Anda di halaman 1dari 13

HELPING RELATIONSHIP

DI
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK : 1
TURSIN AKMALITA 20010122
AULIA ZULFA 20010104
APRILIANI MARCELENA 20010025
AINUN 20010023
ASRAYANI 20010120
ABDI DHIL IKRAM 20010021
ANGGI DELIA PUTRI 20010024

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia
yang tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan
baik, shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw.
pembawa risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat
manusia didunia dan diakhirat.

Kami sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah jauh dari


kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya
mahasiswa/i. Semoga juga menjadi amal yang baik dan diterima disisi Allah
SWT. Amiin.

Sigli, Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang tidak dapat dipisahkan dari sistem

pelayanan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan pada saat ini semakin

berkembang baik dari segi kualitas maupun kualifikasi tenaga. Dari segi kualitas

adalah adanya pergeseran sistem pemberian pelayanan keperawatan dari yang

bersifat intuition technical oriented menjadi pelayanan keperawatan yang bersifat

holistic dan unik kepada sistem klien, yaitu individu, keluarga dan masyarakat.

Hal tersebut merupakan sebuah kemajuan yang baik bagi dunia keperawatan.

Rumah sakit sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan yang harus

senantiasa memberikan pelayanan yang memuaskan kepada klien dan

keluarganya. Kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit sangat ditentukan

oleh keefektifan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien

dan kelurga. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama dan sering

berinteraksi dengan klien dan keluaraga. Perawat diharapkan dapat menjadi obat

secara psikologis. Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya

membawa kenyamanan dan kerinduan bagi klien (Mundakir, 2006).

Hal ini menjadikan perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan rumah

sakit. Banyak waktu perawat untuk bertemu dengan klien dan keluarganya

memungkinkan untuk sering berkomunikasi dengan perawat. Oleh karena itu

untuk meningkatkan kualitas pelayanan, perawat profesional harus memiliki


kemampuan dalam berkomunikasi terapeutik secara benar. Komunikasi

terapeutik antara perawat dan klien merupakan hal yang pokok dalam asuhan

keperawatan. Penggunaan komunikasi terapeutik harus memperhatikan

pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar

pengaruhnya terhadap usaha mengatasi berbagai masalah psikologis klien

maupun keluarganya (Roatib, Suhartini & Supriadi, 2007).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman Definisi Helping Relationship?


2. Apa Saja Fase Helping Relationship?
3. Bagaimana Karakteristik Perawat Yang Menfasilitasi Tumbuhnya
Hubunga Terapeutik?
4. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Perawat-Klien?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah memahami helping
relationship, Fase helping relationship, Karakteristik perawat yang menfasilitasi
tumbuhny hubungan terapeutik, dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
hubungan perawat-klien.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Helping Relationship

Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih)
individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau
dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.

Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan


antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi,
perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang
membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuanya itu terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia klien.

B. Fase Helping Relationship


Fase Hubungan Membantu ditetapkan dan dipertahankan oleh perawat
professional dan meliputi fase preinteraksi, orientasi, bekerja dan
pemutusan.Hubungan adalah sesuatu yang bersifat resiprokal: perawat dan klien
saling berhubungan ketika mereka bergerak kearah hubungan terapeutik.
1. Fase Prainteraksi
Fase prainteraksi adalah waktu dimana perawat merencanakan pendekatan.
Proses ini membantu menghin dari terjadinya stereotip pada klien dan membantu
perawat untuk berpiki rmengenai nilai atau perasaan pribadi.
2. Orientasi
Fase ini menentukan bagaimana hubungan perawat-klien selanjutnya. Fase
orientasi sangat penting dan seringkali ditandai dengan ketidak pastian dan
eksplorasi.
a. Pengujian
b. Membangun kepercayaan
c. Mengidentifikasi masalah dan kenerhasilan
d. Menjelaskan peranku
e. Menetapkan kontrak
3. Fase Bekerja
Selama fase bekerja dari hubungan yang membantu, perawat berupaya
untuk mencapai tujuan selama fase orientasi. Perawat dan klien bekerja bersama.
Hubungan berkembang dan menjadi lebih fleksibel ketika klien dan perawat
memiliki keinginan untuk berbagi perasaan dan mendiskusikan masalah.

a. Konfrontasi.
b. Kesiapan
c. Pemaparan diri
d. Memadukan komunikasi dengan tindakan keperawtaan.

4. Fase Teriminasi
Selama faseorientasi, perawat mengatakan pada klien kapan ia
memperkirakan berakhirnya hubungan. Ketika pemutusan terjadi, klien tidak
seharusnya terkejut. Dengan tetap memperhitungkan keberhasilan hubungan,
klien harus siap untuk berfungsi secara efektif tanpa dukungan perawat.
Namun pemutusan dapat menjadi sulit dan menyakitkan bagi klien. Tujuan
utama pada akhir hubungan yang membantu apapun adalah pemutusan dengan
cara yang terencana dan memuaskan.
a. Evaluasi hasil yang telah dicapai
b. Perpisahan

C. Karakteristik Perawat Yang Menfasilitasi Tumbuhnya Hubunga


Terapeutik
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik,yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bias
terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada
lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat,
sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga
sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau
sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996dalam Suryani,2005).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan
menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bias juga berpura-pura
patuh terhadap perawat.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif


Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan
kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang
berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dansesuai
dengan verbalnya karena ketidak sesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi
klien.

3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling
percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif
ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap
klien.

Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang


terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara
perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien
merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,Pdan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati


Sika pempati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan
sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien
seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993dalam Suryani,2005).
Dengan bersika pempati perawat dapat memberikan alternative pemecahan
masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga
tidak berlarut- larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari
penyelesaian masalah secara objektif.

7. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien


Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada
klien (Taylor, Lilisdan Le Mone, 1993), oleh karena perawat harus mampu untuk
melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk
mampu melakukan halini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan
mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari
komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi.Pendengar
(perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
8. Menerima Klien apa adanya

Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien


apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam
menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995
dalamSuryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap
dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat
tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

9. Sensitif terhadap perasaan klien


Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan
bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata
atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.

10. Tidak mudah terpengaruh oleh masalalu klien ataupun diri perawat
sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu
yang ada pada saat ini, bukan atas masalalunya, demikian pula terhadap dirinya
sendiri.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Perawat-Klien


faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan perawat dan klien, Menurut
Potter dan Perry (1994), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi isi pesan
dan sikap penyampaian pesan sehingga komunikasi menjadi kompleks.
Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah perkembangan, persepsi, nilai, latar
belakang sosial budaya, emosi, pengetahuan, peran, dan tatanan interaksi. Masing-
masing akan dijelaskan berikut ini.
1. Perkembangan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi hubungan perawat dan klien
Lingkungan yang diciptakan oleh orang tua mempengaruhi kemampuan anak
untuk berkomunikasi. Perawat menggunakan teknik khusus ketika berkomunikasi
pada anak sesuai dengan berbagai tahap perkembangannya. Oleh karena itu, agar
dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak, perawat harus mengerti
pengaruh perkembangan bahasa dan proses berpikir yang mempengaruhi cara dan
sikap dalam berkomunikasi.
2. Persepsi
Persepsi merupakan pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi
dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi menghambat
komunikasi.
3. Sistem nilai
Faktor ketiga yang menjadi faktor yang mempengaruhi hubungan perawat
dan klien adalah sistem nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku
sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Berusaha
mengetahui dan mengklarifikasi nilai adalah penting dalam membuat keputusan
dan interaksi. Jangan sampai perawat dipengaruhi oleh nilai personalnya dalam
hubungan profesional.
4. Latar belakang sosial budaya
Seringkali ketika memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat
menggunakan bahasa dan gaya komunikasi yang berbeda. Gaya komunikasi
sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi.
5. Faktor emosi
Emosi adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara seseorang
berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh keadaan
emosinya. Emosi mempengaruhi kemampuan salah tafsir atau tidak
mendengarkan pesan yang disampaikan. Perawat dapat mengkaji emosi klien
dengan mengobservasi klien ketika berinteraksi dengan keluarga, dokter atau
perawat lain. Perawat juga perlu mengevaluasi emosinya, karena sangat sulit
untuk menyembunyikan emosi, sementara klien sangat perseptik terhadap emosi
yang terpindahkan melaluikomunikasi interpersonal.
6. Pengetahuan
Faktor keenam adalah pengetahuan. Komunikasi sulit dilakukan jika orang
yang berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Perawat
mengkaji tingkat pengetahuan klien dengan memperhatikan respon klien terhadap
pernyataan yang diajukan. Setelah pengkajian, perawat mempergunakan istilah
dan kalimat yang dimengerti oleh klien sehingga dapat menarik perhatian dan
minatnya.
7. Faktor Peran
Cara berkomunikasi sesuai dengan peran dan hubungan orang yang
berkomunikasi. Gaya perawat berkomunikasi dengan klien akan berbeda dengan
caranya berbicara dengan dokter dan perawat lain. Perawat perlu menyadari
perannya saat berhubungan dengan klien ketika memberikan asuhan keperawatan.
Perawat menyebut nama klien untukmenunjukkan rasa hormatnya dan tidak
menggunakan humor jika baru mengenal klien.
8. Tatanan Interaksi
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu
lingkungan yang menunjang, karena bising, kurang keleluasaan pribadi dan
ruang yang sempit dapat menimbulkan kerancuan, ketegangan dan
ketidaknyamanan. Perawat perlu memilih tatanan yang memadai ketika
berkomunikasi dengan klien.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hubungan membantu perawat-klien adalah proses yang dinamis antara
perawat dan klien untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan
serta kemampuan adaptasi
2. Hubungan membantu perawat-klien memiliki dimensi yang terdiri dari
rasa percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualisme
3. Hubungan membantu perawat klien juga memiliki fase-fase, yang mana
setiap fase merujuk apa yang harus dilakukan perawat dalam menerapkan
hubungan membantu tersebut
4. Gangguan dalam proses komunikasi akan mempengaruhi keefektifan
seseorang untuk berkomunikasi yang nantinya akan mengganggu
pemahaman seseorang tentang informasi yang disampaikan oleh
komunikator.

B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun
penulisan ini jauh dari sempurna minimal kami mengimplementasikan tulisan ini.
kami juga butuh kritik dan saran agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan
yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Potter, patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Stuart, G. W., 2009. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Ed 9th.


Mosby: Els
Aziz, A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Blais, K., K., Hayes, J., S., Kozier, B., & Erb, G. (2007) . Praktik Keperawatan
Professional: Konsep & Perspektif, Ed. 7. Jakarta: EGC

Iyer, P., W. (2004) . Dukumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S., J. (2010) . Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Ed. 7. Jakarta: EG

Nasir, A., Muhith, A., Sajidin & Mubarak, W., I. (2011). Komunikasi dalam
Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai