Anda di halaman 1dari 5

KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : CITRA ESTI PEBRINA
KELAS : 2B D4 KEBIDANAN
NIM : P07524420056
DOSEN PENGAMPU : EFENDI SIANTURI,SKM,M.kes.

POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN


PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
T.A 2021/2022
Contoh Kasus

PREVALENSI DYSMENORRHEA DAN


KARAKTERISTIKNYA PADA REMAJA PUTRI DI
DENPASAR
11 November 2019
Link Jurnal : https://garuda.ristekbrin.go.id/journal/view/970?issue=Vol%208%20No
%2011%20(2019):%20Vol%208%20No%2011%20(2019):%20E-Jurnal%20Medika
%20Udayana

Penelitian dilakukan di SMA Saraswati 1 Denpasar, di Jalan Kamboja Nomor 11A, di


antara bulan Februari-Oktober 2017. Adapun populasi terjangkau pada penelitian ini adalah
siswi SMA Saraswati 1 Denpasar. Kriteria inklusi yaitu siswi yang bersedia berpartisipasi
dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. Sebanyak 43 remaja putri yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berpartisipasi dalam penelitian ini. Data diambil
dengan menggunakan metode angket. Variabel yang diukur di dalam penelitian ini antara lain
nyeri menstruasi, status dysmenorrhea, derajat kesakitan, umur, riwayat keluarga, umur
menarche, lama menstruasi, status gizi, kebiasaan olahraga, status merokok, dan konsumsi
alcohol.
Hasil pada tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik remaja menunjukkan bahwa
proporsi responden tertinggi ada pada umur 15 tahun (88,37%), mengalami nyeri menstruasi
(97,67%), memiliki riwayat keluarga dengan dysmenorrhea (87,5%), mengalami menarche di
rentang usia 13- 14 tahun (59,38%), memiliki siklus menstruasi selama kurang dari 7 hari
(78,13%), memiliki status gizi normal (62,5%), dan memiliki kebiasaan jarang berolahraga
(78,11%).
Tabel 2 Kejadian dysmenorrhea pada remaja putri yakni menunjukkan bahwa remaja
putri yang mengalami kejadian dysmenorrhea sebesar 74,42% dan sebesar 81,25%
merupakan dysmenorrhea derajat ringan, 6,25% derajat sedang, dan 12,5% derajat berat.
Tabel 3 Distribusi frekuensi gejala dan tanda dysmenorrhea menunjukkan bahwa
46,88% remaja putri dengan dysmenorrhea mengalami nyeri sebelum dan selama menstruasi
berlangsung dan 87,5% mengalami nyeri dengan sifat hilang timbul. Selain itu didapatkan
juga 28,13% remaja putri mengalami keluhan penyerta berupa nyeri pinggang, 15,63%
mengalami keluhan penyerta berupa sakit kepala, sedangkan keluhan penyerta berupa
mual/muntah dan diare tidak diemukan dalam penelitian ini. Sebanyak 12,5% remaja putri
pernah absen dari kegiatan sekolahnya akibat dysmenorrhea yang dialami. Dalam melakukan
penanganan terhadap nyeri, 75% tindakan yang dilakukan oleh remaja putri adalah cara
tradisional. Semua penanganan yang dilakukan, baik cara tradisional maupun menggunakan
obat, dikatakan dapat mengurangi nyeri dysmenorrhea yang dialami.
Tabel 4 Tabulasi silang kejadian dysmenorrhea berdasarkan umur, riwayat keluarga,
umur menarche, lama menstruasi, status gizi, dan kebiasaan olahraga menunjukkan bahwa
proporsi gangguan dysmenorrhea ditemukan lebih tinggi pada remaja dengan umur 14 dan 16
tahun (100%) dibandingkan umur 15 tahun (71,1%). Selain itu gangguan dysmenorrhea juga
ditemukan lebih tinggi pada remaja putri yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan
dysmenorrhea (80%), mengalami menarche di usia 11-12 tahun (76,5%), memiliki lama
menstruasi 7 hari atau lebih (77,8%), status gizi normal (80,8%), dan remaja yang jarang
berolahraga (75,8%).
Pembahasan dari Kasus Diatas
Dysmenorrhea adalah gangguan nyeri yang dialami pada setiap siklus menstruasi,
yang memberikan efek negatif dalam aktivitas seharihari. Gangguan dysmenorrhea dikatakan
bersifat ringan apabila nyeri terjadi hanya sebentar, tidak memerlukan obat untuk
menghilangkan nyeri, dan nyeri tersebut tidak mengganggu aktvitas seharihari.
Dysmenorrhea dengan derajat kesakitan berat ditandai dengan rasa sakit hebat yang
mengakibatkan remaja tidak mampu melakukan aktivitas hariannya, serta memerlukan obat
dengan intensitas tinggi untuk meredakan nyerinya, bahkan dalam beberapa kasus
memerlukan tindakan operasi.
Prevalensi dysmenorrhea yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebesar 74,42%.
Angka ini sesuai dengan hasil penelitian yang tertera dalam “The prevalence and risk factors
of dysmenorrhea” yang mengatakan bahwa prevalensi dysmenorrhea ada dalam range 67%
sampai 90% pada usia muda (17-24 tahun). Selain itu angka ini juga sesuai dengan hasil
penelitian yang tertera dalam “Prevalence of premenstrual syndrome and dysmenorrhoea
among female medical students and its association with college absenteeism” yang
mengatakan bahwa 60% sampai 93% kasus nyeri haid ditemukan pada usia remaja.
Penelitian “Pengaruh dismenorea pada remaja” juga menyampaikan bahwa prevalensi
dysmenorrhea remaja putri di dunia adalah sebesar 70% - 90%.
Hasil Evaluasi yang akan dikaitkan dengan materi kelompok dari Kasus Diatas
Dari contoh kasus mengenai Dismenorea atau biasa disebut dengan nyeri haid pada
remaja wanita bahwa ada lebih banyak remaja wanita yang hanya menghentikan rasa sakit
atau nyeri yang dialami sebelum dan selama haid. Hal ini merupakan kurangnya pengetahuan
akan bagaimana cara mencegah hal itu terjadi yang akan sangat membantu permasalahan
disetiap masa haid. Para remaja menganggap menghentikan nyeri sudah cukup dengan
mengonsumsi obat dan melakukan cara tradisional karena lebih efesien dan lebih cepat
menghilangkan rasa nyeri haid tersebut.
Konsultasi dengan bidan atau dokter kandungan bisa menjadi solusi untuk mencegah
nyeri haid yang timbul setiap bulannya, nyeri haid pada setiap perempuan itu berbeda-beda
tingkat kesakitannya. Jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat rasa nyeri akan menjadi
permasalahan yang serius dimana pasien bisa saja pingsan karena rasa sakit yang kuat.
Edukasi remaja putri adalah cara yang paling tepat agar lebih mengutamakan kesehatan
mereka.
Dalam melakukan kolsultasi pada pasien bidan diharapkan mampu mengambil peran
penting agar pasien yakin dan konsisten untuk menjaga kesehatannya. Mengetahui konsep
dalam berkomunikasi, keterampilan berkomunikasi dari seorang bidan serta tetap menjaga
kerahasian permasalahan kesehatan pasien merupakan hal utama yang harus diperhatikan
oleh bidan.
Selain itu, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi anatara bidan dengan
pasien yaitu :
1.      Lakukanlah kontak mata dengan lawan bicara, agar proses interaksi terlihat lebih
menarik dan lawan bicara merasa dihargai
2.      Gunakan gerakan tubuh seperti tangan dan wajah sehingga pesan yang disampaikan
tepat dan tidak salah pemahaman
3.      Menunjukan sikap dan kepercayaan yang konstruktif, maksudnya adalah selama proses
komunikasi antara komunikator dan komunikan harus bersama saling membangun atmosfer
yang baik dan sensitif terhadap perasaaan lawan bicara serta percaya pada kemampuan lawan
bicara
4.      Mengembangkan kemampuan mendengar agar saat diminta untuk respon kita dapat
menjawabnya sesuai dengan isi pembicaraan
5.      Gunakan bahasa yang dimengerti oleh kedua pembicara dan ucapkan kata-kata dengan
jelas

Konseling antara bidan dan pasien


Setelah pasien dipersilahkan masuk, bidan akan memperkenalkan diri dan bertanya kesediaan
pasien untuk ditanya akan keluhannya.
Bidan : Selamat pagi, mbak C datang ke klinik bidan dengan keluhan seperti apa?
Mbak C: Selamat ibu bidan, saya datang dengan keluhan perut bagian bawah saya sangat
sakit sekali bu.
Bidan : Apakah mbak sedang menstruasi?
Mbak C: Benar bu bidan.
Bidan : Baik mbak C bisa diceritakan bagaimana rasa sakit yang anda rasakan ?
Mbak C: Perut saya sangat sakit di bagian bawah rasa nya seperti diremas-remas dari dalam
bu, saya juga merasa mual disiang hari dan nafsu makan saya menurun setiap kali
menjelang menstruasi hingga menstruasi selesai bu.
Bidan : Apa yang mbak lakukan untuk meredakan rasa nyeri saat menstruasi?
Mbak C: Saya hanya istirahat saja bu dan tidak meminum obat.
Bidan : Baik mbak C, untuk meredakan nyeri menstruasi saya menyarankan agar mbak
mengkompres perut dengan air hangat, perbanyak minum air mineral sekitar 2L
sehari, menghindari stres, konsumsi banyak zat besi seperti daging merah dan sayur-
sayuran hijau, serta mengurangi makanan yang mengandung garam.
Mbak C: Baik ibu bidan dan bagaimana cara saya untuk mencegah nyeri menstruasi sebelum
mesntruasi bu?
Bidan : Mbak dapat melakukan olahraga ringan sebelum hari menstruasi karena saat
olahraga tubuh akan mengeluarkan horman beta endorfin dimana hormon ini memiliki
fungsi untuk menghilangkan rasa sakit nyeri akibat menstruasi. Beta endorfin juga
membantu mengurangi produksi prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot saat
menstruasi. Hal ini jika dilakukan secara rutin setiap bulan akan mencegah rasa nyeri
saat mentruasi pada bulan berikutnya.
Mbak C: Jadi begitu ya bu.
Bidan : Benar, baik mbak C apakah penjelasan dari saya sudah cukup jelas atau masih ada
yang ingin ditanyakan kembali?
Mbak C: Semuanya sudah sangat jelas bu.
Bidan : Baik saya akan ambilkan resep untuk mbak dulu. Saya berikan tablet penambah
darah nanti mbak C minum sehari sekali setelah makan dan jangan lupa untuk minum
air mineral yang banyak setelah meminum obatnya.
Mbak C: Baik terimakasih ibu bidan, saya pamit untuk pulang dulu.
Bidan : Baik terimakasih kembali semoga lekas sembuh.

Anda mungkin juga menyukai