Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

PEMISAHAN KIMIA ANALITIK


ACARA I
PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI IODIN PADA FASA AIR/KLOROFORM

DISUSUN OLEH :
LALU FAESAL AMRULLAH
G1C019034

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
ACARA I
PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI IODIN PADA FASA AIR/KLOROFORM

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Mengekstrak iod kedalam pelarut organik.
b. Menentukan tetapan koefiesin distribusi (KD).
2. Waktu Praktikum
Kamis, 27 Mei 2021
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Oleokimia dan Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Hukum distribusi dilakukan dalam proses ekstraksi. Distribusi digunakan untuk
menghilangkan atau memisahkan zat terlarut larutan dengan pelarut air yang diekstraksi
dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, dan benzena. Jika zat terlarut terdistribusi
diantara dua pelarut yang tidak saling melarutkan dan zat terlarut tersebut tidak
mengalami asosiasi, diasosiasi atau reaksi dengan pelarut maka dimungkinkan untuk
menghitung jumlah terlarut yang dapat diambil atau diekstraksi melalui sekian kali
ekstraksi (Mulyani, 2014: 2004).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat campur, ada
suatu hubungan yang pasti antara konsentarsi zat terlarut dalam dua fase pada
kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai
hukum distribusi ketika pada tahun 1891 ia menujukkan bahwa suatu zat terlarut akan
membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat dicampur sedemikian rupa sehingga
angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur
tertentu.
[𝐴]1
= ketetapan [A] 1= menyatakan konsentrasi zat terlarutA dalam fase cair
[𝐴]2

Meskipun hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus-kasus tertentu, pada
kenyataannya hubungan ini tidaklah eksak. Yang benar. dalam pengertian
termodinamika, angka banding aktivitas bukan nya rasio konsentrasi yang seharusnya
konstan. Aktivitas suatu spesies kimia dalam satu fase memelihara suatu rasio yang
konstan terhadap aktivitas spesies itu dalam fase cair yang lain:
𝛼 𝐴1
= KDA
𝛼 𝐴2

aA1 = aktivitas zat terlarut A dalam fase 1. Tetapan sejati KDA disebut koefisien
distribusi dari spesies A (Underwood, 2002: 457-458).
Telah dilakukan proses pemisahan itrium dengan cara ekstraksi menggunakan
solven TOPO. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum
pengaruh variasi konsentrtasi ekstrakan, waktu pengadukan, dan keasaman umpan logam
tanah jarang serta mengetahui koefisien distribusi (kd), faktor pisah (FP), dan efisiensi
ekstraksi (%), dengan metode ekstraksi cair-cair. Umpan yang digunakan adalah logam
tanah jarang dari pasir senotim. Ekstraktan yang digunakan dalam penelitian adalah
TOPO (tri-n-oktilfosfina oksida). Kadar itrium (Y), disprosium (Dy), dan gadolinium
(Gd) ditentukan menggunakan spektrometer pendar sinar-X. Kondisi optimum yang
diperoleh dari penelitian proses ekstraksi ini meliputi: konsentrasi ekstraktan 20% TOPO
dalam kerosin, waktu pengadukan 15 menit, keasaman umpan 0,5 M. Nilai koefisien
distribusi yang diperoleh Y = 5,61; Dy = 2,06; Gd = 0,99. Efisiensi ekstraksi Y =
85,13%, Dy = 67,80%, Gd = 50,17% sedangkan faktor pisah Y-Dy = 2,7186 dan Y-Gd =
5,6861 (Handini, dkk, 2018).
Sebuah penelitian jepang yang menyelidiki distribusi vertikal dari koefisien
distribusi (kd) di permukaan tanah yang kaya organik dan permukaan bawah tanah yang
miskin organik dari padang rumput perkotaaan dekat pabrik pemrosesan ulang bahan
bakar nuklir bekas di bakkasho. Pembentukan ikatan kovalen antara yodium dan OC,
yang dikenal sebagai iodinasi dapat disebabkan oleh enzim, gugus fenolik, atau radikal
bebas. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tentang kd125I dan sifat tanah
memberikan bukti bahwa pertama partisi OC antara fase padat dan cair adalah faktor
kunci dalam partisi radioidida di tanah. Sebagai fakta yang terkenal perilaku I tidak hanya
dipengaruhi oleh OM, tetapi banyak juga faktor lainnya yang berhubungan dengan
iodinasi, seperti aktivitas mikroba atau radikal. Perbandingan partisi OC yang
mencerminkan laju pelindian OC dalam fase air dan bentuk kimia dari yodium yang
mencerminkan tingkat iodinasi dalam penelitian kedepannya (Unno, dkk, 2017)
Untuk memahami perilaku senyawa selama ekstraksi cair-cair dan aspek massa
jenis, struktur, kelarutan, teori asam-basa, dan pKa periksa saja keandalan prediksi
dengan melakukan ekstraksi cairan-cair senyawa tersebut di laboratorium. dengan
menuliskan reaksi asam-basa seimbang untuk kedua pewarna, gunakan nilai pKa untuk
memprediksi campuran kesetimbangan setelah reaksi, dan prediksi sifat kelarutan
komponen utama dalam campuran kesetimbangan. Selain melacak pergerakan pewarna
dalam corong pemisah, harus menunjukkan pemisahan fisik campuran ke dalam gelas
kimia dan memikirkan lapisan mana yang akan dikembalikan ke corong pemisah untuk
ekstraksi kedua dan ketiga (Celius, dkk, 2018).
Pengujian karakterisasi fisik sorben yang dihasilkan selanjutnya dilakukan dengan
menggunakan FTIR dilakukan pada MIP sebelum ekstraksi, NIP dan MIP setelah
ekstraksi. Hasil karakterisasi polimer MIP metode pengendapan menggunakan FTIR
menunjukkan adanya pergeseran bilangan gelombang pada MIP sebelum dan sesudah
ekstraksi. Pergeseran terjadi pada bilangan gelombang 3577,05 cm-1 dan 1730,18 cm-1
sebelum ekstraksi dan pada 3589,91cm-1 dan 1731,14 cm-1 setelah ekstraksi (Suherman,
dkk, 2019).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat praktikum
a. Batang pengaduk
b. Buret 50 mL
c. Corong kaca 60 mm
d. Corong pisah 250 mL
e. Erlenmeyer 100 mL
f. Erlenmeyer 250 mL
g. Gelas kimia 50 mL
h. Gelas ukur 50 mL
i. Klem
j. Labu ukur 250 mL
k. Pipet tetes
l. Pipet volume 1 mL
m. Pipet volume 10 mL
n. Rubber bulb
o. Statif
2. Bahan-bahan praktikum
a. Amilum ((C6H10O5)n (aq) ) 1 %
b. Aquades (H2O (l))
c. Asam sulfat (H2SO4 (aq)) 2 M
d. Iodin (I(aq)) 0,1 M
e. Kloroform (CHCl3 (aq))
f. Natrium tiosulfat (Na2S2O3 (aq)) 0,01 M

D. SKEMA KERJA

25 mL larutan iod 0,1 M


 Dimasukkan dalam labu ukur 250 mL
 Diencerkan dengan aquades hingga
batas ukur
Hasil
 Diambil 50 mL
 Dimasukkan dalam corong
 + 10 mL kloroform
 Diekstraksi (dikocok)
 Didiamkan kedua larutan sampai
terjadi dua lapisan
 Dipisahkan
Hasil

Lapisan Air Lapisan Organik


 Dimasukkan kedalam erlenmeyer
 + 2 mL larutan H2SO4 2 M
 + 1 mL kanji (amilum) 1%
 Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M
(hingga larutan biru menjadi bening)
Hasil
 Ditentukan konsentrasi iod awal
 Dihitung KD Iod

Hasil
(Diulangi sebanyak 4 kali)

E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Hasil Pengamatan

No Percobaan Hasil pengamatan


 Warna awal larutan Iod = ungu
1 25 mL larutan Iod 0.1 M
 Warna awal aquades = bening
diencerkan dengan aquades
hingga volume 250 mL  Warna larutan setelah
dicampurkan coklat
 Setelah diekstraksi terbentuk 2
2 Diambil 50 mL larutan
lapisan yaitu fase organik dan
tersebut dan dimasukkan
fase air. Fase organik berwarna
dalam corong pisah,
ungu kehitaman dan fase air
ditambahkan 10 mL klorofom
kuning bening
dan diekstraksi
 Saat pencampuran terbentuk dua
3 Larutan diekstraksi
fase. Fase atas berwarna kuning
bening (fase air) dan fase bawah
berwarna ungu kehitaman (fase
organik)
 Fasa air = kuning, H2SO4 2 M =
4 Fasa air + H2SO4 2 M
bening, warna campuran tetap
bening
 Warna awal amilum adalah putih
5 + 1 mL larutan amilum 2%
keruh
 Warna larutan berubah menjadi
biru kehitaman
 Warna awal Na2S2O3 0,1 M
6 Dititrasi dengan Na2S2O3 0.01
adalah bening
M
 Setelah dititrasi warna larutan
berubah menjadi bening

2. Tabel volume titrasi

No Percobaan Volume titrasi


1 I 0,2 mL
2 II 0,6 mL
3 III 0,3 mL
4 IV 0,3 mL

3. Gambar percobaan

Gambar (a) Gambar (b) Gambar (c)

Gambar a : Larutan iod setelah ditambahkan kloroform dan dikocok

Gambar b : Hasil ektraksi

Gambar c : Larutan campuran setelah dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M


F. ANALISIS DATA
1. Persamaan reaksi
a. Proses pengenceran
I2(s) + H2O(l) 2I-(aq) + H+(aq) + OH-(aq)
I2(aq) + H2O(l) HlO(aq) + H+(aq) + OH-(aq)
HlO(aq) H+(aq) + OI-(aq)
H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
2I-(aq) I2 (aq)
b. Proses penambahan 10 mL korofom (CHCL3) dalam larutan iod encer
OI-(aq) + I-(aq) + 2H+(aq) I2(aq) + H2O(l)
I2 (org) I2 (air)
c. Proses titrasi ada fase air
kanji(s) + H2O(l) amilumpektin(aq) + amuosa(aq)
I2(aq) + 2S2O32-(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)
I2(aq) + I-(aq) I3-(aq)
I3-(aq) + amuosa(aq) kompleks iodin - amuosa(aq)
2Na2S2O3(aq) + I2 (aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
2. Perhitungan
a. Pengenceran larutan iod
Diketahui: M1 = 0,1M
V1 = 5 mL
V2 = 50 mL
Ditanyakan: M2 = ....?

Penyelesaian: M1 V1= M2 V2
M 1 ×V 1
M2 =
V2
0,1 M ×5 mL
=
250 mL
= 0,002 M
b. Konsentrasi I2 fase air dan fase organik setelah diekstraksi
Diketahui: VI2 = 50 mL
V Na2S2O3 (1) = 0,2 mL
V Na2S2O3 (2) = 0,6 mL
V Na2S2O3 (3) = 0,3 mL
V Na2S2O3 (4) = 0,3 mL
M Na2S2O3 = 0,1 M
M I2 awal = 0,002 M
 Ekstraksi pertama

2Na2S2O3(aq) + I2 (aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

Menghitung mol I2

1
mmol I2 = (V Na2S2O3 (Na2S2O3) )
2

1
= 0,2 mL 0,1 M
2

= 0,01 mmol

Menghitung [I2] air

mmol I 2
[I2] air =
VI2

0 , ,01 mmol
=
50 mL

= 2 x 10-4 M

Penentuan [I2] Organik setelah diekstraksi

mmol I2 awal = VI2 x [I2] mula-mula

= 50 mL x 0,002 M

= 0,1 mmol

mmol I2 Organik = mmol I2 awal – mmol I2 air

= 0,1 mmol – 0,01 mmol

= 0,09 mmol

mmol I 2organik
[I2] Organik =
V klorofom

0,09 mmol
=
10 mL
= 0,0009 M

Menghitung nilai KD dan %E

KD= [I2] org

[I2] air

= 0,009 M

2 x 10-4 M

= 45

KD D

%E= 100 . D

D + Vair / Vorg

= 100 x 45

45 + 50/10

= 90%
 Ekstraksi kedua
2Na2S2O3(aq) + I2 (aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

Menghitung mol I2

1
mmol I2 = (V Na2S2O3 (Na2S2O3) )
2

1
= 0,6 mL 0,1 M
2

= 3 x 10-2 mmol

Menghitung [I2] air

mmol I 2
[I2] air =
VI2

= 3 x 10-2 mmol

50 mL

= 0,0006 M
= 6 x 10-4 M

Penentuan [I2] Organik setelah diekstraksi

mmol I2 awal = VI2 x [I2] mula-mula

= 50 mL x 0,002 M

= 0,1 mmol

mmol I2 Organik = mmol I2 awal – mmol I2 air

= 0,1 mmol – mmol 3 x 10-2 mmol

= 0,07 mmol

mmol I 2organik
[I2] Organik =
V klorofom

= 0,07 mmol

50 mL

= 0,007 M

Menghitung nilai KD dan %E

KD= [I2] org

[I2] air

= 0,007 M

6 x 10-4 M

= 11, 67

KD D

%E= 100 . D

D + Vair / Vorg

= 100 x 11,67

11,67 + 50/10
= 70,01%
 Ekstraksi ketiga
2Na2S2O3(aq) + I2 (aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
Menghitung mol I2

1
mmol I2 = (V Na2S2O3 (Na2S2O3) )
2

1
= 0,3 mL 0,1 M
2

= 0,015 mmol

Menghitung [I2] air

mmol I 2
[I2] air =
VI2

= 0,015 mmol

50 mL

= 0,0006 M

= 3 x 10-4 M

Penentuan [I2] Organik setelah diekstraksi

mmol I2 awal = VI2 x [I2] mula-mula

= 50 mL x 0,002 M

= 0,1 mmol

mmol I2 Organik = mmol I2 awal – mmol I2 air

= 0,1 mmol – mmol 0,015 mmol

= 0,085 mmol

mmol I 2organik
[I2] Organik =
V klorofom

= 0,085 mmol

10 mL

= 0,0085 M

Menghitung nilai KD dan %E

KD= [I2] org


[I2] air

= 0,0085 M

3 x 10-4 M

= 28, 34

KD D

%E= 100 . D

D + Vair / Vorg

= 100 x 28,34

28,34 + 50/10
= 85%
 Ekstraksi keempat
2Na2S2O3(aq) + I2 (aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

Menghitung mol I2

1
mmol I2 = (V Na2S2O3 (Na2S2O3) )
2

1
= 0,3 mL 0,1 M
2

= 0,015 mmol

Menghitung [I2] air

mmol I 2
[I2] air =
VI2

= 0,015 mmol

50 mL

= 0,0006 M

= 3 x 10-4 M

Penentuan [I2] Organik setelah diekstraksi

mmol I2 awal = VI2 x [I2] mula-mula

= 50 mL x 0,002 M
= 0,1 mmol

mmol I2 Organik = mmol I2 awal – mmol I2 air

= 0,1 mmol – mmol 0,015 mmol

= 0,085 mmol

mmol I 2organik
[I2] Organik =
V klorofom

= 0,085 mmol

10 mL

= 0,0085 M

Menghitung nilai KD dan %E

KD= [I2] org

[I2] air

= 0,0085 M

3 x 10-4 M

= 28, 34

KD D

%E= 100 . D

D + Vair / Vorg

= 100 x 28,34

28,34 + 50/10
= 85%

G. PEMBAHASAN
Ekstraksi adalah pemisahan zat terlarut atau senyawa yang tercampur dalam
suatu larutan berdasarkan perbedaan kelarutannya, umumnya air dan pelarut organik
lainnya. Pada praktikum ini tentang penentuan koefisien distribusi iodin pada fasa
air/kloroform yang bertujuan mengekstrak iod kedalam pelarut organik dan
menentukan tetapan koefisien distribusi (KD). Ekstraksi yang digunakan yaitu
ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi zat cair dari fasa ke fasa
yang menggunakan corong pisah dengan prinsip kerjanya, memisahkan zat dalam
sampel berdasarkan kelarutannya dalam pelarut yang memiliki perbedaan fasa.
Pada percobaan pertama yaitu larutan iod diencerkan dengan penambahan aquades
untuk menurunkan konsentrasi iod, memperbesar kelarutan dan kestabilan iod dalam air.
Warna awal larutan iod adalah cokelat kemerahan dan setelah pengenceran berubah
menjadi warna cokelat teh. Iod bersifat semipolar sehingga kelarutannya dalam air kecil
tetapi dikarenakan adanya ion iodida kelarutannya dapat diperbesar. Ion iodida
terhidrolisis dalam air dengan membentuk asam-asam hidroiodat dan hipoiodous.
Perubahan warna setelah diencerkan menjadi semakin memudar atau semakin cerah
dikarenakan kepekatan atau konsentrasi dari iod semakin berkurang.
Tahap selanjutnya adalah ekstaraksi larutan iod dengan menambahkan kloroform.
Saat ditambahkan kloroform larutan berubah menjadi warna ungu, karena kloroform
dapat berinteraksi dengan iodin sehingga iodin akan tertarik oleh kloroform dan terpisah
dari air. Kemudian larutan tersebut dikocok menggunakan corong pisah. Pemisahan ini
menggunakan prinsip kepolaran dan massa jenis dari kedua pelarut yaitu air dan
kloroform. Untuk memisahkan fasa air dan fasa organik dilakukan dengan pengocokan
yang searah karena jika mengocok dengan cara tidak searah maka senyawa fasa air dan
fasa organik yang ingin dipisahkan akan kembali menyatu atau tidak dapat terpisah.
Setelah terjadi pemisahan akan terbentuk 2 fasa yaitu fasa organik berwarna ungu dan
fasa air berwarna kuning. Fasa organik berada dibawah sedangkan fasa air berada di atas.
Hal ini disebabkan massa jenis kloroform sebagai pelarut organik lebih besar
dibandingkan massa jenis pelarut air. Sehingga dapat diketahui bahwa lapisan bawah
merupakan iod dalam kloroform dan dua lapisan pelarut dapat dipisahkan.
Setelah pemisahan, diambil larutan fasa air dan ditambahkan dengan H2SO4 2M.
penambahan H2SO4 bertujuan untuk memberikan suasana asam dalam reasi tersebut.
Reaksi suasana asam dapat membebaskan iodin dari larutan hipoiodit yang terbentuk
sebelumnya. Suasana asam juga dapat berguna untuk amilum yang diguanakan untuk
menguji keberadaan iodin dalam fasa air dan Reaksi oksidasi ion iodida juga lebih cepat
dioksidasi dalam suasana asam menjadi iod.
Tahap selanjutnya penambahan amilum 2% pada fasa air yang bertujuan sebagai
indikator untuk menentukan titik akhir reaksi dan amilum juga bertindak sebagai uji yang
sangat peka terhadap iodin dengan membentuk kompleks berwarna. Iod yang terikat pada
kompleks amilum dapat dibebaskan dengan menitrasi fasa air dengan menambahkan
Na2S2O3. Larutan dititrasi 4 kali dengan Na2S2O3 0,01 M. Volume titrasi yang didapatkan
atau volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk melepasakan kompleks iod dan amilum
berturut-turut 0,2 mL, 0,6 mL, 0,3 mL, 0,3 mL. Perbedaan volume yang didapatkan
disebabkan oleh perbedaaan kecepatan pengocokan saat ekstraksi berlangsung.
Berdasarkan perhitungan koefisien distribusi (KD) yang didapatkan dari ekstraksi
pertama hingga ekstraksi berturut-turut 45; 11,67; 28,34; 28,34. Sedangkan untuk persen
E (%E) berturut-turut 90%; 70,01%; 85%; 85%. Perbedaan nilai KD yang diperoleh
disebabkan karena kurang ketelitian praktikan dalam melakukan titrasi. Dimana volume
titrasi yang digunakan seharusnya sama. Nilai KD harus konstan, karena KD adalah suatu
tetapan kesetimbangan yang merupakan kelarutan yang relatif dari suatu senyawa yang
terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Nilai %E merupakan jumlah atau
presentase zat terlarut dapat terdistribusi ke fasa air dan fasa organik. Nilai %E yang
besar menandakan bahwa iodine dapat terekstrak dengan baik.

H. KESIMPULAN
Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Iod dapat diekstrak dari fase air ke fasa organik dengan cara ekstraksi pelarut,
dengan pelarut organik yang digunakan adalah kloroform. Kloroform digunakan
karena dapat berinteraksi dengan iodin sehingga iodin akan tertarik oleh kloroform
dan terpisah dari air.
2. Koefisien distribusi (KD) dapat dihitung dengan cara konsentrasi I 2 fasa organik
dibagi dengan konsentrasi I2 fasa air. Nilai KD yang diperoleh dalam 4 kali titrasi
yaitu berturut-turut 45; 11,67; 28,34; 28,34.
DAFTAR PUSTAKA

Celius, T.C., Ronald C.P., Amelia M. A., dan Mitchell K. (2018). From Observation to
Prediction to Application: A Guided Exercise for Liquid-liquid Extraction. Journal of
Chemical Education. 95(9): 1626-1630.

Handini, T., I Made S., dan Anisa D. Y. (2018). Pemisahan Itrium dengan Cara Ekstraksi
Menggunakan Solven TOPO. Eksplorium. 39(2): 105-112.

Mulyani. 2014. Kimia analitik I. Jakarta: Erlangga.

Suherman, M., Ike S., Driyanti R., Rimadani P., dan Aliya N.H. (2019). Performance
Evaluation of Molecularly Imprinted Polymer using Propanol as Porogen for Atenolol
Recognition in Human Serum. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology. 6(1):27-35.

Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Unno, Y., Hirofumi T., Akira T., Yuichi T., dan Shun’ichi H. (2017). Soil-soil Solution
Distribution Coefficient of Soil Organic Matter is a Key Factor for That of
Radioiodide in surface and subsurface soils. Journal of Environmental Radioactivity.
169: 131-136.

Anda mungkin juga menyukai