KONSTRUKSI TES
OLEH KELOMPOK 8 :
HASMAWATI 19.1302.146
SAHRINA 19.1302.141
YULIANI YUSUF 19.1302.137
MIRNAWATI 19.1302.138
ROSMIATI 19.1302.158
Penulis
Evaluasi Pendidikan | ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
........................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR
ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................36
B. Saran ................................................................................................36
DARTAR PUSTAKA
Evaluasi Pendidikan | 1
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalahnya:
1. Apa yang dimaksud dengan konstruksiTes ?
2. Apa yang dimaaksud dengan alat ukur tes?
3. Apa yang dimaksud dengan alat ukur non tes?
Evaluasi Pendidikan | 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konstruksi menurut Michael Suswanto adalah studi cara
penyusunan alat ukur psikologis (tes) secara ilmiah (sistematis, obyektif,
dan standard) Tes menurut Ridwan (2006: 37) adalah sebagai instrument
pengumpulan data, serangkaian pertanyaan/latihan yang digunakan untuk
mengukur ketrampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki individu/kelompok. Konstruksi tes adalah prosedur sistematis
untuk mengukur ketrampilan pengetahuan atau bakat yang dimiliki
individu atau kelompok.
Evaluasi Pendidikan | 3
B. Alat Ukur Tes
a. Hakikat Tes
Dalam buku ini, uraian dibatasi pada alat ukur di lingkungan
pendidikan. Salah satu alat untuk mengukur hasil belajar adalah tes.
Tes sebagai salah satu alat ukur adalah suatu prosedur yang
sistematis untuk membandingkan perilaku beberapa orang (Cronbach,
1960: 21). Untuk membandingkan perilaku beberapa orang dapat
digunakan skala numerik atau sistem kategori tertentu. Dalam kaitan
ini Fernandez mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan tes
adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku
seseorang dan menggambarkannya dengan bantuan skala numerik
atau sistem kategori tertentu (Fernandez, 1984:1). Pendapat lain yang
lebih rinci menyatakan bahwa tes adalah suatu instrumen atau
prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu perilaku tertentu
(Gronlund dan Linn, 1995: 5). Dari pendapat-pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang
terencana dan sistematis untuk mengukur suatu perilaku tertentu serta
menggambarkannya dengan bantuan angka-angka atau kategori
tertentu. Prosedur yang sistematis mengandung pengertian suatu
proses yang teratur.
Dalam hubungan ini, Brown menyatakan bahwa “measurement is
the assignment of numerals to behavior according to rules” (Brown,
1983: 11). Ini berarti bahwa pengukuran adalah pemberian tanda
dengan angka terhadap perilaku menurut aturan tertentu. Sedangkan
Kerlinger menyatakan bahwa pengukuran ialah pemberian angka
pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut suatu aturan
(Kerlinger, 2000: 687). Pendapat yang hampir sama dikemukakan
oleh Nunnally, yang menyatakan bahwa pengukuran terdiri dari
aturan-aturan untuk mengenakan bilangan kepada objek sedemikian
rupa guna menunjukkan kuantitas atribut pada objek itu (Nunnally,
1978: 3). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran
Evaluasi Pendidikan | 4
adalah proses kuantifikasi atau pemberian tanda dengan bilangan
kepada objek atau perilaku tertentu menurut aturan-aturan tertentu.
Selanjutnya, Gronlund menyatakan bahwa tes prestasi belajar
adalah suatu prosedur sistematis untuk mengukur sampel yang
representatif tentang tugas-tugas pembelajaran peserta didik
(Gronlund, 1993:1). Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh
Salvia dan Ysseldyke, yang menyatakan bahwa tes adalah
seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk menentukan bentuk-
bentuk respon yang berkenaan dengan perilaku peserta didik yang
dicari (Salvia dan Ysseldyke, 1995:32). Pendapat lain menyatakan
bahwa tes adalah suatu instrumen atau prosedur yang sistematis
untuk mengobservasi dan menggambarkan satu atau lebih ciri-ciri
peserta didik dengan menggunakan skala numerik atau klasifikasi
tertentu (Nitko, 1996:6).
Dari uraian dan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan tes adalah instrumen atau alat atau
prosedur yang sistematis, yang terdiri atas seperangkat pertanyaan
atau tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada peserta
didik dengan menggunakan bantuan skala numerik atau kategori
tertentu.
b. Bentuk Tes
Menurut bentuknya, tes dapat berbentuk tes esai dan tes objektif
dalam berbagai variasi. Dalam hubungan ini, Popham menyatakan
bahwa bentuk tes tertulis dibedakan menjadi dua golongan besar,
yaitu:
1. Soal-soal jawaban memilih (selected-response tests), yang terdiri
dari butir soal pilihan benar-salah (true-false items), butir soal
pilihan ganda (multiple-choice items), dan butir soal menjodohkan
(matching items)
2. soal-soal jawaban tersusun atau terstruktur (constructed-response
tests), yang terdiri dari butir soal jawaban singkat (short-answer
Evaluasi Pendidikan | 5
items), dan butir soal esai (essay items) (Popham, 1995:101-132).
Sejalan dengan pendapat ini, Wiersma dan Jurs menyatakan
bahwa terdapat dua bentuk utama butir tes, yang secara umum
disebut tes objektif dan esai, yang masing-masing memiliki format
yang bervariasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa istilah butir tes
objektif secara umum berhubungan dengan butir jawaban pilihan
(selected-response items). Sedangkan butir tes esai adalah salah
satu bentuk dari butir jawaban tersusun (constructed-reasponse
items) (Wiersma and Stephen G. Jurs, 1990: 41).
Dengan demikian pada dasarnya tes tertulis terdiri atas:
1. Tes objektif atau tes jawaban memilih dengan berbagai variasi,
seperti bentuk pilihan benar-salah, pilihan ganda, dan butir soal
menjodohkan
2. Tes esai atau tes jawaban tersusun atau terstruktur, yang terdiri
dari butir tes jawaban singkat dan butir tes uraian atau esai.
Dalam kaitan dengan bentuk tes ini.
Gronlund dan Linn menyatakan bahwa secara khusus tes yang
digunakan dalam kelas dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu:
1. Butir tes objektif, yang menuntut pada peserta didik untuk mengisi
satu kata atau dua kata, atau memilih jawaban yang benar dari
sejumlah alternatif.
2. Tes esai, yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memilih, mengatur, dan mengemukakan jawaban dalam bentuk
esai atau uraian.
a) Tes Objektif
Tes objektif memiliki beberapa variasi dan bentuk yang berbeda,
tetapi dapat diklasifikasikan ke dalam butir tes yang meminta peserta
didik untuk mengisi jawaban dan butir tes yang meminta peserta
didik untuk memilih jawaban dari sejumlah alternatif yang ada. Kedua
Evaluasi Pendidikan | 6
golongan besar ini, menurut Gronlund dan Linn, secara umum dapat
dibagi menjadi bentuk butir tes sebagai berikut:
1. Yang termasuk bentuk tes mengisi jawaban (supply type), yakni
butir soal jawaban singkat (short answer) dan butir soal
melengkapi (completion).
2. Yang termasuk bentuk butir tes yang meminta peserta didik
untuk memilih jawaban, yakni butir soal benar-salah,
menjodohkan, dan pilihan ganda (Gronlund dan Linn, 1993: 122).
Mengenai bentuk butir tes jawaban singkat, pengarang lain
seperti Popham, menggolongkannya ke dalam tes terstruktur
atau tersusun seperti telah dikemukakan di atas. Berkenaan
dengan hal tersebut, Ebel menyatakan bahwa bentuk tes yang
paling umum dari tes objektif adalah bentuk pilihan ganda,
benar-salah, menjodohkan, dan jawaban singkat (Ebel, 1972:
102).
Di antara bentuk tes objektif yang umum digunakan adalah butir
tes pilihan ganda, menjodohkan, dan benar-salah. Dari ketiga bentuk
butir tes tersebut, bentuk pilihan ganda yang paling banyak
digunakan (Salvia dan Ysseldyke, 1995:223). Dalam hubungan ini
Nitko mengemukakan bahwa tes bentuk jawaban singkat meminta
pada peserta didik untuk menjawab setiap butir pertanyaan dengan
sebuah kata, kalimat pendek, nomor, atau simbol. Tiga bentuk butir
tes jawaban singkat biasanya dibedakan menjadi beberapa variasi,
yaitu bentuk pertanyaan, melengkapi, dan asosiasi. Variasi bentuk
pertanyaan, biasanya mengemukakan pertanyaan secara langsung.
Variasi bentuk tes melengkapi meminta peserta didik untuk
menambahkan kata-kata untuk melengkapi suatu pernyataan yang
tidak lengkap. Sedangkan variasi bentuk asosiasi terdiri dari daftar
istilah-istilah atau gambar terhadap mana peserta didik dapat
menyebutkan nomor-nomor, label, simbol, atau bentuk lain.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa tes bentuk benar-salah terdiri dari
Evaluasi Pendidikan | 7
sebuah pernyataan atau proposisi yang harus dinilai oleh peserta
didik dan kemudian memberi tanda, apakah benar atau salah.
Dalam hubungan ini paling sedikit terdapat enam variasi, yaitu:
benar-salah (true-false), ya-tidak (yes-no), betul-salah (right-wrong),
pembetulan atau koreksi (correction), pilihan benar-salah jamak
(multiple true-false), dan ya-tidak dengan penjelasan (yes-no with
explanation). Variasi ”benar-salah” berbentuk proposisi yang harus
dinilai oleh peserta didik , apakah penyataan itu benar atau salah.
Variasi bentuk “ya-tidak” menanyakan pertanyaan langsung,
terhadap mana peserta didik menjawab ya atau tidak. Pada variasi
bentuk ”betul-salah,” dikemukakan perhitungan, persamaan, atau
kalimat yang harus dinilai oleh peserta didik apakah betul atau tidak
betul. Variasi bentuk “koreksi atau pembetulan,” meminta kepada
peserta didik untuk menilai sebuah proposisi, seperti pada bentuk
benar-salah, tetapi peserta didik juga diminta untuk memperbaiki
atau mengoreksi setiap pernyataan yang salah dan
membetulkannya. Variasi bentuk pilihan “benar-salah” tampaknya
sama dengan butir pilihan ganda, malahan pada saat memilih satu
opsi yang benar, peserta didik memperlakukan tiap opsi sebagai
suatu pernyataan “benar-salah” yang terpisah, yakni lebih dari satu
pilihan bisa benar. Sedangkan pada variasi “ya-tidak” dengan
penjelasan, menanyakan pertanyaan langsung dan meminta peserta
didik untuk menjawab “ya” atau “tidak,” dan dijelaskan mengapa
pilihannya benar (Nitko, 1996: 124-129).
Dalam kajian ini, bentuk tes objektif yang akan diuraikan lebih
lanjut adalah bentuk pilihan ganda. Oleh karena itu, pada uraian
lebih lanjut mengenai tes objektif, difokuskan pada tes bentuk pilihan
ganda. Mengenai tes bentuk pilihan ganda ini, Nitko menjelaskan
bahwa butir tes pilihan ganda terdiri dari satu atau lebih kalimat
pengantar dan diikuti oleh daftar tentang dua atau lebih jawaban
sugestif. Peserta didik diminta untuk memilih jawaban yang benar di
Evaluasi Pendidikan | 8
antara alternatif jawaban yang didaftar. Kalimat pengantarnya
disebut “stem” dan daftar jawaban sugestif disebut “alternative,
responses, choices, atau option.” Alternatif jawaban selalu harus
diurut secara bermakna, yakni disusun secara logis, numerik,
menurut abjad, dan susunan lain (Nitko, 1996: 138-153).
1. Kaidah Penulisan Tes Obyektif Pilihan Ganda
Berkaitan dengan tes pilihan ganda ini, Ebel memberikan
petunjuk sebagai berikut:
a) Susun tes pilihan ganda berdasarkan ide-ide yang penting
dan menunjukkan pernyataan yang bermakna, relevan, dan
independen
b) Pilih topik dan ide, kemudian tulis butir soal pilihan ganda
yang mampu memaksimalkan daya beda butir-butir tes
tersebut
c) Susun draf awal dan adakan revisi, sehingga penggabungan
menjadi seperangkat tes akhir menjadi sempurna
d) Awali stem pertanyaan dengan pernyataan yang tidak
lengkap dan disertai jawaban yang tepat serta dilengkapi
dengan jawaban yang salah, tetapi masuk akal
e) Susun jawaban yang benar sedemikian rupa atau secara
acak tanpa menampakkan adanya petunjuk ke arah jawaban
benar tersebut
f) Pilih susunan pengecoh sedemikian rupa sehingga menjadi
salah, tetapi tampak masuk akal, khususnya bagi peserta
didik yang bodoh (Ebel, 1972: 191-202).
Dalam kaitan ini, Hopkin dan Antes memberikan petunjuk
yang lebih rinci dan praktis dalam menyusun tes pilihan ganda,
yaitu:
a) Definisikan tugas-tugas dalam stem secara jelas
b) Tulis alternatif jawaban pada akhir pertanyaan
c) Tempatkan sebanyak mungkin kata-kata dalam stem
Evaluasi Pendidikan | 9
d) Hindari penggunaan kata-kata negatif
e) Hindari stem yang mengarah pada alternatif jawaban yang
salah atau benar
f) Buat alternatif jawaban yang paralel
g) Tulis alternatif jawaban secara vertikal
h) Hindari jawaban “semua di atas”
i) Buat alternatif jawaban sama panjang
j) Hilangkan petunjuk ke arah jawaban benar
k) Buat pengecoh yang masuk akal
l) Stemnya dalam bentuk pertanyaan
m) Kontrol tingkat kesulitan soal sehingga persentase jawaban
benar kira-kira separuhnya
n) Hindari kemungkinan menebak
o) Gunakan jawaban “tidak ada jawaban benar” hanya kalau
tidak ada jawaban lain
p) Susun alternatif jawaban sesuai dengan abjad atau urutan
lainnya
q) letakkan jawaban benar secara acak, dan (18) usahakan
memiliki empat sampai lima alternatif jawaban (Hopkin dan
Antes, 1990: 185-191).
Demikianlah beberapa petunjuk penting yang diperlukan
dalam menyusun butir soal pilihan ganda yang baik dan bermutu.
Dengan memperhatikan petunjuk tersebut, diharapkan pendidik
dapat menyusun butir tes pilihan ganda yang baik.
Masing-masing bentuk tes memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Kelebihan tes objektif, antara lain
dapat mengurangi subjektivitas dalam pemberian skor, menuntut
kemampuan tertentu untuk membedakan pilihan yang tepat,
lebih cepat untuk mengoreksi pekerjaan peserta didik, bisa
mencakup materi pelajaran secara komprehensif, dan bisa
menguji peserta didik dalam jumlah yang besar sekaligus.
Evaluasi Pendidikan | 10
Sedangkan kelemahannya, antara lain: sulit untuk menyusun
butir soal yang baik, membutuhkan waktu cukup lama untuk
menyusunnya, mengandung sifat “coba-coba”(guessing), dan
kurang bisa melatih peserta didik untuk memecahkan masalah
serta kurang bisa melatih berpikir evaluatif, divergen yang
bersifat holistik, lateral, intuitif, imajinatif, dan kreatif.
2. Kelebihan dan Kelemahan Tes Obyektif
Berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan tes objektif,
Gronlund dan Linn berpendapat bahwa kelebihan dan
kelemahan tes objektif, antara lain adalah sebagai berikut:
a) Kelebihan pada butir soal jawaban singkat adalah sangat
mudah menyusunnya, karena secara relatif biasanya
mengukur hasil belajar yang sederhana. Kecuali untuk
mengukur hasil belajar pemecahan masalah pada
matematika dan sain, butir tes jawaban singkat hanya
mengukur ingatan (recall) tentang informasi ingatan.
Kelebihan lain butir tes jawaban singkat adalah bahwa
peserta didik harus menyisipkan jawaban sehingga
mengurangi kemungkinan bahwa peserta didik menjawab
dengan benar karena tebakan. Sedangkan kelemahan tes
jawaban singkat adalah tidak cocok untuk mengukur hasil
belajar yang kompleks dan kesulitan untuk memberi skor.
b) Kelebihan pada butir tes benar-salah adalah bahwa butir tes
benar-salah mudah disusun, tetapi untuk menyusun butir tes
benar-salah yang tidak ambigius diperlukan keterampilan
tertentu. Kelebihan kedua pada butir tes banar-salah adalah
bahwa dapat mencakup materi yang luas. Di samping itu,
salah satu kekurangan atau kelemahan yang serius pada
butir benar-salah adalah bentuk hasil belajar yang dapat
diukur. Di samping itu bentuk tes benar-salah bisa ditebak,
dan peluang benarnya adalah 50%.
Evaluasi Pendidikan | 11
c) Kelebihan pada butir tes menjodohkan adalah bentuknya
yang kompak dan dapat mengukur sejumlah besar hasil
belajar yang berkaitan dengan fakta-fakta, dan mudah
menyusunnya. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa
butir tes menjodohkan terbatas untuk mengukur informasi
tentang fakta-fakta pada belajar hafalan, dan kesulitan untuk
menemukan materi yang homogen yang signifikan dengan
tujuan dan hasil belajar.
d) Kelebihan pada butir tes pilihan ganda adalah efektif untuk
mengukur berbagai tipe pengetahuan dan hasil belajar yang
kompleks. Di samping itu, butir tes pilihan ganda memiliki
tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk butir tes
benar-salah, karena kesempatan untuk menebak dapat
dikurangi. Sedangkan kelemahan butir tes pilihan ganda
adalah bahwa sebagai tes tertulis memiliki keterbatasan
untuk mengukur hasil belajar yang bersifat verbal, mengukur
keterampilan pemecahan masalah, mengukur kecakapan
untuk mengorganisasikan dan mengemukakan pendapat. Di
samping itu, butir tes pilihan ganda memiliki kesulitan untuk
menemukan pengecoh yang tepat (Linn dan Gronlund, 1995:
153-183).
Evaluasi Pendidikan | 19
f) Gunakan dua atau lebih penilai bebas jika keputusan penting
akan diambil atau dibuat (Linn dan Gronlund, 1995; 225-
234).
Mengenai metode pemberian skor pada tes esai, dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada metode pemberian skor secara
analitik, tiap jawaban dibandingkan dengan jawaban ideal dan
nilai diberikan untuk setiap elemen. Penilaian didasarkan pada
angka kumulatif secara absolut, misalnya, A = 10 atau lebih, B =
6-9 poin, dan sebagainya, atau secara relatif, A = skor tertinggi
15%, B = skor berikutnya 30%, dan sebagainya. Sedangkan
pada metode global, tiap jawaban peserta didik dibaca dan
diberikan skor didasarkan pada kualitas total jawaban peserta
didik atau pada kualitas total dari jawaban peserta didik
dibandingkan dengan jawaban peserta didik yang lain.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam memeriksa jawaban tes
esai hendaknya diperhatikan petunjuk berikut, yaitu: gunakan
metode yang tepat (metode analitik atau metode global) untuk
mengurangi bias; berikan perhatian hanya pada aspek jawaban
yang signifikan dan relevan; hati-hati, jangan terpengaruh oleh
aspek pribadi yang dinilai; dan terapkan patokan yang sama
untuk semua lembar jawaban peserta didik.
Berkenaan dengan pemerikasaan dan pemberian skor pada
butir tes esai ini, Wiersma dan Jurs menyatakan bahwa prosedur
pemberian skor butir tes esai hendaknya mengikuti langkah-
langkah berikut ini, yaitu:
a) Siapkan daftar yang jelas tentang konsep-konsep, fakta-
fakta, dan lain-lain yang dianggap penting yang termasuk
dalam jawaban soal, serta bekerjalah berdasarkan garis
besar model jawaban yang diinginkan
b) Bacalah sejumlah sampel (sekitar lima atau enam orang)
dari jawaban-jawaban tersebut tanpa memberikan skor
Evaluasi Pendidikan | 20
dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang
kualitas jawaban yang bisa diharapkan
c) Jika memungkinkan, bacalah lembaran kerja peserta didik
tanpa memperhatikan identitas peserta didik untuk
menghindari terjadinya “halo effect”, seperti memberi skor
yang tinggi kepada peserta didik yang telah diketahui
sebagai peserta didik yang baik
d) Beri skor untuk semua jawaban peserta didik pada satu
nomor soal sebelum memberi skor pada butir soal
berikutnya, sehingga dapat menjaga konsistensi pemberian
skor
e) Atur kembali lembaran kerja peserta didik secara random
setelah pemberian skor untuk tiap butir soal, sehingga
posisinya tidak sama
f) Jika jumlah soal yang akan diberi skor cukup banyak, aturlah
waktu pemeriksaan tersebut sedemikian rupa dengan
maksud untuk mengurangi kelelahan dan kebosanan
(Wiersma dan Jurs, 1990: 84-85).
Dari uraian dan pendapat-pendapat tersebut di atas dapatlah
disimpulkan bahwa tes esai adalah butir tes yang menuntut
peserta didik untuk menyusun, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya menurut kata-katanya
sendiri secara bebas. Tes esai dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar, yaitu tes esai yang menginginkan jawaban luas
atau terbuka dan tes esai yang menginginkan jawaban terbatas
atau terstruktur. Pada bentuk tes esai yang menginginkan
jawaban terbuka, peserta didik boleh mendemonstrasikan
kecakapannya untuk menyebutkan pengetahuan faktual, menilai
pengetahuan faktualnya, menyusun ide-idenya, dan
mengemukakan ide-idenya secara logis dan koheren.
Sedangkan pada tes esai dengan jawaban terbatas atau
Evaluasi Pendidikan | 21
terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan lingkup
jawabannya yang harus diberikan oleh peserta didik .
c) Perbandingan antara Tes Esai dan Tes Objektif
Antara kedua bentuk tes, yaitu esai dan tes objektif, terdapat
perbedaan dan persamaannya. Perbedaan tersebut tampak pada
berbagai aspek, misalnya dilihat dari tujuan pengukuran, ranah atau
jenis kemampuan yang diukur, cara penulisan butir soal, dan cara
pemberian skor untuk setiap butir soal. Sedangkan persamaannya,
antara lain adalah sama-sama berupa alat untuk mengukur sebagian
besar hasil pendidikan yang dapat diukur dengan tes tertulis. Di
samping itu, baik tes objektif maupun tes esai dapat digunakan untuk
mendorong peserta didik supaya belajar memahami prinsip-prinsip,
menyusun dan memadukan ide-ide, dan penerapan pengetahuan
pada proses pemecahan masalah.
Mengenai perbedaan antara tes esai dan tes objektif, Ebel
menyatakan sebagai berikut:
a) Pada tes esai, meminta peserta didik untuk merencanakan,
menyusun, dan mengemukakan jawabannya dengan
menggunakan kata-katanya sendiri; sedangkan pada tes objektif,
peserta didik diminta untuk memilih di antara beberapa alternatif
jawaban yang telah disediakan.
b) Pada tes esai, secara relatif terdiri dari sedikit pertanyaan yang
bersifat umum, dan memerlukan jawaban yang luas; sedangkan
pada tes objektif terdiri dari banyak pertanyaan, dan menuntut
jawaban secara singkat atau hanya memilih jawaban.
c) Pada tes esai, peserta didik menghabiskan waktu untuk berpikir
dan menulis jawban pada saat mengerjakan soal; sedangkan
pada tes objektif, waktu lebih banyak digunakan untuk membaca
dan berpikir ketika mengerjakan soal objektif.
Evaluasi Pendidikan | 22
d) Pada tes esai, kualitas tes sebagian besar ditentukan oleh
keterampilan membaca jawaban peserta didik ; sedangkan pada
tes objektif, kualitas tes ditentukan oleh pembuat soal.
e) Secara relatif, ujian tes esai lebih mudah disiapkan, tetapi relatif
membosankan serta sulit untuk memberi skor secara akurat;
sedangkan ujian pada tes objektif secara relatif membosankan
dan sulit untuk menyiapkan, tetapi relatif mudah untuk memberi
skor secara akurat.
f) Pada ujian tes esai, memberi kebebasan kepada peserta didik
untuk mengemukakan jawabannya secara individual, dan bebas
bagi pemeriksa untuk memberikan skor sesuai dengan
pandangan pribadi pemeriksa; sedangkan pada ujian tes objektif,
memberi banyak kebebasan bagi penyusun soal untuk
mengemukakan pengetahuan dan nilainya, tetapi kepada
peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih dan
menunjukkan proporsi jawaban benar yang ia berikan, dan
berapa banyak yang ia ketahui dan kerjakan.
g) Tuntutan pada tes esai yang digunakan sebagai dasar
penentuan derajat penguasaan peserta didik , kurang jelas;
sedangkan pada tes objektif, tugas-tugas peserta didik yang
digunakan sebagai dasar untuk menentukan derajat
penguasaan, lebih jelas daripada tes esai.
h) Pada tes esai, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
berpura-pura bisa mengerjakan soal, sedangkan pada tes
objektif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menebak.
i) Distribusi skor hasil tes esai dapat dikontrol oleh kesungguhan
penilai; sedangkan pada tes objektif, distribusi skor ditentukan
oleh banyaknya butir tes (Ebel, 1972: 123-138). Dari pendapat
Ebel tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan antara tes esai
dan tes objektif tampak pada cara peserta didik menjawab soal,
Evaluasi Pendidikan | 23
jumlah butir soal, waktu yang digunakan untuk mengerjakan
soal, kualitas dan reliabilitas tes, penyelenggaraan ujian,
pemberian skor, kebebasan mengemukakan pendapat peserta
ujian, kriteria untuk menentukan derajat penguasaan peserta
didik , kesempatan untuk menebak jawaban, dan distribusi skor
hasil penilaian.
Dalam hubungan ini, Hoffman, yang dilaporkan oleh Hopkins
dan Stanley menyatakan bahwa tes objektif dapat mengukur
pengetahuan tentang fakta-fakta, tetapi tes esai dapat mengukur
kemampuan berpikir yang lebih kompleks, dan berpikir pada
tingkat tinggi. Di samping itu tes objektif tidak dapat
mengembangkan kualitas penalaran, kemampuan menyusun
ide-ide, merancang, dan pemahaman yang kompleks pada
peserta didik (Hopkins dan Stanley, 1981: 205).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
secara keseluruhan tes esai lebih unggul jika dibandingkan
dengan tes objektif, karena dengan tes esai dapat mengukur
kemampuan pada tingkat tinggi dan kompleks, serta dapat
mengembangkan kualitas penalaran, kemampuan menyusun
ide-ide, merancang, dan mengembangkan pemahaman yang
kompleks pada peserta didik . Kemampuan-kemampuan tersebut
sangat bermanfaat bagi peserta didik untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dicermati
bahwa jika dilihat dari tujuan pengukuran, tes objektif lebih cocok
untuk mengukur hasil belajar pada tingkat pengetahuan tentang
fakta-fakta, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Sedangkan tes
esai lebih efisien untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, serta sangat baik untuk
mengukur hasil belajar pada tingkat tinggi dan kompleks, seperti
analisis, sintesis, dan evaluasi. Dengan perkataan lain bahwa tes
Evaluasi Pendidikan | 24
esai sangat baik untuk mengukur kemampuan berpikir kritis,
divergen, holistik, imajinatif, dan berpikir kreatif. Dengan
demikian berarti bahwa jika dilihat dari tujuan pengukuran, tes
esai lebih luas penggunaannya, yaitu pada semua tingkat
berpikir pada ranah kognitif. Sedangkan penggunaan tes objektif
paling tinggi dapat mengukur hasil belajar sampai pada tingkat
sintesis. Selanjutnya, Gronlund dan Linn (1990: 124)
mengemukakan bahwa terdapat tujuh aspek yang dapat
dibandingkan antara tes esai dan tes objektif, seperti tercantum
dalam tabel pada halaman berikut
Evaluasi Pendidikan | 26
Jika diamati dari segi cakupan materi yang bisa dijangkau
oleh tes, bentuk tes objektif dapat menjangkau seluruh materi
pelajaran, karena tes objektif dapat memuat butir-butir soal yang
banyak dalam waktu ujian yang sama yang telah ditentukan.
Sedangkan tes esai, kurang representatif luas materi yang bisa
dicakup dalam seperangkat tes, karena butir-butir tes yang
dimuat dalam seperangkat tes hanya sedikit atau terbatas
jumlahnya untuk waktu ujian yang ditentukan. Selanjutnya,
dalam hal penulisan butir-butir tes, pada tes objektif lebih sukar
dan membutuhkan keakhlian tinggi dan waktu yang lebih lama,
karena jumlah butir soal yang ditulis cukup banyak, di samping
kesulitan dalam memilih pengecoh atau distraktor yang baik atau
efektif. Jika dilihat dari cara pemberian skor, memeriksa tes
objektif lebih mudah, konsisten, dan objektif, sehingga memiliki
derajat reliabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tes
esai. Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, pada tes
objektif ada peluang untuk menebak jawaban, sehingga
mempengaruhi skor yang diperoleh oleh peserta didik , dan
biasanya menjadi lebih meningkat, karena nilai sesungguhnya
(skor murni) ditambah dengan nilai tebakan. Pada tes esai juga
terjadi peningkatan perolehan nilai karena pengaruh faktor
tulisan, yaitu tulisan peserta didik yang rapi, bagus, indah, dan
mudah dibaca oleh pemeriksa, cenderung pemeriksa
memberikan skor lebih tinggi. Sebaliknya, jika tulisan peserta
didik tidak baik, kotor, banyak coretan, dan sulit dibaca oleh
pemeriksa, cenderung menurunkan skor yang diberikan oleh
pemeriksa ujian. Apabila dicermati pengaruhnya terhadap proses
pembelajaran, maka penggunaan tes objektif dapat mendorong
peserta didik untuk mengingat fakta-fakta, kemampuan
membedakan, menginterpretasi, dan menganalisis ide-ide orang
lain, dan bukan kemampuan atau keterampilan untuk menyusun
Evaluasi Pendidikan | 27
dan mengungkapkan ide-idenya sendiri yang berkaitan dengan
materi yang dikaji dalam pelajaran. Sedangkan dengan
penggunaan tes esai yang baik, dapat mendorong dan
mengembangkan keterampilan peserta didik untuk menyusun
dan mengorganisasikan ide-idenya serta mengemukakannya
secara bebas dan orisinil.
Evaluasi Pendidikan | 28
memperbaiki program pembelajaran, metode pembelajaran,
media, dan sistem evaluasi yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
Evaluasi Pendidikan | 29
tetapi tes esai juga memiliki kelemahan-kelemahan, seperti:
kesulitan dalam pemberian skor secara objektif, sehingga tingkat
reliabilitasnya rendah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
dapat dilakukan dengan cara mengikuti beberapa petunjuk
penulisan butir soal yang baik, serta dalam penskorannya harus
dilakukan oleh pembuat soal atau oleh ahli lainnya, serta
mengikuti petunjuk pemberian skor secara ketat.
Evaluasi Pendidikan | 30
dalam hal penulisan butir-butir tes objektif lebih sukar dan
membutuhkan keakhlian tinggi dan waktu yang lebih lama
karena jumlah butir soal yang ditulis cukup banyak, di samping
kesulitan dalam memilih pengecoh atau distraktor yang baik atau
efektif. Jika dilihat dari cara pemberian skor, memeriksa tes
objektif lebih mudah, konsisten, dan objektif sehingga memiliki
derajat reliabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tes
esai.
Evaluasi Pendidikan | 31
Dari uraian tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
penggunaan tes esai dapat mengukur hasil belajar dari
kemampuan berpikir tingkat rendah (pengetahuan, pemahaman,
dan aplikasi) sampai dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi
(analisis, sintesis, dan evaluasi). Sedangkan penggunaan tes
objektif hanya mampu untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
rendah dan sebagian hasil belajar tingkat tinggi. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa dalam rangka
mengembangkan daya nalar peserta didik , kapasitas peserta
didik untuk berpikir kritis, divergen, holistik, dan kreatif, maka
penggunaan tes esai akan lebih efektif.
Evaluasi Pendidikan | 32
Observasi atau pengamatan digunakan untuk mengukur perilaku
peserta didik atau kegiatan proses pembelajaran. Observasi harus
dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung. Pengamat terlebih
dahulu harus menetapkan apek-aspek tingkah laku yang hendak
diamati/diobservasi. Paling sedikit ada tiga jenis observasi, yaitu:
1. Observasi langsung, yakni pengamatan yang dilakukan terhadap
proses yang terjadi dalam siatuasi yang sebenarnya dan langsung
diobservasi oleh pengamat
2. Observasi tidak langsung, yakni pengamatan yang dilakukan
dengan menggunakan alat bantu (misalnya, dengan mikroskop
untuk pengamatan bakteri)
3. Observasi partisipasi, yakni observasi yang dilakukan dengan
melibatkan diri pengamat pada kegiatan yang diamati, sehingga
pengamat dapat lebih menghayati, merasakan dan mengalami
sendiri.
c. Wawancara
Wawancara atau interviu dapat digunakan untuk menilai hasil dan
proses belajar. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban
responden bisa dicatat secara lengkap. Ada dua jenis wawancara,
yaitu:
1. Wawancara berstruktur, yakni wawancara yang jawabannya telah
disiapkan sehingga pewawancara tinggal mengkategorikannya
pada alternatif jawaban yang telah dibuat
2. Wawancara bebas, yakni wawancara yang tidak menyiapkan
alternative jawaban, tetapi responden bisa secara bebas
mengemukakan pendapatnya. Ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:
a) Tahap awal pelaksanaan wawancara, yakni untuk membuat
suasana yang baik
b) Penggunaan pertanyaan, yakni pertanyaan supaya diajukan
secara bertahap dan sistematis
Evaluasi Pendidikan | 33
c) Pencatatan hasil wawancara, sebaiknya dilakukan pada saat
wawancara berlangsung, supaya tidak lupa.
d. Kuesioner
Kuesioner (questionnaire) juga sering dikenal sebagai angket
(daftar pertanyaan). Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh responden (objek ukur). Ditinjau dari
siapa yang menjawab, ada kuesioner langsung dan tidak langsung.
Ditinjau dari segi cara menjawab, ada kuesioner tertutup (jawaban
telah disediakan, tinggal memilih) dan terbuka (responden bebas
mengemukakan pendapatnya).
e. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari secara
mendalam seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus
tertentu. Misalnya, mempelajari anak nakal, malas belajar, dan
sejenisnya. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa
individu melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana
perilakukanya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Untuk mengungkap hal tersebut, perlu dicari data yang berkaitan
dengan pengalaman individu tersebut pada masa lalu, sekarang,
lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variable-variabel yang
berkaitan dengan kasusnya.
f. Daftar cocok (Check list)
Daftar cocok adalah sejumlah pernyataan (biasanya singkat),
dimana responden yang dinilai hanya membubuhkan tanda cocok (V)
pada tempat yang telah disediakan.
g. Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang
selama dalam masa hidupnya. Dengan mempelajari riwayat hidup,
Evaluasi Pendidikan | 34
penilai akan dapat menarik kesimpulan tentang kepribadian,
kebiasaan, dan sikap dari orang yang dinilai.
h. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu teknik untuk mempelajari atau
mengetahui hubungan sosial peserta didik atau subjek yang dinilai.
Dengan teknik sosiometri dapat diketahui posisi seseorang peserta
didik dalam hubungan sosialnya dengan teman-temannya. Misalnya,
peserta didik yang terisolasi dari teman-temannya, peserta didik
yang popular, dan sebagainya. Posisi peserta didik dalam
kaelompoknya sangat diperlukan untuk menentukan kelompok belajar,
organisasi kelas, pemberian tugas kelompok, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Evaluasi Pendidikan | 35
A. KESIMPULAN
Dari berbagai definisi dari para ahli dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan tes adalah instrumen atau alat atau
prosedur yang sistematis, yang terdiri atas seperangkat pertanyaan
atau tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada
peserta didik dengan menggunakan bantuan skala numerik atau
kategori tertentu.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa apa
yang telah dibuat penulis masih banyak kekurangan, oleh karena
itu masih diperlukan lagi pengembangan lebih lanjut untuk
perbaikan ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Evaluasi Pendidikan | 36
Cronbach, Lee J. Essentials of Psychological Testing. New York: Harper
and Row Publishers, 1990.
Evaluasi Pendidikan | 37