DI SUSUN OLEH :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan
intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan
pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan ilmu bioteknologi
telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara bioteknologi seperti obat peptide dan
atau produk gen. pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan
obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip bioteknologi.
Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat maupun untuk
obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan parental
menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur dan Lister
telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi mikroorganisme
pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, teknologi sterilisasi tidak berkembang secara
signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah ditemukan sejak tahun 1884, filtrasi membrane
pada tahun 1918, etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara berefisiensi tinggi ( HEPA,
high effiency particulate air ) pada tahun 1952, dan sungkup aliran udara laminar ( LAF )
pada tahun 1961.
Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima penyuntikan
obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui penyebabnya yaitu
pirogen yang dihasilkan bakteri.
Produksi injeksi mempunyai beberapa karakteristik khusus, seperti :
Aman secara toksikologi :
tetapi beberapa bahan tambahan formulasi tidak cukup aman jika diberikan dengan cara
penyuntikan
Steril :
bebas dari kontaminasi bahan pirogen ( termasuk endotoksin )
bebas dari partikel partikulat asing
Stabil :
tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi
dapat dicampur (kompatibel) dengan obat lain jika diberikan dalam bentuk campuran
(admikur) untuk pemberian obat secara intravena (jika diindikasikan dan diperlukan
Isotonis
Setiap karakteristik menimbulkan tantangan unik selama proses pengembangan,
manufaktur, pengujian, dan penggunaan sediaan steril ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran
dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah
istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi
mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka
kematian mikroba.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa
kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh
yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan
tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini
harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia
atau mikrobiologi.
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular,
subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan
bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak
dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke
dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis ganda.
Sediaan steril dapat berwujud:
1. Padat steril : merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan bila akan
digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil dalam cairan, maka dibuat padat.
Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada suhu rendah dengan pengeringan steril, kemudian
didinginkan sampai -60oC untuk pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan pengurangan
tekanan secra bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat tertinggal.
2. Semi padat, misal salep mata.
3. Cair, misal injeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:
1. Terapi, meliputi:
Dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis terapi efektif obat
tersebut.
Lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk sediaan obat yang akan
dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap merasa nyaman selama terapi.
2. Farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan lain-lain.
3. Sifat fisika-kimia meliputi:
Ukuran partikel
Sifat alir
Kompaktibilitas
Ketahanan terhadap kelembapan
Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode pembuatan sediaan
obat.
4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam
sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat jernih (tidak keruh).
5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna larutan
sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain dalam
sediaan itu.
6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat. Sumber
partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr dari
alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji
kebocoran dapat dilakukan dengan:
3. Pemberian Intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya terhitung
nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada serabut otot yang
letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil,
biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang
biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi
Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu bentuk
larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.
Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot
(im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan
pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau
bentuk suspensi ukuran partikel kurang
4. Pemberian intrathekal-intraspinal
Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt. Cara ini
berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan sediaan dengan
kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier (sawar) darah sehingga
daerahnya tertutup.
Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai
tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena
gravitasi, oleh sebab itu harus pada posisi pasien tegak.
5. Intraperitoneal
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat diabsorbsi. Sediaan
intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc, dan intradermal
6. Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian lebih kecil dan
sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat lambat.
7. Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal.
Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi spinal. Intratekal
umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan
dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.
2.2 Wadah
2.2.1 Vial
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran
tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. (R. Voight hal 464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan
lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% –
0,2%) (FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang
dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat
secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
2.2.2 Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-
kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka
cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini
sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia
Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali
injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang
peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat
tua.
2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril
Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran mikroba, partikulat, dan pirogen. Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan /atau peralatan dan bahan
Pembuatan produk dan proses pengisian dilakukan pada ruangan terpisah
Kondisi “operasional dan non operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang bersih.
4 kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:
1. Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah tutup karet,
ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai
dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) dengan kecpatan 0,36-
0,54 m/detik. Contoh kegiatan: pembuatan dan pengisian aseptik
2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan
latar belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih
rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan
4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih
rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian
2.4 Sterilisasi
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetative, nonvegetativ dari suatu objek atau material.. Suatu bahan dinyatakan
steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak,
baik dalam bentuk vegetatip maupun dalam bentuk tidak vegetatip (spora).
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi dan desinfeksi.
1. Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan –
bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap
air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini
juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut
operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak – minyak,
minyak lemak, dan sediaan – sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau
pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh.
2. Sterilisasi panas kering:
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan oven pensteril yang dirancang khusus
untuk tujuan itu. Sterilisasi panas kering, biasanya ditetapkan pada temperatur 160o – 170oC
dengan waktu tidak kurang dari 2 jam. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejan
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat strilisasi beroperasi pada suhu tidak
kurang dari 250oC. (Anonim, 1995).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa – senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa tersebut meliputi minyak lemak,
gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral),
paraffin dan berbagai serbuk yang stabil oleh pemanasan seperti ZnO.(Ansel, 1989).
3. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan
adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan untuk
sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
1. Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari
tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
2. Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur
Chamberland, Doulton, dan Selas).
3. Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan
(penyaring Seitz dan Swinney).
4. GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan
pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan
mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran
rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).
4. Sterilisasi gas
Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan baik
dengan memaparkan gas etilen oksida tau propilen oksida bila dibandingkan dengan cara –
cara lain. Keburukan dari etilen oksida adalah sifatnya yang sangat mudah terbakar,
walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan
kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida.
1. Lingkungan udaran yang bebas dari mikroba viabel yang dirancang dengan benar
untuk memungkinkan pemeliharaan yang efektif dari unit alat pemasok udara.
2. Tersedianya tenaga pekerja terlatih, yang dilengkapi dan mengenakan pakaian kerja
yang memadai.
SARAN
Untuk pembuatan sediaan steril ada bebarapa hal yang harus di perhatikan dalam
sediaannya,di antaranya :
Keamanan sediaan
Kontaminasi terhadap mikroba,
Stabilitas
Kelarutan
Kemasan sediaan
Manufacturing