Anda di halaman 1dari 2

Pura Parahyangan Agung Jagatkarta ("alam dewata suci sempurna")[1] atau sering disebut

hanya Pura Jagatkarta adalah pura agama Hindu Nusantara yang terletak di Bogor, Jawa


Barat, Indonesia. Setelah dibangun, Pura Jagatkarta adalah pura terbesar di Jawa Barat dan
terbesar ke-2 di Indonesia setelah Pura Besakih di Bali, dianggap sebagai tempat
persemayaman dan pemujaan terhadap Prabu Siliwangi dan para hyang(leluhur) dari Pakuan
Pajajaran yang pernah berdiri di wilayah Parahyangan.
Tata letakSunting
Pura Jagatkarta terletak di kaki Gunung Salak, di Ciapus,
Kecamatan Tamansari di Kabupaten Bogor. Pura Jagatkarta dibangun di lokasi unik di
Gunung Salak karena konon Pakuan Pajajaran Sunda pernah berdiri di lokasi tersebut.
Pakuan Pajajaran adalah wilayah ibukota Kerajaan Sunda Galuh, Kerajaan Hindu terakhir di
Nusantara (bersama Majapahit) yang mengalami masa keemasannya di bawah
pemerintahan Prabu Siliwangi, sebelum ditaklukkan oleh Muslim Jawa pada abad ke-16.[2]
Tata letak Pura Jagatkarta juga berdasarkan legenda bahwa titik tersebut adalah tempat di
mana Prabu Siliwangi mencapai moksabersama para prajuritnya, sehingga sebelum dibangun,
sebuah Candi dengan patung macan berwarna putih dan hitam (lambang Prabu Siliwangi)
didirikan sebagai penghormatan terhadap Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Hindu terakhir di
tanah Parahyangan. Sebagian peninggalan Pajajaran kini tersimpan di Museum Nasional
Indonesia di Jakarta. Jejak kaki Prabu Siliwangi tercetak pada sebuah batu yang lalu dikenal
sebagai Prasasti Ciaruteun.
Akses jalan dari kaki Gunung Salak menuju Pura Jagatkarta telah diperlebar sejak
pembangunannya dirintis pada tahun 1995, sehingga kendaraan bisa mencapai Pura dengan
mudah. Namun karena banyaknya pengunjung yang datang untuk mengikuti upara Ngenteg
Linggih atau peresmian Pura Jagatkarta, areal parkir terletak jauh dari areal pura.
PembangunanSunting
Pembangunan Pura Jagatkarta dirintis pada tahun 1995 dan adalah dari hasil kerja gotong
royong umat Hindu Nusantara. Pura Jagatkarta secara resmi belum selesai dibangun, namun
bangunan pura utama seperti bagian Pura Padmesana, Balai Pasamuan Agung dan Mandala
Utama telah selesai.
Sebelum masuk di areal utama Pura Jagatkarta juga terdapat Pura Melanting dan Pura Pasar
Agung yang digunakan khusus untuk bersembahyang, menyempurnakan, serta menyucikan
persembahan yang akan dihaturkan di Pura Jagatkarta sebagai wujud rasa syukur.
Pengunjung wisatawan umumnya dilarang masuk ke pura utama, kecuali bagi yang hendak
melakukan ritual bersembahyang, akses hanya hingga pelataran luar pura.

Pura ini berada di lereng Gunung Salak yang dalam kepercayaan Hindu, gunung
merupakan pra-lambang dari kesucian. Orang-orang dari masa lalu seolah telah
mewariskan pandangan bahwa pergi ke gunung ibarat perjalanan mencapai
keheningan yang terdalam. Gunung telah menjadi semacam simbol pencapaian
spiritualitas manusia dan alam.

Pura ini sangat terbuka bagi siapa saja untuk melakukan meditasi yang
pemaknaannya lebih dekat dengan pemujaan terhadap Sang Pencipta sebagai
sumber energi yang memberi hidup. Meditasi tak hanya dilakukan oleh komunitas
Sunda yang merasa memiliki kaitan ”sejarah” dengan Kerajaan Pajajaran, tetapi juga
oleh kelompok-kelompok meditasi yang mengkaji spiritualitas dengan jalan
pengetahuan metafisika.
Pura yang luasnya hampir tiga hektar tersebut benar-benar dimaksudkan sebagai
pemberi cahaya bagi peningkatan kualitas spiritual umat manusia. Oleh karena itu,
meski berada dalam lingkungan umat Muslim, kehadiran tempat suci tidak pernah
dianggap sebagai ancaman. Bahkan, para pengempon pura sepakat
membangunkan tempat ibadah bagi umat Muslim yang ada di Kampung Loak.
Sampai sekarang sebuah masjid berdiri agung di hulu pura, bagai dua saudara yang
saling menjaga.

Ada beberapa peraturan yang harus ditaati saat memasuki pura seperti : tidak boleh
memakai alas kaki dan tidak diperkenankan menghidupkan HP saat
persembahyangan dimulai.

Anda mungkin juga menyukai