Anda di halaman 1dari 2

1.

Menurut pendapat saya bahwa DJP memiliki kewajiban untuk memproses


secara pidana siapapun yang melakukan tindak pidana pajak. Namun
demikian, sesuai dengan visi dan misinya, DJP wajib menyelenggarakan
sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien, serta dapat
dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme tinggi.
Berdasarkan hal tersebut dan sesuai dengan topik yang diangkat dalam
artikel ini, DJP wajib mempertimbangkan efisiensi penyelenggaraan
sistem administrasi per-pajakan dalam penegakan hukum pajak. Dalam
kasus di atas, penghentian penuntutan disertai pembayaran denda
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran negara. Tujuan tersebut mungkin
tidak tercapai apabila proses penuntutan dijalankan. Proses penuntutan dan
potensi pemidanaan bagi pelaku tindak pidana pajak justru akan
menambah biaya bagi Negara, serta menimbulkan ketidakpastian pada
penerimaan negara akibat proses hukum yang lama. Apabila biaya tersebut
lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka akan terjadi inefisiensi
pada sistem administrasi perpajakan, sehingga tidak sesuai dengan visi dan
misi DJP sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan paparan-
paparan di atas dan untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam
artikel ini dapat disimpulkan bahwa penerapan asas efisiensi pemungutan
pajak dalam hukum acara perpajakan memiliki supremasi terhadap asas
kesamaan dalam pemungutan pajak dan asas proporsionalitas dalam
penyelenggaraan Negara. Supremasi ini penting karena pemungutan pajak
dimaksudkan untuk mengisi kas Negara, sehingga DJP sebagai pemungut
pajak memiliki justifikasi untuk menge-sampingkan keadilan bagi para
WP dan masyarakat pada umumnya, apabila upaya mencapai keadilan
tersebut justru akan menambah biaya pemungutan pajak dan mengurangi
penerimaan Negara.
2. Menurut pendapat saya kasus di atas termasuk dalam With holding tax
system dimana besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan
wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. pemotongan penghasilan
karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan
tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut.
3. Menurut pendapat saya bahwa kasus di atas termasuk dalam sistem
Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang
membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada
fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. B memiliki
kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang nilainya telah ditentukan berdasarkan perhitungan oleh
Pemerintah Kabupaten tempat lokasi tanah dan bangunan tersebut. Dalam
sistem pemungutan pajak Official Assessment, wajib pajak bersifat pasif
dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak
oleh fiskus. Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam pelunasan
Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam
pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat
ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Jadi, wajib
pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup
membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT)
yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.

Anda mungkin juga menyukai