka yang menerima susu formula bayi (Pangerapan, 2017).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, secara garis besar berisi tentang:
1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara ibu.
2. Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi
yang dilahirkannya.
5
3. Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya
paling singkat selama 1 (satu) jam.
4. Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit
Bayi melekat pada kulit ibu.
5. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI
yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
6. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya.
7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
8. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
9. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya.
10. Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah,
dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
11. Memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan
penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
tempat sarana umum lainnya.
12. Mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan
formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan.
13. Membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian
program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan
6
pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di
masyarakat.
14. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI
Eksklusif.
15. Mengembangkan kerja sama mengenai program ASI Eksklusif dengan pihak
lain di dalam dan/atau luar negeri.
16. Menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas
penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.
2.2 Tinjauan Umum dan analisis situasi masalah Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Di Rumah Sakit Umum Daerah “ S “
Rumah sakit umum daerah (RSUD) “ S “ merupakan Rumah saki milik
pemerintah kabupaten dengan type C. RSUD ini salah satu pusat rujukan sekunder
di wilayah kabupaten tersebut. Sehingga jumlah kunjungan pasien baik rawat inap
maupun rawat jalan selalu meningkat tiap tahunnya. Contohnya jumlah persalinan
tahun 2017 sebanyak 1049 pasien dan tahun 2018 sebanyak 1187 pasien. Kapasitas
tempat tidur khusunya di instalasi kebidanan dan kandungan masih terbatas. Ruang
rawat nifas terdiri dari 18 tempat tidur (Kelas I:2 TT, kelas II:6 TT dan Kelas
III:10TT). Ruang bersalin terdiri dari 5 tempat tidur dan 2 meja gynekologi. Kondisi
ruangan bersalin masih kurang privasi dengan penyekat berupa gorden/sketsel antar
tempat tidur, kadang menjadi pertimbangan pasien dalam memilih pertolongan
persalinandi RSUD ini. Terkait pelayanan kesehatan ibu dan anak, berbagai
program telah dijalankan mulai dari program PONEK, RSSIB, Program PPIA,
KMC termasuk program IMD. Ketersediaan SDM dalam hal ini dokter dan bidan
yang melaksanakan program IMD di lingkup pelayanan kebidanan dan kandungan
sudah memadai. Jumlah dokter SpOG 1 orang, dokter umum 1 orang, bidan di VK
IGD 8 orang, bidan di ruang bersalin 12 orang, ruang nifas 16 orang dan poli
kandungan 4 orang. Telah terbentuk tim konselor ASI dalam RSUD ini akan tetapi
program belum berjalan optimal.Bidan yang erlatih APN dan IMD belum 100 %
sehingga dalam penerapan IMD mengalami kesulitan.
Angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten “X” pada tahun 2017
diperkirakan sebesar 15 bayi untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Artinya bahwa dari
7
1000 anak yang terlahir dengan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, 15
diantaranya meninggal sebelum genap berumur setahun. Angka kematian bayi
selama beberapa tahun terakhir di Kabupaten “X” diperkirakan relatif menurun
dengan jumlah kasus kematian bayi pada tahun 2017 sebanyak 28 untuk setiap 1000
kelahiran hidup, tahun 2018 menjadi 22 untuk 1000 kelahiran hidup. Angka
tersebut jauh di bawah angka kematian bayi nasional yang mencapai 25,5 per 1000
kelahiran hidup. Yang perlu dicatat bahwa upaya menurunkan angka kematian bayi
memerlukan waktu yang relatif panjang serta kebijakan yang konsisten dengan
keberpihakan terhadap kesehatan ibu dan anak. Termasuk salah satunya melalui
program IMD.
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 33/2012 mengenai
Pemberian ASI Eksklusif, seharusnya masalah kurangnya keberhasilan IMD di
masyarakat khususnya di Rumah Sakit tidak terjadi. Namun, pada kenyataannya
tingkat keberhasilan IMD di Rumah Sakit dan masyarakat masih rendah yang
berdampak pada pemberian ASI Eksklusif pada bayi menurun. Berdasarkan data
ruang bersalin di RSUD “ S “Cakupan IMD pada tahun 2017 58 % dan tahun 2018
sebesar 65 % , meskipun mengalami kenaikan tetapi belum mampu mencapai target
cakupan nasional yang ditentukan (80 %).
Setelah dikaji keadaan di RSUD “ S “ maka dapat diidentifikasi beberapa
Masalah yang mengakibatkan berkurangnya keberhasilan program IMD di Rumah
Sakit, diantaranya:
1. Menurunnya komitmen tenaga kesehatan dalam mensosialisasikan secara
meluas tentang tujuan dan manfaat IMD.
2. Kurangnya koordinasi dan komunikasi antara tenaga kesehatan untuk kegiatan
penyuluhan IMD di kalangan Rumah Sakit dan lingkungan masyarakat.
3. Kurangnya komitmen dan ketelatenan tenaga kesehatan saat melakukan IMD
di fasilitas kesehatan (Rumah Sakit) pada 1 jam pertama kehidupan.
4. Kurangnya tenaga konselor ASI yang melakukan sosialisasi IMD dan ASI
Eksklusif di kalangan Rumah Sakit dan lingkungan masyarakat.
5. Keterbatasan dana untuk keberlangsungan program IMD, dana tidak
mencukupi baik dari pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
8
6. Kurangnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam melakukan sosialisasi IMD di
lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak adanya kesan mendalam tentang
pentingya IMD bagi bayi.
7. Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga dalam mensukseskan IMD pada
bayi baru lahir saat berada di Rumah Sakit.
8. Kebijakan Rumah Sakit yang kurang memfasilitasi untuk melaksanakan IMD
pada bayi baru lahir pada saat 1 jam pertama kehidupan.
9. Keterbatasan Sarana dan prasarana yang mendukung proses IMD ketika ibu
bersalin yakni kondisi ruang bersalin yang kurang memadai (privacy).
10. Kurangnya pemantauan untuk ANC Terpadu pada ibu hamil, sehingga
terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan yang menyebabkan tidak
dapat dilakukannya IMD pada saat 1 jam pertama kehidupan bayi.
11. Kendala budaya masyarakat setempat yang menentang dan tidak mendukung
kesuksesan dari program IMD.
2.3 Visi
Menjadi Rumah sakit sayang ibu dan anak yang unggul, terpercaya dan
profesional demi terwujudnya kesehatan paripurna 2025 di kabupaten “X”
2.4 Misi
1. Melaksanakan pelayanan kesehatan pada ibu dan bayi yang bermutu dan adil
dalam program IMD di Rumah sakit.
2. Mewujudkan sumber daya manusia yang profesional, berkualitas dan berdaya
saing dalam pelaksanaan program IMD di Rumah sakit.
3. Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang
mendukung program IMD di rumah sakit.
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendukung program IMD di
Rumah sakit.
9
2.5 Tujuan Program IMD
1. Umum
Melalui Program Inisiasi Menyusu dini (IMD) mampu mengurangi risiko
morbiditas dan mortalitas bayi.
2. Khusus
a. Tercapainya cakupan IMD sesuai dengan target nasional 80%.
b. Petugas di Rumah sakit ibu dan anak dapat menerapkan pelayanan IMD.
c. Pasien di Rumah sakit ibu dan anak dapat melaksanakan IMD.
d. Memperkenalkan “bonding attachment“ dengan ibu sesegera mungkin melalui
inisiasi menyusu dini.
10
e. Bayi di tengkurapkan didada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan
kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam
atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti, jika perlu gunakan topi
bayi.
f. Biarkan bayi mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan
sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.
g. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku
bayi sebelum menyusu.
h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit pada ibu yang
melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi sectio caesarea.
i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah satu jam atau
menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif misalnya suntikan vitamin K dan
tetesan mata bayi dapat ditunda.
j. Rawat gabung-ibu dan bayi dirawat satu kamar selama 24 jam, bayi tetap tidak
dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minuman prelaktal
(cairan yang diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan.
Depkes (2009) juga menjelaskan tatalaksana IMD pada persalinan
sectiocaesarea, yaitu:
a. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif.
b. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20°-25° C. Disediakan selimut untuk
menutupi punggung bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi.
c. Usahakan pembiusan ibu bukan pembiusan umum tetapi epidural.
d. Tatalaksana selanjutnya sama dengan tatalaksana umum diatas.
e. Jika inisiasi dini belum terjadi dikamar bersalin, kamar operasi, atau bayi harus
dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakan didada ibu ketika
dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan. Menyusu dini dilanjutkan di
kamar perawatan ibu atau kamar pulih.
11
sosialisasi perlu dilakukan observasi di lingkup RSUD yakni di instalasi
kebidanan dan kandungan dengan menggunakan beberapa metode antara lain:
a. Kuesioner
- Kuesioner diberikan kepada pelaksana IMD (dokter SpOG, dokter umum
dan bidan) untuk mengetahui respon dan penerimaan jika dilaksanakan
program IMD.
b. Check list
Untuk menilai kesiapan tempat pelayanan dan pelaksanaan IMD
c. FGD
FGD ditujukan kepada semua pelaksanaan IMD (dokter SpOG, dokter umum
dan bidan). Untuk menilai apakah program IMD dapat diterima oleh
pelaksana IMD di lingkup RSUD “S”.
d. Hasil survey (pilot project)
Hasil survey untuk menilai apakah IMD dapat dilaksanakan di rumah sakit
dengan melibatkan pelaksana dan beberapa pasien bersalin.
Sosialisasi untuk pasien dan keluarga:
- Kuesioner diberikan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menilai
pengetahuan pasien dan keluarga mengenai IMD dan kesiapan pasien dan
kelurga untuk penerimaan pasien terhadap IMD.
- Koordinasi dengan tim konselor ASI dan PKRS untuk promosi dan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien tentang IMD.
- Dokter SpOG dan bidan memberikan edukasi kepada pasien pada saat
pemeriksaan kehamilan dan/atau pada sebelum persalinan di rumah sakit
tentang IMD.
- Koordinasi tim PKRS untuk mempromosikan kegiatan IMD dari rumah sakit
ke masyarakat
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM.
- Pembentukan Tim Konselor ASI.
- Sosialisasi kepada seluruh petugas kesehatan di rumah sakit pelaksana IMD.
- Pelatihan dan workshop untuk meningkatkan keterampilan pelaksana.
3. Ketersediaan sumber dana yang mendukung pelaksanaan IMD untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan IMD yang menjaga privasi.
12
4. Peningkatan pelaksanaan program IMD
- Penyusunan SPO pelaksanaan IMD yang mengacu pada APN.
- Penerapan SPO dalam pelaksanaan IMD.
- Advokasi program IMD di rumah sakit kepada pemerintah setempat.
5. Peningkatan sarana dan prasarana
- Lingkungan ruang bersalin yang kondusif dan privasi.
- Fasilitas yang menunjang pelaksaan IMD seperti selimut dan tirai pembatas.
6. Monitoring dan evaluasi program IMD
- Monitoring yang terjadwal dilakukan oleh pelaksana secara individu maupun
tim dengan pengisian checklist pelaksanaan IMD.
- Melihat dan memonitoring kejadian yang terjadi dalam proses persalinan
dengan melihat berapa banyak bayi lahir yang IMD dan ASI eksklusif yang
melakukan IMD dan yang tidak.
13
BAB III
ANALISIS SWOT
14
1. Strength dan Weakness
No. Strength Bobot Rating Bobot x Rating
15
2. Opportunity dan Threat
No.
Opportunity Bobot Rating Bobot x Rating
16
Berdasarkan perhitungan analisis SWOT diatas, didapat total skor
pembobotan evaluasi faktor internal (S-W) yaitu 0,70 dan evaluasi faktor eksternal
(O-T) yaitu 0,4.
3.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan terhadap draft rencana
program IMD, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai rekomendasi
untuk penerapan program tersebut, antara lain :
17
1. Adanya keterbatasan jumlah tenaga kesehatan untuk melakukan IMD sehingga
perlu adanya keterlibatan keluarga pasien dalam pengawasan ibu dan bayi ketika
pelaksanaan IMD berlangsung, mohon dibuatkan SPO yang mencantumkan
prosedur keterlibatan keluarga dalam IMD.
2. Mengajukan pendanaan untuk pengadaan sarana dan prasarana kamar bersalin
yang mendukung pelaksanaan IMD dikarenakan adanya keterbatasan fasilitas
berhubungan dengan privasi dalam pelaksanaan IMD. Mohon di susun dan
lampirkan RAB sesuai kebutuhan program.
3. Membuat kesepakatan bersama yang ditandatangi oleh seluruh provider yang
terlibat dalam IMD untuk menepati komitmen dalam pelaksaan monitoring dan
evaluasi IMD agar dapat terlaksana sesuai jadwal. Hal ini sebagai upaya untuk
melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan IMD secara teratur. Mohon
mencantumkan bukti dokumen kesepatan yang di sepakati.
4. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) kepada pasien dan
keluarga tentang manfaat dan proses pelaksanaan IMD. KIE dapat dilakukan
pada saat konsultasi kehamilan di poli kandungan, promosi IMD bekerjasama
dengan PKRS di dalam maupun di luar rumah sakit.
5. Mengadakan talk show mengenai IMD kepada pihak diluar rumah sakit seperti
stake holder sebagai upaya sosialisasi IMD kepada pihak eksternal untuk
mendukung pelaksanaan IMD.
18
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis SWOT draft program IMD di Rumah Sakit “S”
maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program IMD layak dilaksanakan
dengan syarat perlu revisi pada beberapa item yang terdapat di draft program IMD
yang diajukan. Revisi dilakukan dengan pertimbangan:
1. Menjelaskan strategi pendekatan antara keluarga pasien dan provider agar
keluarga bersedia dilibatkan dalam pelaksanaan IMD, di sertakan pula dalam
SPO tentang pelaksanaan IMD tersebut
2. Mencantumkan upaya advokasi ke bidang apa saja untuk mendapatkan
pendanaan yang mendukung pelaksanaan IMD dan melampirkan RAB dari
program sesuai kebutuhan.
3. Kesepakatan bersama dibuat untuk menjaga komitmen dalam pelaksanaan IMD.
Mencantumkan bentuk bukti kesepakatan.
4. Mencantumkan Plan of Action jadwal dan materi KIE kepada pasien dan
keluarga pasien bekerjasama tim PKRS kaitan dengan program IMD.
3.2 Saran
Diharapkan segera melakukan Revisi dari draft rencana program IMD sesuai
dengan rekomendasi yang di berikan. Revisi dapat diserahkan 2 minggu sejak
hasil analisis SWOT ini diterima.
DAFTAR PUSTAKA
xix
Fahriani R, Rohsiswatmo R, Hendarto A. Faktor yang Memengaruhi Pemberian
ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang dilakukan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD). Sari Pediatri, 2014;15(6):394-402.
Lubis M, et. al. 2018. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang Inisiasi Menyusui
Dini di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2017. Jurnal Kedokteran
Methodist, Vol. 11 No. 2 Desember 2018.
http://ojs.lppmmethodistmedan.net
Raharjo, BB. Profil Ibu dan Peran Bidan Dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini Dan
Asi Eksklusif. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2014:10(1) p53-63. ISSN
1858-1196
Santi, Mina Yumei. Upaya Peningkatan Cakupan ASI Ekslusif dan Inisiasi
Menyusui Dini (IMD). Jurnal Kesmas Indonesia, Volume. 9 No. 1, Januari
2017, Hal 78-90.
xx