Anda di halaman 1dari 21

Makalah Sejarah Matematika

Matematika Arab
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Matematika

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Alfian Nur Fajri/2225200065/A
Febrina Hafidzah/2225200030/A
Hamdan Rofi’i Kifa/222520029/A

Dosen Pengampu:
Dr. Yuyu Yuhana, M.Si
Mata Kuliah Sejarah Matematika

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami memuji
dan hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta salam kami
haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang
bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan.

Dengan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Matematika


Arab”. Pada isi makalah akan diuraikan ajaran matematika yang berkembang pada zaman Arab.
Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya dengan ketulusan hati kami mengucapkan terima kasih
kepada Pak Yuyu Yuhana selaku dosen Mata Kuliah Sejarah Matematika yang telah memberikan
tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan kami dalam penulisan makalah ini semakin
bertambah.

Makalah “Matemaika Arab” disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah. Kami
menantikan kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat
dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Serang, 20 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 4

A. Sistem Numerasi Hindu-Arab (± 300 SM – 750 M) ............................................................ 4


B. Sejarah Perkembangan Matematika Arab ............................................................................ 6
C. Tokoh dan Penemuan pada Matematika Arab ..................................................................... 9
D. Sistem Penanggalan Hijriah ............................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah berkembangnya matematika menunjukkan bahwa ada interaksi yang nyata
antara matematika dan aplikasinya (Budi Martiyasa [1]). Artinya banyak ide-ide
matematika yang dikembangkan dari konteks nyata yang melingkupi masyarakat waktu
itu. Sebagai contoh geometri (Dwi Mulyo, 2000 [12]). Cabang matematika ini
berkembang dari zaman Mesir kuno, di mana banyak petani mengukur tanah garapannya
di sekitar sungai Nil, yang hampir tanah garapanya berbentuk segitiga. Proses ini
melahirkan cara bagaimana mengukur luas segitiga. Dari pengalaman empiris ini,
berkembang ke bangun datar lain.
Ilustrasi tersebut menunjukkan, walaupun matematika sepertinya hasil imajinasi
akal atau pemikiran manusia, namun matematika juga tidak lepas dari konteks kehidupan
(empiris) (Van Melsen, 1985 [442]). Namun, empirisme di dalam matematika sangat
berbeda dengan empirisme pada ilmu-ilmu lainnya (terutama ilmu-ilmu alam). Salah satu
alasannya, relasi-relasi kuantitatif dalam matematika dapat dimengerti dengan
mengabstraksikannya dari berbagai macam pengalaman, lalu mengolahnya lebih lanjut
secara intelektual, pada akhirnya bisa terlepas dari pengalaman tersebut (abstraksi).
Abstraksi matematika terus mengalami perkembangan yang pesat pada abad
pertengahan. Pada periode ini berlangsung aktivitas intelektual yang menakjubkan
dengan pusat peradaban dikendalikan kaum Muslim. Kaum Muslim memegang
kepemimpinan kebangkitan intelektual yang bahkan lebih cepat dibandingkan apa yang
dilakukan orang-orang Yunani ribuan tahun sebelumnya.
Abad X Masehi merupakan puncak pembangunan daulah Islamiyah. Dunia
Muslim, mulai dari Cordova di Spanyol sampai ke Multan Pakistan, mengalami
kemajuan di bidang matematika (Machfud Syaefudin, 2013 [73-74]). Umat Islam sangat
peduli terhadap ilmu Pengetahuan. Kegandrungan terhadap ilmu ini menelurkan generasi
emas para pemikir hebat dan ilmuwan Muslim dalam bidang matematika (Yusuf Effendi,
2015).

1
Pada masa ini matematika dianggap sebagai ilmu terpenting karena menjadi dasar
bagi semua ilmu. Matematika dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, sesuai dengan
pemikiran Aristoteles (Eko Laksono dalam Supriyadi, 2015 [182]). Matematika
memperoleh perhatian istimewa. Hampir semua sarjana Muslim dari berbagai jenis
disiplin ilmu memiliki penguasaan dan apresiasi yang amat tinggi terhadap matematika
(Husain Heriyanto, 2015 [182]). Pada masa dinasti Abbasiyah di bawah kepemimpinan
Al-Manshur, dilakukan langkah strategis berupa penerjemahan literatur-literatur asing
dari Yunani, Amerika, dan India ke dalam bahasa Arab. Berbekal karya-karya terjemahan
itu, para cendikiawan Muslim mengembangkannya menjadi penemuan-penemuan baru
(Yusuf Effendi, 2015 [238-239]).
Langkah strategis berikutnya dilakukan pemerintahan Harun ar-Rasyid dan
anaknya Khalifah al- Ma’mun. Pada masa ini didirikan perpustakaan terbesar di dunia
sekaligus lembaga riset Bayt al-Hikmah di Baghdad. Perpustakaan ini dipenuhi ribuan
buku ilmu pengetahuan (Badri Yatim, 2007 [279]). Di Bayt al-Hikmah disimpan buku-
buku yang bervariasi, antara lain kitab sejarah Islam dan Nabi, buku terjemah, buku
ilmiah dan falak, buku kimia, kedokteran, filsafat, sastra dan matematika. Hal ini
memberikan dampak munculnya ilmuwan-ilmuwan Muslim yang sangat produktif
(Machfud Syaefudin, 2013 [68]).
Smith berpendapat bahwa dunia berhutang besar kepada ilmuwan Muslim karena
melindungi karya klasik matematika Yunani. Mereka juga membuat kemajuan besar
dalam bidang aljabar dan menunjukkan kejeniusan karya mereka dalam bidang
trigonometri (David E. Smith, 1958). Yushkevich berpendapat bahwa ilmuwan Muslim
memiliki pengaruh besar dalam perkembangan matematika di Eropa, memperkaya
dengan temuan mereka sendiri dan temuan yang diwariskan oleh bangsa Babilonia,
Yunani, India dan lain-lain.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang beberapa hal yang menjadi poin
penting dalam sejarah matematika Arab, diantaranya yaitu sistem bilangan Hindu-Arab,
sejarah perkembangan matematika Arab, tokoh-tokoh ilmuwan yang berperan penting
dalam perkembangan matematika Arab beserta penemuannya, dan sistem penanggalan
hijriah.

2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem bilangan yang dipakai dalam matematika Arab?
2. Bagaimana sejarah matematika Arab (Islam)?
3. Siapa saja tokoh-tokoh ilmuwan dalam matematika Arab dan apa saja penemuan-
penemuannya?
4. Bagaimana sistem penanggalan hijriah pada matematika Arab?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seluk-beluk sistem bilangan yang dipakai dalam matematika Arab
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan yang terjadi pada matematika Arab
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam matematika Arab beserta penemuannya
4. Untuk mengetahui sistem penanggalan hijriah pada matematika Arab

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sistem Numerasi Hindu-Arab (± 300 SM – 750 M)
India menggunakan dua sistem angka, yaitu angka Brahma dan angka Gupta.
Angka Brahma merupakan angka yang dipakai di India sekitar pertengahan abad ketiga
sebelum Masehi. Angka Brahma ditemukan pada tulisan gua-gua di daerah dekat Poona,
Bombay, dan Uttar Pradesh. Angka-angka Brahma tersebut digunakan dalam jangka
waktu yang cukup lama sampai keempat Masehi.
Pada permulaan abad keempat sampai abad keenam Masehi, di India mulai
digunakan angka Gupta yang dikembangkan dari angka Brahma. Angka Gupta menyebar
luas di India bersamaan dengan penaklukan wilayah-wilayah yang dilakukan oleh
kekaisaran Gupta. Selanjutnya, angka Gupta dikembangkan menjadi angka Nagari, yang
kadang juga disebut angka Devanagari. Bentuk ini dikembangkan dari angka Gupta
sekitar abad ketujuh Masehi (Abdussakir, 2009:52-53).
Ketika angka-angka India mulai masuk ke Arab, dimulailah pengembangan
angka-angka Arab yang diadaptasi dari angka-angka India. Diduga bahwa orang Arab
yang pertama kali menulis teks bahasa Arab tentang bilangan India adalah Al-
Khwarizmi. Al-Khwarizmi inilah yang kemudian diklaim sebagai penemu angka nol. Kata
“zero” untuk mengatakan nol tidak lain berasal dari bahasa Arab “sifr”. Kata “sifr”
mengalami perubahan secara terus menerus, yaitu cipher, zipher, zephirum, zenero,
cinero, dan banyak lagi lainnya sampai menjadi zero. Kata “aljabar” tidak lain diambil
dari nama kitab matematika “Al-Kitab al- mukhtashar fi hisab al-jabr wa al-muqabalah”
karya Al-Khwarizmi. Kata “algoritma” atau “logaritma” diambil dari namaAl-Khwarizmi.
Kata “Al-Khwarizmi” mengalami perubahan ke versi Latin menjadi “algorismi”,
“algorism”, dan akhirnya menjadi “algorithm”.
Pertama angka yang disalin oleh Al-Sijzi dari matematikawan muslim lainnya
di Shiraz pada tahun 969 M. kedua adalah angka yang dikopi oleh Al-Biruni sekitar tahun
1082 M. Pada akhir abad kedua belas Masehi,Leonardo Fibonacci mulai
mempublikasikan buku-buku di Pisa yang menunjukkan kekuatan penggunaan sistem
bilangan Arab. Leonardo Fibonacci membawa angka nol ke Eropa dalam karyanya

4
berjudul Liber Abaci. Angka nol semakin dikenal luas di Eropa pada zaman Renaissance
dengan tokoh-tokohnya seperti Leonardo da Vinci dan Rene Descardes. Masuknya angka
Arab ke Eropa, menimbulkan pertentangan hamper selama 400 tahun, untuk menentukan
pilihan antara menggunakan angka Arab atau angka Romawi.
Bahkan pihak gereja, dangat menentang menggunakan angka Arab di Eropa,
karena adanya angka 0. Baru mulai tahun 1500 M, angka Arab menjadi sistem bilangan
standar di Eropa. Perubahan angka India, menjadi angka Arab, lalu menjadi angka yang
dikenal sekarang melalui tahapan yang sangat panjang. Berikut ini disajikan perubahan
secara bertahap angka Brahma menjadi angka desimal di Eropa (Abdussakir, 2009:54).

Ciri penting dalam sistem ini adalah kita boleh menulis angka untuk sebarang
angka, baik besar maupun kecil, dan hanya menggunakan sepuluh simbol yang disebut
digit, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Kata “digit” berarti “jari tangan” atau “jari kaki”. Karena
hanya sepuluh simbol yang digunakan , maka sisitem numerasi Hindu-Arab disebut juga
sistem numerasi perpuluhan.
Satu lagi prinsip dalam sistem numerasi ini yaitu “pengumpulan sepuluh-sepuluh”
(sistem perpuluhan) dimana sepuluh satu diganti dengan satuu sepuluh, dan sepuluh-
sepuluh diganti dengan satu ratus, seratus sepuluh diganti dengan satu ribu dan
seterusnya. Bilangan objek yang dikumpulkan sedemikian disebut basis bagi sistem itu.
Oleh karena itu, sistem Hindu-Arab adalah sistem basis sepuluh.
Angka Hindu-Arab boleh ditulis dalam bentuk uraian (expanded form), dimana
nilai bagi setiap digit dalam setiap kedudukan itu jelas. Sebagai contoh, kita menulis 663
dalam bentuk uraian yaitu:
663 = 6 × 100 + 6 × 10 + (3 × 1) = 6 × 102 + 6 × 101 + (3 × 1)

5
B. Sejarah Perkembangan Matematika Arab
Matematika yang dikenal sebagai ibu dari segala ilmu pengetahuan memiliki
sejarah perkembangan yang begitu panjang mulai dari peradaban Babylonia pada kurang
lebih 4000 tahun yang lalu hingga pada saat ini. Banyak sekali ilmuwan besar yang
terlahir untuk memperluas jangkauan ilmu matematika, termasuk ilmuwan-ilmuwan
muslim seperti al-Khawarizmi, Omar Khayyam, dan Sharaf al-Din al-Tusi. Ketiga
ilmuwan tersebut adalah ilmuwan muslim yang berperan dalam memproklamirkan teori-
teori dalam matematika. Dengan adanya cendekiawan-cendekiawan muslim, terbukti
bahwa peradaban Islam turut serta memberikan kontribusinya dalam mengembangkan
keilmuan matematika.

Kajian matematika secara ilmiah dimulai sejak umat Islam bersentuhan dengan
beberapa karya bidang matematika dari peradaban lain setelah ditaklukannya wilayah
tersebut oleh umat Islam, misalnya Baghdad dan Alexandria. Alexandria pada saat itu
dikenal sebagai wilayah pusat perkembangan matematika, ditaklukkan oleh umat Islam
pada tahun 641 Masehi. Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyyah di bawah
pimpinan al-Mansur, Harun al-Rasyid, dan al-Ma’mun, selanjutnya dijadikan sebagai
pusat ilmu pengetahuan, sehingga di kota tersebut segala aktivitas ilmiah dilakukan
seperti tukar menukar ilmu antar ilmuwan melalui karya dan terjemahan (Muqowum,
2012).

Selain itu, pemikiran bangsa Yunani yang sangat menonjol dengan ide-ide
briliannya, juga menginspirasi umat Islam dalam mengembangkan matematika. Pengaruh
Yunani dalam matematika masuk melalui kegiatan penerjemahan. Pada saat itu,
umumnya matematika bukan hanya berperan sebagai alat perkembangan budaya, akan
tetapi matematika sendiri lahir dan berkembang oleh adanya suatu budaya (Sukardjono,
2011).

Matematika Yunani membawa pengaruh pada perkembangan matematika di dunia


Islam. Tersebarnya matematika Yunani ke penjuru Islam dikarenakan orang-orang
Kristen Ortodoks menerapkan pemisahan sekte-sekte karena alasan perbedaan doktrinal.
Orang Kristen yang berada di bawah doktrin gereja mengucilkan orang-orang yang
berbeda pendapat. Karena paksaan para pendeta, mereka akhirnya pindah ke negara Arab

6
dan Persia dengan membawa warisan ilmu pengetahuan terutama kedokteran,
matematika, astronomi, teknologi dan filsafat (Mehdi Nakosteen, 1996).

Kondisi ini tentu membawa dampak bagi perkembangan matematika di Arab dan
Persia. Perkembangan ini terjadi hingga Islam datang. Di bawah kekuasaan Bani
Umayyah, kegiatan penerjemahan buku-buku matematika dilakukan. Namun, karya-karya
yang diterjemahkan jumlahnya sangat terbatas. Hal ini disebabkan kebijakan
pemerintahan Bani Umayyah lebih diorientasikan pada pengembangan (expansi) wilayah
kekuasaan dan pembangunan infrastruktur kepemerintahan (Agus Rifai, 2014 [66]).
Penerjemahan pada masa ini dilakukan secara bertahap. Pada awalnya karya-karya asing
atau Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria, kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab.

Puncak kegiatan intelektual terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah di bawah


pimpinan khalifah Harun al Rasyid dan putranya al Ma’mun. Masa pemerintahan Harun
al Rasyid yang berkuasa selama 23 tahun ini merupakan permulaan zaman keemasan
(golden ages of Islam) bagi sejarah dunia Islam di belahan Timur (M. Mukhlis Fahruddin,
2009 [181]). Khalifah Harun al Rasyid dan al Ma’mun terkenal sebagai khalifah yang
cinta terhadap ilmu pengetahuan. Ia menggalakkan penerjemahan buku-buku asing ke
dalam bahasa Arab sehingga masyarakat muslim mampu mencerna isi buku tersebut.
Ilmu matematika terbaik dari seluruh peradaban besar dunia seperti Yunani,
Mesopotamia, Mesir, Persia, India dan Cina semuanya dikumpulkan untuk
diterjemahkan.

Di dalam istana, khalifah Harun al Rasyid sering mengundang para ilmuwan


untuk diajak berdiskusi tentang berbagai ilmu pengetahuan. Buku-buku matematika hasil
terjemahan dikaji dan didiskusikan secara mendalam kemudian dianalisis, dikembangkan
untuk mendapatkan berbagai varian ilmu baru. Inilah tradisi yang paling berpengaruh
dalam menciptakan tradisi keilmuwan yang kondusif yakni adanya gerakan
penerjemahan. Melalui kegiatan inilah, abad penerjemahan yang telah meletakkan dasar
abad pencerahan pengetahuan Islam di dunia Timur.

7
Kegiatan penerjemahan ini merupakan konsekuensi logis dari adanya kontak
kebudayaan antara masyarakat Muslim dengan kebudayaan asing (Poeradisastra dalam
Agus Rifai, 2014 [64]). Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase (M. Mukhlis
Fahruddin, 2009 [186]). Fase pertama berlangsung pada masa khalifah al Mansur dan
putranya (Harun al Rasyid) dengan menerjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi
dan manthiq. Fase kedua berlangsung pada masa pemerintahan khalifah al Ma’mun.
Kegiatan penerjemahan buku dilakukan dalam bidang filsafat dan kedokteran. Kegiatan
penerjemahan pada fase kedua berakhir hingga tahun 300 H. Memasuki tahun 300 H, fase
ketiga berlangsung dan bidang ilmu pengetahuan yang semakin meluas.

Adanya teknologi pembuatan kertas yang dipelopori oleh Cina turut mengiringi
kemajuan matematika. Hal ini juga tidak lepas dari kontribusi ahli pikir dan para khalifah
yang gemar menggali pemikiran-pemikiran besar dari berbagai peradaban yang telah lalu.
Mereka sering mendiskusikan pemikiran-pemikiran filsuf Yunani yang mengembangkan
matematika seperti Plato dan Aristoteles.

Para ilmuwan Muslim yang telah mengkaji, meneliti dan menganalisis tentang
objek matematika menghasilkan berbagai pemikiran selanjutnya ditulis pada sebuah
buku. Karya-karya mereka yang telah dibukukan kemudian digandakan dan disebarkan
pada semua khalayak. Buku-buku matematika pun dengan cepat menyebar ke seluruh
dunia Islam. Budaya menulis ini memberikan nuansa ilmiah yang khas (M. Mukhlis
Fahruddin, 2009 [186]).

Buku-buku hasil terjemahan ini disimpan di perpustakaan Bayt al Hikmah yang


digunakan sebagai pusat penerjemahan dan tempat untuk berdiskusi. Seiring dengan
kemajuan pemerintahan khalifah al Ma’mun, Bayt al Hikmah menjadi kebanggaan Bani
Abbasiyah yang memuat hasil-hasil peradaban dan kebudayaan umat manusia di belahan
dunia. Perpustakaan Bayt al Hikmah mengumpulkan berbagai literatur ilmu pengetahuan
yang tidak saja terbatas pada karya-karya bahasa Arab, akan tetapi juga karya-karya asing
yang berasal dari luar Arab (Agus Rifai, 2014 [88]).

Tradisi berdiskusi terus berkembang. Adanya Bayt al Hikmah sebagai tempat


berkumpul untuk bertukar pikiran dan berdebat masalah keilmuwan membantu dalam

8
menciptakan suasana keilmuwan yang kondusif (Ibrahim Hasan,1989, [133]). Dari
diskusi ini muncullah berbagai pemikiran kreatif untuk mengembangkan dan
menciptakan matematika dari para ilmuwan Muslim. Hal ini ditunjang pula dengan
didirikannya observatorium di Baghdad pada masa Khalifah al Ma’mun dan di Damaskus
oleh khalifah Harun al Rasyid. Tempat ini menjadi bukti terjadinya penelitian yang tinggi
dalam bidang astronomi dan matematika, karena dalam perkembangannya kedua disiplin
ilmu ini senantiasa berkaitan. Sehingga banyak pakar astronomi di dunia Muslim dan
juga pakar dibidang matematika. Seperti Al Khawarizmi, Ibnu Abu Ubaida dari Valencia,
Maslama al Majriti dari Andalusia dan Umar Khayyam. Mereka adalah ahli matematika
yang juga seorang astronom.

C. Tokoh dan Penemuan pada Matematika Arab


1. Al Khawarizmi
Abu Ja’far Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi atau biasa dikenal Al-
Khawarizmi. Nama Al-Khawarizmi mengacu pada tempat kelahirannya, sebuah kota
kecil sederhana di pinggir sungai Oxus (Ammu Darya), yaitu Khwarizm. Di
kalangan ilmuwan Barat dan Eropa Al-Khawarizmi lebih terkenal dengan sebutan
Algorizm, Algorismus atau Algoritma. Al-Khawarizmi lahir pada tahun 164 H (780
M) di daerah Khawarizm, Asia tengah. Beliau wafat di Baghdad pada tahun 232 H
(847 M), sebagian literatur menyatakan bahwa beliau wafat pada tahun 235 H (850
M).

Al-Khawarizmi hidup pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyyah. Al-


Khawarizmi mulai terkenal dan mencapai puncak keemasannya pada masa
pemerintahan Al-Makmun. Al-Makmun merupakan khalifah yang sangat mencintai
ilmu pengetahuan dan banyak memusatkan pikirannya pada ilmu pengetahuan
sehingga Al-Makmun sangat mendorong untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ia mendatangkan buku-buku ilmu pengetahuan dari Baghdad, India, Yunani, maupun
Persia, yang kemudian diterjemahkan dalam Bahas Arab. Al-Khawarizmi merupakan
salah satu ilmuwan yang diberikan kepercayaan untuk menerjemahkan buku tersebut
ke dalam Bahasa Arab.

9
Al-Khawarizmi merupakan ilmuwan di bidang matematika, astronomi,
geografi, ilmu bumi dan seni musik. Dalam bidang matematika, Al-Khawarizmi
dikenal sebagai ilmuwan yang memperkenalkan konsep algoritma (Juhriyansyah,
2006). Al-Khawarizmi berhasil membuat buku yang berjudul Hisab al-Jabr wa al-
Muqabalah, yang merupakan kajian dalam bidang aljabar. Buku karyanya tersebut
banyak mengacu pada tulisan Diophantus (250 SM). Beliau juga mengembangkan
tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus dan garis singgung tangen.
Selain itu, Al-Khawarizmi telah menggagas dan memopulerkan penggunaan angka 0
serta menyempurnakannya menggunakan angka desimal dan pecahan.

Di bidang astronomi, Al-Khawarizmi membuat tabel yang menggelompokkan


ilmu perbintangan. Tim astronom pimpinan Al-Khawarizmi yang berada di bawah
pengawasan khalifah Al-Makmun berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran
bumi. Riset pengukuran tersebut dilakukan di Sanjar dan Palmyra, dan hasilnya
56,75 Mil Arab sebagai panjang derajat meridian. Menurut CA Nollino, ukuran ini
hanya selisih 2,877 kaki dari ukuran garis tengah bumi.

2. Al-Battani
Al-Battani memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Jabir bin
Sanan Al-Harrani Ar-Raqqi Ash-Sha’ibi. Al-Battani lahir pada 858 M dan meninggal
dunia kurang lebih pada 929 M (Arsyad, 1989). Nama al-Battani diberikan
kepadanya karena ia dilahirkan di daerah Battan, Harran, sebuah daerah yang terletak
di Barat daya Iraq. Al-Battani merupakan seorang ahli matematika dan astronomi.
Bahkan keunggulannya dalam bidang astronomi membuatnya memperoleh panggilan
“Ptolemaeus Arab”, karena kemiripannya dengan Claudius Ptolemaeus yang hidup
pada abad kedua Masehi. Di Barat, Al-Battani lebih dikenal dengan nama
Albetenius.
Ibnu An-Nadim menyatakan dalam bukunya “Al-Fihrisat” bahwa Al-Battani
mulai mengamati masalah astronomi sejak tahun 878 M (Gaudah, 2010). Selain itu,
ia telah menguasai buku-buku dalam bidang astronomi yang beredar pada masanya,
terutama buku “Almagest” karya Ptolemaeus. Al-Battani telah menciptakan berbagai

10
penemuan ilmiah dalam bidang astronomi, matematika (trigonometri berbentuk bola,
aljabar, geometri), dan geografi.

Dalam sejarah matematika, Al-Battani telah melakukan berbagai perbaikan


dan memberi solusi penting dalam masalah yang berhubungan dengan matematika
trigonometri berbentuk bola (spherical trigonometry), yakni ilmu matematika yang
banyak memberikan kontribusi dalam bidang astronomi (Gaudah, 2012). Selain itu,
Al-Battani dikenal banyak menggunakan prinsip-prinsip trigonometri saat melakukan
observasi astronomi. Dalam teori bintang misalnya, Ia memperkenalkan sinus dan
kosinus sebagai chord atau tali busur, serta menggunakan teori tangen dan kotangen
yang kemudian menjadi dasar bagi ilmu trigonometri modern.

Al-Battani menyumbangkan banyak karya yang luar biasa. Salah satu


karyanya yang terkenal ialah AzZaij Ash-Shabi’ atau yang banyak dikenal dengan
nama Az-Zij. Isi dari karyanya tersebut ialah uraian astronomis yang dilengkapi
dengan tabel-tabel, berbagai hasil observasi yang pernah dilakukannya, yang
kemudian memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan astronomi dan
trigonometri di Eropa pada abad pertengahan dan pada permulaan Renaissance
(Arsyad, 1989).

3. Abu al-Wafa
Abu al-Wafa mempunyai nama laengkap Muhamad bin Yahya bin Ismail bin
Al-Abbas Abu al-Wafa al-Buzjani ini adalah seorang astronom dan matematikawan
Arab terbesar yang memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan peradaban
Islam pada masanya. Abu Wafa’ lahir pada 1 Ramadhan 328 H/ 10 Juni 940 M
dalam lingkungan kaum Buy, di Buzdchan Khurasan sehingga Abu Wafa’ juga
sering dikenal dengan ALBUDZSCHANI. Abu al-Wafa memperkenalkan konsep
tangen, cotangen, secon cosecan dalam ilmu yang sangat terkenal untuk ilmu
matematika yakni trigonometri. Ia menemukan formula penjumlahan dalam
trigonometri yang terkenal yakni;
sin(𝐴 + 𝐵) = 𝑆𝑖𝑛𝐴. 𝐶𝑜𝑠𝐵 + 𝑆𝑖𝑛𝐵. 𝐶𝑜𝑠𝐴

11
cos(𝐴 + 𝐵) = 𝐶𝑜𝑠𝐴. 𝐶𝑜𝑠𝐵 + 𝑆𝑖𝑛𝐴. 𝑆𝑖𝑛𝐵
(𝑇𝑎𝑛𝐴 + 𝑇𝑎𝑛𝐵)
𝑇𝑎𝑛(𝐴 + 𝐵) =
1 − TanA. TanB

Selain itu juga, Abu al-Wafa mengembangkan trigonometri sferis (bidang


lengkung/kurva), Ia menyempurnakan teorema Menelaus yang disebut rule of the
four magnitudes aturan empat besaran), yaitu Sin a : Sin c = Sin A:1, dan teorema
tangen tan a : tan A = Sin b : 1, yang kemudian dari rumus itu alWafa mengambil
keseimpulan berupa teorema baru yakni Cos c = Cos a. Cos b.

Lebih dari itu al-Wafa juga menemukan dua buah rumus untuk setengah
sudut dalam perhitungan trigonometri yaitu;

2 𝑆𝑖𝑛2 1⁄2 𝐴 = 1 − 𝐶𝑜𝑠 𝐴


2 𝐶𝑜𝑠2 1⁄2 𝐴 = 1 + 𝐶𝑜𝑠 𝐴
Kemudian, ia juga menemukan rumus sudut ganda;
Sin 2 A = 2 Sin A. Cos A yang ini menjadi pijakan rumus;
𝐶𝑜𝑠 2 𝐴 = 𝐶𝑜𝑠2𝐴 − 𝑆𝑖𝑛2𝐴 = 2𝐶𝑜𝑠2𝐴 − 1 = 1 − 2𝑆𝑖𝑛2𝐴.

D. Sistem Penanggalan Hijriah


Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis
campuran antara Bulan (kamariah) maupun Matahari (syamsiah). Peredaran Bulan
digunakan dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari
(interkalasi).

Kalender pada waktu itu, belum mengenal bilangan tahun. Sebuah tahun dikenal
dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana
Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah",51 karena pada waktu itu,
terjadi penyerbuan Ka'bah di Makkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah,
gubernur Yaman (salah satu provinsi kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).
Sistem penanggalan Islam tanggal 1 Muharram 1 H dihitung sejak peristiwa
hijrahnya Nabi Muhammad Saw beserta para pengikutnya dari Makkah ke Madinah, atas
perintah Tuhan. Oleh karena itulah kalender Islam disebut juga sebagai kalender hijriah.

12
Di barat kalender Islam biasa dituliskan dengan A.H, dari latinnya Anno Hegirae.
Peristiwa hijrah ini bertepatan dengan 15 Juli 622 M. Jadi penanggalan Islam atau hijriah
dihitung sejak terbenamnya Matahari pada hari Kamis, 15 Juli 622 M.

Walaupun demikian, penanggalan dengan tahun hijriah ini tidak langsung


diberlakukan tepat pada saat peristiwa hijrahnya nabi saat itu. Kalender Islam baru
diperkenalkan pada tahun 17 H, bertepatan dengan 622 M setelah Umar ibn Khatab
diangkat menjadi khalifah atau setelah hijrahnya Rasul yaitu sejak munculnya persoalan
menyangkut sebuah dokumen yang tidak bertahun yang terjadi pada bulan Sya’ban
muncul pertanyaan dari Abu Musya al Asy’ari, bulan Sya’ban yang dimaksud tahun
yang lalu, tahun ini atau tahun yang akan datang
Atas peristiwa itu, Umar ibn Khatab menganggap perlu adanya hitungan tahun
dalam Islam. Maka dibentuklah panitia kecil yang terdiri dari beberapa sahabat
terkemuka untuk memusyawarahkan penentuan awal tahun Islam.
Kalender dengan 12 bulan sebetulnya telah lama digunakan oleh Bangsa Arab
jauh sebelum diresmikan oleh khalifah Umar, tetapi memang belum ada pembakuan
perhitungan tahun pada masa-masa tersebut. Sedangkan nama-nama keduabelas bulan
tetap seperti yang telah digunakan sebelumnya, diawali dengan bulan Muharram dan
diakhiri dengan bulan Dzulhijjah.

Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad beserta para pengikutnya dari Makkah ke


Madinah yang dipilih sebagai titik awal perhitungan tahun, tentunya mempunyai makna
yang amat dalam bagi umat Islam. Peritiwa hijrah dari Makkah ke Madinah merupakan
peristiwa besar dalam sejarah awal perkembangan Islam. Peristiwa hijrah adalah
pengorbanan besar pertama yang dilakukan nabi dan umatnya untuk keyakinan Islam,
terutama dalam masa awal perkembangannya. Peristiwa hijrah ini juga melatarbelakangi
pendirian kota muslim pertama. Tahun baru dalam Islam mengingatkan umat Islam tidak
akan kemenangan atau kejayaan Islam, tetapi mengingatkan pada pengorbanan dan
perjuangan tanpa akhir di dunia ini.
Penanggalan hijriah ini berdasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Penanggalan ini didasarkan pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12
jam 44 menit 2,5 detik. Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur
bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari, yaitu untuk bulan-bulan ganjil

13
berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali pada ke-12
(Dzulhijjah) pada kabisat berumur 30 hari.

1. Karakteristik Penanggalan Hijriah


Penentuan dimulainya sebuah hari / tanggal pada kalender hijriah berbeda
dengan pada kalender masehi. Pada sistem kalender masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat, namun pada sistem kalender hijriah,
sebuah hari / tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari di tempat tersebut.

Kalender hijriah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik Bulan. Kalender


lunar (kamariah) memiliki 12 bulan dalam setahun. Menggunakan siklus sinodik
Bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708
hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender hijriah lebih pendek sekitar 11
hari dibanding dengan 1 tahun kalender masehi.

Faktanya, siklus sinodik Bulan bervariasi, jumlah hari dalam satu bulan dalam
kalender hijriah bergantung pada posisi Bulan, Bumi dan Matahari. Usia Bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya Bulan baru (new moon) di titik
apooge, yaitu jarak terjauh antara Bulan dan Bumi, dan pada saat yang bersamaan,
Bumi berada pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion). Sementara itu,
satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya Bulan baru di
perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan Bumi berada di titik terjauhnya
dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan
berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan,
Bumi dan Matahari).

Selain itu, dalam jangka waktu satu tahun masehi bisa terjadi dua tahun baru
hijriah. Contohnya seperti yang terjadi pada tahun 1943, dua tahun baru hijriah jatuh
pada tanggal 8 Januari 1943 dan 28 Desember 1943.

Persoalannya sekarang adalah umat Islam belum begitu familiar dengan


kalendernya sendiri, tetapi lebih familiar dengan kalender masehi. Akibatnya, sering
terjadi kebingungan manakala ada perbedaan dalam mengawali ataupun mengakhiri

14
puasa. Padahal kalender hijriah yang tertulis dalam kalender yang ada di tiap rumah
keluarga muslim itu didasarkan pada perhitungan rata-rata (hisab urfi) yang tidak
bisa dijadikan acuan dalam melakukan ibadah.
2. Kaidah Umum
1) 1 tahun hijriah = 354 hari (Basithah), Dzulhijjah = 29 hari = 355 hari (kabisat)
Dzulhijjah = 30 hari
2) Tahun-tahun kabisat jatuh pada urutan tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26
dan 29 (tiap 30 tahun)
3) 1 daur = 30 tahun = 10631 hari

3. Menghitung Hari dan Pasaran


Menghitung hari dan pasaran pada tanggal 1 Muharram suatu tahun dengan cara :63
1) Tentukan tahun yang akan dihitung
2) Hitung tahun tam, yakni tahun yang bersangkutan dikurangi satu
3) Hitunglah berapa daur selama tahun tam tersebut
4) Hitung berapa tahun kelebihan dari sejumlah daur tersebut
5) Hitung berapa hari selama daur yang yang ada, yakni daur kali 10631 hari
6) Hitung berapa hari selama tahun kelebihan (lihat daftar jumlah hari tahun hijriah)
7) Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 (1 Muharram)
8) Jumlah hari kemudian dibagi menjadi 7 :
1= Jum’at 5= Selasa
2= Sabtu 6= Rabu
3= Ahad 7= Kamis
4= Senin
9) Jumlah hari kemudian dibagi 5 ;
1= Legi 3= Pon 5= Kliwon
2= Pahing 4= Wage

15
4. Membuat Kalender
Setelah mendapatkan hasil hari dan pasaran, maka untuk mengetahui hari dan
pasaran pada tanggal tiap-tiap bulan berikutnya, dapat digunakan pedoman di bawah ini :

5. Menghitung Hari
Untuk mengetahui hari dan pasaran suatu tanggal tertentu maka hari dan
pasaran tanggal 1 bulan itu bernilai satu, sehingga tinggal menambahkan sampai
tanggal yang dikehendaki.
Misalnya tanggal 17 Ramadhan 1425 Hijriah, karena tanggal 1 Ramadhan 1425
Hijriah jatuh pada hari Jum’at Kliwon, maka tanggal 17 Ramadhan 1425 hijriah jatuh
pada hari Ahad Legi, yakni 17 hari dihitung dari Jum’at sehingga jatuh hari Ahad,
dan 17 hari dihitung dari Kliwon sehingga jatuh pasaran Legi.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Matematika yang dikenal sebagai ibu dari segala ilmu pengetahuan memiliki
sejarah perkembangan yang begitu panjang. Kajian matematika secara ilmiah dimulai
sejak umat Islam bersentuhan dengan beberapa karya bidang matematika dari peradaban
lain setelah ditaklukannya wilayah tersebut oleh umat Islam, misalnya Baghdad dan
Alexandria. Selain itu, pemikiran bangsa Yunani juga menginspirasi umat Islam dalam
mengembangkan matematika yang pengaruhnya masuk melalui kegiatan penerjemahan.
Puncak perkembangan matematika Arab terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah di
bawah pimpinan khalifah Harun al Rasyid dan putranya al Ma’mun. Pada masa ini
digalakkan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab sehingga masyarakat
muslim mampu mencerna isi buku tersebut.
Sekitar abad ke-7 M, ketika angka-angka India mulai masuk ke Arab, dimulailah
pengembangan angka-angka Arab yang diadaptasi dari angka-angka India. Diduga bahwa
orang Arab yang pertama kali menulis teks bahasa Arab tentang bilangan India adalah Al-
Khwarizmi. Al-Khwarizmi inilah yang kemudian diklaim sebagai penemu angka nol. Kata
“zero” untuk mengatakan nol tidak lain berasal dari bahasa Arab “sifr”. Kata “sifr”
mengalami perubahan secara terus menerus, yaitu cipher, zipher, zephirum, zenero,
cinero, dan banyak lagi lainnya sampai menjadi zero.
Tokoh-tokoh ilmuwan yang berperan penting dalam perkemebangan matematika
Arab ini diantaranya yaitu Al-Khawarizmi (konsep algoritma), Al-Battani (trigonometri
berbentuk bola, aljabar, geometri), dan Abu al-Wafa (trigonometri sferis (bidang
lengkung/kurva)).
Penanggalan hijriah ini berdasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Penanggalan ini didasarkan pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12
jam 44 menit 2,5 detik. Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur
bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari, yaitu untuk bulan-bulan ganjil
berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali pada ke-12
(Dzulhijjah) pada kabisat berumur 30 hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Luke Hodgkin. (2005). A History of Mathematics. Oxford University Press : New York.
Muqowum. 2012. Genealogi Intelektual Saintis Muslim.Kementerian Agama RI : Jakarta.
Gaudah, Muhammad Gharib. 2012. 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Euler dalam Katz. 2006. Stages in the History of Algebra with Implications for Teaching.
Educational Studies in Mathematics, 66. h.185.
Fahruddin, M. Mukhlis. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus Bayt al
Hikmah. Jurnal el Harakah. Vol. 11.No. 3.
Sukardjono. 2011. Hakikat dan Sejarah Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/download/1534/1289
http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/download/19/19
https://www.academia.edu/25319195/SISTEM_NUMERASI_HINDU_ARAB_300_SM_750_M
http://digilib.uinsby.ac.id/10386/5/bab%202.pdf
http://fourier.or.id/index.php/FOURIER/article/download/56/pdf

17

Anda mungkin juga menyukai