Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

KONSTRUKSI TES

OLEH KELOMPOK 8 :

HASMAWATI 19.1302.146
SAHRINA 19.1302.141
YULIANI YUSUF 19.1302.137
MIRNAWATI 19.1302.138
ROSMIATI 19.1302.158

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR


FAKULTAS KEPERAWATAN PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat


Rahmat serta hidayah-Nya kami dapat diberikan kelancaran dalam proses
pembuatan makalah ini. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW,
karena dengan jasa – jasa beliau kita mampu berhijrah dari alam yang
penuh kegelapan menuju ke alam yang terang benderang.

Kami menyadari, di dalam makalah yang kami susun ini masih


terdapat banyak kekurangan. Maka kami harapkan kritik beserta saran
untuk makalah yang kami susun ini. Kritik dan saran tersebut sangat kami
harapkan untuk bisa membantu kami dalam memperbaiki makalah –
makalah yang akan kami buat selanjutnya. Maka dari itu kritik beserta
saran anda sangat kami harapkan.

Rumbia, 17 Oktober 2019

Penulis

Evaluasi Pendidikan | ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
........................................................................................................................
i

KATA PENGANTAR
ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...........................................................................2
C. Tujuan Dan Manfaat .........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian konstruksi tes .................................................................3


B. Alat Ukur Tes ....................................................................................4
C. Alat Ukur Non Tes ............................................................................32

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................36
B. Saran ................................................................................................36

DARTAR PUSTAKA

Evaluasi Pendidikan | iii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tes sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, diharapkan mampu
memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Artinya, alat tes dapat memberikan informasi tentang siswa sesuai
keadaan yang mendekati sesungguhnya. Hal itu penting karena informasi
tersebut akan dipergunakan untuk mempertimbangkan dan kemudian
memutuskan berbagai kebijakan baik yang berkenaan dengan siswa
maupun kegiatan pengajaran secara umum. Sebuah alat tes yang baik
harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, antara lain alat tes haruslah
tidak terlalu mudah atau terlalu sulit. Alat tes yang baik harus dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kelayakan, kesahihan,
keterpercayaan,  dan kepraktisan.
Format soal tes bahasa dapat berbentuk tes objektif dan tes
subjektif yang salah satu bentuknya adalah tes bentuk uraian. Jika dalam
menyusun  tes objektif harus mengikuti berbagai langkah dan prosedur
yang ketat, maka sudah barang tentu untuk menyusun tes bentuk uraian
pun harus mengikuti prinsip-prinsip pengukuran yang baik dan benar pula.
Menurut sejarah, yang ada lebih dahulu adalah bentuk uraian.
Mengingat bentuk ini banyak kelemahannya, maka para pakar pendidikan,
kurikulum, psikologi berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk yang
lain, yaitu tes objektif. Meskipun demikian, tidak berarti bentuk uraian
ditinggalkan sama sekali. Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur
kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif.

Evaluasi Pendidikan | 1
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalahnya:
1. Apa yang dimaksud dengan konstruksiTes ?
2. Apa yang dimaaksud dengan alat ukur tes?
3. Apa yang dimaksud dengan alat ukur non tes?

C. Tujuan dan manfaat


1. Untuk mengetahui apa yang di maksud konstruksi tes
2. Untuk mengetahui apa yg di maksud dengan alat ukur tes
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan alat ukur non tes

Evaluasi Pendidikan | 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Konstruksi menurut Michael Suswanto adalah studi cara
penyusunan alat ukur psikologis (tes) secara ilmiah (sistematis, obyektif,
dan standard) Tes menurut Ridwan (2006: 37)  adalah sebagai instrument
pengumpulan data, serangkaian pertanyaan/latihan yang digunakan untuk
mengukur ketrampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki individu/kelompok. Konstruksi tes adalah prosedur sistematis
untuk mengukur ketrampilan pengetahuan atau bakat yang dimiliki
individu atau kelompok.

Pengertian menurut para ahli adalah :

a. Kegiatan belajar mengajar merupakan tindak pembelajaran pendidik


terhadap peserta didik. Prosedur umum pembelajaran dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu: tahap awal, kegiatan inti, dan kegiatan awal
(Winataputra, 2003)
b. Menurut Fattah (2003) kualitas belajar mengajar dapat dicapai karena
proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara cepat.
c. Wahyudin (2002) mengemukakan bahwa garapan pembelajaran
dapat dilihat pada komponen tujuan, bahan, pendidik, peserta didik,
proses, hasil, dan balikan. Sasaran utama dalam kegiatan evaluasi
adalah evaluasi terhadap produk, dan evaluasi terhadap proses.
d. Menurut Suciati (2002) evaluasi produk menilai sampai sejauh mana
keberhasilan pebelajar dalam mencapai tujuan., dan evaluasi proses
menilai apakah proses itu berjalan secara optimal sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan.

Evaluasi Pendidikan | 3
B. Alat Ukur Tes
a. Hakikat Tes
Dalam buku ini, uraian dibatasi pada alat ukur di lingkungan
pendidikan. Salah satu alat untuk mengukur hasil belajar adalah tes.
Tes sebagai salah satu alat ukur adalah suatu prosedur yang
sistematis untuk membandingkan perilaku beberapa orang (Cronbach,
1960: 21). Untuk membandingkan perilaku beberapa orang dapat
digunakan skala numerik atau sistem kategori tertentu. Dalam kaitan
ini Fernandez mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan tes
adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku
seseorang dan menggambarkannya dengan bantuan skala numerik
atau sistem kategori tertentu (Fernandez, 1984:1). Pendapat lain yang
lebih rinci menyatakan bahwa tes adalah suatu instrumen atau
prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu perilaku tertentu
(Gronlund dan Linn, 1995: 5). Dari pendapat-pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang
terencana dan sistematis untuk mengukur suatu perilaku tertentu serta
menggambarkannya dengan bantuan angka-angka atau kategori
tertentu. Prosedur yang sistematis mengandung pengertian suatu
proses yang teratur.
Dalam hubungan ini, Brown menyatakan bahwa “measurement is
the assignment of numerals to behavior according to rules” (Brown,
1983: 11). Ini berarti bahwa pengukuran adalah pemberian tanda
dengan angka terhadap perilaku menurut aturan tertentu. Sedangkan
Kerlinger menyatakan bahwa pengukuran ialah pemberian angka
pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut suatu aturan
(Kerlinger, 2000: 687). Pendapat yang hampir sama dikemukakan
oleh Nunnally, yang menyatakan bahwa pengukuran terdiri dari
aturan-aturan untuk mengenakan bilangan kepada objek sedemikian
rupa guna menunjukkan kuantitas atribut pada objek itu (Nunnally,
1978: 3). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran
Evaluasi Pendidikan | 4
adalah proses kuantifikasi atau pemberian tanda dengan bilangan
kepada objek atau perilaku tertentu menurut aturan-aturan tertentu.
Selanjutnya, Gronlund menyatakan bahwa tes prestasi belajar
adalah suatu prosedur sistematis untuk mengukur sampel yang
representatif tentang tugas-tugas pembelajaran peserta didik
(Gronlund, 1993:1). Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh
Salvia dan Ysseldyke, yang menyatakan bahwa tes adalah
seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk menentukan bentuk-
bentuk respon yang berkenaan dengan perilaku peserta didik yang
dicari (Salvia dan Ysseldyke, 1995:32). Pendapat lain menyatakan
bahwa tes adalah suatu instrumen atau prosedur yang sistematis
untuk mengobservasi dan menggambarkan satu atau lebih ciri-ciri
peserta didik dengan menggunakan skala numerik atau klasifikasi
tertentu (Nitko, 1996:6).
Dari uraian dan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan tes adalah instrumen atau alat atau
prosedur yang sistematis, yang terdiri atas seperangkat pertanyaan
atau tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada peserta
didik dengan menggunakan bantuan skala numerik atau kategori
tertentu.
b. Bentuk Tes
Menurut bentuknya, tes dapat berbentuk tes esai dan tes objektif
dalam berbagai variasi. Dalam hubungan ini, Popham menyatakan
bahwa bentuk tes tertulis dibedakan menjadi dua golongan besar,
yaitu:
1. Soal-soal jawaban memilih (selected-response tests), yang terdiri
dari butir soal pilihan benar-salah (true-false items), butir soal
pilihan ganda (multiple-choice items), dan butir soal menjodohkan
(matching items)
2. soal-soal jawaban tersusun atau terstruktur (constructed-response
tests), yang terdiri dari butir soal jawaban singkat (short-answer
Evaluasi Pendidikan | 5
items), dan butir soal esai (essay items) (Popham, 1995:101-132).
Sejalan dengan pendapat ini, Wiersma dan Jurs menyatakan
bahwa terdapat dua bentuk utama butir tes, yang secara umum
disebut tes objektif dan esai, yang masing-masing memiliki format
yang bervariasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa istilah butir tes
objektif secara umum berhubungan dengan butir jawaban pilihan
(selected-response items). Sedangkan butir tes esai adalah salah
satu bentuk dari butir jawaban tersusun (constructed-reasponse
items) (Wiersma and Stephen G. Jurs, 1990: 41).
Dengan demikian pada dasarnya tes tertulis terdiri atas:
1. Tes objektif atau tes jawaban memilih dengan berbagai variasi,
seperti bentuk pilihan benar-salah, pilihan ganda, dan butir soal
menjodohkan
2. Tes esai atau tes jawaban tersusun atau terstruktur, yang terdiri
dari butir tes jawaban singkat dan butir tes uraian atau esai.
Dalam kaitan dengan bentuk tes ini.
Gronlund dan Linn menyatakan bahwa secara khusus tes yang
digunakan dalam kelas dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu:
1. Butir tes objektif, yang menuntut pada peserta didik untuk mengisi
satu kata atau dua kata, atau memilih jawaban yang benar dari
sejumlah alternatif.
2. Tes esai, yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memilih, mengatur, dan mengemukakan jawaban dalam bentuk
esai atau uraian.

a) Tes Objektif
Tes objektif memiliki beberapa variasi dan bentuk yang berbeda,
tetapi dapat diklasifikasikan ke dalam butir tes yang meminta peserta
didik untuk mengisi jawaban dan butir tes yang meminta peserta
didik untuk memilih jawaban dari sejumlah alternatif yang ada. Kedua

Evaluasi Pendidikan | 6
golongan besar ini, menurut Gronlund dan Linn, secara umum dapat
dibagi menjadi bentuk butir tes sebagai berikut:
1. Yang termasuk bentuk tes mengisi jawaban (supply type), yakni
butir soal jawaban singkat (short answer) dan butir soal
melengkapi (completion).
2. Yang termasuk bentuk butir tes yang meminta peserta didik
untuk memilih jawaban, yakni butir soal benar-salah,
menjodohkan, dan pilihan ganda (Gronlund dan Linn, 1993: 122).
Mengenai bentuk butir tes jawaban singkat, pengarang lain
seperti Popham, menggolongkannya ke dalam tes terstruktur
atau tersusun seperti telah dikemukakan di atas. Berkenaan
dengan hal tersebut, Ebel menyatakan bahwa bentuk tes yang
paling umum dari tes objektif adalah bentuk pilihan ganda,
benar-salah, menjodohkan, dan jawaban singkat (Ebel, 1972:
102).
Di antara bentuk tes objektif yang umum digunakan adalah butir
tes pilihan ganda, menjodohkan, dan benar-salah. Dari ketiga bentuk
butir tes tersebut, bentuk pilihan ganda yang paling banyak
digunakan (Salvia dan Ysseldyke, 1995:223). Dalam hubungan ini
Nitko mengemukakan bahwa tes bentuk jawaban singkat meminta
pada peserta didik untuk menjawab setiap butir pertanyaan dengan
sebuah kata, kalimat pendek, nomor, atau simbol. Tiga bentuk butir
tes jawaban singkat biasanya dibedakan menjadi beberapa variasi,
yaitu bentuk pertanyaan, melengkapi, dan asosiasi. Variasi bentuk
pertanyaan, biasanya mengemukakan pertanyaan secara langsung.
Variasi bentuk tes melengkapi meminta peserta didik untuk
menambahkan kata-kata untuk melengkapi suatu pernyataan yang
tidak lengkap. Sedangkan variasi bentuk asosiasi terdiri dari daftar
istilah-istilah atau gambar terhadap mana peserta didik dapat
menyebutkan nomor-nomor, label, simbol, atau bentuk lain.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa tes bentuk benar-salah terdiri dari
Evaluasi Pendidikan | 7
sebuah pernyataan atau proposisi yang harus dinilai oleh peserta
didik dan kemudian memberi tanda, apakah benar atau salah.
Dalam hubungan ini paling sedikit terdapat enam variasi, yaitu:
benar-salah (true-false), ya-tidak (yes-no), betul-salah (right-wrong),
pembetulan atau koreksi (correction), pilihan benar-salah jamak
(multiple true-false), dan ya-tidak dengan penjelasan (yes-no with
explanation). Variasi ”benar-salah” berbentuk proposisi yang harus
dinilai oleh peserta didik , apakah penyataan itu benar atau salah.
Variasi bentuk “ya-tidak” menanyakan pertanyaan langsung,
terhadap mana peserta didik menjawab ya atau tidak. Pada variasi
bentuk ”betul-salah,” dikemukakan perhitungan, persamaan, atau
kalimat yang harus dinilai oleh peserta didik apakah betul atau tidak
betul. Variasi bentuk “koreksi atau pembetulan,” meminta kepada
peserta didik untuk menilai sebuah proposisi, seperti pada bentuk
benar-salah, tetapi peserta didik juga diminta untuk memperbaiki
atau mengoreksi setiap pernyataan yang salah dan
membetulkannya. Variasi bentuk pilihan “benar-salah” tampaknya
sama dengan butir pilihan ganda, malahan pada saat memilih satu
opsi yang benar, peserta didik memperlakukan tiap opsi sebagai
suatu pernyataan “benar-salah” yang terpisah, yakni lebih dari satu
pilihan bisa benar. Sedangkan pada variasi “ya-tidak” dengan
penjelasan, menanyakan pertanyaan langsung dan meminta peserta
didik untuk menjawab “ya” atau “tidak,” dan dijelaskan mengapa
pilihannya benar (Nitko, 1996: 124-129).
Dalam kajian ini, bentuk tes objektif yang akan diuraikan lebih
lanjut adalah bentuk pilihan ganda. Oleh karena itu, pada uraian
lebih lanjut mengenai tes objektif, difokuskan pada tes bentuk pilihan
ganda. Mengenai tes bentuk pilihan ganda ini, Nitko menjelaskan
bahwa butir tes pilihan ganda terdiri dari satu atau lebih kalimat
pengantar dan diikuti oleh daftar tentang dua atau lebih jawaban
sugestif. Peserta didik diminta untuk memilih jawaban yang benar di
Evaluasi Pendidikan | 8
antara alternatif jawaban yang didaftar. Kalimat pengantarnya
disebut “stem” dan daftar jawaban sugestif disebut “alternative,
responses, choices, atau option.” Alternatif jawaban selalu harus
diurut secara bermakna, yakni disusun secara logis, numerik,
menurut abjad, dan susunan lain (Nitko, 1996: 138-153).
1. Kaidah Penulisan Tes Obyektif Pilihan Ganda
Berkaitan dengan tes pilihan ganda ini, Ebel memberikan
petunjuk sebagai berikut:
a) Susun tes pilihan ganda berdasarkan ide-ide yang penting
dan menunjukkan pernyataan yang bermakna, relevan, dan
independen
b) Pilih topik dan ide, kemudian tulis butir soal pilihan ganda
yang mampu memaksimalkan daya beda butir-butir tes
tersebut
c) Susun draf awal dan adakan revisi, sehingga penggabungan
menjadi seperangkat tes akhir menjadi sempurna
d) Awali stem pertanyaan dengan pernyataan yang tidak
lengkap dan disertai jawaban yang tepat serta dilengkapi
dengan jawaban yang salah, tetapi masuk akal
e) Susun jawaban yang benar sedemikian rupa atau secara
acak tanpa menampakkan adanya petunjuk ke arah jawaban
benar tersebut
f) Pilih susunan pengecoh sedemikian rupa sehingga menjadi
salah, tetapi tampak masuk akal, khususnya bagi peserta
didik yang bodoh (Ebel, 1972: 191-202).
Dalam kaitan ini, Hopkin dan Antes memberikan petunjuk
yang lebih rinci dan praktis dalam menyusun tes pilihan ganda,
yaitu:
a) Definisikan tugas-tugas dalam stem secara jelas
b) Tulis alternatif jawaban pada akhir pertanyaan
c) Tempatkan sebanyak mungkin kata-kata dalam stem
Evaluasi Pendidikan | 9
d) Hindari penggunaan kata-kata negatif
e) Hindari stem yang mengarah pada alternatif jawaban yang
salah atau benar
f) Buat alternatif jawaban yang paralel
g) Tulis alternatif jawaban secara vertikal
h) Hindari jawaban “semua di atas”
i) Buat alternatif jawaban sama panjang
j) Hilangkan petunjuk ke arah jawaban benar
k) Buat pengecoh yang masuk akal
l) Stemnya dalam bentuk pertanyaan
m) Kontrol tingkat kesulitan soal sehingga persentase jawaban
benar kira-kira separuhnya
n) Hindari kemungkinan menebak
o) Gunakan jawaban “tidak ada jawaban benar” hanya kalau
tidak ada jawaban lain
p) Susun alternatif jawaban sesuai dengan abjad atau urutan
lainnya
q) letakkan jawaban benar secara acak, dan (18) usahakan
memiliki empat sampai lima alternatif jawaban (Hopkin dan
Antes, 1990: 185-191).
Demikianlah beberapa petunjuk penting yang diperlukan
dalam menyusun butir soal pilihan ganda yang baik dan bermutu.
Dengan memperhatikan petunjuk tersebut, diharapkan pendidik
dapat menyusun butir tes pilihan ganda yang baik.
Masing-masing bentuk tes memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Kelebihan tes objektif, antara lain
dapat mengurangi subjektivitas dalam pemberian skor, menuntut
kemampuan tertentu untuk membedakan pilihan yang tepat,
lebih cepat untuk mengoreksi pekerjaan peserta didik, bisa
mencakup materi pelajaran secara komprehensif, dan bisa
menguji peserta didik dalam jumlah yang besar sekaligus.
Evaluasi Pendidikan | 10
Sedangkan kelemahannya, antara lain: sulit untuk menyusun
butir soal yang baik, membutuhkan waktu cukup lama untuk
menyusunnya, mengandung sifat “coba-coba”(guessing), dan
kurang bisa melatih peserta didik untuk memecahkan masalah
serta kurang bisa melatih berpikir evaluatif, divergen yang
bersifat holistik, lateral, intuitif, imajinatif, dan kreatif.
2. Kelebihan dan Kelemahan Tes Obyektif
Berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan tes objektif,
Gronlund dan Linn berpendapat bahwa kelebihan dan
kelemahan tes objektif, antara lain adalah sebagai berikut:
a) Kelebihan pada butir soal jawaban singkat adalah sangat
mudah menyusunnya, karena secara relatif biasanya
mengukur hasil belajar yang sederhana. Kecuali untuk
mengukur hasil belajar pemecahan masalah pada
matematika dan sain, butir tes jawaban singkat hanya
mengukur ingatan (recall) tentang informasi ingatan.
Kelebihan lain butir tes jawaban singkat adalah bahwa
peserta didik harus menyisipkan jawaban sehingga
mengurangi kemungkinan bahwa peserta didik menjawab
dengan benar karena tebakan. Sedangkan kelemahan tes
jawaban singkat adalah tidak cocok untuk mengukur hasil
belajar yang kompleks dan kesulitan untuk memberi skor.
b) Kelebihan pada butir tes benar-salah adalah bahwa butir tes
benar-salah mudah disusun, tetapi untuk menyusun butir tes
benar-salah yang tidak ambigius diperlukan keterampilan
tertentu. Kelebihan kedua pada butir tes banar-salah adalah
bahwa dapat mencakup materi yang luas. Di samping itu,
salah satu kekurangan atau kelemahan yang serius pada
butir benar-salah adalah bentuk hasil belajar yang dapat
diukur. Di samping itu bentuk tes benar-salah bisa ditebak,
dan peluang benarnya adalah 50%.
Evaluasi Pendidikan | 11
c) Kelebihan pada butir tes menjodohkan adalah bentuknya
yang kompak dan dapat mengukur sejumlah besar hasil
belajar yang berkaitan dengan fakta-fakta, dan mudah
menyusunnya. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa
butir tes menjodohkan terbatas untuk mengukur informasi
tentang fakta-fakta pada belajar hafalan, dan kesulitan untuk
menemukan materi yang homogen yang signifikan dengan
tujuan dan hasil belajar.
d) Kelebihan pada butir tes pilihan ganda adalah efektif untuk
mengukur berbagai tipe pengetahuan dan hasil belajar yang
kompleks. Di samping itu, butir tes pilihan ganda memiliki
tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk butir tes
benar-salah, karena kesempatan untuk menebak dapat
dikurangi. Sedangkan kelemahan butir tes pilihan ganda
adalah bahwa sebagai tes tertulis memiliki keterbatasan
untuk mengukur hasil belajar yang bersifat verbal, mengukur
keterampilan pemecahan masalah, mengukur kecakapan
untuk mengorganisasikan dan mengemukakan pendapat. Di
samping itu, butir tes pilihan ganda memiliki kesulitan untuk
menemukan pengecoh yang tepat (Linn dan Gronlund, 1995:
153-183).

Sehubungan dengan adanya kelebihan dan kelemahan butir


tes objektif tersebut di atas, Ebel menyarankan bahwa tes
objektif hendaknya digunakan dalam kondisi sebagai berikut:

a) Kelompok yang diberikan tes jumlahnya besar atau banyak,


dan tes akan digunakan kembali
b) Reliabilitas skor tes yang tinggi harus diperoleh seefisien
mungkin
c) Kejujuran penilaian, keterbukaan, dan bebas dari “halo
effect”
Evaluasi Pendidikan | 12
d) Pengajar atau pendidik lebih percaya akan kemampuannya
untuk menyusun butir-butir tes objektif secara jelas
dibandingkan dengan kemampuannya untuk menilai jawaban
tes esai secara jelas
e) Lebih menekankan pada kecepatan laporan skor tes
daripada kecepatan menyiapkan tes (Ebel, 1972: 144).

Berdasarkan uraian dan pendapat-pendapat tersebut di atas


dapatlah disimpulkan bahwa tes objektif adalah butir tes yang
menuntut jawaban memilih, yang terdiri dari butir tes bentuk
jawaban benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda dalam
berbagai variasi; dan butir soal yang menuntut jawaban mengisi,
yang terdiri dari butir tes jawaban singkat dan butir tes
melengkapi. Dalam kajian ini hanya dibahas tes objektif dalam
bentuk pilihan ganda, karena bentuk tes ini yang umum
digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik . Butir tes
objektif memiliki beberapa kelebihan dan keterbatasan yang
berkaitan dengan cara penyusunan butir tes, tingkat reliabilitas,
cakupan materi yang bisa diukur, peluang untuk menebak dan
menjawab benar, dan jumlah peserta didik yang bisa diuji atau
di tes pada waktu yang bersamaan. Untuk mengatasi kelemahan
dari masing-masing bentuk tes objektif tersebut, dianjurkan
kepada penulis butir tes objektif untuk mengikuti petunjuk
penulisan butir soal obyektif yang baik.

b) Tes Esai atau Tes Uraian


Tes esai sering disebut tes subjektif, karena proses pemberian
skornya dipengaruhi oleh opini atau penilaian dari pendidik atau
pemeriksa tes tersebut. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa tes
esai termasuk ke dalam kelompok tes dengan jawaban tersusun
(constructed-response tests). Jenis tes esai menghendaki peserta
didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan mengemukakan
Evaluasi Pendidikan | 13
sendiri jawabannya. Dengan perkataan lain bahwa peserta didik
tidak memilih jawaban, akan tetapi memberikan jawaban dengan
kata-katanya sendiri secara bebas. Oleh karena itu, jawaban peserta
didik tersebut hanya bisa diperiksa oleh mereka yang menulis butir
tes tersebut atau oleh orang yang ahli atau mengetahui dengan jelas
mengenai inti pokok persoalan yang ditanyakan dalam butir tes
tersebut. Dalam hubungan ini, Hopkins dan Antes menyatakan
bahwa tes esai adalah tes untuk mengembangkan jawaban atau
respon peserta didik secara penuh. Keakuratan dan kualitas dari
jawaban peserta didik harus dinilai oleh seseorang yang memiliki
pengetahuan dan keahlian tentang materi yang diujikan, dalam hal
ini biasanya adalah orang yang membuat butir soal tersebut.
Menurut Mehrens dan Lehmann, tes esai dapat digolongkan
menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-
response) dan jawaban terbatas (restricted-response), dan hal ini
tergantung pada kebebasan peserta didik untuk mengorganisasikan
atau menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes
esai bentuk jawaban terbuka atau jawaban luas dari pertanyaan
uraian atau esai, mengijinkan peserta didik untuk
mendemonstrasikan kecakapannya untuk: menyebutkan atas
pengetahuan faktual, menilai pengetahuan faktualnya, menyusun
ide-idenya, dan mengemukakan idenya secara logis dan koheren.
Sedangkan pada tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta
didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup jawabannya,
karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus
diberikan oleh peserta didik (Mehrens dan Lehmann, 1973: 206-
207).
1. Kelebihan dan Kelemahan Tes Uraian
Seperti halnya pada tes objektif, butir tes esai juga memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan atau keunggulan tes esai,
yaitu:
Evaluasi Pendidikan | 14
a) Secara relatif lebih mudah untuk menyiapkan butir soalnya
dibandingkan dengan menyusun butir soal pilihan ganda
b) Merupakan alat yang bisa mengukur kecakapan peserta
didik untuk menyusun jawaban dan mengemukakannya
dalam prosa
c) Dapat membantu pendidik untuk melihat kejujuran peserta
didik dengan memberi tekanan pada kemampuan peserta
didik untuk mengisi jawaban yang benar
d) Dapat membantu merangsang hasil yang baik bagi
pembelajaran peserta didik. Di samping keunggulannya, tes
esai juga memiliki kelemahan, yaitu: terbatas pada cakupan
materi yang bisa diukur, khususnya pada bentuk tes esai
jawaban terbuka, dan memiliki reliabilitas keterbacaan yang
rendah (Mehrens dan Lehmann, 1973: 73-76).
Menurut Wiersma dan Jurs, kelebihan tes esai adalah
memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan
yang lebih tinggi atau kompleks. Pada butir tes esai memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menyusun,
menganalisis, dan mensintesis ide-ide, dan peserta didik harus
mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya
dalam bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Hal ini tidak
terjadi pada penggunaan tes objektif. Sedangkan kelemahan tes
esai adalah berkaitan dengan pensekoran. Ketidak konsistenan
pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam
memberikan sekor dan terbatasnya reliabilitas tes. Pensekoran
dapat dipengaruhi oleh baik-buruknya tulisan peserta didik atau
kerapian dan keindahan tulisan peserta didik (Wiersma dan
Jurs, 1990: 73-76).
Dalam hubungan ini, Hopkins dan Stanley mengemukakan
bahwa keterbatasan tes esai adalah sebagai berikut:
a) Tidak konsistennya pembaca (reader reliability)
Evaluasi Pendidikan | 15
b) Adanya efek dari kecenderungan menilai yang dipengaruhi
oleh keadaan lain (halo effect)
c) Akibat yang timbul karena adanya pengaruh pada jawaban
butir soal sebelumnya (item-to-item carryover effects)
d) Akibat yang timbul karena pengaruh hasil tes sebelumnya
(test-to-test carryover effects)
e) Akibat yang timbul karena urutan penilaian (order effects)
f) Akibat yang timbul karena bentuk tulisan atau bahasa
(language mechanics effects). Sedangkan kelebihan tes esai
adalah bahwa dengan tes esai, mampu untuk mengukur
tingkat berpikir lebih tinggi dan kompleks, serta bisa
mengembangkan sikap untuk memecahkan masalah
(Hopkins dan Stanley, 1981: 205-213).
Di samping memiliki beberapa keunggulan, seperti dapat
mengukur aspek kemampuan yang tinggi dan kompleks, tetapi
tes esai juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya, sulit
memberikan skor secara objektif, sehingga tingkat reliabilitasnya
lebih rendah dari tes objektif. Namun demikian, tes esai secara
keseluruhan lebih unggul jika dibandingkan dengan tes objektif,
karena tes esai bisa mengukur tingkat kemampuan yang paling
rendah sampai dengan tingkat kemampuan paling tinggi. Untuk
mengatasi kelemahan pada tes esai, dapat dilakukan dengan
cara mengikuti secara cermat petunjuk-petunjuk penulisan tes
esai yang dikemukakan oleh para ahli pada bidang pengukuran
dan evaluasi. Di samping itu, pemeriksaan dan pemberian skor
pada tes esai harus dilakukan oleh orang yang membuat soal
tersebut atau oleh orang yang ahli dan menguasai materi yang
ditanyakan dalam butir tes esai, serta harus mengikuti prosedur
pemberian skor secara ketat, antara lain dengan cara memberi
skor tanpa memperhatikan identitas peserta didik , memberi skor
untuk satu nomor butir soal bagi semua peserta didik sebelum
Evaluasi Pendidikan | 16
melangkah kepada butir soal berikutnya, dan memeriksa butir
soal secara periodik untuk mengurangi kelelahan dan
kebosanan.
2. Kaidah Penyusunan Tes Uraian
Selanjutnya Linn dan Gronlund menyatakan bahwa untuk
menyusun tes esai hendaknya memperhatikan beberapa
petunjuk sebagai berikut:
a) Batasi penggunaan tes esai pada hasil belajar yang tidak
bisa diukur dengan tes objektif.
b) Susun pertanyaan yang akan mengungkap perilaku yang
menentukan hasil belajar.
c) Susun pertanyaan sedemikian rupa sehingga tugas-tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik bisa dipahami
secara jelas.
d) Berikan batas waktu untuk setiap pertanyaan.
e) Hindari penggunaan pertanyaan yang bersifat pilihan. Di
samping pendapat-pendapat tersebut, Mehrens dan
Lehmann juga memberikan beberapa petunjuk tentang
penyusunan tes esai yang baik, yaitu:
1) berikan waktu dan pikiran yang cukup untuk menyusun
pertanyaan tes esai;
2) pertanyaan hendaknya ditulis sedemikian rupa sehingga
memperoleh bentuk perilaku yang akan diukur;
3) pertanyaan esai yang disusun dengan baik akan
membuat peserta didik mengerti tentang kerangka
jawaban yang harus dikerjakan:
4) tentukan dengan jelas, penguasaan fakta-fakta apa yang
akan dipertimbangkan dalam menilai jawaban tes esai;
5) hindari menyediakan pertanyaan pilihan dalam tes esai;
6) gunakan sejumlah besar pertanyaan yang menuntut
jawaban singkat (sekitar setengah halaman) daripada
Evaluasi Pendidikan | 17
hanya menyediakan sedikit pertanyaan yang memerlukan
jawaban panjang;
7) jangan memulai pertanyaan esai dengan kata-kata,
seperti: daftarlah, siapakah, apakah, tahukah anda;
8) sesuaikan kompleksitas dan panjang jawaban yang
diharapkan dengan tingkat kematangan peserta didik;
9) jika memungkinkan, gunakan pertanyaan bentuk novel;
10)siapkan kunci jawaban.
Dalam hubungan dengan penyusunan tes esai ini, terdapat
sejumlah kata-kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) analyze atau analisis
b) coment atau berikan komentar
c) compare atau bandingkan
d) contrast atau perbedaan antara dua hal atau lebih
e) criticize, interpret, review atau berikan kritik, intepretasikan,
dan berikan pandangan
f) define atau definisikan
g) diagram, illustrate, atau buat diagram dan berikan ilustrasi
h) discuss atau diskusikan
i) evaluate atau berikan penilaian
j) explain, relate, atau jelaskan, hubungkan
k) justify, prove, atau berikan alasan, buktikan
l) list, enumerate, atau buat daftar, sebutkan satu-persatu
m) outline atau buat garis besar
n) summarize atau buat ringkasan
o) trace atau berikan deskripsi tentang kemajuan secara runtut.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tes esai, berikut ini
akan diuraikan mengenai beberapa petunjuk praktis dalam
menyusun butir tes esai. Dalam hubungan ini, Hopkins dan
Stanley menganjurkan bahwa untuk menyusun tes esai yang
baik perlu memperhatikan langkah-langkah berikut:
Evaluasi Pendidikan | 18
a) Siapkan secara pasti perlengkapan yang diperlukan dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengikuti ujian dengan tes
esai.
b) Yakinkan bahwa pertanyaan-pertanyaan telah terfokus dan
disiapkan secara hati-hati.
c) Isi dan panjang pertanyaan perlu disusun sedemikian rupa.
d) Gunakan teman-teman sejawat untuk memberi masukan
terhadap tes yang disusun.
e) Hindari penggunaan pertanyaan pilihan.
f) Kecuali untuk kemampuan menulis, batasi penggunaan tes
esai pada tujuan pembelajaran yang sesuai.
g) Pada umumnya beberapa pertanyaan singkat lebih baik
disiapkan untuk mengurangi pertanyaan-pertanyaan yang
digunakan untuk mengukur prestasi secara umum (Hopkins
dan Stanley, 1981: 216-220).
3. Metode Pemeriksaan Tes Uraian
Linn dan Gronlund menjelaskan bahwa dalam pemberian
skor hendaknya mengikuti petunjuk-petunjuk berikut ini, yaitu:
a) Siapkan garis besar jawaban yang diharapkan dikuasai
b) Gunakan metode pensekoran yang paling tepat, yakni
dengan metode analitik atau metode holistik
c) Tentukan bagaimana menangani faktor-faktor yang tidak
relevan dengan hasil belajar yang akan diukur
d) Berikan penilaian untuk semua jawaban peserta didik pada
satu nomor pertanyaan sebelum beralih pada nomor
pertanyaan berikutnya
e) Jika memungkinkan, berikan nilai pada jawaban-jawaban
peserta didik tanpa memperhatikan identitas atau nama
peserta didik

Evaluasi Pendidikan | 19
f) Gunakan dua atau lebih penilai bebas jika keputusan penting
akan diambil atau dibuat (Linn dan Gronlund, 1995; 225-
234).
Mengenai metode pemberian skor pada tes esai, dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada metode pemberian skor secara
analitik, tiap jawaban dibandingkan dengan jawaban ideal dan
nilai diberikan untuk setiap elemen. Penilaian didasarkan pada
angka kumulatif secara absolut, misalnya, A = 10 atau lebih, B =
6-9 poin, dan sebagainya, atau secara relatif, A = skor tertinggi
15%, B = skor berikutnya 30%, dan sebagainya. Sedangkan
pada metode global, tiap jawaban peserta didik dibaca dan
diberikan skor didasarkan pada kualitas total jawaban peserta
didik atau pada kualitas total dari jawaban peserta didik
dibandingkan dengan jawaban peserta didik yang lain.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam memeriksa jawaban tes
esai hendaknya diperhatikan petunjuk berikut, yaitu: gunakan
metode yang tepat (metode analitik atau metode global) untuk
mengurangi bias; berikan perhatian hanya pada aspek jawaban
yang signifikan dan relevan; hati-hati, jangan terpengaruh oleh
aspek pribadi yang dinilai; dan terapkan patokan yang sama
untuk semua lembar jawaban peserta didik.
Berkenaan dengan pemerikasaan dan pemberian skor pada
butir tes esai ini, Wiersma dan Jurs menyatakan bahwa prosedur
pemberian skor butir tes esai hendaknya mengikuti langkah-
langkah berikut ini, yaitu:
a) Siapkan daftar yang jelas tentang konsep-konsep, fakta-
fakta, dan lain-lain yang dianggap penting yang termasuk
dalam jawaban soal, serta bekerjalah berdasarkan garis
besar model jawaban yang diinginkan
b) Bacalah sejumlah sampel (sekitar lima atau enam orang)
dari jawaban-jawaban tersebut tanpa memberikan skor
Evaluasi Pendidikan | 20
dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang
kualitas jawaban yang bisa diharapkan
c) Jika memungkinkan, bacalah lembaran kerja peserta didik
tanpa memperhatikan identitas peserta didik untuk
menghindari terjadinya “halo effect”, seperti memberi skor
yang tinggi kepada peserta didik yang telah diketahui
sebagai peserta didik yang baik
d) Beri skor untuk semua jawaban peserta didik pada satu
nomor soal sebelum memberi skor pada butir soal
berikutnya, sehingga dapat menjaga konsistensi pemberian
skor
e) Atur kembali lembaran kerja peserta didik secara random
setelah pemberian skor untuk tiap butir soal, sehingga
posisinya tidak sama
f) Jika jumlah soal yang akan diberi skor cukup banyak, aturlah
waktu pemeriksaan tersebut sedemikian rupa dengan
maksud untuk mengurangi kelelahan dan kebosanan
(Wiersma dan Jurs, 1990: 84-85).
Dari uraian dan pendapat-pendapat tersebut di atas dapatlah
disimpulkan bahwa tes esai adalah butir tes yang menuntut
peserta didik untuk menyusun, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya menurut kata-katanya
sendiri secara bebas. Tes esai dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar, yaitu tes esai yang menginginkan jawaban luas
atau terbuka dan tes esai yang menginginkan jawaban terbatas
atau terstruktur. Pada bentuk tes esai yang menginginkan
jawaban terbuka, peserta didik boleh mendemonstrasikan
kecakapannya untuk menyebutkan pengetahuan faktual, menilai
pengetahuan faktualnya, menyusun ide-idenya, dan
mengemukakan ide-idenya secara logis dan koheren.
Sedangkan pada tes esai dengan jawaban terbatas atau
Evaluasi Pendidikan | 21
terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan lingkup
jawabannya yang harus diberikan oleh peserta didik .
c) Perbandingan antara Tes Esai dan Tes Objektif
Antara kedua bentuk tes, yaitu esai dan tes objektif, terdapat
perbedaan dan persamaannya. Perbedaan tersebut tampak pada
berbagai aspek, misalnya dilihat dari tujuan pengukuran, ranah atau
jenis kemampuan yang diukur, cara penulisan butir soal, dan cara
pemberian skor untuk setiap butir soal. Sedangkan persamaannya,
antara lain adalah sama-sama berupa alat untuk mengukur sebagian
besar hasil pendidikan yang dapat diukur dengan tes tertulis. Di
samping itu, baik tes objektif maupun tes esai dapat digunakan untuk
mendorong peserta didik supaya belajar memahami prinsip-prinsip,
menyusun dan memadukan ide-ide, dan penerapan pengetahuan
pada proses pemecahan masalah.
Mengenai perbedaan antara tes esai dan tes objektif, Ebel
menyatakan sebagai berikut:
a) Pada tes esai, meminta peserta didik untuk merencanakan,
menyusun, dan mengemukakan jawabannya dengan
menggunakan kata-katanya sendiri; sedangkan pada tes objektif,
peserta didik diminta untuk memilih di antara beberapa alternatif
jawaban yang telah disediakan.
b) Pada tes esai, secara relatif terdiri dari sedikit pertanyaan yang
bersifat umum, dan memerlukan jawaban yang luas; sedangkan
pada tes objektif terdiri dari banyak pertanyaan, dan menuntut
jawaban secara singkat atau hanya memilih jawaban.
c) Pada tes esai, peserta didik menghabiskan waktu untuk berpikir
dan menulis jawban pada saat mengerjakan soal; sedangkan
pada tes objektif, waktu lebih banyak digunakan untuk membaca
dan berpikir ketika mengerjakan soal objektif.

Evaluasi Pendidikan | 22
d) Pada tes esai, kualitas tes sebagian besar ditentukan oleh
keterampilan membaca jawaban peserta didik ; sedangkan pada
tes objektif, kualitas tes ditentukan oleh pembuat soal.
e) Secara relatif, ujian tes esai lebih mudah disiapkan, tetapi relatif
membosankan serta sulit untuk memberi skor secara akurat;
sedangkan ujian pada tes objektif secara relatif membosankan
dan sulit untuk menyiapkan, tetapi relatif mudah untuk memberi
skor secara akurat.
f) Pada ujian tes esai, memberi kebebasan kepada peserta didik
untuk mengemukakan jawabannya secara individual, dan bebas
bagi pemeriksa untuk memberikan skor sesuai dengan
pandangan pribadi pemeriksa; sedangkan pada ujian tes objektif,
memberi banyak kebebasan bagi penyusun soal untuk
mengemukakan pengetahuan dan nilainya, tetapi kepada
peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih dan
menunjukkan proporsi jawaban benar yang ia berikan, dan
berapa banyak yang ia ketahui dan kerjakan.
g) Tuntutan pada tes esai yang digunakan sebagai dasar
penentuan derajat penguasaan peserta didik , kurang jelas;
sedangkan pada tes objektif, tugas-tugas peserta didik yang
digunakan sebagai dasar untuk menentukan derajat
penguasaan, lebih jelas daripada tes esai.
h) Pada tes esai, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
berpura-pura bisa mengerjakan soal, sedangkan pada tes
objektif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menebak.
i) Distribusi skor hasil tes esai dapat dikontrol oleh kesungguhan
penilai; sedangkan pada tes objektif, distribusi skor ditentukan
oleh banyaknya butir tes (Ebel, 1972: 123-138). Dari pendapat
Ebel tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan antara tes esai
dan tes objektif tampak pada cara peserta didik menjawab soal,
Evaluasi Pendidikan | 23
jumlah butir soal, waktu yang digunakan untuk mengerjakan
soal, kualitas dan reliabilitas tes, penyelenggaraan ujian,
pemberian skor, kebebasan mengemukakan pendapat peserta
ujian, kriteria untuk menentukan derajat penguasaan peserta
didik , kesempatan untuk menebak jawaban, dan distribusi skor
hasil penilaian.
Dalam hubungan ini, Hoffman, yang dilaporkan oleh Hopkins
dan Stanley menyatakan bahwa tes objektif dapat mengukur
pengetahuan tentang fakta-fakta, tetapi tes esai dapat mengukur
kemampuan berpikir yang lebih kompleks, dan berpikir pada
tingkat tinggi. Di samping itu tes objektif tidak dapat
mengembangkan kualitas penalaran, kemampuan menyusun
ide-ide, merancang, dan pemahaman yang kompleks pada
peserta didik (Hopkins dan Stanley, 1981: 205).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
secara keseluruhan tes esai lebih unggul jika dibandingkan
dengan tes objektif, karena dengan tes esai dapat mengukur
kemampuan pada tingkat tinggi dan kompleks, serta dapat
mengembangkan kualitas penalaran, kemampuan menyusun
ide-ide, merancang, dan mengembangkan pemahaman yang
kompleks pada peserta didik . Kemampuan-kemampuan tersebut
sangat bermanfaat bagi peserta didik untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dicermati
bahwa jika dilihat dari tujuan pengukuran, tes objektif lebih cocok
untuk mengukur hasil belajar pada tingkat pengetahuan tentang
fakta-fakta, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Sedangkan tes
esai lebih efisien untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, serta sangat baik untuk
mengukur hasil belajar pada tingkat tinggi dan kompleks, seperti
analisis, sintesis, dan evaluasi. Dengan perkataan lain bahwa tes
Evaluasi Pendidikan | 24
esai sangat baik untuk mengukur kemampuan berpikir kritis,
divergen, holistik, imajinatif, dan berpikir kreatif. Dengan
demikian berarti bahwa jika dilihat dari tujuan pengukuran, tes
esai lebih luas penggunaannya, yaitu pada semua tingkat
berpikir pada ranah kognitif. Sedangkan penggunaan tes objektif
paling tinggi dapat mengukur hasil belajar sampai pada tingkat
sintesis. Selanjutnya, Gronlund dan Linn (1990: 124)
mengemukakan bahwa terdapat tujuh aspek yang dapat
dibandingkan antara tes esai dan tes objektif, seperti tercantum
dalam tabel pada halaman berikut

Tabel 2.1. Perbandingan antara Tes Esai dan Tes Objektif

Tes Objektif Tes Esai


Baik untuk mengukur hasil Tidak efisien untuk mengukur
belajar pada tingkat pengetahuan tentang fakta.
1.Hasil
pengetahuan tentang fakta, Dapat mengukur pemahaman,
belajar
pemahaman, keterampilan keterampilan berpikir, dan hasil
yang
berpikir, dan hasil belajar yang belajar yang kompleks lainnya
diukur
kompleks. Tetapi tidak mampu (khususnya sangat berguna
untuk mengukur kemampuan jika jawaban orisinil yang
untuk memilah dan menyusun diinginkan). Cocok untuk
ide-ide, kecakapan menulis, dan memilih dan menyusun ide-ide,
beberapa bentuk keterampilan keterampilan menulis, dan
untuk memecahkan masalah keterampilan untuk
memecahkan masalah yang
menuntut pemikiran yang
orisinil
2.Penyia Banyak memerlukan waktu Hanya sedikit pertanyaan yang
pan untuk menyusun butir soal. diperlukan untuk seperangkat
Sukar mempersiapkan butir soal tes. Menyiapkan butir soal
butir
yang baik dan memerlukan relatif mudah, tetapi lebih sulit
soal
Evaluasi Pendidikan | 25
waktu lama daripada anggapan orang.

3.Menga Dapat mewakili semua materi Tidak dapat mewakili seluruh


mbil pelajaran dan dapat memuat materi pelajaran, karena hanya
sampel butir soal yang banyak dalam sedikit pertanyaan yang bisa
materi seperangkat tes. dimasukkan dalam
pelajaran seperangkat tes.
4.Kontrol Tinggal memilih jawaban yang Bebas menjawab atas dasar
terhadap telah tersedia. Menghindari kata-katanya sendiri, dan
jawaban gertak sambal dan pengaruh keterampilan menulis
peserta keterampilan menulis, bisa mempengaruhi sekor, berpikir
didik menebak jawaban menebak bisa dikurangi
5.Pember Pensekoran secara objektif dan Pensekoran subjektif dan
ian skor cepat, mudah, dan konsisten lambat, sulit, dan tidak
konsisten
6.Pengar Biasanya mendorong peserta Mendorong peserta didik
uh pada didik untuk mengembangkan untuk memusatkan pikiran
proses pengetahuan tentang fakta-fakta pada sejumlah besar materi
pembelaj khusus dan kemampuan untuk pelajaran, dengan penekanan
aran pembedaan di antara fakta khusus pada kemampuan
tersebut. Dapat mendorong untuk menyusun,
pengembangan pemahaman, mengintegrasikan, dan
keterampilan berpikir, dan hasil mengemukakan ide-ide secara
belajar yang kompleks lainnya efektif. Dapat mendorong
kebiasaan menulis buruk jika
waktunya mendesak.
7.Reliabili Reliabilitas yang tinggi mungkin Reliabilitasnya lebih rendah,
tas dicapai, khususnya jika tes terutama karena pensekoran
disusun secara baik yang tidak konsisten.

Evaluasi Pendidikan | 26
Jika diamati dari segi cakupan materi yang bisa dijangkau
oleh tes, bentuk tes objektif dapat menjangkau seluruh materi
pelajaran, karena tes objektif dapat memuat butir-butir soal yang
banyak dalam waktu ujian yang sama yang telah ditentukan.
Sedangkan tes esai, kurang representatif luas materi yang bisa
dicakup dalam seperangkat tes, karena butir-butir tes yang
dimuat dalam seperangkat tes hanya sedikit atau terbatas
jumlahnya untuk waktu ujian yang ditentukan. Selanjutnya,
dalam hal penulisan butir-butir tes, pada tes objektif lebih sukar
dan membutuhkan keakhlian tinggi dan waktu yang lebih lama,
karena jumlah butir soal yang ditulis cukup banyak, di samping
kesulitan dalam memilih pengecoh atau distraktor yang baik atau
efektif. Jika dilihat dari cara pemberian skor, memeriksa tes
objektif lebih mudah, konsisten, dan objektif, sehingga memiliki
derajat reliabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tes
esai. Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, pada tes
objektif ada peluang untuk menebak jawaban, sehingga
mempengaruhi skor yang diperoleh oleh peserta didik , dan
biasanya menjadi lebih meningkat, karena nilai sesungguhnya
(skor murni) ditambah dengan nilai tebakan. Pada tes esai juga
terjadi peningkatan perolehan nilai karena pengaruh faktor
tulisan, yaitu tulisan peserta didik yang rapi, bagus, indah, dan
mudah dibaca oleh pemeriksa, cenderung pemeriksa
memberikan skor lebih tinggi. Sebaliknya, jika tulisan peserta
didik tidak baik, kotor, banyak coretan, dan sulit dibaca oleh
pemeriksa, cenderung menurunkan skor yang diberikan oleh
pemeriksa ujian. Apabila dicermati pengaruhnya terhadap proses
pembelajaran, maka penggunaan tes objektif dapat mendorong
peserta didik untuk mengingat fakta-fakta, kemampuan
membedakan, menginterpretasi, dan menganalisis ide-ide orang
lain, dan bukan kemampuan atau keterampilan untuk menyusun
Evaluasi Pendidikan | 27
dan mengungkapkan ide-idenya sendiri yang berkaitan dengan
materi yang dikaji dalam pelajaran. Sedangkan dengan
penggunaan tes esai yang baik, dapat mendorong dan
mengembangkan keterampilan peserta didik untuk menyusun
dan mengorganisasikan ide-idenya serta mengemukakannya
secara bebas dan orisinil.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa


penggunaan tes esai dapat mengukur hasil belajar dari
kemampuan berpikir tingkat rendah (pengetahuan, pemahaman,
dan aplikasi) sampai dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi
(analisis, sintesis, dan evaluasi). Sedangkan penggunaan tes
objektif hanya mampu untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
rendah dan sebagian hasil belajar tingkat tinggi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dalam rangka mengembangkan
daya nalar peserta didik , kapasitas peserta didik untuk berpikir
kritis, divergen, holistik, dan kreatif, maka penggunaan tes esai
akan lebih efektif.

Berdasarkan analisis terhadap konsep tes formatif menurut


bentuknya, yaitu tes esai dan tes objektif bentuk pilihan ganda,
dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut. Tes formatif
adalah instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk
mengukur hasil belajar dan memantau kemajuan belajar peserta
didik selama proses pembelajaran berlangsung dalam satu
program tertentu, misalnya dalam satu sub pokok bahasan
dalam proses pembelajaran, yang bermanfaat untuk memberikan
umpan balik kepada peserta didik dan guru, dengan maksud
untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam
proses pembelajaran, baik pada peserta didik maupun guru.
Melalui umpan balik itu diharapkan peserta didik dapat
menguasai materi pelajaran secara penuh, dan pendidik dapat

Evaluasi Pendidikan | 28
memperbaiki program pembelajaran, metode pembelajaran,
media, dan sistem evaluasi yang digunakan dalam proses
pembelajaran.

Tes objektif adalah seperangkat tes atau alat ukur yang


setiap butirnya menuntut jawaban memilih, yang terdiri dari butir
tes bentuk jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan
pilihan ganda dalam berbagai variasi. Dalam penelitian ini bentuk
tes objektif yang digunakan adalah bentuk pilihan ganda. Tes
pilihan ganda adalah seperangkat tes yang setiap butirnya
menyediakan pilihan jawaban dan salah satu opsinya merupakan
jawaban yang benar, sedangkan opsi lainnya berfungsi sebagai
distraktor atau pengecoh. Butir tes pilihan ganda memiliki
beberapa kelemahan dan kelebihan yang berkaitan dengan
penyusunan butir tes, tingkat reliabilitas, cakupan materi yang
bisa diukur, peluang untuk menebak dan menjawab benar, dan
jumlah peserta didik yang bisa diuji dalam waktu bersamaan.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, penyusun butir tes
diharapkan mengikuti beberapa petunjuk untuk penulisan butir
tes yang baik. Pemeriksaan dan cara pemberian skor pada tes
objektif pilihan ganda dapat dilakukan oleh pendidik dan siapa
saja, asalkan diberikan kunci jawaban yang benar oleh pembuat
tes yang profesional.

Selanjutnya, tes esai adalah butir tes yang menuntut peserta


didik untuk menyusun, merumuskan, dan mengemukakan
sendiri jawabannya menurut kata-katanya sendiri secara bebas.
Tes esai dapat dibedakan menjadi tes esai yang menuntut
jawaban terbuka dan tes esai yang menginginkan jawaban
terbatas. Di samping memiliki keunggulan, seperti: dapat
mengukur hasil belajar pada kemampuan berpikir tingkat rendah
sampai dengan kemampuan berpikir tinggi tinggi yang kompleks,

Evaluasi Pendidikan | 29
tetapi tes esai juga memiliki kelemahan-kelemahan, seperti:
kesulitan dalam pemberian skor secara objektif, sehingga tingkat
reliabilitasnya rendah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
dapat dilakukan dengan cara mengikuti beberapa petunjuk
penulisan butir soal yang baik, serta dalam penskorannya harus
dilakukan oleh pembuat soal atau oleh ahli lainnya, serta
mengikuti petunjuk pemberian skor secara ketat.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat


dicermati bahwa jika dilihat dari tujuan pengukuran, tes objektif
lebih cocok untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
pengetahuan tentang fakta-fakta, pemahaman, aplikasi, dan
analisis. Sedangkan tes esai lebih efisien untuk mengukur hasil
belajar pada tingkat pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi,
serta sangat baik untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
tinggi dan kompleks, seperti analisis, sintesis, dan evaluasi.
Dengan perkataan lain bahwa tes esai sangat baik untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis, divergen, holistik, imajinatif,
dan berpikir kreatif. Dengan demikian, berarti bahwa jika dilihat
dari tujuan pengukuran, tes esai lebih luas penggunaannya, yaitu
pada semua tingkat berpikir pada ranah kognitif. Sedangkan
penggunaan tes objektif paling tinggi dapat mengukur hasil
belajar sampai pada tingkat sintesis.

Jika diamati dari segi cakupan materi yang bisa dijangkau


oleh tes, bentuk tes objektif dapat menjangkau seluruh materi
pelajaran karena tes objektif dapat memuat butir-butir soal yang
banyak dalam waktu ujian yang sama yang telah ditentukan.
Sedangkan tes esai kurang representatif terhadap luas materi
yang bisa dicakup dalam seperangkat tes karena butir-butir tes
yang dimuat dalam seperangkat tes hanya sedikit atau terbatas
jumlahnya untuk waktu ujian yang ditentukan. Selanjutnya,

Evaluasi Pendidikan | 30
dalam hal penulisan butir-butir tes objektif lebih sukar dan
membutuhkan keakhlian tinggi dan waktu yang lebih lama
karena jumlah butir soal yang ditulis cukup banyak, di samping
kesulitan dalam memilih pengecoh atau distraktor yang baik atau
efektif. Jika dilihat dari cara pemberian skor, memeriksa tes
objektif lebih mudah, konsisten, dan objektif sehingga memiliki
derajat reliabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tes
esai.

Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, pada tes


objektif ada peluang untuk menebak jawaban sehingga
mempengaruhi skor yang diperoleh oleh peserta didik , dan
biasanya menjadi lebih meningkat, karena nilai sesungguhnya
(skor murni) ditambah dengan nilai tebakan. Pada tes esai juga
terjadi peningkatan perolehan nilai karena pengaruh faktor
tulisan, yaitu untuk tulisan peserta didik yang rapi, bagus, indah,
dan mudah dibaca oleh pemeriksa, cenderung pemeriksa
memberikan skor lebih tinggi. Sebaliknya, jika tulisan peserta
didik tidak baik, kotor, banyak coretan, dan sulit dibaca oleh
pemeriksa, cenderung menurunkan skor yang diberikan oleh
pemeriksa ujian. Apabila dicermati pengaruhnya terhadap proses
pembelajaran, maka penggunaan tes objektif dapat mendorong
peserta didik untuk mengingat fakta-fakta, kemampuan
membedakan, menginterpretasi, dan menganalisis ide-ide orang
lain, dan bukan kemampuan atau keterampilan untuk menyusun
dan mengungkapkan ide-idenya sendiri yang berkaitan dengan
materi yang dikaji dalam pelajaran. Sedangkan penggunaan tes
esai yang baik dapat mendorong dan mengembangkan
keterampilan peserta didik untuk menyusun dan
mengorganisasikan ide-idenya serta mengemukakannya secara
bebas dan orisinil.

Evaluasi Pendidikan | 31
Dari uraian tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
penggunaan tes esai dapat mengukur hasil belajar dari
kemampuan berpikir tingkat rendah (pengetahuan, pemahaman,
dan aplikasi) sampai dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi
(analisis, sintesis, dan evaluasi). Sedangkan penggunaan tes
objektif hanya mampu untuk mengukur hasil belajar pada tingkat
rendah dan sebagian hasil belajar tingkat tinggi. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa dalam rangka
mengembangkan daya nalar peserta didik , kapasitas peserta
didik untuk berpikir kritis, divergen, holistik, dan kreatif, maka
penggunaan tes esai akan lebih efektif.

C. Alat Ukur Non Tes (Typical Performance Test)


Beberapa jenis alat ukur non test (typical performance test), antara
lain: skala (alat ukur kiraan atau rating), observasi, wawancara, kuesioner,
studi kasus, daftar cocok (check-list), riwayat hidup, dan sosiometri.
a. Skala atau Alat Ukur Kiraan (Rating)
Skala adalah seperangkat lambang atau angka yang dibuat
sehingga melalui aturan, lambang atau angka itu dapat ditempatkan
pada individu yang menjadi sasaran penggunaan skala itu. Urutan
level skala dari tinggi ke rendah adalah: level rasio, level interval, level
ordinal, dan level nominal. Pada alat ukur kiraan (rating), memberi
kesempatan kepada responden untuk:
1. Memilih satu letak pada suatu bentang jawaban
2. Memilih butir yang cocok dengan kiraan responden
3. Memberi peringkat kepada beberapa hal sesuai dengan kiraan
responden. Banyak alat ukur kuesioner dan wawancara berbentuk
alat ukur kiraan.
b. Alat Ukur Observasi

Evaluasi Pendidikan | 32
Observasi atau pengamatan digunakan untuk mengukur perilaku
peserta didik atau kegiatan proses pembelajaran. Observasi harus
dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung. Pengamat terlebih
dahulu harus menetapkan apek-aspek tingkah laku yang hendak
diamati/diobservasi. Paling sedikit ada tiga jenis observasi, yaitu:
1. Observasi langsung, yakni pengamatan yang dilakukan terhadap
proses yang terjadi dalam siatuasi yang sebenarnya dan langsung
diobservasi oleh pengamat
2. Observasi tidak langsung, yakni pengamatan yang dilakukan
dengan menggunakan alat bantu (misalnya, dengan mikroskop
untuk pengamatan bakteri)
3. Observasi partisipasi, yakni observasi yang dilakukan dengan
melibatkan diri pengamat pada kegiatan yang diamati, sehingga
pengamat dapat lebih menghayati, merasakan dan mengalami
sendiri.
c. Wawancara
Wawancara atau interviu dapat digunakan untuk menilai hasil dan
proses belajar. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban
responden bisa dicatat secara lengkap. Ada dua jenis wawancara,
yaitu:
1. Wawancara berstruktur, yakni wawancara yang jawabannya telah
disiapkan sehingga pewawancara tinggal mengkategorikannya
pada alternatif jawaban yang telah dibuat
2. Wawancara bebas, yakni wawancara yang tidak menyiapkan
alternative jawaban, tetapi responden bisa secara bebas
mengemukakan pendapatnya. Ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:
a) Tahap awal pelaksanaan wawancara, yakni untuk membuat
suasana yang baik
b) Penggunaan pertanyaan, yakni pertanyaan supaya diajukan
secara bertahap dan sistematis
Evaluasi Pendidikan | 33
c) Pencatatan hasil wawancara, sebaiknya dilakukan pada saat
wawancara berlangsung, supaya tidak lupa.
d. Kuesioner
Kuesioner (questionnaire) juga sering dikenal sebagai angket
(daftar pertanyaan). Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh responden (objek ukur). Ditinjau dari
siapa yang menjawab, ada kuesioner langsung dan tidak langsung.
Ditinjau dari segi cara menjawab, ada kuesioner tertutup (jawaban
telah disediakan, tinggal memilih) dan terbuka (responden bebas
mengemukakan pendapatnya).
e. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari secara
mendalam seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus
tertentu. Misalnya, mempelajari anak nakal, malas belajar, dan
sejenisnya. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa
individu melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana
perilakukanya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Untuk mengungkap hal tersebut, perlu dicari data yang berkaitan
dengan pengalaman individu tersebut pada masa lalu, sekarang,
lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variable-variabel yang
berkaitan dengan kasusnya.
f. Daftar cocok (Check list)
Daftar cocok adalah sejumlah pernyataan (biasanya singkat),
dimana responden yang dinilai hanya membubuhkan tanda cocok (V)
pada tempat yang telah disediakan.

g. Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang
selama dalam masa hidupnya. Dengan mempelajari riwayat hidup,

Evaluasi Pendidikan | 34
penilai akan dapat menarik kesimpulan tentang kepribadian,
kebiasaan, dan sikap dari orang yang dinilai.
h. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu teknik untuk mempelajari atau
mengetahui hubungan sosial peserta didik atau subjek yang dinilai.
Dengan teknik sosiometri dapat diketahui posisi seseorang peserta
didik dalam hubungan sosialnya dengan teman-temannya. Misalnya,
peserta didik yang terisolasi dari teman-temannya, peserta didik
yang popular, dan sebagainya. Posisi peserta didik dalam
kaelompoknya sangat diperlukan untuk menentukan kelompok belajar,
organisasi kelas, pemberian tugas kelompok, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

Evaluasi Pendidikan | 35
A. KESIMPULAN
Dari berbagai definisi dari para ahli dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan tes adalah instrumen atau alat atau
prosedur yang sistematis, yang terdiri atas seperangkat pertanyaan
atau tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada
peserta didik dengan menggunakan bantuan skala numerik atau
kategori tertentu.

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa apa
yang telah dibuat penulis masih banyak kekurangan, oleh karena
itu masih diperlukan lagi pengembangan lebih lanjut untuk
perbaikan ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Evaluasi Pendidikan | 36
Cronbach, Lee J. Essentials of Psychological Testing. New York: Harper
and Row Publishers, 1990.

Fattah, N, 2003. Managemen Berbasis Sekolah: Strategi Pemberdayaan


sekolah dalam Rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah.
Bandung:Andira.

Gronlund, Norman E. and Robert R. Linn. Measurement and Evaluation in


Teaching. New York: MacMillan Publishing Company, 1990.

Nitko, Anthony J. Educational Assessment of Students. Englewood Cliffs,


New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1996.

Nunnaly, Jum C. Psychometric Theory. New York: McGraw Hill Book


Company, 1967.

Wahyudin, D. 2002. Pengantar Pendidikan. Direktorat Jendral Pendidikan


Tinggi Jakarta: Universitas Terbuka.

Wiersma, William and Stephen G. Jurs. Educational Measurement and


Testing. Boston: Allyn and Bacon, 1990.
Winataputra, U.S. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Jakarta:Universitas Terbuka.

Salvia, John and James E. Ysseldyke. Assessment. New Jersey:


Houghton Mifflin Company, 1995.

Suciati, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran 2. Direktorat Jendral


Pendidikan Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Evaluasi Pendidikan | 37

Anda mungkin juga menyukai