Anda di halaman 1dari 3

Tugas Kajian Hukum Subrogasi

Program Magang PT. Jaminan Kredit Indonesia


Aldo Serena Sandres

Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 KUH Perdata yang menyatakan bahwa subrogasi
adalah penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si
berpiutang itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang. 1 Dalam ketentuan
ini dapat dimaknai bahwa pihak ketiga adalah pihak yang bukan kreditur maupun debitur dimana
pihak ketiga memperoleh subrogasi karena ia membayar utang-utang debitur. Sehingga dapat
dikatakan bahwa subrogasi timbul akibat pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atas
utang debitur. Dalam konteks subrogasi, terdapat satu ciri istimewa yakni pihak ketiga dikatakan
menggantikan hak-hak kreditur terhadap debitur, oleh karena itu yang beralih adalah hak-hak
yang dipunyai kreditur terhadap debitur berdasarkan dan dalam hubungan hukum (perikatan)
antara kreditur dan debitur.2 Berdasarkan Pasal 1403 KUH Perdata dapat diketahui bahwa
Subrogasi diperoleh oleh pihak ketiga karena pembayaran yang dilakukan atas utang-utang
debitur, maka pihak ketiga hanya berhak atas hak-hak kreditur sebanding dengan besarnya
pembayaran disbanding dengan keseluruhan hutang-hutang debitur.3

Selanjutnya apabila membahas Subrogasi berdasarkan perjanjian diatur dalam ketentuan


Pasal 1401. Dalam hal ini subrogasi berdasarkan perjanjian dibagi menjadi subrogasi yang
berasal dari inisiatif kreditur dan subrogasi yang berasal dari inisiatif debitur. Subrogasi karena
inisiatif kreditur dalam Pasal 1401 sub (1) KUH Perdata disebutkan bahwa “apabila kreditur,
dengan menerima pembayaran dari pihak ketiga, menetapkan atau menyatakan bahwa pihak
ketiga akan ditempatkan dalam hak-hak, tuntutan-tuntutan, hak-hak istimewa dan hipotek yang
dipunyai olehnya:. Dari bunyi tersebut dapat diketahui bahwa subrogasi dalam hal ini terjadi atas
inisiatif kreditur, karena debitur tidak disinggung dan banyak sarjana yang berpendapat bahwa
tidak diperlukan persetujuan dari debitur.4 Pada Pasal 1401 sub (1) ayat (2) KUH Perdata telah
menentukan syarat untuk subrogasi tersebut harus diperjanjikan secara tegas dan tepat pada saat
1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, cet. 28, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), Psl 1400
2
Din Saphirty WD, “Subrogasi Atas Jaminan Hutang (Studi Kasus: Gugatan Intervensi Wellington
Underwriting Agencies Limited, Dkk Terhadap Uang Hasil Lelang Dalam Perkara No. 894/Pdt.G/2005/PN.Jak-
Sel)”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia:2008, hlm 19
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, cet. 28, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), Psl 1403
4
Din Saphirty WD, “Subrogasi Atas Jaminan Hutang…”, hlm 24
pembayaran (oleh pihak ketiga). Sehingga dalam konteks ini kedudukan pihak ketiga serta hak-
haknya terhadap debitur harus dinyatakan secara tegas dan tidak boleh disimpulkan dari kata-
kata maupun tindakan-tindakan saja. Selain itu, kata-kata “tepat pada saat pembayaran” harus
didefinisikan bahwa pernyataan subrogasi harus dilakukan pada saat pihak ketiga membayar
utang debitur kepada kreditur. Syarat ini diadakan untuk mencegah adanya permainan antara
debitur dengan kreditur dan pihak ketiga, untuk menyelamatkan Sebagian dari kekayaan debitur
dalam kepailitannya, dengan berpura-pura memperjanjikan subrogasi atas tagihan-tagihan yang
sudah lama dilunasi.5

Subrogasi juga dikenal dalam sistem asuransi, hal ini diatur pada Pasal 246 KUHD yang
menyatakan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan”.6 Pihak ketiga dalam asuransi berbeda dengan KUH Perdata, dimana Pihak
Ketiga dalam Subrogasi di KUH Perdata dimaknai sebagai pihak yang bukan kreditur maupun
debitur. Sedangkan dalam Subrogasi Asuransi, Pihak ketiga yang dimaksud adalah Terjamin.

Subrogasi di Jamkrindo didefinisikan sebagai peralihan hak tagih dari Penerima Jaminan
kepada Penjamin setelah Penerima Jaminan menerima pembayaran klaim dari Penjamin, sesuai
proporsi jumlah yang dibayar. Sejak klaim dibayar oleh Perusahaan, hak tagih Penerima Jaminan
kepada Terjamin beralih menjadi hak tagih Perusahaan (Jamkrindo). Dalam hal ini Jamkrindo
dapat melakukan kegiatan penagihan Subrogasi yang bersumber dari hasil eksekusi agunan,
kemampuan usaha Terjamin dan/atau bersumber dari angsuran kredit, pembiayaan, pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah atau kontrak jasa Terjamin. Selain itu, Jamkrindo juga dapat
membuat perjanjian dengan Penerima Jaminan agar Penerima Jaminan melakukan upaya
penagihan atas hak tagih Jamkrindo untuk dan atas nama perusahaan. Pembuatan perjanjian kerja

5
Ibid., hlm 25
6
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan (Wetboek Van Kopphandel en
Faillisements), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet.27, (Jakarta: Pradnnya Paramita, 2002), Psl
246
sama dengan pihak ketiga juga dimungkinkan dalam rangka kegiatan penagihan subrogasi.
Dalam hal hasil penagihan, Jamkrindo memperoleh hasil penagihan secara proporsional
berdasarkan persentase (coverage) penjaminan baik yang bersumber dari hasil eksekusi agunan,
kemampuan usaha terjamin dan/atau bersumber dari angsuran kredit, pembiayaan, pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah atau kontrak jasa terjamin, dengan mempertimbangkan biaya
penagihan subrogasi (apabila ada), dan ketentuan coverage ini dapat dikecualikan apabila
penjaminan yang dilakukan sebesar 100%.7

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Jamkrindo memiliki konsep


subrogasi yang berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata. Hal ini bisa dilihat
melalui peralihan hak tagih yang apabila pada KUH Perdata akan beralih secara langsung kepada
Penjamin Ketika telah terjadi pembayaran ke Kreditor, namun pada Jamkrindo debitur justru
melakukan pembayaran tetap pada kreditur atau Terjamin seperti biasa, serta ketentuan mengenai
Imbal Jasa atas penjaminan tersebut akan diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Jamkrindo
dengan pihak Terjamin.

7
PT. Jaminan Kredit Indonesia, Standard Operating Procedure Penjaminan Langsung, Surat Edaran
Nomor: 40/SE/2/XII/2020

Anda mungkin juga menyukai