TRAUMA KAPITIS
RSUD SUNGAILIAT
Pembimbing:
dr.Zulkarnain, Sp.B
Oleh:
dr. Ricky Setiawan
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamensis pada teman pasien
tanggal 26 Januari 2016 pukul 19.15 WIB di IGD
Keluhan Utama:
Os datang dengan nyeri pada telinga kiri setelah diserempet oleh sepeda motor
Primary Survey:
A : Sumbatan jalan nafas -, CLEAR
B : Pernafasan spontan, RR 28x/menit, SpO2 97%, CLEAR
PF thorax
I : trakea di tengah, tidak ada jejas, dada simetris, gerak pernafasan simetris
P :fremitus kanan dan kiri simetris
P : sonor kanan dan kiri
A : suara nafas vesikuler +/+
C : TD : 140/100mmhg, N = 92x/menit, balut tekan pada telinga kiri
Pasang IV line 1 jalur Asering 20 tpm
D : GCS = E4M6V5 , pupil isokor 3/3mm, RC +/+
E : jaga kehangatan
Secondary survey:
Anamnesa : Os datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri setelah terjatuh akibat
terserempet motor. Keluhan tambahan perdarahan pada telinga kiri, nyeri pada kepala
-, dada-, perut-, ekstremitas kaki kiri nyeri ada luka terbuka. Muntah -, sesak -,
menurut pengakuan teman, Os sempat tidak sadar selama 5 menit. Os tidak dapat
mengingat kejadian kecelakaan.
Mata : KA (-/-)
Abdomen :
I = datar, jejas (-), defans muskular (-)
A = BU (+)
P = timpani di keempat kuadran
P = nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
Alergi : tidak ada
Medikasi : tidak ada pengobatan rutin, atau sedang konsumsi obat
Past illness : tidak ada
Last meal : jam 17.00
Event : os seorang pegawai, jalan menuju rumah dan terserempet oleh motor.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
26 Januari 2016
Diff.count
Limfosit 53.6 20-40%
Monosit 6.7 2-8%
Neutrofil 31.8 50-70%
Eosinofil 7.5 1-3%
Basofil 0.4 0-1%
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 3 1-3 menit
Waktu Pembekuan 6 5-7 menit
4. DIAGNOSIS
Diagnosis pre-operatif : CKR + vulnus laseratum auricula sinistra
5. TATALAKSANA
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IVFD Asering 20 tpm
Head up 30 derajat
Ranitidin 2 x 1 amp
Ketorolac 10 mg inj
Citicolin 3 x 250 mg
Konsul Sp.B (19.30) Tutup kassa lembab NaCl 0.9%
Tetagam 250 IU
Ceftriaxone 1 x 2 gr
Ketorolac 2 x 30 mg
Rencana debridement dan repair OK jam 23.00 WIB
Pukul 20.40
TTV tekanan darah 220/120 mmhg
Nadi 124 x/menit
saO2 97%
GCS E2M4V2 : 8
Pupil 3/5mm RC +/-
Perdarahan pada telinga menjadi aktif, darah masuk ke dalam telinga dan mulut
Dilakukan suction, ganti nasal kanul dengan NRM 10 lpm, pasang NGT, DC dan guedel
Diberikan asam tranexamat inj 500 mg dan vit K 1 amp
Konsul Sp.B perbaiki kondisi umum dulu
Piracetam 3 x 1 gr IV
Ondansetron 3 x 4 mg
Observasi kesadaran
Saran CT scan bila GCS lebih dari 8
Saran rawat ICU
Konsul Sp.An : ICU penuh , saran masuk HCU dan saran pasang ETT
Pukul 21.16
Konsul Sp.B GCS E1M1V1 : 3
Pupil midriasis 5/5mm RC-/-
Pasang ETT
CKB dan suspek EDH dengan lucid interval
Konsul Sp.An : acc masuk ICU dan informed consent ventilator
Rawat ICU
Koma , GCS 3 , nafas spontan (-), pupil 5/5mm RC -/-
TD 64/40 mmHg, Nadi 127 kali/menit, saO2 100% on ventilator
GDS 158 mg/dl
Diagnosis MBO
Terapi :
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Ranitidine 2 x 1 amp
- Ketorolac 3 x 10 mg
- Citicolin 3 x 250 mg
- Piracetam 3 x 1 gr
- Ondansetron 3 x 4 mg
27 Januari 2016
KIMIA ELEKTROLIT
Na+ 153 135-148 mmol/L
K+ 4.2 3.5-5.3 mmol/L
Cl- 117 98-107 mmol/L
Imunoserologi
HBsAg Negatif Negatif
6. PERJALANAN PENYAKIT
Hari Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi
ke-
1 26/1/17 Os datang dengan perdarahan pada Oksigen nasal kanul 3 lpm
(19.15) telinga kiri setelah diserempet oleh Hentikan perdarahan pada
IGD sepeda motor telinga kiri dengan balut
TD : 140/100 mmHg tekan dengan kasa basah
N : 92x/m NaCl 0.9 %
RR : 24x/m IVFD asering 20 tpm
Ceftriaxone 1 x 2 gr
Kesadaran : CM Ranitidin 2 x 1 amp
GCS : E4M6V5 Ketorolac 10 mg inj
VL dengan perdarahan aktif pada Citicolin 3 x 250 mg
auricular sinistra Tetagam 250 iu
Pupil isokor 3/3mm RC +/+ Ketorolac 2 x 30 mg
Dx : CKR + VL auricula sinistra Konsul Sp.B
Rencana repair di OK jam
23.00
Lab :
Hb 10.1
Leukosit 11.100
Eritrosit 4.9 juta
Ht 30
MCV 61
Diff count limfosit 53.6
1 26/1/17 TD : 220/120 - O2 10 lpm NRM
(20.30) HR : 124 x/mnt - Suction
IGD SpO2 : 97% -Pasang Guedel +NGT+DC
- IVFD asering 20 tpm
GCS E2M4V2 : 8 -Ceftriaxone 1 x 2 gr
Pupil anisokor 3/5mm RC +/- -Ranitidin 2 x 1 amp
Perdarahan telinga aktif -Citicolin 3 x 250 mg
Darah masuk ke telinga dan mulut -Ketorolac 2 x 30 mg
-Vit K 1 amp
Dx: CKB + VL auricular sinistra -Asam tranexamat 3 x 500
mg
Konsul Sp.B
- Tunda operasi
- Piracetam 3 x 1 gr
- Ondansetron 3 x 4 mg
- Rawat ICU
- Saran CT scan bila GCS
tetap 8 atau lebih
Konsul Sp.An
-Rawat HCU
1 26/1/17 GCS E1M1V1 : 3 -Konsul Sp B
(21.15) Pupil midriasis 5/5 mm RC -/- Pasang ETT
IGD Terapi :
Dx: CKB + susp EDH dengan lucid IVFD Nacl 0.9 % 20 tpm
interval + VL auricular sinistra Ceftriaxone 1 x 2 gr
Ranitidin 2 x 1 amp
Ketorolac 3 x 10 mg
Citicolin 3 x 250 mg
Piracetam 3 x 1 gr
Ondansetron 3 x 4 mg
7. DISKUSI
Trauma Kepala
Definisi
Trauma kepala atau traumatic brain injury adalah trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada bagian cranium maupun serebrum, yang dapat
menyebabkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, kerusakan otak dan pembuluh
darah intra ataupun ekstra serebral dan dapat gangguan fungsi neurologi baik temporer
ataupun permanen. Angkat kematian akibat kecelakaan di Indonesia yang disebabkan oleh
karena cedera kepala adalah 4.3 % pada tahun 2007.
Anatomi (ATLS)
Anatomi kepala meliputi scalp, tulang tengkorak, selaput otak, otak, sistem ventrikel, dan
kompartemen intracranial.
Scalp merupakan lapisan terluar dari kepala dimana terdiri dari kulit (skin), jaringan ikat
(connective tissue), aponeurosis (lapisan jaringan fibrous dari frontalis ke oksipitalis),
jaringan penunjang longgar (loose areolar connective tissue), dan pericranium.
Gambar 1 Anatomi kepala (ATLS ed 9th )
Gambar 2 Selaput otak (ATLS ed 9th )
Tulang tengkorak terdiri dari bagian kubah atau kalvaria dan basis kranii. Bagian kubah
temporal merupakan bagian yang tipis tetapi dilapisi oleh otot temporal. basis kranii tidak
rata sehingga dapat menyebabkan cedera pada otak ketika otak bergerak pada saat trauma.
Selaput otak atau meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid, dan piamater.
Duramater merupakan selaput keras yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Di antara kranium dan dura terdapat arteri meningea media yang terletak pada fossa temporal.
arachnoid adalah lapisan di bawah dura yang tipis dan transparan, ruang antara dura dan
arachnoid adalah ruang subdural, dimana pada cedera otak bridging veins yang berjalan dari
permukaan otak ke sinus venosus di dura melintas dan dapat terjadi pendarahan di ruang
subdural. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat dengan permukaan otak. Likuor
serebrospinal (LCS) mengisi ruang antara selaput arachnoid yang kedap dan piamater.
Otak terdiri dari serebrum, brainstem, dan serebellum. Serebrum terdiri dari hemisfer kanan
dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri. Lobus frontal mengatur fungsi eksekutif, emosi,
fungsi motorik. Lobus parietal mengatur fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu, lobus oksipital mengatur pengilihatan. Brainstem terdiri
dari midbrain, pons, dan medulla. Midbrain dan pons bagian atas mengandung reticular
activating sistem yang mengatur kesadaran. Di medulla terdapat pusat kardiorespirasi.
Serebellum mengatur koordinasi dan keseimbangan.
Ventrikel adalah suatu ruangan yang berisi LCS dan aquaduktus di dalam otak. Edema dan
lesi masa seperti hematoma dapat menyebabkan pendorongan pada ventrikel yang seharusnya
simetris.
Sekat selaput otak membagi otak menjadi beberapa bagian,tentorium membagi ruang
intracranial menjadi supra dan infratentorial. Nervus 3 berjalan sepanjang tepi tentorium dan
dapat tertekan bila ada herniasi temporal. Pada permukaan nervus 3 terdapat serabut
parasimpatis yang bila tertekan akan terjadi dilatasi pupil.
Bagian otak lain yang dapat mengalami herniasi adalah bagian medial dari lobus temporal
(uncus). Herniasi uncus menyebabkan penekanan pada traktus kortikospinalis di midbrain.
Penekanan pada midbrain dapat menganggu jaras motoric sehingga dapat terjadi hemiparesis
kontralateral.
Dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral adalah tanda klasik dari herniasi uncus.
Tekanan intracranial dipengaruhi oleh doktrin monro-kellie yang menyatakan bahwa isi
intracranial harus selalu konstan. Tekanan perfusi serebral sama dengan mean arterial
preassure di kurangi dengan tekanan intracranial. Pada MAP antara 50-150 mmHg terdapat
autoregulasi dalam mempertahakan tekanan. Trauma kapitis berat dapat menyebabkan
gangguan mekanisme autoregulasi.
Klasifikasi Trauma Kepala
Klasifikasi dari beratnya cedera kepala berdasarkan perhitungan dari Glasgow Coma Scale
(GCS)
Pemeriksaan Nilai
Bila ditemukan keasimetrisan dari kemampuan motorik pasien digunakan penilaian dari yang
terbaik.
Klasifikasi lain yang ada adalah berdasarkan dari lama amnesia pasca cedera yang
diperkenalkan oleh Russel dalam Jennet & Teasdale
Lama Amnesia Pasca Cedera Berat Trauma Kapitis
Kurang dari 5 menit Sangat ringan
5-60 menit Ringan
1-24 jam Sedang
1-7 hari Berat
1-4 minggu Sangat berat
Lebih dari 4 minggu Ekstrem berat
Cedera Primer Merupakan kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang
tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio). Cedera Sekunder Merupakan kerusakan lanjutan oleh karena
cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum
Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume
dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan
kompensasi yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi
penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler. Penurunan
CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak mengakibatkan edema
sitotoksik
Subdural hematoma lebih sering terjadi pada pasien dengan trauma kapitis berat dimana 20-
40 % penderita CKB mengalami SDH. SDH terjadi karena robeknya vena-vena jembatan,
sinus venosus duramater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater
dan araknoidea. Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil.
Kerusakan otak yang menjadi dasar dari SDH lebih berat daripada yang terjadi pada EDH
karena terjadinya kerusakan parenkim pada saat yang bersamaan dan onset yang cepat dari
efek massa. Tampilan CT scan pada epidural adalah lesi hiperdens berbentuk bulan sabit.
Bila darah lisis menjadi cairan disebut higroma atau hidroma subdural.
Gambar SDH pada CT-scan. Sumber mattox-trauma 6th ed
Kontusio atau intracerebral hematoma (20 – 30 %) dari CKB dan dapat muncul juga pada
CKS, sering terjadi pada lobus frontal dan temporal. kontusio dalam waktu beberapa jam atau
hari bisa menjadi hematoma intraserebral atau bergabung menimbulkan efek masa. Keadaan
ini biasanya disebabkan karena adanya trauma tumpul. Yang menyebabkan perdarahan
karena blood brain barrier kehilangan integritasnya sehingga terjadi perdarahan pada
parenkim otak yang banyak lokasi.
Kontusio umumnya perlu 12 -24 jam agar dapat tampak pada CT-scan, sehingga pada CT-
scan awal dapat menunjukan hasil awal normal. Keluhan yang dapat muncul pada awal
adalah penurunan GCS.
Pada trauma kapitis terjadi pergeseran otak pada akselerasi dan de akselerasi sehingga bisa
menarik dan memutuskan pembuluh daah terutama vena. Pada waktu akselerasi terjadi 2
kejadian yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak dan pergeseran otak ke arah yang
berlawanan dengan arah dampak primer. Akselerasi kepala dan pergeseran otak yang
bersangkutan dinamakan lesi coup. Bila di daerah seberang dampak ada lesi dinamakan lesi
countercoup.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
- Hb, leukosit, diff count
- GDS : Hiperglikemia > 200 mg/dL reaktif menunjukan risiko kematian meningkat
- Ur dan Cr : pemeriksaan fungsi ginjal untuk pemberian manitol yang punya efek
samping buruk pada ginjal.
- AGD : pada trauma kepala dengan penurunan kesadaran. Diusahakan jaga p02 tetap >
90 mmHg, saturasi oksigen > 95%, dan Pco2 30-35 mmHg
- Elektrolit ( Na K Cl) : menyingkirkan kemungkinan penurunan kesadaran karena
gangguan elektrolit
- Albumin serum hari 1 : kadar albumin < 3.4 g/dL mempunyai risiko kematian 4.9 kali
lebih besar dibanding normal
- Trombosit, pt, apt, fibrinogen : dilakukan bila dicurigai ada gangguan pembekuan
darah
Kadar gula dapat meningkat pada pasien trauma kapitis karena berkurangnya glukosa yang
dibawa ke otak sehingga menyebabkan tubuh mengubah metabolisme dan meningkatkan
kadar gula dalam darah. Tetapi peningkatan kadar gula darah menunjukan prognosis yang
buruk pada neurologi. Kondisi hiper dan hipoglikemia dapat menyebabkan iskemik dari
jaringan otak.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan seperti foto rontgen atau CT scan otak.
Indikasi CT scan otak pada pasien cedera kepala ringan antara lain :
- Risiko tinggi untuk dilakukan tindakan bedah saraf :
o GCS < 15 setelah 2 jam pasca trauma
o Curiga fraktur impresi terbuka atau tertutup
o Tanda fraktur basis cranii
o Muntah lebih dari 2 kali
o Usia lebih dari 65 tahun
- Risiko sedang untuk terjadinya cedera otak
o Hilang kesadaran lebih dari 5 menit
o Amnesia sebelum kejadian 30 menit
o Mekanisme membahayakan seperti ditabrak kendaraan bermotor atau jatuh
dari ketinggian 5 lantai atau 3 kaki.
Gambar hasil CT scan perdarahan intrakranial. Sumber ATLS ed 9th
Tatalaksana
Tatalaksana pasien cedera kepala sama dengan tatalaksana pasien trauma lainnya. Pertama
adalah ABCDE. Airway menjaga jalan nafas, melihat ada obstruksi, fraktur pada wajah,
mandibular, maksila, laring atau trakea,dan melindungi cervical. Pasien yang dapat berbicara
dianggap memiliki jalan nafas yang bersih, bila pasien GCS kurang dari 8 perlu dilakukan
pemasangan ETT. Manuver jaw-thrust atau chinlift untuk awal jaga jalan nafas bila pasien
tidak sadar bisa dibantu dengan OPA. Kedua adalah breathing dan ventilasi, airway yang baik
tidak menjamin adanya ventilasi yang baik. Inspeksi, periksa leher dan dada ada jejas, pola
pernafasan dan posisi trakea, auskultasi untuk memastikan udara masuk ke dalam paru,
palpasi dan perkusi untuk menemukan kelainan. Setiap pasien trauma perlu diberikan
suplemen oksigen. Lalu circulation dan kontrol perdarahan. Perlu diperiksa warna kulit, nadi,
tingkat kesadaran dan hentikan perdarahan, untuk perdarahan eksterna bisa dihentikan
dengan balut tekan atau pada ekstremitas bisa dilakukan pemasangan torniket pada
proksimalnya. Disability (evaluasi neurologi), pemeriksaan kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, GCS dan tanda lateralisasi. Pupil disebut asimetris bila terdapat perbedaan > 1 mm
antara pupil dan dilatasi > 4 mm, lalu pupil di cek refleks cahaya nya. Lalu terakhir exposure
atau kontrol lingkungan, baju pasien dibuka dan di evaluasi kemudian ditutup kembali agar
tidak terjadi hipotermia.
Burr hole adalah teknik operasi emergensi untuk mengurangi TIK pada EDH, tindakan
evakuasi hematom pada EDH merupakan tindakan cito yang diperlukan dalam 70 menit. Burr
hole dibuat pada samping dari pupil yang mengalami dilatasi, setelah tindakan ini dapat
dilakukan kraniotomi.
Pada SDH tindakan evakuasi hematoma dimulai bila ketebalan 10mm atau midline bergeser
> 5 mm atau pada TIK > 20 mmHg.
Bila cedera tembus pada otak pada dianjurkan untuk segera dilakukan CT scan kemudian
perlu diberikan antibiotik spectrum luas, memantau TIK.
Brain Death
Diagnosis brain death dibuat ketika tidak ada lagi bukti klinis dari fungsi neurologi pada
pasien dengan suhu tubuh inti > 32.80c, mental status tidak dipengaruhi obat-obat sedasi dan
paralisis, yang telah mengalami resusitasi dengan tekanan darah sistolik > 90 mmHg dan
saturasi > 90%.
Kriteria brain death berdasarkan ATLS adalah
- GSC = 3
- Pupil non reaktif
- Hilang refleks batang otak ( okulosefalik, kornea, doll eye dan tidak ada refleks
muntah)
- Tidak ada usaha nafas spontan
DAFTAR PUSTAKA