Anda di halaman 1dari 47

Mini Research

“ANALISIS PENGENDALIAN PENCEMARAN SUNGAI DELI DI


KAMPUNG BADUR LINGKUNGAN X KELURAHAN HAMDAN
KECAMATAN MEDAN MAIMUN”

Mata Kuliah : Konservasi Sumber Daya Alam

Dosen Pengampu : Meilinda Suryani Harefa, S.Pd,M.Si

Oleh :

Asri Patiar Br Regar ( 3173331003 )

Agung Paskah Iman Gea ( 3172131009 )

Belfri Luiz Fernando Silitonga ( 3172131011 )

Darlina Siallagan ( 3173331007 )

Evelina Gurning ( 3173331012)

PRODI JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Mini Research mengenai Analisis Pengendalian Pencemaran Sungai Deli
di Kampung Badur Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun.. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Meilinda Suryani Harefa,
S.Pd,M.Si .yang telah membimbing penulis untuk membuat tulisan ini agar
semakin baik. Dan juga kepada teman yang telah membantu penulis untuk
memberikan masukan ataupun bahan dukungan dalam pembuatan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa pembuatan tulisan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritikan maupun saran
dari para pembaca untuk membenahi pembuatan tulisan yang berikutnya. Semoga
tulisan ini dapat menjadi bacaan yang mampu menambah wawasan bagi para
pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan
banyak manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Medan, November 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan..................................................................................1

Latar Belakang................................................................................1

Rumusan Masalah..........................................................................2

Tujuan Penelitian...........................................................................3

Manfaat Penelitian.........................................................................3

BAB IITinjauan Pustaka.......................................................................4

Kajian Teori...................................................................................4

Penelitian Relevansi......................................................................15

BAB IIIMetode Penelitian.....................................................................18

Jenis Penelitian.............................................................................18

Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................18

Populasi dan Sampel Penelitian....................................................18

Teknik Pengumpulan Data...........................................................18

Teknik Analisis Data....................................................................19

BAB IV Karakteristik Wilayah Penelitian...........................................20

Gambaran Umum Kelurahan........................................................20

Komposisi Penggunaan Tanah Kelurahan....................................21

Sejarah Kelurahan.........................................................................25

BAB V Hasil dan Pembahasan.............................................................. 27

BAB VI Penutup......................................................................................32

Kesimpulan....................................................................................32

Saran...............................................................................................33

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang
jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut
merupakan drainase alam yang mempunyai jaringan sungai dengan
penampangnya, mempunyai areal tangkapan hujan atau disebut Daerah Aliran
Sungai (DAS) (Siregar, 2004). Di dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai,
sungai yang berfungsi sebagklai wadah pengaliran air selalu berada di posisi
paling rendah dalam landskap bumi, sehingga kondisi sungai tidak dapat
dipisahkan dari kondisi Daerah Aliran Sungai (PP 38 Tahun 2011).
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal
dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan
berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada di dalamnya (Wiwoho, 2005).
Perubahan kondisi kualitas air pada aliran sungai merupakan dampak dari
buangan dari penggunaan lahan yang ada (Tafangenyasha dan Dzinomwa,
2005) Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan
permukiman serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak
terhadap kondisi hidrologis dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Selain itu,
berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal
dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah
yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria,
2003).
Pencemaran air yang terus meningkat telah menurunkan kualitas air di
seluruh dunia. Pencemaran air disebabkan oleh jumlah manusia dan kegiatan
manusia yang beragam. Pencemaran yang mengakibatkan penurunan kualitas
air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,
limbah usaha peternakan, perhotelan, rumah sakit dan limbah tersebar.
Sedangkan non point sources, seperti: limbah pertanian, perkebunan dan
domestik. Dalam perusahaan/industri yang besar masalah penanggulangan air
limbah dapat diatasi karna memiliki modal yang lebih, namun akan berbeda

1
dengan industri yang skalanya masih kecil atau menengah mereka belum
mampu untuk mengatasi masalah air limbah (Asmadi dan Suharno, 2012)
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di Kota
Medan. Mulanya, pada masa kerajaan Deli, sungai ini merupakan urat nadi
perdagangan ke daerah lain. Saat ini, luas hutan di hulu Sungai Deli hanya
tinggal 3.655 hektare, atau tinggal 7,59 persen dari 48.162 hektare areal DAS
Deli. Padahal, dengan luas 48.162 hektare, panjang 71,9 km, dan lebar 5,58
km, Selain itu, kini limbah mencemari sungai. Pencemaran Sungai Deli, 70
persen di antaranya diakibatkan limbah padat dan cair. Limbah domestik padat
atau sampah yang dihasilkan di Kota Medan 1.235 ton hari. Sungai Deli saat
ini berubah fungsi sebagai tong sampah yang panjang dan melebar.
Sungai Deli yang berubah menjadi tong sampah yang panjang dan
melebar yang sudah tercemar membuat peneliti ingin melakukan penenlitian
yaitu “Analisis Faktor dan Penyebab Pencemaran Sungai Deli di Kampung
Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun” dengan
tujuan ingin mengetahui apakah faktor dan penyebab hanya karena masyarakat
atau ada faktor dan penyebab lainnya dengan mengambil satu kawasan yaitu
Sungai Deli di Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun.
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
penelitian ini sebagai berikut:
1. Apa Faktor Penyebab Pencemaran Air Sungai Deli di Kampung Badur
Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun?
2. Bagaimana Solusi dalam mengatasi pencemaran air Sungai Deli di
Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan
Maimun?

C. Tujuan Penelitian
Dilihat dari rumusan masalah maka dapat diambil tujuan penelitian ini
adalah sebagi berikut:

2
1. Untuk menganalisis faktor penyebab pencemaran air Sungai Deli di
Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan
Maimun.
2. Mencari Solusi dalam mengatasi pencemaran air Sungai Deli di Kampung
Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Bertambahnya pengetahuan khususnya faktor dan penyebab
pencemaran air . Sungai Deli di Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan
Hamdan Kecamatan Medan Maimun.
2. Manfaat Praktis
a. Peneliti
Menambah pengalaman dan pengetahuan untuk melakukan
penelitian khususnya faktor dan penyebab pencemaran air . Sungai
Deli di Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun.
b. Masyarakat
Menambah wawasan untuk menjaga dan melestariakan sungai
yang ada dilingkungan sekitar.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Sungai Deli
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di Kota
Medan, provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Mulanya, pada masa kerajaan
Deli, sungai ini merupakan urat nadi perdagangan ke daerah lain. Saat ini,
luas hutan di hulu Sungai Deli hanya tinggal 3.655 hektare, atau tinggal
7,59 persen dari 48.162 hektare areal DAS Deli. Padahal, dengan luas
48.162 hektare, panjang 73 kilometer (km), dan lebar 5,58 m, DAS Deli
seharusnya memiliki hutan alam untuk kawasan resapan air sedikitnya
seluas 140 hektare, atau 30 persen dari luas DAS.
Sungai ini mengalir di bagian utara pulau Sumatra yang beriklim hutan
hujan tropis (kode: Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger). Suhu
rata-rata setahun sekitar 24 °C. Bulan terpanas adalah Januari, dengan suhu
rata-rata 26 °C, and terdingin Desember, sekitar 22 °C. Curah hujan rata-
rata tahunan adalah 2862 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah
Oktober, dengan rata-rata 446 mm, dan yang terendah Juni, rata-rata
129 mm.
Pada masa kerajaan Deli, sungai ini menjadi urat nadi perdagangan ke
daerah lain. Sebab sungai deli dijadikan jalur transportasi dalam aktivitas
perdagangan pada masa itu. Pada masa kejayaannya Sungai Deli
memberikan sumbangsi yang cukup besar dalam menumbuhkembangkan
Kota Medan. Di mana cikal bakal Kota Medan hanya merupakan sebuah
perkampungan kecil yang bernama “Medan Putri”,Perkembangan Medan
Putri menjadi sebuah kota tidak terlepas dari posisinya yang strategis. Ia
terletak antara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Kedua sungai
tersebutlah yang menjadi jalur lalu lintas perdagangan yang ramai. Lalu
berkembang menjadi pelabuhan transit para pedagang. Dengan demikian,
kedua sungai tersebut sangat mempengaruhi sejarah, budaya dan kondisi
sosial masyarakat Kota Medan. Tapi, baik buruknya kualitas sebuah kota

4
juga dapat dilihat dari kondisi sungai yang ada di kota tersebut. Rendahnya
penghargaan yang diberikan oleh masyarakat kota terhadap sungai akan
mengakibatkan sungai mengalami degradasi kualitas juga.
2. DAS Deli
DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan satu kesatuan bentangan lahan
yang berfungsi sebagai penangkap, menampung dan pengalir air hujan ke
suatu titik yang disebut sungai.  Sampai pada akhirnya menuju ke laut atau
danau. Kawasan DAS juga terdri dari berbagai sumber daya yang saling
mendukung, antara lain sumber daya alam, manusia dan intitusi yang
semuanya saling mempengaruhi. Salah satu indikator yang dapat dijadikan
ukuran dalam melihat baik buruknya DAS adalah jumlah debit air di sungai
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, kita dapat melihat bahwa kondisi Sungai Deli
saat ini dapat dikatakan sangat buruk. Semakin menurunnya debit air yang
disediakan Sungai Deli menjadi satu alasannya. Menurut desertasi Gindo
Maraganti Hasibuan, yang juga Wakil Kepala Dinas Pengairan Sumut.
Bahwa perbandingannya 10;315 m3/detik atau 1;31,5. Grafik debit air
sungai deli dari tahun 1990-2004, cendrung menurun dari rata-rata 17
m3/detik (1990) menjadi rata-rata 8-10 m3/detik (2004). Jika diasumsikan
rata-rata debit air Sungai Deli adalah 10-12 m3/detik. Sedangkan sampai
tahun 2008 kebutuhan akan debit air di Sungai Deli mencapai 14,5
m3/detik. Ini membuktikan bahwa semakin menurunnya debit air Sungai
Deli merupakan bukti buruknya pengelolaan DAS Deli. Tak hanya soal
debit, juga permasalahan kontinuitas, ketersediaan dan kualitas juga
menjadi ukuran penting yang harus dilihat. Tingkat degradasi kualitas
Sungai Deli berada pada tingkat yang menghawatirkan.
Menurut Harian Kompas (17/12/05) bahwa hasil penelitian Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bappedalda) Provinsi Sumatera Utara
menunjukkan air sungai deli yang dijadikan sample tidak layak digunakan
untuk mandi dan cuci. Dari hasil penelitian itu Bappedalda Sumut tersebut
ternyata bukan saja sungai deli yang airnya tidak layak. Beberapa sungai
besar lainnya yang ada di Kota Medan seperti Sungai Babura, Sungai

5
Precut dan Sungai Belawan pun diperkirakan kualitas airnya hampir sama
dengan Sungai Deli.
Salah satu penyebab menurunya kualitas air sungai itu adalah
pencemaran limbah padat dan cair. Limbah domestic (bersumber dari
rumah tangga atau pemukiman)seperti sampah dan juga limbah cair hingga
kini belum terkelola dengan benar. Begitu juga limbah cair yang dihasilkan
industri. Tak heran bila Bappedalda Sumut menyebutkan Sungai Deli
dikotori oleh 70% limbah domestik, sementara 30% sisanya dikotori oleh
limbah industri.
Pada tingkat domestik, pengotoran Sungai Deli lebih disebabkan oleh
belum tingginya kesadaran masyarakat dan pengelola pemukiman tentang
peran sungai terhadap keberlanjutan hidup bersama. Sungai cendrung
dijadikan lubang sampah yang paling efektif. Perspektif tidak mau repot
mengurusi limbah karena tak bernilai ekonomis telah mengindikasikan
rendahnya tingkat kesetiakawanan sosial masyarakat Kota Medan.
3. Pengertian Air Sungai
Sungai merupakan saluran terbuka yang terbentuk secara alami di atas
permukaan bumi, tidak hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya
dari bagian hulu menuju ke bagian hilir dan ke muara (Junaidi, 2014).
Menurut Putra (2014), sungai dapat diartikan sebagai aliran terbuka
dengan ukuran geometrik (tampak lintang, profil memanjang dan
kemiringan lembah) berubah seiring waktu, tergantung pada debit,
material dasar dan tebing, serta jumlah dan jenis sedimen yang terangkut
oleh air. Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
sungai merupakan wadah atau alur alami maupun buatan yang didalamnya
tidak hanya menampung air akan tetapi juga mengalirkan mulai dari hulu
menuju muara.
Menurut Junaidi (2014), proses terbentuknya sungai berasal dari mata
air yang mengalir di atas permukaan bumi. Proses selanjutnya aliran air
akan bertambah seiring dengan terjadinya hujan, karena limpasan air hujan
yang tidak dapat diserap bumi akan ikut mengalir ke dalam sungai.
Perjalanan dari hulu menuju hilir, aliran sungai secara berangsur-angsur

6
menyatu dengan banyak sungai lainnya, Penggabungan ini membuat tubuh
sungai menjadi semakin besar. Peraturan Pemerintah RI No. 38 tahun
2011, suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan disebut
dengan daerah aliran sungai (DAS).
Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang SDA memaparkan bahwa
DAS memiliki bagian yang disebut dengan sub DAS yaitu yang menerima
air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap
DAS terbagi habis ke dalam Sub-sub DAS. Adapun pada sempadan sungai
memiliki aturan untuk perlindungan kawasan sungai dan sekitarnya sungai
yang terdapat di kawasan sendiri dengan sempadan 5 – 10 meter berupa
jalur hijau atau jalan inspeksi. Menurut Asdak (2007: 4), DAS merupakan
suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya kelaut melalui sungai utama. Wilayah daratan
tersebut dinamakan daerah tangkapan air (catchment area) yang
merupakan suatu ekosistem yang unsur utamanya terdiri atas sumber daya
alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat
sumber daya alam.
Norhadi, dkk., (2015) dalam penelitian mengklasifikasikan sungai
menurut para ahli maupun lembaga seperti Kern, Okologie, Helfrich et al,
dan LFU. Kern (1994) mengklasifikasikan sungai berdasarkan lebarnya,
mulai dari kali kecil yang bersumber dari mata air hingga bengawan
dengan lebar lebih dari 220 meter. Heinrich dan hergt dalam Atlas
Okologie (1999) mengklasifikasikan sungai berdasarkan lebar sungai dan
luas DAS. Sungai kecil disebut juga dalam bahasa inggris brooks,
branceches, creeks, forks, dan runs, tergantung bahasa lokal masing-
masing daerah yang ada. Semuanya berarti sungai kecil sedangkan
terminologi yang membedakan antara sungai kecil (stream) dan sungai

7
besar (river) hanya tergantung kepada pemberi nama pada pertama kalinya
(Helfrich et al. dalam Atlas okologie, 1999). Selanjutnya sungai kecil
didefinisikan sebagai air dangkal yang mengalir di suatu daerah dengan
lebar aliran tidak lebih dari 40 m pada muka air normal, sedangkan kondisi
yang lebih besar dari sungai kecil disebut sungai atau sungai besar. LfU
(2000) mengklasifikasi sungai kecil atau sungai besar berdasarkan kondisi
vegetasi alamiah di pinggirnya. Disebut sungai kecil bila dahan dan
ranting vegetasi pada kedua sisi tebingnya bertautan dan dapat menutupi
sungai yang bersangkutan. Sedangkan pada sungai besar, dahan vegetasi
pada kedua sisi tebingnya tidak dapat bertautan karena terpisah cukup
jauh.
4. Kualitas Air Sungai
Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan
tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda
tergantung tujuan penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk
irigasi memiliki standar mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi.
Kualitas air dapat diketahui nilainya dengan mengukur kondisi fisika,
kimia dan biologi (Rahayu, 2009). Menurut Agustiningsih, dkk. (2012),
kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari
daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan
berkaitan dengan aktivitas manusia. Kualitas air sungai dapat diamati
dengan melihat status mutu air. Status mutu air menunjukkan tingkat
kondisi mutu air sumber air dalam kondisi tercemar atau kondisi baik
dengan membandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
Menurut Mahyudin, dkk. (2015), status mutu air sungai menunjukan
tingkat pencemaran suatu sumber air dalam waktu tertentu, dibandingkan
dengan baku mutu air yang ditetapkan. Sungai dapat dikatakan tercemar
apabila tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukaannya secara
normal/keluar dari ambang batas yang telah ditentukan. Klasifikasi dan
kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001.

8
Berdasarkan Peraturan Pemerintah, kualitas air diklasifikasikan menjadi
empat kelas yaitu:
a. Kelas I: dapat digunakan sebagai air minum atau untuk keperluan
konsumsi lainnya.
b. Kelas II: dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.
c. Kelas III: dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan dan mengairi tanaman.
d. Kelas IV: dapat digunakan untuk mengairi tanaman
Kriteria kualitas air untuk tiap-tiap kelas didasarkan pada kondisi
fisikkimia, biologi dan radioaktif. Secara sederhana, kualitas air dapat
diduga dengan melihat kejernihan dan mencium bau pada air. Namun
terdapat bahan-bahan pencemar yang tidak dapat diketahui hanya dari bau
dan warna, melainkan harus dilakukan serangkaian pengujian. Hingga saat
ini, dikenal ada dua jenis pendugaan kualitas air yaitu fisik-kima dan
biologi (Rahayu, 2009).
5. Pencemaran Air
Perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sebagai habitat
dari semua jenis makhluk hidup, mulai dari ukuran mikro hingga makro.
Perairan yang alami memiliki sifat yang dinamis dan aliran energi yang
kontinu selama sistem didalamnya tidak mengalami gangguan atau
hambatan seperti pencemaran (Lukman, 2006). Menurut Nugroho (2006),
pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman
organisme perairan seperti benthos, perifiton, serta plankton. Hal ini
menyebabkan sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis
perairan mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan
yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas
daya dukung lingkungan yang bersangkutan.
Secara mudah air tercemar dapat dilihat dengan mudah, melalui kondisi
fisik air, misalnya dilihat dari tingkat kekeruhan, warnanya yang
transparan dan tembus cahaya, atau dari baunya yang menyengat hidung.
Air tercemar juga dapat diketahui dari matinya atau terganggunya

9
organisme perairan, seperti ikan, tanaman, dan hewan-hewan yang
berhubungan dengan air terebut (Herlambang, 2006). Menurut Peraturan
Pemerintah NO. 82/2001, pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke
mktingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Dari kedua pendapat tentang definisi pencemaran
air secara tersirat bahwa pencemaran air adalah berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu.
6. Tinjauan Umum Tentang Bahan Pencemar
a. Limbah Domestik Limbah adalah segala macam sisa dari adanya suatu
kegiatan yang tidak dimanfaatkan lagi baik untuk kegiatan produksi
lebih lanjut, untuk konsumsi, maupun untuk distribusi dan sisa tersebut
kemudian dibuang ke badan air, udara ataupun tanah (Amalia, 2015).
Limbah ini apabila melebihi daya tampung lingkungan akan dapat
menciptakan pencemaran lingkungan baik lingkungan air, udara
maupun tanah. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau
dimasukinya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain
kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas alam turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi
kurang sesuai peruntukannya (Sudarmadji, 2006). Menurut Ahmad
(2009) Pencemaran air didefinisikan sebagai suatu peristiwa masuknya
zat-zat ke dalam air yang mengakibatkan kualitas (mutu) air tersebut
menurun, sehingga dapat mengganggu atau membahayakan kesehatan
masyarakat. Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari
kamar mandi, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan dan rumah
tangga, apotek, rumah sakit, rumah makan dan sebagainya. Secara
kuantitatif limbah tersebut terdiri dari zat organik baik berupa padat
atau cair, bahkan berbahaya dan beracun (B3), garam, lemak, dan
bakteri (Sasongko, 2006).

10
b. Limbah Industri Pabrik industri mengeluarkan limbah yang dapat
mencemari ekosistem air, pembuangan limbah industri ke sungai dapat
menyebabkan berubahnya susunan kimia, bakteriologi serta fisik air.
Polutan atau limbah yang dihasilkan oleh pabrik dapat berupa logam
berat (misal; timbal, tembaga dan seng) dan panas. Air yang tinggi
temperaturnya sulit menyerap oksigen yang pada akhirnya akan
mematikan biota air. Selanjutnya dijelaskan jumlah air limbah yang
berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar
kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, volume
penggunaan air dan teknologi pengolahan air limbah (Effendi, 2003).
c. Limbah Pertanian Pupuk dan pestisida biasa digunakan para petani
untuk merawat tanamannya. Namun pemakaian pupuk dan pestisid
yang berlebihan dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung
kandungan yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air yang tidak
terkendali ini menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan oleh
deterjen. Limbah pestisida mempunyai altifitas dalam jangka waktu
yang lama dan ketika terbawa aliran air keluar dari daerah pertanian,
dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang dan
hewan air lainnya. Pestisida mempunyai sifat relatif tidak larut dalam
air, tetapi mudah larut dan cenderung kandungannya meningkat dalam
lemak dan sel-sel tubuh makhluk hidup disebut Biological
Amplification (Warlina, 2004). Manfaat pestisida yaitu mengendalikan
beberapa penyakit tanaman untuk meningkatkan produktivitas
pertanian dan pengendalian hama. Resiko utama adalah kontaminasi
lingkungan terutama translokasi dalam lingkungan dimana pestisida
dapat masuk melalui rantai makanan pada lingkungan perairan yang
berpotensi untuk terjadinya bioakumulasi. Permukaan air dapat
terkontaminasi oleh limbah pertanian seperti pestisida dan pupuk yang
terbawa oleh air hujan ke sungai yang dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran air (Atiam, 2010).

11
7. Dampak Pencemaran Air
Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni
air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak
seimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan
asam dsb. Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari
kegiatan pertanian telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di
luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan
pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen yang seharusnya digunakan
bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika
tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih banyak
oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori (KLH,
2004) - dampak terhadap kehidupan biota air - dampak terhadap kualitas
air tanah - dampak terhadap kesehatan - dampak terhadap estetika
lingkungan 18 4.1. Dampak terhadap kehidupan biota air Banyaknya zat
pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen
terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan
dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi
perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat
beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan
air. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara
alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan
air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri juaga akan membawa
dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan
dahulu.
a. Dampak terhadap kualitas air tanah Pencemaran air tanah oleh tinja
yang biasa diukur dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala
yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di
Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya
pencemaran tersebut.
b. Dampak terhadap kesehatan Peran air sebagai pembawa penyakit
menular bermacam-macam antara lain : - air sebagai media untuk

12
hidup mikroba pathogen - air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
- jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan
tak dapat membersihkan diri - air sebagai media untuk hidup vector
penyakit Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-
borne diseases, atau penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang
masih banyak terdapat di daerah-daerah. Penyakit-penyakit ini dapat
menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air
yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain,
bakteri, protozoa dan metazoa.
c. Dampak terhadap estetika lingkungan Dengan semakin banyaknya zat
organic yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut
akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang
menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika
lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat
mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut juga menyebabkan
tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau
sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak.
Inipun dapat mengurangi estetika.
8. Penanggulangangan Pencemaran Air
Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini meliputi
pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah satu upaya
serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran
air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini
merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang
berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dilakukan
secara bwertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-
sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di
bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004).

13
Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran,
yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis.
Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi
pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan
yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk
kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran.
Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara
jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi
AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku
disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada
perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan
mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat
mengurangi pencemaran. Sebenarnya penanggulangan pencemaran air
dapat dimulai dari diri kita sendiri.
Dalam keseharian, kita dapat mengurangi pencemaran air dengan cara
mengurangi produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap hari.
Selain itu, kita dapat pula mend ulang (recycle) dan mend pakai (reuse)
sampah tersebut. Kitapun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita
buang dari rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi masyarakat
kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita,
seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan
sebagainya. Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah
seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan
sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian
terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita
untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu
hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air
alam. Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan
yang bijaksana. Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi,
apakah nantinya akan menjadi sumber bencana yang persisten, eksplosif,
korosif dan beracun atau degradable (dapat didegradasi alam)? Apakah
barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan

14
tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan ? Teknologi dapat
kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air
bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara
baik, mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar.
Dari segi kebijakan atau peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah
ada. Bila kita ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka
penegakan hukumnya harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak
pilihan baik secara pribadi ataupun social (kolektif) yang harus ditetapkan,
secara sadar maupun tidak, yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran
dimanapun kita berada. Walaupun demikian, langkah pencegahan lebih
efektif dan bijaksana. Melalui penanggulangan pencemaran ini diharapkan
bahwa pencemaran akan berkurang dan kualitas hidup manusia akan lebih
ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang aman, bersih dan
sehat.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk mengetahui
sesuatu, oleh karena itu di dalam penelitian harus diadakan telaah terhadap
beberapa hasil penelitian terdahulu. Telaah tersebut diperlukan untuk
menunjang dan mengembangkan penelitian yang akan dilakukan.
Rahmadhani Fitri, dkk (2018) dengan penelitian yaitu Pengelolaan
Pencemaran Sungai Deli. Hasil penelitian menunjukan Sampah dengan sengaja
dibuang ke Sungai Deli seperti ban, wadah plastik, barang rongsokan lainnya
dan bahkan puing bangunan dengan maksud menyediakan habitat bagi
organisme akuatik. Namun demikian, materialsampah yang tak sedap
dipandang dan merupakan tanda kelalaian manusia yangmengabaikan nilai-
nilai estetika dan ekosistem alam. Walaupun upaya untuk meningkatkan
kesadaran lingkungan terus dilakukan, beberapa orang masih menggunakan
sungai sebagai tempat pembuanganuntuk barangbarang yang sudah tidak
diinginkan, termasuk sofa dan kasur, suku cadang kendaraan, sepeda,
keranjang belanja, tas, wadah bahan bakar, dan kaleng cat. Meskipun telah ada
peraturan pelarangan sampah, tampaknya kesadaran masyarakat sangat

15
menurun. Peraturan perlindungan kualitas airpun diabaikan secara sengaja.
Sungai yang terletak pada daerah yang rendah, menyebabkan sampah mengalir
secara gravitasi menuju sungai. Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan
sungai yang ada di Kota Medan, provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Pencemaran Sungai Deli, 70 persen di antaranya diakibatkan limbah padat dan
cair. Limbah domestik padat atau sampah yang dihasilkan di Kota Medan
1.235 ton hari. Perlindungan kualitas airpun terabaikan. Perlunya upaya
pengelolaan dalam penanggulan pencemaran sungai akibat sampah. Dengan
menggonakan proyeksi timbulan sampah dan Analisa SWOT dapat diketahui
program pengelolaan Sungai Deli. Aliran sungai Deli juga terletak di
Kelurahan Hamdan. Kelurahan ini memiliki wilayah seluas 52 ha yang terbagi
ke dalam 10 lingkungan. Luas Permukiman kelurahan Hamdan adalah
14,93Ha. Jumlah Penduduk pada tahun 2017 2.736 jiwa Jumlah Kepala
Keluarga 633 jiwa. Dari hasilanalisa pemilihan metode terbaik untuk proyeksi
jumlah penduduk diperoleh kelayakan metode geometri. Proyeksi penduduk
dihitung untuk mengetahui jumlah timbulan sampah sehingga diketahu
proyeksi timbulan sampah. Berdasakan analisa SWOT hasil skoring terhadap
faktor/lingkungan internal diperoleh total nilai kekuatan: 22, total nilai
kelemahan: 25 sehingga posisinya adalah -3. Sedangkan hasil skoring eksternal
diperoleh total nilai peluang: 25, total nilai ancaman: 30 sehingga posisinya
adalah -5. Posisi faktor internal dan eksternal sub-sektor persampahan pada
kuadran ini menunjukkan bahwa kelemahan dan ancaman lebih dominan
daripada kekuatan dan peluang.
Dyah Agustiningsih (2012) melakukan penelitian dengan judul Analisis
Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar
Kabupaten Kendal. Tujuan penelitian ini, menganalisis kualitas air Sungai
Blukar berdasarkan baku mutu kualitas air sungai menurut PP Nomor82 Tahun
2001 dan merumuskan prioritas strategi pengendalian pencemaran air sungai
yang perludilakukan. Sungai sebagai daerah penelitian ditetapkan sepanjang
18,70 km. Kualitas air sungaidiukur dan diamati pada 7 titik pengambilan
sampel. Analisis kualitas air dilakukan denganmenggunakan metode indeks
pencemaran. Analisis prioritas strategi pengendalian pencemaran airdengan

16
AHP. Hasil penelitian menunjukkan parameter BOD di titik 3,4,5,6 dan 7 serta
parameter COD di titik 7telah melebihi baku mutu air sungai Kelas II menurut
PP nomor 82 Tahun 2001. Telah terjadipenurunan kualitas air Blukar dari hulu
ke hilir yang ditandai dengan nilai indeks pencemaran yangcenderung semakin
meningkat berdasarkan kriteria sungai Kelas II menurut PP nomor 82
Tahun2001. Nilai indeks pencemaran berkisar antara 0,49 sampai 3,28. Status
mutu air sungai Blukar telahtercemar dengan status cemar ringan. untuk
menjaga kualitas air pada kondisi alamiahnyadiperlukan strategi pengendalian
pencemaran air sungai yang difokuskan pada (a) peningkatan peran masyarakat
baik masyarakat umum, petani maupun industri dalam upaya pengendalian
pencemaranair. (b) peningkatan koordinasi antar instansi yang berkaitan
dengan pengendalian pencemaran air,serta (c) mengintegrasikan kebijakan
pengendalian pencemaran air dalam penataan ruang.
Muhammad Dawud, dkk (2016), dengan judul penelitian Analisis
Sistem Pengendalian Pencemaran Air Sungai Cisadane Tanggerang Berbasis
Masyarakat. Tujuan Penelitiannya yaitu untuk menganalisa pencemaran di
wilayah sungai Cisadane Kota Tangerang, dan juga merumuskan beberapa
strategi pengendalian pencemaran air sungai yang mampu diterapkan dalam
kehidupan masyarakat secara berkelanjutan. Hasil penelitian ini yaitu Wilayah
Permukiman merupakan wilayah penyumbang bahan pencemar paling besar
yang menyebabkan penurunan kualitas air Sungai Cisadane karena masih
banyaknya penduduk wiliayah sungai Cisadane yang belum memiliki
jamban,SPAL.Masyarakat Kota Tangerang masih terdapat warga yang
melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) karena terbatasnya
kepemilikan jamban pribadi oleh masyarakat. Industri Pengelolaan Limbah
Tinja (IPLT) Di Kota Tangerang telah dibangun IPLT dengan kapasitas yang
masih terbatas dikarenakan minimnya teknologi dan ketersediaan truk
penyedot tinja serta minimnya biaya operasional sehingga belum mampu
menyediakan layanan yang optimal. SPAL rumah tangga yang ada saat ini
hampir separuhnya (46,1%) mengalami pencemaran, seperti mengandung
sampah atau limbah.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus dengan
pengumpulan, telaah, serta penjabaran data sekunder.Telaah dokumen dengan
cara mengumpulkan data-data melalui kepustakaan baik dari buku-buku,
dokumen-dokumen, arsip-arsip dan lain-lain yang berkaitan dengan fokus
penelitian. Dalam hal ini penulis berusaha mengumpulkan data yang akurat
dengan cara: Studi Pustaka, Observasi, berupa pengamatan langsung kepada
subjek penelitian untuk mengumpulkan data yang diperlukan, yaitu berupa
pengamatan dan pengumpulan data terkait dengan fisik Sungai Deli.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan X Kampung Badur
Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, Medan Provinsi Sumatera
Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 dan 13 November 2020
pukul 11.00-16.00 Wib.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh DAS Deli. Sampel adalah bagian dari populasi
(sebagian atau wakil populasi yang diteliti) sampel pada penelitian ini yaitu
Tepi Sungai Deli di Kampung Badur Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan
Maimun, Medan Provinsi Sumatera Utara.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Dokumentasi pada dasarnya segala macam sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumen baik resmi maupun tidak resmi, buku-buku
harian dan semacamnya, baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan.
Metode dokumentasi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
pengumpulan data khususnya informasi tertulis.

18
2. Observasi
Metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan
melakukan kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera. Metode ini digunakan untuk mengetahui
kondisi Sungai Deli.
E. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kamera/HP, sebagai alat dokumentasi penelitian
2. Lembar Observasi
3. Alat Tulis
F. Teknik Analisis Data
Penelitian yang dilakukan yaitu bersifat kualitatif, menurut sifatnya
kualitatif. Jadi proses analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian
ini yaitu setelah data terkumpul, kemudian data dipilih terlebih dahulu.
Selanjutnya penulis akan mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
sehingga dapat dijadikan suatu keputusan yang objektif dengan mengambil
kesimpulan yang berdasarkan pada fakta-fakta yang ada dan merangkainya
menjadi jawaban dalam permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

19
BAB IV
KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kelurahan


Kampung Badur adalah salah satu pemukiman padat penduduk yang
terletak di tepi Sungai Deli, Medan. Letak wilayah pada posisi 30.30’ LU-
30.48’ LU dan 980.39’BT-980.47’36’BT dengan ketinggian 0 - 40 m di atas
permukaan laut. Suhu pada pagi hari berkisar 23,700C-25,100C, siang hari
berkisar 29,200C-320C, pada malam hari berkisar 260C-30,80C, suhu rata-
rata tahunan adalah 260C. dan kelembapan udara berkisar antara 68% sampai
93%.
Kelurahan Hamdan merupakan salah satu wilayah yang berada di
dalam cakupan Kecamatan Medan Maimun. Kecamatan Medan Maimun
terdiri dari beberapa kelurahan yang membentuknya, kelurahan-keluarahan
tersebut antara lain adalah Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Jati, Kelurahan
Hamdan, Kelurahan Sei Mati, Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan .
Pada tahun 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 48.995 jiwa.
Luasnya adalah 2,98 km² dan kepadatan penduduknya adalah 16.441,28
jiwa/km².
Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya bahwa fokus dari lokasi
penelitian adalah kelurahan Aur , tepatnya di salah satu lingkungan yakni
lingkungan X atau yang lebih dikenal dengan Kampung Badur . Secara
geografis dan secara administratif Kelurahan Aur berbatasan dengan:

a a. Sebelah Utara berbatasan dengan Keluarahan Kesawan

b b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukaraja

c c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Mesjid

d d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Aur


Kelurahan Hamdan terletak di tengah-tengah Kota Medan, tepatnya
disekitar jalan Brigjen Katamso. Jalan tersebut merupakan salah satu jalan
utama yang sering dilalui oleh masyarakat dan merupakan salah satu kawasan
pusat perdagangan yang ada di Kota Medan. Hal ini ditandai dengan

20
keberadaan rumah toko (ruko) yang menjual berbagai jenis kebutuhan
masyarakat. Tersedia juga fasilitas infrastruktur yang memadai yang bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat, baik yang bermukim disekitar jalan tersebut
maupun dari luar wilayah kelurahan . Kelurahan Hamdan adalah sebuah
kelurahan yang secara administratif dibagi menjadi 10 lingkungan, yaitu
lingkungan I sampai lingkungan X. Tiap-tiap lingkungan dikepalai oleh
Kepala Lingkungan atau biasa disebut Kepling. Luas wilayah yang dimiliki
sebesar ± 60 ha/m2. Kelurahan Hamdan merupakan salah satu wilayah
pemukiman di Kota Medan yang berdekatan dengan aliran sungai, yaitu
Sungai Deli, sungai yang seringkali meluap saat memasuki musim penghujan
dan menyebabkan kelurahan ini menjadi kawasan pemukiman yang rawan
banjir.

Sumber : Google Earth

B. Komposisi Penggunaan Tanah Kelurahan


Luas wilayah ± 60 ha yang dimiliki oleh Kelurahan Hamdan
digunakan sebagai lahan pemukiman tentunya, pekarangan, taman, pekantoran
dan prasarana umum lainnya. Luas pemanfaatan areal tanah dapat dilihat
dalam penyajian tabel di bawah ini: 15

21
Tabel 1 Komposisi Penggunaan Tanah Kelurahan

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa


pemanfaatan yang terbesar adalah wilayah pemukiman, sekitar 54% dari
keseluruhan wilayah yaitu 32,5 ha. Pemanfaatan selanjutnya adalah wilayah
pekarangan dan taman, sekitar 4% yaitu 2,5 ha. Untuk pemanfaatan wilayah
perkantoran memakan sekitar 17% dari keseluruhan wilayah yaitu 10 ha. Dan
pemanfaatan yang terakhir adalah wilayah prasarana umum lainnya sekitar
21% yaitu 12,5 ha.

Kelurahan Hamdan dan merupakan kelurahan yang lumayan padat


karena didiami oleh jumlah penduduk yang banyak berjumlah 9.086 jiwa
dengan 2.469 KK. Komposisi penduduk di kelurahan ini dibagi berdasarkan
usia, jenis kelamin, mata pencaharian, agama dan berbagai etnis.

Tabel 2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

No. Usia (tahun) Jumlah %

1. 0 – 6 tahun 1.019 11,21

2. 7 – 10 tahun 618 6,81

3. 11 – 16 tahun 882 9,71

4. 17 – 55 tahun 4.565 50,24

22
5. > 56 tahun 2.002 22,03

Total 9.086 100

Sumber: Kantor Kelurahan Hamdan 2012

Dapat dilihat bahwa dari keterangan tabel di atas jumlah usia penduduk
yang produktif masih lebih unggul yaitu 4.565 jiwa, kemudian disusul oleh usia
lanjut/manula di atas 56 tahun sebanyak 2.002 jiwa. Selanjutnya usia balita 0 – 6
tahun sebanyak 1.019 jiwa. Usia 11 – 16 tahun 882 jiwa dan yang terakhir adalah
usia remaja 7 – 10 tahun sebanyak 618 jiwa.
Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah %

1. Laki-laki 5.017 55,22

2. Perempuan 4.069 44,78

Total 9.086 100

Sumber: Kantor Kelurahan hamdan 2012

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kelurahan Hamdan jumlah


penduduk keluarahan pada data kantor kelurahan terakhir tahun 2012 adalah
9.086 yang terdiri atas 5.017 orang laki-laki dan 4.069 orang perempuan.
Perbandingan jumlah antara laki-laki dan perempuan yaitu 948 jiwa.

Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis (Suku Bangsa)


No Etnis (Suku Bangsa) Jumlah %
1. Aceh 75 0,82
2. Batak 181 2
3. Nias 176 7,95
4. Melayu 238 2,61
5. Minang 3.149 34,65
6. Jawa 164 1,80
7. China 5.065 55,75
8. India Tamil 38 0,41
Total 9.086 100

23
Sumber: Kantor Kelurahan Hamdan 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas penduduk di


kelurahan ini adalah yang bersuku cina, yaitu 5.065 jiwa atau sekitar 55,75% dari
jumlah keseluruhan penduduk. Penduduk terbesar yang jumlahnya berada diurutan
kedua adalah penduduk bersuku bangsa Minang yaitu 3.149 jiwa atau sekitar
34,65% dari jumlah keseluruhan penduduk, disusul dengan penduduk yang
bersuku bangsa Melayu, Batak, Nias, Jawa dan Aceh. Suku bangsa Cina yang
mendominasi kelurahan adalah efek dari adanya pengaruh ekonomi, orang Cina
yang lihai dalam berdagang juga mempengaruhi pola pembentukan keadaan rumah
diseluruh kawasan yang terdapat di wilayah Medan pada umumnya dan kelurahan
pada khususnya, yakni bentuk rumah yang sekaligus menjadi toko alias ruko
(rumah toko) sehingga tidak ada model rumah yang dapat dikatakan berbau atau
berbentuk etnik di kelurahan Hamdan.
Rumah biasanya menjadi identitas bagi setiap orang dan identitas yang
tampak pada kelurahan Aur terlihat dari jajaran ruko yang mendominasi jalan-jalan
di seluruh kawasan keluarah . Namun ruko yang ada tidak semuanya menjadi milik
penduduk yang berasal dari suku Cina saja, melainkan dari suku-suku yang lain.
selain itu alasan banyaknya pilihan penduduk di perkotaan yang menggunakan
ruko adalah karena alasan ekonomi, kepraktisan serta penghematan penggunaan
lahan yang semakin terbatas dan bernilai tinggi.
Keberagaman penduduk di kota seperti yang ada di kelurahan Hamdan
terlihat juga melalui komposisi penduduk berdasarkan agama. Suku bangsa yang
beragam juga membentuk keberagaman dalam hal agama. Agama merupakan
bagian dari sitem religi/kepercayaan dalam kehidupan masyarakat yang termasuk
ke dalam unsur kebudayaan.

C. Sejarah Kelurahan
Sejarah berdirinya Kelurahan Hamdan ini diawali ketika pada zaman
penjajahan Belanda. Perkebunan yang dikelola oleh Belanda memerlukan tenaga
kerja dalam mengerjakan perkebunan tersebut, oleh karena itu banyak pekerja yang

24
berdatangan ke Kota Medan, diantara pekerja tersebut terdapat pekerja-pekerja
yang berasala dari Padang, Sumatera Barat.
dalam bahasa Minang berarti bambu. sekitar tahun 1943-an ketiga orang
yang pertama kali menjadikan lahan ini berubah menjadi pemukiman adalah
Sabaruddin, Muncak Roro dan Amirudin, kemudian diikuti oleh pekerja-pekerja
suku minang lainnya. Titik pusatnya ketiga orang tersebut membuka lahan
pemukiman adalah di jalan Mantri (lingkungan III) dan di jalan Kampung
(lingkungan IV). Itu sebabnya Kampung di dominasi oleh orang Minang, bahkan
dari generasi ke generasi tetap bertahan untuk tinggal di Kampung . Mereka
menganggap Kampung adalah tempat titik berkumpulnya warga Minang.
Menurut cerita warga di Kampung Badur. Hal tersebut pernah di muat di
media cetak:“Dalam suatu versi sejarah, Khairil Anwar yang dikenal “gila”
membaca, berpenampilan necis dan mempunyai pergaulan luas ini diketahui lahir
di Kampung Badur Kota Medan, sebuah perkampngan legendaries yang hidup
dan berdenyut di jantung Kota Medan. Tak hanya Khairil, beberapa tokoh bangsa
yang lain seperti mantan Perdana Menteri RI, Sutan Sjahrir juga dikabarkan
pernah tinggal di kampung itu.” – Spektrum, edisi 2 Agustus 2009.
Jalan Mantri adalah salah satu titik penting di Kampung Badur . Di sana
masih ditemukan salah satu tempat di Medan yang masih memiliki rumah
panggung ala Melayu yang sudah berusia puluhan tahun. Ini yang menjadikan
Jalan Mantri sebagai salah satu situs sejarah kota Medan yang sesekali dikunjungi
wisatawan. Salah satu rumah bersejarah itu kini ditinggali oleh salah seorang
keturunan Abdul Mutholib, salah seorang tokoh lokal yang berasal dari Bonjol,
Sumatera Barat dan menetap di Jalan Mantri pada akhir abad 19.
Kampung yang menjadi salah satu pemukiman yang pada zaman kolonial
Belanda, merupakan tempat yang paling aman karena diapit oleh markas militer
dan polisi. Namun sekarang markas militer dan polisi tersebut sudah tidak bisa
ditemukan lagi pada saat ini karena sudah berganti menjadi bangunan lain dan
berubah fungsi. Jalan mantri ini dulunya merupakan pemukiman para mantra di
rumah sakit Belanda di Jalan Timor.

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

26
Kampung Badur lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan
Maimun memiliki 220 KK, dimana menurut responden sebanyak 20 orang
warga kampung Badur penggunaan air bersih berasal PAM PDAM masing
masing setiap rumah sudah ada. namun juga disediakan fasilitas 2 PAM
PDAM Umum. Dari hasil wawancara juga masyarakat terkadang memakai
sungai deli sebagai MCK, namun pada saat banjir mereka tidak memakai air
sungai Deli dikarenakan air tersebut membawa penyakit kulit seperti gatal –
gatal , diare dan deman ini dikarenakan bakteri jenis E. Coli yang dibawa oleh
air banjir. Gejala yang timbul biasanya berupa bercak-bercak merah pada kulit
yang terasa sangat gatal. Saat banjir tiba, sumber air bersih banyak yang
tercemar bakteri maupun virus. Fasilitas air bersih di pengungsian saat banjir
juga minim ketersediaan air bersih. Terkait sampah sebagian dari masyarkat
sekitaran Kampung Badur sudah memiliki tingkat kesadaran untuk tidak
membung sampah organic maupun anorganik ke sungai karena sudah ada
Dinas Kebersihan Lingkungan yang datang untuk mengambil sampah
tersebut, meskipun saluran dari kamar mandi masih dialirkan langsung ke
sungai.
Dari hasil wawancara , berbagai spesies ikan yang hidup di sungai Deli
kini didominasi ikan jenis intruder seperti ikan Lele, Gabus, sapu – sapu . Ikan
jenis intruder adalah sejenis ikan predator atau ikan yang mampu bertahan
hidup di dalam kondisi air yang sudah tercemar. Dari hasil wawancara warga
Kampung badur orang tionghoa seering membuang ikan lele sebanyak 3
drum disetiap perayaan imlek, menurut mereka ini kebudayaan toinghoa
dimana saat Hari Raya Imlek dipercayai bisa memperpanjang umur dan
membuang sial. Ritual ini dimaksudkan untuk meminta keselamatan dalam
menyambut tahun baru. Pemilihan jenis binatang yang dilepaskan
sebenarnya disesuaikan dengan kondisi lokasinya yang berdekatan dengan
sungai, bisa melepaskan ikan-ikan. pelepasan lele, adalah sebagai simbol
melepaskan kesengsaraan manusia di dunia. harapannya supaya manusia tidak
bernasib sama lele, nasibnya tidak dikurung namun dilepas ke alam bebas.

B. Pembahasan

27
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan adapun faktor-faktor dan
penyebab pencemaran air sungai deli Di Kampung Badur Kelurahan Hamdan
Kecamatan Medan Maimun yaitu:

a) Faktor-Faktor Pencemaran Air


Menurut Puspitasari, (2009) Ketidak sediaan air bersih secara umum di
sebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor
alam terjadi secara alamiah bentukan (kondisi) wilayahnya yang memang
sulit untuk mendapatkan air sehingga tidak tersedia air. Faktor manusia itu
di karenakan tercemarnya air bersih akibat aktifitas manusia. Dengan
tercemarnya sungai kandungan airpun akan terpengaruh. Dari hasil
penelitian yang dilakukan faktor alam yaitu adanya hujan kiriman dari
kota yang membawa sampah-sampah ke wilayah kampung badur, setiap
hujan diwilayah tersebut terjadi banjir lauapan. Dan faktor manusia
tercemarnya air yaitu karena membuang limbah masyarakat dan
membuang sampah sembarangan ke sungai.

b) Penyebab-Penyebab Pencemaran Air


a) Limbah Industri
Dari hasil wawancara Sumber pencemaran sungai-sungai di
Deli di Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun penyebabnya adalah berasal dari buangan limbah
industri seperi pembuangan limbah rumah sakit Martha Friska.
Menurut Soerjani (1991) pencemaran yang diakibatkan oleh buangan
limbah industri ini menyebabkan pencemaran kualitas air sungai
berupa : a. Turunnya kandungan oksigen (O2) yang larut kedalam
badan air b. Naiknya kekeruhan air dan warna air c. Tingginya kadar
PH dan meningkatnya toksinitas (keracunan) Ironis tampaknya,
industrialisasi yang pada mulanya bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat, ternyata mempunyai dampak negatif yang dapat
menyengsarakan manusia.

28
Disekitaran kampung badur terdapat beberapa hotel dan
rumah sakit yang membuang limbah ke sungai. Salah satu bukti
pembuangan limbah dari industri yaitu dapat dilihat gambar
dibawah ini:

Gambar.1. Pembuangan saluran dari industri rumah sakit Martha Friska ke


sungai. Gambar diambil dari atas jembatan

b) Limbah Rumah Tangga


Sumber pencemaran sungai Deli di Kampung Badur
Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun ini
bukan hanya disebabkan oleh limbah industri saja tetapi juga berasal
dari buangan limbah rumah tangga (permukiman). Bahkan buangan
limbah manusia yang berupa sampah, air kotor (tinja), deterjen dan
sisa minyak andilnya lebih besar bila dibandingkan dengan limbah
industri. Contoh nyata pembuangan limbah masyarakat yaitu
pembuangan saluran air yang secara nyata dibuang ke sungai melalui
pipa. Masih ada beberapa masyarakat yang menggunakan sungai
tersebut menjadi MCK( Mandi, Cuci, Kakus) sehingga menyebabkan
air sungai yersebut tercemar.
Lebih ringkas lagi Penyebab Penyebab-penyebab pencemaran air
adalah sebagai berikut:

29
a. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan
persampahan masih rendah Permasalahan yang mendesak
b. Sebagian masyarakat masih membuang sampah sembarang
c. Masyarakat belum terbudaya melakukan pengelolaan sampah sistem
3R
d. Masyarakat belum dilibatkan sepenuhnya dalam sistem pengelolaan
sampah
e. Pola pembinaan terhadap masyarakat masih kurang
f. Daya tampung dan daya dukung TPA yang semakin terbatas
g. Masih terbatasnya alokasi anggaran untuk program kegiatan
persampahan
h. Dukungan Pemda dalam hal pelaksanaan pengelolaan sampah masih
bersifat sektoral belum secara terpadu dan menyeluruh
i. Masih lemahnya penegakkan aturan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Persampahan

Gambar 2. pembuang limbah domestik rumah tangga oleh masyarakat Kampung


Badur Lingkungan X pinggiran sungai Deli
c) Konsepsi Nilai Budaya Masyarakat Terhadap Sungai
Ditinjau dari sudut pandang antropologis (sosial budaya),
kecenderungan orang atau masyarakat untuk membuang limbah dan
kotoran ke sungai telah menjadi adat atau kebiasaan, sejak dahulu kala
jauh sebelum adanya sarana dan prasarana sanitasi lingkungan seperti :

30
jamban keluarga (WC) dan Tempat Sampah (TPS dan TPA). Menurut
Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan,
Mentalitet dan Pembangunan, dikemukakan bahwa adat adalah wujud
ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengatur kelakuan
manusia. Oleh karena sistem kelakuan atau perilaku masyarakat
membuang limbah atau sampah tersebut sudah berlangsung lama
(turun temurun), maka tindakan atau konsepsi itu telah menjadi sistem
nilai budaya (culture value system) yang mempengaruhi pola berpikir
mereka dan menjadi pedoman berperilaku. Dalam konteks ini Barbara
Ward dan Rene Dubos menilainya sebagai suatu paradoks. Disatu
pihak manusia memanfaatkan air sungai untuk keperluan hidup sehari-
hari, seperti : mandi, cuci dan sumber air minum, tetapi dilain pihak
mereka mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan sampah
tampaknya masih melekat dalam alam pikiran manusia sampai
sekarang ini. Bukan hanya dilakukan oleh orang desa yang masih lugu
dan berpendidikan rendah saja, melainkan juga orang-orang kota dan
para industriawan di kota-kota besar yang berpendidikan tinggi dan
modern sekalipun. Semuanya masih mempunyai pola pikir primitif
yaitu sungai adalah tempat untuk membuang limbah, pollutan atau
kotoran baik yang berasal dari limbah rumah tangga dan limbah
industri.

C. Solusi Dalam Mengatasi Pencemaran Air Sungai


Pencemaran air berdampak buruk terhadap manusia dan mahluk lain.
Maka dari itu diperlukan cara untuk mengendalikan pencemaran air.
Penggunaan air khususnya air bersih untuk kegiatan sehari-hari tentunya
membuat manusia terhindar dari penyakit. Sebagian besar tubuh manusia
terdiri atas air, yang berfungsi sebagai pelarut dan peyusun segala sistem
tubuh manusia.
Agar air yang digunakan untuk kegiatan manusia tidak berdampak
negatif bagi manusia, maka perlu diketahui kualitas sumber air.Selain dari
segi kualitas, jumlah air juga harus memadai dalam rangka pemenuhan

31
kebutuhan manusia. Usaha untuk pengendalian pencemaran sungai antara
lain :
1. Limbah-limbah industri sebelum dibuang kesungai harus dinetralkan
dahulu sehingga tidak lagi mengandung unsur-unsur yang mencemari
perairan.
2. Melarang membuang sampah ke sungai, sampah harus dibuang
ditempat-tempat yang telah ditentukan.
3. Mengurangi penggunaan pestisida dalam membasmi hama tanaman.
4. Setiap perusahaan minyak diwajibkan memiliki peralatan yang dapat
membendung tumpahan minyak dan menyedotnya kembali. Dengan
demikian tumpahan minyak tidak akan menyebar luas sehingga
pengaruhnya terhadap pencemaran dapat berkurang.
5. Peranan masyarakat juga sangat penting terhadap pencemaran
lingkungan karena kurangnya kesadaran akan akibat-akibat yang
berdampak negatif karena pencemaran air sungai. Pemberdayaan
masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. Dalam
perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting kapasitas manusia
dalam upaya meningkatkan usaha untuk pengendalian pencemaran
sungai Cisadane Kota Tangerang. Slamet (2003), menjelaskan lebih
rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah
masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi,berkesempatan,
memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai
alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko,
mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak
sesuai dengan situasi.

Adapun tindakan konservasi yang kami lakukan daerah bantaran sungai,


Kampung Badur,Kelurahan Hamdan Kec. Medan Maimun

32
1. Edukasi kepada anak usia dini (pemahaman akan kebersihan
lingkungan)

Edukasi kebersihan kepada anak yang kamu lakukan adalah dengan


memberikan contoh baik kepada anak. Sejatinya, anak-anak akan lebih senang
untuk meniru suatu perbuatan dibandingkan diberi pemahaman secara lisan.

Maka dari itu, kami juga mengajarkan anak untuk membuang sampah
pada tempatnya, serta kami pun harus membiasakan diri untuk melakukan hal
yang serupa. Sebagai contoh kami memberi edukasi berupa ajakan untuk bergerak
mengutip sampah dan juga mengedukasi tentang pemahaman kebersihan
lingkungan, dengan begitu, anak-anak akan meniru apa yang kami lakukan, yaitu
membuang sampah pada tempatnya.

33
Salah satu cara yang bisa kami lakukan yaitu dengan memungut sampah
yang tercecer di sekitaran lingkungan banaran sungai kampung badur. Misalnya
seperti sampah bekas makanan atau minuman yang jatuh di sekitar pekarangan
rumah lingkungan mereka.Kami juga menyelipkan nasihat atau arahan sambil
kepada anak-anak untuk melakukan hal yang serupa dengan yang sedang kamu
lakukan saat itu, yaitu mengambil sampah yang berceceran.

2. Mengumpulkan sampah dan membuangnya di Bak pengumpulan yang


nantinya diambil oleh Dinas Kebersihan.

Setelah kami melakukan edukasi kepada anak – anak tentang


pemahaman kebersihan lingkungan dari mulai membuang sampah pada
tempatnya, dimana juga kami langsung mengajak anak – anak tersebut untuk
mengutip sampah seperti yang terlampir gambar diatas.

Adapun tindakan konservasi yang dibuat oleh masyarkat setempat


bantaran sungai di kelurahan Hamdan, kampung Badur, Kec. Medan Maimun

1. Memberdayakan sampah sebagai hiasan, seperti hiasan pot bunga seperti yang
terlampir di gambar.

34
2. Warga bantaran sungai di kampung badur kelurahan Hamdan Kec. Medan
Maimun juga turut membersihkan sampah sekitaran bantaran sungai dan
terjun langsung untuk melakukan salah satu tindakan konservasi pembersihan
sampah yang ada di sungai deli tersebut.

3. Warga masyakarat juga bekerja sama dengan komunitas Peduli Anak Sungai
Deli (Kopasude) dengan memberdayakan sampah – sampah tersebut dengan
ekobrick.

35
4. Dari hasil wawancara ibu Fatida anak dari pendiri sanggar minang 5 tahun
terakhir sebelumya pengelolaan sampah di kampung badur seperti bank
sampah, pengelolaan sampah organik menjadi pupuk dan non organik
juga pernah diterapkan oleh beberapa universitas disumatera Utara
dimana masyarakat diajak mengeloal sampah. Mereka berharap hal ini
terjadi lagi mengingat sampah saat ini semakin menumpuk didaerah
pinggiran sungai.

36
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan faktor alam yaitu adanya hujan
kiriman dari gunung yang membawa sampah-sampah ke wilayah kampung
badur, setiap hujan diwilayah tersebut terjadi banjir lauapan. Dan faktor
manusia tercemarnya air yaitu karena membuang limbah masyarakat dan
membuang sampah sembarangan ke sungai.

Penyebab-Penyebab Pencemaran Air yang ada di sungai Deli


Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan
Maimun, yaitu:

1. Limbah Industri, Disekitaran kampung badur terdapat yaitu


pembuangan saluran air yang secara nyata dibuang ke sungai melalui
pipa. Masih ada beberapa masyarakat yang menggunakan sungai
tersebut menjadi MCK( Mandi, Cuci, Kakus) sehingga menyebabkan
air sungai yersebut tercemar.

37
2. Konsep nilai budaya Masyarakat untuk membuang limbah dan kotoran
ke sungai telah menjadi adat atau kebiasaan, sejak dahulu kala jauh
sebelum adanya sarana dan prasarana sanitasi lingkungan seperti :
jamban keluarga (WC) dan Tempat Sampah (TPS dan TPA).
Usaha untuk pengendalian pencemaran sungai antara lain :
1.Limbah-limbah industri sebelum dibuang kesungai harus dinetralkan
dahulu sehingga tidak lagi mengandung unsur-unsur yang mencemari
perairan.
2.Melarang membuang sampah ke sungai, sampah harus dibuang
ditempat-tempat yang telah ditentukan. Mengurangi penggunaan
pestisida dalam membasmi hama tanaman.
3.Setiap industri diwajibkan memiliki peralatan yang dapat membendung
tumpahan minyak dan menyedotnya kembali. Dengan demikian
tumpahan minyak tidak akan menyebar luas sehingga pengaruhnya
terhadap pencemaran dapat berkurang.
4.Pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan
masyarakat menjadi mandiri.

B. Saran
Adapun saran penulis tentang Analisis Pengendalian Pencemaran Sungai
Deli Di Kampung Badur Lingkungan X Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun yaitu:
1. Masyarakat lebih memahami perlunya menjaga lingukungan sungai
dan apa saja dampak yang ditimbulkan apabila sungai tercemar.
2. Pemerintah lebih perduli dan mampu membuat strategi dalam
mengatasi pencemaran sungai. Melengkapi sarana dan prasarana untuk
menjaga kebersihan lingkungan sungai dan memberikan pengarahan
dalam pemakaiannya, seperti tempat samapah 3R.
3. Adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara pemerintah
dengan masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai seperti:
melakukan goting royong dan pemberitahuan apabila ada penggusuran
agar tidak terjadi bentrokan antara pemerintah dan masyarakat.

38
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, Dyah. dkk. 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian
Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Semarang: Universitas
Diponegoro

Dawud, Muhammad. dkk. 2016. Analisis Sistem Pengendalian Pencemaran Air


Sungai Cisadane Kota Tanggerang Berbasis Masyarakat. Bogor: Universitas
Ibnu Khaldun

Fitri, Rahmadhani. dkk. 2018. Pengelolaan Pencemaran Sungai Deli. Medan:


Universitas Pembangunan Panca Budi

Hutapea, Sumihar. 2012. Kajian Konservasi Daerash Aliran Sungai Deli Dalam
Upaya Pengendalian Banjir di Kota Medan. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada

https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Deli (diakses pada tanggal 26 Oktober 2019,


Pukul 19.00)

https://www.kompasiana.com/julyono/55be08d2e9afbd5c09bec082/sungai-deli-
cerminan-kebanggaan-kota-medan?page=all (diakses pada tanggal 26
Oktober 2019, Pukul 19.05)
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Sebagian besar masyarakat Kampung Badur lingkungan X


melakukan aktivitas seperti mencuci, mandi dan membersihkan
perlatan rumah di sungai Deli .

Gambar 2 Sampah –sampah yang tersangkut terbawa arus sungai Deli


Gambar 3. Wawancara bersama bapak Yudiansyah warga Kampung
Badur Sekaligus Ikut Organisasi Kominutas Peduli Anak Sungai Deli
(KOPASUDE)
Gambar 4. Bentuk bangunan masyarakat kampung Badur Lingkungan X
pinggiran Sungai Deli

Gambar 5. Wawancara langsung bersama abang Agung sekaligus kabid


organisasi KOPASUDE tentang pembuatan sampah ekobric dalam
pengelolaaan sampah sungai Deli
Gambar. 6 pembuang limbah domestik rumah tangga oleh masyarakat
kampung badur Lingkungan X pinggiran sungai Deli

Gambar 7 Sanggar Pendidikan Silaturami Kampung Badur, yang biasanya


dilakukan oleh masayrakat dalam kegiatan seperti belajar , sosialisasi
dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai