Anda di halaman 1dari 17

USM

PROPOSAL PENELITIAN
“EFEKTIVITAS PELATIHAN IMAGERY TERHADAP PENINGKATAN
KEMAMPUAN MENGINGAT PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian-Eksperimen

Nama : Alisia Fatmawati


Nim : F.111.19.0058
kelas : B Pagi

Dosen Pengampu
Gusti Yuli Asih, S.Psi, M.Psi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SEMARANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1


BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 2
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 2
B. Perumusan Masalah ............................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian.................................................................................. 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
A. Kemampuan Mengingat.......................................................................... 7
1. Pengertian Kemampuan Mengingat.................................................. 7
2. Aspek-aspek Kemampuan Mengingat.............................................. 8
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Mengingat........... 9
B. Pelatihan Imagery.................................................................................... 11
1. Pengertian Imagery........................................................................... 11
2. Aspek-aspek Imagery........................................................................ 13
C. Hubungan Antara Pelatihan Imagery dengan Kemampuan Mengingat . 13
D. Hipotesis.................................................................................................. 14
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................
A. Identifikasi Variabel Penelitian.........................................................
B. Definisi Operasinal Variabel ............................................................
C. Subjek Penelitian...............................................................................
1. Populasi Dan Sampel..................................................................
2. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................
D. Metode Pengumpulan Data...............................................................
1. Alat Pengumpul Data..................................................................
2. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur..........................................
E. Rancangan Eksperimen.....................................................................
1. Prosedur Eksperimen..................................................................
2. Disain Eksperimen......................................................................
F. Metode Analisis Data........................................................................

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan mengingat dapat diartikan sebagai kapabilitas individu untuk menerima,
menyerap, menyimpan, dan memunculkan kembali dalam kesadaran mengenai informasi yang
pernah dipelajari atau diterima (Walgito, 2002).
Kemampuan mengingat sangat erat kaitannya dengan proses belajar. Hampir semua
kegiatan belajar di sekolah melibatkan proses mengingat, karena kurikulum pendidikan di
Indonesia sangat padat dan lebih menekankan pada pemikiran reproduktif atau mengulang
kembali hal-hal yang telah dipelajari. Oleh karena itu, kemampuan mengingat siswa menjadi
faktor yang cukup menentukan dalam belajar (Hadian, 2005).
Setiap individu harus mempunyai kemampuan mengingat yang baik dalam bidang
pengetahuan. Hal tersebut penting agar informasi yang diperoleh saat ini dapat dijadikan
sebagai referensi untuk ujian, diskusi, presentasi, maupun problem solving terhadap ilmu
pengetahuan yang akan datang. Di samping itu, siswa yang mampu menyerap berbagai ilmu
pengetahuan dengan lebih mudah dan cepat dapat bersaing dengan siswa lain dan berkompetisi
meraih jenjang karir yang unggul dalam dunia kerja (Sugiarto, 2004).
Fischler (dalam Matlin, 1998)  menyatakan bahwa seorang individu akan  mempunyai
kemampuan mengingat yang lebih  baik apabila mempunyai perhatian yang penuh,  memproses
informasi secara lebih mendalam  disertai petunjuk yang jelas, dan menekankan  strategi
retrieval yang efektif. Menurut Walgito  (2002), kemampuan mengingat yang baik 
memungkinkan siswa untuk menyerap,  menyimpan, dan mengeluarkan kembali  informasi yang
pernah diterima, meskipun  kadang informasi tersebut tidak sepenuhnya  tetap tinggal dalam
ingatan, karena ada juga  informasi yang dilupakan. 
Siswa seharusnya mempunyai  kemampuan mengingat yang tajam, sehingga 
diharapkan dapat memperoleh hasil belajar yang  optimal. Menurut Soesilo (2002), pada 
kenyataannya siswa menyadari arti penting  mengingat, namun tidak mempunyai  ketrampilan
untuk meningkatkannya. Hambatan  tersebut menjadi faktor pemicu kemalasan dan  kebosanan
dalam proses pembelajaran. Banyak  siswa sering menggunakan alat bantu ingatan  eksternal
yang digunakan untuk mengingat  sesuatu, sehingga kehilangan catatan menjadi  sebuah
kerugian yang besar. Rendahnya  kemampuan mengingat dimungkinkan karena  siswa kurang

2
dapat mengembangkan dan  meningkatkan kualitas diri untuk membantu  proses
pembelajarannya.  
Indikasi hambatan siswa dalam  mengingat pelajaran adalah: 1) siswa telah  belajar,
namun pada saat menghadapi ujian  semester atau ulangan harian mereka mengalami  kesulitan
menjawab soal-soal yang diberikan.  Soal-soal yang dimaksud adalah soal dalam  bentuk esai.
Namun ketika dihadapkan pada  soal dalam bentuk pilihan ganda, siswa  cenderung merasa
terbantu dengan adanya  pilihan jawaban yang disediakan. 2) siswa tidak  dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang  berhubungan dengan materi lalu, karena siswa  cenderung lupa,
menganggap materi yang lalu  kurang “penting”, yang berarti siswa  mempunyai kesulitan
dalam menghubungkan  materi yang lalu dengan materi yang sedang  dipelajari, 3) siswa tidak
memiliki kualitas  diri (strategi belajar) agar dapat menyerap  materi dengan mudah dan
efisien, sehingga  pada saat dibutuhkan materi tersebut sulit  diingat kembali. Hal tersebut
menjadikan  siswa menerima konsekuensi yaitu hasil  ulangan atau ujian menjadi rendah.  
Pertanyaan yang kemudian muncul  adalah apa yang dapat meningkatkan  kemampuan
mengingat. Menurut Matlin  (1998), kemampuan mengingat dapat  ditingkatkan melalui:
imagery,  pengorganisasian, latihan, alat bantu ingatan  eksternal, pendekatan multimodal, dan 
metamemori.  
a. Imagery  
Imagery adalah usaha untuk  menggambarkan atau membayangkan  secara
mental dari stimulus tanpa  kehadiran objek secara fisik (Matlin,  1998). Dua teknik
imagery mnemonik  yaitu: 1) Metode kata kunci, digunakan  untuk membantu mengingat
aitem kosakata  yang tidak familiar. 2). Metode loci yaitu  metode yang mengasosiasikan
informasi  yang dipelajari dengan satu seri lokasi  fisik.  
b. Pengorganisasian  
Pengorganisasian ini dapat dilakukan  dengan cara menyusun materi secara 
sistematis yaitu dengan  mengelompokkannya menjadi beberapa  unit. Matlin (1998)
menyebutkan empat  teknik mnemonik dengan menggunakan  organisasional yang
efektif untuk  mengorganisasikan materi yang akan  diingat, yaitu: chunking, hierarki,
teknik  huruf pertama, dan naratif.  

3
c. Latihan  
1) Total time hypotesis, yaitu jumlah  materi yang dipelajari tergantung pada  jumlah
total waktu yang disediakan  untuk belajar (Baddeley dalam Matlin,  1998).  
2) Spacing effect atau Distribution of  practice effect, yaitu individu  mempelajari
banyak materi secara  mencicil atau “ngemil” (Dempster  dalam Matlin, 1998;
Hernowo, 2003).
d. Alat Bantu Ingatan Eksternal  
Matlin (1998) menyatakan bahwa  dalam beberapa kasus alat bantu ingatan 
eksternal ini lebih memudahkan mengingat  banyak informasi, namun bantuan ini akan 
lebih mudah digunakan bagi individu yang  biasa menggunakannya.  
e. Pendekatan Multimodal  
Douglas Hermann (dalam Matlin, 1998)  dalam bukunya yang berjudul Super
Memory  dengan mengelaborasi penelitian Wilson dan  Poon menyatakan bahwa
masalah ingatan  tidak dapat dipecahkan dengan strategi  sederhana, namun
menggunakan pendekatan  yang lengkap untuk meningkatkan memori.  
f. Metamemori  
Matlin (1998) menyatakan bahwa  metamemori merupakan pengetahuan dan 
kesadaran individu tentang ingatannya  sendiri. Dua hal yang ditekankan dalam 
pendekatan ini yakni: 1) individu perlu  mengetahui strategi yang terbaik bagi dirinya 
agar efektif dalam belajar, 2) individu perlu  mengetahui kekuatan dan kelemahan
ingatan  serta mengetahui ingatan dan proses yang  terkait.  
Berdasarkan cara-cara tersebut perlu  adanya upaya-upaya untuk menangani 
permasalahan kemampuan berpikir siswa,  khususnya kemampuan mengingat.
Salah satu metode yang dapat diupayakan untuk meningkatkan kemampuan mengingat
adalah melalui pelatihan. Menurut Ramdhani (dalam Subandi, dkk, 2002), pelatihan adalah
suatu proses belajar dalam waktu relatif singkat untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan,
dan perilaku dengan menggali potensi yang terdapat pada diri individu.
Pelatihan digunakan karena efektif untuk membuka cakrawala pengetahuan seseorang
terhadap kehidupan. Pelatihan mampu memunculkan insight dengan memberikan pengalaman
belajar agar optimisme tumbuh dalam diri individu dan mengambil manfaat untuk merumuskan

4
cara belajar baru, sehingga mampu melakukan perubahan kebiasaan kebiasaan belajar yang
selama ini dilakukan (SWA dalam Rahayu, 2005).
Pelatihan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan imagery. Menurut Matlin
(1998), imagery dalam pengertiannya disamakan dengan mental images (gambaran mental) dan
visual imagery (bayangan visual). Imagery adalah usaha untuk menggambarkan atau
membayangkan secara mental dari stimulus tanpa kehadiran objek secara fisik.
Menurut Solso (1998), mental imagery dapat merepresentasikan semua peristiwa,
pengalaman, atau objek yang memang pernah dialami dan juga hanya bayangan semata. Jadi,
imagery merupakan bayangan dalam pikiran seseorang yang bisa meliputi apa saja yang dapat
dilihat, didengar, diraba, dan dicitarasakan. Namun, dalam imagery visual yang lebih banyak
dipelajari adalah bayangan ulang dalam pikiran terhadap apa saja yang pernah dilihat
sebelumnya. Aktivitas imagery seolah seperti memutar ulang sebuah rekaman dalam pikiran
mengenai apa saja yang pernah dilihat dalam kehidupan nyata dan telah disimpan dalam
ingatan dalam bentuk nonverbal. Hal senada dinyatakan oleh Sternberg (1999) bahwa imagery
merupakan aktivitas pembayangan ulang sebagai bentuk perenungan kembali atau representasi
yang bisa dilakukan melalui gambar atau kata-kata. Lebih lanjut dijelaskan bahwa representasi
yang disampaikan melalui gambar lebih mudah diterima seseorang daripada melalui kata-kata.
Proses representasi di dalam pikiran bisa terjadi pada diri seseorang dalam rangka
merespon, misalnya menjawab sebuah pertanyaan atau hanya semata-mata mengamati ulang,
misalnya merenung dan melamun. Oleh karena itu, proses representasi ini terjadi di dalam
pikiran (inner-seeing) maka melibatkan penggunaan mata pikiran (mind’s-eye) yang berbeda
dari mengamati dengan mata kepala (head’s-eye) seperti yang terjadi pada proses persepsi
(outer-seeing) (Hadian, 2005).
Menurut Richardson (dalam Suharnan, 1998), imagery adalah aktivitas membayangkan
atau memunculkan kembali dalam pikiran mengenai objek, peristiwa atau situasi yang pernah
dialami dan telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Dengan demikian, pada saat aktivitas
ini dilakukan, baik objek maupun peristiwa yang asli sudah tidak ada disekitar orang yang
sedang melakukannya dan hanya berdasarkan pada ingatannya mengenai hal tersebut.
Karakteristik imagery merupakan aktivitas di dalam pikiran yang menyerupai persepsi, disadari
oleh orang yang melakukan, dan keberadaannya tanpa disertai oleh kehadiran objek yang
menjadi sumber persepsi semula.

5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tentang pelatihan  dan imagery di atas, disimpulkan bahwa  pelatihan
imagery adalah suatu kegiatan yang  terstruktur dalam waktu relatif singkat untuk  meningkatkan
kemampuan, ketrampilan, dan  pengetahuan berupa aktivitas membayangkan  kembali dalam
pikiran mengenai informasi yang  dipelajari berupa informasi dalam bentuk  nonverbal (gambar
atau benda konkrit) yang  pernah dilihat, dipersepsi, dan telah direkam  dalam ingatan. Melalui
pelatihan diharapkan  siswa mengalami peningkatan kemampuan  imagery yang mencakup
ketrampilan  membentuk gambaran pikiran, melakukan  inspeksi mental, transformasi, dan 
menggunakan gambaran mental untuk  penggalian fakta dalam ingatan.  
Pelatihan imagery ini penting untuk  diteliti, untuk mencari solusi guna mengatasi 
kecenderungan tingkat kemampuan mengingat  yang rendah pada siswa SMP. Oleh karena itu, 
penulis tertarik untuk meneliti efektivitas  pelatihan imagery terhadap peningkatan  kemampuan
mengingat pada siswa SMP.
Berdasarkan cara-cara tersebut perlu adanya upaya-upaya untuk menangani permasalahan
kemampuan berpikir siswa, khususnya kemampuan mengingat. Salah satu metode yang dapat
diupayakan untuk meningkatkan kemampuan mengingat adalah melalui pelatihan. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah efektivitas pelatihan imagery terhadap
peningkatan kemampuan mengingat pada siswa Sekolah Menengah Pertama?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas pelatihan imagery terhadap peningkatan kemampuan mengingat
pada siswa Sekolah Menengah Pertama.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi pendidikan
dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada. Serta dapat memberikan wawasan pada
pembaca mengenai efektivitas pelatihan imagery terhadap peningkatan kemampuan mengingat.
Penelitian ini juga dapat menjadi bahan informasi atau referensi untuk peneliti lain yang
bermaksud mengadakan riset serupa di masa mendatang.

6
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi guru dalam
rangka memahami pelatihan imagery terhadap peningkatan kemampuan mengingat para siswa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Mengingat
1. Pengertian Kemampuan Mengingat
Daya ingat bisa disebut juga dengan memori, kata “memory” berasal dari bahasa latin
memoria dan memor yang berarti sadar, atau mengingat. Memori adalah kemampuan untuk
menyandikan, menyimpan, menyaji, mengontrol, dan kemudian mengingat kembali informasi
dan pengalaman masa lalu tersebut dalam otak manusia. Memori adalah total dari apa yang kita
ingat, yang membuat kita mampu mempelajari dan beradaptasi dari pengalaman masa lalu (Luke
Mastin, 2010).
Definisi daya ingat menurut Kamus Lengkap Psikologi adalah fungsi  yang terlibat dalam
mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa  lalu. Daya ingat merupakan kemampuan
seseorang untuk memanggil  kembali informasi yang telah dipelajarinya dan yang telah disimpan
dalam  otak. Daya ingat seseorang tidak terlepas dari kemampuan otaknya untuk  menyimpan
informasi. Informasi di dalam otak disimpan dalam bentuk  memori. 
Memang agak sulit menentukan kapan dan di mana tepatnya gagasan  mengenai memori
ini muncul. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, bangsa  yang pertama kali mengintegrasikan
gagasan tentang memori adalah bangsa  Yunani, sekitar 600 tahun sebelum masehi. Seiring
dengan perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi riset tentang memori mengalami
kemajuan  yang pesat. Seiring berkembangnya ilmu pengetahun pada abad ke-20 M  mayoritas
ahli fisiologi dan para pemikir di bidang ini setuju bahwa memori  terletak dalam otak besar
(cerebrum), yang merupakan bagian paling luas  dari otak yang menutupi permukaan korteks.
Bruno menyatakan ingatan merupakan proses mental yang  melibatkan pengkodean,
penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi  dan pengetahuan. Teori awal tentang memori
dikenal sebagai model  asosiasi (assosiation model) yang menyatakan memori adalah hasil
koneksi  mental antara ide dengan konsep. Salah satu pendukung teori ini adalah  Ebbinghaus
yang melakukan penelitian tentang dasar belajar dan  kelupaan. Sedangkan Suharnan

7
berpendapat bahwa ingatan merujuk pada  proses penyimpanan dan pemeliharaan sepanjang
waktu. Dari beberapa  pendapat tersebut dapat disimpulkan daya ingat merupakan kemampuan 
seseorang untuk memanggil kembali ingatan yang telah dipelajarinya. 
Mengingat adalah proses memanggil kembali informasi yang telah tersimpan sebagai
long term memory (LTM) ke dalam short term memory (STM). Kemampuan mengingat
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu organisasi memori, otomatisasi, dan STM. Memori yang
diorganisasi dengan baik akan mudah diingat (Slamet Suyanto, 2005: 92).
Patanjali (dalam Kapadia, 2003: 4) berpendapat bahwa daya ingat adalah informasi yang
disimpan dalam benak melalui pengalaman. Menurut Cicero (dalam Rose & Nicholl, 2006: 69)
memori adalah perbendaharaan berharga dan menyimpan segala sesuatu. Bimo Walgito (2004:
145) menyatakan bahwa ingatan berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang telah lalu,
dapat dikatakan bahwa apa yang diingat merupakan hal yang pernah dialami dan dipersepsi.
Ingatan tidak hanya kemampuan untuk menyimpan pengalaman, tetapi juga kemampuan untuk
menerima, menyimpan, dan menimbulkan kembali.
Sumadi Suryabrata (2006: 44) menambahkan bahwa ingatan diartikan sebagai
kemampuan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksikan kesankesan. Aktivitas dan
pribadi manusia tidak hanya ditentukan oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung
waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses di masa lalu.
Dari pendapat-pendapat tentang pengertian daya ingat atau ingatan menurut para ahli di
atas, dapat ditegaskan bahwa daya ingat untuk anak yaitu kemampuan otak anak untuk
menangkap atau memasukkan, menyimpan, dan menimbulkan kembali atas informasi yang
pernah dilihat maupun dialami oleh anak. Daya ingat dalam penelitian ini yaitu anak dapat
mengingat dan mengisi gambar-gambar pada lembar tugas sesuai media mind map yang telah
dijelaskan oleh guru.
2. Aspek-aspek Kemampuan Mengingat
Aspek-aspek Daya Ingat menurut Woodworth (2002:98) menyatakan bahwa “Ingatan
adalah kemampuan rohaniah untuk mencamkan, menyimpan dan mereproduksi kesan-kesan.
”Rahman (2012:150-155) mendefinisikan bahwa :
a. Mencamkan (menerima) artinya melekatkan tanggapan kesan ataupun pengertian ke
dalam diri kita sehingga kesan-kesan itu dapat disimpan dan direproduksi dalam
melekatkan kesankesan ini ada dua macam yaitu disengaja dan tidak disengaja,

8
mencamkan dengan sengaja yaitu dengan kesadaran dan kesungguhan dapat memahami
segala apa yang dicamkan, dalam hal ini ada dua macam yaitu menghafal dan
mempelajari. Mencamkan yang tidak sengaja adalah mencamkan tanpa adanya kesadaran
akan memperoleh ilmu pengetahuan biasanya hal ini terjadi pada anak-anak kecil
misalkan mereka tidak sengaja belajar bahasa berjalan berjalan dan sebagainya.
b. Menyimpan artinya menata dan memelihara yang kita lekatkan itu agar pada saat lain
dapat kita manfaatkan, menyimpan merupakan pekerjaan ingatan yang sangat penting.
Hal-hal yang disimpan adalah lukisan-lukisan atau gambar jiwa yang diperoleh dari dunia
luar indra, pengertian atau segala sesuatu yang bersandar pada kekuatan berfikir.
c. Mereproduksi artinya menaikkan kesadaran apa yang telah tersimpan dibagian bawah
sadar atau bagian tak sadar dari alam kejiwaan kita.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa aspek-aspek
kemampuan mengingat adalah mencamkan(menerima), menyimpan, dan mereproduksi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Mengingat
1. Usia
Gangguan daya ingat disini adalah akibat dari penuaan. Secara alami fungsi daya ingat
mulai turun di usia 20 tahun, kemudian akan disadari semakin buruknya fungsi daya ingat pada
usia 50 tahun, dan semakin menurun di usia 70 tahun. Penuaan alami berhubungan dengan
kemampuan kognitif pada sistem neural, seperti disfungsi kolinergik, deposit beta-amyloid, dan
penurunan fungsi hipokampal neurofibrilar. Secara antomis, tidak ada perubahan struktur pada
otak, tetapi koneksi antar sel-sel neuron yang berubah. Pada usia lanjut usia, terjadi kematian di
beberapa bagian-bagian white matter karena suplai darah ke otak tidak sesehat pada masa muda.
Produksi dari zat-zat kimia endogen seperti neurotransmiter yang membawa sinyal ke otak juga
berkurang sekitar sebanyak 50%. Dalam aspek seluler, penuaan mengakibatkan berkurangnya sel
neuron di hipokampus sebanyak 5% hingga 20% hingga usia 80 tahun. Kebanyakan ganggun
daya ingat adalah efek dari penuaan yang merupakan faktor risiko terbesat dari penyakit
neurodegeneratif.

2. Nutrisi
Penelitian membuktikan bahwa makanan yang mengandung glukosa (kurma)
memberikan dampak positif terhadap peningkatan kemampuan daya ingat jagka pendek

9
(Sitohang, et al. 2015). Minuman isolonik dibandingkan dengan air mineral biasa juga memiliki
hubungan signifikan terhadap meningkatan hasil uji memori jangka pendek (Prasetya, et al.
2015). Penelitian pada tikus juga membuktikan bahwa kafein dengan dosis rendah dapat
memperbaiki penurunan daya ingat akibat sleep deprivation. (Esmaeilpour, et al. 2015) Alkohol
bekerja sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Alkohol mengkibatkan distraksi dan inatensi
(penurunan kewaspadaan), dan secara signifikan menginhibisi aktifitas neural di hipokampus,
dan akan mempengaruhi penyandian ingatan khususnya pada daya ingat episodik dan sematik.
(Luke Mastin, 2010)
3. Gender
Di tinjau dari jenis kelamin, secara fisiologis estrogen pada wanita berperan penting
sebagai neuroprotektor dan neurotropik. Aksi estrogen dalam otak terjadi melalui mekanisme
genomik dan non-genomik. Mekanisme genomik melibatkan reseptor estrogen alfa dan beta
yang menstimuli transkripsi gen, dan terlibat dalam sistem mitogen-activated protein kinase.
Pada jalur non-genomik terjadi efek antioksidan. Aksi estrogen dalam perbaikan fungsi memori
spatial di hipokampus juga melibatkan sinyal dari Insuline Like Growth Factor 1 (IGF-1).
Interaksi IGF-1 dan estrogen yang sinergis di sistem saraf pusat diperlukan untuk meregulasi
perkembangan neuronal, sinaptogenesis, plastisitas neural, dan respon terhadap kerusakan
jaringan neuron. Penurunan kadar estrogen dan neurotropin pascamenopause menyebabkan
gangguan struktur sinaps, fungsi sel neuron yang berakhir dengan kematian sel neuron di daerah
hipokampus, korteks serebri dan talamus. (Zulkarnain, 2014). Selain dari estroogen, pada
penelitian lain menunjukan bahwa pada wanita fungsi koneksi antara amygdala kiri menuju
hipokampus kiri, girus frontalis inferior kiri, gyrus postsental kiri dan girus temporal kiri lebih
kuat daripada pria. Ko=aktivasi hipokampus kiri dan amygdala kiri mempunyai hubungan yang
signifikan dengan Behavioral Domain (fear, happiness, emotion, memory, explicit memory) dan
Paradigm Class (affective words and pictures, face monitoring and discrimination, emotion
induction, encoding, passive viewing).
Kadar kortisol juga mempengaruhi emosi dan daya ingat, dimana pada wanita kadar
kortisol dipengaruhi oleh siklus mestruasi. Peningkatan kadar kortisol pada wanita memberikan
hubungan negatif (penurunan) pada fungsi amygdala, sedangkan pada pria memberikan
hubungan positif. Pada pria kadar kortisol yang meningkat berhubungan dengan stronger resting-
state functional connectivity pada amygdala kiri dengan nukelus caudatus bilateral, putamen kiri,

10
gyrus mid-frontal kiri dan kanan, dan girus frontal superior kanan. Sementara pada wanita
peningkatan kadar kortisol berhubungan dengan penurunan restingstate functional connectivity
pada struktur-struktur di atas. (Kogler, et all. 2016)

4. Penyakit-penyakit neurologis
Penyakit-penyakit neurologis di bawah ini menyebabkan perubahan anatomis, aktivitas
neurotransmitter, vaskularisasi, aktivitas, jumlah dan fungsi neuron, sehingga menyebabkan
tergangguannya kemampuan daya ingat. Baik permanen atau tidak permanen. (Mastin, 2010)
5. Faktor-faktor lainnya
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi daya ingat yaitu kemampuan konsentrasi
dan atensi atau perhatian. Konsentrasi adalah kesatuan keseimbangan yang terfokus perhatiannya
pada objek yang spesifik proses konsentrasi dan atensi mempengaruhi kemampuan daya ingat
yang akan berdampak kepada kemampuan belajar, faktor lainnya adalah kondisi psikologis
seperti stress dan depresi.
Gangguan kognitif dapat menjadi komponen inti dari kondisi depresi mayor, dan riwayat
kerusakan otak akibat trauma pada kepala. Trauma dikepala mengakibatkan adanya lesi di
hipokampus atau sel-sel neuron yang lainnya, dan dapat mengakibatkan terjadinya penyakit
neurologis, penurunan kesadaran, dan terganggunya fungsi indra spesifik. Gaya hidup juga dapat
mempengaruhi fungsi daya ingat, seperti kurang tidur jangka panjang, pada sebuah penelitian
pada tikus yang di induksi sleep deprivation terbukti mengalami penurunan kemampuan daya
ingat spasial (Esmaeilpour, et al. 2015)
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan mengingat adalah usia, nutrisi, gender, penyakit-penyakit neurologis dan fakot-
faktor lainnya.
B. Pelatihan Imagery
1. Pengertian Imagery
Kata “mental imagery” dalam psikologi kognitif merupakan suatu representasi situasi
lingkungan dalam kognisi atau pikiran seseorang. Sebagai suatu bentuk representasi mental,
seseorang akan mencoba untuk membayangkan, menggambarkan suatu situasi seolah seseorang
tersebut sedang melakukan suatu tindakan tindakan tertentu atau berada di dalam lingkungan
tertentu.

11
Terdapat berbagai definisi terkait latihan imagery. Imagery merujuk pada proses
merasakan yang sangat instens, seolah-olah perasaan tersebut merupakan keadaan yang
sebenarnya. Imagery juga dapat digunakan dalam merencanakan strategi-strategi bertanding
dalam latihan-latihan rutin serta keterampilan untuk mempertahankan perasaan tenang di bawah
tekanan, sehingga kehidupan emosi dapat dikendalikan secara konstruktif. Ditekankan lebih
lanjut bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk mempergunakan imagery, sama dengan
lainnya. Ini adalah keterampilan yang harus dikembangkan dan dilatih (Singgih D. Gunarsa,
2008: 103-104).
Pendapat lain menurut Monty P. Satiadarma (2000: 107) Imagery merupakan salah satu
teknik khusus yang terkait dengan keterampilan psikologis dengan melibatkan imajinasi dalam
pengertian yang luas dan masing-masing hal yang tercakup di dalamnya memiliki pengertian
sendiri-sendiri. Lebih lanjut Monty P. Satiadarma (2000: 108) mengemukakan bahwa berbagai
bentuk latihan mental, memanggil kembali ingatan, viasualisasi danhal-hal sejenisnya
merupakan bentuk imagery. Namun, imagery tidak terbatas pada hal-hal yang disebutkan di atas
secara satu persatu. Imagery adalah semua teknik tersebut secara menyeluruh.
Pendapat lain dikemukakan Komarudin (2016: 82) bahwa latihan mental imagery
mengacu pada upaya untuk menciptakan atau mengulangi kembali pengalaman dalam pikiran,
yaitu menciptakan atau menciptakan kembali sebua pengalaman dalam otak. Prosesnya dengan
cara mengingat kembali informasi atau pengalaman yang disimpan dalam memori dan
membentuknya ke dalam bayangan pola gerak yang bermakna. Pengalaman tersebut merupakan
produk penting dari memori yang diingat dan dibentuk kembali berdasarkan peristiwa yang
terjadi sebelumnya. Bahkan Vealey & Greenleaf (2001) (dalam Komarudin, 2016: 83)
mendefinisikan imagery sebagai pembentuk atau pengulang pengalaman yang melibatkan
banyak pancaindra dan sebagai ketiadaan stimulus eksternal. Imagery merupakan sebuah bentuk
simulasi yang aktual. Dalam imagery berbagai pengalaman diperoleh melalui pancaindra dengan
cara melihat, merasakan, dan mendengarkan, tetapi secara keseluruhan pengalaman itu terjadi di
dalam otak.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas terkait imagery. Dapat disimpulkan bahwa
imagery merupakan bentuk kreasi mental yang dilakukan secara sadar dan disengaja dan
bertujuan untuk membentuk persepsi sesuatu dengan jalan membentuk imaji kreatif di dalam
benak seseorang. Melalui proses mental kreatif ini, seseorang dapat mengubah persepsinya

12
terhadap sesuatu karena ia membentuk imaji suatu keadaan dalam berbagai bingkai persepsi,
atau melihat suatu keadaan tertentu dari berbagai sudut pandang.
2. Aspek-aspek Imagery
Terdapat tiga aspek-aspek terhadap mental imagery menurut Finke (2004) aspek-aspek
tersebut ialah :
1. Stimulus, merupakan segala sesuatu yang berada di luar individu, seperti kejadian,
peristiwa, atau sebuah objek biasa.
2. Panca indera, organ-organ tubuh yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan
tertentu via serabut saraf menuju otak sehingga perasaan atau sensasi yang diterima dapat
ditafsirkan.
3. Memory, sebagai sebuah proses pengkodean (encoding), penyimpanan (storage), dan
pemanggilan kembali informasi (retrieval) atau masa lalu oleh mental manusia. Encoding
adalah pemberian inisial dan registrasi terhadap informasi. Storage adalah penyimpanan
informasi yang telah dikodekan tadi, sedangkan retrieve adalah proses dalam penggunaan
informasi yang telah tersimpan (stored information).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek imagery adalah
stimulus, panca indera, dan memory.
C. Hubungan Antara Pelatihan Imagery dengan Kemampuan Mengingat
Latihan imagery adalah suatu bentuk latihan mental yang dilakukan oleh siswa untuk
melatih kemampuan pikiran dengan cara membayangkan atau memunculkan kembali dalam
pikiran suatu objek, serangkaian aktivitas, peristiwa atau pengalaman gerak yang benar dan telah
disimpan dalam ingatan dengan mengunakan indera yang ada kemudian mempraktekkannya
secara nyata dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mengingat.
Metode latihan imagery merupakan bagian integral dari keseluruhan keterampilan
psikologis. Ketika siswa membayangkan atau memvisualisasikan secara gamblang saat sedang
latihan dan membayangkan dirinya menunjukkan penampilan sempurna. Kegiatan tersebut
sebenarnya mengirim impuls syaraf yang halus dari otak ke otot yang terlibat dalam kegiatan
tersebut. Ketika siswa membayangkan keberhasilan secara berurutan terjadilah proses belajar
yang sebenarnya dan siswa tersebut telah menggoreskan gambaran tepatnya gerakan tubuh yang
seharusnya terjadi, sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal.

13
Dengan demikian, pada saat aktivitas ini dilakukan, baik objek maupun peristiwa yang
asli sudah tidak ada disekitar orang yang sedang melakukannya dan hanya berdasarkan pada
ingatannyamengenai hal tersebut. Karakteristik imagery merupakan aktivitas di dalam pikiran
yangmenyerupai persepsi, disadari oleh orang yang melakukan, dan keberadaannya tanpa disertai
oleh kehadiran objek yang menjadi sumber persepsi semula. Berdasarkan uraian tentang
pelatihan dan imagery di atas, disimpulkan bahwa pelatihan imagery adalah suatu kegiatan yang
terstruktur dalam waktu relatif singkat untuk meningkatkan kemampuan, ketrampilan, dan
pengetahuan berupa aktivitas membayangkan kembali dalam pikiran mengenai informasi yang
dipelajari berupa informasi dalam bentuk nonverbal (gambar atau benda konkrit) yang pernah
dilihat, dipersepsi, dan telah direkam dalam ingatan.
Manfaat imagery juga meningkatkan konsetrasi adakalanya siswa mengalami gangguan
konsentrasi dalam menghadapi saat-saat tertentu. Melalui latihan imagery siswa dapat
membayangkan saat-saat tersebut dan bersamaan dengan itu pula membayangkan bagaimana
siswa dapat mempertahankan konsentrasinya.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah  Kelompok siswa yang diberi pelatihan imagery  (KE)
mengalami peningkatan kemampuan  mengingat yang lebih besar dibandingkan  dengan
kelompok siswa yang tidak diberi  pelatihan imagery (KK). 

14
DAFTAR PUSTAKA

Bimo Walgito. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Esmaeilpour, K., Sheibani, V., & Saadati, H. (2015). Caffeine improved spatial learning and
memory deficit in sleep deprived female rat. Physiology and Pharmacology, 19(2), 121–129.

Finke, R. A. (2004). Principles of Mental Imagery. Cambridge. MA, US: The MIT Press.

Kapadia, Mahesh. (2003). Daya Ingat (Bagaimana Mendapatkan yang Terbaik). Jakarta: Pustaka
Populer Obor.

Khasanah, I.,Widyana, R., & Kusumawardani, I.R. (2010). Efektivitas Pelatihan Imagery
Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengingat Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta, 8(1), 1-8.

Kogler, L., Mueller, V. I., Seidel, E., Boubela, R., Kalcher, K., Moser, E., … Derntl, B. (2016).
Sex differences in the functional connectivity of the amygdalae in association with cortisol.
NeuroImage.

Komarudin. (2016). Psikologi Olahraga. Latihan Keterampilan Mental dalam Olahraga


Kompetitif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mastin, L. (2010). The Human Memory (What it is, How it works, and How it can go wrong).
Retrieved from http://www.human-memory.net/index.html

Monty P. Satiadarma. (2000). Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

15
Prasetya, A. R. I., Sarjana, P. P., Kedokteran, F., & Diponegoro, U. (2015). Terhadap Memori
pada Keadaan Dehidrasi ( Studi Perbandingan dengan Air Mineral ) Laporan Hasil Penelitian.

Rahman, Noer. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Terus.

Rose, Colin & Nicholl, J. Malcolm. (2006). Accelerated Learning (For The 21st Century).
Penerjemah: Dedy Ahimsa. Bandung: Penerbit Nuansa.

Singgih D. Gunarsa. (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Sitohang, N. A., Linda, F., & Siregar, S. (2015). Effect of Nutrition Therapy Dates for Short
Term Memory of Students at Elementary School 060 886 and 060 889, 2(2), 87–89.

Slamet Suyanto. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat
Publishing.

Sumadi Suryabrata. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Woodworth, R.S, and Marquis D.G. (2002) Psycology. New York: Holt

Zulkarnain. (2014). Peran latihan fisik teratur terhadap fungsi memori dan kognitif wanita
pascamenopause. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 14(3), 167–174.

16

Anda mungkin juga menyukai