Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah
Pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan diagnosis Ny. R usia 33
tahun G2P1A0 usia hamil 39+4 minggu dengan kehamilan pre eklamsia berat.
Selain itu, Ny. R merasa cemas dengan kondisinya sekarang. Penatalaksanaan
asuhan sudah sesuai dengan standar asuhan kebidanan pada Ny. R usia 27 tahun
G2P1A0 usia hamil 39+4 minggu dengan kehamilan pre eklamsia berat yaitu
memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga,
menjelaskan pada ibu tentang tanda bahaya preeklamsia, memperbanyak minum
air putih, berkolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian tindakan dan
terapi (loading dose MgSO4), stabilisasi pasien sebelum ke ruang rawat inap dan
melakukan pendokumentasian.
Terkait asuhan yang dilakukan pada Ny. R, penulis tertarik untuk membahas
dua topik masalah yaitu pre eklamsia berat (PEB) dan kecemasan ibu dengan
kondisinya sekarang.

B. Urutan Prioritas Masalah


Dari ke dua topik asuhan yang telah ditentukan, penulis melakukan analisis
urgensi masalah dengan menggunakan metode USG yakni:
1. Urgency (dilihat dari ketersediaan waktu, mendesak atau tidaknya masalah
tersebut diselesaikan).
2. Seriousness (tingkat keseriusan masalah).
3. Growth (tingkat perkembangan masalah).
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan skala likert yakni poin 1 (sangat
kecil), 2 (kecil), 3 (sedang), 4 (besar), dan 5 (sangat besar) ditemukan hasil
penilaian sebagai berikut.
U S G
Masalah Total
(Urgency) (Seriousness) (Growth)
Pre eklamsia berat 5 5 5 15
Kecemasan ibu 4 4 4 12

C. Analisis Penyebab Masalah


1. Pre Eklamsia Berat (PEB)
James (2014) mengungkapkan bahwa pre-eklampsia biasanya terjadi
setelah 20 minggu kehamilan dan sedang gangguan multi-sistem. Itu secara
klasik didefinisikan sebagai triad hipertensi, edema, dan proteinuria, tetapi
lebih definisi modern pre-eklampsia berkonsentrasi pada peningkatan tekanan
darah kehamilan bersamaan dengan 0,3 g proteinuria per 24 jam. Edema tidak
lagi termasuk karena kurangnya kekhususan.
Menurut Astuti (2012), Pre eklampsia berat adalaah apabila tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu. Mengalami
kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg atau > 90 mmHg dalam 2x pengukuran
berjarak 1 jam, proteinuria +1 atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunujukkan hasil > 300 mg/ 24 jam. Terdapat edema umum, kaki, jari
tangan dan muka serta adanya (+) pemeriksaan protein urin. .
Pada kasus ini, Ny. R mengeluh sering pusing dan berdasarkan
pemeriksaan objektif tekanan darah ibu 148/92 mmHg, terdapat oedema pada
ekstremitas bawah, dan hasil pemeriksaan laboratorium protein urin (+++).
Hal ini menegakan diagnosa PEB pada Ny. R berdasarkan paparan teori di
atas. Menurut teori yang dikemukakan oleh Sukarni dan Sudarti (2014)
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.
Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal,
penglihatan kabur, nyeri didaerah epigastrium dan mual atau muntah. Gejala-
gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada
teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab pre eklampsia yaitu
kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa. Bertambahnya frekuensi
yang makin tuanya kehamilan, dapat terjadi perbaikan keadaan penderita
dengan kematian janin dalam uterus, timbulnya hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma (Sukarni dan Sudarti 2014).
Brauntha (2019) melalui review penelitiannya mengungkapkan bahwa
patofisiologi Pre-Eklampsia : Patofisiologi yang mendasari yang menjunjung
tinggi transisi ke, atau superposisi, preeklampsia ini tidak dimengerti; namun,
hal itu dianggap terkait dengan mekanisme penurunan perfusi plasenta yang
menginduksi disfungsi endotel vaskular sistemik. Hal ini timbul karena invasi
sitotrofoblastik yang kurang efektif dari spiral uterus arteri. Hipoksia plasenta
yang dihasilkan menginduksi kaskade peristiwa inflamasi, mengganggu
keseimbangan angiogenik faktor, dan menginduksi agregasi platelet, yang
semuanya menghasilkan pada disfungsi endotel dimanifestasikan secara klinis
sebagai sindrom preeklampsia.
Brauntha (2019) juga mengungkapkan Preeklamsia dini (EOPE – early
onset preeclampsia), terjadi sebelum 34 minggu kehamilan, diperkirakan
terutama disebabkan oleh stres syncytiotrophoblast yang menyebabkan
plasentasi yang buruk, sedangkan preeklampsia late onset (LOPE – whereas
late onset preeclmpsia), yang terjadi pada atau setelah 34 minggu, dipahami
sebagai sekunder dari plasenta yang melebihi pertumbuhannya. Perlu
disebutkan bahwa EOPE lebih sering dikaitkan dengan pembatasan
pertumbuhan janin dibandingkan LOPE, karena durasi disfungsi plasenta
yang lebih lama, hingga 27,5% wanita dapat mengembangkan hipertensi de
novo. Ini disebabkan beberapa faktor, termasuk mobilisasi cairan dari
interstitial ke ruang intravaskular, pemberian cairan dan agen vasoaktif.
Pergeseran cairan meningkatkan volume stroke dan curah jantung hingga
80%, diikuti oleh kompensasi mekanisme diuresis dan vasodilatasi, yang
melunakkan kenaikan tekanan darah. Ny. Rdalam hal ini dapat dikategorikan
suspeksibilitas LOPE yang sejak awal kehamilan dimungkinkan invasi
sitotrofoblastik yang kurang efektif dari spiral uterus arteri sehingga
berkembang menjadi salah satu disfungsi plasenta.
Pada segi urgency, seriousness dan growth masalah PEB mendapat poin 5
dikarenakan akan menimbulkan dampak munculnya diagnosa potensial
yaitu eklamsia atau kejang jika tidak ditangani dengan segera. Menurut
analisis dan pengkajian masalah dengan metode fishbone, ditemukan
beberapa akar permasalahan diantaranya:

Komplikasi obstetrik. Gangguan fungsi endotel


pembuluh darah. Regulasi volume darah, Volume
darah,hematokrit, dan viskositas darah. Aliran darah di
otak. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal. Aliran darah
uterus dan choriodesidua. Aliran darah di paru-paru. Methods Man
Aliran darah di mata. Keseimbangan air dan elektrolit.
ANC berkualitas.

Riwayat preeklamsia. Jarak


kehamilan. Usia Ibu. Faktor usia
gestasi.

Pre Eklamsia
Berat

Dukungan moril tenaga


kesehatan, suami, keluarga.
Kecemasan. Ibu pekerja.
Stress.
Status ekonomi. Pola
makan (nutrisi).

Material Environment

2. Kecemasan Ibu
Masalah yang terjadi pada Ny. Radalah merasa cemas dengan
kondisinya sekarang. Hal ini diperoleh dari data subjektif pada saat
anamnesa.
Pada segi urgency kecemasan ibu terhadap keluhan mendapat poin 4
dikarenakan akan memperparah keluhan utama ibu akibat adanya gangguan
emosional dan stress yang dialami ibu. Pada segi seriousness mendapat poin
4 dan growth mendapat poin 4. Menurut analisis dan pengkajian masalah
dengan metode fishbone, ditemukan beberapa akar permasalahan diantaranya:

Methods Man
Gagalnya saraf otak
mengontrol emosi dan takut,
metode pemberian informasi
yang kurang menarik Genetik, pendidikan yang
rendah sehingga intelektual
kurang, masalah endokrin,
gula darah rendah, motivasi
rendah, minimnya adaptasi

Kecemasan
ibu

Dukungan nakes, teman


sebaya keluarga,
lingkungan sekitar, trauma
masa kecil, krisis finansial

Minimnya sumber
informasi.
Material Environment

Menurut Mighwar (2016) penyebab kecemasan adalah kurangnya


pengetahuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan dan
pengkembangan lingkungan sosial, kurang dukungan dari orang tua, teman
sebaya atau lingkungan masyarakat sekitar, dan ketidakmampuan
menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.
Teori menurut Winkjosastro (2010) menyebutkan adanya tingkat
kecemasan yang tinggi dialami oleh ibu hamil dengan pre eklamsia,
dikarenakan ibu merasa pusing dengan tekanan darah yang melebihi normal
serta oedema pada kaki. Kebutuhan yang diberikan pada ibu hamil dengan
PEB adalah memberikan dukungan moril dan memantau tekanan darah,
oedema, dan protein urin dan potensial eklampsia atau adanya HELLP
Syndrom.

D. Alternatif Pemecahan Masalah


1. Pre Eklamsia
Dari kerangka fishbone di atas, ditemukan salah satu akar
permasalahan ialah riwayat pre eklamsia dan belum tuntasnya pengobatan ibu
pada perawatan sebelumnya. Ini merupakan faktor predisposisi terjadinya pre
eklamsia ulang.
Oleh karena itu, alternatif pemecahan masalahnya adalah
berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk memberikan terapi. Salah satu
terapi yang diberikan adalah pemberian MgSo4 untuk mencegah terjadinya
kejang dan Nifediin 3x10mg per oral.
Secara historis, berbagai agen telah digunakan secara akut
menurunkan tekanan darah, termasuk hydralazine, berbagai kalsium
penghambat saluran, metildopa, diazoxide, prostacyclin, ketanserin urapidil,
prazosin, isosorbide, dan bahkan magnesium sulfat. Paling umum digunakan
dalam beberapa tahun terakhir adalah hidralazin intravena, labetalol
intravena, dan saluran kalsium blocker (khususnya nifedipine oral kerja
pendek).
Hydralazine mungkin tidak direkomendasikan, karena berdasarkan
penelitian dua meta-analisis, telah menunjukkan bahwa wanita hamil
cenderung memiliki tekanan darah tinggi yang persisten bila diobati dengan
hydralazine. Satu ulasan juga menyarankan bahwa hydralazine dapat
mengakibatkan hipotensi yang merugikan sehingga meningkatkan SC, solusio
plasenta, oliguria, DJJ menurun dan resiko apgar score 1 menit pada BBL
yang buruk.
Upaya telah dilakukan untuk membandingkan nifedipine oral dengan
IV labetalol, meta-analisis terbaru dari tujuh penelitian hanya menemukan
penurunan yang signifikan secara statistik pada efek samping ibu iobati
dengan nifedipine dan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
dalam kontrol hipertensi persisten, morbiditas atau mortalitas ibu, atau janin
dan neonatal.
Pada preeklampsia yang berhubungan dengan edema paru, ESC
merekomendasikan penggunaan nitrogliserin yang diberikan secara intravena.
Tekanan darah harus dikurangi pada tingkat sekitar 30 mmHg selama 3-5
menit, diikuti dengan lebih lambat tingkat tekanan darah target sekitar 140/90
mmhg. Obat-obatan sebelumnya harus dilanjutkan ketika tekanan darah
meningkat dan dihentikan perlahan selama beberapa hari ketika tekanan darah
normal. Obat tekanan darah mungkin perlu dihentikan jika BP <110/70
mmHg atau pasien bergejala.
Melalui penelitiannya Hypertension in pregnancy: Pathophysiology
and treatment Brauntha (2019) menarik kesimpulan meskipun ada perbedaan
dalam pedoman, tampaknya ada konsensus bahwa hipertensi berat dan
hipertensi tidak parah dengan bukti kerusakan organ akhir perlu dikendalikan;
namun target ideal berkisar di bawah 160/110 mmHg tetap menjadi sumber
perdebatan. Hydralazine intravena, rilis langsung nifedipine, dan labetalol
intravena tetap menjadi obat pilihan untuk hipertensi berat. Oral diperpanjang
melepaskan nifedipine, labetalol oral, dan methyldopa agen lini pertama yang
diterima secara umum untuk hipertensi tidak berat. Beta-blocker dan diuretik
dapat diterima, sementara Inhibitor RAAS tetap merupakan kontraindikasi.
Selain itu, menganjurkan ibu untuk melakukan diet rendah garam,,
memantau tekanan darah, oedema, dan protein urin, merencanakan jadwal
kunjungan ulang.
2. Kecemasan ibu
Dari kerangka fishbone di atas, ditemukan salah satu akar
permasalahan ialah minimnya sumber informasi tentang pre eklamsia. Oleh
karena itu, alternatif pemecahan masalahnya yaitu memberikan informasi
tentang keadaan yang dialami ibu dan motivasi ibu untuk tidak terlalu cemas
dengan keadaannya, memberikan informasi kepada ibu tentang kemungkinan
penyebab dan tanda gejala pre eklamsia berat yang dialami ibu bahwa
penyebab pre eklamsia belum diketahui secara pasti, namun ibu perlu
mengetahui tanda bahaya pre eklamsia sehingga ibu dapat segera ke petugas
kesehatan jika mengalami tanda bahaya tersebut, memberikan motivasi pada
ibu untuk beristirahat cukup dapat membuat ibu rileks.
Berdasarkan situasi saat dilaksanakannya anamnesa keluarga ibu /
suami menampilkan wajah yang tegang dan penuh kekhawatiran, keadaan ini
juga dapat mempengaruhi keadaan psikis ibunya. Edukasi yang tepat bagi
suami / keluarga sangatlah diperlukan agar dapat mensuport ibu dan tidak
menampilkan kekhatiran berlebih karena justru akan membuat ibu lebih
khawatir.
Kecemasan yang berlebihan jika tidak di atasi akan menimbulkan
tekanan darah tetap tinggi atau malah lebih tinggi. Hal ini berhubungan
dengan adanya vasokontriksi pembuluh darah karena kecemasan yang
berlebih dan akan meningkatkan resiko lebih banyak. Salah satau alternatif
lain selain pemberian informasi tentang PEB adalah rileksasi nafas. Rileksasi
nafas yang dilakukan adalah menarik nafas secara perlahan dan
mengeluarkannya secara perlahan sehinga O2 yang dihirup lebih maksimal
dan turut melancarkan oembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi.

Anda mungkin juga menyukai