Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNIS ANALIS INSTRUMEN


PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN HPLC

Disusun oleh
Kelompok 2

Nama :
NIM : 5201905008
Kelas : 2C Farmasi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

TAHUN AJARAN

2020/2021
I. JUDUL PRAKTIKUM
“ PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN HPLC”

II. TUJUAN PRAKTIKUM


a. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan atau instrumen HPLC
b. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip kerja proses pengujian obat menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT (HPLC) dan pengolahan data hasil
percobaan.

III. DASAR TEORI


Kromatografi cairan kinerja tinggi atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan
sebutan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan salah satu teknik
pemisahan campuran secara modern. Teknik HPLC ini merupakan salah satu teknik
kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun
analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran
luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada
prakteknya, pembandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan
satu standar. Oleh karena itu, maka pembandingan dilakukan dengan menggunakan teknik
kurva kalibrasi.
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan system pemisahan dengan
kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam
teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detector yang sangat sensitif dan
beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun
kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran. KCKT merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam
suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri
makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis
senyawasenyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan
untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam
nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa
aktif obat dan lain-lain.
Beberapa senyawa organik yang mudah terurai (labil) pada pemanasan dapat
dianalisis dengan cara kromatografi cairan kinerja tinggi atau HPLC karena HPLC
dilakukan pada suhu kamar. Selain senyawa organic teknik HPLC juga dapat menganalisis
senyawa anorganik, cuplikan yang mempunyai berat molekul tinggi atau titik didihnya
tinggi seperti polimer.
Kelebihan KCKT antara lain:
 Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
 Resolusinya baik
 Mudah melaksanakannya
 Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi
 Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis
 Dapat digunakan bermacam-macam detector
 Kolom dapat digunakan kembali
 Mudah melakukan rekoveri cuplikan
 Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya
lebih baik
 Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif
 Waktu analisis umumnya singkat
 Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar
 Ideal untuk molekul besar dan ion
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT
dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika
sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh.
Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa, fasa gerak cair
dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan ke dalam fasa gerak dengan
penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan kompenen-komponen campuran karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang
kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu,
sebaliknya solut-solut yang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom
lebih lama. Setiap komponen campuran yang keluar dideteksi oleh detector kemudian
direkam dalam bentuk kromatogram. Kromatogram HPLC serupa dengan kromatogram
gas.
Komponen-komponen atau instrumentasi dari HPLC ialah sebagai berikut :
1. Fasa gerak
Berupa zat cair yang disebut eluen (pelarut) dalam HPLC, fasa gerak selain bertugas
membawa komponen-komponen campuran menuju detektor, juga dapat berinteraksi
dengan solut-solut.
Zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak HPLC harus memenuhi beberapa
persyaratan berikut :
a. Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan
dianalisis.
b. Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat
mengganggu interpretasi kromatogram.
c. Zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbata pada kolom.
Biasanya pelarut disaring dengan saringan nilon berukuran diameter 0,45 µm.
Pompa vakum biasanya digunakan untuk menyaring partikel kotoran sekaligus
menghilangkan gas dari pelarut karena gas dapat mengganggu base line.
d. Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun.
e. Zat cair tidak kental. Umumnya keketalan tidak melebihi 0,5 cP (centi poise).
f. Sesuai dengan detektor. Pemilihan zat cair sebagai fasa gerak ini merupakan hal
yang kritis dalam keberhasilan pemisahan. Seyangnya, teori interaksi fasa gerak
dengan sejumlah solut kurang jelas sehingga para pakar hanya dapat memilih
sekelompok pelarut. Jadi, pada akhirnya, pemilihan fasa gerak didasarkan atas
eksperimen trial-and error dengan berbagai jenis dan krom posisi pelarut hingga
diperoleh kromatogram yang diharapkan. Dengan kata lain, fasa gerak yang baik
memberikan faktor kapasitas k‟ pada rentang yang seesuai. Untuk cuplikan dengan
2-3 komponen, sebaliknya dicari fasa gerak yang memberikan k‟ antara 2-5.
Sedangkan untuk campuran multikomponen, waktu cukup untuk pemisahan semua
komponen. Biasanya beberapa pelarut atau kombinasi pelarut dapat ditemukan
untuk memberikan faktor kapasitas yang cocok. Pemilihan pelarutpelarut juga
bergantung pada faktor selektifitas (α) untuk komponen cuplikan.
Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena
udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise
sehingga data tidak dapat digunakan.
2. Pompa
Pompa dalam HPLC berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair malalui kolom
yang berisi serbuk halus. Pompa yang dapat digunakan dalam HPLC harus memenuhi
persyaratan :
 Menghasilkan tekanan sampai 600psi.
 Keluar bebas pulsa
 Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit.
 Bahan tahan korosi.
3. Pemasukan Cuplikan
Kebanyakan pemasukan cuplikan ke dalam kolom dapat menyebabkan band
broadening. Oleh karena itu, cuplikan yang dimasukan harus sekecil mungkin,
beberapa puluh miroliter. Teknik pemasukan cuplikan kedalam system HPLC melalu
injeksi srynge, injeksi “stop-flow”, dan kran cuplikan.
 Injeksi syringe
Alat yang paling dulu ada dan paling paling mudah untuk memasukkan
cuplikan adalah syringe. Syringe disuntikkan melalui septum (seal karet) dan
untuk ini dirancang syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi
keterulangan injeksi syringe ini sedikit labih baik dari2-3% dan sering lebih
jelek.
 Injeksi ‘stop-flow’
Injeksi stop-flow adalah jenis injeksi syringe kedua tapi di sini aliran pelarut
dihentikan sementara, asambungan pada ujung kolom dibuka dan cuplikan
disuntikan langsung ke dalam ujung kolom. Setelah menyambungkan kembali
kolom maka pelarut dialirkan kembali.
 Kran cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan.
Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu dua langkah :
a. Sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dalam posisi “load”,
cuplikan masih berada dalam loop.
b. Kran diputar untuk mengubah cuplikan “load” menjadi posisi “injeksi” dan
fasa gerak membawa cuplikan ke dalam kolom. Loop dapat digantiganti
dan tersedia berbagai ukuran volume dari 5 hingga 500 µL. Dengan sistem
pemasukan cuplikan ini memungkinkan memasukan cuplikan pada tekanan
7000 psi denga ketelitian tinggi. Juga loop mikro tersedia dengan volume
0,5 hingga 5µL.
4. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada juga yang terbuat dari
gelas berdinding tebal. Kolom utma berisi fasa diam, tepat teradinya pemisahan
camppuran menjadi komonen-komponennya. Bergantung keperluannya koom utama
dapat digunkan untuk analisis atau preparatif. Untuk keperluan preparatif, setiap
komponen yang keluar kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan keluaran
HPLC dihubungkan dengan fraction colector. Selain kolom utama dikenal pula kolom
pengaman (guard kolom). Kolom utama berisi fasa diam dan jenisnya bervariasi
bergantung keperluan, misalnya dikenal kolom C-18, C-8, cyanopropyl, penularan ion.
Kolom jenis C-18 dan C-8 paling banyak dipakai dalam HPLC. Fasa diam jenis terikat
ini dapat dibuat dengan mereaksikan silika dengan alkilklorosilana yang dikenal
dengan reaksi silanisasi.
5. Detektor
Berbagai detektor untuk HPLC telah tersedia, walaupun demikian detektor harus
memenuhi persyaratan berikut :
 Cukup sensitive
 Stabilitas dan ketrulangan tiggi
 Respon linear terhadap solute
 Waktu respon pendek sehingga tidak bergantung alir
 Reliabilitas tinggi dan mudah digunakan
 Tidak merusak cuplikan.
Detektor HPLC dikelompokkan ke dalam tiga jenis detektor yaitu detektor umum
memberi respon terhadap fasa gerak yang dimodulasi dengan adanya solut. Sebaliknya,
detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang tidak dimiliki oleh
fasa gerak. Terakhir, detektor yang brsifat umum terhadap solut setelah fasa gerak
dihilangkan dengan penguapan.
6. Recorder
Untuk mencetak hasil percobaan pada lembaran kertas berupa kumpulan puncak
(kromatogram). Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai
puncakpuncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.

IV. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
HPLC Aquabides
Sonicator Methanol Pro HPLC
Filter Milipore 0,45 mikrometer Baku Paracetamol (PA)
Corong Buchner Sampel paracetamol tablet
Labu Ukur
Gelas Ukur 50ml
Gelas Ukur 1000ml
Vial HPLC
Kolom (Fase Diam)
Beaker Glass
Syringe Injector HPLC
Pompa Vakum
Pipet Volume
Kertas Saring
Sendok Takar
Batang Pengaduk
Alumunium Foil

V. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan Fase Gerak Air : Methanol Pro HPLC (3;1)

Fase Gerak Aquabidest : Methanol Pro HPLC (3:1)


- Di buat fase gerak aquabidest 750ml dan methanol 250ml
- Di saring fase gerak dengan kertas saring
- Di lapisi kertas whatman dengan corong Buchner dan pompa
vakum
- Disonikasi selama 10 menit.

Hasil

B. Pembuatan Larutan Baku

Paracetamol PA sebanyak 25mg


- Ditimbang baku paracetamol 25mg
- Dimasukkan dalam labu ukur 100ml
- Ditambahkan 50ml fase gerak untuk melarutkan
- Ditambah fase gerak sampai tanda batas
- Dihomogenkan
- Disonikasi selama 10 menit
- Dipipet sebanyak 1ml
- Dimasukkan dalam labu ukur 100ml
- Ditambah fase gerak sampai tanda batas
- Dihomogenkan
- Disonikasi selama 10 menit
- Di saring larutan kedalam vial menggunakan spuit
- Difilter milipore 0,45 mikrometer.

Hasil

C. Pembuatan Larutan Uji Sampel

Paracetamol 500mg sebanyak 3 tablet


- Ditimbang sampel paracetamol sebanyak 3 tablet
- Dicatat kekuatan sediaan dan berat tablet
- Digerus dan ditimbang sebanyak 25mg
- Dimasukkan kedalam labu ukur 100ml
- Ditambahkan 50ml fase gerak untuk melrutkan
- Ditambah fase gerak sampai tanda batas
- Dihomogenkan
- Disonikasi selama 10 menit
- Disaring larutan ke dalam vial menggunakan spuit
- Difilter milipore 0,45 mikrometer.

Hasil

D. Penetapan Kadar

Penetapan Kadar Paracetamol KCKT (HPLC)


- Dialirkan fase gerak dengan laju alir 1,5 ml/menit dalam fase
diam
- Dilakukan sampai kurva stabil pada angka 0
- Di injeksikan secara terpisah larutan baku paracetamol dan
larutan sampel dalam HPLC
- Di injeksikan dengan volume 10 mikroliter
- Pemisahan kromatografi dengan HPLC panjang gelombang
243nm
- Dihitung kadar paracetamol pada sampel dari luas area.

Hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada percobaan penentuan kadar parasetamol dalam sampel obat menggunakan
kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC) ini menggunakan fasa gerak metanol dan air
dengan komposisi 3;1. Fasa gerak dalam HPLC ini selain berfungsi sebagai pelarut, juga
bersifat interaktif sehingga bisa berinteraksi dengan komponen-komponen cuplikan. Fasa
gerak dalam hal ini bertindak sebagai pelarut sangat mempengaruhi waktu retensi,
sehingga pelarut yang digunakan harus benar-benar jernih dan murni. Oleh sebab itu,
metanol dan air terlebih dahulu disaring.
Dalam pembuatan larutan induk parasetamol, pembuatannya harus dilakukan dalam
satu kali pengerjaan, artinya untuk membuat larutan standar parasetamol dan untuk
keperluan pengenceran sampel harus menggunakan larutan induk parasetamol yang sama.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar peak yang ditunjukkan kromatogram sampel
memungkinkan masih berada dalam rentang konsentrasi larutan standar yang dibuat.
Selain itu, baik dalam pembuatan larutan induk parasetamol, larutan standar
parasetamol maupun sampel harus dihomogenkan, supaya larutan benar-benar bercampur
sempurna (merata). Larutan standar dan sampel juga harus didegassing untuk
menghilangkan gas-gas yang kemungkinan ada dalam larutan tersebut. Hal itu dilakukan
karena gas dapat mengganggu baseline pada kromatogram, sehingga peak yang dihasilkan
tidak sesuai.

Hasil analisis paracetamol menggunakan KCKT yang diperoleh :

Waktu
Tinggi Area
Analisis Senyawa Penginjeksian Retensi
(mAU) (mAU*Min)
(Menit)
Penginjeksian 1
Peak 1 0.973 1180 32928
Uji Paracetamol Peak 2 1.459 1505 20342
Sampel 500mg Tablet Peak 3 1.693 10866 102853
Peak 4 2.218 326 7634
Peak 5 3.405 238 11295
Paracetamol Penginjeksian 2
Baku Peak 1 1.552 11473 315763
(PA) Peak 2 3.257 16594 271175

Kromatogram sampel yang diperoleh dari masing – masing penginjeksian


menunjukkan adanya 2 peak dan 5 peak. Hal tersebut dikarenakan kandungan dalam
sampel obat tidak hanya mengandung parasetamol saja, tetapi juga mengandung bahan lain
seperti propanezon, deklorfenilamina maleat dan kafein, sehingga peak lainnya yang
ditunjukkan dalam kromatogram adalah bahan lain yang terkandung dalam sampel obat
tersebut. Peak yang dianggap sebagai peak parasetamol adalah peak yang pertama
(penginjeksian pertama) dan peak yang ketiga (penginjeksian kedua) karena dilihat dari
waktu retensi yang sama atau hampir sama dengan waktu retensi deret larutan standar.
Untuk menentukan kadar parasetamol yang terkandung dalam sampel obat tersebut,
maka dibuat terlebih dahulu kurva kalibrasi dari data deret larutan standar. Berikut kurva
kalibrasi deret larutan standar yang diperoleh:

Gambar 1 : Kurva Paracetamol Sampel.


Gambar 2 : Kurva Paracetamol Baku.

Hasil Perhitungan Kadar Zat Aktif

Kadar Zat Aktif = [(Au/Ab) x (Bb/Bu) x (Fu/Fb)] x % Kemurnian Baku


Keterangan :
Au = Area Sampel
Ab = Area Baku
Bb = Bobot Baku
Bu = Bobot Sampel
Fu = Faktor Pengenceran Sampel
Fb = Faktor Pengenceran Baku
% Kemurnian Baku = 99,98%.

Kadar Zat Aktif = [(11295/271175) x (25/25) x (100/100)] x 99,98%


= [(0,0416 x 1 x 1)] x 99,98%
= 0,0416 x 99,98%
= 4,2 %
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan, maka kadar parasetamol dalam
sampel adalah 4,2% dalam 25 mg sampel obat.

Pada percobaan kali ini dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap tablet
parasetamol dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui mutu sediaan dari tablet parasetamol. Prinsip kerja dari KCKT
adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan sifat kepolarannya. Sistem kromatografi
yang digunakan pada percobaan ini yaitu fase balik, dimana fase diam yang digunakan
bersifat non polar sedangkan fase geraknya bersifat polar. Fase diam yang digunakan
adalah ODS atau Okta Desil Silica. ODS merupakan kolom berisi silika yang bersifat polar
yang kemudian ditambahkan 18 atom C sehingga ODS bersifat non polar. ODS banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa dari tingkat kepolaran terendah hingga
tertinggi. ODS digunakan karena parasetamol bersifat polar sehingga senyawa parasetamol
tidak akan tertahan pada fase diam tetapi ikut keluar bersama fase gerak yaitu metanol : air.
Pengujian tablet parasetamol diawali dengan penginjeksian sampel uji yang telah
disaring dengan membran filter PTFE, penyaringan ini dilakukan agar tidak terjadi
penyumbatan didalam kolom. Dengan bantuan pompa bertekanan tinggi, sampel masuk ke
dalam kolom. Di dalam kolom, komponen-komponen sampel dipisahkan berdasarkan
kepolarannya. Parasetamol yang bersifat polar akan keluar lebih dulu bersama fase gerak,
dan eksipien lain yang bersifat non polar akan tertahan di dalam kolom.
Pada pengujian ini detektor yang digunakan adalah detektor UV 243 nm karena
parasetamol memiliki gugus kromofor yang dapat terbaca oleh detektor UV. Panjang
gelombang yang digunakan 243 nm karena merupakan panjang gelombang maksimal dari
parasetamol, dimana pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal dan
memenuhi hukum Lambert-Beer, selain itu jika dilakukan pengulangan maka kesalahannya
akan kecil.
Dari hasil pengamatan, berdasarkan Farmakope Indonesia IV, kadar parasetamol
dalam tablet tidak boleh < 90% dan >110%, hal ini berarti kadar parasetamol dalam tablet
parasetamol tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan :
 Kondisi alat yang digunakan yang telah digunakan berulang kali.
 Kemungkinan tablet parasetamol yang sudah kadaluarsa.
 Kemungkinan penyimpanan tablet yang tidak baik sehingga, kadar parasetamol
terdegradasi dan teroksidasi karena paparan cahaya.
 Adanya kontaminasi selama pengerjaan.
Dilihat dari kromatogram yang terbentuk, terdapat tailing factor dari setiap
konsentrasi. Tailing factor ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Guard column yang sudah mulai rusak.
2) Fase gerak yang sudah mulai rusak.
3) Partikel silika yang dipakai di dalam bahan pendukung bukanlah partikel silika
yang baik.
4) Adanya komponen lain yang keluar tepat setelah peak.
5) Sampel bereaksi dengan gugus silanol pada partikel silika.
6) pH fase gerak yang tidak tepat.
7) Pemilihan kolom yang tidak teapat dengan senyawa yang menjadi target analisa.
8) Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel tidak kompatibel dengan fase
gerak.

VII. KESIMPULAN
KCKT adalah instrument untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,
maupun senyawa biologis, analisis ketidak murnian ( impurities) dan analisis senyawa-
senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil).
Dari hasil pengamatan, berdasarkan Farmakope Indonesia IV, kadar parasetamol
dalam tablet tidak boleh < 90% dan >110%, hal ini berarti kadar parasetamol dalam tablet
parasetamol tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan :
 Kondisi alat yang digunakan yang telah digunakan berulang kali.
 Kemungkinan tablet parasetamol yang sudah kadaluarsa.
 Kemungkinan penyimpanan tablet yang tidak baik sehingga, kadar parasetamol
terdegradasi dan teroksidasi karena paparan cahaya.
 Adanya kontaminasi selama pengerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: The McGraw-Hill


Companies.
Hendayana, Sumar. (1994). Kmia Instrumen Edisi Kesatu. Semarang : IKIP Semarang
Press.
Hendayana, Sumar. (2006). KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan
Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Clark, Jim. (2007). “Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)”. [Online].
Tersedia: http://www.chem-istry.org yang direkam pada 6-10-2007. [16 Desember
2010].
Putra, Effendy De Lux. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang
Farmasi. Sumatera Utara : Jurusan Farmasi FMIPA USU.
Suhanda, Hokcu. (2001). Handout Perkuliahan Kimia Analitik Instrumen:
KCKT/HPLC. Jurusan Pendidikan Kimia UPI : tidak diterbitkan.
Tim Kimia Analitik Instrumen. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen
(KI-431). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai