Pura ini berada di lereng Gunung Salak yang dalam kepercayaan Hindu, gunung
merupakan pra-lambang dari kesucian. Orang-orang dari masa lalu seolah telah
mewariskan pandangan bahwa pergi ke gunung ibarat perjalanan mencapai
keheningan yang terdalam. Gunung telah menjadi semacam simbol pencapaian
spiritualitas manusia dan alam.
Pura ini sangat terbuka bagi siapa saja untuk melakukan meditasi yang
pemaknaannya lebih dekat dengan pemujaan terhadap Sang Pencipta sebagai
sumber energi yang memberi hidup. Meditasi tak hanya dilakukan oleh komunitas
Sunda yang merasa memiliki kaitan ”sejarah” dengan Kerajaan Pajajaran, tetapi juga
oleh kelompok-kelompok meditasi yang mengkaji spiritualitas dengan jalan
pengetahuan metafisika.
Pura yang luasnya hampir tiga hektar tersebut benar-benar dimaksudkan sebagai
pemberi cahaya bagi peningkatan kualitas spiritual umat manusia. Oleh karena itu,
meski berada dalam lingkungan umat Muslim, kehadiran tempat suci tidak pernah
dianggap sebagai ancaman. Bahkan, para pengempon pura sepakat
membangunkan tempat ibadah bagi umat Muslim yang ada di Kampung Loak.
Sampai sekarang sebuah masjid berdiri agung di hulu pura, bagai dua saudara yang
saling menjaga.
Ada beberapa peraturan yang harus ditaati saat memasuki pura seperti : tidak boleh
memakai alas kaki dan tidak diperkenankan menghidupkan HP saat
persembahyangan dimulai.