Anda di halaman 1dari 17

A.

Judul Percobaan
Pembuatan Asetanilida

B. Tujuan Percobaan
Pada akhir percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Terampil menyusun dan menggunakan alat- alat dalam pekerjaan sintesis
zat- zat organik.
2. Menjelaskan teknik penyulingan bertingkat.
3. Menjelaskan asas dasar ilmu kimia senyawa turunan amina.

C. Landasan Teori
Senyawa organik yang cukup besar menunjukkan sifat kebasaannya
sehingga mampu mengubah kertas lakmus menjadi biru merupakan senyawa
jenis amina. Namun demikian, kebasaan amina masih jauh lebih lemah
dibandingkan dengan ion hidroksida, ion alkoksida, dan karbonion. Kebasaan
amina aromatik (anilina) lebih kecil dibandingkan dengan senyawa
nonaromatik seperti sikloheksilamina. Amina mempunyai rumus umum yang
merupakan turunan dari amonia, dimana atom hidorgen amonia dapat digantu
dengan gugus alkil atau aril. Berdasarkan banyaknya atom hidrogen yang dapat
digantikan dengan gugus alkil atau aril, maka amina dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa diantaranya adalah amina primer, amina sekunder, dan
amina tersier (Riswiyanto, 2009: 319).
Amina adalah merupkan senyawa organik yang mengandung atom
hidrogen trivalen yang berikatan dengan satu atau dua atau tiga atom karbon.
Bila ditijau dari rumus strukturnya, amina merupakan turunan dari amonia
yang satu atau dua atau tiga buah atom hidrogennya digantikan oleh gugus alkil
atau aril. Dengan demikian, bila gugus pengganti atom hidrogen dalam amonia
berupa gugus alkil (R), maka rumus struktur amina alifatik yang mungkin
terjadi adalah RNH2, R2NH, atau R3N. Bila gugus penggantinya aril (Ar) akan
dijumpai pula rumus yang serupa (Rasyid, 2009:187).
Amina adalah basa organik. Amina mempunyai rumus umum R3N,
dengan R adalah gugus- gugus alkil atau gugus hidrokarbon aromatik. Seperti
amonia, amina adalah basa Bronsted-Lowry yang bereaksi dengan air sebagai
berikut:
+ -
RN H 2 + H 2O RN H 3 + O H

Seperti semua basa, amina membentuk garam apabila bereaksi dengan


asam:
+
C H 3N H 2 + H C l C H 3N H 3 C l-
M e t ila m in a M e t a lia m o n iu m k lo r id a

Garam ini biasanya merupakan garam yang bentuknya berupa padatan


tak berwarna, tidak berbau yang larut dalam air. Kebanyakan amina tersebut
bersifat karsinogenik (Chang, 2004: 354-355).
Reaksi amonia dengan klorida asam membentuk senyawa amida,
dimana Cl akan digantikan dengan gugus –NH2. Demikian juga halnya klorida
asam dari asam sulfonat dapat diganti dengan gugus –NH 2. Dalam hal ini
amonia berlaku sebagai pereaksi nukleofilik yang menyerang karbonil karbon
atau sulfur menggantikan ion klorida. Hal yang sama pada amina primer dan
amina sekunder yang dapat bereaksi dengan klorida asam menghasilkan
senyawa amida yang tersubtitusi. Meskipun amina tersier bersifat basa dan
nukleofilik, tetapi tidak dapat menghasilkan amida. Kemungkinan ini
disebabkan karena amina tersier tidak mempunyai hidrogen. Amida tersubtitusi
tersebut diberi nama sebagai turunan dari senyawa . apabila senyawa amida
mengandung amina aromatik, maka pemberian nama terhadap amida
tersubtitusi dipakai dari turunan dari asil amina (Riswiyanto, 2009: 327-328).
Amina adalah merupakan gugus fungsi yang membentuk ikatan
hidrogen. Dimana ikatan hidorgen dari N---HN lebih lemah daripada ikatan
hidorgen dari O---HO karena N kurang elektro negatif dibandingkan dengan O
dan karena itu ikatan NH kurang polar. Pengikatan hidrogen yang lemah
tersebut antara molekul amina menyebabkan titik didihya berada antara titik
didih senyawa tanpa ikatan hidrogen (seperti alkana atau eter) dan senyawa
berikatan hidrogen kuat (seperti alkohol) dengan bobot molekul diantara kedua
senyawa tersebut bersamaan.
CH3CH2OCH2CH3 (CH3CH2)2NH CH3CH2CH2CH2OH
t.d. 34,5°C t.d. 56° t.d. 117°C
(Fessenden,1999: 216)
Amina diklasifikasikan menjadi amina primer, sekunder, dan tersier
atas dasar jumlah atom H dan molekul NH3 yang digantikan oleh gugus alkil
atau aril. Suatu amina disebut amina primer (1 0) bila satu atom H dalam
Molekul NH3 disubstitusi oleh gugus alkil/aril. Bila banyaknya atom H yang
disubstitusi sebanyak dua buah disebut amina sekunder (20) dan bila tingga
buah disebut amina tersier (30). Bila ditnijau dari jenis gugus yang
menggantikan atom H, amina diklasifikasikan menjadi amina alifatik dan juga
amina aromatik. Dalam amina alifatik, semua gugus yang berikatan dengan
atom H berupa gugus alkil, sedangkan dalam amina aromatik, terdapat satu
atau lebih gugus aril yang berikatan langsung dengan atomnN.
H5 C 2
H
N
NH2 CH2 CH
3 N
N H
NH2
A m in a A r ila lk il a m in a A m in a a lifa t ik 3 0 A m in a a r o m a t ik
a r o m a t ik 1 0 20
20

(Rasyid, 2009:187-188).
Alkil amina dalam industri banyak dipakai sebagai bahan untuk
membuat insektisida dan bahan- bahan farmasi. Misalnya, pembuatan
propanolol (senyawa pengaktivasi jantung) melalui reaksi SN2 anatar epoksida
dengan isopropilamina. Senyawa yang paling penting adalah anilina, yang
dibuat melalui reduksi nitrobenzena atau reaksi klotrobenzena dengan amonia
pada suhu dan tekanan tinggi menggunakan katalis. Metilamina, dimetilamina,
dan trimetilamina disintesis dalam skala industri dengan mereaksikan metanol
dengan amonia. Didalam laboratorium, amina dapat dibuat dengan berbagai
macam metode diantaranya yaitu reduksi senyawa nitro, metode reaksi alkil
halida dengan amonia atau amina, metode reduksi aminasi, metode reduksi
senyawa nitril, dan metode degradasi Hofmann (Riswiyanto, 2009: 322).
Reaksi suatu amina dengan suatu asam mineral (seperti CHI) atau suatu
asam karboksilat (seperti asam asetat) menghasilkan suatu garam amina.
Garam amina lazim diberi nama menurut salah satu dari dua cara: sebagai
garam amonium tersubtitusi atau sebagai kompleks amina- asam. Karena
kemampuannya membentuk garam, suatu amina yang tak larut dalam air dapat
dilarutkan dengan mengolahnya dengan asam encer. Dengan cara ini, senyawa
yang mengandung gugus amino dapat dipisahkan dari bahan- bahan yang tak
larut dalam air maupun asam. Amina yang terjadi secara alamiah (dalam
tumbuhan), yang disebut alkaloid dapat diekstrak dari dalam sumbernya,
seperti yang terdapat pada kulit pohon atau daun, dengan asam dalam air.
Banyaknya senyawa yang mengandung gugus amino digunakan sebagai obat.
Obat- obat ini seringkali diminum dalam bentuk garam yang larut dalam air,
dan bukan sebagai amina yang larut dalam air (Fessenden, 1999: 230-231).
Senyawa amina dapat berupa heterosiklik, baik jenuh maupun tak
jenuh, baik alifatik maupunaromatik. Atom nitrogen dalam cincin dapat
bergabug dengan nitrogen lain atau dengan heteroatom seperti oksigen atau
sulfur. Reaksi Hinsberg merupakan reaksi untuk membedakan antara amina
primer, amina sekunder, dan amina tersier. Caranya yaitu senyawa amina
dikocok dengan benzensulfonil klorida dalam larutan kalium hidroksida, dan
akan terjadi peubahan yaitu amina primer bereaksi dengan benzensulfonii
klorida membentuk endapan yang dapat larut dalam KOH atau NaOH, amina
sekunder dengan benzensulfonil klorida membentuk endapan yang tidak larut
jika ditambahkan basa KOH atau NaOH, sedangkan amina tersier tidak
bereaksi dengan benzensulfonil klorida. Uji lain yang dapat dipakai untuk
membantu meyakinkan perbedaan ketiga jenis amina adalah mereaksikan
dengan asam nitrit. Amina primer bereaksi dengan asam nitrit dan akan
mengeluarkan gas nitrogen. Amina sekundeer dengan asam nitrit akan
menghasilkan cairan kental berwarna kuning, sedangkan amina tersier dengan
HONO membentuk garam nitrit yang larut (reaksi ini tidak dapat terlihat
jelas) (Riswiyanto, 2009: 329).
Salah satu reaksi terpenting dari turunan amina adalah
pengubahannya menjadi amida, yaitu bila suatu amina primer atau sekunder
direaksikan dengan suatu asam atau turunannya. Misalnya pengubahan amina
menjadi asetamida, menggunakan asam asetat glasial dan anhidrida asetat atau
campuran kedua perekasi tersebut, atau asetil klorida dimana proses tersebut
dinamakan asetilasi. Proses ini adalah suatu reaksi subtitusi asil nukleofil
dengan mekanisme yang dinyatakan sebagai berikut:
O O
OH +
R NH2 + R + H
C R C NH2R R C NH R + X-
X X
Asetilasi menggunakan asam asetat glasial adalah cara yang lebih murah,
walaupun menggunakan waktu yang lebih lama. Karena dalam proses terakhir
ini terjadi kesetimbangan:

O
R -N H + C H 3C O O H R -N H -C -C H 3 + H 2O
2

Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang tinggi, kesetimbangan perlu
digeser ke kanan dengan jalan menyingkirkan air yang dihasilkan dari reaksi
dengan caramelakukan destilasi (Tim Dosen Kimia Organik II, 2017: 5-6).
Asetilasi juga digunakan dalam produksi enzim lipase dari
Aspergilus Niger. Produksi enzim lipase menghasilkan ekstrak kasar enzim
lipase yaitu berupa cairan berwarna kuning dan enzim teramobilisasi yang
berupa serbuk berwarna abu-abu. Enzim lipase amobil memiliki aktivitas
sebesar 0,4 μmol/mg.menit dan kadar protein sebesar 0,6 mg/mL. Berdasarkan
hasil penelitian mengenai reaksi siklisasi-asetilasi sitronelal dengan
menggunakan enzim lipase dari Aspergillus niger sebagai katalis dapat
disimpulkan bahwa enzim lipase yang digunakan sebagai katalis dalam reaksi
ini masih mengandung air sehingga produk isopulegil asetat yang diharapkan
terhidrolisis menjadi isopulegol, karena itu terbentuk produk isopulegol sebesar
0,51% sedangkan isopulegil asetat tidak terbentuk (Heriyati, 2014: 292-294).
Asetilasi sering digunakan dalam kebutuhan penelitian misalnya
asetilasi pada fenol dan anisol menggunakan anhidrida asam asetat beratalis
berkatalis zr4+-zeolit beta. Semakin panjang waktu reaksi dalam reaksi asetilasi
maka semakin banyak produk yang dihasilkan, namun dalam reaksi asetilasi
fenol yang menghasilkan fenil etanoat akan mengalami penurunan setelah jam
ke 8. Waktu terbaik untuk asetilasi fenol didapatkan pada jam ke-8 dengan
suhu reaksi sebesar 130°C. Katalis Zr4+-zeolit beta memiliki aktivitas yang
baik dalam pembentukan fenil etanoat dalam reaksi asetilasi antara fenol
dengan selektivitas terbentuknya fenil etanoat sebesar 100% dan kadar sebesar
95,87%, sedangkan substitusi pada cincin benzena baik pada fenol maupun
juga pada anisol membutuhkan waktu reaksi yang cukup lama yaitu lebih dari
12 jam (Retroningrum, 2014: 170-171).
Reaksi asilasi, turunan turunan benzoil klorida dapat bereaksi dengan
senyawa amina primer, sekunder maupun tersier pada penggunaan pelarut
piridin dan memberikan presentasi yang baik. Reaksi asilasi antara senyawa
urea dengan turunan asil klorida, secara teoritis kedua gugus amina primer
dapat bereaksi dengan turunan asil klorida, tetapi berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya satu gugus amina primer dari senyawa urea yang
bereaksi dengan turunan asil klorida. Pada reaksi asilasi tersebut akan
melepaskan HCl yang dapat mengganggu jalanya reaksi, karena gugus amina
yang terbentuk akan dapat pecah kembali, karena itu dapat diatasi dengan
penambahan 2 ekuivalen senyawa amin (Purwanto, 2018: 163).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Labu destilasi 500 mL 1 buah
b. Alat destilasi 1 set
c. Corong biasa 3 buah
d. Gelas kimia 250 mL 2 buah
e. Gelas kimia 100 mL 1 buah
f. Gelas kimia 400 mL 1 buah
g. Gelas kimia 1000 mL 1 buah
h. Gelas ukur 50 mL 1 buah
i. Termometer 110oC 1 buah
j. Kasa asbes dan Kaki tiga 1 set
k. Bunsen 1 buah
l. Botol semprot 1 buah
m. Corong Buchner 1 buah
n. Spatula 1 buah
o. Labu isap 1 buah
p. Alat refluks 1 set
q. Batang pengaduk 1 buah
r. Statif dan Klem 1 set
s. Stopwatch 1 buah
t. Neraca analitik 1 buah
u. Kaca arloji 1 buah
v. Lap kasar 1 buah
w. Lap halus 1 buah
x. Pipet tetes 3 buah
y. Pompa vakum 1 buah
z. Gelas ukur 25 mL 1 buah
2. Bahan
a. Anilin (C6H5NH2)
b. Asam asetat glasial (CH3COOH)
c. Etanol 2 % (C2H5OH)
d. Aquades (H2O)
e. Es batu (H2O(s))
f. Norit (C(s))
g. Aluminium foil (Al2O3)
h. Batu didih
i. Kertas saring whatman
j. Kertas saring biasa
k. Korek api
l. Tissue

E. Prosedur Kerja
1. Memasukkan 20 mL anilin dan 25 mL asam asetat glasial dalam labu
destilasi 250 mL.
2. Merangkai alat destilasi dilengkapi dengan termometer dan kondensor untuk
destilasi.
3. Menambahkan batu didih ke dalam labu destilasi sebelum destilasi dimulai.
4. Memanaskan perlahan-lahan agar uap larutan tidak naik ke kolom.
5. Meningkatkan pemanasan sedikit setelah 15 menit hingga air yang terbentuk
dalam reaksi dan sedikit asam asetat akan terdestilasi perlahan-lahan dengan
kecepatan yang rata dengan (suhu tiap 104-1050C).
6. Melakukan pengujian dengan 200 mL air dingin, jika sudah keruh menuang
semua ke dalam air dingin.
7. Menyaring larutan dan kemudian ditambahkan 40 mL air panas.
8. Menambah norit kemudian larutan disaring.
9. Merekristalisasi larutan dengan menggunakan air dan etanol 2%
10. Endapan disaring dengan corong Buchner
11. Kristal dikeringkan lalu timbang dan ditentukan titik lelehnya.

E. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil
1. Anilin (kuning pekat) 20 mL + Larutan panas dan terbentuk 2
Asam asetat glasial (bening) 25 ml, lapisan
lalu dikocok Lapisan atas= kuning
Lapisan bawah= bening
2. Larutan campuran ditambahkan 2 Larutan berwarna kuning dan
butir batu didih, lalu didsetilasi menghasilkan bau menyerupai obat
sampai suhu konstan (104-105°C)
3. Destilat dimasukkan kedalam air Terbentuk kristal dalam air dingin
dingin
4. Kristal disaring menggunakan Terbentuk kristal dan bau obat
corong Buchner
5. Kristal dikeringkan dalam oven Kristal kering dan berwarna
pada suhu 60°C kekuningan
6. Kristal yang kering dimasukkan Terbentuk kristal dalam air
kedalam air panas + norit, lalu
dikocok
7. Kristal disaring menggunakan Zat pengotor dan kristal asetanilida
cotong Buchner + aquades + terpisah
alkohol 2%
8. Kristal direndam dalam air es Terbentuk kristal yang berwarna
putih berkilau
9. Kristal di rekristalisasi + aquades + Dihasilkan kristal yang lebih murni
alkohol 2%
10. Kristal dikeringkan dalam oven, Diperoleh 1,7 gram kristal
lalu ditimbang asetanilida
11. Pengujian titik leleh kristal Titik leleh = 114 60°C
F. Analsis Data
Diketahui: V anilin (C6H5NH2) = 20 mL
Massa jenis anilin (C6H5NH2) = 1,0220 g/mL
Mr anilin (C6H5NH2) = 93,12 g/mol
V asam asetat (CH3COOH) = 25 mL
Massa jenis asam asetat (CH3COOH) = 1,0510 g/mL
Mr asam asetat (CH3COOH) = 60,53 g/mol
Massa asetanilida praktek (C6H5NHCOCH3) = 0 gram
Mr asetanilida (C6H5NHCOCH3) = 135,16 g/mol
Ditanyakan: % rendemen...?
Penyelesaian: massa C6H5NH2 = (v × ρ) C6H5NH2
= (20 mL × 1,0220 g/mL)
= 20,44 g C6H5NH2
massa C6 H 5 N H
Mol C6H5NH2 =
2

mr C6 H 5 N H 2

20,44 g C 6 H 5 N H
=
2

93,12 g /mol C6 H 5 N H 2

=0,2195 mol
Massa CH3COOH =(v × ρ) CH3COOH
= (25 mL × 1,0510 g/mL) CH3COOH
= 26,275 g
massa CH 3 COOH
Mol CH3COOH =
mr CH 3 COOH
26,275 g CH 3 COOH
=
60,53 g /mol CH 3 COOH
= 0, 4340 mol
C6H5NH2+ CH3COOH → C6H5NHCOCH3+ H2O
Mula-mula 0,2195 mol 0,4340 mol - -
Bereaksi 0,2195 mol 0,2195 mol 0,2195 mol 0,2195 mol
Setimbang - 0,2145 mol 0,2195 mol 0,2195 mol
Massa asetanilida (teori) = n asetanilida × Mr asetanilida
= 0,2145mol × 135,16 g/mol
= 28,9918 gram
Massa asetanilida (praktek) = 0 gram
massa asetanilida praktek
% Rendemen = × 100 %
massa asetanilida teori

0g
= × 10 = 0 %
28,9918 g

G. Pembahasan
Asetanilida adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang
digolongkan sebagai amida primer dimana satu atom hidrogen pada anilin
digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih,
mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan mempunyai titik didih 305oC
serta titik leleh 114. Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat terampil dalam
menyusun dan menggunakan alat-alat dalam pekerjaan sintesis zat-zat organik,
mengetahui teknik-teknik destilasi dan dapat menjelaskan asas dasar ilmu kimia
senyawa turunan amina. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pembuatan
asetanilida melalui proses asetilasi (pengubahan amina menjadi asetamida,
menggunakan asam asetat glasial dan anhidrida asetat) menggunakan reaksi
subtitusi nukleofilik, sedangkan prinsip kerjanya adalah pencampuran,
pengocokan, pemanasan, pengendapan/pengkristalan, penyaringan, pencucian,
pengeringan, pengkristalisasian dan pengujian titik leleh.
Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan
asam asetat berlebih. Anilin mempunyai titik didih pada 184,1°C sedangkan asam
asetat glasial mempunyai titik didih 118,1°C. Pada pembuatan asetanilida, anilin
(C6H5NH2) ditambahkan dengan asam asetat glasial (CH3COOH) menghasilkan
larutan yang terdiri dari 2 lapisan, dimana lapisan atas berwarna kuning yang
merupakan anilin dan lapisan bawah berwarna bening yang meruapakan asam
asetat glasial dan larutan terasa panas. Terbentuknya 2 lapisan dipengaruhi oleh
adanya perbedaan massa jenis antara anilin dan asam asetat glasial. Anilin
mempunyai massa jenis 1,02 g/cm3 sedangkan massa jenis asam asetat glasial
adalah 1,05 g/cm3, sehingga posisi asam asetat glasial berada pada lapisan bawah
karena mempunyai massa jenis yang lebih besar dibanding anilin. Reaksi antara
anilin dengan asam asetat glasial merupakan reaksi eksoterm, dimana terjadi
perpindahan panas dari sistem kelingkungan yang menyebabkan larutan terasa
panas. Proses ini berlangsung melalui reaksi subsitusi asil nukleofil dan disebut
dengan proses asetilasi. Pada percobaan ini anilin juga berfungsi sebagai
nukleofilik sebagai bahan dasar yang akan disubtitusi oleh atom H yang
menyumbangkan pasangan elektron bebas. Asam asetat glasial berfungsi sebagai
pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+/H3O+) yang juga sangat
mempengaruhi reaksi agar terbentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat
berfungsi sebagai katalis, yakni mempercepat proses terjadinya reaksi namun
tidak ikut bereaksi serta untuk menetralkan muatan oksida dari asetat anhidrida
sehingga asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali, karena pengaruh
air.
Larutan ditambahkan dua butir batu didih sebelum melakukan destilasi atau
pemanasan. Penambahan batu didih bertujuan untuk mencegah terjadinya
bumping/ letupan-letupan yang terjadi akibat pemanasan sehingga suhu dan
tekanan dalam labu tetap terjaga karena adanya pori-pori pada batu didih.
Campuran larutan kemudian didestilasi dipertahankan pada suhu 104-105oC.
Prinsip dasar destilasi yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih dari zat-
zat cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki
titik didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan
akan mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat). Hasil residu setelah
dilakukan destilasi adalah larutan yang berwarna kecoklatan. Adapun suhu harus
dijaga pada 104-105˚C. Karena dalam larutan tersebut terdapat asam asetat glasial
yang mempunyai titik didih 118,1°C, sehingga apabila melewati suhu tersebut
maka asam asetat glasial akan menguap dan menyebabkan tidak bereaksinya
anilin dan asam asetat glasial sehingga asetanilida tidak terbentuk. Pada proses ini
terjadi pemisahan antara air dan asetanilida, dimana pada suhu 104-105˚C akan
menguap menuju kondensor dan mengembun sehingga keluar tetesan yang
disebut dengan destilasi sedangkan asetanilida akan tetap tinggal di dalam labu
sebagai residu. Adapun air menguap pada suhu 104-105˚C padahal titik didih air
adalah 100˚C karena air disini bercampur dengan senyawa lain yaitu asam asetat,
dimana air yang tercampur dengan asam asetat akan memiliki titik didih yang
lebih tinggi dari sebelumnya.
Destilat yang terdapat dalam labu bundar diuji dengan air dingin dan
apabila sudah keruh, maka semua larutan dituangkan kedalam air dingin dan
diaduk hingga terbentuk asetanilida yang berbentuk padatan kristal. Tujuan
pendinginan ke dalam air dingin adalah agar diperoleh kristal asetanilida dan
untuk menghidrolisis asam asetat yang masih tersisa dalam larutan. Hasil dari
kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna kekuningan yang berarti masih ada
pengotor didalamnya yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Kristal yang
diperoleh disaring untuk memisahkan kristal dari pengotor/sisa reaktan ataupun
hasil samping reaksi sehingga diperoleh kristal yang mempunyai bau mneyerupai
obat.
Tahap selanjutnya adalah memanaskan 40 mL sampai mendidih, kemudian
kristal yang telah kering dimasukkan kedalam air panas lalu ditambahkan sedikit
norit. Penggunaan air air panas dalam proses rekristalisasi ini untuk membantu
kerja norit dan hasilnya kristal tersebut larut dan berwarna hitam. Kemudian
larutan disaring selagi panas dan dicuci dengan menggunakan aquades dan etanol
berfungsi untuk mengikat air berlebih bersama uap-uap yang dihasilkan.
Penggunaan etanol dan air sebagai pelarut karena keduanya memenuhi syarat
pelarut dalam rekristalisasi yaitu pelarut yang volatil (mudah menguap) sehingga
mudah dihilangkan dari zat padat yang diinginkan dalam rekristalisasi dan
memiliki titik didih lebih rendah dari titik leleh asetanilida dimana titik didih air
adalah 100˚C, etanol yaitu 78,4˚C dan titik leleh dari asetanilida yaitu 114˚C.
Kemudian ditambahkan etanol berfungsi untuk mengikat air berlebih
bersama uap-uap yang dihasilkan. Penggunaan etanol dan air sebagai pelarut
karena keduanya memenuhi syarat pelarut dalam rekristalisasi yaitu pelarut yang
volatil (mudah menguap) sehingga mudah dihilangkan dari zat padat yang
diinginkan dalam rekristalisasi dan memiliki titik didih lebih rendah dari titik
leleh asetanilida dimana titik didih air adalah 100˚C, etanol yaitu 78,4˚C dan titik
leleh dari asetanilida yaitu 114˚C.
Kristal yang terbentuk tersebut kemudian disaring dengan menggunakan
penyaring buchner. Proses penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi dan
dibantu menggunakan vakum pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga
proses penyaringan dan pengeringan cepat selesai dan ntuk memisahkan kristal
yang didapat yaitu sebagai residu dan filtratnya air. Hasilnya adalah kristal
berwarna hitam. Pada percobaan ini pembentukan tristal tidak sempurna sehingga
masih tercampur dengan zat pengotornya hal ini karena kami menggunakan asam
asetat glasial yang pekat karena asam asetat yang biasa sudah habis. Adapun
persamaan reaksi yang terjadi:
1. Pembentukan nukleofilik

H .. H ...O. .
.
N.. O..
N .. + H3C C+
H + H3C C OH
H
OH

(anilin) (asam asetat)


2. Reaksi substitusi nukleofilik

H .. .. H ...O. ..
.O .
N .. N+_ C CH3
+ H3C C+
H OH H OH

3. Pelepasan H+

.. .
.. O
H .
H ...O. ..
N _C CH3 + H+
N+_ C CH3
OH
H OH

4. Pelepasan OH¯

. ..
.. O
H
H .. . . . .
O.
N _ C+ CH3 + H+ + OH
N _ C CH3 + H+
OH

5. Pembentukan asetanilida dan air

. .. H
H .. O. O
N CH3
N _ C+ CH3 + H+ OH C + H2O

(asetanilida) (air)
6. Reaksi secara keseluruhan

H . .. H
O
N .. O.
N CH3
+ CH3 C C + H2O
H
OH

(anilin) (asam asetat) (asetanilida) (air)

H. Penutup
1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
a. Dalam proses sintesis organik ada beberapa cara yang dapat dilakukan,
yaitu destilasi, kristalisasi, rekristalisasi dan penyaringan dan adapun
perlatan yang digunakan terdiri atas kondensur refluks, kolom fraksinasi,
termometer, labu destilasi, hot plate, gelas kimia, corong Buchner dan
labu isap.
b. Penyulingan bertingkat adalah proses pemisahan destilasi ke dalam
bagian- bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang
selanjutnya pemisahan bagian- bagian ini dimaksudkan untuk destilasi.
Prinsip penyulingan bertingkat adalah pemisahan suatu campuran suatu
teknik pemisahan senyawa organik dari komponen-komponennya
berdasarkan perbedaan titik didih. Prinsip kerja dari destilasi yaitu
pemanasan, penguapan, pendinginan dan pengembunan.
c. Amina dapat diturunkan menjadi amida melalui proses asetilasi yang
dilakukan dengan cara mereaksikan amina primer atau sekunder seperti
anilin dengan suatu asam atau turunannya seperti asam asetat glasial
melalui reaksi subtitusi asil nukleofilik. Kristal asetanilida yang diperoleh
berwarna hitam dengan persen rendemen 0%
2. SARAN
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih memahami
prosedur kerja sehingga hasil yang diperoleh bisa sesuai denga teori, serta
dalam melakukan praktikum sebaiknya lebih teliti dan berhati- hati untuk
menghindari kesalahan atau kecelakaan dalam praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.

Fessenden & Fessenden. 1999. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Heriyati, Dalilah Lutfi., Elvina Dhiaul Iftitah & Anna Roosdiana. 2014. Studi
Reaksi Siklisasi-Asetilasi Sitronelal Dengan Anhidrida Asam Asetat
Menggunakan Katalis Lipase Amobil. Jurnal Studi Kimia, 2(1).
Ibid, Akyunul Jannah. 2008. Gelatin Tinjauan Kehalatan dan Alternatif
Produksinya.Malang: Malang Press.

Rasyid, Muhaidah. 2009. Kimia Organik I. Makassar: Badan Penerbit Universitas


Negeri Makassar.

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Retnoningrum, Da., E Cahyono & E Kusuma. 2014. Asetalisasi Pada Fenol Dan
Anisol Menggunakan Anhidrida Asam Asetat Berkatalis Zr4+-Zeolit Beta.
Jurnal MIPA, 37(2).

Tihamah, Muhammad. 2012. Rekristalisasi. Yogyakarta: UGM Press.

Tim Dosen Kimia Organik II. 2017. Penuntun Kimia Organik II. Makassar:
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Anda mungkin juga menyukai