Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRO-KONTRA PASAL KONTROVERSIAL RUU


KETENAGAKERJAAN TERHADAP PEKERJA
INDONESIA

Disusun oleh :
Kadek Gita Santi Savitri
XII MIPA 5/18

SMA N 1 SINGARAJA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjat kan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan Makalah mengenai Pro-Kontra Rancangan
UU Cipta Kerja guna melengkapi penugasan dari Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.

Walaupun mungkin terdapat kesalahan dan kekurangannya, penulis sebagai


manusia biasa yang tak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, sangat mengharapkan
bimbingan dan kritik dari berbagai pihak, dengan harapan penulis dapat
menyempurnakan segala kesalahan dan kekurangan dari makalah ini.

Oleh karena itu sudah sepatutnya jika penulis menyampaikan ucapan terima
kasih, rasa hormat dan penghargaan setinggi – tingginya kepada :

1. Guru pengampu Mata Pelajaran PPKN SMA N 1 SINGARAJA,


ibu Putu Rahayu yang sudah membimbing dalam pengerjaan
Makalah
2. Teman-teman kelas XII MIPA 5 yang bersedia membantu untuk
melengkapi makalah ini

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang mampu membangkitkan jiwa kami,
sangat diharapkan. Mudah-mudahan Makalah ini dapat memberi manfaat serta
menunjang ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi para generasi yang akan
datang. Penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik. Diakhir penulis berharap senantiasa
Hyang Widhi dapat memberikan perlindungannya untuk kita semua.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Singaraja, 15 Oktober 2020

Kadek Gita Santi Savitri

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

ABSTRAK 3

PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Metode Penelitian 5
1.4 Tujuan Penulisan 5
1.5 Manfaat Penulisan 5

ISI 6
2.1 Penyebab Pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja yang menciptakan polemik 6
2.2 Pasal-pasal yang dipermasalahkan dan memberikan dampak bagi pekerja 6
2.3 Dampak dari Penetapan RUU Cipta Kerja khususnya pasal Ketenagakerjaan
terhadap para pekerja/buruh 8
2.4 Pendapat Pro-Kontra lapisan masyarakat, penggiat hukum dan lembaga
masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja 9
2.5 Pendapat Presiden Republik Indonesia terhadap kinerja DPR dalam usaha
menetapkan RUU Cipta Kerja 11
2.6 Analisis dan Pembahasan 12

PENUTUP 14
3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

2
ABSTRAK

Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia adalah permasalahan klasik yang terus


menampakkan dirinya mengikuti perkembangan zaman. Oleh sebab itu hingga saat ini
permasalahan tersebut masih tetap berkisar seputar sempitnya peluang kerja, tingginya
angka pengangguran, rendahnya sumber daya tenaga kerja, upah murah dan jaminan
sosial yang seadanya, diikuti kemudian demonstrasi dan pemogokan. Upah dalam hal
ini menempati posisi tersendiri dan menjadi agenda utama nyaris di setiap
pergerakan/demonstrasi buruh. Ironisnya, rentetan kebijakan yang tertuang dalam
aturan baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan
lainnya ternyata belum/tidak mampu mereduksi gerakan resistensi kaum pekerja/buruh
dan kritikan pihak berkepentingan. Kesenjangan dan ketidak seimbangan posisi antara
pekerja/buruh dan pengusaha, serta perbedaan persepsi terhadap upah (UM) menjadi
inti permasalahan yang tengah dihadapi dan coba dicari solusinya oleh Pemerintah
hingga dewasa ini.

Sebelumnya, perlindungan Hukum dalam materi ketenagakerjaan secara umum


terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 27
ayat 2 dan didalam pasal 67 ayat 1 dan 2 yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengertian dari Hukum Ketenagakerjaan ialah
merupakan hukum tertulis yang telah dikodifikasi dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil dan sebagian lagi (kemungkinan sekali lebih banyak dari yang sudah
dikodifikasikan) belum dikodifikasikan, dan tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Namun dengan pembahasannya akhir-akhir ini, di penghujung
tahun 2020 pemerintah menetapkan pembaruan Rancangan Undang-undang (UU) Cipta
Kerja. Dimana dalam pasal-pasalnya masih mengundang polemik di kalangan
masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah klaster ketenagakerjaan yang
dianggap kontroversial oleh kalangan pekerja. Bab Ketenagakerjaan ini merupakan
salah satu yang menjadi kritik banyak pihak, termasuk buruh. Mereka mengkritisi
beberapa hal terkait pengupahan, hak cuti, hingga pesangon yang dianggap tak sesuai
saat pembahasan

Hukum Ketenagakerjaan pada hakikatnya merupakan seperangkat kaidah yang


mengatur tentang sebelum dan sampai berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dan
perusahaan tempat pekerja tersebut bekerja. Dengan kata lain, Hukum Ketenagakerjaan
mempunyai ruang lingkup Perlindungan Hukum dari awal sebelum memasuki Dunia
Kerja hingga berakhirnya Hubungan Kerja itu sendiri.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak-Hak Tenaga Kerja, Pasal-pasal


Ketengakerjaan Kontroversial, Rancangan Undang-undang Cipta Kerja

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Istilah pekerja dan buruh secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada
perbedaan di antara keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan
menjadi pekerja/buruh dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan untuk menyesuaikan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 yang telah diundangkan
sebelumnya. [1] Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah
merumuskan pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari
pengertian ini, dapat dipahami bahwa, yang diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh,
menyangkutkan hal-hal sebelum masa kerja (pre-employment), antara lain;
menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain-lain. [2]
Bahwa menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa, baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. [3] Namun dengan
pembahasannya akhir-akhir ini, di penghujung tahun 2020 pemerintah menetapkan
pembaruan Rancangan Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Dimana dalam pasal-
pasalnya masih mengundang polemik di kalangan masyarakat. Salah satu yang menjadi
sorotan adalah klaster ketenagakerjaan. Bab Ketenagakerjaan ini merupakan salah satu
yang menjadi kritik banyak pihak, termasuk buruh. Mereka mengkritisi beberapa hal
terkait pengupahan, hak cuti, hingga pesangon yang dianggap tak sesuai saat
pembahasan. [4] Sebagian besar peraturan yang diubah dalam RUU ini banyak
berbicara mengenai efisiensi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja, tetapi RUU
ini justru tidak mengubah atau membuat peraturan baru yang berkaitan dengan
pelatihan kerja atau peningkatan kompetensi pekerja. [5] Adapun persoalan pasal-pasal
kontroversial yang menjadi perdebatan dalam RUU Cipta Kerja, Masuknya Pasal 88B,
Penghapusan Pasal 91 di UU Ketenagakerjaan, Pencantuman Pasal 59 UU
Ketenagakerjaan terkait perubahan status PKWT menjadi PKWTT dan polemik Pasal
77

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengapa pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja mengundang polemik di masyarakat?
2. Pasal-pasal apakah yang dipermasalahkan dan memberikan dampak bagi
pekerja/buruh?
3. Bagaimana dampak dari Penetapan RUU Cipta Kerja khususnya pasal
Ketenagakerjaan terhadap para pekerja/buruh?
4. Bagaimana pendapat dan bentuk penolakan masyarakat, pengamat hukum dan
lembaga masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja
5. Bagaimana pendapat Presiden Republik Indonesia terhadap kinerja DPR dalam
usaha menetapkan RUU Cipta Kerja?

4
1.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam perumusan makalah ini berupa observasi peristiwa yang
beredar di masyarakat dan pembaruan pengetahuan melalui media massa, seperti berita
televisi dan koran-koran. Dalam menentukan metode penelitian ini diperlukan
ketelitian dan sudut pandang objektif agar hal yang dilaporkan tepat dan tidak membela
suatu pihak. Metode penelitian yang diterapkan oleh penulis bertujuan untuk
memberikan hasil penelitian yang bersifat ilmiah agar analisa yang dilakukan terhadap
objek studi dapat dilakukan dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.

1.4 Tujuan Penulisan


1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang pemahaman perlindungan
hukum dan hak-hak tenaga kerja dalam RUU Cipta Kerja
2. Dapat mengerti dan memahami hak dan kewajiban tenaga kerja dalam
pembaharuan pasal -pasal ketenagakerjaan yang termuat dalam UU Cipta Kerja

1.5 Manfaat Penulisan


1. Sebagai pembaruan pengetahuan untuk para pembaca untuk lebih paham dan
sadar hukum terhadap penegakan hukum di Indonesia terutama dalam
penegakkan RUU Cipta Kerja
2. Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan lembaga terkait mengenai pro-
kontra penetapan RUU Cipta Kerja
3. Sebagai catatan dan pengetahuan untuk generasi mendatang mengenai peristiwa
Polemik dan Penolakan RUU Cipta Kerja, dimana imbasnya generasi
mendatang dapat mempelajari peristiwa di masa lalu guna perbaikan
kedepannya.

5
BAB II
ISI

2.1 Penyebab Pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja yang menciptakan


polemik
Pada Senin (5/10/2020). DPR mengesahkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang
mengundang penolakan dan kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak kajian
yang diterbitkan oleh berbagai lembaga menunjukkan pengesahan UU Cipta Kerja akan
merugikan buruh/pekerja.
RUU Cipta Kerja lebih fokus pada tujuan peningkatan ekonomi, dan abai terhadap
peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Sebagian besar peraturan yang diubah
dalam RUU ini banyak berbicara mengenai efisiensi dan peningkatan produktivitas
tenaga kerja, tetapi RUU ini justru tidak mengubah atau membuat peraturan baru yang
berkaitan dengan pelatihan kerja atau peningkatan kompetensi pekerja. Padahal,
berbicara mengenai penciptaan lapangan kerja seharusnya berkaitan erat dengan upaya
untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja. Adapun perihal yang
dipermasalahkan dalam Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, antara lain terkait Hari
Libur, Kontrak Kerja, Pesangon, Upah atau Gaji, Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, Investor dan banyak lagi.

2.2 Pasal-pasal yang dipermasalahkan dan memberikan dampak bagi


pekerja/buruh
Berikut ini beberapa poin omnibus law UU Cipta Kerja yang banyak ditolak terutama
dari kelompok buruh:
1. Pasal 79 UU Cipta Kerja, Hari Libur Dipangkas
❖ Pada pasal 79 menghapus kewajiban perusahaan untuk memberikan istirahat
panjang dua bulan bagi pekerja yang sudah bekerja selama enam tahun berturut-
turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
❖ Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari
kerja setelah pekerja atau buruh bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
❖ Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

6
❖ Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan
istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
2. Pasal 59 UU Cipta kerja, Kontrak Kerja
Di Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu
perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan
Pemerintah, namun yang terjadi adalah menghapus aturan mengenai jangka
waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Hal ini
berpotensi mempengaruhi kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk
mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
3. Pasal 91 UU Cipta Kerja, Sanksi bagi Perusahaan Tidak Bayar Upah
Sesuai Ketentuan Dihapus
❖ Dalam Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah mengatur pengupahan yang
ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja tidak boleh lebih
rendah Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana di
maksud dalam ayat (1) pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh sesuai
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
❖ Dan pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah
ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan. Namun dalam
UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan
seluruhnya.
4. Pasal soal Pesangon
Yang juga dipermasalahkan dalam UU Ciptaker adalah pesangon pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang diturunkan dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah,
dengan rincian 19 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 6 kali upah
ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
5. Pasal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Salah satu pasal UU Ciptaker merevisi UU Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) yaitu Pasal 88 UU , termasuk pasal sakti yang
menjerat pembakar hutan.

7
2.3 Dampak dari Penetapan RUU Cipta Kerja khususnya pasal
Ketenagakerjaan terhadap para pekerja/buruh
1. Omnibus Law memperburuk hak perlindungan buruh perempuan
"UU Ciptaker tidak kenal cuti karena haid atau keguguran, karena hanya
menyebutkan cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yang diatur dalam kerja,"
kata Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska
Kurniawaty
2. Merugikan Lingkungan dan sosial
Beberapa pengaturan dalam UU ini akan berimplikasi pada ketidakpastian
aturan dan implementasi uji kelayakan lingkungan hidup, melemahnya
instrumen pencegahan lingkungan hidup dengan dihapusnya izin
lingkungan,dan pembatasan partisipasi publik. Pada akhirnya, pengaturan ini
akan menghambat investor untuk patuh terhadap standar kepatuhan lingkungan
hidup dan sosial yang ditetapkan Lembaga Keuangan Internasional.
3. Cerminan semakin rendahnya komitmen pemerintah dalam melindungi
sumber daya alam (SDA), hutan, lahan, dan laut Indonesia.
Dampak disahkannya UU Cipta Kerja memiliki kemungkinan untuk
memperparah kerusakan iklim yang semakin masif, melanggengkan kondisi
krisis dan menaruh rakyat di bawah ancaman bencana.
4. Mengindikasikan kemunduran dalam pelaksanaan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang seharusnya melandasi
perekonomian nasional sesuai UUD 1945.
UU Cipta Kerja (Omnibus Law) menyalahi prinsip non-regresi yang erat
kaitannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, di mana suatu negara
tidak boleh menentukan aturan yang berakibat kemunduran pada instrumen hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pencegah dan pengendali
dampak lingkungan hidup.
5. Tidak melindungi rakyat.
Muatan UU Cipta Kerja menghapus ruang partisipasi dan meminimalkan
perlindungan hak dasar warga negara.
6. UU Cipta Kerja memiliki kemungkinan membuat buruh semakin miskin,
memudahkan PHK, dan menurunkan daya tawar buruh. PHK akan membayangi
buruh karena posisinya yang tawar. Para karyawan yang sudah bekerja puluhan

8
tahun tidak lepas dari ancaman, turunnya jumlah pesangon secara drastis atau
bahkan dihapus akan membuat pengusaha tidak perlu berpikir untuk memecat.
7. Rantan Diskriminasi
Di perusahaan investasi asing, buruh Indonesia rentan menjadi korban
diskriminasi. Para investor bisa jadi lebih suka merekrut dan memberi
penghargaan pada rekan senegara ketimbang mempekerjakan buruh Indonesia.
Aturan pekerja asing akan dipermudah

2.4 Pendapat Pro-Kontra lapisan masyarakat, penggiat hukum dan


lembaga masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja
1. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)

Pengesahan tersebut, dianggal terlalu cepat dan sangat merugikan buruh di tengah
kondisi terjadi sekarang ini.Dia menuturkan, dengan disahkannya UU Cipta Kerja
semakin menunjukan keyakinan bahwa sebetulnya pemerintah dan DPR tidak berpihak
kepada rakyat. Keduanya, justru berpihak kepada pihak-pihak tertentu seperti korporasi
dan pemilik modal.

2. Amnesty International Indonesia

Menanggapi pengesahan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang,


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan

9
pengesahan RUU Cipta Kerja menunjukkan kurang komitmennya pemerintah
Indonesia dan anggota DPR RI untuk menegakkan hak asasi manusia.

3. PP Muhammadiyah

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengakui sangat kecewa dengan disahkannya


RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Menurutnya, DPR tidak menjadi wakil
yang mendengarkan rakyatnya.

4. Menteri Koordinator Perekonomian

Airlangga Hartarto menegaskan, seluruh proses pembahasan RUU Cipta Kerja sangat
terbuka dan dilakukan transparan. Pemerintah bahkan melibatkan seluruh pihak dan
pemangku kepentingan untuk sama-sama melakukan pembahasan di RUU tersebut.

5. Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G)

Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim


mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja. Sebab, UU

10
tersebut masih menyisakan pasal yang memberi jalan dilakukannya komersialisasi
pendidikan. Pasal 26 Ayat 2 menyatakan "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan
pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah", yang dinilainya ini
bermuatan kapitalisasi pendidikan dalam RUU Cipta Kerja yang baru disahkan.

2.5 Pendapat Presiden Republik Indonesia terhadap kinerja DPR dalam


usaha menetapkan RUU Cipta Kerja
Pada, Jumat (09/10/2020) menyiarkan klarifikasi mengenai polemik RUU Cipta Kerja
yang dianggap memicu aksi unjuk rasa dan kerusuhan. Menurut penuturan beliau
segala upaya RUU Cipta Kerja dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan Lapangan
Pekerjaan baru yang mendesak. Namun karena adanya aksi unjuk rasa menunjukkan
adanya miskonsepsi dimana disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini
dan hoaks atau kabar bohong di media sosial

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, "ketidakpuasan terhadap Undang-


Undang Cipta Kerja" dapat disalurkan melalui uji materi ke MK.
"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang
tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," ujarnya setelah memimpin
rapat terbatas secara virtual "tentang undang-undang Cipta kerja bersama jajaran
pemerintah dan para gubernur" pada Jumat (09/10).
"Saya perlu tegaskan pula Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali
peraturan pemerintah atau PP dan peraturan presiden atau Perpres. Jadi setelah ini akan
muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah
diundangkan, Pemerintah membuka masukan dari masyarakat dan terbuka akan usulan-
usulan dari daerah-daerah," tambahnya

11
2.6 Analisis dan Pembahasan
Dalam pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-
Undang. Tersebar banyak informasi yang beredar tidak benar sebagaimana dituangkan
pada UU Cipta Kerja. Pada Kamis (8/10/2020), dijelaskan beberapa poin yang tidak
benar. DPR pun meluruskan 12 yang kurang tepat dan melenceng dari substansi dari
Pasal-Pasal UU Cipta Kerja/ Omnibus Law
1. Benarkah uang pesangon akan dihilangkan?
➢ Faktanya, uang pesangon tetap ada. BAB IV: Ketenagakerjaan, pasal 89 tentang
perubahan terhadap pasal 156 ayat 1 UU 13 Tahun 2003, dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan
atau uang penghargaan masa kerja.
2. Benarkah UMP, UMK, UMSP dihapus?
➢ Faktanya, Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada. BAB IV:
Ketenagakerjaan, pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 88 C ayat 1 UU 13
Tahun 2003, (ayat 1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring
pengaman dan (ayat 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1
merupakan upah minimum provinsi.
3. Benarkah upah buruh dihitung per jam?
➢ Faktanya, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa
dihitung berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil. Dalam BAB IV:
Ketenagakerjaan, pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 88 B UU 13 Tahun
2003, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil.
4. Benarkah semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis,
cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi?
➢ Faktanya, hak cuti tetap ada. BAB IV: Ketenagakerjaan, pasal 89 tentang
perubahan terhadap pasal 79 UU 13 Tahun 2003, pengusaha wajib memberi
waktu istirahat dan cuti.
5. Benarkah outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup?
➢ Faktanya, outsourcing ke perusahaan alih daya tetap dimungkinkan. Pekerja
menjadi karyawan dari perusahaan alih daya. BAB IV: Ketenagakerjaan, pasal
89 tentang perubahan terhadap pasal 66 ayat 1 UU 13 Tahun 2003, hubungan
kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakannya

12
didasasrkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu
tidak tertentu
6. Benarkah tidak akan ada status karyawan tetap?
➢ Faktanya, status karyawan tetap masih ada. BAB IV: Ketenagakerjaan, pasal 89
tentang perubahan terhadap pasal 56 UU 13 Tahun 2003, perjanjian kerja dibuat
untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
7. Apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak?
➢ Faktanya, perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak. BAB IV:
Ketenagakerjaan, pasal 90 tentang perubahan terhadap pasal 151 UU 13 Tahun
2003, (ayat 1) PHK dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha
dengan pekerja.
8. Benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?
➢ Faktanya, jaminan sosial tetap ada. BAB IV: Ketenagakerjaan, pasal 89 tentang
perubahan terhadap pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 2004 disebutkan jenis
program jaminan sosial meliputi, jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua,
pensiun, kematian, kehilangan pekerjaan.
9. Benarkah semua karyawan berstatus tenaga kerja harian?
➢ Faktanya, status karyawan tetap masih ada. Bab IV: Ketenagakerjaan, pasal 89
tentang Perubahan terhadap pasal 58 ayat 1 UU 13 Tahun 2003, perjanjian kerja
dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
10. Benarkah tenaga kerja asing bebas masuk?
➢ Faktanya, tenaga kerja asing tidak bebas masuk harus memenuhi syarat dan
peraturan. BAB IV: Ketenagakerjaan, pasal 89 tentang perubahan pasal 42 ayat
1 UU 13 Tahun 2003. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari
pemerintah pusat.
11. Benarkah buruh dilarang protes, ancamannya PHK?
➢ Faktanya, tidak ada larangan.
12. Benarkah libur hari raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada
penambahan cuti?
➢ Faktanya, sejak dulu penambahan libur di luar tanggal merah tidak diatur
undang-undang tapi kebijakan pemerintah.

13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polemik penetapan RUU Cipta Kerja yang dianggap memicu aksi unjuk rasa dan
kerusuhan disebabkan karena adanya miskonsepsi dimana disinformasi mengenai
substansi dari undang-undang tersebut dan penyebaran hoaks atau kabar bohong di
media sosial. Menurut Hukum ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja
dapat disalurkan melalui uji materi ke MK. Sebenarnya jika ditelaah Undang-Undang
Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah atau PP dan peraturan
presiden atau Perpres. Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres. Dimana Pemerintah
berjanji akan menampung masukan dari masyarakat dan terbuka dengan usulan-usulan
dari daerah-daerah. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pelaku pengesahan ini
juga mengklarifikasi beberapa poin yang tidak benar. DPR pun meluruskan 12 poin
yang kurang tepat dan melenceng dari substansi dari Pasal-Pasal UU Cipta Kerja/
Omnibus Law

3.2 Saran
Kita ketahui bersama bahwa dalam penetapan suatu kebijakan ataupun Perundang-
Undangan pastinya para Dewan dan Pemerintah memikirkan Hukum yang terbaik
untuk kepentingan rakyat. Jika memang ditengah-tengah ada beberapa poin-poin yang
kurang tepat sasaran dan tidak menguntungkan rakyat maka sudah sepantasnya Rakyat
untuk bersuara, dengan aksi Demonstrasi ataupun menurut aturan yaitu pelaporan ke
Mahkamah Konstitusi. Namun disini dalam pendapat pribadi, saya sedikit
menyayangkan aksi Demonstrasi terhadap penolakan RUU Cipta Kerja kemarin yang
lebih mirip aksi unjuk rasa dalam keadaan pandemi Covid-19 dan Tawuran hingga
merusak fasilitas Umum. Para Oknum Pendemo kurang tepat rasanya melakukan Unjuk
rasa dengan mengumpulkan massa sebesar itu. Bukan kelangsungan hidup generasi
mendatang yang patut dikhawatirkan. Namun keselamatannya dan orang lain yang ikut
mendemo, Saya berharap hasil penulisan makalah ini dapat menjadi catatan dan
pengetahuan untuk generasi mendatang mengenai Bangsa ini pernah mengalami
peristiwa Polemik dan Penolakan RUU Cipta Kerja, dimana imbasnya generasi
mendatang dapat mempelajari peristiwa di masa lalu guna perbaikan kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Putsanra, D. V., & DH, A. (2020, October 10). Daftar Pasal UU Omnibus Law Cipta
Kerja yang Bisa Merugikan Buruh.

Alika, O. R. (2020, October 14). Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, Alot dan
Berujung Kontroversi.

Prabowo, D. (2020, October 13). Membandingkan 3 Draf RUU Cipta Kerja: Ada
Perbedaan Ketentuan Cuti, Upah, dan PHK Halaman all.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja: Mengapa pekerja kantoran 'masa bodoh' dan apa
dampaknya bagi mereka?

Okezone. (2020, October 08). 12 Poin UU Cipta Kerja Jadi Polemik, Begini
Penjelasan DPR : Okezone Economy.

Pikiran Rakyat Cirebon. (2020, October 06). Omnibus Law Disahkan, 7 Alasan UU
Cipta Kerja Terima Banyak Penolakan dari Serikat Buruh.

Prastiwi, D. (2020, October 06). Ragam Tanggapan Disahkannya RUU Cipta Kerja
Jadi UU, Asosiasi Buruh hingga Menteri.

Mustinda, L. (n.d.). Omnibus Law UU Cipta Kerja: Draf, Tujuan, Poin, serta Mengapa
Banyak Ditolak?

Meiliana, D. (2020, October 05). Tolak RUU Cipta Kerja, Fraksi Rakyat Indonesia:
Pemerintah dan DPR Telah Khianati Rakyat Halaman all.

15

Anda mungkin juga menyukai