Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Asuhan keperawatan pada Anak dengan gangguan


HIPERBILIRUBIN

Di sususn oleh:
Elis s
Deden s
Rizki R
Hana P
Siti N

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KOTA SUKABUMI

Kampus I : Jl. Karamat 36 Telp. (0266) 210215 Fax. (0266) 223709 Sukabumi
Kampus II : Jl. Babakan Sirna 25 Telp (0266) 236094 Fax. (0266) 223709 Sukabumi
E-mail : stikesmi_edu@yahoo.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan segala keterbatasan.

Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Anak , yang merupakan salah satu mata kuliah di
prodi DIII Keperawatan. Dan juga dapat digunakan sebagai salah satu literatur dalam proses
belajar Mahasiswa di kelas.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Akan tetapi, dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu kritikdan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, kami berharap para pembaca dapat memanfaatkan
makalah ini, baik bagi kepentingan-kepentingan praktis di dalam kelas maupun untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.Definisi
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D.Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan
I.Asuhan keperawatan pada anak Hiperbilirubin
BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru
lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan
pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang
bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan,
namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80
% bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat
penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak
terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada
berbagai keadaan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi
pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua
atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang
punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat
timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu
perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya
bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus
pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada
ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan presentasi diharapkan mahasiswa dapat;
a Mengetahui definisi, klasifikasi dan etiologi hiperbilirubinemia pada anak
b.Mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan komplikasi penyakit
hiperbilirubinemia pada anak
c.Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan penyakit
hiperbilirubinemia pada anak
d.Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia
BAB II

Pembahasan

A. Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar


nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik (Prawirohardjo, 1997).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).

B. Klasifikasi

1. Ikterus Fisiologis

a.Timbul pada hari ke dua dan ketiga.


b.Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d.Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e.Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik

a.Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.


b.Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg
% pada neonatus kurang bulan.
c.Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d.Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f.Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

C.    Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut;
1.      Polychetemia
2.      Isoimmun Hemolytic Disease
3.      Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4.      Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5.      Hemolisis ekstravaskuler
6.      Cephalhematoma
7.      Ecchymosis
8.      Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9.      Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis
D.    Patofisiologi

1.      Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi
nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
2.      Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah
hepatik dan adanya ikatan protein.
3.      Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim
asam uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid).
Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar larut
dalam air (bereaksi direk)
4.      Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal.
Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
5.      Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
menjadi sirkulasi enteroheptik
6.      Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek)
7.      Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau
tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik
8.      Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama
minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan
menurun 10 minggu.
9.      Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-
angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih
rendah.
10.  Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat.,
biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
11.  Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula
menfakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian
ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi
seperti sebelumnya.
12.  Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama
kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai
5 hari sesudah lahir.

E.     Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke
tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4 Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10.Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
F.     Komplikasi

Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan,


dan menyebabkan komplikasi;
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking

G.    Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)

a.       Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.
b.      Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.       Protein serum total.

2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.


3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis
dan atresia billiari.

H.    Penatalaksanaan

1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini


(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital

Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.


Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.

5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.


6. Fototerapi

Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan


berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.

7. Transfusi tukar.

Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.

 
I.ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah


dilakukan sebagai berikut;
1.Pemeriksaan umum
a.Aktivitas/istirahat : letargi, malas
b.Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c.Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, feces mungkin
lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.
d.Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral buruk).
e.Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
f. Neurosensori;
1).Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
2).Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan
inkompathabilitas Rh.
3).Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4).Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas
kejang.
g.Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah muda.
h.Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan,
pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah
dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i.Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan
letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA)
seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi
wanita.

2. Pemeriksaan fokus
a.Pemeriksaan fisik, Inspeksi; warna sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut,
kulit, urine dan tinja.
b.Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan
c.Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan
d.apakah bayi ada demam
e.Bagaimana kebutuhan pola minum
f.Tanyakan tentang riwayat keluarga
g.Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

B.     Diagnosa Keperawatan

Rumusan diagnosa keperawatan pada kasus anak dengan gangguan hiperbilirubin


adalah sebagai berikut;
1.Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder
dari pemecahan sel darah merah (SDM) dan gangguan ekskresi bilirubin
2.Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (Insible Water
Loss) tanpa disadari sekunder dari fototerapi
3.Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi
4.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengalaman bonding
5.Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua
6.Resiko injury pada mata berhubungan fototerapi
C.    Perencanaan

1. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak ada
jaundice, reflek moro normal, tidak terdapat sepsis refleks hisap dan menelan baik.
2. Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output
kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung,
temperatur dalam batas normal
3.Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak
terdapat ras dan tidak ada ruam makuler eritematosa
4.Orang tua tidak tanpak cemas yang ditandai dengan orang tua mengekspresikan
perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi
5.Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan dan berpartisipasi dalam
perawatan bayi (pemberian minum dan menangani popok)
6.Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak ada
konjungtivitis

D.    Implementasi

1. Mencegah injury
a. Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4 jam dan catat
b. Berikan fototerapi sesuai program
c. Monitor kadar billirubin 4 – 8 jam sesuai program
d. Antisipasi kebutuhan transfusi tukar
e. Monitor Hb dan Hct
2. Mencegah terjadinya dehidrasi
a. Pertahankan intake (pemasukan cairan)
b. Berikan minum sesuai jadual
c.Monitor inteke dan output (pemasukan dan pengeluaran)
d.Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi, meningkatnya temperatur,
meningkatnya konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan
e.Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata
f.Monitor temperatur setiap 2 jam

3. Mencegah gangguan integritas kulit


a.Inspeksi kulit setiap 4 jam
b.Gunakan sabun bayi
c.Merubah posisi bayi dengan sering
d.Gunakan pelindung daerah genital
a.Gunakan pengalas yang lembut
4.Mengurangi rasa cemas orang tua
a.Pertahankan kontak orang tua-bayi
b.Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengonatannya
c.Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan
perhatian orang tua
5.Orang tua memahami kondisi anak dan berpartisipasi dalam perawatan
a.Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan
perawatan dan pengobatan
b.Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
a.Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot,
menangis terus, kejang dan tidak mau makan dan minum, meningkatnya
temperatur, dan tangisan yang melengking
6.Mencegah injury pada mata
a.Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi
b.Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat
menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea dapat tergores jika dapat
membuka matanya saat dibalut.

E.     Perencanaan Pemulangan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pulang adalah;

a. Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan
tentang daya tahan tubuh bayi.
b. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak
ikterik. Namun bila penyebab bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan
pemberiannya.
c. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera
lapor dokter atau perawat.
d. Jelaskan untuk pemberian imunisasi.
e. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Hiperbillirubin adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai


yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi
dengan baik.
Hiperbillirubin terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan
fungsi hati dan komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang
menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik.
Komplikasi yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati
dan kernikterus. Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium,
USG, Radio Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian
fenobarbital, antibiotik dan transfusi tukar.

B.     Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan;


1.      Mengetahui karakteristik anak merupakan langkah yang efektif dalam rangka
memberikan asuhan keperawatan pada anak, yaitu;
a.       Proses fisiologis
b.      Daya pikir yang berbeda
c.       Struktur fisik yang berbeda dengan orang dewasa
2.      Kerjasama dengan orang yang terdekat pada anak (keluarga) juga akan
membantu dalam kelangsungan proses pemberian asuhan keperawatan.
3.      Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yang dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Oleh karena itu pada bayi yang menderita hiperbilirubin
perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
1.      Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan.
2.      Penilaian berkala pendengaran.
3.      Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan


Maternal / Bayi. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai