Anda di halaman 1dari 12

Nama Kelompok:

Vergina Natasha (8312420007)


Febby Alessandra (8312420009)

Breaking the Instant Noodle Market Domination: Mie Sedap (Wings Food) vs Indomie
(Indofood)

1. Latar Belakang
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah
negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat
perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek
kualitas produk maupun kinerja industri secara keseluruhan. Oleh sebab itu bagi para investor
beranggapan berinvestasi di pasar modal pada sektor manufaktur menjadi prospek yang bagus untuk
memperoleh keuntungan. Industri manufaktur memegang peran kunci sebagai mesin
pembangunan karena industri manufaktur memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain
karena nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja
yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input
atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan industri manufaktur juga
menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi ini menyebabkan
perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari
sektor pertanian ke sektor Industri manufaktur.

1.1. Profile Perusahaan PT. Indofood


PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. merupakan salah satu perusahaan mie instant dan
makanan olahan terkemuka di Indonesia yang menjadi salah satu cabang perusahaan yang dimiliki
oleh Salim Group. Pada awalnya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. adalah perusahaan yang
bergerak dibidang pengolahan makanan dan minuman yang didirikan pada tahun 1971. Perusahaan
ini mencanangkan suatu komitmen untuk menghasilkan produk makanan bermutu, aman, dan halal
untuk dikonsumsi. Aspek kesegaran, higienis, kandungan gizi, rasa, praktis, aman, dan halal untuk
dikonsumsi senantiasa menjadi prioritas perusahaan ini untuk menjamin mutu produk yang selalu
prima. Akhir tahun 1980, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. mulai bergerak di pasar
Internasional dengan mengekspor mi instan ke beberapa negara ASEAN, Timur Tengah, Hongkong,
Taiwan, China, Belanda, Inggris, Jerman, Australia, dan negara-negara diAfrika.


PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Bandung didirikan pada bulan Mei 1992
dengan nama PT Karya Pangan Inti Sejati yang merupakan salah satu cabang dari PT Sanmaru
Food Manufcturing Company Ltd. yang berpusat di Jakarta dan mulai beroperasi pada bulan
Oktober 1992. Pada saat itu jumlah karyawan yang ada sebanyak 200 orang yang dibagi menjadi
dua shift dan memiliki peralatan produksi sebanyak 3 line. Setiap line mempunyai kapasitas
produksi sebanyak pcs/jam, pada tahun 1993 penggunaan mesin meningkat menjadi 8 line dan pada
tahun 1994 meningkat menjadi 10 line mesin. Sampai saat ini telah beroprasi 14line.
Pada tahun 1994, terjadi penggabungan beberapa anak perusahaan yang berada di lingkup
Indofood Group, sehingga mengubah namanya menjadi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
yang khusus bergerak dalam bidang pengolahan mie instan. Divisi mie instan merupakan divisi
terbesar di Indofood dan pabriknya tersebar di 15 kota, diantaranya Medan, Pekanbaru, Palembang,
Tangerang, Lampung, Pontianak, Manado, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Makasar, Cibitung,
Jakarta, Bandung dan Jambi, sedangkan cabang tanpa pabrik yaitu Solo, Bali dan Kendari. Hal ini
bertujuan agar produk yang dihasilkan cukup di distribusikan ke wilayah sekitar kota dimana pabrik
berada, sehingga produk dapat diterima oleh konsumen dalam keadaan segar serta membantu
program pemerintah melalui pemerataan tenaga kerja lokal.
Adanya permintaan yang semakin meningkat menyebabkan PT Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk. mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan mendirikan
pabrik II pada September 2007 dengan jumlah produksi 2 line yang memiliki kapasitas 2 kali lebih
besar dibandingkan kapasitas mesin produksi yang terdapat di pabrik I. Pada akhir tahun 2008 PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. memproduksi copack seperti Pop Mi dengan mengganti salah
satu line Pabrik I dengan mesin yang dapat memproduksi copack.
Produk yang dihasilkan kelima belas pabrik tersebut telah terstandarisasi secara menyeluruh,
diantaranya bahan baku, parameter proses, mesin/peralatan, manpower (tenaga kerja), dan barang
jadi. Standarisasi yang berlaku di semua pabrik tersebut telah disertifikasi oleh SGS melalui
sertifikasi International Standard Operation (ISO) termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Selain itu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. juga memiliki Sertifikat Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) dan Sertifikat halal yang berlaku untuk semua produk internasional. Pada
21 Maret 1998 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. memperoleh sertifikat manajemen mutu
ISO versi 9001 yang diserahkan di Jakarta pada 3 Maret 1999. Kemudian pada 5 Februari 2004 PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. diperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 (ISO 9001 versi 2000)
dari badan akreditasi SGS International of Indonesia. Hal ini ditunjukan melalui slogan yang
terdapat pada logo Indofood ―The Symbol of Quality Foodsǁ atau ―Lambang Makanan Bermutuǁ




yang mengandung konsekuensi hanya produk bermutulah yang dihasilkan. Produk bermutu tidak
hanya dibuat dari bahan baku pilihan, tetapi diproses secara higienis dan memenuhi unsur
kandungan gizi dan halal.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. memiliki orientasi pasar, dimana produksi yang
dilakukan oleh perusahaan disesuaikan dengan permintaan pasar. Perusahaan selalu berusaha
memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam kuantitas maupun kualitas produk. Oleh karena itu,
perusahaan selalu mengembangkan inovasi guna memenuhi kepuasan pelanggan, khususnya selera
konsumen.
Produk yang dihasilkan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. divisi mi instan terdiri dari
2 kelompok besar yaitu :
1. Bag Noodle, yaitu mie instan dalam kemasan bungkusdan
2. Mie telor, yaitu mi yang dalam proses pembuatannya tidak digoreng melainkan dikeringkan.
Karakteristik perusahaan dalam melakukan kegiatan produksi yang dimiliki PT Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk. yakni bersifat mass production, yaitu jenis barang yang diproduksi
relatif sedikit tetapi dengan volume produksi yang besar, permintaan produk tetap/stabil demikian
juga desain produk jarang sekali berubah bentuk dalam jangka waktu pendek atau menengah.
Disamping produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. pun turut memperhatikan
pemasaran produk sehingga memungkinkan perusahaan untuk semakin berkembang. Berbgai cara
kegiatan promosi dilakukan, seperti advertising (periklanan) baik itu di media cetak maupun media
elektronik dan papan-papan reklame. Sedangkan kegiatan sales promotion meliputi pembagian
hadiah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui undian-undian berhadiah.
Pemasaran mi instan di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Bandung dibagi kedalam
dua wilayah pemasaran. Wilayah pemasaran I meliputi Bandung, Purwakarta, dan Sukabumi.
Sedangkan untuk wilayah pemasaran II meliputi Tasikmalaya, Garut, Cirebon, dan Jati Barang.
Tujuan didirikannya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Bandung adalah (1)
memperluas bidang usaha secara terus menerus melalui bidang usaha internal maupun
pengembangan usaha strategis; (2) mengurangi biaya transportasi; (3) selalu meningkatkan
kesejahteraan karyawan; (4) mensuplai daerah lain yang selalu kekurangan persediaan barang; dan
(5) berperan serta dalam pelestarian lingkungan hidup dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kultur perusahaan ini dikenal dengan nama ―CONSISTENT (Consumer, Innovation, Staff,
Excellence, and Team Work). Sumber kekuatan dalam menghadapi tantangan ini bisa dilihat dari
sisi konsumen, inovasi, karyawan, keunggulan produk dan kerjasama tim. Maksud dari akronim
―CONSISTENT adalah keberhasilan perusahaan tergantung kepada kepuasan pelanggan, inovasi







merupakan kunci pertumbuhan di masa depan, staff yang handal merupakan aset terbesar
perusahaan, kesempurnaan adalah pandangan hidup perusahaan, dan kerjasama tim menjadikan
perusahaan ini sebagai pemenang

1.2. Profile Perusahaan PT. Wings Food


Mie Sedaap adalah merek mi instan yang diproduksi oleh Wings Food dan produk mi instan
populer kedua di Indonesia. Diluncurkan pada tahun 2003, tiga puluh satu tahun setelah Indomie.
Selain di Indonesia, Mie Sedaap juga dijual di luar negeri, antara lain Malaysia dan Nigeria. Pada
tahun 2008 Mie Sedaap meluncurkan kemasan baru dengan formula baru Diperkaya 7 Vitamin.
Pada tahun 2009 Mie Sedaap meluncurkan rasa barunya, Rasa Kari Spesial dengan Bumbu Kari
Kental dan Rasanya Nendang. Pada tahun 2011 Mie Sedaap meluncurkan rasa barunya, Rasa Ayam
Spesial dengan tagline Mantap Kaldunya. Saat ini, Mie Sedaap merupakan saingan dari Indomie.
Mie Sedaap merupakan mie instant yang diproduksi oleh Wings Food sejak 2003. Pada awal
diluncurkan, varian rasa Mie Sedaap hanya ada tiga varian, yaitu Mie Goreng dengan "kriuk-
kriuk" (bawang gurih renyah), Rasa Soto dengan "koya" (serbuk gurih) dan Rasa Ayam Bawang
dengan bawang goreng. Setahun kemudian, pada tahun 2004, Mie Sedaap hadir dengan Rasa Kari
Ayam dengan serbuk gurih kari dan santan. Pada akhir tahun 2005, Mie Sedaap Sambal Goreng
diluncurkan. Pada bulan Februari 2007, Mie Sedaap meraih penghargaan Top Brand Awards 2007.
Pada awal 2006, iklan Mie Sedaap dibintangi oleh grup musik Padi. Pada pertengahan 2006, Mie
Sedaap hadir dengan Rasa Kaldu Ayam. Pada bulan Februari 2007, Mie Sedaap meraih
penghargaan Top Brand Awards 2007. Pada bulan Februari 2008, Kecap Sedaap diluncurkan
sehingga merek Sedaap dari Wings Food ada dua, Mie Sedaap dan Kecap Sedaap. Pada bulan April
2008, Mie Sedaap menambah formula baru "Diperkaya 7 Vitamin" dan meluncurkan kemasan baru
dengan formula tersebut. Pada tahun 2009, Mie Sedaap Rasa Kari Spesial diluncurkan dengan
bumbu kari kental dan bawang goreng, dengan tagline "nendang karinya". Pada tahun 2011, Mie
Sedaap Rasa Ayam Spesial diluncurkan dengan tagline "mantap kaldunya". Pada tahun 2013, Mie
Sedaap Cup diluncurkan dengan tiga rasa, yaitu Mi Goreng, Rasa Soto dan Rasa Baso Spesial,
dengan tagline "Cupdate Your Taste" dan pada bulan November 2013, Mie Sedaap Rasa Baso
Spesial diluncurkan.(google.co.id,2013)
Mie Sedaap memiliki tekstur yang halus, kenyal dan tegas untuk gigitan juga memberikan
rasa yang lezat dan nikmat. Satu-satunya mi yang memiliki sertifikat ISO 22000. Mie Sedaap
diproduksi dan diproses dalam kondisi higienis di bawah pengawasan ketat dari para ahli. Mie
Sedaap Mie Goreng dimasak dengan bawang goreng renyah. Mie Sedaap rasa Soto dimasak dengan



bumbu lengkap, dengan rasa jeruk nipis segar. Mie Sedaap Ayam Spesial dibuat dari kaldu ayam
asli. Mie Sedaap Kari Spesial dibuat dengan saus kari khusus. Ada 7 varian: Goreng (91 gr), Sambal
Goreng (88 gr), Soto (75 gr), Ayam Bawang (70 gr), Kari Ayam (72 gr), Ayam Spesial (69 gr), Kari
Spesial (75 gr).

2. Landasan Teori

Product life cycle telah direkomendasikan sebagai dasar untuk perencanaan dan
pengendalian produk (Schultz dan Rao, 1986). Menurut Lancaster dan Wesenlund (1984) posisi
penjualan produk diperkirakan akan berubah seiring waktu seperti profitabilitas dan siklus
hidupnya, dari mempelajari siklus hidup produk adalah salah satu usaha untuk mengenali tahapan
yang berbeda dari riwayat penjualan suatu produk. Dengan demikian apabila terjadi ketidaksesuaian
terhadap pola PLC maka organisasi atau perusahaan hendaknya melakukan tindakan agar
produknya dapat bersaing di pasaran. Namun dalam penyusunan penelitian ini, penulis kesulitan
mencari penelitian- penelitian sebelumnya yang serupa dengan penelitian penulis sekarang.
Sehingga pada sub bab tinjauan pustaka penulis akan menguraikan beberapa penelitian terdahulu
mengenai product life cycle.

Schultz dan Rao (1986) melakukan penelitian mengenai product life cycle pada produk
durable khususnya pada rumah tangga. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 50% dari produk
yang diteliti berada pada siklus dengan pola yang unik. Kebanyakan dari produk yang memiliki
pola unik tersebut berada pada tahap kedewasaan (maturity). Perubahan struktural menyebabkan
terbentuknya dua segmen konsumen yang agak berbeda. Salah satu segmen merupakan konsumen
dengan pendapatan rendah hingga sedang. Strategi pemasaran akan dibedakan sesuai dengan ciri
khas masing-masing segmen.

Westkamper dkk (2001) melakukan penelitian pada konsumsi energi pada manufaktur serta
mengamati siklus hidupnya. Perusahaan industri saat ini beroperasi dalam aktivitas yang penuh
ketidakpastian. Aspek teknik serta pasar internasional menentukan kegiatan produksi. Permintaan
mengenai efisiensi dan kualitas sistem manufaktur modern semakin meningkat. Produsen sistem
manufaktur bertanggung jawab untuk mendukung operasi yang lebih kuat dan harus mengamati
peraturan serta batasan selama pada tahap siklus hidup suatu sistem.




Azhar dan Leung (1993) melakukan penelitian pada studi kasus perusahaan XYZ dengan
produk X. Penelitian ini berfokus pada pendekatan siklus hidup untuk multi atribut produk pada
pengambilan keputusan. Kurangnya investasi teknologi pada manufaktur dapat menghambat daya
saing jangka panjang sebuah perusahaan. Masalah pada penelitian ini diformulasikan dengan
menggunakan model system-with-feedback (SWF). Cara ini sesuai dengan kasus pemodelan
elemen yang dinamis.

Shi dkk (2015) melakukan penelitian bagaimana membuat keputusan dan keberlanjutan
remanufaktur dalam kondisi siklus hidup produk yang tidak pasti. Dalam beberapa tahun terakhir,
produk remanufaktur telah dianggap sebagai salah satu program yang penting untuk mencapai
keberlanjutan dalam sistem produksi. Selama proses remanufakturing, produk bekas dengan
komponen usang diganti dengan komponen baru dan tahan lama yang dapat digunakan kembali.

Yung dkk (2008) pada penelitiannya membahas mengenai konsumsi energi pada produk
elektronik pribadi yang cukup tinggi. Pada saat yang sama Uni Eropa telah membuat undang-
undang yang mengatur konsekuensi lingkungan dari penggunaan energi. Dari hal tersebut, sebuah
studi percontohan dilakukan untuk menilai dampak lingkungan dari dua pihak pengguna produk alat
elektronik. Tujuan utama dari penelitian ini untuk meningkatkan kesadaran eco-design untuk
pengguna alat elektronik pribadi.

Kobayashi (2005) melakukan penelitian mengenai sebuah metodologi dan perangkat lunak
untuk membangun konsep eco-design pada produk beserta siklus hidupnya. Metodologi yang
digunakan Product Life Cycle Planning (LCP) menyediakan prosedur yang sistematis. Hasil akhir
dari perangkat lunak ini adalah sebuah eco-design dengan melibatkan eco-solution yang sudah
dievaluasi sebelumnya. Penelitian ini tidak menggunakan kasus atau masalah real melainkan
sebatas studi kasus.

2.1 Konsep Product Life Cycle (PLC)

Banyak konsep mengenai product life cycle berkembang seiring berjalannya waktu salah
satunya oleh Shahmarichatghieh dkk (2015) yang mengatakan setiap fenomena memiliki siklus
hidup yang tak terbatas yang bisa dipertimbangkan dari berbagai aspek dan bisa diklasifikasikan
menurut kategori yang berbeda. Siklus hidup yang paling sederhana pada bidang industri adalah
product life cycle (Shahmarichatghieh dkk, 2015). Menurut Cox (1967) product life cycle adalah
fluktuasi penjualan produk dari awal penciptaannya sampai pada akhir terjadi penurunan. Hal yang





tidak jauh berbeda ditemukan Klepper (1997) product life cycle fenomena umum yang didasarkan
pada perubahan pasar selama keberadaan produk tersebut. Menurut Sharma (2016) product life
cycle menyangkut sebuah produk di pasar berkenaan dengan bisnis atau biaya komersial serta
ukuran penjualan.

Pentingnya peran PLC terhadap keputusan strategis dengan mempelajari pengaruh PLC
terhadap strategi bisnis (Hofer, 1975). Menurut Rink dan Swan (1979) product life cycle bisa
menjadi dasar keputusan strategis yang berbeda di dalam perusahaan. Sejalan dengan penjelasan
sebelumnya temuan Forrster (1961) menemukan jika PLC dapat dijadikan pedoman dalam
mempelajari suatu produk dan dapat mewakili aplikasinya dalam pemodelan manajerial. Ruang
lingkup PLC baik dari industri dan produk biasanya sangat homogen dan dapat ditinjau dari
karakteristik dan sudut pandang konsumen untuk nantinya menentukan tahap PLC dan
menganalisisnya sehingga dapat membantu dalam pengembangan produk baru dan pemahaman
akan peluang pasar (Forrster, 1961).

Sebagai alat perencanaan, PLC membantu manajer mencari tahu marketing challenges pada
tiap tahap dan mengembangkan strategi pemasaran alternatif (Kotler, 2000). Tidak jauh berbeda
dengan yang disampaikan Shaw (2012) elemen penting dari kesuksesan sebuah bisnis adalah
penggunaan strategi pemasaran yang tepat, manajer harus memahami syarat dan ketentuan alternatif
strategi pemasaran yang berbeda dan dapat digunakan sebagai alat perencanaan pemasaran.
Menurut Catry dan Chevalier (1974) strategi pemasaran harus disesuaikan dengan perubahan pasar
yang dinamis saat ini agar bisa menjadi relevan, sukses dan strategi juga harus sensitif terhadap
trend dan kondisi persaingan pasar.

2.2. Tahap Product Life Cycle (PLC)

Rink dan Swan (1979) menyebutkan sebuah konsep siklus hidup produk yang digunakan
sebagai cara di mana menampilkan grafis nilai kontribusi produk dari waktu ke waktu. Siklus hidup
produk biasanya memiliki lima tahap yakni development (pengembangan) , growth (pertumbuhan),
maturity (kedewasaan), saturation (kejenuhan) dan decline (penurunan). Selanjutnya Rink dan Swan
(1979) juga menambahkan terdapat banyak variasi berkaitan tahapan PLC, ada yang mengatakan
PLC terdiri dari empat, lima ataupun enam tahapan.

Dijelaskan oleh Rink dan Swan (1979) pada gambar 2.1 menunjukkan representasi tahapan
pasar pada umumnya. Hal ini diasumsikan bahwa dari suatu tempat dalam perusahaan akan muncul




keuntungan untuk mempertahankan keberadaan perusahaan. Fakta bahwa produk akan


kemungkinan besar mencapai tahap penurunan yang enggan diterima. Sejarah menunjukkan bahwa
proporsi yang tinggi dari produk yang diluncurkan pada kenyataannya gagal dalam waktu yang
cukup singkat. Oleh karena itu, sangat penting untuk menggabungkan fase penurunan yang
diharapkan rencana pemasaran untuk produk apapun. Hal ini lebih penting saat ini karena dampak
dari kompetisi, substitusi dan deregulasi. Waktu siklus hidup produk bisa pendek. Menambahkan
unsur-unsur baru, dan memungkinkan untuk elemen tua, akan membantu untuk menjaga dampak
dari perubahan terlihat untuk kepentingan semua pihak yang terlibat dalam sistem. Fase penurunan
bisa terjadi sebelum waktunya ketika produk gagal untuk alasan apapun. Risiko kegagalan selalu
tinggi. Risiko kegagalan ini adalah alasan utama untuk memikirkan penurunan biaya potensial
diperkirakan dan termasuk sebagai bagian proposal pemasaran.

Hasil penelitian Sharma (2016) agaknya sedikit berbeda dengan yang disampaikan Rink dan
Swan sebelumnya, product life cycle pada dasarnya memiliki empat tahap dan setiap tahap
memiliki karakteristik tersendiri. Berikut empat tahap beserta karakteristiknya menurut Sharma
(2016), antara lain:

a. Introduction (Pengenalan)

Pada tahap ini dikatakan sebagai tahap dengan pengeluaran yang paling besar bagi perusahaan
karena melibatkan kegiatan peluncuran produk baru. Apabila ukuran pasar untuk produk relatif
kecil, berarti penjualan rendah meski pada akhirnya akan meningkat. Selain itu, biaya-biaya lain
seperti penelitian dan pengembangan, pengujian konsumen, dan pemasaran menjadi sangat tinggi
apalagi jika sektor itu memiliki kompetitor yang kompetitif.

b. Growth (Pertumbuhan)

Tahap pertumbuhan biasanya ditandai dengan peningkatan penjualan dan keuntungan. Perusahaan
juga mulai mendapat keuntungan dari skala ekonomi dalam produksi, margin profit, dan jumlah
keuntungan keseluruhan akan meningkat. Untuk memanfaatkan potensi pada tahap ini, perusahaan
biasanya melakukan investasi melalui aktivitas promosi.

c. Maturity (Kedewasaan)

Selama tahap kedewasaan, produk secara terus menerus dibuat dengan tujuan agar perusahaan bisa
mempertahankan pangsa pasar yang mereka bangun. Perusahaan juga perlu mempertimbangkan

modifikasi produk atau peningkatan produksi. Proses ini memungkinkan memberi perusahaan
keunggulan kompetitif. Sesuatu yang berbeda dari kompetitor lainnya dapat menjadi nilai tambah
tersendiri sehingga nantinya konsumen lah yang akan menentukan mana produk yang lebih baik.
Tidak jarang inovasi yang diberikan justru malah merugikan perusahaan.

3. Pembahasan
3.1. Perbandingan dari keberlangsungan usaha dari Indofood dan Wings Food
Pada dunia bisnis industri, tren konsumsi masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai
bergeser ke jenis makanan instan. Pergeseran pola konsumsi masyarakat ini ternyata berdampak
positif terhadap industri makanan instan, terutama pada industri mie instan. Tidak dapat dipungkiri
mie memang sudah menjadi bagian penting dalam pola makan rumah tangga, tidak hanya di
perkotaan tetapi juga di pedesaan. Peran mie memang luwes tidak hanya sebagai pangan pokok,
namun dapat berperan sebagai lauk-pauk sehingga sering dijumpai masyarakat yang makan nasi
dengan lauk mie goreng atau mie kuah. Peluang bisnis ini sangat menjanjikan keuntungan bagi
produsen. Persaingan mie instan sudah menjadi persaingan gaya hidup masyarakat. Hal ini ditandai
dengan banyaknya pilihan merek mie instan yang berada di pasaran.
Fenomena dan dinamika persaingan dalam era globalisasi ini akan semakin mengarah pada
sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan perusahaan untuk selalu
mengembangkan, merebut pangsa pasar (market share), dan mempertahankannya. Sebagai contoh
ialah perusahaan mie instan Indomie, perusahaan penguasa pasar mie instan ini berusaha keras
menentukan strategi yang tepat untuk membentuk retensi pelanggan dikarenakan pesaing-pesaing
pasar ingin merebut pangsa pasarnya.
Dari merek mie instan lain, Mie Sedaap memiliki kemungkinan menempati posisi market
leader Indomie di pasar. Terbukti bahwa Mie Sedaaplah yang diam-diam sedikit menggerogoti top
brand Indomie. Terutama pada awal Mie Sedaap muncul di pasaran dan konsumen banyak yang
tertarik untuk berpindah pada mie instan baru ini. Meski dari sisi angka masih terpaut cukup jauh
dengan Indomie, namun Mie Sedaap milik Wings Group ini tidak boleh diremehkan sehingga mie
Indomie harus mempunyai strategi untuk membentuk retensi palanggan agar tidak berpindah pada
produk mie instan lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi retensi
pelanggan antara lain kepuasan pelanggan, kepercayaan pelanggan, dan hambatan berpindah.
Mungkin begitulah kondisi manajemen Indofood melihat sepak terjang Wingsfood dengan
produk mi instan andalannya, Mie Sedaap. Memang, sejak Wingsfood meluncurkan Mie Sedaap
pada awal 2003, para petinggi Indofood boleh jadi tak bisa tidur nyenyak lagi. Lihat saja, hanya

dalam tempo dua tahun produk yang relatif baru itu diperkirakan sudah menggaet pangsa pasar mi
instan sebesar 15%-20%. Padahal, Indofood sang pemimpin pasar adalah penguasa yang amat
dominan dan bertahan selama puluhan tahun di posisi ini. Bahkan, pada 2002 pangsa pasar
perusahaan milik Salim ini di bisnis mi instan mencapai 90% dengan nilai sekitar Rp 8 triliun.
Indofood memang tidak tinggal diam, bahkan sudah mencoba berbagai cara. Mulanya,
untuk melawan kehadiran Mie Sedaap, Indofood mengeluarkan Mie Sayap, yang ternyata gagal.
Berikutnya, Indofood mengeluarkan Sarimi Ekstra, yang sayangnya juga tak berhasil. Selanjutnya,
perusahaan andalan Grup Salim ini meluncurkan SuperMie Sedaaap. Alhasil, puluhan merek mi
instan telah dikeluarkan Indofood. Padahal, Wingsfood cuma menerjunkan Mie Sedaap dengan lima
variannya.
Bukan hanya meluncurkan beragam produk mi instan, Indofood juga melancarkan langkah
promosi dengan memberi hadiah berupa gelas atau mangkuk dan hadiah satu bungkus setiap
membeli lima bungkus. Sekarang, Indofood tak lagi hanya melayani pelanggan besar (sekelas
hypermarket) dengan pembelian minimal 5 juta bungkus, tapi juga yang lebih kecil.
Meski sudah melakukan berbagai upaya, kerisauan tampaknya belum pergi dari benak
manajemen Indofood. Sampai-sampai para petinggi Indofood merasa perlu mendengar pandangan
koleganya dari industri berbeda. Dari proses pencarian second opinion dari kalangan eksternal
inilah, kabarnya manajemen Indofood menyadari kesalahannya memborbardir pasar dengan
puluhan merek mi instan, dan akan segera menarik kembali puluhan mereknya itu dari
pasar. Memang, yang gampang ditebak, kehadiran banyak merek malah membuat sulit Indofood
baik dalam hal strategi komunikasi maupun evaluasi keberhasilannya. Begitu juga,
peluncuran fighting brand SuperMie Sedaaap malah menaikkan pamor Mie Sedaap yang sudah
lebih dulu hadir di pasar.
Selain berhasil melakukan terobosan pada aspek rasa, Mie Sedaap pun mampu menghajar
Indofood dari sisi distribusi. Ia melihat, ketika pertama kali penetrasi ke pasar, Mie Sedaap
menerobos pasar modern dulu. Setelah itu baru masuk ke jalur yang susah ditembus, yakni kalangan
pedagang kelontong dan grosir. Dalam praktiknya, Mie Sedaap memang tidak segan-segan
memberi term of payment atau jangka waktu pembayaran 30-60 hari. Langkah seperti ini
mengingatkan ketika Indofood pada masa awal berkiprah berani memberikan hadiah emas dan lain-
lain apabila penjualnya berhasil mencapai target yang ditetapkan. Hebatnya lagi, sekarang warung-
warung mi pinggir jalan juga berhasil ditembus Mie Sedaap. Padahal dulu warung-warung pinggir
jalan itu turut memperkokoh benteng pertahanan Indofood.

PT Indofood Sukses Makmur hanya mengklaim kini pangsa pasarnya mencapai 80% dengan
pendapatan per tahunnya menembus angka Rp 6 triliun. Namun, diakuinya, tak semua
konsumennya loyal. Dari 80% pangsa pasar yang digenggamnya, diperkirakan 10% konsumen suka
“berselingkuh dengan pesaingnya. Saat ini Indofood masih dominan dan diperkirakan punya sekitar
76% pangsa pasar mi instan di Indonesia. Sementara pangsa pasar Mie Sedaap di Indonesia Timur
baru mencapai 16%, sedangkan di Jakarta dan kota-kota sejenis pangsanya malah hanya 11%.
Dalam hal ini, Dominasi produk mi instan Indofood memang masih kelihatan di pasar.
Dari perihal kasus diatas, dapat saya tarik kesimpulan bahwa PT. Indofood masih menguasai
pangsa pasar mie instan di Indonesia namun PT. Indofood harus mempertimbangkan eksistensi dari
produk mie instan PT. Wingsfood yang dimana sekarang sedang melonjak dan dalam bebrapa tahun
belakangan berhasil merebut pangsa pasar dengan inovasi yang tidak kalah baiknya dengan produk
PT. Indofood.

3.2. Analisis Siklus Hidup Indomie (Indofood)


• Fase Pengenalan
Mie Instan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1969. Indomie sendiri di produksi
dan dipasarkan ke konsumen sejak tahun 1972 dengan varian rasa Ayam dan Udang.
• Fase Pertumbuhan
Pada tahun 1982 Indomie meluncurkan varian rasa baru, yaitu rasa Kari Ayam. Diikuti pada
tahun 1983 varian Mie Goreng di keluarkan. Tahun berikutnya perusahaan PT. Sanmaru Food
Manufacturing Co. Ltd dibeli oleh PT. Sarimi Asli Jaya (produsen Sarimi). Tiga tahun kemudian
Pop Mie, mie instan dalam wadah cup , diluncurkan untuk pertama kalinya dengan rasa ayam dan
baso.
Di tahun 2003, mulai muncul pesaing produk Indomie yang berasal dari PT. Wings Food, yaitu
Mie Sedap. Mie Sedap juga tak kalah populer dengan Indomie meskipun masih produk baru.
Sampai sekarang Indomie terus mencoba mengembangkan varian mie instan tersebut.
Diantaranya Mie Kriuk, Selera Nusantara, Indomie Jumbo, Mie Kriting, Taste if Asia dan Kuliner
Indonesia. Tidak hanya varian, Indomie pun mencoba untuk meng-upgrade kemasannya.
• Fase Kematangan
Memasuki awal abad ke 20, Indomie mulai mencapai titik popularitasnya. Di tahun 2001
Indomie mampu meraih penghargaan Indonesia Customer Satisfaction Award (ICSA) sebagai
The Most Valuable Brand. Kemudian pada tahun 2005 Indomie berhasil meraih Guinness World
of Record sebagai The Largest Pack of Instant Noodles; Indonesia Customer Satisfaction Award





(ICSA); Indonesia Best Brand Award (IBBA); Indonesia Customer Loyalty Award; Packaging
Consumer Branding Award (Gold), dan masih banyak penghargaan yang diterima Indomie di
tahun tahun berikutnya.
Selain itu di Nigeria Indomie merupakan makanan yang sangat populer. Saat ini ada 2 pabrik
yang memproduksi Indomie di Nigeria, yang pertama adalah pabrik De United Foods Industries
limited yang didirikan 1995 di Ota Ogun State, merupakan pabrik pertama yang memproduksi
Indomie di Nigeria dan merupakan produsen mi instan terbesar di Afrika Barat. Pabrik kedua
adalah Dufil Prima Foods Plc yang dioperasikan sejak 2001, terletak di Choba, Port Harcourt,
Rivers State. Tidak hanya di Nigeria, Indomie juga cukup populer di negara Asia seperti
Singapura, Malaysia, dan Brunei.

3.3. Analisis Siklus Hidup Mie Sedap (Wings Food)


• Fase Perkenalan
Mie Sedaap adalah merek mi instan yang diproduksi oleh Wings Food dan produk mi instan
populer kedua di Indonesia. Diluncurkan pada tahun 2003, tiga puluh satu tahun setelah Indomie.
• Fase Pertumbuhan
Mie Sedaap juga dijual di luar negeri, antara lain Malaysia dan Nigeria. Pada tahun 2008 Mie
Sedaap meluncurkan kemasan baru dengan formula baru Diperkaya 7 Vitamin. Pada tahun 2009
Mie Sedaap meluncurkan rasa barunya, Rasa Kari Spesial dengan Bumbu Kari Kental dan
Rasanya Nendang. Pada tahun 2011 Mie Sedaap meluncurkan rasa barunya, Rasa Ayam Spesial
dengan tagline Mantap Kaldunya. Saat ini, Mie Sedaap merupakan saingan dari Indomie.
• Fase Pendewasaan
Wings Food meluncurkan Mie Sedaap yang siap menggilas kejayaan Indomie. Mie Sedaap dipilih
masyarakat Indonesia karena Wings Food pandai membuat masyarakat penasaran dengan
memilih nama MIE SEDAAP, membuat konsumen ingin mencoba apakah rasa mie tersebut
benar-benar Sedap. Mie Sedaap juga gencar beriklan di media. Saat itu, Mie Sedaap yang sedang
memasuki tahap perkenalan (introduction) menggunakan strategi peluncuran cepat rapid
skimming strategy). Wings Food meluncurkan produk baru dengan harga yang hampir
menyamapi harga Indomie, dengan tingkat promosi yang tinggi. Iklan pun dibuat sedemikian
menarik, diluncurkan di berbagai media, seperti media cetak dan elektronik. Pilihan rasa yang
diberikan pun lebih banyak, dengan kelebihan di pemberian ―kriukǁ, sesuai dengan lidah orang
Indonesia yang gemar dengan makanan pelengkap dengan tekstur agak keras seperti kerupuk.



Anda mungkin juga menyukai