Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH ANALISIS FARMASI

“VITAMIN”

KELOMPOK 4
AUDINA PRASTIWI (191320011)
ANDI RIDHATUL ANNISA (191320012)
ELSYAHRANI RAFIKA INTAN (191320007)
ASRIANTI ( 191320016)
ARNI (191320003)

DOSEN PENGAMPU : IZAL ZAHRAN, S.Farm.,M.Sc.

MATA KULIAH ANALISIS FARMASI


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN, DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Analisis Farmasi ini tentang “VITAMIN”.

Makalah Analisis Farmasi ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat melancarkan pembuatan
makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Analisis farmasi tentang


“VITAMIN” dapat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat memberikan
inspirasi terhadap pembaca.

Palopo, 14 Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................2
C. TUJUAN DAN PENULISAN..................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGGOLONGAN VITAMIN BERDASARKAN KELARUTANNYA............3


B. STRUKTUR KIMIA DARI VITAMIN YANG LARUT AIR............................11
C. METODE ANALISIS KUANTITATIF DARI VITAMIN LARUT AIR...........14
D. STRUKTUR KIMIA VITAMIN YANG LARUT LEMAK...............................28
E. METODE ANALISIS KUANTITATIF DARI VITAMIN LARUT LEMAK....29

BAB III PENUTUPAN

A. SIMPULAN...................................................................................................33
B. SARAN ..........................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat
penting dalam gizi manusia. Banyak vitamin tidak stabil pada kondisi
pemrosesan tertentu dan penyimpanan, dan karena itu kandungan vitamin
dalam makanan yang diproses dapat sangat menurun. Vitamin sintetik dipakai
secara luas untuk menggantikan vitamin yang hilang dan untuk
mengembalikan kandungan vitamin dalam makanan. Beberapa vitamin
berfungsi sebagai koenzim yang tanpa vitamin itu enzim tersebut tidak efektif
sebagai biokatalis (deMan, 1997).
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah
yang sangat kecil dan harus disuplai dari makanan karena tubuh tidak dapat
menyintesisnya. Suatu vitamin minimal menunjukkan satu fungsi metabolik
khusus. Istilah vitamin digunakan oleh Casimir Funk pada tahun 1912 yang
meneliti tentang penyakit beri-beri. Vita menunjukkan senyawa yang
diperlukan oleh tubuh, sedangkan amine berarti mengandung nitrogen, maka
kemudian istilah amine diganti dengan amin, sehingga lebih dikenal dengan
vitamin (Muchtadi, 2009).
Secara umum pengertian vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk membantu
pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan
makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup . Walaupun
vitamin memiliki banyak jenis akan tetapi secara umum vitamin bekerja
dengan cara menggalakkan reaksi kimia tertentu dalam suatu proses
metabolisme. Jika kekurangan vitamin dapat memperbesar peluang terkena
penyakit pada tubuh kita.
Ada dua golongan vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin
A, D, E, dan K. sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah B (thiamin,

1
riboflavin, niacin, piridoksin, asam pantothenat, biotin, sianokobalamin,
choline, inositol) dan vitamin C. Kedua golongan vitamin ini mempunyai sifat
umum yang berbeda-beda. Ada beberapa senyawa yang berhubungan dengan
vitamin, yaitu antivitamin, yang kerjanya dapat merusak struktur vitamin, dan
antagonis vitamin, yang kerjanya dapat dapat berkompetisi dengan vitamin
(Proverawati, 2011).
Vitamin bukanlah sumber energi, tetapi vitamin melakukan fungsi
regulator (pengatur). Vitamin bekerja sama dengan enzim dalam beberapa
reaksi kimia. Vitamin juga penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan
kesehatan, dan reproduksi. Vitamin harus ada dalam tubuh manusia walaupun
hanya dalam jumlah kecil karena memiliki fungsi khusus dan tidak dapat
digantikan (Pratiwi, 2007). Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu
mengkonsumsi vitamin dalam kadar yang dibutuhkan oleh tubuh. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis vitamin, salah satu
dengan metode kuantitatif. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
“Vitamin” kami gunakan sebagai judul dari makalah kali ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja penggolongan vitamin berdasarkan kelarutannya?
2. Bagaimana struktur-struktur kimia dari vitamin yang larut air?
3. Jelaskan apa saja metode analisis kuantitatif dari vitamin yang larut air?
4. Bagaimana struktur-struktur kimia dari vitamin yang larut lemak?
5. Jelaskan metode analisis kuatitatif dari vitamin yang larut lemak?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa saja penggolongan vitamin berdasarkan
kelarutannya
2. Mengetahui struktur kimia dari vitamin larut air
3. Memahami apa saja metode analisis kuantitatif dari vitamin yang larut air
4. Mengetahui struktur kimia dari vitamin yang larut lemak
5. Mengetahui metode analisis kuantitatif dari vitamin larut lemak

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGGOLONGAN VITAMIN BERDASARKAN KELARUTANNYA


A. Klasifikasi Vitamin
Untuk mengklasifikasi vitamin sulit didasarkan pada struktur dan
sifat spesifik kimanya, maka diambil satu kesepakatan mengenai
klasifikasi vitamin berdasarkan pada sifat kelarutannya didalam dua jenis
pelarut, yaitu (Hardjasasmita dan Bioch, 1995).

1. Air
2. Minyak atau pelarut lemak.

Berdasarkan kelarutannya, vitamin dibagi menjadi dua golongan


utama, yaitu (Sirajuddin dkk, 2011).

1. Vitamin yang larut dalam air, meliputi vitamin B dan C. Menurut


Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim
(procoenzym). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas dalam badan,
darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin yang larut
dalamair mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau
terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin
ini disimpan dalam julah terbatas dan kelebihan vitamin akan
dikeluarkan atau diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu, untuk
mempertahankan saturasi jaringan vitamin ini harus sering dikonsumsi.
2. Vitamin yang larut dalam lemak, meliputi vitamin A,D,E, dan K.
Golongan vitamin yang larut dalam lemak disebut alosterin. Setelah
diserap dalam tubuh, vitamin akan disimpandalam jaringan-jaringan
lemak, terutama hati. Karena sifatnya tidak larut dalam air, vitamin-
vitamin demikian tidak dieksresikan. Akibatnya, didalam tubuh dapat
disimpan dalam jumlah banyak, sehingga kemungkinan terjadinya

3
toksisitas jauh lebih besar daripada vitamin yang larut dalam air. Sifat-
sifat umum vitamin larut lemak dan vitamin larut air

Sifat-sifat umum vitamin larut lemak dan vitamin larut air Vitamin
Larut Lemak :

(Almatsier,2010)

B. Vitamin Larut Lemak


Setiap vitamin larut lemak A, D, E, dan K mempunyai peranan faali
tertentu di dalam tubuh. Sebagian besar vitamin larut lemak diabsorbsi
bersama lipida laindidalam usus. Absorbsi membutuhkan cairan empedu
dan pankreas. Vitamin larut lemak diangkut kehati melalui sistem limfe
sebagai bagian dari lipoprotein disimpan di berbagai jaringan tubuh
danbiasanya tidak dikeluarkan melalui urin (Almatsier, 2010).

4
1. Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan.
Secara luas, vitamin Amerupakan nama generik yang menyatakan
semua retinoid dan prekursor/ provitamin A karotenoid yang
mempunyai aktivitas bologik sebagai retinol (Almatsier, 2010).
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, terdapat dalam
minyak ikan, keju, kuning telur, sayuran berwarna hijau dan kemerah
merahan, seperti tomat dan wortel. Vitamin A adalah vitamin larut
lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan
nama generic yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/
provitamin A/ karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai
retinol (Roseline,2010). Vitamin A merupakan salah satu zat gizi
penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat
dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (esensial).
Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan
meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Roseline,2010).
Preformed vitamin A adalah senyawa-senyawa organik dengan
cincin ionon beta. Diantaranya: vitamin A alkohol (retinol), vitamin A
aldehid (retinal) dan vitamin a asam (retinoat). Vitamin A1 adalah
vitamin A aldehid, vitamin A2 adalah 3-dehidroretinol. Performed
vitamin A terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan
sedangkan provitamin/prekursor A terdapat dalam makanan nabati.
Semua prekursor vitamin A mengandung cincin ionon-beta, misalnya
karoten beta mengandung 2 cincin ionon beta (Hardjasasmita dan
Bioch, 1995). Vitamin A mencakup peranan penting, yaitu
(Hardjasasmita dan Bioch, 1995)
a. Proses penglihatan
Rhodopsin dari vitamin A merupakan pigmen retina untuk
penglihatan pada kurang cahaya atau redup, terdapat di sel

5
batang retina. Bila kekurangan vitamin A, terdapat gangguan
pembentukan rhodopsin, berarti tidak dapat beradaptasi
dengan keadaan kurang cahaya, keluhan dini anak yang
mengalami kekurangan vitamin A , ialahanak sering terjatuh
pada senja hari. Kelainan ini dinamakan rabun senja
(nyctalopia, night blindness, kotok ayam, kotokeun).
b. Proses metabolisme umum
Erat sekali hubungannya dengan proses metabolisme protein.
1) Integritas epitel, padadefisiensi vitamin A, timbul
gangguan struktur maupun fungsi epithelium, terutama
berasal dari ektoderm.
2) Pertumbuhan, pada defisiensi vitamin A timbul
hambatan pertumbuhan karena terjadi sintesis protein.
Gejala, terutama timbul pada balita.
3) Permeabilitas membran, vitamin a mengatur
permebilitas membran baik membran sel maupun organ
sel, sehingga mengatur keperluan nutrien sel.
4) Pertumbuhan gigi, vitamin A sangat berpengaruh pada
meloblast dan juga pada odontoblest, masing-masing
berperan pada pembentukan email dan dentin gigi. Bila
kekurangan vitamin A, maka email dan dentin bersifat
sensitif pada kariogenik
5) Produksi hormon steroid, vitamin A mempunyai
peranan pada sintesis hornmon steroid, terutama steroid
hormon yang mengatur keseimbangan garamdan
berhubungan dengan kehamilan.
c. Proses Reproduksi
Pada binatang percobaan terbukti bahwa defisiensi vitamin
A menimbulkan kemandulan. Kelainan ini tidak dapat
diperbaiki dengan pemberian asam Retinoat.

6
2. Vitamin D
Vitamin D adalah sekumpulan senyawa mengandung inti sterol.
Dihasilkan dari provitamin D yakni Ergosterol, berasal dari tanaman
ergot dan 7-dehidrokolesterolyang berasal dari binatang. Vitamin D
bertindak sebagai prohormon, karena mengalami reaksi hidroksilasi
berturut-turut di hati menjadi 25-OH vitamin D3 dan diginjal menjadi
vitamin D3 yang bertindak sebagai hormon (Hardjasasmita dan Bioch,
1995). Ada dua jenis vitamin D yaitu vitamni D2 (ergokalsiferol) dan
vitamin D3 (kolekalsiferol). Sumber vitamin D2 terdapat dalam bahan
nabati seperti ragi dan jamur, sedangkan vitamin D3 terdapat dalam
minyak hati ikan (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Kerja utama
vitamin D adalah menikkan absorbsi kalsium dan fosfor dari usus.
Vitamin D juga mempengaruhi pengendalian fosfat oleh ginjal,
meningkatkan kecepatan, pertumbuhan dan resorpsi mineral dalam
tulang. Vitamin d juga bertanggung jawab untuk membantu mobilisasi
kalsium dari tulang, menimbulkan peningkatan biosintesis protein
yang diperlukan untuk mobilisasi dan transpor kalsium pada sisi-
sisibatas vili epitel usus. Fungsi-fungsi vitamin D mirip dengan fungsi
hormon, sehingga cnderung sebagai suatu hormon dibanding vitamin
(Harper dkk, 1979)

3. Vitamin E
Vitamin E atau Tokoferol berasal dari kata Tokos berarti kelainan
dan pherein berarti mengandung, sehingga vitamin E dihubungkan
dengan fertilitas. Vitamin E dapat berupa minyak, tidak dapat
dikristalkan, vikositasnya tinggi, tahan terhadap suhu, alkali, asam dan
reduktor alamiah yang kuat(antioksidan), digunakan sebagai pelindung
terhadap peroksidajaringan (Hardjasasmita dan Bioch, 1995).Sifat

7
kimia vitamin E adalah sifat antioksidan. Vitamin E menghambat
kerusakan jaringan paru-paru dari oksidan oksidan udara seperti udara
yang bercampur asap dan kabut. Vitamin E juga dapat mencegah
anemia hemilotik, odem, dan kelainan-kelainan tertentu pada kulit.
Selain itu penambahan vitamin E menimbulkan daya penvegahan atau
memberi perlindungan yang sempurna terhadadap neksrosis hati
(Harper, 1979).

4. Vitamin K (Menadion)
Vitamin K adalah sekumpulan senyawa dengan anti quinon,
vitamin K misalnya vitamin K-1 berasal dari tanaman, vitamin K-2
barasal dari ikan dan daging, vitamin K-3 berasal dari bakteri kolon.
Fungsi vitamin K adalah mengkatalisis sintesis protombin di hati, dan
berperan dalam pembentukan faktor-faktor penggumpalan darah
(Hardjasasmita dan Bioch, 1995). Konsentrasi vitamin K tertinggi
ditemukan dalam hati. Jumlah yang lebih sedikit terdapat dalam
saluran pencernaan, otot rangka, dan plasma. Vitamin K tedapat dalam
rumput alfalfa, sayuran berdaun hijau seperti bayam, kubis, daun serta
kembang kol, kacang polong, padi-padian, kuning telur, keju dan
tomat. Susu sapi merupakan sumber vitamin K yang sedikit lebih baik
dari ASI. Vitamin K diperlukan sekitar 0,03 mg per kg berat badan
(Harper, 1979). Defidiensi vitamin K karena makanan sangat jarang
terjadi karena vitamin ini tersabar luas dalam makanan dan
mikroorganisme usus mengintesis banyak vitamin K2 dalam usus.
Defisiensi dapat terjadi akibat obat-obatan dan adanya salisilat yang
dapat berperan sebagai antagonis vitamin K, yang menyebabkan
pengurangan pembentukan protrombin. Defisiensi vitamin K
menyebabkan yaitu pendarahan yang tidak dapat dikendalikan
(Harper, 1979).

C. Vitamin Larut Air

8
Vitamin yang larut air disebut prakoenzim. Vitamin-vitamin ini
dapat bergerak bebas dalam badan, darah dan limfa. Karena sifat
kelarutannya, vitamin yang larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan
dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di
dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan
vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan saturasi jaringan vitamin ini harus dikonsumsi.
Kebanyakan vitamin yang larutdalam air berperan sebagi kofaktor enzim
tertentu dalam mengkatalisis berbagai reaksi biokimia. Vitamin larut
dalam air meliputi vitamin B dan C (Irianto, 2004).

1) Vitamin B
Vitamin B komplek umumnya didapatkan bersama-sama dalam
makanan misalnyagandum,sayuran dan biji-bijian. Dalam larutan
netral atau alkalis, vitamin B mudah rusak tetapi tahan terhadap asam
dan suhu tinggi. Umumnya dapat pula dirusak oleh cahaya, zat-zat
pengoksidasi, dan radiasi sinar ultraviolet.Vitamin B komplek terdiri
dari (Hardjasasmita dan Bioch, 1995).
a. Tiamin, dinamakan pula sebagai vitamin B1, zat anti beri-beri,
vitamin antineuritis, aneurin.
b. Riboflavin, dinamakan pila sebagai vitamin B2, laktoflavin
c. Niasin, dinamakan pula sebagai PP-factor dari godberger
(pellagra preventivefactor dari golongan goldberger), asam
nikotinnat.
d. Piraodiksin, dinamakan pula sebagai vitamin B6, faktor
antidermatis tikus.5.Asam Pantothenat, dinamakan pula sebagai
faktor filtrat, asam faktor antidermatis.
e. Asam Lipoat, dinamakan pula sebagai asam tioktat, protogen,
faktor pengganti asetat.
f. Biotin, dinamakan pula sebagai vitamin H, anti egg white
injury factor.

9
g. Golongan asam folat, dinamakan sebagai factor lactobacillus
casei hati, vitamin Mfaktor streptocus lactis R, SLR, vitamin
Bc, fermentation residue faktor, asam pteriglutamat
h. Inositol, dinamakan pula sbagai faktor antialopesia tikus.
i. Asam para amino benzoat, dinamakan sebagai PABA
j. Vitamin B12, dinamakan pula siaonokobalamin, kobamida,
faktor anti anemia pernisiosa, faktor ekstrensik castle.
Vitamin B kompleks merupakan kofaktor dalam berbagai reaksi
enzimatik yang terdapat di dalam tubuh kita. Vitamin B yang penting
bagi nutrisi manusia adalah Tiamin (vitamin B ), Riboflavin (vitamin
B2), Niasin (asam nikotinat nikotinamida, vitamin B ), Asam
pantotenat ( vitamin Bs), Vitamin B6 (piridoksin pridoksal
piridoksamin ), Biotin, Vitamin B12 (kobalamin) dan Asam folat.
Karena kelarutannya dalam air kelebihan vitamin ini akan
diekskresikan ke dalam urin dan dengan demikian jarang tertimbun
dalam konsentrasi yang toksik.Penyimpanan vitamin B kompleks
bersifat terbatas (kecuali kobalamin) sebagai akibatnya vitamin B
kompleks harus dikomsumsi secara teratur (Rusdiana, 2004)
Biotin merupakan derivat imidazol yang tersebar luas dalam
berbagai makanan alami. Karena sebagian besar kebutuhan manusia
akan biotin dipenuhi oleh sintesis dari bakteri intestinal, defisiensi
biotin tidak disebabkan oleh defisiensi dietarik biasa tetapi oleh cacat
dalam penggunaan biotin merupakan koenzimn pada berbagai enzim
karboksilase (Rusdiana, 2004).

2) Vitamin C
Vitamin C dinamakan pula asam askorbat , berupa kristal putih,
mempunyai rasa asam, tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C mudah
rusak, karna dioksidasi oksigen udara; stabil dalam bentuk kristal
kering. Strukturnya mirip struktur monosakarida, mengandunggugus
enediol yang melepaskan hidrogen terbentuklah dehidroaskorbat.

10
Asam askorbat dan dehidroaskorbat, kedua-duanya fisiogis aktif
(Hardjasasmita dan Bioch, 1995).Asam askorbat berperan dalam
metabolisme, dapat disintesis pada berbagai tumbuhan dan padasemua
binatang. Asam askorat bersifat reduktor, maka dapat digunakan
sebagai antioksidan. Disamping itu sebagai antioksidan, vitamin C
diperlukan untuk kesehatan substansi matriks jaringan ikat, integritas
epitel melalui zat perekat antar sel, berperan dalam pertumbuhan
tulang dan gigi, kesehatan epitel pembuluh darah, dan menurunkan
kadar kolesterol (Harper, 1979).Sumber vitamin C yang baik adalah
buah-buahan dan sayuran segar. Bagian buah dengan kandungan
vitamin c terbanyak adalah bagian kulitnya, kemudian bagian daging
buahnya dan terakhir bijinnya. Kekurangan vitamin C menimbulkan
kelainan klinis berupa skrobut, menimbulkan kelainan pada rongga
mulut, terutama gusi, pembuluh darah kapiler dan jaringan tulang
(Hardjasasmita dan Bioch, 1995)

2. STRUKTUR KIMIA DARI VITAMIN YANG LARUT AIR

a) Vitamin B1 (Tiamin)

b) Vitamin B2 (Riboflavin)

11
c) Vitamin B3 (Niasin)

d) Vitamin B7 (Biotin)

e) Vitamin B9 (Asam Folat)

f) Vitamin B12 (Sianokobalamin)

12
3. METODE ANALISIS KUANTITATIF DARI VITAMIN LARUT AIR
A. Pengertian Vitamin Larut Air
Vitamin larut air dapat diekskresikan ke dalam urine sehingga takaran
yang besar tidak membahayakan kesehatan. Akan tetapi jenis vitamin larut
air biasanya lebih sering ditemui kasus kekurangan pada manusia. Adapun
yang termasuk vitamin larut air ini adalah vitamin B Kompleks dan
vitamin C, vitamin B yang dimaksud terdiri dari vitamin B1 (tiamin), B2
(riboflavin), B3 (niasin), B7 (biotin), B9 (asam folat) dan B12
(sianokolabamin).
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut
prakoenzim (procoenzym). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas
dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin yang
larut dalamair mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau
terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini
disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan
atau diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu, untuk mempertahankan
saturasi jaringan vitamin ini harus sering dikonsumsi. Kebanyakan vitamin
yang larut dalam air berperan sebagi kofaktor enzim tertentu dalam
mengkatalisis berbagai reaksi biokimia. Vitamin larut dalam air meliputi
vitamin B dan C (Irianto, 2004).

13
B. Metode Analisis Kuantitatif
1) Vitamin C
Analisis kuantitatif dari vitamin C dapat dilakukan dengan beberapa
metode, diantaranya:
a. Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri yaitu,
suatu cara atau metode , yang menggunakan larutan yang disebut
titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila
larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan
sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini
adalah dengan mol NaOH = mol asam Askorbat
(Sastrohamidjojo,2005).
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan memasukkan
sampel ke dalam tabung erlenmeyer sebanyak 100 mL. Selepas itu,
ambil 5mL larutan vitamin C sebagai titran. Kemudian, teteskan
indicator sebanyak 0.15 mL. Akhirnya, NaOH sehingga tampak
perubahan warna. Amati perubahan warna dan catatkan volume
NaOH. Uji positif timbul warna kuning ( Pauling, 1970 ).

b. Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)


Analisis Vitamin C juga dilakukan dengan metode titrasi 2,6 D
(Dichloroindophenol) yang dimulai pada tahun 1964 dan berakhir
pada tahun 1966. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan
asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam
katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang
dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat
mahal (Helrich, 1990).
Prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol
yaitu menetapkan kadar vitamin C pada bahan pangan berdasarkan
titrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol dimana terjadinya reaksi
reduksi 2,6-diklorofenol indofenol dengan adanya vitamin C dalam

14
larutan asam. Asam askorbat mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol
dalam suatu larutan yang tidak berwarna. Titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna menjadi merah muda dalam kondisi asam
(Bintang, 2010).
Reaksi yang terjadi antara reagen dengan sampel saat
pengujian yaitu reaksi reduksi 2,6-diklorofenol indofenol dengan
vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat akan mendonorkan
satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat
reaktif. Selanjutnya semidehidroaskorbat mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak
stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat
dan asam treonat (Hashmi, 2004).
Kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode
titrasi 2,6-diklorofenol dibandingkan dengan metode lain yaitu zat
pereduksi lain tidak menganggu penetapan kadar vitamin C. Selain
itu reaksi terjadi secara kuantitatif sehingga dapat diketahui jumlah
atau kadarnya. Disamping itu metode ini juga praktis dan spesifik
untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Pada pH rendah atau
suasana asam akan memberikan hasil yang lebih akurat
dibandingkan dalam suasana netral atau basa. Oleh karena itu,
metode titrasi ini paling banyak digunakan untuk analisis kadar
vitamin C dibandingkan metode lain (Legowo, 2004).

c. Metode Spektrofotometri
Berbagai macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar
vitamin C. Penelitian dengan menggunakan metode
spektrofotometri dilakukan pada tahun1966 sampai dengan tahun
1967 (Helrich,1990). Spektrofotometri ultra violet adalah bagian
dari teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM
(radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar

15
tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer.
Spektrofotometer UV adalah alat yang digunakan untuk
mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer terdiri
dari alat spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu manakala
fotometer pula adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan. Spektrofotometer pula digunakan
untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, diemisikan atau direfleksikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang (Skoog, 1996).
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar
tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi
untuk mengukur perbedaan absorbsi diantara blanko dengan
cuplikan ataupun pembanding. Penggunaan spektrofotometri UV
melibatkan energ elektronik yang cukup besar pada molekul yang
dianalisis, sehingga penggunaan spektrofotometri UV lebih banyak
dipakai, untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
(Dachriyanus, 2004).
Cara menentukan kadar vitamin C adalah dengan menimbang
2 g sampel vitamin C yang telah dihaluskan. Larutkan sampel
tersebut dalam 50 mL aquadest kemudian menanda batas larutan
dalam labu takar 250mL. Setelah itu larutan diencerkan hingga 200
kali, kemudian absorbansi diukur pada panjang gelombang
maksimum.

d. Metode DPPH
Metode DPPH merupakan metode in vitro yang memberikan
informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal
stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang

16
517nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas
menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian
menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah
elektron yang diambil (Sunarni,dkk.,2007).
Metode ini sering dipilih sebagai metode pengujian aktivitas
antioksidan karena sederhana, mudah, cepat, peka dan memerlukan
sedikit sampel. Metode ini hanya membutuhkan senyawa DPPH
yang bersifat stabil dan senyawa pembandingan seperti vitamin A,
vitamin C dan vitamin E. Selain itu, metode ini tidak memerlukan
substrat karena radikal bebas sudah tersedia secara langsung untuk
menggati substrat (Packer dkk, 2002).
Hasil dapat diamati dengan perubahan larutan dari ungu
menjadi kuning. Perubahan warna menunjukkan bahwa DPPH
telah tereduksi oleh proses donasi hydrogen atau electron dari
senyawa antioksidan sehingga warnanya berubah dari violet ke
kuning dan DPPH tidak memberikan serapan pada panjang
gelombang 517 nm ( Yamaguchi, 1998).

e. Metode Titrasi Iodium


Titrasi lain yang dapat dilakukan adalah titrasi Iodium. Metode
ini juga paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan
tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini
memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C
dan memakai amilum sebagai indikatornya. (Wijanarko, 2002).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada
titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Prosedur penetapan kadar vitamin C secara iodimetri: Sekitar
400mg asam askorbat yang ditimbang seksama dilarutkan dalam
campuran yang terdiri atas 100mL air bebas oksigen dan 25mL

17
asam sulfat encer. Larutan dititrasi dengan iodium 0.1N
menggunakan indikator kanji sampai terbentuk warna biru. Larutan
standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu
yang lama (Day & Underwood, 1981) Tembaga murni dapat
digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan
dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan
tembaga. (Day & Underwood, 1981).
Metode iodometrik menggunakan dua jenis indikator, yaitu
kanji dan Iodin yang dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya
sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang
intensitas untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan
kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji
bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodine. Dalam
beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksida yang kuat
dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan
mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksida
yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin,
Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.
Titrasi Iodium juga adalah salah satu metode analisis yang
dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin C. Dimana,
suatu larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi
oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam sampel habis teroksidasi,
kelebihan Iodium akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum
yang dalam suasana basa berwarna biru muda. Kadar vitamin C
dapat diketahui dengan perhitungan 1ml 0,01 N larutan Iodium =
0,88 mg asam askorbat. Kekurangan dari metode ini yaitu ketidak

18
akuratan nilai yang diperoleh karena vitamin C dapat dipengaruhi
oleh zat lain (Wijanarko, 2002).

2) Vitamin B kompleks (Fenti dkk, 2018)


a. Vitamin B1 (Tiamin)
Prinsip : Ekstraksi dan hidrolisis enzimatis dari ester-ester tiamin
fosfat dan pembersihan. Metode ini didasarkan pada pengukuran
fluoresensi dari bentuk oksidasi tiamin (tiokrom).

Metode Alkalimetri :
Adanya hidroklorida pada tiamin hidroklorida dapat dititrasi
dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator brom
timol biru.
Prosedur penetapan kadar tiamin hidroklorida dengan metode
alkalimetri :
1. Lebih kurang 500 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang
seksama, dilarutkan dalam 75 mL air bebas CO2 lalu dititrasi
dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator brom timol biru.
Tiap mL NaOH 0,1 N setara dengan 33,70 gram tiamin
hidroklorida.
2. Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara
alkalimetri adalah sama dengan berat molekulnya (BM). Hali
ini disebabkan karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida bereaksi
dengan 1 mol NaOH.

Metode Argentometri
Adanya klorida dalam tiamin hidroklorida dapat ditetapkan secara
argentometri dengan menggunakan metode Volhard. Pada
penetapan dengan metode Volhard suasananya harus asam sebab
jika suasananya basa maka akan terjadi reaksi antara perak nitrat
dengan basa membentuk Ag(OH) yang pada tahap selanjutnya akan

19
membentuk endapan putih Ag2O, akibatnya perak nitrat tidak
hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga bereaksi dengan basa.
Prosedur penetapan kadar vitamin B1 secara argentometri :
1. Lebih kurang 100 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang
secara seksama dilarutkan dalam 20 mL air. Larutan diasamkan
dengan asam nitrat encer dan ditambah 10 mL perak nitrat 0,1
N. Endapan yang terjadi disaring dan dicuci dengan air sampai
tidak mengandung klorida. Filtrat selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku ammonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator
besi (III) amonium sulfat. Tiap mL perak nitra 0,1 N setara
dengan 16,86 mg tiamin hidorklorida.
2. Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara
argentometri adalah setengah dari berat molekulnya (BM/2). Ini
disebabkan karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida (yang
mengandung 2 Cl-) bereaksi dengan 2 mol AgNO3.

Metode Gravimetri
Tiamin dalam tablet vitamin B1 dan dalam injeksi dapat ditetapkan
secara gravimetri dengan cara mengendapkan larutan tiamin
menggunakn asam silikowolframat.
Prosedur penetapan kadar tiamin dengan metode gravimetri :
Sejumlah tertentu tablet yang telah ditimbang secara seksama dan
setara dengan lebih kurang 50 mg tiamin hidroksida, diencerkan
dengan air secukupnya hingga 50 mL lalu ditambah 2 mL asam
klorida pekat dan dipanaskan hingga mendidih. Pada larutan yang
telah mendidih ini selanjutnya ditambah dengan cepat tetes demi
tetes 4 mL asam silikowolframat yang baru disaring lalu dididihkan
selama 4 menit. Larutan disaring melalui penyaring kaca masir lalu
dicuci dengan 50 mL campuran mendidih yang terdiri atas 1 bagian
volume asam klorida pekat dan 19 bagian air yang mengandung
asam silikowolframat 0,2% (b/v), kemudian dicuci 2 kali tiap kali

20
dengan 5 mL aseton. Sisa dikeringkan pada suhu 105oC selama
satu jam lalu didinginkan selama 10 menit dan dibiarkan dalam
eksikator di atas larutan asam sulfat 38% dan ditimbang. Tiap gram
sisa setara dengan 192,9 mg tiamin hidroklorida.
Perhitungan Kadar :
Perhitungan kadar vitamin B1 dapat dihitung dengan rumus :

Dimana volume AgNO3 adalah volume hasil titrasi dan untuk


Normalitas AgNO3 adalah hasil standarisasi larutan AgNO3
dengan NaCl kemudian dikalikan dengan mg kesetaraan vitamin
B1 dan hasilnya dibagi dengan Normalitas kesetaraan AgNO3 yang
dikalikan dengan berat penimbangan NaCl lalu dikalikan 100%.
Dimana Tiap ml larutan AgNO3 0,1 N setara dengan 16,86 vitamin
B1.

b. Vitamin B2 (Riboflavin)
Prinsip : Ektraksi, pembersihan dan kompensasi adanya substansi
pengganggu dan ditentukan dengan fluorometer
Metode spektrofotometri :
Larutan riboflavin dalam pH 4,0 menunjukkan absorbs maksimum
(λ maks) pada 444 nm. Cara ini digunakan untuk menetapkan
kemurnian riboflavin atau untuk penetapan riboflavin dilakukan
dengan cara terlindung dari cahaya.
Prosedur penetapan kadar riboflavin tunggal secara
spektrofotometri : Sekitar 100 mg riboflavin yang ditimbang
seksama dilarutkan dengan pemanasan dalam campuran 2 mL asam
asetat glacial dan 150 mL air. Larutan selanjutnya diencerkan
dengan air, didinginkan, ditambah air secukupnya hingga 1000 mL.

21
pada 10,0 mL larutan ditambah 3,5 mL natrium asetat 0,1 M
kemudian ditambah air secukupnya hingga 100 mL. kadarnya
dihitung dengan menggunakan riboflavin baku sebagai
pembanding.

c. Vitamin B3 (Niasin)
Prinsip : Prinsip penentuan analisis didasarkan pada tingkat
kemampuan larutan vitamin B3 untuk mengabsorbsi beberapa jenis
panjang gelombang.
Metode Spektrofotometer :
1. Preparasi Sampel, Timbang sampel (kira-kira mengandung 0,1
mg niasin) dan tambahkan NH2SO4, autoklaf selama 1 jam
dan dinginkan. Atur pH sampai 6,8 dan encerkan sampai
volume konsentrasi 0,1 g niasin/mL. campur dan saring.
2. Preparasi tabung pengujian, Pengulangan sedikitnya
menggunakan 0,5, 1,0, 2,0, 3,0, 4,0 dan 5,0 mL sampel
kemudian tambahkan air sampai mencapai 5 mL. Tambahkan
5 mL Difco Basal medium untuk niasin ke dalam masing-
masing tabung, autoklaf selama 10 menit pada suhu 121 oC
dan dinginkan
3. Preparasi standar Sama dengan preparasi pengujian Standar =
larutan yang mengandung 0,1 μL/mL niasin Inokulasi dan
inkubasi (37 oC, 16-18 jam) Tambahkan 1 tetes inokulum ke
masing-masing tabung, tutup tabung dan inkubasi pada suhu
37 oC selama 16-18 jam sampai kekeruhan maksimum pada
tabung dengan konsentrasi niasin paling tinggi.
4. Pengukuran Absorbansi diukur pada panjang gelombang 540-
660 nm.

Perhitungan Kadar : Penentuan kadar Vitamin B3 dilakukan


dengan mengukur tingkat kemampuan absorbansi larutan vitamin

22
dengan berbagai panjang gelombang dan konsentrasi berbeda-beda
sehingga dapat dibuat kurva linear dengan menggunakan nilai
hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi larutan.

d. Vitamin B7 (Biotin)
Prinsip : Ektraksi, pembersihan dan kompensasi adanya substansi
pengganggu dan ditentukan dengan fluorometer
Metode spektrometri : Larutan riboflavin dalam pH 4,0
menunjukkan absorbs maksimum (λ maks) pada 444 nm. Cara ini
digunakan untuk menetapkan kemurnian riboflavin atau untuk
penetapan riboflavin dilakukan dengan cara terlindung dari cahaya.
Prosedur penetapan kadar riboflavin tunggal secara
spektrofotometri : Sekitar 100 mg riboflavin yang ditimbang
seksama dilarutkan dengan pemanasan dalam campuran 2 mL asam
asetat glacial dan 150 mL air. Larutan selanjutnya diencerkan
dengan air, didinginkan, ditambah air secukupnya hingga 1000 mL.
pada 10,0 mL larutan ditambah 3,5 mL natrium asetat 0,1 M
kemudian ditambah air secukupnya hingga 100 mL. kadarnya
dihitung dengan menggunakan riboflavin baku sebagai
pembanding.

e. Vitamin B9 (Asam Folat)


Prinsip : Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin B9 adalah
menggunakan beberapa larutan yaitu larutan sampel, larutan
standar, dan eluent dengan metode identifikasi dengan cara
menginjeksi larutan standar dan larutan sampel ke dalam sistem
HPLC.
Metode dan Tahapan Analisis :
1. Pembuatan Fase Gerak

23
a) Ditimbang seksama 1640 mg natrium asetat dengan
menggunakan neraca analitik (untuk volume 2 L larutan
MPh).
b) Dimasukan ke dalam beaker glass 2000 mL.
c) Dilarutkan dengan 1800 mL purified water, kemudian diaduk
dengan magnetic stirer.
d) Diatur pH dengan menambahkan asam asetat glasial hingga
mencapai pH 3,0.
e) Ditambahkan purified water hingga volume mencapai 2000
mL. Kemudian jadilah larutan
f) Diambil 1800 mL larutan 1 dengan menggunakan gelas ukur
2000 mL.
g) Ditambahkan asetonitril sebanyak 200 mL, kemudian
dikocok hingga larutan homogen.
h) Disaring ke dalam botol dengan menggunakan millipore 0,45
mm.
2. Preparasi Standar
a) Ditimbang seksama 100 mg standar folic acid dengan
menggunakan neraca analitik.
b) Dimasukan kedalam labu ukur 250 mL.
c) Diencerkan dengan larutan buffer citrate secukupnya,
kemudian dilarutkan dengan buffer citrate hingga tanda
batas labu ukur. (Standar 1).
d) Dipipet 5 mL dari standar 1 kedalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan larutan buffer citrate hingga
tanda batas labu ukur. (Standar 2).
e) Dipipet 2.5 mL dari standar 2 kedalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan larutan buffer citrate hingga
tanda batas labu ukur. (Standar 3).
f) Masing-masing standar disaring dengan filter 0,45 μm
kedalam vial HPLC untuk dianalisis.

24
3. Preparasi Sampel
a) Ditimbang seksama 6 tablet sediaan obat yang akan
dianalisis.
b) Ditaruh pada cawan petri dan diberi nomor sesuai urutan
saat penimbangan.
c) Dilakukan penghitungan rata-rata bobot dalam 1 tablet.

4. Pengkondisian HPLC
Dilakukan pencucian kolom HPLC sebagai berikut :
a) Dicuci Kolom Utispher HDO C18 125×4,6 mm dengan
Asetonitril 70% selama 45 menit.
b) Dicuci Kolom Utispher HDO C18 125×4,6 mm dengan
Metil Alkohol 10% selama 45 menit.
c) Dicuci Kolom Utispher HDO C18 125×4,6 mm dengan
MPh selama 45 menit.
5. Uji Disolusi
a) Siapkan alat disolusi, RPM diatur menjadi 75 rpm.
b) Isi alat disolusi dengan air sampai batas, kemudian tunggu
suhu mencapai 37˚C.
c) Setelah suhu mencapai 37˚C masukkan sampel sesuai
nomor urutan, dimulai dari nomor 1, kemudian beri selang 1
menit untuk sampel berikutnya hingga sampel nomor 6.
d) Setelah dimasukkan sampel terakhir kemudian nyalakan
timer atur waktu 60 menit.
e) Setelah 60 menit ambil larutan dari basket 1 menggunakan
syringe dan masukkan ke dalam tabung nomor 1. Pada
menit berikutnya ulangi langkah tersebut pada basket nomor
2 dan masukkan pada tabung nomor 2, lakukan sampai
basket nomor 6.

25
f) Pipet 2 mL larutan masing-masing dari tabung nomor 1
sampai 6 kemudian dimasukkan pada tabung nomor 7 dan
dicampur.
g) Saring masing-masing tabung dan masukkan ke dalam vial
HPLC dan beri sesuai nomor.
h) Masukkan Buffer Citrate ke dalam vial HPLC sebagai
larutan kontrol (eluent).
i) Kemudian Masukkan kedalam HPLC dengan urutan vial
yaitu vial eluent, vial standar 1, vial standar 2, vial standar
3, vial sampel 1, vial sampel 2, vial sampel 3, vial sampel 4,
vial sampel 5, vial sampel 6, vial sampel 7, vial standar 1,
vial standar 2, vial standar 3, dan vial eluent.
6. Identifikasi
Diinjeksikan 20 μL larutan standar dan larutan sampel ke dalam
sistem HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
Perhitungan Kadar
Perhitungan penetapan kadar vitamin B9 menggunakan rumus :

f. Vitamin B12 (Sianokobalamin)


Prinsip : Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin B12
adalah ekstraksi vitamin kobalanin dengan asam asetat. Sampel dan
standar perbandingan yang mengandung vitamin kobalanin disuntik
ke kolom HPLC pada panjang gelombang yang telah ditentukan.
Metode dan Tahapan Analisis : Ekstraksi vitamin B12 diawali
dengan penimbangan sampel sebanyak 2-5 g yang mangandung
sekitar 40 mikrogram vitamin B12 dimasukkan ke dalam tabung

26
reaksi tertutup. Buffer asetat sebanyak 20 mL dan 0,2 mL larutan
kalium sianida ditambahkan pada tabung reaksi. Tabung
dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 30 menit, lalu
ddinginkan dan diencerkan sampai 50 mL air suling dan disaring
dengan kertas Whatman 42. Homogenisasi selama 5 menit dengan
ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin.
Penambahan 25 mL metanol, dan tepatkan sampai volume 50 mL
dengan asam asetat 2 %. Sampel disentrifuse pada 4000 rpm
selama 30 menit. Supernatan dipisahkan untuk disuntikkan ke
HPLC, dengan kondisi HPLC sebagai berikut:
Fase gerak : H2O pH 2
Kolom : C18
Kecepatan aliran : 0,5 mL/menit
Pompa : 515 HPLC pump
Injektor : Cecil 1100 series
Program : Isokratik
Detektor : UV visibel
Panjang gelombang : 280 nm
Sensitivitas : 0,01 AUFS
Suhu : kamar
Tekanan : 6000 psi
Perhitungan Kadar :
Perhitungan penetapan kadar vitamin B12 menggunakan rumus :

4. STRUKTUR KIMIA VITAMIN YANG LARUT LEMAK


a) Vitamin A

27
b) Vitamin D

c) Vitamin E

d) Vitamin K

5. METODE ANALISIS KUANTITATIF DARI VITAMIN LARUT


LEMAK

a) Vitamin A (Retinol)(Rohman & Sudjaji, 2008)

28
Metode Kromatografi (HPLC) :
a) Preparasi Sampel
Dimasukkan sebanyak 40 mL sampel (makanan formula atau dalam
tabung digesti 100 ml, tambahkan 10 ml etanolik pirogallol (2%
pirogallol dalam 95% etanol)dan sabunkan dengan etanolik KOH
(10% KOH dalam 90% etanol) pada suhu ruangselama 18 jam.

b) Ekstraksi
Pipet 3 ml sampel yang telah terdigesti ke dalam tabung sentrifus
15 ml dan tambahkan 2ml air. Ekstrak dengan 7 ml heksan-dietileter
(85:15). Ulangi ekstraksi sebanyak dua kali. Masukkan sampel
terekstrak ke dalam tabung volumetrik 25 ml. Tambahkan 1 ml
heksadekan (heksadekan (1) + hexan (100)) dan diencerkan sampai 25
ml dengan heksan. Pipet 15 ml ekstrak yang sudah diencerkan ke
dalam tabung sentrifus dan uapkan dengan nitrogen. Larutkan residu
dalam 0,5 ml heptan.
c) Parameter Kromatografi :
1) Kolom : 15 cm x 4.5 mm dipadati dengan 3 mm silika (Apex µm
silika)
2) Fase gerak : Isokratik, heptane dan isopropanol (1-5%)
3) Deteksi : UV , 340 nm
4) Flow rate : 1-2 ml/menit
Perhitungan Kadar

b) Vitamin D (Kalsiferol) (Rohman & Sudjaji, 2008)


Metode Bioassay
a. Preparasi sampel & Persiapan alat dan bahan

29
b. Periode deplesi (penghabisan) : pemberian diet Rachitogenic selama
18-25 hari. Tikusyang digunakan berumur ≤ 30 hari dengan berat
badan ≥ 44 g tetapi ≤ 60 g
c. Pengujian : mulai hari terakhir deplesi sampai 8 atau 11 hari setelah
deplesi. Selamapengujian, tikus terdeplesi diberi vitamin D dengan
jumlah diketahui (standard) dantidak diketahui (sampel)
d. Jumlah vitamin dalam sampel ditentukan dari warna tulang tibia
(tulang kering)proximal paling akhir atau tulang radius atau ulna
distal paling akhir.
e. Dimasukkan 2 ml larutan yang diuji dalam tabung spektrometer
dan ditambah 4 mllarutan jenuh Antimoni-trikhlorida dalam
khloroform bebas air
f. Ditunggu 10-15 menit dan serapannya dibaca pada 500 nm
g. Kadar vitamin D dapat dihitung dengan persamaan kurva standar .
Perhitungan Kadar :

c) Vitamin E (Tokoferol) (Rohman & Sudjaji, 2008)


Metode Kromatografi (HPLC) :
a. Produk makanan umum
Tambahkan 10 ml pirogallol 6 % ke sampel, campurkan dan aliri
dengan N2. Panaskan pada suhu 70°C selama 10 menit dengan
sonikasi. Tambahkan 2 ml KOH 60 %, campurkan dan aliri dengan N2.
Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 70°C. Sonikasi selama 5 menit,
dinginkan pada suhu ruang dan tambahkan NaCl dan air. Ekstrak
dengan heksan (0,1% BHT) sebanyak 3 kali. Tambahkan 0,5 g MgSO4
dan homogenkan. Saringlah dan encerkan sampai volume dengan
heksan dan injeksi 20 µl.
b. Margarin dan minyak nabati

30
Tambahkan 40 ml heksan (0,1% BHT) ke dalam 10 g sampel dan
homogenkan.Tambahkan 3 g MgSO4 dan campur, biarkan  2 jam.
Saringlah dan encerkan sampaivolume dengan heksan. Injeksi 20 µl.
c. Parameter Kromatografi
1) Kolom : Hibar RT, Lichrosorb Si60 5µm, 25 cmx4.6 mm
2) Fase gerak : 0,9% isopropanol dalam heksan
3) Flow : 1 ml/menit
4) Detektor-fluoresensi, Ex = 290 nm, Em = 330 nm
Perhitungan Kadar :

d) Vitamin K (Menadion) (Rohman & Sudjaji, 2008)


Metode Kromatografi (HPLC) :
Ekstraksi vitamin K diawali dengan penimbangan sampel (contoh;
keong macan, kerang salju, atau kerang tahu) sebanyak 2-5 gr yang
mengandung sekitar 40 mikrogram vitaminB12 dimasukkan ke dalam
tabung reaksi tertutup. Bufer asetat sebanyak 20 ml dan 0,2 mllarutan
kalium-sianida ditambahkan pada tabung reaksi. Tabung dimasukkan ke
dalampenangas air mendidih selama 30 menit, lalu didinginkan dan
diencerkan sampai 50 mldengan air suling dan disaring dengan kertas
whatman 42. Homogenisasi selama 5 menitdengan ultrasonic dan
didiamkan pada suhu ruang sampai dingin. Penambahan 25 mlmetanol dan
ditepatkan sampai volume 50 ml dengan asam asetat 2 %.
Sampeldisentrifuse pada 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan
dipisahkan untuk disuntikkan keHPLC, dengan kondisi HPLC sebagai
berikut :
a. Fase gerak : H2O pH 2
b. Kolom : C18
c. Kecepatan aliran : 0,5 ml/menit

31
d. Pompa : 515 HPLC pump
e. Injector : Cecil 1100 series
f. Program : Isokratik
g. Detektor : UV visible
h. Panjang gelombang : 280 nm
i. Sensitivitas : 0,01 AUFS
j. Suhu : kamar
k. Tekanan : 6000 psi
Perhitungan Kadar :

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari makalah vitamin ini adalah:
1. Vitamin adalah nutrisi yang penting dalam tubuh untuk proses
metabolisme dan pertumbuhan yang normal.

32
2. Vitamin dikelompokkan menjadi 2 golongan utama yaitu vitamin yang
larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K serta vitamin yang larut
dalam air yaitu vitamin C dan B kompleks.
3. Vitamin yang larut dalam air hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit
dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan. Kebanyakan
vitamin berfungsi sebagai koenzim dalam berbagai reaksi dalam tubuh.
4. Kekurangan vitamin dapat mengganggu kelancaran reaksi – reaksi
biokimia di dalam tubuh dan masing – masing vitamin dapat
mendefenisikannya.
5. Metode analisis kuantitatif vitamin larut air
a) Vitamin C : Titrasi asam basa, metode titrasi 2,6 D
(Dichloroindopteanol), metode spektrofotometri, metode DPPH dan
metode titrasi iodium.
b) Vitamin B1: metode alkalimetri, metode argentometri dan metode
gravimetri
c) Vitamin B2, B3, B7, B9, dan B 12 : metode spektrofotometri
6. Metode analisis vitamin larut lemak
a) Vitamin A : metode kromatografi (HPLC)
b) Vitamin D : metode bioassay
c) Vitamin E : metode kromatografi (HPLC)
d) Vitamin K : metode kromatografi (HPLC)

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh lebih dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan agar penulisan makalah selanjutnya agar bisa lebih baik lagi.

33
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC.

Bintang,M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Penerbit Erlangga.

34
Dachriyanus., 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara
Spektrofotometri, hal 1-37, Andalas University Press, Padang.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi
Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
DeMan, J. M. (1997). Kimia Makanan Edisi Kedua (Terjemahan). Bandung : ITB.
Fenti,. Widodo, A. Jamaluddin. 2018. Analisis Kandungan Vitamin B pada
Ikan sidat (Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) Fase Elver Asal Danau
Poso. Jurnal Gizi dan Kesehatan, 2 (2), 2018, 49-54.
Hardjasasmita, Pantjita dan Bioch. 1995. Ikhtisar Biokimia Dasar A. Jakarta :
FKUI.Harper, Harold dkk. 1979.
Harper, H., V. M. Rodwell, dan P. A Mayes. 1979. Biokimia.Terjemahan dari:
Harper’s Biochemistry. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Hashmi M.H. 2004. Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations.
London : John Wileyand Sons.
Helrich, Kenneth. 1990. Official Methods Of Analysis Of Association Of
Official Analytical Chemist Volume Two. USA : Association Of Official
Analytical.
Irianto, Kus. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis.
Legowo, A.M. & Nurwantoro. 2004. Diktat Kuliah Analisis Pangan.
Semarang : UPT – Pustaka Universitas Diponegoro
Muchtadi, D, 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta. Bandung.
Packer, L, Traber, MG, Kraemer, K, Frei, B (2002) The antioxidant vitamins
C and E: vitamins C and E for health. J Am Oil Chem Soc.
Pauling, L. (1970). General Chemistry. San Francisco: W.H. Freeman
Pratiwi. 2007. Protein Vitamin Dan Bahan Pangan. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Proverawati. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Rohman, A., dan Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. UGM
Press:Yogyakarta

35
Roseline ,Siregar .2010 .Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Vitamin A di
Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Helvetia Medan.
Sumatera Utara.
Rusdiana. 2004. Vitamin. Program Studi Biokimia.Fakultas Kedokteran. USU.
Sumatera Utara.
Sastrohamidjojo., Hardjono. 2005.v Kimia Dasar. Yogyakarta : UNY Press
Sirajuddin, Saifuddin dan Ulfa Najamuddin. Penuntun praktikum biokimia.
2011. Makassar: Universitas Hasanuddin
Skoog. D.A. 1996, Fundamental of Analytic Chemistry, Seventh edition. USA:
Saunders College Publishing.
Sunarni, T., Pramono, S., Asmah, R. 2007. Flavonoid antioksidan penangkap r
adikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.),
M.F.I., 18 (3) : 111-116.
Wijanarko., Simon Bambang. 2002. Analisis Hasil Pertanian. Malang :
Universitas Brawijaya.
Yamaguchi, T., Takamura, H., Matoba, T., Terao, J., 1998. HPLC Method for
Evaluation of the Free Radicalscavenging Activity of Food by Using 1,1
Diphenyl-2-picrylhydrazyl. Biosci. Biotechnol. Biochem., 62 (6), 1201-
1204.

36

Anda mungkin juga menyukai