Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PRA NIKAH


DI PUSKESMAS BAYAN KABUPATEN PURWOREJO

Untuk Memenuhi Persyaratan Target Praktik Semester I


Stage Pra Nikah Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh :

AJI TRI MAHANANI


P1337424820043

PRODI PROFESI BIDAN SEMARANG JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020

1
2
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori Medis
1. Filosofi Pranikah
Kata dasar dari pranikah ialah “nikah” yang merupakan ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan
ajaran agama. Imbuhan kata pra yang memiliki makna sebelum, sehingga
arti dari pranikah adalah sebelum menikah atau sebelum adanyanya ikatan
perkawinan (lahir batin) antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
(Setiawan, 2017).
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
dengan batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Akat tetapi, berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas
UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, usia kurang dari 18
tahun masih tergolong anak-anak. Oleh karena itu, BKKBN memberikan
batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk pria.
Selain itu, umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah
20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30 tahun bagi pria (BKKBN,
2017). Sedangkan, pasangan yang akan melangsungkan pernikahan/akad
perkawinan disebut calon pengantin (Setiawan, 2017).
2. Tujuan asuhan pranikah
Menurut Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa
sebelum hamil (prakonsepsi) atau pranikah bertujuan untuk:
a. Menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang
sehat dan berkualitas;
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir;
c. Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak
reproduksi; dan

3
d. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Persiapan pranikah
Dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011) dan Kemenkes
(2015), persiapan pernikahan meliputi kesiapan fisik, kesiapan
mental/psikologis dan kesiapan sosial ekonomi.
a. Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang individu dikatakan siap secara fisik apabila
telah selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu sekitar usia 20 tahun.
Persiapan fisik pranikah meliputi pemeriksaan status kesehatan, status
gizi, dan laboratorium (darah rutin dan yang dianjurkan).
b. Kesiapan Mental/Psikologis
Dalam sebuah pernikahan, individu diharapkan suda merasa siap
untuk mempunyai anak dan siap menjadi orang tua termasuk
mengasuh dan mendidik anak.
c. Kesiapan Sosial Ekonomi
Dalam menjalankan sebuah keluarga, anak yang dilahirkan tidak
hanya membutuhkan kasih sayang orang tua namun juga sarana yang
baik untuk membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik. Status
sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi calon ibu, seperti
status sosial ekonomi yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi
KEK dan anemia.
4. Pelayanan kesehatan pranikah
Pelayanan kesehatan sebelum hamil di Indonesia telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK No. 97 tahun 2014) dan telah tertulis
dalam buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin
maupun bagi penyuluhnya yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI.
Pemerintah baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota telah menjamin
ketersediaan sumber daya kesehatan, sarana, prasarana, dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebelum hamil sesuai standar yang
telah ditentukan. Di Surabaya telah diatur dalam Surat Edaran Walikota

4
Surabaya perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), beberapa
kegiatan program pendampingan 1000 HPK yang berkaitan dengan
pranikah adalah dengan pemeriksaan kesehatan calon pengantin meliputi
pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta penyuluhan kesehatan
reproduksi calon pengantin.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk
mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan
yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan
kesehatan masa sebelum hami sebagaimana yang dimaksud dilakukan
pada remaja, calon pengantin, dan pasangan usia subur (PMK No. 97
tahun 2014). Menurut Kemernkes (2015) dan PMK No. 97 tahun 2014,
kegiatan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau persiapan pranikah
sebagaimana yang dimaksud meliputi:
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan minimal meliputi pemeriksaan
tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan laju nafas) dan pemeriksaan
status gizi (menanggulangi masalah kurang energi kronis (KEK) dan
pemeriksaan status anemia). Penilaian status gizi seseorang dapat
ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) berdasarkan
PMK RI Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang,
sebagai berikut:
BB ( kg )
IMT=
[TB ( m ) ]2
Keterangan:
BB = Berat Badan (kg)
TB = Tinggi Badan (m)
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diklasifikasikan status
gizinya sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,4
ringan

5
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Depkes, 2011; Supariasa, dkk, 2014.
Jika seseorang termasuk kategori :
1) IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan
kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis
(KEK) berat.
2) IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan
kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan (Depkes,
2011).
Menurut Supariasa, dkk (2014), pengukuran LLA pada
kelompok Wanita Usia Subur (usia 15 – 45 tahun) adalah salah satu
deteksi dini yang mudah untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK). Ambang batas LLA WUS
dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila LLA <
23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut
mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat
bayi lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian, gizi
kurang, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak
(Supariasa, dkk, 2014).
b. Pemeriksaan penunjang
Pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis,
terdiri atas pemeriksaan darah rutin, darah yang dianjurkan, dan
pemeriksaan urin yang diuraikan sebagai berikut (Kemenkes, 2015):
1) Pemeriksaan darah rutin
Meliputi pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah.
Pemeriksaan hemoglobin untuk mengetahaui status anemia
seseorang. Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau
lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin,
hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan
di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang

6
direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada
wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada
penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya
penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan
harus dicari penyebabnya (Oehadian, 2012). Anemia defisiensi
zat besi dan asam folat merupakan salah satu masalah masalah
kesehatan gizi utama di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia
(Ringoringo, 2009). Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk
profilaksis anemia (Fatimah, 2011).
2) Pemeriksaan darah yang dianjurkan
Meliputi gula darah sewaktu, skrining thalassemia, malaria
(daerah endemis), hepatitis B, hepatitis C, TORCH (Toxoplasma,
rubella, ciromegalovirus, dan herpes simpleks), IMS (sifilis), dan
HIV, serta pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi.
(a) Pemeriksaan gula darah
Kadar gula darah yang tinggi atau penyakit diabetes dapat
mempengaruhi fungsi seksual, mesnstruasi tidak teratur (diabetes
tipe 1), meningkatkan risiko mengalami Polycystic ovarian
syndrome (PCOS) pada diabetes tipe 2, inkontensia urine,
neuropati, gangguan vaskuler, dan keluhan psikologis yang
berpengaruh dalam patogenesis terjadinya penurunan libido, sulit
terangsang, penurunan lubrikasi vagina, disfungsi orgasme, dan
dyspareunia. Selain itu diabetes juga berkaitan erat dengan
komplikasi selama kehamilan seperti meningkatnya kebutuhan
seksio sesarea, meningkatnya risiko ketonemia, preeklampsia,
dan infeksi traktus urinaria, serta meningkatnya gangguan
perinatal (makrosomia, hipoglikemia, neonatus, dan ikterus
neonatorum) (Kurniawan, 2016).
(b) Pemeriksaan hepatitis

7
Penyakit yang menyerang organ hati dan disebabkan oleh
virus hepatitis B, ditandai dengan peradangan hati akut atau
menahin yang dapat berkembang menjadi sirosis hepatis
(pengerasan hati) atau kanker hati. Gejala hepatitis B adalah
terlihat kuning pada bagian putih mata dan pada kulit, mual,
muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan
demam. Dampak hepatitis B pada kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya abortus, premature, dan IUFD. Dapat dicegah dengan
melaksukan vaksinasi dan menghindari hal-hal yang menularkan
hepatitis B (Kemenkes, 2017). Cara penularan hepatitis B
melalui darah atau cairan tubuh yang terinfeksi, hubungan
seksual dengan penderita hepatitis B, penggunaan jarum sutik
bersama, dan proses penularan dapat ditularkan dari ibu hamil
penderita hepatitis B ke janinnya.
(c) Pemeriksaan TORCH
Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi toxoplasma
gondii, rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes simplex
virus II (HSV II). Dapat ditularkan melalui:
1) Konsumsi makanan dan sayuran yang tidak terlalu bersih
dan tidak dimasak dengan sempurna atau setengah matang
2) Penularan dari ibu ke janin
3) Kotoran yang terinfeksi virus TORCH (kucing, anjing,
kelelawar, burung
Dampak TORCH bagi kesehatan dapat menimbulkan masalah
kesuburan baik wanita maupun laki-laki sehingga
menyebabkan sulit terjadinya kehamilan, kecacatan janin, dan
risiko keguguran, kecacatan pada janin seperti kelainan pada
syaraf, mata, otak, paru, telinga, dan terganggunya fungsi
motoric.
(d) Pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Penyakit infeksi yang dapt ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit yang tergolong dalam IMS seperti sifilis,gonorea,

8
klamidia, kondiloma akuminata, herpes genitalis, HIV, dan
hepatitis B, dan lain-lain. Gejala umum infeksi menular seksual
(IMS) pada perempuan:
1) Keputihan dengan jumlah yang banyak, berbau, berwarna,
dan gatal
2) Gatal di sekitar vagina dan anus
3) Adanya benjolan, bintil, kulit, atau jerawat di sekitar
vagina atau anus
4) Nyeri di bagian bawah perut yang kambuhan, tetapi tidak
berhubungan dengan menstruasi
5) Keluar darah setelah berhubungan seksual
6) Demam
Gejala umum infeksi menular seksual pada laki-laki:
1. Kencing bernanah, sakit, perih atau panas ppada
saat kencing
2. Adanya bintil atau kulit luka atau koreng sekitar
penis dan selangkangan paha
3. Pembengkakan dan sakit di buah zakar
4. Gatal di sekitar alat kelamin
5. Demam
Dampak infeksi menular seksual yaitu kondisi kesehatan menutun,
mudah tertular HIV/AIDS. Mandul, keguguran, hamil di luar
kandungan, cacar bawaan janin, kelainan penglihatan, kelainan
syaraf, kanker serviks, dan kanker organ seksual lainnya.
(e) Pemeriksaan HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang
menyerang dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk
melawan infeksi sehingga tubuh mudah tertular berbagai
penyakit. AIDS (Acquire Immuno Deficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala dan tanda penyakit akibat menurunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Seseorang yang
menderita HIV, tiak langsung menjadi AIDS dalam kurun waktu

9
5 – 10 tahun. Penularan HIV di dapatkan di dalam darah dan
cairan tubuh lainnya (cairan sperma, cairan vagina, dan air susu
ibu). Cara penularan HIV melalui:
(1) Hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
(2) Penggunaaan jarum suntik bersama-sama dengan orang
yang sudah terinfeksi HIV (alat suntik, alat tindik, dan alat
tato).
(3) Ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya.
Penularan dapat terjadi selama kehamilan, saat melahirkan,
dan saat menyusui.
(4) Transfusi darah atau produk darah lainnya yang
terkontaminasi HIV.
Semua orang bisa berisiko tertular HIV, tetapi risiko tinggi
terdapat pada pekerja seksual, pelanggan seksual, homoseksual
(sesame jenis kelamin), dan penggunaan narkoba suntik. Cara
pencegahan penularan HIV – AIDS dapat dilakukan dengan
ABCDE yaitu:
ii. Abstinence (tidak berhubungan seksual)
iii. Be faithful (saling setia, tidak berganti pasangan)
iv. Use Condom (menggunakan kondom jika memiliki
perilaku seksual berisiko)
v. No Drugs (tidak menggunakan obat-obat terlarang,
seperti narkotika, zat adiktif, tidak berbagi jarum
(suntik, tindik, tato) dengan siapapun.
vi. Education (membekali informasi yang benar tentang
HIV/AIDS)
3) Pemeriksaan urin rutin
Urinalissis atau tes urin rutin digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal
dan mengetahui adanya infeksi pada ginjal atau saluran kemih.
c. Pemerian imunisasi
Pemberian imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit tetanus, sehingga akan memiliki

10
kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap
penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) dilakukan
untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan agar wanita usia
subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi belum
mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, maka
pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan saat yang
bersangkutan menjadi calon pengantin.
Tabel 2.2 Perlindungan Status Imunisasi TT
Status TT Interval Pemberian Lama Perlindungan
TT 1 Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit Tetanus
TT II 4 minggu setelah TT 1 3 tahun
TT III 6 bulan setelah TT II 5 tahun
TT IV 1 tahun setelah TT III 10 tahun
TT V 1 tahun setelah TT IV > 25 tahun *)
Sumber: Kemenkes, 2017.
*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan > 25 tahun adalah apabila
telah mendapatkan imunisasi TT lengkap mulai dari TT 1 sampai TT 5.
d. Suplementasi gizi
Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan
melalui penanggulangan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan anemia
gizi besi, serta defisiensi asam folat. Dilaksanakan dalam bentuk
pemberian edukasi gizi seimbang dan tablet tambah darah.
e. Konseling/Konsultasi kesehatan pranikah
Konseling pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan pranikah,
konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program persiapan
pernikahan. Konseling pranikah merupakan suatu proses konseling yang
diberikan kepada calon pasangan untuk mengenal, memahami dan
menerima agar mereka siap secara lahir dan batin sebelum memutuskan
untuk menempuh suatu perkawinan (Triningtyas, dkk, 2017).
Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang
diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan

11
dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor
untuk membuat keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan
penyesuaian di kemudian hari secara baik (Latipun, 2010). Konseling
pernikahan atau yang biasa disebut marriage counseling) merupakan
upaya membantu pasangan calon pengantin. Konselig pernikahan ini
dilakukan oleh konselor yang professional. Tujuannya agar mereka dapat
berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan komunikasi, agar dapat
tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan
kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis, 2009).
Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk pasangan
yang akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu
pasangan agar saling memahami, dapat memecahkan masalah dan
konflik secara sehat, saling menghargai perbedaan, dan dapat
meningkatkan komunikasi yang baik (Kertamuda, 2009).Bimbingan
konseling pra nikah mempunyai objek yaitu calon pasangan suami istri
dan anggota keluarga calon suami istri. Calon suami istri atau lebih
tepatnya pasangan laki-laki dan perempuan yang dalam perkembangan
hidupnya baik secara fisik maupun psikis sudah siap dan sepakat untuk
menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius (pernikahan). Anggota
keluarga calon suami istri yaitu individu-individu yang mempunyai
hubungan keluarga dekat, baik dari pihak suami maupun istri (Zulaekha,
2013).
Menurut Kemenkes (2015), informasi pranikah yang dibutuhkan sebelum
memasuki jenjang pernikahan meliputi:
1) Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Catin perlu
mengetahui mengetahui informasi kesehatan reproduksi untuk
menjalankan proses fungsi perilaku reproduksi yang sehat dan aman.

12
Catin perempuan akan menjadi calon ibu yang harus mempersiapkan
kehamilannya agar dapat melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.
Catin laki-laki akan menjadi calon ayah yang harus memiliki kesehatan
yang baik dan berpartisipasi dalam perencanaan keluarga, seperti
menggunakan alat kontrasepsi serta mendukung kehamilan dan persalinan
yang aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko masalah
kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan lebih
rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada saat
berhubungan seksual,hamil, melahirkan, nifas, keguguran, dan pemakaian
alat kontrasepsi, karena struktur alat reproduksinya lebih rentan secara
sosial maupun fisik terhadap penularan infeksi menular seksual. Laki-laki
dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga
kesehatan reproduksi.
2) Hak dan kesehatan reproduksi seksual
Hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan perempuan yang
berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. Hak inii menjamin setiap
pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung
jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak serta untuk
memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Informasi yang perlu
diketahui natra lain:
1. Kesehatan reproduksi, permasalahan, dan cara mengatasinya.
2. Penyakit menular seksual, agar perempuan dan laki-laki
terlindung dari infeksi meular seksual (IMS), HIV – AIDS, dan
infeksi saluran reproduksi (ISR), serta memahamicara
penularannya, upaya pencegahan, dan pengobatan.
3. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, dan tanpa
paksaan serta mengetahui dan memahami efek samping dan
komplikasi dari masing-masinng alat dan obat kontrasepsi.
4. Catin laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Catin perempuan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan

13
agar sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan, persalinan,
nifas, serta memperoleh bayi yang sehat.
5. Hubungan suami istri harus didasari rasa cinta dan kasih sayang,
saling menghargai dan menghormati pasangangan, serta
dilakukan dalam kondisi dan waktu yang diinginkan bersama
tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
Perilaku yang harus dihindari dalam aktivitas seksual antara lain:
1. Melakukan hubungan seksual pada saat menstruasi dan masa
nifas
2. Melakukan hubungan seksual melalui dubur dan mulut karena
berisiko dalam penularan penyakit dan merusakorgan
reproduksi.
3) Kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi
Gender adalah pembagian dalam peran kedudukan dan tugas antara laki-
laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat
laki-laki dan perempuan yang dianggap pantas sesuai norma, adat istiadat,
kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Kesetaraan gender adalah suatu
dan kondisi (kualitas hidup) adalah sama, laki-laki dan perempuan bebas
mengembangkan kemampuan personil mereka dan membuat pilihan-
pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, peran gender yang kaku. Penerapan
kesetaraan gender dalam pernikahan:
a. Pernikahan yang ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki
dapat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, misalnya:
Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga dilakukan secara
bersama dan tidak memaksakan ego masing-masing
1. Suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga,
pengasuhan, dan pendidikan anak.
2. Kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan
perempuan.
3. Laki-laki mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif
b. Pernikahan yang bahagia harus terbebas dari hal-hal di bawah ini:

14
1. Kekerasan secara fisik (memukul, menampar, menjambak
rambut, menyudut dengan rokok, melukai, dan lain-lain)
2. Kekerasan secara psikis (selingkuh, menghina, komentar-
komentar yang merendahkan, membentak, mengancam, dan lain-
lain)
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga.
4) Cara merawat organ reproduksi
Untuk menjaga kesehatn dan fungsi organ reproduksi perlu dilakukan
perawatan baik pada laki-laki dan perempuan, antara lain:
1. Pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.
2. Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan
cairan.
3. Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.
4. Menggunakan celana yang tidak ketat
5. Membersihkan organ kelamin setelah BAK dan BAB.
Cara merawat organ reproduksi perempuan antara lain:
1. Bersihkan organ kelamin dari depan ke belakang dengan
menggunakan air bersih dan dikeringkan.
2. Sebaiknya tidak menggunakan cairan pembilas vagina karena dapat
membunuh bakteri baik dalam vagina dan memicu tumbuhnya jamur.
3. Pilihlah pembalut berkualitas yang lembut dan mempunyai daya serap
tinggi. Jangan memakai pembalut dalam waktu lama. Saat menstruasi,
ganti pembalut sesering mungkin.
4. Jika sering keputihan, berbau, berwarna, dan terasa gatal, serta
keluhan organ reproduksi lainnya segera memeriksakan diri ke
petugas kesehatan.
Cara merawat organ reproduksi laki-laki antara lain:
1. Menjaga kebersihan organ kelamin
2. Dianjurkan sunat untuk menjaga kebersihan kulup kulit luar yang
menutup penis.

15
3. Jika ada keluhan pada organ kelamin dan daerah sekitar kelamin
segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
5) Informasi tentang Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang salah satu
penularannya melalui hubungan seksual. Dulu kita kenal juga dengannama
Penyakit Kelamin. Jika kita melakukan hubungan seks berisiko, maka kita
dapat terkena penyakit kelamin atau infeksi menular seksual ini.
1) Gejala Infeksi Menular Seksual

a) Keluar cairan dari vagina, penis atau anus yang berbeda dari biasanya.

b) Rasa perih atau nyeri atau panas pada saat kencing atau setelah
kencing, atau menjadi sering kencing.

c) Ada luka terbuka/basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut. Luka


ini bisa terasa nyeri bisa juga tidak.

d) Ada semacam tumbuhan seperti jengger ayam/kutil di sekitar


kemaluan.

e) Terjadi pembengkakan pada lipatan paha.

f) Pada pria, terdapat bengkak dan nyeri pada kantung pelir/kantung


zakar.

g) Sakit perut di bagian bawah yang kambuhan, tetapi tidak berhubungan


dengan haid/menstruasi.

h) Keluar darah setelah berhubungan seks.

i) Demam.

2) Jenis-jenis IMS (Infeksi Menular Seksual


a) Gonore dan Klamidia berakibat kemandulan bagi penderitanya, jika
tidak diobati dengan benar.
b) Kondiloma akuminata (Jengger Ayam) dan Herpes genitalis sangat
menjengkelkan karena bersifat kambuhan seumur hidup.
c) Hepatitis berbahaya jika sudah parah dan merusak hati.
d) Sifilis pada bayi yang dilahirkan dari perempuan penderita sifilis
seringkali cacat atau lahir dalam keadaan sudah mati.

16
e) HIV merupakan virus yang pada tahap AIDS dapat mematikan.
3) Penyebab terjadinya IMS
Tidak semua IMS dapat diobati. HIV/AIDS, Hepatitis B & C,
Herpes genitalis dan Kondiloma akuminata (Jengger ayam) termasuk
jenis- jenis IMS yang tidak dapat disembuhkan.HIV adalah yang paling
berbahaya karena selain tidak dapat disembuhkan, HIV merusak
kekebalan tubuh manusia untuk melawan penyakit apapun. Akibatnya,
orang yang terkena HIV dapat menjadi sakit-sakitan dan banyak yang
meninggal karenanya.Ingat!! HIV akan lebih mudah menulari kita, jika
kita terkena IMS.
Hepatitis, merupakan peradangan hati yang dapat merusak hingga
hati tidak dapat berfungsi dengan baik. Hepatitis B dapat dicegah dengan
melakukan vaksinasi, tetapi Hepatitis C hingga kini belum ada
vaksinnya.
Herpes genitalis, sering kambuh dan sangat nyeri jika sedang
kambuh. Pada Herpes, yang dapat diobati hanya gejala luarnya saja,
tetapi bibit penyakitnya akan tetap hidup dalam tubuh penderita
selamanya.
Kondiloma akuminata (Jengger Ayam), pada laki-laki dapat
menyebabkan kanker penis sedangkan pada perempuan seringkali
menyebabkan kanker rahim.
4) HIV AIDS
a) Penularan HIV
Infeksi HIV ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh manusia.
Beberapa cara yang berisiko menularkan HIV diantaranya:
(1) Hubungan Seks. Pada saat berhubungan seks tanpa kondom, HIV
dapat menular dari darah orang yang terinfeksi, air mani atau
cairan vagina langsung ke aliran darah orang lain, atau melalui
selaput mukosa yang berada di bagian alam vagina, penis atau
dubur.
(2) HIV dapat menular melalui transfusi darah yang mengandung
HIV atau melalui alat suntik atau alat tindakan medis lain yang

17
tercemar HIV. Selain dari jarum suntik, para pengguna narkoba
suntik bergantian juga risiko tertular HIV. HIV menular dari ibu
ke bayi pada saat kehamilan, kelahiran, dan ketika menyusui.
(3) Selain dari jarum suntik, para pengguna narkoba suntik
bergantian juga risiko tertular HIV.
(4) HIV menular dari ibu ke bayi pada saat kehamilan, kelahiran, dan
ketika menyusui.
b) Gejala HIV
Setelah seseorang terinfeksi HIV, dia terlihat biasa saja seperti halnya
orang lain karena tak menunjukkan gejala klinis. Tetapi orang tersebut
bisa menularkan virus HIV melalui penularan cairan tubuh. Hal ini
bisa terjadi selama 5-10 tahun. Setelah itu orang tersebut mulai
menunjukkan kumpulan gejala akibat menurunnya kekebalan tubuh
setelah terinfeksi HIV.
c) Pencegahan Penularan IMS da HIV
(1) Saling Setia
Masing-masing setia pada pasangan dan tidak melakukan
hubungan seks dengan orang lain.
(2) Kondom
Kondom dapat mencegah masuknya cairan kelamin yang
terinfeksi virus.
(3) Hindari penggunaan narkoba suntik
Menggunakan jarum bergantian berisiko menularkan HIV dalam
jarum yang tercemar darah. Namun apapun bentuknya, hindari
NARKOBA karena hanya akan merugikan diri sendiri.
(4) Penggunaan alat-alat yang steril
Jangan gunakan jarum, alat suntik, atau alat peluka (alat
penembus) kulit lainnya (tindik atau tato) secara bergantian.
Penularan akan lebih mudah terjadi melalui darah.
a. Informasi tentang Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
a. Kanker Leher Rahim

18
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus
merupakan kanker pembunuh perempuan nomor dua di dunia setelah
kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki
peringkat pertama. Kanker leher rahim yang sudah masuk ke stadium
lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung
bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks
berkembang secara bertahap. Proses terjadinya kanker ini diperlukan
waktu 1-20 tahun.
1) Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
Ada beberapa sebab yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker leher rahim, antara lain adalah :
a) Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda.
Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks,
semakin besar risikonya untuk terkena kanker leher rahim.
b) Berganti-ganti pasangan seksual. Perilaku seksual berupa gonta-
ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
leher rahim.
c) Merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker leher rahim dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok. Penelitian menunjukkan, lendir leher rahim pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam
rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan leher rahim di
samping merupakan faktor pencetus (ko- karsinogen) infeksi virus.
d) Persalinan, infeksi, dan iritasi menahun pada leher rahim dapat
menjadi pemicu kanker leher rahim.
2) Tanda-tanda Kanker Leher Rahim
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a) Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina.

19
b) Perdarahan setelah sanggama yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
c) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause
d) Keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
e) Timbul gejala-gejala kurang darah bila terjadi perdarahan kronis.
f) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada
radang panggul.
g) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang
gizi.
Kanker leher rahim juga dapat mengalami penyebaran lewat :
a) Melalui pembuluh getah bening menuju ke kelenjar getah bening
lainnya.
b) Melalui pembuluh darah menuju paru-paru sehingga
menimbulkan gejala batuk kadang sampai batuk berdarah dan
nyeri dada.
c) Penyebaran langsung ke daerah sekitar vagina.
3) Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Kematian pada kasus kanker leher rahim terjadi karena sebagian
besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut.
Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini,
kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%.
kuncinya adalah deteksi dini. Deteksi dini kanker leher rahim dapat
dilakukan dengan Papsmear dan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat).
Deteksi dini kanker leher rahim dianjurkan untuk perempuan
usia 30, 50 tahun yang sudah berhubungan seksual dan dapat
dilakukan 5 tahun sekali. Deteksi dini kaker leher rahim dapat
dilakukan di Bidan / Dokter, Puskesmas, Rumah Sakit.
Pada stadium awal umumnya kanker leher rahim tidak memiliki
gejala. Pada stadium lanjut, gejalanya yaitu pendarahan pasca
senggama, pendarahan tidak normal dari vagina mulai bercak-bercak

20
hingga menggumpal disertai bau busuk, keputihan berbau busuk, nyeri
pinggang saat buang air kecil dan buang air besar. SADARI (Periksa
Payudara Sendiri)
Kanker payudara adalah kanker terbesar kedua yang berisiko
diderita oleh perempuan setelah kanker leher rahim. Sampai saat ini,
penyebab pasti kanker payudara belum dapat diketahui. Tetapi dapat
dipastikan beberapa penyebab terjadinya kanker payudara.
1) Faktor Risiko Kanker Payudara
a) Perempuan yang merokok atau sering terkena/menghisap asap
rokok (perokok pasif)
b) Pola makan tinggi lemak dan rendah serat, termasuk mengandung
banyak zat pengawet atau pewarna
c) Mendapat haid pertama kurang dari 12 tahun
d) Menopause (mati haid) setelah umur 50 tahun
e) Melahirkan anak pertama sesudah umur 35 tahun
f) Tidak pernah menyusui anak
g) Pernah mengalami operasi pada payudara yang disebabkan oleh
kelainan tumor jinak atau tumor ganas
h) Di antara anggota keluarga ada yang menderita kanker payudara
Penelitian yang dilakukan oleh Ida Leida Maria, dkk 2017 tentang
risiko gaya hidup terhadap kejadian kanker payudara pada wanita
bahwa Faktor risiko gaya hidup (life style) yang berhubungan
dengan kejadian kanker payudara yaitu konsumsi lemak, obesitas,
merokok dan stres. Berdasarkan hasil uji bivariat statistik dengan
menggunakan OR (Odds Ratio), diketahui bahwa besar risiko
kejadian kanker payudara pada mereka yang sering mengkonsumsi
lemak sebesar 2,872 kali dibanding dengan yang kurang
mengkonsumsi lemak. Besar risiko kejadian kanker payudara pada
mereka yang obesitas sebesar 1,942 kali dibanding dengan mereka
yang tidak obesitas. Besar risiko kejadian kanker payudara pada
mereka yang keluarganya memiliki prilaku merokok, maupun
suami atau anggota keluarga yang serumah dan meghisap roko

21
secara aktif sebesar 2,002 kali dibanding dengan yang tidak. Besar
risiko kejadian kanker payudara pada mereka yang stres sebesar
2,698 kali dibanding dengan yang tidak stres.
2) Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI
SADARI merupakan cara deteksi dini akan adanya benjolan
atau perubahan pada payudara dibandingkan dengan keadaan
sebelumnya oleh karena itu SADARI dianjurkan dilakukan sebulan
sekali setelah selesai haid
3) Langkah-langkah melakukan SADARI

Gambar 1.6 Langkah-langkah SADARI

a) Bercermin dengan kedua tangan di pinggang


b) Angkat kedua tangan cermati setiap perubahan pada payudara
c) Pencet puting, perhatikan cairan yang keluar
d) Pijatlah payudara sambil berbaring
e) Pijatlah payudara saat mandi
Beberapa cara deteksi dini kanker payudara antara lain,
Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI), Mammografi, USG,
Biopsi tanpa pembedahan, pemeriksaan klinis payudara oleh
dokter (Purwanto, 2010). Masalah utama terjadinya kanker
payudara adalah ketidakteraturan dan jarang sekali dilakukan
SADARI dengan benar. Pemasyarakatan kegiatan SADARI bagi

22
semua wanita dimulai sejak usia subur, sebab 85% kelainan di
payudara justru ditemukan pertama kali dikenali oleh penderita
bila tidak dilakukan penapisan massal. SADARI sebaiknya
dilakukan setiap kali selesai menstruasi (hari ke-10 dari awal
menstruasi), pemeriksaan dilakukan setiap bulan sejak umur 20
tahun (Rasjidi, 2010).
b. Informasi tentang Gangguan dalam Kehidupan Seksual Suami Istri
Kehidupan seksual suami dan istri adalah suatu hubungan yang dibina
oleh suami dan istri, dimana masing-masing pihak dapat memperlihatkan
bentuk kasih sayang cintanya lewat sebuah tindakan pribadi yang dilakukan
berdua.
Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa memiliki dorongan
untuk melakukan hubungan seksual terutama bagi mereka yang menikah
dan telah hidup bersama setiap hari. Namun ada kalanya dorongan seksual
tersebut terganggu oleh beberapa hal.
Gangguan seksual dapat dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis.
Kalau kedua faktor ini baik, fungsi seksual juga baik.
Faktor fisik adalah ada tidaknya penyakit, pola hidup sehat, atau ada
tidaknya pengobatan yang didapat untuk mendukung fungsi organ tubuh.
Sementara faktor psikis misalnya stres, kejenuhan, serta suasana hubungan
yang pribadi atau kadar cinta dengan pasangan.
Gangguan seksual dapat terjadi pada suami (laki-laki) ataupun istri
(perempuan). Oleh karena itu, kehidupan seksual dalam rumah tangga tidak
boleh berpihak hanya kepada satu orang saja, tetapi harus dapat
dikomunikasikan apa yang menjadi kebutuhan seksual dari masing-masing
pihak, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, sehingga ketika
kegiatan seksual itu dilaksanakan, pihak suami atau istri sama-sama
mengetahui apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan oleh mereka.
Tujuannya adalah agar kedua belah pihak sama-sama puas.
a. Gangguan Seksual pada Perempuan
1) Gangguan dorongan seksual, misalnya dorongan seksual hipoaktif dan
ketidaksenangan terhadap aktivitas seksual.

23
2) Gangguan bangkitan seksual, yaitu vagina yang kurang mengeluarkan
cairan meskipun sudah dalam keadaan cukup terangsang.
3) Tidak bisa atau sulit untuk mencapai orgasme saat berhubungan
seksual.
4) Rasa sakit atau tidak nyaman di kelamin dan sekitarnya setiap kali
berhubungan seksual.seksual hipoaktif dan ketidaksenangan terhadap
aktivitas seksual.
b. Gangguan Seksual pada Laki-laki
1) Gangguan dorongan seksual, misalnya akibat penyakit fisik atau
psikis.
2) Disfungsi ereksi, misalnya karena menderita diabetes melitus.
3) Gangguan ejakulasi, yaitu ejakulasi dini atau justru ejakulasi yang
terhambat.
4) Gangguan orgasme, yaitu tidak bisa merasakan orgasme.
c. Mencegah Gangguan Seksual
1) Selalu ingat bahwa kehidupan seksual adalah milik bersama dan
dibina bersama pasangan.
2) Bersikap dan bicaralah secara terbuka apa adanya. Masing- masing
pasangan berhak tahu mana hal yang mereka suka dan mana hal yang
tidak mereka suka.
3) Jaga kesehatan tubuh dan jiwa. Bentuk tubuh yang ideal menjadi
faktor pendukung untuk membangkitkan gairah dari masing-masing
pasangan.
4) Hindari gaya hidup tak sehat, misalnya rokok, stres, kurang tidur, pola
makan tidak baik, dan tidak berolahraga. Stamina akan berkurang
sehingga akan cepat lelah. Akibatnya, keinginan untuk melakukan
hubungan seksual akan berkurang.
5) Jangan tergoda untuk menggunakan obat/ramuan yang tidak jelas isi
dan indikasinya. Meminum obat yang tidak jelas hanya akan
membahayakan fungsi organ tubuh lain seperti hati dan ginjal. Bahkan
konsumsi obat yang kandungannya tidak jelas dapat memberikan efek
jangka panjang terjangkit penyakit.

24
6) Jagalah keseimbangan antara kesibukan dan rileksasi
7) Selalu usahakan untuk memiliki waktu khusus hanya berdua bersama
pasangan.
8) Jangan melakukan hubungan seksual sebagai hal yang rutin.

B. Tinjauan Teori Asuhan Pranikah

1. Pengertian Asuhan Kebidanan


Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di
gunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang
berfokus pada klien Asuhan kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang
berurutan, yang di mulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir
dengan evaluasi. Tujuh langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap
dan bisa di aplikasikan dalam suatu situasi (Verney,2012).
2. Tahapan Asuhan Kebidanan
Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan. Menurut Varney (2012), manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/
tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.
Menurut Varney (2012), langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut
sebagai berikut:
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus bersifat
komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-
data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan

25
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah
yang spesifik.
c. Langkah III (Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya)
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan (Varney, 2012).
d. Langkah IV (Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera)
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien (Varney,2012).
e. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh)
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi
atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan Efisien dan Aman)
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima
harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII (Mengevaluasi Hasil Tindakan)
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.
3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
a. Data Subyektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data
yang diperoleh melalui anamnesis.
1) Nama Klien dan Pasangan
Digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam asuhan, sehingga
antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Walyani, 2015).

26
2) Umur
Dikaji untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau
tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun (Walyani, 2015). Penelitian Yang
Dilakukan Oleh Tuti Meihartati, 2015 Tentang Hubungan Kehamilan
Usia Dini Dengan Kejadian Persalinan Prematur Di Ruang Bersalin
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Paradise Tahun 2015 Bahwa Usia Ibu <
20 Tahun Pada Saat Melahirkan Merupakan Salah Satu Faktor Risiko
Terhadap Kelahiran Prematur. Sedangkan Penelitian Yang Dilakukan
Oleh (Etika Desi Yogi, Hariyanto Tentang Hubungan Antara Usia
Dengan Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli Kia Ditemukan Ada
Hubungan Yang Signifikan Antara Usia Dengan Preeklampsia Pada
Ibu Hamil.
3) Agama
Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan pada ibu
selama memberikan asuhan. Informasi ini terkait dengan pentingnya
agama dalam kehidupan klien, tradisi agama dalam kehamilan dan
lain - lain (Walyani, 2015).
4) Suku Bangsa
Dikaji untuk menentukan adat istiadat atau budayanya. Ras, etnis, dan
keturunan harus diidentifikasi dalam rangka memberikan perawatan
yang peka budaya kepada klien (Walyani, 2015).
5) Pendidikan
Tanyakan tingkat pendidikan tertinggi klien. Mengetahui pendidikan
klien berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya (Walyani, 2015).
6) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh lingkungan kerjan pasien terhadap kehamilan
yang dapat merusak janin, dan persalinan prematur (Walyani, 2015).
7) Alamat

27
Dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal
klien, sehingga lebih memudahkan pada saat akan bersalin sert
mengetahui jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan
(Walyani, 2015).
8) Alasan Datang
Ditanyakan untuk mengetahui alasan datang ke bidan/ klinik, apakah
untuk memeriksakan keadannya atau untuk memeriksakan keluhan
lain yang disampaikan dengan kata – katanya sendiri (Hani, dkk,
2010).
9) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke
ke fasilitas kesehatan (Sulistyawati, 2009).
10) Riwayat Obstetri
a) Menarch : Dikaji untuk mengetahui kapan pertama kali pasien
menstruasi. Umumnya menarche terjadi pada usia 12-13 tahun
(Sulistyawati, 2009).
b) Siklus : Siklus merupakan jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari. Dikaji teratur
atau tidaknya setiap bulan. Biasanya sekitar 23-32 hari
(Sulistyawati, 2009).
c) Lamanya : Menurut Walyani (2015) lamanya haid yang normal
adalah kurang lebih 7 hari. Apabila sudah mencapai 15 hari
berarti sudah abnormal dan kemungkinan adanya gangguan
ataupun penyakit yang mempengaruhi.
d) Nyeri haid : Nyeri haid perlu ditanyakan untuk mengetahui
apakah klien menderita atau tidak di tiap haid.Nyeri haid juga
menjadi tanda kontroksi uterus klien begitu hebat sehingga
menimbulkan nyeri haid (Walyani 2015).
e) Banyaknya : Dikaji untuk mengetahui berapa banyak darah yang
keluar saat Menurut Walyani (2015; h. 114) normalnya yaitu 2
kali ganti pembalut dalam sehari.Apabila darahnya terlalu

28
berlebihan,itu berarti telah menunjukan gejala kelainan
banyaknya darah haid.
11) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang, penyakit
umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami dahulu
(Marmi, 2011).
12) Riwayat Imunisasi
Pemberian imunisasi TT pada wanita harus didahului dengan skrining
untuk mengetahui jumlah dosis dan status imunisasi TT yang telah
diperoleh selama hidupnya (Kemenkes RI, 2013; h. 29 - 30). Berikut
ini jadwal pemberian imunisasi yang sudah pernah mendapatkan
imunisasi TT.
Tabel 1.1 Jadwal pemberian imunisasi TT

Pernah Pemberian Dengan Selang Waktu Minimal


1 kali TT2, 4 minggu setelah TT1
2 kali TT3, 6 bulan setelah TT2
3 kali TT4, 1 tahun setelah TT3
4 kali TT5, 1 tahun setelah TT4
5 kali Tidak perlu lagi
Sumber : (Kemenkes RI, 2013)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rika tahun 2018 tentang
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Dukungan Keluarga
tentang Imunisasi TT pada Calon Pengantin dengan Kepedulian
Melakukan Imunisasi bahwa hasil dari uji statistik untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan responden dengan kepedulian
melakukan imunisasi TT di KUA Balikpapan Utara Kelurahan
Gunung Samarinda Kota Balikpapan Tahun 2018 menggunakan uji
ChiSquare dengan tingkat probabilitas α:0,05. Setelah mengolah data
ternyata terdapat 0 sel (8,17%) dengan frekuensi harapan < 5,
sehingga dianalisis menggunakan continuity correction didapatkan
nilai p value= 0,001 lebihkecil dari nilai α (0,05). Berdasarkan kriteria
penolakan Ho, maka Ho ditolak artinya ada hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang imunisasi TT padacalon pengantin dengan

29
kepedulian melakukan imunisasi di KUA Balikpapan Utara Kelurahan
Gunung Samarinda Kota Balikpapan Tahun 2018.
13) Rencana KB
Untuk mengetahui rencana pemakaian kontrasepsi, apakah akan
menunda kehamilan atau tidak (Mandriwati, 2008).
14) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – Hari
a) Pola Nutrisi
Beberapa hasil yang perlu ditanyakan pada pasien berkaitan
dengan pola makan adalah menu, frekuensi, jumlah per hari dan
pantangan (Sulistyawati, 2009).
b) Pola Eliminasi
BAB dan BAK seperti frekuensi perhari, warnanya, ada masalah
selama BAB/BAK atau tidak (Walyani, 2015).
c) Personal Hygiene
Untuk mengetahui kebersihan diri pasien. Dianjurkan untuk
mandi minimal 2 kali sehari, ganti baju minimal 1 kali, ganti
celana dalam minimal 2 kali sehari, berkeramas lebih sering dan
menjaga kebersihan kuku (Sulistyawati, 2009).
d) Pola Istirahat Tidur
Untuk mengetahui kecukupan istirahat pasien. Istirahat sangat
diperlukan calon pengantin. Lama tidur siang hari normalnya 1 –
2 jam, malam hari yang normal adalah 6-8 jam (Sulistyawati,
2009).
e) Pola Aktivitas dan Olahraga
Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien untuk gambaran tentang
seberapa berat aktivitas pasien, (Sulistyawati,2009).
f) Kebiasaan yang Merugikan Kesehatan
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki kebiasaan seperti
minum jamu, merokok, minum-minuman keras, dan obat
terlarang dan kebiasaan lainnya (Walyani, 2015).
15) Riwayat Psikososial Spiritual
a) Persiapan Acara Pernikahan

30
Menurut penelitian yang dilakuakn oleh Anisah tahun 2015
tentang Efektifitas Suscatin (Kursus Calon Pengantin atau
Konseling Pranikah) dalam Membentuk Keluarga Bahagia hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa korelasi 0,724 dengan
signifikasi 0,000, karena signifikasi < 0,05, maka H0 ditolak dan
Hi diterima. Artinya SUSCATIN atau konseling pranikah efektif
dalam membentuk keluarga bahagia.
b) Persiapan Membina Rumah Tangga
Kursus pra nikah merupakan upaya pemerintah dalam menekan
tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga dan
problem keluarga lainnya. Tata cara pelaksanaan dan materi yang
akan disampaikan dalam kursus pra nikah telah diatur dalam
Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.491/11 tahun 2009 tentang
Kursus Calon Pengantin yang kemudian disempurnakan dengan
Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/542 tahun 2013 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah.
c) Persiapan Psikologis
d) Persiapan Spiritual
e) Identitas Karakter
f) Tingkat Pengetahuan
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pasien dan
pasangan mengenai persiapan pernikahan yang akan dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Evrianasari dan
Dwijayanti (2017) tentang Pengaruh Buku Saku Kesehatan
Reproduksi dan Seksual Bagi Catin Terhadap Pengetahuan Catin
Tentang Reproduksi dan Seksual bahwa hasil uji-T (Paired
sample Ttest) terhadap intensitas pengetahuan pada sebelum dan
sesudah diberi perlakuan pemberian buku saku kesehatan
reproduksi dan seksual diperoleh nilai signifikan p-value 0,000
lebih kecil dari α (0.05). maka dapat dismpulkan bahwa ada
pengaruh pemberian buku saku kesehatan reproduksi dan seksual

31
bagi catin terhadap pengetahuan catin tentang reproduksi dan
seksual pada catin
b. Data Obyektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama
data yang diperoleh melalui observasi yang jujur dari pemeriksaan
fisik pasien,pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik
lain.
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan, yaitu : Baik, jika pasien
memperlihatkan respons yang baik terhadeap lingkungan dan orang
lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan
dalam berjalan, dan dikatakan lemah, pasien dimasukkan dalam
kriteria ini jika ia kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain dan pasien sudah tidak mampu
lagi untuk berjalan sendiri (Sulistyawati, 2009).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita
dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan
composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati, 2009).
c) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan
darah > 140/90 mmHg) (Kemenkes RI, 2013; h. 9). Menurut
Walyani (2015;h 80) tekanan darah normal berkisar systole/diastole
110/80 – 120/80 mmHg.
d) Nadi
Normalnya frekuensi denyut jantung teratur kira – kira 70
denyut per menit dengan rentang antara 60 – 100 denyut per menit
(Mandriwati, 2008).

32
e) Suhu
Suhu normal antara 35,8 – 37° C (Mandriwati, 2008).
f) Respirasi
Frekuensi pernafasan normal adalah 16 – 24 x/menit. Bila
frekuensi pernafasan lebih dari normal disebut takipnue dan jika
frekuensi pernafasan kurang dari normal disebut bradipnue (Astuti,
2012).
g) Berat Badan
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya
dalam keadaan yang abnormal, terhadap dua kemungkinan
perkembangan barat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau
lambat dari kedaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar
memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang
preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan
penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki.
Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat
badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang
terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang
(Anggraeni, 2012).
h) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat melihat
keadaan status gizi sekaran dan keadaan yang telah lalu.
Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi pada waktu
singkat (Anggraeni, 2012).
Salah satu cara untuk menentukan status gizi yaitu dengan
membandingkan berat badan dan tinggi badan.
IMT = BB (Kg)/ TB2 (dalam meter)
(1) Untuk Perempuan

33
Kurus : < 17 Kg/m2
Normal : 17 – 23 Kg/ m2
Kegemukan : 23 – 27 Kg/ m2
Obesitas : > 27 Kg/ m2
(2) Untuk Laki – Laki
Kurus : < 18 Kg/m2
Normal : 18 – 25 Kg/ m2
Kegemukan : 25 – 27 Kg/ m2
Obesitas : > 27 Kg/ m2
i) LILA
Ukuran LILA yang normal adalah 23,5 cm, diukur sebelum
hamil. Bila ditemukan pengukuran kurang dari 23,5 cm maka status
gizi ibu kurang (Mandriwati, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti (2017)
tentang Hubungan Status Gizi Pada Calon Pengatin (Catin) dengan
Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Berdasarkan hasil analisis dengan
ujiexact fisher, diperoleh nilai p-value (>0,05), yaitu 0,07 hal
tersebut berarti Haditolak, Ho diterima sehingga dapatdisimpulkan
bahwa tidak ada hubunganantara status gizi calon penganti dengan
kadar hemoglobin ibu hamil.
2) Status Present
a) Kepala : Untuk mengetahui kebersihan kepala. Normalnya bentuk
mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut tidak rontok
(Mandriwati, 2008).
b) Muka : Simetris, kemerahan, tidak bengkak.
c) Mata : Untuk mengetahui warna sklera (ikterik atau tidak, menilai
kelainan fungsi hati) dan warna konjungtiva (pucat atau cukup
merah, sebagai gambaran tentang anemia secara kasar) dan secret
(Sulistyawati, 2009).
d) Hidung : Untuk memeriksa kebersihan, dan adanya polip.
Normalnya tidak ada polip dan sekret (Sulistyawati, 2009).

34
e) Mulut : Saat hamil pada ibu hamil normalnya bibir tidak kering,
tidak terdapat stomatitis, gigi bersih tidak ada karies, tidak ada gigi
palsu (Saminem, 2008).
f) Telinga : Dikaji untuk memeriksa kebersihan dan kemungkinan
adanya kelainan. Normalnya adalah simetris dan tidak ada serumen
berlebih (Saminem, 2008).
g) Leher : Normalnya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
bendungan vena jugularis (Saminem, 2008).
h) Ketiak : Untuk memeriksa kemungkinan adanya massa atau
pembesaran pada aksila. Normalnya tidak ada benjolan (Saminem,
2008).
i) Dada : Normalnya simetris, denyut jantung teratur, dan tidak ada
gangguan pernapasan (Sulistyawati, 2009).
j) Abdomen : Dikaji ada tidak bekas luka operasi, ada massa atau
tidak (Sulistyawati, 2009).
k) Genetalia : Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk, dan
tidak ada condiloma (Saminem, 2008). Pada vulva mungkin
didapat cairan jernih atau sedikit berwarna putih tidak berbau, pada
keadaan normal, terdapat pengeluaran cairan tidak ada rasa gatal,
luka atau perdarahan (Walyani, 2015).
l) Punggung : Teraba lurus, tidak ada lubang atau kelainan bentuk.
m)Anus : Normalnya tidak ada haemoroid (Sulistyawati, 2009).
n) Ekstremitas : Pemeriksaan tangan dan kaki yang dikaji untuk
mengetahui adanya edema sebagai tanda awal preeklampsia dan
warna kuku yang kebiruan sebagai gejala anemia (Hani dkk, 2010;
h. 92 - 93). Normalnya kedua tangan dan kaki tidak oedem,
gangguan pergerakan tidak ada (Saminem, 2008).
3) Pemeriksaan Penunjang
c. Analisa (A)
Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisa merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney

35
langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut
ini: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan
kebutuhan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan
meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan merujuk
klien.
1) Diagnosa: Nn... umur... calon pengantin dengan kebutuhan..............
2) Masalah: Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian,normalnya tidak terjadi masalah (Marmi, 2012; h. 183).
3) Diagnosa Potensial: Pada keadaan normal, diagnosa potensial dapat
diabaikan
4) Tindakan Segera: Pada keadaan normal, langkah ini dapat diabaikan
d. Penatalaksanaan (P)
Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan
interpretasi data.P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.

36
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. AsuhanGizi; Nutritional Care Process.


Yogyakarta: Graha Ilmu.
Anisah, Lailatul Siti. 2015. Efektifitas Suscatin (Kursus Calon Pengantin atau
Konseling Pranikah) dalam Membentuk Keluarga Bahagia (Studi
Kuantitatif di Kecamatan Sumbersuko, Lumajang). Lumajang.
Astuti, Hutari Puji. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan).
Jakarta: EGC.
BKKBN. 2017. BKKBN: Usia Pernikahan Ideal 21 – 25 Tahun. Diunduh di
https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-usia-pernikahan-ideal-21-25-
tahun. Diakses pada 1 April 2018.

Dhamayanti, Anisa Dwi. 2017. Hubungan Status Gizi Pada Calon Pengatin
(Catin) dengan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Di Kecamatan Sedayu Bantul
Yogyakarta. Yogyakarta.
Depkes. 2011. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT). Jakarta: Depkes RI.

Fatimah, S. 2011. Pola Konsumsi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian
Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Sains dan Teknologi. 7 (3) : 137 – 152.

Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Malang:

37
Edward Tanujaya.
Ida Leida, dkk,2017 Risiko Gaya Hidup Terhadap Kejadian Kanker Payudara
Pada Wanita, Jurnal MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
Kemenkes. 2014. Infodatin Diabetes Melitus. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.

Kemenkes. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi


Kemenkes RI.

Kemenkes. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals


(SDGs). Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2015. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin.


Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2017. Buku Saku Bagi Penyuluh Pernikahan Kesehatan Reproduksi


Calon Pengantin: Menuju Keluarga Sehat. Jakarta: Kementrian
Kesehatan dan Kementerian Agama.

Kertamuda, E. F. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga di Indonesia.


Jakarta: Salemba Humanika.

Kurniawan, L. B. 2016. Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium


Diabetes Melitus Gestasional. CDK-246. 43 (11): 811 – 813.

Mandriwati. 2008. Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: EGC.
Marmi. 2011. Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Oehadian, A. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194. 3 (6):
408 – 412.

PMK No. 97 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan
Seksual.

Rika, Fikarsih Ponda Catur. 2018. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan

38
Dukungan Keluarga tentang Imunisasi TT pada Calon Pengantin dengan
Kepedulian Melakukan Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung
Samarinda Balikpapan. Balikpapan.
Ringoringo, H. P. 2009. Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada
Bayi Berusia 0 – 12 Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan: Studi
Kohort Prospektif. Sari Pediatri. 11 (1): 8 – 14.

Saminem. 2008. Kehamilan Normal Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.


Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Yogyakarta:
Andi.
Setiawan, E. 2017. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online versi 2.0. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kemdikbud. /. Diakses pada 1
April 2018 di https://www.kbbi.web.id.

Supariasa, I. D. N., B. dkk. 2014. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Triningtyas, D. A., dkk. 2017. Konseling Pranikah: Sebuah Upaya Meredukasi


Budaya Pernikahan Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.
Jurnal Konseling Indonesia. 3 (1): 28 – 32.

Tuti Meihartati, 2015, Hubungan Kehamilan Usia Dini Dengan Kejadian


Persalinan Prematur Di Ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Paradise Tahun 2015, Jurnal Darul Azhar Vol 2, No.1 Agustus 2016 -
Januari 2017: 66-70

Varney H, Marlyn HE, David W, Marilyn LW, Patricia S. 2012. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Wahyu Astuti, dkk, 2017, Efektifitas Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat
(Iva) Sebagai Deteksi Dini Pra-Kanker Serviks Di Puskesmas Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya Tahun 2017, Jurnal Kebidanan Khatulistiwa Volume
6 Nomor 2, Juli 2020, hlm 78-82 P-ISSN 2460-1853, E-ISSN 2715-727X
Walyani Elisabeth Siwi & Endang Purwoastusi. 2015. Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka Baru Pers.
Willis, S. S. 2009. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Zulaekha. 2013. Bimbingan Konseling Pra Nikah bafi “Calon Pengantin” di BP4
KUA Kec. Mranggen (Studi Analisis Bimbingan Konseling Perkawinan.

39
Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Semarang: Insitut Agama
Islam Negeri Walisongo.

40

Anda mungkin juga menyukai