Pada tahun 1975, Universitas Hasanuddin (Unhas) menetapkan “kelautan” sebagai Pola Ilmiah
Pokok (PIP) yang selanjutnya dikuatkan dalam rapat Senat Unhas dan dituangkan dengan Surat
Keputusan Rektor No.1149/UP-UH/1975 tertanggal 27 Desember 1975.
Pengertian PIP
PIP bukanlah satu disiplin ilmu melainkan merupakan orientasi pemikiran strategi dalam
pendidikan yang mencakup sejauh mungkin setiap disiplin ilmu. Dengan demikian PIP diharapkan
merupakan arah pengembangan tri darma yang sekaligus akan memberikan nuansa spesifik kepada
berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan Perguruan Tinggi.
PIP bagi setiap Pendidikan Tinggi dilakukan melalui pemikiran-pemikiran yang mendasar, terkait
dengan keadaan lingkungan, kebudayaan dan sejarah kehidupan masyarakat luas tempat Pendidikan
Tinggi itu berdomisili. PIP diharapkan member warna dan nuansa pada universitas bersangkutan,
sehingga setiap luarannya memiliki kemampuan untuk memberikan kepada disiplin ilmu yang
dikembanmgkannya nuansa PIP almamaternya.
PIP dimaksudkan sebagai arah pengembangan dan nuansa spesifik Perguruan Tinggi dan roh
bagi pengembangan Iptek dan seni dilingkungan unuversitas dan akan mewarnai setiap bentuk luaran,
hasil-hasil penelitian maupun pengapdian pada masyarakat yang berujung pada dimilikinya keunggulan
kompetitif.
Melalui rapat kerja Unhas yang diselenggarakan di Tana Toraja pada tanggal 17-20 Desember
2009 serta berdasarkan Keputusan rapat Badan Pekerja Harian (BPH) Senat No. XXX, Unhas telah
menetapkan visi jangka panjang organisasi Unhas sebagai berikut:
Pusat unggulan dalam pengembangan Insani, Ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya berbasis
Benua Maritim Indonesia.
Visi Unhas
Mengandung makna adanya kebersamaan tekad seluruh sivitas akademika untuk menempatkan
Unhas sebagai entitas akademik yang tidak sebatas memfasilitasi, tetapi menstimulasi lahirnya segenap
potensi, proses, dan karya terbaik dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan,teknologi, seni, dan
budaya Benua Maritim Indonesia.
Misi Unhas
Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM) adalah salah satu komponen Mata Kuliah
Berkehidupan Bermayarakat (MBB) di Unhas yang mengintroduksi materi-materi kemaritiman, antara
lain potensi sumberdaya maritime, fakta demografi dan social ekonomi maritime, masyarakat maritime
beserta dinamikanya, nilai-nilai budaya maritime yang perlu dikembangkan dan dipromosikan yang
kesemuanya mengarah pada kharasteristik Benua Maritim dan pembangunananya.
Salah satu tujuan PIP disetiap Perguruan Tinggi adalah menjadi arah pengembangan dan nuansa
spesifik Perguruan Tinggi itu dan menjadi roh bagi pengembangan Iptek, seni dan budaya di lingkungan
universitas. Karena kelautan adalah PIP Unhas, maka mahasiswa Unhas dituntut memiliki kemampuan
dan komitmen yang tinggi terhadap pengembangan budaya maritime serta sanggup memberikan
nuansa kemaritiman kepada pengembangan dan aplikasi disiplin ilmunya.
PIP kelautan juga menjadi salah satu rujukan dalam perumusan visi Unhas. Dengan kata lain
bawah dari PIP menurunkan visi dan acuan pengembangan materi kuliah WSBM adalah penjabaran dari
visi yang ada.
BAB II
Wujud wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia membentang luas di cakrawala katulistiwa
yang merupakan Negara Kepulauan terbesar didunia terdiri dari zona pantai, landasan benua, lereng
benua, cekungan samudera di bawahnya dan udara di atasnya. Berdasar bangun wilayah laut yang
sangat luas, adanya kesatuan alamiah antara bumi, laut dan udara di atasnya serta kedudukan global
sebagai tepi benua (continental margin), maka wilayah nasional Indonesia mempunyai ciri-ciri benua,
oleh karena sangat tepat disebut Benua Maritim Indonesia (BMI).
BMI adalah bagian dari system planet bumi yang merupakan satu kesatuan alamiah antara
darat, laut dan udara di atasnya, tertata secara unik, menampilkan ciri-ciri benua dengan karakteristik
yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca, keadaan airnya, tatanan kerak bumi, keragaman biota,
serta tatanan social budayanya yang menjadi wilayah yuridis Negara Kesatuan Indonesia (NKRI) yang
secara langsung maupun tidak langsung akan menggugah emosi, prilaku dan sikap mental dalam
menentukan orientasi dan pemanfaatan unsur-unsur maritime di semua aspek kehidupan (Dewan
Hankamnas & BPTT, 1996:1-2).
Karakteristik BMI
BMI adalah suatu massa bumi yang keseluruhannya terdiri dari 17.508 pulau beserta segenap air
laut disekitarnya sampai sejauh 200 mil dari garis pangkalnya. Zona pesisir, landas benua, lereng benua,
cekungan samudera di bawahnya dan udara di atasnya (Dewan Hamkamnas & BPPT, 1996: 12).
BMI terbentang dari 92⁰ BT sampai dengan 141⁰ BT dan dari 7⁰20’LU sampai dengan 14⁰LS
merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari:
5.707 pulau yang telah bernama dan 11.801pulau yang belum bernama.
Luas perairan 3,1 juta km 2, luas perairan nusantara 2,8 juta km 2, luas laut territorial 0,3 juta km 2
dan luas perairan ZEE 2,7juta km2.
Panjang seluruh garis pantai 80,791 km (43.670 mil), panjang garis dasar 14.698 (7,945 mil).
BMI mempunyai kompleksitas dalam karakteristik cuaca dan iklim (meteorology dan
klimatologi), keadaan perairan laut (oseanografi), serta tatanan kerak bumi (geologi) yang menyebabkan
perbedaan potensi sumberdaya alam hayati dan non hayati dengan massa (benua) lainnya.
Kawasan barat BMI memanjang dari pantai barat Sumatera pantai timur Kalimantan Timur,
berciri systim Samudra Hindia ( bagian luar BMI), memanjang dari bagian barat Sumatera sampai ke
selatan Sumba, serta system laut jawa yang merupakan system perairan Sunda (lempeng benua Eurasia)
pada sebagian besar perairan Indonesia pada bagian dalam BMI.
Kawasan Timur BMI, memanjang dari bagian timur Kawasan Timur BMI sampai pada batas
paling timur dari wilayah yuridiksi Indonesia. Pada bagian luarnya ditempati oleh tepi benua Australia
(Laut Timur dan Laut Arafura) di bagian Selatan. Laut Karolina dan Samudera Pasifik dibagian timur dan
Laut Sulawesi di bagian utara. Sedangkan bagian dalam ditempati oleh Laut Flores di bagian barat, Laut
Belanda di bagian timur dan Laut Maluku di bagian paling utara.
Secara umum BMI diapit oleh dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan
dua benua yaitu benua Australia dab benua Asia yang di lalui oleh ekuator geografis dan meteorologis ,
serta merupakan pertemuan antara tiga lempeng kerak bumi (Eurasia,Indo-Pasifik dan Pasifik). Ditinjau
dari sudut pandang geologi kelautan, pakar kebumian (Earth Scientists) sepakat bahwa BMI adalah
merupakan salah satu laboratorium alam yang terlengkap di dunia. Wilayah BMI memiliki ciri cekungan
sedimen laut dalam (deep sedimentary basin) misalnya Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Gorontalo, Laut
Maluku. Selain itu berkembang pula 60 buah cekungan sedimen (sedimentary basin) yang
memungkinkan terakumulasikannya minyak dan gas bumi. Daerah-daerah lainnya merupakan jalur
gunung api dan gempa bumi, serta merupakan daerah mineralisasi.
BMI mengandung berbagai jenis sumberdaya alam yang terdapat di daratan kawasan pesisir,
laut dangkal, serta laut dalam. Sumberdaya alam ini dapat berperan sebagai pelengkap, pengganti
maupun pilihan satu-satunya bagi upaya pemenuhan kebutuhan umat manusia dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Para ahli menduga bahwa dibawah dasar laut Indonesia terdapat sumberdaya minyak dan gas
bumi yang besar. Diperkirakan juga bahwa dasar laut mengandung banyak bahan galian atau tambang.
Pada saaat ini hanya mineral-mineral letakan ( placer deposist ) terutama timah yang terdapat pada
system paparan Sunda (Sunda Shelf) di sector barat laut yang telah yang telah memberikan nilai
ekonomis bagi perekonomian Indonesia. Sedangkan agregat digunakan pada skala yang kecil, namun di
khawatirkan akan memberikan dampak pada lingkungan di kemudian hari.
Dengan fenomena – fenomena tersebut di atas, maka muncul berbagai kondisi yang merupakan
keunggulan komparatif BMI yang dapat didayagunakan bagi kepentingan umat manusia pada umumnya
dan bangsa Indonesia pada khususnya. Kondisi yang dimaksud adalah (Dewan Hankamnas dan
BPPT,1996 : 15):
a. BMI merupakan media yang ideal untuk menjangkau setiap titik pada hamparan Banua Maritim
terutama di kawasan laut.
b. BMI dengan keanekaragaman sumberdaya alam, baik hayati maupun non hayati yang ada di
dalamnya, memberikan peluang yang lebih besar dalam menetapkan pilihan bagi umat manusia,
terutama bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya.
BAB III
Dimensi Kewilayahan
Ditinjau dari kehidupan umat manusia, BMI dan planet bumi merupakan satu kesatuan yang
utuh. Dalam kaitan ini, setiap Negara pantai memiliki tepi benua sebagai bagian dari wilayah kedaulatan.
Dengan ciri-ciri dan kondisi yang terkait, maka BMI dalam pendayagunaannya mempunyai nilai tertentu
yang tidak sama bagi setiap wilayah atau kawasan di planet bumi.
Wilayah daratan dan perairan Indonesia mengandung kekayaan yang beranekaragam, baik yang
berada di dalam maupun di permukaan bumi. Wilayah Indonesia dihuni oleh penduduk yang jumlahnya
akan mencapai 250 juta jiwa pada tahun 2020 serta terdiri dari berbagai suku yang memiliki budaya
tradisi dan pola kehidupan yang beraneka ragam.
BMI sebagai aktualisasi Wawasan Nusantara dalam dimensi kehidupan nasional mencakup
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aktualisasinya dalam kehidupan bermasyarakat
adalah kehidupan bersama yang saling berinteraksi antara orang-orang dalam suatu kelompok, dimana
setiap orang atau pihak yang berkepentingan terhadap pihak lainnya saling mempunyai kewajiban.
Kehidupan berbangsa adalah kehidupan yang berkaitan dengan penyaluran aspirasi dan upaya
mewujudkan cita-cita bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa. Pemerintahan Negara sesuai
tugasnya mempunyai kewenangan untuk mengatur seluruh warga Negara dan penyelenggara Negara.
Oleh karena itu, kehidupan bernegara merupakan kehidupan yang didasari oleh keharusan atas
kesadaran untuk mentaati secara konsekuen aturan-aturan yang di keluarkan oleh Negara.
Wilayah Laut
Sesuai dengan Konsensi Hukum Laut 1982, Indonesia memiliki beberapa rejim laut yang di
bedakan berdasarkan derajat dan tingkat kewenangan dalam kaitannya dengan pengelola sumberdaya
kelautan, baik bagi Indonesia sendiri maupun dengan Negara tetangga. Secara prinsip rezim laut
tersebut meliputi empat bagian yaitu (Dewan Maritim Indonesia, 2007:49-51):
a. Wilayah laut dengan hak kedaulatan penuh bagi Indonesia atau dikenal sebagai wilayah
kedaulatan Indonesia yang meliputi Laut Pedalaman, Laut Pedalaman, Laut Nusantara dan Laut
Teritorial.
b. Wilayah laut dengan hak berdaulat atas kekayaan alam yang dikandung serta memiliki
kewenangan untuk mengatur hal-hal tertentu yang meliputi wilayah perairan Zona Tambahan,
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen.
c. Wilayah laut dimana Indonesia , memiliki kepentingan namun tidak memiliki kedaulatan
kewilayahan atau kewenangan dan hak berdaulat atas laut tersebut, meliputi wilayah perairan
laut lepas dan dasar laut Internasional diluar landas kontinen Indonesia.
d. Wilayah laut dengan hak kedaulatan penuh berarti bahwa di wilayah ini Indonesia memiliki
kedaulatan mutlak atas ruang udara dan dasar laut serta tanah di bawahnya meliputi:
1) Perairan Pedalaman
2) Perairan Nusantara
3) Laut Teritorial
Jenis wilayah laut yang lain bagi sebuah Negara kepulauan meliputi wilayah laut dengan hak
berdaulat atas kekayaan alam yang dikandung serta memiliki kewenangan untuk mengatur hal-hal
tertentu yang mencakup:
a) Zona Tambahan
b) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
c) Landasan Kontinen
d) Laut Lepas
Wilayah Udara
Seperti halnya wilayah laut, wilayah udara Indonesia memiliki ruang dirgantara yang luas,
apalagi berbeda dibawah khatulistiwa yang meiliki jalur Geostationary Orbit (GSO) dan batas ruang
udara dan ruang antariksa ditetapkan 100/100km.
Mengenai kpenentuan ketinggian wilayah udara suatu Negara, dijelaskan oleh beberapa teori
sebagai berikut:
a) Teori Keamanan yang menyatakan bahwa suatu Negara mempunyai kedaulatan atas wilayah
udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanan.
b) Teori Cooper (Cooper’s Control Theory) yang menyatakan bahwa ketinggian wilayah udara suatu
Negara ditentukan oleh kemampuan teknologi Negara itu menguasai wilayah udara yang ada di
atas wilayahnya.
c) Teori Schachter yang menyatakan bahwa batas ketinggian wilayah udara suatu Negara adalah
30 km atau sampai dengan balon dan pesawat terbang dapat mengapung dan diterbangkan.
BAB IV
Posisi geografis Indonesia dibelahan bumi ini berada di daerah tropis tepatnya dalam posisi
silang antara dua buah benua,yaiti benua Asia dan benua Australia selain itu juga diapit oleh dua buah
samudra, yaitu samudra Pasifik dan samudra Hindia (Nontji, 1993). Indonesia terbentang dengan
gugusan pulau-pulaunya dari Sabang sampai Merauke atau dari Miyangas sampai Pulau Rote
membentuk suatu tanah air Indonesia yang juga disebut sebagai Nusantara atau sering Perairan
Nusantara.
Hubungan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia di daerah khatulistiwa hanya dapat
terjadi melalui perairan Indonesia, pertukaran massa air antara kedua samudra tersebut terjadi melalui
beberapa selat yang diapit oleh pulau-pulau yang terdapat di perairan Nusantara. Ini mempengaruhi
biota laut, termasuk pola migrasi beberapa jenis ikan laut termasuk ikan ruaya (migratori) yang
melakukan migrasi mengikuti pola arus melalui selat-selat yang bertebaran di perairan Nusantara.
Luas Wilayah
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, luas seluruh wilayah Indonesia
ditambah dengan jalur laut 12 mil yaitu 5,8 juta km 2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2 luas wilayah
laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 km2 perairan teritoroal ; 2,8 juta km 2 perairan nusantara atau perairan
kepulauan) atau sekitar 62% dari luas teritorialnya.
Indonesia diberikan kewenangan memanfaatkan perairan laut yang termasuk ZEE (ZONA
Ekonomi Eksklusif) seluas 2,7 juta km 2 untuk kepentingan eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan
sumberdaya hayati maupun non-hayati untuk tujuan penelitian.
Menurut perhitungan yang dilakukan oleh tim CIDA/Bappenas (1988), pada tahun 1987 nilai
ekonomi total yang dihasilkan oleh sebelas kegiatan pembangunan (pemanfaatan) sumber daya pesisir
dan lautan sebesar 36,6 triliun, atau sekitar 22% dari total produk domestik bruto. Kemudian pada tahun
1990, kontribusi ekonomi kegiatan sektor kelautan tersebut meningkat menjadi menjadi Rp.43,3 triliyun,
atau sekitar 24% dari total produk domestik bruto, dan menyediakan kesermpatan kerja bagi sekitar 16
juta jiwa (Dahuri, 1998). Kenaikan kontribusi ini terutama disebabkan oleh kegiatan minyak dan gas,
perikanan, dan pariwisata. Sumber daya dapat pulih terdiri dari: hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun dan rumput laut, sumberdaya perikanan laut serta bahan-bahan bioaktif. Sedangkan
sumberdaya tidak dapat pulih terdiri atas: seluruh mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga kelas
yaitu kelas A ( mineral strategis; gas,dan batu bara ), kelas B (mineral vital; emas, timah, nikel, biuksit,
bijih besi, dan cromite), dan kelas c (mineral industry; termasuk bahan bangunan dan galian seperti
granit, kapur, tanah liat, kaolin, dan pasir).
BAB V
Secara geografis Sulawesi Selatan terletak pada posisi 0⁰ 12’ LS dan 116⁰ 48’-122⁰ 36’ BT dan
diapit oleh tiga wilayah laut yaitu: Teluk Bone di sebelah Timur, Laut Flores di sebelah Selatan dan Selat
Makassar di sebelah barat dan berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah sebelah
utara dan Propinsi Sulawesi Tengah sebelah timur, (BPS, 2005). Sebagai wilayah yang sebagian besar
berada di daerah pesisir, Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai potensi sumber daya kelautan dan
perikanan yang sangat besar, misalnya luas wilayah penangkapan ikan di Sulawesi Selataan sebesar
48.000 km2 (Dinas Perikanan & Kelautan Prop. Sulsel, 2002). Wilayah pesisir Sulawesi Selatan umumnya
terdiri atas sedimen alluvial. Dengan kondisi perairan tropis kisaran suhu perairan 26⁰-29⁰C dan pada
perairan yang lebih dangkal suhu dapat mencapai 34⁰C.
Luas Wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan Ibukota Makassar, dengan luas wilayah daratan secara keseluruhan
45.574,48 km, dengan panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km merupakan salah satu Provinsi di Kawasan
Timur Indonesia yang mempunyai wilayah perairan pantai dan laut cukup luas. Secara administrasi
Provinsi Sulawesi Selatan terbagi atas 23 kabupaten/kota; masing-masing Kabupaten Luwu Timur,
Kabupaten Luwu Utara, Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto,
Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep,
Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap,Kabupaten Soppeng,
Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Toraja. Sulawesi Selatan memiliki sejarah keterkaitan yang erat
dengan kehidupan laut, dan budaya masyarakat yang kaya akan pengalaman kehidupan pesisir dan
petualangan di laut.
Kondisi geografis Provinsi Sulawesi Selatan menggambarkan potensi sumber daya alam yang
kaya baik di darat maupun di laut. Panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km, Pemda Sulawesi Selatan
bertanggung jawab mengelola wilayah laut dan pesisir seluas kurang lebih 60.000 km 2 di daerah ini juga
di kenal gugusan kepulauan antara lain: Kepulauan Spermonde atau Kepulauan Sengkarang, Kepulauan
Pangkep, dan Atol Takabonerate.
Sulawesi Selatan jika ditinjau dari konteks pesisir maka luas sumberdaya alami yang di
manfaatkan berupa kegiatan penangkapan ikan dan wisata. Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan
sebesar 620.480 ton/tahun, dengan rincian: Selat Makassar 307.380 ton/tahun, Laut Flores 168.780
ton/tahun dan Teluk Bone sebesar 144.320 ton/tahun. Pada tahun 2003, produksi penangkapan ikan
laut sebesar 354.434 ton atau meningkat 10,5% dari tahun sebelumnya, dengan nilai total Rp.
1.285.348.397. Sulawesi Selatan hanya ada empat PPI YAITU PPI Paotere di Makassar, PPI Lappa di
Sinjai, PPI Pontap di kota Palopo, dan PPI Boddia di Takalar. Wilayah pesisir Sulawesi Selatan memiliki
potensi lahan budidaya laut sebesar 600.500 ha dan potensi lahan tambak sekitar 150.000 ha, dengan
tingkat pemanfaatan 84.832 ha (Dahuri,2004).
Lamun merupakan ekosistem pesisir lainnya, di jumpai pada perairan pantai yang dangkal
diantara terumbu karang dan mangrove/pantai. Sulawesi Selatan dikenal tujuh genera lamun yaitu:
Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodomea, syngodium dan Thallassodendrum. Selain
mangrove dan lamun, yaitu Ekosistem Terumbu Karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisisr
yang penting selain Karena peran perlindungan pantai juga menjadi tempat hidup berbagai biota
asosiatif seperti rumput laut (algae), cacing laut, moluska, ular laut, bulu babi, teripang, bintang laut dan
tidak kurang dari 200 jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
BAB VI
Potensi pembangunan yang terdapat diwilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga
kelompok:
Potensi yang dihasilkan dari wilayah perairan Indonesia pada tahun 1987 sekitar Rp 36,6 triliun atau
sekitar 22% dari total produk domestick bruto (Dahuri et al 2001). Berdasarkan jenisnya sumberdaya
kelautan dibagi menjadi sumberdaya yang dapat pulih (renevable resources), sumberdaya yang tak
dapat pulih (unrenevable resources), energy kelautan dan jasa-jasa lingkungan sebagai berikut:
C. ENERGI KELAUTAN
- Gelombang
- Pasang surut
- OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion)
- Angin
1. Perikanan Tangkap
2. Perikanan Budidaya
3. Industri Pengolahan Produk Perikanan
4. Industri Bioteknologi
5. Pariwisata Bahari dan pantai
6. Pertambangan dan Energi
7. Perhubungan Laut
8. Industr Kapal, Bnagunan Laut, dan Pantai
9. Ekosistem Pesisir dan Laut: Hutan Pantai (mangrove); Padang Lamun; Terumbu Karang.
10. Pulau-pulau kecil
11. Benda-benda berharga
BAB VII
Penduduk Nelayan
Menurut asal usul tempat pemukiman, penduduk nelayan di Indonesia dapat dibedakan
atas penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau dan penduduk nelayan yang berasal dari
keluarga yang tinggal secara terpisah dikawasan pemukiman perkotaan, pinggiran kota, dan
daerah-daerah pedalaman.
Pelayar yang mencakup pengusaha dan pekerja transportasi laut merupakan kategori
penduduk pemangku budaya bahari tulen. Banyak kalangan ilmuwan, terutama sejarahwan,
menganggap para pelayar sebagai kelompok masyarakat maritime murni karena dicirikan
dengan aktivitas pelayarannya yang intensif mengarungi lautan antar pulau, antar Negara, dan
bahkan antar benua.
Dalam melakukan aktivitasnya, penduduk bahari terutama nelayan dan pelayar di dunia
mempunyai ciri mobilitas geografi (migrasi atau pengembaraan) yang tinggi, melebihi mobilitas
geografi kelompok-kelompok pemburu binatang di kawasan hutan dan padang rumput yang
luas di darat. Penduduk nelayan sebagai pemanfaat dumber daya perikanan tujuannya ialah
daerah-daerah penangkapan (fishing grounds) di perairan pesisir dan laut dalam, sedangkan kea
rah darat tujuannya ialah pusat-pusat pemukiman penduduk dalam lingkungan.
BAB VIII
Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu
merupakan masyarakat maritim. Dalam catatan sejarah, terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia menguasai lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas sampai ke
pesisir Madagaskar dan Afrika Selatan. Fakta Prasejarah Cadas Gua yang terdapat di pulau-pulau Muna,
Seram dan Arguni yang diperkirakan berasal dari 1000 tahun SM dipenuhi dengan lukisan perahu-
perahu layar. Juga ditemukan beberapa artefak suku Aborigin di Australia yang diperkirakan berasal dari
2500 tahun SM serupa yang ditemukan di Pulau Jawa. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa bangsa
Nusantara sudah berhubugan dengan suku Aborigin di Australia lewat laut.
Sekitar tahun 1600, jauh sebelum datangnya orang-orang Belanda, raja Gowa yang ke-14 I
MANGURANGI DG MANRABIA SULTAN ALAUDDIN mendirikan keratin Sumba Opu, dan disekelilingnya
itu berdiam 2000 kepala keluarga Portugis.
Orang-orang Makassar pada masa itu amat berani berlayar mengarungi lautan luas, sehingga
orang Portugis menggelar mereka Celebes De Makassares, yang berarti orang-orang Makassar yang
ulung dan mahsyur dan De Berumde Makassar kata orang-orang Belanda. Hal ini telah diperkuat
dengan adanya bukti dalam buku Lontara Lagaligo pada abad X Sawerigading (putera raja Luwu II) sudah
melayari negeri-negeri seperti Maluku, Ternate, Gorontalo, Cina, Jawa, Malaka, Posi Tauna, Asia
Tenggara, Kamboja, dan Madagaskar. Dimana Sawerigading mengadakan pelayaran dengan maksud
muhibah dan pengenalan dunia.
BAB IX
KONSEP DASAR SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA I
1. Pengertian Sistem
Suatu system didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang
membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian
dapat disebut suatu system kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity),hubungan
fungsional, dan tujuan yang berguna.
Secara etimologis istilah system berasal dari bahasa Yunani, yaitu sistema yang artinya
adalah sehimpunan dari bagian atau komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama
lain secara teratur dan merupakan satu keseluruhan.
Menurut Talcott Parsons, system sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada
adanya saling ketergantunagn antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses
yang mengatur hubungan tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu system
yaitu bahwa system social cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan.
2. System Sosial
Premis mayor Talcott Parson tentang “fungsional imperative” atau yang disejajarkan
pengertiannya oleh banyak ahli sebagai konsep “fungsional structural” ialah, bahwa (1).
Masyarakat adalah sebuat system, (2). System social ini eksis karena dibangun oleh sejunmlah
sub-sistem yang fungsional, (3). Pengkomplesan system selalumengarah pada keseimbangan
(equilibrium). Karena itu, dalam setiap system social, terdapat empat fungsi penting yang dapat
direkayasa agar keseimbangan social dapat terwujud, yaitu apa yang diistilahkan sebagai AGIL:
(A). Adaptation, (G). Goal Attainment, (I). Integration, (L). Latensi.
Adaptation (adaptasi): sebuah system yang harus menjalankan fungsinya untuk
menanggulangi situasi eksternal yang gawat, system harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya. Karena itu, fungsi
adaptasi memerlukan rekayasa system pada tingkatan kebutuhan yang diharapkan, agar
fungsi penyesuaian dapat berlangsung secara persuasive.
Goal Attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistemyang harus menjalankan fungsinya
untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Fungsi ini juga memerlukan
rekayasa system untuk pencapaian tujuan utamanya.
Integration (integrasi): sebuah system yang harus menjalankan fungsinya untuk megatur
hubungan antar bagian-bagian atau sub-sub system yang menjadi komponennya.
System juga harus menjalankan fungsinya mengatur hubungan antar fungsi lain (A,G,L).
pada fungsi intregrasi, dimana rekayasa system diharapkan dapat menjangkau fungsi
lain (A,G,L) terutama dalam rangkaian hubungan antar sub-sub sistemnya, guna
mewujudkan integrasi social.
Latensi (pemeliharaan pola): system harus menjalankan fungsinya untuk melengkapi,
memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menopang motivasi. Karena itu, fungsi latensi juga memerlukan
adanya rekayasa system untuk dapat memelihara pola-pola kultural dalam mewujudkan
keteraturan social.
BAB X
KONSEP DASAR DAN SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA II
Sistem Budaya
2.1 Nilai
Nilai (budaya) adalah konsep mengenai apa yang hidup dalam pikiran sebagian besar
dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga yang
memberi arah orientasi pada kehidupannya.
2.2 Norma
Norma (Norm) adalah aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai
sesuatu.
2.3 Pengetahuan
System pengetahuan masyarakat manusia berkembang dengan pesat dari waktu ke
waktu. Hal ini dikarenakan bahwa manusia memiliki kelebihan disbanding makhluk lain yaitu
manusia memiliki daya-daya psikis inilah manusia mencoba memahami diri dan
kehidupannya sendiri, kehidupan orang lain, baik sebgai individu maupun sebagai
masyarakat.
2.4 Mata Pencaharian
Manusia sebagai makhluk hidup mutlak memerlukan sejumlah kebutuhan hidup guna
kelangsungan hidup dan kehidupannya. Di antara kebutuhan hidup itu adalah kebutuhan
akanpangan, sandang dan tempat tinggal yang merupakan kebutuhan utama (primer) untuk
kelangsungan (survive) hidupnya. Untuk memperoleh kebutuhan tersebut, manusia
berupaya melakukan kegiatan produktif dan inilah yang disebut mata pencaharian hidup.
2.5 Kepercayaan
Dalam banyak kebudayaan di dunia, kepercayaan atau keyakinan merupakan unsur
penting dan mendasar dalam kehidupan masyarakat manusia. Kepercayaan menyangkut
keyakinan akan adanya sesuatu yang mengatur dan mngendalikan hidup dan kehidupan
manusia.
2.6 Bahasa (Simbolisasi)
Bahasa adalah suatu system bunyi yang kalau digabungkan menurut aturan tertentu
menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.
Meskipun manusia pertama-tama bersandar pada bahasa untuk saling berkomunikasi satu
sam lain, tetapi bahasa bukanlah satu-satunya sarana komunikasi. Sarana-sarana lain ialah
para bahasa (paralanguange) yaitu system gerakan tubuh yang digunakan untuk
menyampaikan pesan (message).
BAB XI
MASYARAKAT MARITIM
A. Konsep Masyarakat
Masyarakat, menurut Koentjaraningrat (1980), ialah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu system adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kesatuan hidup manusia yang disebut masyarakat
ialah berupa kelompok, golongan, komunitas, kesatuan suku bangsa (ethnic group) atau
masyarakat Negara bangsa (nation state). Interaksi yang kontinyu ialah hubungan pergaulan dan
kerjasama antar anggota kelompok atau golongan, hubungan antar warga Negara bangsa. Adat
istiadat dan identitas ialah kebudayaan masyarakat itu sendiri.
BAB XII
KEBUDAYAAN MARITIM I
1. Definisi Kebudayaan
Mengacu kepada realitanya, kebudayaan ialah dunia kehidupan masyarakat manusia itu
sendiri, yang berbeda dengan dunia kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Perbedaannya
ialah manusia memperoleh kebudayaan melalui proses belajar dalam lingkungan masyarakatnya
dan hanya dapat hidup dengan kebudayaannya itu. Binatang memperoleh cara hidupnya (bukan
budaya) melalui pewarisan genetika berupa instink atau naluri yang alamiah belaka. Itulah
sebebnya dunia kehidupan (cara hidup) binatang sifatnya general dan homogen. Sebaliknya,
disebebkan oleh pola-pola pendidikan dan sejarah serta kondisi lingkungan alam yang berbeda-
beda, maka kebudayaan atau dunia kehidupan masyarakat manusia sifatnya berbeda-beda
(diversity/hetrogenity) diantara berbagai masyarakat suku bangsa di dunia dari dahulu hingga
sekarang.
2. Wujud Kebudayaan
Selanjutnya, kebudayaan dengan unsur-unsurnya, menurut Koentjaraningrat, dapat
dianalisis (diuraikan, dijelaskan) dalam tiga wujud atau rupa yakni (1) wujud
ideasional/kognitif/mental, (2) wujud tindakan/praktik terpola dan (3) wujud kebendaan buatan
manusia. Wujud ideasional/kognitif/mental berupa klasifikasi pengetahuan, pendapat
(wawasan, pemahaman, pemaknaan), nilai keyakinan/kepercayaan, pandangan hidup, ideology,
norma/aturan, moral/etika, emosi dan perasaan kolektif, refleksi/intropeksi diri, dan intuisi,
yang kait mengait membengtuk satu kesatuan menyeluruh disebut “system budaya” (cultural
system).
3. Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai unsur-unsurnya yang saling terkait secara fungsional
membentuk suatu kesatuan menyeluruh (holistic). Di antara sekian banyak unsur kebudayaan
dari setiap suku bangsa pendukungnya berbeda-beda, terdapat tujuh unsur umum (cultural
universal) yang ditemukan dalam setiap kebudayaan dimanapun dan kapanpun di dunia ini.
Ketujuh unsur umum kebudayaan tersebut, menurut Koentjaraningrat, adalah sebagai berikut:
Sistem pengetahuan (knowledge)
Sistem bahasa (languages)
Sistem organisasi sosial (social organizations)
Sistem mata pencaharian hidup (economy)
Sistem peralatan hidup (technology)
Sistem religi/agama dan kepercayaan (religion and belief)
Sistem kesenian (arts)
BAB XIII
KEBUDAYAAN MARITIM II
2. Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat maritime banyak bebrbeda dengan yang digunakan
masyarakat di darat meskipun berasal dari suku bangsa yang sama. Perbedaan itu bukan
dari segi tatabahsa/gramtikanya, tetapi dalam hal perbendaharaan dan pemaknaan
kata-kata yang diucapkan sehari-hari menamai unsur-unsur dan gejala alam fisik dan
flora-fauna yang dimanfaatkan, lingkungan sosial untuk bergaul dan bekerjasama, sektor
kerja dan teknologi yang diterapkan, dan lain-lain.
3. Organisasi Sosial
Dalam masyarakat maritim, kelompok kerja/organisasi sosial yang merupakan salah satu
unsur universal kebudayaan dibutuhkan secara mutlak, bahkan melebihi masyarakat petani,
peternak, pemburu, dan peramu, pekerja sektor informal dan formal, dan sebagainya yang
ada di darat. Bagi masyarakat nelayan dan pelayar dalam smeua tingkat peradaban,
menurut bahan etnografi; kelompok kerja/organisasi sosial itu mempunyai multifungsi yang
kompleks.
5. Seni Kebaharian
Kebudayaan maritime juga tidak luput dari unsur kesenian, terutama seni-seni
arsitektur/konstruksi kapal/perahu dan layar, ukir dan gambar dengan motif-motif dan
warna cat, lagu dan musik. Perahu-perahu Jawa dan Bali, India, dan Cina banyak dicirikan
dengan ukiran dan gambar binatang dengan kombinasi warna cat. Ukiran dan gambar
tersebut selain berfungsi seni, juga memuat makna akan gagasan dunia dan keyakinan
religius.
BAB XIV