Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PIP KELAUTAN, VISI UNHAS DAN TUJUAN PEMBELAJARAN

WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM (WSBM)

Pada tahun 1975, Universitas Hasanuddin (Unhas) menetapkan “kelautan” sebagai Pola Ilmiah
Pokok (PIP) yang selanjutnya dikuatkan dalam rapat Senat Unhas dan dituangkan dengan Surat
Keputusan Rektor No.1149/UP-UH/1975 tertanggal 27 Desember 1975.

Pengertian PIP

PIP bukanlah satu disiplin ilmu melainkan merupakan orientasi pemikiran strategi dalam
pendidikan yang mencakup sejauh mungkin setiap disiplin ilmu. Dengan demikian PIP diharapkan
merupakan arah pengembangan tri darma yang sekaligus akan memberikan nuansa spesifik kepada
berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan Perguruan Tinggi.

PIP bagi setiap Pendidikan Tinggi dilakukan melalui pemikiran-pemikiran yang mendasar, terkait
dengan keadaan lingkungan, kebudayaan dan sejarah kehidupan masyarakat luas tempat Pendidikan
Tinggi itu berdomisili. PIP diharapkan member warna dan nuansa pada universitas bersangkutan,
sehingga setiap luarannya memiliki kemampuan untuk memberikan kepada disiplin ilmu yang
dikembanmgkannya nuansa PIP almamaternya.

PIP dimaksudkan sebagai arah pengembangan dan nuansa spesifik Perguruan Tinggi dan roh
bagi pengembangan Iptek dan seni dilingkungan unuversitas dan akan mewarnai setiap bentuk luaran,
hasil-hasil penelitian maupun pengapdian pada masyarakat yang berujung pada dimilikinya keunggulan
kompetitif.

Visi dan Misi Unhas

Melalui rapat kerja Unhas yang diselenggarakan di Tana Toraja pada tanggal 17-20 Desember
2009 serta berdasarkan Keputusan rapat Badan Pekerja Harian (BPH) Senat No. XXX, Unhas telah
menetapkan visi jangka panjang organisasi Unhas sebagai berikut:

Pusat unggulan dalam pengembangan Insani, Ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya berbasis
Benua Maritim Indonesia.

Visi Unhas

Mengandung makna adanya kebersamaan tekad seluruh sivitas akademika untuk menempatkan
Unhas sebagai entitas akademik yang tidak sebatas memfasilitasi, tetapi menstimulasi lahirnya segenap
potensi, proses, dan karya terbaik dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan,teknologi, seni, dan
budaya Benua Maritim Indonesia.
Misi Unhas

1. Menyediakan lingkungan belajar yang berkualitas untuk mengembangkan kapasitas


pembelajaran yang adaptif-kreatif.
2. Melestarikan (to preserve), mengembangkan, menemukan, dan menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya.
3. Menerapkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya bagi
kemaslahatan Benua Maritim Indonesia.

Tujuan Pembelajaran WSBM

Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM) adalah salah satu komponen Mata Kuliah
Berkehidupan Bermayarakat (MBB) di Unhas yang mengintroduksi materi-materi kemaritiman, antara
lain potensi sumberdaya maritime, fakta demografi dan social ekonomi maritime, masyarakat maritime
beserta dinamikanya, nilai-nilai budaya maritime yang perlu dikembangkan dan dipromosikan yang
kesemuanya mengarah pada kharasteristik Benua Maritim dan pembangunananya.

Keterkaitan, PIP, VISI dan MK.WSBM

Salah satu tujuan PIP disetiap Perguruan Tinggi adalah menjadi arah pengembangan dan nuansa
spesifik Perguruan Tinggi itu dan menjadi roh bagi pengembangan Iptek, seni dan budaya di lingkungan
universitas. Karena kelautan adalah PIP Unhas, maka mahasiswa Unhas dituntut memiliki kemampuan
dan komitmen yang tinggi terhadap pengembangan budaya maritime serta sanggup memberikan
nuansa kemaritiman kepada pengembangan dan aplikasi disiplin ilmunya.

PIP kelautan juga menjadi salah satu rujukan dalam perumusan visi Unhas. Dengan kata lain
bawah dari PIP menurunkan visi dan acuan pengembangan materi kuliah WSBM adalah penjabaran dari
visi yang ada.

BAB II

BENUA MARITIM INDONESIA (BMI)

Wujud wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia membentang luas di cakrawala katulistiwa
yang merupakan Negara Kepulauan terbesar didunia terdiri dari zona pantai, landasan benua, lereng
benua, cekungan samudera di bawahnya dan udara di atasnya. Berdasar bangun wilayah laut yang
sangat luas, adanya kesatuan alamiah antara bumi, laut dan udara di atasnya serta kedudukan global
sebagai tepi benua (continental margin), maka wilayah nasional Indonesia mempunyai ciri-ciri benua,
oleh karena sangat tepat disebut Benua Maritim Indonesia (BMI).

BMI adalah bagian dari system planet bumi yang merupakan satu kesatuan alamiah antara
darat, laut dan udara di atasnya, tertata secara unik, menampilkan ciri-ciri benua dengan karakteristik
yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca, keadaan airnya, tatanan kerak bumi, keragaman biota,
serta tatanan social budayanya yang menjadi wilayah yuridis Negara Kesatuan Indonesia (NKRI) yang
secara langsung maupun tidak langsung akan menggugah emosi, prilaku dan sikap mental dalam
menentukan orientasi dan pemanfaatan unsur-unsur maritime di semua aspek kehidupan (Dewan
Hankamnas & BPTT, 1996:1-2).

Karakteristik BMI

BMI adalah suatu massa bumi yang keseluruhannya terdiri dari 17.508 pulau beserta segenap air
laut disekitarnya sampai sejauh 200 mil dari garis pangkalnya. Zona pesisir, landas benua, lereng benua,
cekungan samudera di bawahnya dan udara di atasnya (Dewan Hamkamnas & BPPT, 1996: 12).

BMI terbentang dari 92⁰ BT sampai dengan 141⁰ BT dan dari 7⁰20’LU sampai dengan 14⁰LS
merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari:

 5.707 pulau yang telah bernama dan 11.801pulau yang belum bernama.
 Luas perairan 3,1 juta km 2, luas perairan nusantara 2,8 juta km 2, luas laut territorial 0,3 juta km 2
dan luas perairan ZEE 2,7juta km2.
 Panjang seluruh garis pantai 80,791 km (43.670 mil), panjang garis dasar 14.698 (7,945 mil).

BMI mempunyai kompleksitas dalam karakteristik cuaca dan iklim (meteorology dan
klimatologi), keadaan perairan laut (oseanografi), serta tatanan kerak bumi (geologi) yang menyebabkan
perbedaan potensi sumberdaya alam hayati dan non hayati dengan massa (benua) lainnya.

Kawasan barat BMI memanjang dari pantai barat Sumatera pantai timur Kalimantan Timur,
berciri systim Samudra Hindia ( bagian luar BMI), memanjang dari bagian barat Sumatera sampai ke
selatan Sumba, serta system laut jawa yang merupakan system perairan Sunda (lempeng benua Eurasia)
pada sebagian besar perairan Indonesia pada bagian dalam BMI.

Kawasan Timur BMI, memanjang dari bagian timur Kawasan Timur BMI sampai pada batas
paling timur dari wilayah yuridiksi Indonesia. Pada bagian luarnya ditempati oleh tepi benua Australia
(Laut Timur dan Laut Arafura) di bagian Selatan. Laut Karolina dan Samudera Pasifik dibagian timur dan
Laut Sulawesi di bagian utara. Sedangkan bagian dalam ditempati oleh Laut Flores di bagian barat, Laut
Belanda di bagian timur dan Laut Maluku di bagian paling utara.

Secara umum BMI diapit oleh dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan
dua benua yaitu benua Australia dab benua Asia yang di lalui oleh ekuator geografis dan meteorologis ,
serta merupakan pertemuan antara tiga lempeng kerak bumi (Eurasia,Indo-Pasifik dan Pasifik). Ditinjau
dari sudut pandang geologi kelautan, pakar kebumian (Earth Scientists) sepakat bahwa BMI adalah
merupakan salah satu laboratorium alam yang terlengkap di dunia. Wilayah BMI memiliki ciri cekungan
sedimen laut dalam (deep sedimentary basin) misalnya Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Gorontalo, Laut
Maluku. Selain itu berkembang pula 60 buah cekungan sedimen (sedimentary basin) yang
memungkinkan terakumulasikannya minyak dan gas bumi. Daerah-daerah lainnya merupakan jalur
gunung api dan gempa bumi, serta merupakan daerah mineralisasi.

BMI mengandung berbagai jenis sumberdaya alam yang terdapat di daratan kawasan pesisir,
laut dangkal, serta laut dalam. Sumberdaya alam ini dapat berperan sebagai pelengkap, pengganti
maupun pilihan satu-satunya bagi upaya pemenuhan kebutuhan umat manusia dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.

Para ahli menduga bahwa dibawah dasar laut Indonesia terdapat sumberdaya minyak dan gas
bumi yang besar. Diperkirakan juga bahwa dasar laut mengandung banyak bahan galian atau tambang.
Pada saaat ini hanya mineral-mineral letakan ( placer deposist ) terutama timah yang terdapat pada
system paparan Sunda (Sunda Shelf) di sector barat laut yang telah yang telah memberikan nilai
ekonomis bagi perekonomian Indonesia. Sedangkan agregat digunakan pada skala yang kecil, namun di
khawatirkan akan memberikan dampak pada lingkungan di kemudian hari.

Dengan fenomena – fenomena tersebut di atas, maka muncul berbagai kondisi yang merupakan
keunggulan komparatif BMI yang dapat didayagunakan bagi kepentingan umat manusia pada umumnya
dan bangsa Indonesia pada khususnya. Kondisi yang dimaksud adalah (Dewan Hankamnas dan
BPPT,1996 : 15):

a. BMI merupakan media yang ideal untuk menjangkau setiap titik pada hamparan Banua Maritim
terutama di kawasan laut.
b. BMI dengan keanekaragaman sumberdaya alam, baik hayati maupun non hayati yang ada di
dalamnya, memberikan peluang yang lebih besar dalam menetapkan pilihan bagi umat manusia,
terutama bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya.

BAB III

DIMENSI BENUA MARITIM INDONESIA

Dimensi Kewilayahan

Ditinjau dari kehidupan umat manusia, BMI dan planet bumi merupakan satu kesatuan yang
utuh. Dalam kaitan ini, setiap Negara pantai memiliki tepi benua sebagai bagian dari wilayah kedaulatan.
Dengan ciri-ciri dan kondisi yang terkait, maka BMI dalam pendayagunaannya mempunyai nilai tertentu
yang tidak sama bagi setiap wilayah atau kawasan di planet bumi.

Wilayah daratan dan perairan Indonesia mengandung kekayaan yang beranekaragam, baik yang
berada di dalam maupun di permukaan bumi. Wilayah Indonesia dihuni oleh penduduk yang jumlahnya
akan mencapai 250 juta jiwa pada tahun 2020 serta terdiri dari berbagai suku yang memiliki budaya
tradisi dan pola kehidupan yang beraneka ragam.

Dimensi Kehidupan Nasional

BMI sebagai aktualisasi Wawasan Nusantara dalam dimensi kehidupan nasional mencakup
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat
adalah kehidupan bersama yang saling berinteraksi antara orang-orang dalam suatu kelompok, dimana
setiap orang atau pihak yang berkepentingan terhadap pihak lainnya saling mempunyai kewajiban.
Kehidupan berbangsa adalah kehidupan yang berkaitan dengan penyaluran aspirasi dan upaya
mewujudkan cita-cita bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa. Pemerintahan Negara sesuai
tugasnya mempunyai kewenangan untuk mengatur seluruh warga Negara dan penyelenggara Negara.
Oleh karena itu, kehidupan bernegara merupakan kehidupan yang didasari oleh keharusan atas
kesadaran untuk mentaati secara konsekuen aturan-aturan yang di keluarkan oleh Negara.

Batas-Batas Yuridiksi Wilayah Laut dan Udara Indonesia

Wilayah Laut

Sesuai dengan Konsensi Hukum Laut 1982, Indonesia memiliki beberapa rejim laut yang di
bedakan berdasarkan derajat dan tingkat kewenangan dalam kaitannya dengan pengelola sumberdaya
kelautan, baik bagi Indonesia sendiri maupun dengan Negara tetangga. Secara prinsip rezim laut
tersebut meliputi empat bagian yaitu (Dewan Maritim Indonesia, 2007:49-51):

a. Wilayah laut dengan hak kedaulatan penuh bagi Indonesia atau dikenal sebagai wilayah
kedaulatan Indonesia yang meliputi Laut Pedalaman, Laut Pedalaman, Laut Nusantara dan Laut
Teritorial.
b. Wilayah laut dengan hak berdaulat atas kekayaan alam yang dikandung serta memiliki
kewenangan untuk mengatur hal-hal tertentu yang meliputi wilayah perairan Zona Tambahan,
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen.
c. Wilayah laut dimana Indonesia , memiliki kepentingan namun tidak memiliki kedaulatan
kewilayahan atau kewenangan dan hak berdaulat atas laut tersebut, meliputi wilayah perairan
laut lepas dan dasar laut Internasional diluar landas kontinen Indonesia.
d. Wilayah laut dengan hak kedaulatan penuh berarti bahwa di wilayah ini Indonesia memiliki
kedaulatan mutlak atas ruang udara dan dasar laut serta tanah di bawahnya meliputi:
1) Perairan Pedalaman
2) Perairan Nusantara
3) Laut Teritorial

Jenis wilayah laut yang lain bagi sebuah Negara kepulauan meliputi wilayah laut dengan hak
berdaulat atas kekayaan alam yang dikandung serta memiliki kewenangan untuk mengatur hal-hal
tertentu yang mencakup:

a) Zona Tambahan
b) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
c) Landasan Kontinen
d) Laut Lepas

Wilayah Udara

Seperti halnya wilayah laut, wilayah udara Indonesia memiliki ruang dirgantara yang luas,
apalagi berbeda dibawah khatulistiwa yang meiliki jalur Geostationary Orbit (GSO) dan batas ruang
udara dan ruang antariksa ditetapkan 100/100km.
Mengenai kpenentuan ketinggian wilayah udara suatu Negara, dijelaskan oleh beberapa teori
sebagai berikut:

a) Teori Keamanan yang menyatakan bahwa suatu Negara mempunyai kedaulatan atas wilayah
udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanan.
b) Teori Cooper (Cooper’s Control Theory) yang menyatakan bahwa ketinggian wilayah udara suatu
Negara ditentukan oleh kemampuan teknologi Negara itu menguasai wilayah udara yang ada di
atas wilayahnya.
c) Teori Schachter yang menyatakan bahwa batas ketinggian wilayah udara suatu Negara adalah
30 km atau sampai dengan balon dan pesawat terbang dapat mengapung dan diterbangkan.

BAB IV

POTENSI DAN SUMBER DAYA KEMARITIMAN SATU

Letak Geografis Indonesia

Posisi geografis Indonesia dibelahan bumi ini berada di daerah tropis tepatnya dalam posisi
silang antara dua buah benua,yaiti benua Asia dan benua Australia selain itu juga diapit oleh dua buah
samudra, yaitu samudra Pasifik dan samudra Hindia (Nontji, 1993). Indonesia terbentang dengan
gugusan pulau-pulaunya dari Sabang sampai Merauke atau dari Miyangas sampai Pulau Rote
membentuk suatu tanah air Indonesia yang juga disebut sebagai Nusantara atau sering Perairan
Nusantara.

Hubungan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia di daerah khatulistiwa hanya dapat
terjadi melalui perairan Indonesia, pertukaran massa air antara kedua samudra tersebut terjadi melalui
beberapa selat yang diapit oleh pulau-pulau yang terdapat di perairan Nusantara. Ini mempengaruhi
biota laut, termasuk pola migrasi beberapa jenis ikan laut termasuk ikan ruaya (migratori) yang
melakukan migrasi mengikuti pola arus melalui selat-selat yang bertebaran di perairan Nusantara.

Luas Wilayah

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, luas seluruh wilayah Indonesia
ditambah dengan jalur laut 12 mil yaitu 5,8 juta km 2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2 luas wilayah
laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 km2 perairan teritoroal ; 2,8 juta km 2 perairan nusantara atau perairan
kepulauan) atau sekitar 62% dari luas teritorialnya.

Indonesia diberikan kewenangan memanfaatkan perairan laut yang termasuk ZEE (ZONA
Ekonomi Eksklusif) seluas 2,7 juta km 2 untuk kepentingan eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan
sumberdaya hayati maupun non-hayati untuk tujuan penelitian.

Panjang Garis Pantai dan Jumlah Pulau


Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Canada dengan panjang garis
pantai 95.181 km. Wilayah Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, dari jumlah tersebut baru sekitar 6.000
pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan pulau yang berpenghuni sekitar 1.000 pulau. Dari
seluruh luas daratan Indonesia diperkirakan terdapat 13 pulau atau sekitar 97% pulau-pulau besar,
seperti: Pulau Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Sulawesi, Jawa, Madura, Halmahera, Seram, Sumbawa,
Timur, Flores, Bali dan Lombok. Daratan lainnya sekitar 13.000 pulau dengan luas sekitar 54.000 km 2
atau luas rata-rata 4 km2 setiap pulau.

Distribusi dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman

Menurut perhitungan yang dilakukan oleh tim CIDA/Bappenas (1988), pada tahun 1987 nilai
ekonomi total yang dihasilkan oleh sebelas kegiatan pembangunan (pemanfaatan) sumber daya pesisir
dan lautan sebesar 36,6 triliun, atau sekitar 22% dari total produk domestik bruto. Kemudian pada tahun
1990, kontribusi ekonomi kegiatan sektor kelautan tersebut meningkat menjadi menjadi Rp.43,3 triliyun,
atau sekitar 24% dari total produk domestik bruto, dan menyediakan kesermpatan kerja bagi sekitar 16
juta jiwa (Dahuri, 1998). Kenaikan kontribusi ini terutama disebabkan oleh kegiatan minyak dan gas,
perikanan, dan pariwisata. Sumber daya dapat pulih terdiri dari: hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun dan rumput laut, sumberdaya perikanan laut serta bahan-bahan bioaktif. Sedangkan
sumberdaya tidak dapat pulih terdiri atas: seluruh mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga kelas
yaitu kelas A ( mineral strategis; gas,dan batu bara ), kelas B (mineral vital; emas, timah, nikel, biuksit,
bijih besi, dan cromite), dan kelas c (mineral industry; termasuk bahan bangunan dan galian seperti
granit, kapur, tanah liat, kaolin, dan pasir).

BAB V

POTENSI DAN SUMBERDAYA KEMARITIMAN DUA

Letak Geografis Sulawesi Selatan

Secara geografis Sulawesi Selatan terletak pada posisi 0⁰ 12’ LS dan 116⁰ 48’-122⁰ 36’ BT dan
diapit oleh tiga wilayah laut yaitu: Teluk Bone di sebelah Timur, Laut Flores di sebelah Selatan dan Selat
Makassar di sebelah barat dan berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah sebelah
utara dan Propinsi Sulawesi Tengah sebelah timur, (BPS, 2005). Sebagai wilayah yang sebagian besar
berada di daerah pesisir, Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai potensi sumber daya kelautan dan
perikanan yang sangat besar, misalnya luas wilayah penangkapan ikan di Sulawesi Selataan sebesar
48.000 km2 (Dinas Perikanan & Kelautan Prop. Sulsel, 2002). Wilayah pesisir Sulawesi Selatan umumnya
terdiri atas sedimen alluvial. Dengan kondisi perairan tropis kisaran suhu perairan 26⁰-29⁰C dan pada
perairan yang lebih dangkal suhu dapat mencapai 34⁰C.
Luas Wilayah

Provinsi Sulawesi Selatan Ibukota Makassar, dengan luas wilayah daratan secara keseluruhan
45.574,48 km, dengan panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km merupakan salah satu Provinsi di Kawasan
Timur Indonesia yang mempunyai wilayah perairan pantai dan laut cukup luas. Secara administrasi
Provinsi Sulawesi Selatan terbagi atas 23 kabupaten/kota; masing-masing Kabupaten Luwu Timur,
Kabupaten Luwu Utara, Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto,
Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep,
Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap,Kabupaten Soppeng,
Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Toraja. Sulawesi Selatan memiliki sejarah keterkaitan yang erat
dengan kehidupan laut, dan budaya masyarakat yang kaya akan pengalaman kehidupan pesisir dan
petualangan di laut.

Panjang Garis Pantai

Kondisi geografis Provinsi Sulawesi Selatan menggambarkan potensi sumber daya alam yang
kaya baik di darat maupun di laut. Panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km, Pemda Sulawesi Selatan
bertanggung jawab mengelola wilayah laut dan pesisir seluas kurang lebih 60.000 km 2 di daerah ini juga
di kenal gugusan kepulauan antara lain: Kepulauan Spermonde atau Kepulauan Sengkarang, Kepulauan
Pangkep, dan Atol Takabonerate.

Distribusi dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman

Sulawesi Selatan jika ditinjau dari konteks pesisir maka luas sumberdaya alami yang di
manfaatkan berupa kegiatan penangkapan ikan dan wisata. Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan
sebesar 620.480 ton/tahun, dengan rincian: Selat Makassar 307.380 ton/tahun, Laut Flores 168.780
ton/tahun dan Teluk Bone sebesar 144.320 ton/tahun. Pada tahun 2003, produksi penangkapan ikan
laut sebesar 354.434 ton atau meningkat 10,5% dari tahun sebelumnya, dengan nilai total Rp.
1.285.348.397. Sulawesi Selatan hanya ada empat PPI YAITU PPI Paotere di Makassar, PPI Lappa di
Sinjai, PPI Pontap di kota Palopo, dan PPI Boddia di Takalar. Wilayah pesisir Sulawesi Selatan memiliki
potensi lahan budidaya laut sebesar 600.500 ha dan potensi lahan tambak sekitar 150.000 ha, dengan
tingkat pemanfaatan 84.832 ha (Dahuri,2004).

Lamun merupakan ekosistem pesisir lainnya, di jumpai pada perairan pantai yang dangkal
diantara terumbu karang dan mangrove/pantai. Sulawesi Selatan dikenal tujuh genera lamun yaitu:
Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodomea, syngodium dan Thallassodendrum. Selain
mangrove dan lamun, yaitu Ekosistem Terumbu Karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisisr
yang penting selain Karena peran perlindungan pantai juga menjadi tempat hidup berbagai biota
asosiatif seperti rumput laut (algae), cacing laut, moluska, ular laut, bulu babi, teripang, bintang laut dan
tidak kurang dari 200 jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
BAB VI

POTENSI KEMARITIMAN INDONESIA

I. POTENSI PEMBANGUNAN EKONOMI KEMARITIMAN BERDASARKAN JENIS SUMBERDAYA


ALAM

Potensi pembangunan yang terdapat diwilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga
kelompok:

A. Sumber daya dapat pulih (rewable resources)


B. Sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources)
C. Jasa-jasa lingkungan (environmental services)

Potensi yang dihasilkan dari wilayah perairan Indonesia pada tahun 1987 sekitar Rp 36,6 triliun atau
sekitar 22% dari total produk domestick bruto (Dahuri et al 2001). Berdasarkan jenisnya sumberdaya
kelautan dibagi menjadi sumberdaya yang dapat pulih (renevable resources), sumberdaya yang tak
dapat pulih (unrenevable resources), energy kelautan dan jasa-jasa lingkungan sebagai berikut:

A. SUMBERDAYA DAPAT PULIH (RENEWABLE RESOURCES)


- Ikan Pelagis besar/kecil - Terumbu Karang
- Ikan Demersal - Hutan Mangrove
- Udang dan crustacean lainnya - Pandang Lamun dan Rumput Laut
- Ikan Hias dan Ikan Karang - Pulau-pulau kecil
- Dll.

B. SUMBERDAYA TAK DAPAT PULIH (NON-RENEWABLE RESOURCES)


- Bahan Bangunan - Garam
- Pasir Besi - Titanium
- Batu Apung - Lempung Koalim
- Siderit - Kromit/Kromium
- Mineral radio aktif (Zirkon) - Emas

C. ENERGI KELAUTAN
- Gelombang
- Pasang surut
- OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion)
- Angin

D. JASA-JASA LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL SERVICES)


- Media transportasi dan komunikasi
- Pengaturan iklim
- Keindahan alam
- Penyerapan Limbah
- Wisata Bahari

II. POTENSI PEMBANGUNAN EKONOMI KEMARITIMAN MENURUT SEKTOR KEGIATAN DAN


BEBERAPA ILUSTRASI MANFAAT SUMBERDAYA KEMARITIMAN

1. Perikanan Tangkap
2. Perikanan Budidaya
3. Industri Pengolahan Produk Perikanan
4. Industri Bioteknologi
5. Pariwisata Bahari dan pantai
6. Pertambangan dan Energi
7. Perhubungan Laut
8. Industr Kapal, Bnagunan Laut, dan Pantai
9. Ekosistem Pesisir dan Laut: Hutan Pantai (mangrove); Padang Lamun; Terumbu Karang.
10. Pulau-pulau kecil
11. Benda-benda berharga

BAB VII

FAKTA SOSIAL DEMOGRAFI KEMARITIMAN

A. Kondisi Populasi dan Sosial Ekonomi Penduduk Maritim

Pada umumnya Negara-negara yang mempunyai wilayah laut, terutama Negara


kepulauan di dunia, sebagian besarpenduduknya bermukim di daerah pantai dan pulau. Hal ini
dimungkinkan oleh faktor kemudahan perolehan akses pada bagian sektor mata pencaharian
kelautan dan mobilitas geografi laut bilamana sektor mata pencaharian di darat mulai terbatas.
Di Indonesia, beberapa faktor yang mempersulit perolehan angka penduduk bahari yang
menyeluruh dan akurat ialah pola-pola mobilitas geografi musiman, kondisi pekerjaan tidak
tetap, karakter peralihan dan diversifikasi pekerjaan, asal usul tempat yang berbeda-beda,
lagipula masih kurangnya upaya pemerintah yang sungguh-sungguh melakukan pencacahan jiwa
penduduk desa-desa pantai dan pulau-pulau secara meluas dan teliti dari dahulu hingga
sekarang ini.
Berdasarkan hasil penelitian sosial ekonomi dan perbincangan di media massa dan
masyarakat, di ketahui bahwa penduduk bahari terutama masyarakat desa-desa nelayan pesisir
dan pulau-pulau di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, sebagian besar dalam
kondisi miskin. Fenomena kemiskinan dimaksudkan meliputi dimensi-dimensi ekonomi,
kesehatan, pendidikan dan keterampilan, teknologi, yang jelas mempengaruhi rendahnya
kualitas dan harkat hidup mereka pada umumya. Di Indonesia, melihat kondisi potensi
sumberdaya perikanan yang melimpah, maka munculnya fenomena kemiskinan komunitas
nelayan pesisir dan pulau memang terasa sangat ironis.
Kenyataan seperti ini semestinya menjadi dorongan bagi masyarakat nelayan dan
kelompok-kelompok stakeholder (pemerintah, praktisi, komunitas akademik, lembaga donor,
dan LSM) untuk berpaling kelaut dan membangun kekuatan bagi kejayaan dan kemakmuran
dari laut dengan mengatasi berbagai kondisi dan kekuatan yang menghambat berbagai
kebijakan dan program kelautan yang direkayasa dan diimplementasikan.

B. SEKTOR EKONOMI DAN KATEGORI PENDUDUK MARITIM

1. Sektor Ekonomi Kebaharian


Cukup banyak sektor ekonomi kelautan dikembangkan masyarakat-masyarakat bahari di
Negara pantai atau kepulauan di dunia, terutama Negara tergolong maju. Sektor ekonomi
kebaharian tersebut seperti nelayan/perhubungan, perikanan pertambangan, perdagangan
hasil laut, industri hasil laut, industri kapal, industri alat-alat tangkap, jasa pengerukan
pantai kawasan pelabuhan dan rute pelayaran, pariwisata bahari, jasa olahraga bahari,
birokrasi, dll.

2. Kategori Penduduk Maritim


Penduduk bahari sebagaimana dikonsepsikan di muka dapat digolongkan menurut
sektor atau subsektor mata pencaharian terkait kelautan yang digelutinya seperti tersebut di
atas. Di Indonesia untuk mempermudah pemahaman, maka penduduk bahari dapat
dibedakan atas tiga kategori besar, yakni penduduk nelayan, pengusahan transportasi laut,
dan pengelola pemanfaatan sumberdaya dan jasa laut lainnya. Ketiga kategori penduduk
bahari tersebut digambarkan secara ringkas.

Penduduk Nelayan

Menurut asal usul tempat pemukiman, penduduk nelayan di Indonesia dapat dibedakan
atas penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau dan penduduk nelayan yang berasal dari
keluarga yang tinggal secara terpisah dikawasan pemukiman perkotaan, pinggiran kota, dan
daerah-daerah pedalaman.

Pelayar/Pengusahan Transportasi Laut

Pelayar yang mencakup pengusaha dan pekerja transportasi laut merupakan kategori
penduduk pemangku budaya bahari tulen. Banyak kalangan ilmuwan, terutama sejarahwan,
menganggap para pelayar sebagai kelompok masyarakat maritime murni karena dicirikan
dengan aktivitas pelayarannya yang intensif mengarungi lautan antar pulau, antar Negara, dan
bahkan antar benua.

Pengguna Sumberdaya dan Jasa-Jasa laut yang lain


Termasuk dalam kategori penduduk pengguna sumber daya dan jasa laut selain nelayan
dan pelayar ialah para pedagang hasil-hasil laut, rentenir, pekerja di pasar atau pelelangan ikan,
pengelola dan pekerja industri hasil laut, pengusaha dan pekerja industri perahu/kapal dan alat
tangkap serta semua perangkat perlengkapan berasosiasi infrastruktur pelayaran dan perikanan
yang bermukim bersama penduduk nelayan dan pelayar di wilayah pesisir dan pulau-pulau, para
petambang batu karang dan pasir laut, petambang migas dan mineral, pengelola industry
pariwisata bahari, penyelam dan olahragawan laut, dan bahkan marinir/angkatan laut dan
satuan tugas keamanan laut, pemerintah, peneliti dari lembaga ilmiah dan perguruan tingg, LSM
dan pemerhati lingkungan laut, dan lain-lain.

Mobilitas Geografi Penduduk Pesisir dan Pulau-pulau

Dalam melakukan aktivitasnya, penduduk bahari terutama nelayan dan pelayar di dunia
mempunyai ciri mobilitas geografi (migrasi atau pengembaraan) yang tinggi, melebihi mobilitas
geografi kelompok-kelompok pemburu binatang di kawasan hutan dan padang rumput yang
luas di darat. Penduduk nelayan sebagai pemanfaat dumber daya perikanan tujuannya ialah
daerah-daerah penangkapan (fishing grounds) di perairan pesisir dan laut dalam, sedangkan kea
rah darat tujuannya ialah pusat-pusat pemukiman penduduk dalam lingkungan.

BAB VIII

SEJARAH KEMARITIMAN INDONESIA

Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu
merupakan masyarakat maritim. Dalam catatan sejarah, terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia menguasai lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas sampai ke
pesisir Madagaskar dan Afrika Selatan. Fakta Prasejarah Cadas Gua yang terdapat di pulau-pulau Muna,
Seram dan Arguni yang diperkirakan berasal dari 1000 tahun SM dipenuhi dengan lukisan perahu-
perahu layar. Juga ditemukan beberapa artefak suku Aborigin di Australia yang diperkirakan berasal dari
2500 tahun SM serupa yang ditemukan di Pulau Jawa. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa bangsa
Nusantara sudah berhubugan dengan suku Aborigin di Australia lewat laut.

1. Kerajaan-Kerajaan Maritim Indonesia


Sejarah perjalanan bangsa mencatat bahwa ada dua kutub kekuasaan kerajaan maritim
yang menjadi soko guru Negara maritim nusantara. Keduanya adalah Sriwijaya yang didirikan
pada abad ke-7 hingga abad ke-13 Masehi dan Majapahit pada abad ke-13 hinggga abad ke-16
Masehi. Bersamaan dengan itu, di wilayah Timur Nusantara muncul pula Kerajaan Gowa sebagai
kerajaan maritim besar yang dibuktikan dengan adanya ekspansi kekuasaan dari berbagai
kerajaan di Sulawesi Selatan, bahkan di Nusantara bagian Timur seperti Kerajaan Wollo di
Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara, dan lain-
lainnya ditambah dengan keperkasaan dan kepiawaian pelaut-pelaut bugis Makassar dalam
mengarungi samudera yang terkenal dan dikagumi seantero nusantara.
1.1 Kerajaan Sriwijaya
Puncak kejayaan Sriwijaya adalah sekitar abad ke-9 anata tahun 833-836 M. Pada masa
pemerintahan Balaputradewa yang memilki orientasi pembangunan ekonomi maritim dan
menguasai perdagangan di Selat Malaka bahkan Asia Tenggara dan juga telah mampu
membuka jalur perdagangan dengan Cina dan India. Setelah runtuhnya Kerajaan Fu Nan di
Champa (Kamboja), wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi sebagian besar wilayah barat
Nusantara dengan Ibu kota pemerintahannyadi sekitar Palembang Sumatera Selatan.
Kerajaan Sriwijaya teriri atas tiga zona utama , (1) daerah ibukota muara yang berpusat
di Palembang, (2) lembah sungai Musi yang berfungsi sebagai daerah pendukung, dan (3)
daerah-daerah muara saingan yang mampu menjadi pusat kekuasaan saingan. Ibu kota
diperintah langsung oleh seorang penguasa (raja), sementara daerah pendukung tetap
diperintah oleh tokoh lokal.
Sebagai pusat perdagangan maritime, Sriwijaya mempunyai beberapa produk unggulan.
Di antaranya adalah pala, cengkeh, kapulaga, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, gading,
timah, emas, perak, penyu serta beraneka rempah-rempah. Barang-barang tersebut dibeli
oleh pedagang dari Cina, India, Arab, dan Madagakar.

1.2 Kerajaan Majapahit


Di pulau jawa terdapat Kerajaan Majapahit yang mencapai puncak kejayaannya pun
berdasarkan visi maritimnya. Wilayah kekuasaan merupakan sebaran kerajaan bawahan
yang memiliki pelabuhan dan komoditas dagang vital terutama beras. Kapal-kapal dan
pelaut-pelaut Jawa tercatat dalam kronik-kronik di mancanegara (Sukodaya, Thailand, dan
Pegu-Myanmar) sebagai manifestasi kejayaan Negara maritim Majapahit yang juga menjadi
pusat budaya dan pradaban di nusantara. Selain itu, kekuatan maritimnya merupakan modal
dasar untuk melakukan kolonisasi, ekspansi dan penetrasi budaya di zaman tersebut.

1.3 Kerajaan Gowa


Kerajaan martim nusantara bagian timur adalah kerajaan Gowa (1548-1669) dan kedua
Kesultanan Ternate dan Buton yang kurang lebih sezaman dengan Kerajaan Gowa (Schoorl,
1985). Kerajaan Goa yang mulai mengalami pertumbuhan sejak tahun 1548 dan mencapai
puncaknya di tahun 1669. Kerajaan Maritim Goa yang berpusat di kota pelabuhan Somba
Opu tersebut kurang lebih semasa dan menjalin hubungan dagang dengan kota-kota
dagang lainnya di Asia Tenggara, seperti Sian 1450-1469, 1620-1688, Pegu 1472-1581,
Malaka 1480-1511, Aceh 1570-1670, Banten 1600-1680 (Mukhlis Paeni, 1994).
Raja Gowa ke-9 (Daeng Matanre, Karaeng Tumpa’risi’kallona) berusaha dan berhasil
memperluas daerah kerajaannya kedaratan Sulawesi Selatan menaklukkan Garassi,
Katingang, Parigi, Siang (Pangkajene), Sidenreng, Lembangan, Bulukumba, Selayar,
Panaikang, Madallo, Cempaka, Marusu, Polombangkeng, dan lain-lain. Juga membuat
undang-undang dan peraturan-peraturan, mengangkat pejabat-pejabat kerajaan untuk
daerah-daerahnya yang semakin luas, menetapkan bea cukai untuk pembendaharaan
kerajaan, termasuk mengangkat Daeng Pamatte sebagai Syahbandar yang mengurus
Bandar/pelabuhan kerajaan Makassar . syahbandar Daeng pamatte inilah yang
menyederhanakan dan melengkapi aksara lontara, huruf bugis-makassar menjadi
sebagaimana adanya sekarang.

2. Kejayaan Kemaritiman Indonesia


Perkembangan pradaban di lautan atau budaya maritime dibedakan oleh Mukhlis Paeni
yaitu tradisi maritime besar (maritime great tradition) dan tradisi maritime kecil (maritime little
tradition). Tradisi maritime besar termasuk di dalamnya tatanan dan perkembangan budaya
maritime yang mencakup politik pemerintahan, ideology, hokum, pergan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, astrologi, filsafat, seni dan arsitektur kemaritiman. Sedangkan tradisi maritime kecil
mencakup aktivitas penangkapan ikan di laut, perikanan tambak, pengelolaan hasil laut dan
system pemasarannya.
Salah satu bukti sejarah kemaritiman Indonesia dapat dilihat pada dinding Candi
Borobudur yang menggambarkan perahu layar bertiang ganda yang cukup maju sekitar abad ke-
8 M. selain kemajuan di bidang pelayaran, bangsa Indonesia pada abad ke-13 telah mengenal
suatu system pengolahan air laut atau disenut “siwakan” yang diduga sebagai awal dimulainya
system pertambakan disepanjang pantai di Jawa Timur sebagaimana yang termuat dalam kitab
Jawa Kuno Kutaramenawa, dan pada masa yang sama, di Jawa dan daerah lainnya telah pila
dikenal pembuatan lading garam dengan menguapkan air laut pada dataran tepi pantai.

Sejarah Kemaritiman Bugis Makassar

Sekitar tahun 1600, jauh sebelum datangnya orang-orang Belanda, raja Gowa yang ke-14 I
MANGURANGI DG MANRABIA SULTAN ALAUDDIN mendirikan keratin Sumba Opu, dan disekelilingnya
itu berdiam 2000 kepala keluarga Portugis.

Orang-orang Makassar pada masa itu amat berani berlayar mengarungi lautan luas, sehingga
orang Portugis menggelar mereka Celebes De Makassares, yang berarti orang-orang Makassar yang
ulung dan mahsyur dan De Berumde Makassar kata orang-orang Belanda. Hal ini telah diperkuat
dengan adanya bukti dalam buku Lontara Lagaligo pada abad X Sawerigading (putera raja Luwu II) sudah
melayari negeri-negeri seperti Maluku, Ternate, Gorontalo, Cina, Jawa, Malaka, Posi Tauna, Asia
Tenggara, Kamboja, dan Madagaskar. Dimana Sawerigading mengadakan pelayaran dengan maksud
muhibah dan pengenalan dunia.

BAB IX
KONSEP DASAR SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA I
1. Pengertian Sistem
Suatu system didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang
membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian
dapat disebut suatu system kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity),hubungan
fungsional, dan tujuan yang berguna.
Secara etimologis istilah system berasal dari bahasa Yunani, yaitu sistema yang artinya
adalah sehimpunan dari bagian atau komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama
lain secara teratur dan merupakan satu keseluruhan.

Ciri-ciri khusus dari satu system adalah:


1) System terdiri dari banyak/komponen.
2) Komponen-komponen system saling berhubungan satu sama lain dalam pola saling
ketergantungan.
3) Keseluruhan system lebih dari sekedar penjumlahan dari komponen-komponennya (lebih
kearah kualitas kontribusi dari konsumen yang satu dan yang lain).

Menurut Talcott Parsons, system sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada
adanya saling ketergantunagn antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses
yang mengatur hubungan tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu system
yaitu bahwa system social cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan.

2. System Sosial
Premis mayor Talcott Parson tentang “fungsional imperative” atau yang disejajarkan
pengertiannya oleh banyak ahli sebagai konsep “fungsional structural” ialah, bahwa (1).
Masyarakat adalah sebuat system, (2). System social ini eksis karena dibangun oleh sejunmlah
sub-sistem yang fungsional, (3). Pengkomplesan system selalumengarah pada keseimbangan
(equilibrium). Karena itu, dalam setiap system social, terdapat empat fungsi penting yang dapat
direkayasa agar keseimbangan social dapat terwujud, yaitu apa yang diistilahkan sebagai AGIL:
(A). Adaptation, (G). Goal Attainment, (I). Integration, (L). Latensi.
 Adaptation (adaptasi): sebuah system yang harus menjalankan fungsinya untuk
menanggulangi situasi eksternal yang gawat, system harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya. Karena itu, fungsi
adaptasi memerlukan rekayasa system pada tingkatan kebutuhan yang diharapkan, agar
fungsi penyesuaian dapat berlangsung secara persuasive.
 Goal Attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistemyang harus menjalankan fungsinya
untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Fungsi ini juga memerlukan
rekayasa system untuk pencapaian tujuan utamanya.
 Integration (integrasi): sebuah system yang harus menjalankan fungsinya untuk megatur
hubungan antar bagian-bagian atau sub-sub system yang menjadi komponennya.
System juga harus menjalankan fungsinya mengatur hubungan antar fungsi lain (A,G,L).
pada fungsi intregrasi, dimana rekayasa system diharapkan dapat menjangkau fungsi
lain (A,G,L) terutama dalam rangkaian hubungan antar sub-sub sistemnya, guna
mewujudkan integrasi social.
 Latensi (pemeliharaan pola): system harus menjalankan fungsinya untuk melengkapi,
memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menopang motivasi. Karena itu, fungsi latensi juga memerlukan
adanya rekayasa system untuk dapat memelihara pola-pola kultural dalam mewujudkan
keteraturan social.

BAB X
KONSEP DASAR DAN SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA II

2.1.1 Interaksi Sosial


Hubungan antar manusia, ataupun relasi-relasi social menentukan struktrur dari
masyarakatnya. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi social ini didasarkan kepada
komunikasi. Karenanya komunikasi merupakan dasar dari existensi suatu masyarakat.
Hubungan antar manusia atau relasi-relasi social, hubungan sati dengan yang lain warga-
warga suatu masyarakat, baik dalam bentuk individu atau perorangan maupun dengan
kelompok-kelompok dan antar kelompok manusia itu sendiri, mewujudkan segi
dinamikanya perubahan dan perkembangan masyarakat.
Kesadaran dalam berkomunikasi di antara warga-warga suatu masyarakat,
menyebabkan suatu masyarakat dapat dipertahankan sebagai suatu kesatuan karenanya
pula dalam setiap masyarakat terbentuk apa yang dinamakan suatu system komunikasi.
System ini terdiri dari lambing-lambang yang diberi rti dan karenanya mempunyai arti-arti
khusus oelh setiap masyarakat. Karena kelangsungan kesatuannya dengan jalan komunikasi
itu,setiap masyarakat dapat membentuk kebudayaannya, berdasarkan system
komunikasinya masing-masing.
1) Faktor-Faktor Interaksi Sosial
a. Tindakan Sosial
b. Kontak Sosial
c. Komunikasi

2) Bentuk Interaksi Sosial Menurut Jumalah Penduduknya


a. Interaksi antara individu dan individu
b. Interaksi antara individu dan kelompok
c. Interaksi antara kelompok dan kelompok

3) Bentuk Interaksi Sosial Menurut Proses Terjadinya


a. Imitasi, imitasi adalah pembentukan nilai melalui dengan meniru cara-cara
orang lain.
b. Identifikasi, identifikasi adalah menirukan dirinya menajdi sama dengan orang
yang ditirunya.
c. Sugesti, sugesti dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok.
d. Motivasi, motivasi juga diberikan dari seorang individu kepada kelompok.
e. Simpati, perasaan simpati itu bias juga disampaikan kepada
seseorang/kelompok orang atau suatu lembaga formal pada saat-saat khusus.
f. Empati, empati itu dibarengi perasaan organisme tubuh yang sangat dalam.

2.1.2 Stratifikasi Sosial


1) Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi berasal dari bahasa latin “stratum” yang berarti tingkatan/lapisan
dan “socius” yang berarti rekan/masyarakat sehingga Pitirim A. Sorokin, mengatakan
bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk/masyarakat kedalam kelas-
kelas secara bertingkat (hierarki) yang diwujudkan dengan adanya kelas tinggi dan kelas
yang lebih rendah.

2) Proses Terjadinya Stratifikasi Sosial


Pelapisan social terjadi melalui dua cara sebagai berikut:
a. Secara tidak sengaja, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Pelapisan social terbentuk sejalan dengan perkembangan masyarakat.
- Pelapisan social terbentuk diluar control masyarakat yang bersangkutan.
- Pelapisan social terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi social budaya
wialayah yang bersangkutan.
- Kedudukan seseorang dalam suatu lapisan (disertai hak dan kewajibannya)
berlangsung secara otomatis.
b. Secara sengaja
Seorang tokoh bernama Joseph Scehum Peler (1883-1950) seorang sosiologi
Amerika Serikat mengatakan bahwa pelapisan social diperlukan masyarakat agar
mampu menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan yang nyata.

3) Dimensi Stratifikasi Sosial


Untuk menjelaskan stratifikasi social ada tiga dimensi yang daqpat dipergunakan
yaitu: privilege, prestise, dan power. Ketiga dimensi ini dapat dipergunakan sendiri-
sendiri, namun juga dapat digunakan secara bersama.
Bentuk stratifikasi dapat dibedakan menjadi bentuk lapisan bersusun yang
diantaranya dapat berbentuk piramida, piramida terbalik, dan intan. Selain lapisan
bersususn bentuk stratifikasi dapat juga diperlihatkan dalam bentuk melingkar. Bentuk
stratifikasi melingkar ini terutama berkaitan dengan dimensi kekuasaan.
Ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk bias mengetahui bentuk stratifikasi
social. Ketiga cara tersebut adalah dengan pendekatan objektif, pendekatan subyektif,
dan pendekatan reputasional.

4) Ukuran Dasar (Kriteria) Stratifikasi Sosial


Soerjono Soekonto seorang sosiologi Indonesia menyebutkan adanya empat
ukuran kriteria yaitu: (a) kekayaan, (b) kekuasaan dan wewenang, (c) kehormatan, dan
(d) ilmu pengetahuan/pendidikan.
5) Macam-Macam Pelapisan (Stratifikasi) social
a. Berdasarkan status yang diperoleh secara alami
b. Berdasarkan status yang diperoleh melalui serangkaian usaha

6) Sifat Stratifikasi Sosial


Berdasarkan sifatnya, stratifikasi social dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Stratifikasi social terbuka, terjadi karena adanya dorongan beberapa factor sebagai
berikut: 1. Perbedaan ras dan system nilai budaya (adat istiadat), 2. Kelangkaan hak
dan kewajiban, dan 3. Pembagian tugas (spesialisasi)
b. Stratifikasi social tertutup, kasta memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Keanggotaan yang diwariuskan berlaku seumur hidup.
2. Keunggulan yang diwariskan berlaku se3umur hidup.
3. Perkawinan bersifat endogamy (menikah dengan orang yang kasta sama).
4. Hubungan dengan kelompok social lainnya bersifat terbatas.
5. Kasta diikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan.
6. Perkembangan stratifikasi social masyarakat Indonesia.

2.1.3 Lembaga Sosial


1) Pengertian
Secara umum, lembaga terwujudkan melalui cara-cara (Usage) yang kemudian
menajdi suatu kebiasaan (Folkways), lalu kebiasaan itu tumbuh menjadi tata-kelakuan
(Mores), dan bila tata-kelakuan ini mengalami kematangan yang disertai adanya aturan
dan kekuatan sanksi yang relatif berat terhadap siapapun pelanggar aturan tersebut,
maka ini berarti telah terwujud atau terbentuk apa yang disebut sebagaiadat-istiadar
(Custom).
Ballard (1936), mengemukakan bahwa “lemabaga social adalah perangkat-
perangkat hubungan manusia yang telah mapan dengan tujuan tertentudan kemauan
umum”. Selanjutnya, Selo mengemukakan bahwa lembaga social adalah “semua kaidah
social dari segala tingkatan yang berkisar pada satu keperluan pokok dalam kehidupan
masyarakat dan merupakan suatu kelompok yang diberikan nama lembaga
kemasyarakatan”. Keperluan pokok termaksud seringkali terletak pada salah satu
kehidupan masyarakat, misalnya bidang ekonomi, pendidikan, agama, politik, keluarga,
dan sebagainya.

2) Pelembagaan Sosial (Social Instutionalization)


Menurut Polak, proses pelembagaan dimaksudkan sebagai proses strukturasi
antar hubungan melalui en-kulturasi konsep-konsep kebudayaan baru, seperti nilai-nilai
dan norma-norma baru. Proses ini berjalan dan berkembang terus menerus dalam
kehidupan masyarakat. Dan jika aktivitas-aktivitas sosialnya menyangkut usaha-usaha
pemenuhan kebutuhan yang kemudian melahirkan struktur universal, maka struktrur ini
dapat disebut sebagai lembaga.
Pengertian pelembagaan social akan lebih mudah digambarkan jika dimulai dari
pengertian (concept) tentang lembaga social (social Institution). Lembaga social yang
dijumpai adanya didalam masyarakat, terwujud melalui pelembagaan social. Karena itu,
dapat dikatakan bahwa pelembagaan social adalah proses terwujud atau terbentuknya
lembaga social.

3) Struktur dan Fungsi Kelembagaan Sosial


Social statics adalah struktur sosial masyarakat yang meliputi kelompok,
lembaga-lembaga sosial, lapisan, golongan serta kekuasaan, sedang social dynamics
adalah fungsi-fungsi yang telibat dalam proses sosial, perubahan sosial, atau bentuk
abstrak interaksi sosial. Struktur dapat juga diartikan sebagai sesuatu pola tingkah laku
yang telah menjadi dasar yang baku dari suatu system sosial, sedangkan fungsi adalah
akibat dari struktur (aspek dinamis dari struktur) sepanjang itu mempengaruhi kepada
struktur yang lain atau keseluruhan system dimana ia merupakan bagiannya.

Sistem Budaya
2.1 Nilai
Nilai (budaya) adalah konsep mengenai apa yang hidup dalam pikiran sebagian besar
dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga yang
memberi arah orientasi pada kehidupannya.
2.2 Norma
Norma (Norm) adalah aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai
sesuatu.
2.3 Pengetahuan
System pengetahuan masyarakat manusia berkembang dengan pesat dari waktu ke
waktu. Hal ini dikarenakan bahwa manusia memiliki kelebihan disbanding makhluk lain yaitu
manusia memiliki daya-daya psikis inilah manusia mencoba memahami diri dan
kehidupannya sendiri, kehidupan orang lain, baik sebgai individu maupun sebagai
masyarakat.
2.4 Mata Pencaharian
Manusia sebagai makhluk hidup mutlak memerlukan sejumlah kebutuhan hidup guna
kelangsungan hidup dan kehidupannya. Di antara kebutuhan hidup itu adalah kebutuhan
akanpangan, sandang dan tempat tinggal yang merupakan kebutuhan utama (primer) untuk
kelangsungan (survive) hidupnya. Untuk memperoleh kebutuhan tersebut, manusia
berupaya melakukan kegiatan produktif dan inilah yang disebut mata pencaharian hidup.
2.5 Kepercayaan
Dalam banyak kebudayaan di dunia, kepercayaan atau keyakinan merupakan unsur
penting dan mendasar dalam kehidupan masyarakat manusia. Kepercayaan menyangkut
keyakinan akan adanya sesuatu yang mengatur dan mngendalikan hidup dan kehidupan
manusia.
2.6 Bahasa (Simbolisasi)
Bahasa adalah suatu system bunyi yang kalau digabungkan menurut aturan tertentu
menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.
Meskipun manusia pertama-tama bersandar pada bahasa untuk saling berkomunikasi satu
sam lain, tetapi bahasa bukanlah satu-satunya sarana komunikasi. Sarana-sarana lain ialah
para bahasa (paralanguange) yaitu system gerakan tubuh yang digunakan untuk
menyampaikan pesan (message).
BAB XI
MASYARAKAT MARITIM
A. Konsep Masyarakat
Masyarakat, menurut Koentjaraningrat (1980), ialah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu system adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kesatuan hidup manusia yang disebut masyarakat
ialah berupa kelompok, golongan, komunitas, kesatuan suku bangsa (ethnic group) atau
masyarakat Negara bangsa (nation state). Interaksi yang kontinyu ialah hubungan pergaulan dan
kerjasama antar anggota kelompok atau golongan, hubungan antar warga Negara bangsa. Adat
istiadat dan identitas ialah kebudayaan masyarakat itu sendiri.

B. Konsep Masyarakat Maritim


Dengan mengacu kepada konsep masyarakat dikemukakan sebelumnya, maka
masyarakat bahari dipahami sebagai kesatuan-kesatuan hidup manusia berupa kelompok-
kelompok kerja (termasuk satuan-satuan tugas), komunitas sekampung atau sedesa, kesatuan
suku bangsa, kesatuan administrative berupa kecamatan, provinsi, bahkan bias merupakan
negara atau kerajaan, yang sebagian besar atau sepenuhnya menggantungkan kehidupan
ekonominya secara langsung atau tidak langsung pada pemanfaatan sumber daya laut (hayati
dan nonhayati) dan jasa-jasa laut, yang dipedomani oleh dan dicirikan bersama dengan
kebudayaan baharinya.
1. Masyarakat Maritim Ideal di Indonesia
Berbicara tentang masyarakat maritim di nusantara, maka secara ideal dapat dikatakan
semua masyarakat Indonesia termasuk masyarakat maritim. Dikatakan denmikian karena
penduduk Negara kepulauan ini pada umumnya memiliki wawasan dan gambaran dunia laut
yang luas, pulau-pulau besar dan kecil yang menaburi lautan tersebut, dan penduduk
dengan keragaman etnis menghuni pulau-pulau yang berjejer dari Sabang sampai Merauke.
2. Masyarakat Maritim Aktual di Indonesia
Berbeda halnya dengan masyarakat bahari pada tataran ideal, konsep masyarakat
bahari yang actual merujuk kepada kesatua-kesatuan sosial yang sepenuhnya atau sebagian
besar menggantungkan kehidupan sosial ekonominya secara langsung atau tidak langsung
pada pemanfaatan sumber daya laut dan jasa-jasa laut. Mereka itu terdiri dari kesatuan-
kesatuan kelompok kerja, komunitas nelayan dan pelayar, saudagar laut, Angkatan laut dan
Satgas Keamanan Laut lainnya, pekerja tambang, pedagang dan pengusaha industry hasil
laut, karyawan industry parawisata, buruh angkut pelabuhan, pekerja industry kapal/perahu
dan alat tangkap, pengusaha modal/pemberi kreditbagi nelayan, komunitas akademis dari
lembaga pendidikan kelautan dan perikanan, birokrat dan pegawai instransi pemerintah dan
non pemerintah terkait (Dep. Kelautan dan Perikanan, Departemen Perhubungan Laut,
Kementerian Lingkungan Hidup, Dewan Maritim, Perhimpunan Nelayan Seindonesia, LSM,
dan lain-lain), olahragawan dan wisatawan laut, dan lain-lain.
3. Cikal Bakal Masyarakat Maritim di Indonesia
Diasumsikan bahwa dalam semua masyarakat maritime di dunia, termasuk Indonesia,
ada kelompok cikal bakal yang menjadi pemula atau perintis tumbuh kembangnya
kebudayaan dan peradaban kebahariannya itu. Dari kelompok-kelompok masyarakat
cikal bakal tersebut, tersebarlah unsur-unsur kebudayaan maritime secara lambat atau
cepat ke kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang bukan atau belum layak
dikategorikan masyarakat maritime. Karena terjadinya respon poritif oleh masyarakat
yang menjadi tujuan prose persebaran unsur-unsur budaya maritime tersebut, maka
terjadilah adopsi dan penerapan unsur-unsur budaya maritime baru oleh komunitas-
komunitas yang terlibat dalam proses persebaran budaya tersebut.

C. Karakteristik Sosial Masyarakat Maritim


Masyarakat maritime, dalam hal ini mereka yang menggantungkan sepenuhnya atau
sebagian besar kehidupan ekonominya pada pemanfaatan sumber daya laut dan jasa laut,
ditandai dengan beberapa ciri sosial yang lebih kompleks dan menyolok dari ppada yang
mencirikan masyarakat perkotaan dan pedesaan pedalaman. Ciri sosial dimaksudkan ialah ciri
kehidupan kolektif internal, berhubungan dengan dunia masyarakat luar, dengan lingkungan
hidup flora dan fauna laut, dan bahkan dengan lingkungan fisik alam sekitar.

D. Dinamika Struktural Masyarakat Maritim


Di Sulawesi Selatan, tempat kediaman dan asal usul komunitas-komunitas nelayan Bugis
Bajo, dan Makassar diberbagai tempat di Nusantara ini, kelompok kerjasama nelayan yang
dikenal dengan istilah Po(u)nggawa-Sawi(P-sawi) yang menurut ketrerangan dari setiap desa
telah ada dan bertahan sejak ratusan tahun silam. Meskipun kelompok P-sawi juga digunakan
dalam kegiatan pertanian, perdagangan di darat dan pengelolaan tambak, namun kelompok ini
lebih eksis dan menyolok peranannya dalam aktivitas pelayaran dan perikanan rakyat Bugis,
Makassar, dan Bajo di Sulawesi Selatanda tempat-tempat lainnya di Indonesia.

BAB XII

KEBUDAYAAN MARITIM I
1. Definisi Kebudayaan
Mengacu kepada realitanya, kebudayaan ialah dunia kehidupan masyarakat manusia itu
sendiri, yang berbeda dengan dunia kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Perbedaannya
ialah manusia memperoleh kebudayaan melalui proses belajar dalam lingkungan masyarakatnya
dan hanya dapat hidup dengan kebudayaannya itu. Binatang memperoleh cara hidupnya (bukan
budaya) melalui pewarisan genetika berupa instink atau naluri yang alamiah belaka. Itulah
sebebnya dunia kehidupan (cara hidup) binatang sifatnya general dan homogen. Sebaliknya,
disebebkan oleh pola-pola pendidikan dan sejarah serta kondisi lingkungan alam yang berbeda-
beda, maka kebudayaan atau dunia kehidupan masyarakat manusia sifatnya berbeda-beda
(diversity/hetrogenity) diantara berbagai masyarakat suku bangsa di dunia dari dahulu hingga
sekarang.

2. Wujud Kebudayaan
Selanjutnya, kebudayaan dengan unsur-unsurnya, menurut Koentjaraningrat, dapat
dianalisis (diuraikan, dijelaskan) dalam tiga wujud atau rupa yakni (1) wujud
ideasional/kognitif/mental, (2) wujud tindakan/praktik terpola dan (3) wujud kebendaan buatan
manusia. Wujud ideasional/kognitif/mental berupa klasifikasi pengetahuan, pendapat
(wawasan, pemahaman, pemaknaan), nilai keyakinan/kepercayaan, pandangan hidup, ideology,
norma/aturan, moral/etika, emosi dan perasaan kolektif, refleksi/intropeksi diri, dan intuisi,
yang kait mengait membengtuk satu kesatuan menyeluruh disebut “system budaya” (cultural
system).

3. Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai unsur-unsurnya yang saling terkait secara fungsional
membentuk suatu kesatuan menyeluruh (holistic). Di antara sekian banyak unsur kebudayaan
dari setiap suku bangsa pendukungnya berbeda-beda, terdapat tujuh unsur umum (cultural
universal) yang ditemukan dalam setiap kebudayaan dimanapun dan kapanpun di dunia ini.
Ketujuh unsur umum kebudayaan tersebut, menurut Koentjaraningrat, adalah sebagai berikut:
 Sistem pengetahuan (knowledge)
 Sistem bahasa (languages)
 Sistem organisasi sosial (social organizations)
 Sistem mata pencaharian hidup (economy)
 Sistem peralatan hidup (technology)
 Sistem religi/agama dan kepercayaan (religion and belief)
 Sistem kesenian (arts)

BAB XIII

KEBUDAYAAN MARITIM II

A. Konsep Kebudayaan Maritim


Dalam kebudayaan antropologi, terdapat tiga pesifikasi kajian (dengan konsep/term
masing-masing) berkaitan hubungan masyarakat manusia dengan lingkungan laut. Pertama,
ialah antropologi maritime (maritime anthropology) yang penekanannya pada aktivitas
pelayaran dan pengetahuan serta teknologi dan infrastruktur berkaitan pelayaran (maritime
culture) (pins, 1965;1984).kedua, antropologi marin (marine anthropology) yang kajiannya
menekankan pada aktivitas pemanfaatan sumber daya laut (hayati dan nonhayati), terutama
penangkapan ikan, serta berbagai pranata yang berkaitan dengannya antara lain agama dan
kepercayaan, mitologi dan cerita rakyat, seni dan seremoni (marine culture) (Nishimura, 1976).
Ketiga, antropologi penangkapan iakn/perikanan (anthropology of fishing/fishery) yang
menakankan studinya pada aktivitas, pengetahuan, kelompok kerja, dan sarana prasarana serta
berbagai pranata berkaitan dengannya (fishermen/fishers culture) (Andersen dan Wadel, 1978;
Acheson, 1981, lette, 1985). Spesifikasi kajian seperti ini mengikuti rah pengembangan yang
ditempuh oleh setiap bidang ilmu yang dimaksudkan untuk pedalaman pemahaman pada
fenomena yang dikaji serta penajaman pendekatan teoritis yang diterapkan dan dikembangkan.

B. Unsur-unsur Kebudayaan Maritim


Kebudayaan bahari terdiri dari bagian/unsur-unsurnya yangs aling terkait, membentuk
kesatuan menyeluruh (holistic). Unsur-unsur tersebut berupa sitem-sistem
ideasional/kognitif/mental (gagasan, pengetahuan, kepercayaan, niali, norma, moral, emosi dan
perasaan kolektif, refleksi/intropeksi diri, intuisi), bahasa, kelompok/organisasi sosial, ekonomi
teknologi, seni dan religi berkaitan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa
laut. Setiap unsur kebudayaan maritime tersebut mengandung dan dapat dianalisis dalam tiga
wujud kebudayaan, yakni system budaya, system sosial, dan budaya materialnya.
1. Sistem Ideasional/Kognitif/Mental
a) Ide/Gagasan
Gagasan/ide-ide dalam budaya maritime (perikanan kenelayanan, kepelayaran)
tentu sangat luas. Berkenan dan pemanfaatan sumberdaya dan rekayasa jasa-jasa laut
dalam kebudayaan maritime Bugis, Bajo, Makassar, Mandar, dan Buton mengakar
beberapa gagasan utama saling terkait yang banyak menjadi pedoman bagi
keputusan/pilihan prilaku usaha nelayan.
b) Sistem Pengetahuan
System pengetahuan kebaharian dapat dikategorikan atas dua kategori, yakni
pengetahuan pelayaran, pengetahuan kondisi lingkungan dan sumber daya laut, dan
pengetahuan lingkungan sosial budaya. Bagi masyarakat maritime, ketiga subsistem
pengetahuan tersebut saling terkait secara fungsinal anatara satu dan lainnya.
Pengetahuan pelayaran. untuk kegiatan pelayaran, pelaut (perlayar dan
nelayan) mutlak memerlukan dan memiliki pengetahuan tentang musim, kondisi cuaca
dan suhu, kondisi dasar, dan tanda-tanda alam alinnyauntuk menentukan waktu-waktu
kegiatan pelayaran yang efektif dan menjamin keselamatan di laut. Masyarakat nelayan
dan pelayar di nusantara ini, misalnya, mempunyai pengetahuan tenatng dua tipe
musim utama, yaitu musim barat dan timur, dengan pola atau karakteristik masing-
masing, sebagai berikut:
 Bulan 12-6 berlangsungnya musim barat dengan hujan lebat, angina/badai
besar dan arus kuat dari arah barat ke timur tidak atau kurang memungkinakn
aktivitas nelayan dan pelayaran rakyat.
 Sebaliknya musim timur berlangsung antara bulan 7-12 ditandai dengan angina
dan arus gerak lemah dari timur ke barat memberikan peluang besar bagi
nelayan dan pelayaran rakyat beroperasi secara intensif.
 Dari musim barat ke timur ada musim beralihan berlangsung selama kurang
lebih 3 bulan (bulan 5-bulan 7) membawa angin dengan goncangan ombak
kurang menentu tak henti-hentinya. Di beberapa perairan terbuka di Indonesia
bagian timur, termasuk Sulawesi Selatan kecuali sebagian kecil Teluk Bone, sulit
di masuki selama musim peralihan tersebut.
 Nelayan pulan Sembilan, khusunya penangkap kerapu(sunu dalam istilah local),
mempunyai pengetahuan munculnya sunu dan ikan karang besar lainnya, yaitu
antara bulan 10-bulan 4. Mereka juga mengetahui bahwa dalam setiap bulan
musim hanya 15 hari, yaitu paruh kedua bulan itu, digunakan menangkap ikan,
selama 15 hari pertama dari setiap bulan musim ikan-ikan bersembunyi.
c) Sistem Nilai
Sistem nilai merupakan bagian ionti dari system budaya
(ideasional/kognitif/mental) yang saling terikat dengan sistem-sistem gagasan,
pengetahuan, kepercayaan, norma/aturan, dan lain-lain dalam kebudayaan
bersangkutan. System nilai berfungsi sebagai pedoman bagi setiap individu atau
kelompok (komunitas) dalam menentukan sikap, tindakan, dan memaknai segala hal
yang dianggap baik atau layak dalam hubungan manusia dengan lingkungan,
berkehidupan bersama, berekonomi, beragama, berteknologi, berkesenian dan l;ain-
lain.
d) Sistem Norma/Aturan
Sistem norma/aturan dalam setiap kebudayaan, termasuk kebudayaan
maritime, tentu sajaj berfungsi mengatur secara khusus perangkat-perangkat tindakan
kelompok atau individu dalam semua bidang kehidupan. Untuk kegiatan-kegiatan
pelayaran dan perikanan, misalnya, ada berbagai bentuk norma/aturan adat rekayasa
kelompom atau komunitas setempat yang tradisional sifatnya dan ada pula bentukan
pemerintah yang formal sifatnya. Diasumsikan bahwa norma/aturan, baik informal
tradisional maupun formal yang baru, berdasarkan pada pandangan dan nilai-nilai
budaya yang dianut.

2. Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat maritime banyak bebrbeda dengan yang digunakan
masyarakat di darat meskipun berasal dari suku bangsa yang sama. Perbedaan itu bukan
dari segi tatabahsa/gramtikanya, tetapi dalam hal perbendaharaan dan pemaknaan
kata-kata yang diucapkan sehari-hari menamai unsur-unsur dan gejala alam fisik dan
flora-fauna yang dimanfaatkan, lingkungan sosial untuk bergaul dan bekerjasama, sektor
kerja dan teknologi yang diterapkan, dan lain-lain.

3. Organisasi Sosial
Dalam masyarakat maritim, kelompok kerja/organisasi sosial yang merupakan salah satu
unsur universal kebudayaan dibutuhkan secara mutlak, bahkan melebihi masyarakat petani,
peternak, pemburu, dan peramu, pekerja sektor informal dan formal, dan sebagainya yang
ada di darat. Bagi masyarakat nelayan dan pelayar dalam smeua tingkat peradaban,
menurut bahan etnografi; kelompok kerja/organisasi sosial itu mempunyai multifungsi yang
kompleks.

4. Sistem Teknologi Kebaharian


Salah satu pembeda utama antara kebudayaan masyarakat maritime dan darat yang
sekaligus menjadi keunikian yang mencolok ialah kompeksitas tipe/bentuk dan variasi
teknologi digunakan. Kompleksitas tipe dan variasi teknologi kebaharian tersebut
menunjukkan perbedaan dari daerah suku bangsa ke daerah suku bangsa lainnya di dunia.
Berbagai factor menyumbang kepada diversitas dan variasi tipe teknologi kebaharian ialah
factor kreativitas dan inovatif local, sifat proses difasi unsur-unsur teknologi kebaharian
yang cepat, dan sikap keterbukaan masyarakat maritime merespons perubahan dari luar.

5. Seni Kebaharian
Kebudayaan maritime juga tidak luput dari unsur kesenian, terutama seni-seni
arsitektur/konstruksi kapal/perahu dan layar, ukir dan gambar dengan motif-motif dan
warna cat, lagu dan musik. Perahu-perahu Jawa dan Bali, India, dan Cina banyak dicirikan
dengan ukiran dan gambar binatang dengan kombinasi warna cat. Ukiran dan gambar
tersebut selain berfungsi seni, juga memuat makna akan gagasan dunia dan keyakinan
religius.

6. Sistem Religi dan Keyakinan


Pada esensinya, unsur religi (system kepercayaan/keyakinan dengan praktik seremonial)
dari suatu kebudayaan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan hubungan
atau kesatuannya dengan tuhan yang maha kuasa, pencipt alam semesta dan segala isinya.
Berikut, agama secara ideal dipahami sebagai yang berfungsi regulasi kehidupan bersama,
berhubungan dengan dan pengelolaan (pemeliharaan) pemanfaatan sumber daya alam
sebagai berkah dari-Nya. Agama dengan demikian, dipahami sebagai pedoman kehidupan
mayarakat manusia untuk selamat dunia dan akhirat.

7. Sistem Ekonomi Kebaharian


Konsep system ekonomi, termasuk system ekonomi kebaharian, dipahami sebagai saling
berkaitan antar subsistem-subsistem produksi (menghasilkan barang dan jasa), distribusi
(pemasaran dan pembagian hasil), dan konsumsi (pemanfaatan/alokasi barang dan jasa
pada berbagai kebutuhan) dari satu sektor ekonomi (system ekonomi dalam pengertian
sempit) dan keterkaitannya dengan pranata-pranata sosial budaya local (politik, agama,
kekerabatan, dan kesenian), yang dipengaruhi oleh kekuatan eksternal (ekonomi pasar,
demografi, politik nasional, inovasi teknologi, kondisi lingkungan fisik, dan sebagainya)
(system ekonomi dalam pengertian luas).

BAB XIV

PEMBANGUNAN BENUA MARITIM (PBMI)

1. Pengantar/Makna Pembangunan Maritim


a. Pembangunan benua maritime Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan Nasional
yang lebih menekankan pemanfaatan unsur maritime dan dirgantara. Pengertian ini lahir
tahun 1996 setelah dicanangkan sebagai tahun bahari dan dirgantara oleh Presiden Republik
Indonesia.
b. Pemikiran pem bangunan maritime Indonesia dilandasi oleh kenyataan bahwa
1) Lautan merupakan bagian terbesar wilayah RI dan merupakan factor utama yang harus
dikelola dengan baik guna mewujudkan cita-cita nasional.
2) Pengelolaan aktivitas pembangunan laut harus bersifat integral.

2. Keadaan dan Masalah Maritim Indonesia


a. Pembangunan maritime Indonesia harus dapat menggali potensi maritime untuk
membulatkan akselerasi pembangunan nasioanl yang diselenggarakan. Kenyataannya
selama ini ptensi maritime belum mendapatkan prioritas penanganan secara proporsional
sehingga berbagai kendala tak pernah dapat diatasi secara tuntas, terutama yang
menyangkut upaya memelihara langkah dan keterpaduan pembangunan.
b. Pembangunan maritrim memelurkan system pengelolaan terpadu, yaitu Sistem Pengelolaan
Terpadu Wilayah pesisir dan Lautan. Dalam pengelolaan ini sebagai masalah akan muncul,
berbagai konflik akan terjadi yang disebabkan oleh adanya degradasi mutu dan fungsi
lingkungan hidup yang antara lain disebabkan karena musnahnya hutan bakau, rusakn ya
terumbu karang, abrasi pantai, intrusi air laut, pencemaran lingkungan pesisir dan laut serta
perubahan iklim global.
c. Untuk dapat menjamin pembangunan maritime berbagai masalah tersebut harus dapat
diatasi secara tuntas.
d. Berbagai kendala umum yang muncuk dalam rangka pemanfaatan laut wilayah nusantara
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terkait dengan funggsi dan kedudukan laut.
e. Saat ini dapat diidentifikasi bahwa sedikitnya terdapat 12 unsur pembangunan maritime
yang terdiri dari: perikanan, perhubungan laut, industry maritime, pertambangan dan
energy, pariwisata bahari, tenaga kerja kelautan, pendidikan kelautan, masyarakat bahari
dan desa pantai, hukum tata kelautan, penerangan bahari, survey-pemetaan dan Iptek
kelautan, dan sumberdaya alam & lingkungan hidup laut dan pantai. Namun, didasarkan
pada asas maksimal, lestari, daya saing, prioritas, bertahap, berlanjutkan dan konsisten,
maka terdapat lima elemen utama yang keadaan danmasalah masing-masing adalah sebagai
berikut:
1) Perikanan
2) Perhubungan Laut
3) Industri Maritim
4) Pertambangan dan Energi, sumber potensial belum banyak diketahui, sedang untuk
mengetahuinya diperlukan modal besar, teknologi tinggi dan resiko yang besar dan
hingga kini kita masih sangat bergantung dari luar negeri.
5) Pariwisata Bahari

3. Pembangunan Maritim Indonesia Jangka Panjang


a. Tujuan pembangunan maritime Indonesia pada hakekatnya adalah bagian integral dari
tujuan pembangunan nasional dengan lebih memanfaatkan unsur maritime.
b. Dalam PJP II pembangunan maritime Indonesia dilakukan secara bertahap.
c. Khusus dalam pelita VII, kelima elemen pembangunan maritime Indonesia diarahkan pada:
1) Perikanan.
2) Memiliki daya saing yang tinggi dalam era globalisasi.
3) Pehubungan laut.
4) Industry maritime.
5) Pertambangan dan energy.
6) Pariwisata bahari.
7) Sejalan dengan sasaran pembangunan maritime maka dapat diproyeksikan kebutuhan
akan SDM dan Iptek yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai