Dosen Pembimbing :
Vima Tista Putriana, SE.,Ak., M.Sc., CA., Ph.D
Oleh :
Kelompok 1
Restu Fadhila Aini (1710532053)
Masyitah Hiyasari (1710533039)
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
ACCOUNTING FOR TIME : REENGINEERING BUSINESS PROCESS
A. Pengertian Reengineering
Menurut Hammer dan Champy (1994), Business Process Reengineering adalah
pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas proses bisnis
untuk mencapai perbaikan-perbaikan dramatis dalam ukuran kritis dari performance, seperti
biaya, kualitas, layanan, dan kecepatan.
Menurut Chase, Aquilano dan Jacobs (1995), Rekayasa ulang proses bisnis adalah
pemikiran kembali secara mendasar dan perancangan ulang secara radikal dari proses bisnis
untuk mencapai perbaikan dramatis di bidang kegiatan yang kritis dan pengakuan
kontemporer atas kinerja, meliputi biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan.
Menurut Bennis dan Mische (1995:13), Rekayasa ulang adalah menata ulang perusahaan
dengan menantang doktrin, praktek dan aktivitas yang ada dan kemudian secara inovatif
menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusianya ke dalam proses lintas fungsi.
Penataan ulang dimaksudkan untuk mengoptimalkan posisi bersaing organisasi, nilainya bagi
para pemegang saham, dan kontribusinya bagi masyarakat.
Pendapat-pendapat ahli tersebut menyimpulkan suatu garis besar pengertian
reengineering yaitu proses menciptakan keunggulan kompetitif dalam suatu organisasi /
perusahaan.
2. Radikal
Desain radikal dari proses bisnis berarti mendesain ulang sesuatu sampai ke akarnya, tidak
memperbaiki prosedur yang sudah ada dan berusaha melakukan optimasi. Menurut Hammer,
desain radikal berarti mengabaikan seluruh struktur dan prosedur yang sudah ada dan
menemukan cara baru yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya dalam menyelesaikan
pekerjaan. Reengineering bukan merupakan business improvements, atau business enchacement,
atau pun business modification, tetapi mengenai business reinvention.
3. Dramatis
Reengineering merupakan usaha mencapai lompatan besar dalam perbaikan dan peningkatan
performansi perusahaan. Tiga jenis perusahaan yang memerlukan reengineering adalah sebagai
berikut:
• Perusahaan yang berada dalam kesulitan besar,
• Perusahaan yang belum mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan mengalami
kesulitan, dan
• Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan, tetapi justru berada pada puncak kerjanya.
4. Orientasi Proses
Orientasi pada proses merupakan hal yang memberikan kesulitan besar bagi para manajer.
Kebanyakan pelaku bisnis tidak berorientasi pada proses, tetapi pada tugas, pekerjaan, orang, dan
struktur.
C. Tujuan Reengineering
Bennis dan Mische menyebutkan tentang tujuan rekayasa ulang, sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas; dengan menciptakan proses-proses inovatif dan tanpa
hierarki, yang memiliki aliran tanpa henti dan terdapat pada suatu urutan yang alami serta
dengan kecepatan yang alami.
2. Meningkatkan nilai bagi para pemegang saham; dengan melakukan segala sesuatunya
secara berbeda.
3. Mencapai hasil yang luar biasa; dimaksudkan untuk mencapai setidaknya peningkatan
sebesar 50 persen.
4. Mengonsolidasikan fungsi-fungsi; berusaha menciptakan suatu organisasi yang lebih
ramping, lebih datar, dan lebih cepat.
5. Menghilangkan tingkatan dan pekerjaan yang tidak perlu; tingkat dan aktivitas organisasi
yang mewakili sedikit nilai untuk para pemegang saham atau kecil kontribusinya bagi
daya saing juga disusun ulang dan dihilangkan.
Penerapan reengineering memang menjanjikan perubahan secara drastis pada organisasi
perusahaan dan proses bisnis. Jika reengineering berhasil maka perusahaan akan bisa
meningkatkan kinerja organisasi dan karyawannya (Davidson, 1993). Tetapi sebaliknya, jika
upaya reengineering mengalami kegagalan maka risiko yang dialami perusahaan akan timbul.
Berbagai risiko yang mungkin dialami oleh perusahaan, antara lain (Clemons, 1995) :
1. Risiko teknis (technical risk) yaitu risiko yang terjadi karena terbatasnya kapabilitas
teknologi yan digunakan organisasi dalam proses reengineering.
2. Risiko finansial (financial risk) terjadi jika proyek reengineering tidak berjalan sesuai dengan
rencana, atau jika tidak selesai tepat pada waktunya dan tidak sesuai dengan biaya yang
dianggarkan.
3. Risiko politis (political risk) yaitu terjadinya resistance to change terhadap proyek-proyek
reengineering.
4. Risiko fungsional (functional risk) merupakan kesalahan sistem disainer dalam memahami
kebutuhan organisasi dan kurangnya keterampilan dan pengetahuan pelaksana, sehingga
mengakibatkan kapabilitas sistem yang dirancang tidak tepat.
5. Risiko proyek (project risk) adalah risiko yang bisa terjadi jika personel pemroses data tidak
memahami dan tidak familiar terhadap teknologi baru, sehingga menimbulkan masalah-
masalah yang kompleks.
-