Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH IMUNOLOGI

IMUNODEFISIENSI

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Imunologi

Dosen Pembimbing :

Dr.apt Refdanita, M.Si

Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS., apt

Disusun Oleh :

Resti Wulan Dari 22334701


Siti Namira Salbia 22334716
Hadasa Agnes Nova Pasaribu 22334740
Dita Annisa Rusiadi 22334743
Aprilia Ayu Purwati 22334744
Siti Aminah 22334754

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Imunodefisiensi”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Imunologi”. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS., Apt dan semua
pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk
penyusunannya maupun materinya. Kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Jakarta, Oktober 2022

Penulis
BAB IN
PENDAHULUAN

2.1.2.1 Latar Belakang


Imunologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari mengenai respon imun atau
kekebalan tubuh. Respon imun ini sangat penting bagi kelangsungan kehidupan organisme
karena setiap saat terpapar oleh infeksi patogen. Patogen merupakan agen yang dapat
menyebabkan penyakit. Respon imun berusaha mengeliminasi patogen ini sehingga tubuh
menjadi lebih sehat. Hal-hal yang dipelajari dalam imunologi terus mengalami perkembangan
sesuai dengan penelitianpenelitian yang terus dilakukan hingga saat ini. Imunologi sangat
diperlukan dalam perkembangan bioteknologi terutama di bidang bioteknologi kedokteran.
Proses pembuatan vaksin, deteksi biomarker maupun pengembangan teknologi deteksi dini
suatu penyakit sangat memerlukan pengetahuan di bidang imunologi. Pada perkuliahan kali
ini akan diberikan materi mengenai ruang lingkup pembelajaran imunologi dasar yang harus
dikuasai oleh seluruh mahasiswa bioteknologi.
Sistem imun adalah sistem daya tahan tubuh terhadap serangan substansi asing yang
terpapar kedalam tubuh, sedangan gangguan (kelainan) pada sistem imun diantaranya
hipersensitivitas, autoimun, imunodefisiensi dll.
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi.Imun sistem
adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibody dan
sitokin/kemokin. Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksimikroba,
walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun.Respon imun
adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun
non spesifik dan spesifik.
Selain hipersensitivitas abnormalitas fungsi respon imun bisa disebabkan karena
imunodefisiensi yang diderita oleh individu. Imunodefisiensi adalah kekurangan fungsi
respon imun yang disebabkan beberapa faktor. Hal ini menyebabkan seseorang akan mudah
sekali terkena penyakit dan mempengaruhi kualitas hidupnya.

2.1.2.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian sistem imunodefisiensi?
2. Apa saja klasifikasi imunodefisiensi?
3. Apa saja penyebab imunodefisiensi?
4. Apa saja tanda dan gejala imunodefisiensi?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang imunodefisiensi?
6. Bagaimana Pengobatan dan pencegahan imunodefisiensi?

2.1.2.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari imunodefisiensi.
2. Mengetahui klasifikasi imunodefieinsi.
3. Mengetahui penyebab imunodefisisnesi.
4. Dapat mengetahui tanda dan gejala imunodefisiensi.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang imunodefisensi.
6. Mengetahui pengobatan dan pencegahan imunodefisiensi.
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN

2.1 Imunodefisiensi
2.1.2.4 Pengertian imunodefisiensi
Imunodefisiensi adalah kondisi dimana salah satu atau beberapa komponen respon
imun mengalami penurunan jumlah dan fungsinya atau ketidakmampuan sistem imun
untuk merespon antigen. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya
disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit
utama lain seperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obatan
imunosupresan (menekan sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi
(Kekurangan gizi). Karena hal ini berkaitan dengan proses kekebalan tubuh kita dalam
menghadapi penyakit, maka imunodefisiensi dapat menyebabkan kita mudah sekali
menjadi sakit.
Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil
mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait
pada Xlinked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal Dalam penegakan
diagnosis defisiensi imun, penting ditanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya,
sejak masa kehamilan, persalinan dan morbiditas yang ditemukan sejak lahir secara
detail. Riwayat pengobatan yang pernah didapat juga harus dicatat, disertai keterangan
efek pengobatannya, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila pernah dirawat,
operasi atau transfusi juga dicatat. Riwayat imunisasi dan kejadian efek simpangnya juga
dicari.
Walaupun penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis, secara klinis
terdapat berbagai tanda dan gejala yang dapat membimbing kita untuk mengenal
penyakit ini. Sesuai dengan gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat diarahkan
terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.
2.1.2.5 Klasifikasi imunodefisensi
Imunodefisiensi sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : imunodefisiensi
primer; dan Imunodefisiensi sekunder.
2.1.2.6 Imunodefisiensi Primer.
Imunodefisiensi ini merupakan imunodefisiensi yang disebabkan adanya
mutasi gen (faktor genetik). Sehingga dapat diturunkan dari orang tua ke anak-
anak. Imunodefisiensi ini juga dibawa penderitanya sejak lahir. Mutasi gen yang
terjadi bukan pada semua gen, tetapi pada gen-gen tertentu yang berperan dalam
respon imun. Imunodefisiensi primer bisa terjadi atau berdampak pada sel-sel
limfosit T, dan juga pada respon imun non spesifik/innate. Sindrom-sindrom yang
dihasilkan dari imunodefisiensi ini cukup bervariasi. Sindroma-sindroma ini juga
dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi penderitanya, mengganggu aktivitasnya
bahkan dapat mengancam jiwanya. Meskipun demikian sindroma-sindroma ini
merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Sehingga penderitanya dapat
dimasukkan sebagai penderita penyakit langka (rare disease). Gangguan sistem
imunitas tersebut dapat dibedakan atas gangguan sistem imun adaptif (Defisiensi
sel T, Defisiensi se B dan Kombinasi defisiensi sel T serta sel B) dan gangguan
sistem imun alami (gangguan fagositik dan gangguan komplemen)
(McCusker,2011:2).
Para peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 150 jenis imunodefisiensi
primer. Imunodefisiensi dapat mempengaruhi limfosit B, limfosit T, atau fagosit.
Gangguan imunodefisiensi, diantaranya:
a. Gangguan Kekebalan Sistem Imunitas Adaptif
Sel T dan sel B adalah sel utama dari sistem kekebalan adaptif tubuh. Sel B
memediasi produksi antibodi dan oleh karena itu memainkan peran utama dalam
antibodi-mediated (humoral) imunitas. Di sisi lain, sel T mengatur respon sel yang
dimediasi sistem imun. Cacat yang terjadi pada setiap pengembangan, diferensiasi
dan pematangan sel T mengarah pada gangguan immunodefisiensi sel T,
sedangkan cacat yang berkaitan dengan sel B mengarah pada pengembagan sel B
dan/atau gangguan hasil pematangan sel B (defisiensi antibodi), karena produksi
antibodi sel B yang diperantarai sel B membutuhkan fungsi sel T. Oleh karenanya
gabungan gangguan sel T dan sel B akan menyebabkan gangguan
immunodefisiensi sel B dan sel T( Combined Immunodeficiensies/ CIDs)
(McCusker,2011:2,Abbas,2006:465).
1. Macam macam imunodefisiensi primer
a) Imunodefisiensi pada sel limfosit T
Salah satu contoh penyakit imunodefisiensi jenis ini adalah Severe
Combined Immunodeficiency (SCID). Penyakit ini merupakan penyakit
kelainan respon imun yang disebabkan kegagalan pembentukan limfosit T
dan limfosit B yang fungsional. Akibat kegagalan ini adalah penderitanya
memiliki respon imun yang sangat lemah untuk melawan infeksi patogen.
Sehingga hal ini dapat mengancam jiwa dari penderita SCID.

Bentuk SCID bermacam-macam, tetapi yang paling sering ditemukan adalah


X-linked SCID. Ini artinya bahwa kelainan respon ini terkait dengan
kromosom X. Terjadi mutasi pada gen IL12RG pada kromosom X untuk
jenis penyakit ini. Karena disebabkan oleh mutasi gen, maka pengobatan
penyakit ini cukup terbatas. Terdapat terapi transplantasi sumsum tulang dari
pendonor yang sesuai kepada penderita. Terapi jenis ini memperlihatkan
kesuksesan pada beberapa kasus, terutama pada usia di bawah 1 tahun.
b) Imunodefisiensi pada Limfosit B.

Salah satu penyakit imunodefisiensi pada limfosit B adalah


Agammaglobulinemia. Penyakit ini merupakan bentuk dari kegagalan dari
pembentukan antibodi. Kita tahu bahwa antibodi sebagai komponen dari
responimun spesifik sangat penting dalam melawan infeksi patogen.
Sehingga, penyakit ini dapat menyebabkan penderitanya sangat lemah
dalam melawan infeksi. Kegagalan pembentukan antibodi ini disebabkan
karena adanya mutasi gen BTK (Bruton's tyrosine kinase) yang berperan
dalam pembentukan antibodi.
Cacat yang terjadi disebabkan oleh gen yang terpaut kromosom X dan
ditandai dengan ketiadaan imunoglobulin pada serum, sehingga disebut
Bruton's agammaglobulinemia atau X - linked agammaglobulinemia
( XLA ). Penderita agammaglolinemia mulai dapat diketahui pada usia-usia
awal, ketika antibodi dari ibu telah berkurang dan seharusnya digantikan
oleh antibodinya sendiri. Pada saat lahir, bayi masih membawa antibodi
dari ibunya, namun mulai usia 3 bulan, antibodi ini akan digantikan oleh
antibodi yang diproduksi oleh dirinya sendiri. Namun padapenderita
agammaglobulinemia pembentukan antibodi baru ini sangat sedikit
sehingga penderita tidak mampu untuk melawan infeksi patogen. Ketiadaan
antibodi dapat diperiksa dengan imunoelektroforesis . Semenjak itu , efek
dari cacat produksi antibodi dapat dijelaskan dan pada garis besarnya
disebabkan oleh kegagalan perkembangan dan aktivasi limfosit B. Bayi
yang menderita penyakit ini biasanya terdeteksi karena adanya infeksi yang
sering kambuh , umumnya terserang bakteri pirogen seperti Streptococcus
pneumonia dan juga infeksi virus hepatitis B dan C, virus polio, virus
ECHO bronchitis, sinusitis, conjunctivitis, otitis dan lain-lain.
Pengobatan penyakit ini bisa dilakukan dengan
pemberianimunoglobulin secara rutin kepada penderita. Setiap 2-4 minggu
sekali penderitaakan menerima injeksi imunoglobulin ke dalam tubuhnya.
Hal ini untuk menjagaketersediaan antibodi dalam tubuh penderita. Terapi
lain yang berpotensi adalahdengan menggunakan sel punca, tetapi ini masih
dalam bentuk penelitian..

c) Defisiensi IgA (imunoglobulin)


Imunoglobin ditemukan terutama di air liur dan cairan tubuh lain
sebagai perlindungan pertama tubuh. Penyebabnya genetik maupun infeksi
toksoplasma, virus cacar, dan virus lainnya. Orang yang kekurangan IgA
cenderung memiliki alergi atau mengalami pilek dan infeksi pernapasan
lain walaupun tidak parah.
d) Granulomatos kronis (CGD)
Penyakit imunodefisiensi yang diwariskan sehingga penderitanya
rentan terhadap infeksi bakteri atau jamur tertentu. Penderitanya tidak dapat
melawan infeksi kuman yang umumnya ringan pada orang normal.
e) Sindroma DiGeorge (thymus displasia)
Sindrom cacat lahir dengan penderita anak-anak yang lahir tanpa
kelenjar timus. Tanda sindroma ini antara lain menurunnya level sel T,
tetanus, dan cacat jantung bawaan. Telinga, wajah, mulut dan wajah dapat
menjadi abnormal.
f) Sindroma Chediak-Higashi
Ditandai dengan ketidakmampuan neutrofil untuk berfungsi sebagai
fagosit secara normal.
g) Hyper IgM
Syndrome Penyakit ini ditandai dengan produksi IgM tetapi defisiensi
IgA dan IgE. Akibatnya terjadi cacat pada respon imun sel T helper dan
maturasi sel B dalam sekresi imunoglobin terhambat.

h) Wiskott -Aldrich Syndrome


Penyakit yang terkait dengan kromosom X ditandai dengan
trombositopenia, eksema, dan rentan infeksi sehingga menyebabkan
kematian dini.

2.1.2.7 Imunodefisiensi Sekunder


Imunodefisiensi sekunder merupakan akibat samping dari penyakit lain
atau disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kurang gizi dan juga akibat
pemakaian obat. Penyakit ini berkembang umumnya setelah seseorang mengalami
penyakit. Penyebab yang lain termasuk akibat luka, kurang gizi atau masalah medis
lain. Sejumlah obatobatan juga menyebabkan gangguan pada fungsi kekebalan
tubuh. Immunodefisiensi sekunder disebabkan oleh beberapahal, diantaranya:
a. Infeksi
HIV (human immunodeficiency virus) dan AIDS (acquired immunodeficiency
syndrome) adalah penyakit umum yang terus menghancurkan sistem kekebalan
tubuh penderitanya. Penyebabnya adalah virus HIV yang mematikan beberapa
jenis limfosit yang disebut sel T-helper. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh tidak
dapat mempertahankan tubuh terhadap organisme biasanya tidak berbahaya. Pada
orang dewasa pengidap AIDS, infeksi HIV dapat mengancam jiwa.
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan salah satu jenis
imunodefisiensi sekunder. Virus ini akan menyerang sel limfosit T CD4+ .
Dikarenakan virus HIV menggunakan molekul CD4 sebagai reseptornya dan
membantunya masuk ke dalam sel. Sel yang tidak memiliki molekul CD4 tidak
dapat diinfeksi oleh HIV. Virus HIV akan berkembang biak di dalam sel limfosit T
CD4+. Dalam proses produksi virus baru, HIV akan merusak sel 72 T CD4+ . Hal
ini akan mengakibatkan jumlah sel limfosit T CD4+ akan menurun, dan berdampak
pada menurunnya respon imun. Karena sel limfosit T CD4+ merupakan komponen
sistem imun yang berperan dalam pengaturan respon imun dan mengaktivasi sel-
sel imun. Jika jumlahnya berkurang, maka respon imun juga melemah
Cara penularan infeksi HIV sendiri bisa melalui hubungan seksual, transfuse
darah yang mengandung virus, penggunaan jarum suntik bergantian, dari ibu
terinfeksi kepada anak dan pada tenaga kesehatan yang tertular dari darah
penderita. Banyak mitos-mitos cara penularan HIV yang tidak benar di masyarakat.
Penularan virus HIV tidak bisa dilakukan melalui makanan, udara, bersentuhan
dengan penderita, menggunakan alat makan yang sama dengan penderita, gigitan
serangga maupun dari penggunaan toilet umum.
Terapi yang tersedia untuk penderita infeksi HIV/AIDS berupa obat
antiretroviral.Belum tersedia vaksin untuk pencegahan infeksi HIV.Obat
antiretroviral berperan dalam menghambat perkembangbiakan virus di dalam sel,
namun tidak dapat membunuh virus.Sehingga obat ini harus diminum seumur
hidup untuk menjaga jumlah virus di dalam tubuh. Namun, terdapat masalah lain
yang harus diwaspadai, yaitu munculnya kasus-kasus resistensi terhadap obat
antiretroviral. Kasus ini cukup mendapatkan perhatian karena jenis obat
antiretroviral tidak banyak, sehingga apabila terjadi resistensi tidak banyak
alternative obat pengganti.
b. Kanker
Pasien dengan kanker yang menyebar luas umumnya mudah terinfeksi
mikroorganisma. Tumor bone marrow dan leukimia yang muncul di sumsum
tulang belakang dapat mengganggu pertumbuhan limfosit dan leukosit. Tumor juga
menghambat fungsi limfosit seperti pada penyakit Hodgkin.
c. Obat-obatan
Beberapa obat menekan sistem kekebalan tubuh, seperti obat kemoterapi yang
tidak hanya menyerang sel kanker tetapi juga sel-sel sehat lainnya, termasuk dalam
sumsum tulang belakang dan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, gangguan
autoimun atau mereka yang menjalani transplantasi organ dapat mengurangi
kekebalan tubuh melawan infeksi
d. Pengangkatan linen
Pengangkatan lien sebagai terapi trauma atau kondisi hematologik
menyebabkan peningkatan suspeksibilitas terhadap infeksi terutama Streptococcus
pneumoniae.

2.1.2.8 Penyebab imunodefisensi


Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat:

2.1.3.1 Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme


 Diabetes
 Sindroma Down
 Gagal ginjal
 Malnutrisi
 Penyakit sel sabit

2.1.3.2 Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan


 Kemoterapi kanker
 Kortikosteroid
 Obat immunosupresan
 Terapi penyinaran

2.1.3.3 Infeksi
 Cacar air
 Infeksi sitomegalovirus
 Campak Jerman (rubella kongenital)
 Infeksi HIV (AIDS)
 Mononukleosis infeksiosa
 Campak
 Infeksi bakteri yang berat
 Infeksi jamur yang berat
 Tuberkulosis yang berat

2.1.3.4 Penyakit darah dan kanker


 Agranulositosis
 Semua jenis kanker
 Anemia aplastik
 Histiositosis
 Leukemia
 Limfoma
 Mielofibrosis
 Mieloma

2.1.3.5 Pembedahan dan trauma


 Luka bakar
 Pengangkatan limpa

2.1.3.6 Lain-lain
 Sirosis karena alkohol
 Hepatitis kronis
 Penuaan yang normal
 Sarkoidosis
 Lupus eritematosus sistemik

2.1.2.9 Tanda dan Gejala imunodefisiensi


Gejala klinis yang menonjol pada Imunodefisiensi adalah infeksi berulang atau
berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak memberikan
respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba. Telah diketahui bahwa reaksi imunologi
pada infeksi merupakan interaksi antara berbagai komponen dalam sistem imun yang
sangat komplek. Kelainan pada sistem fagosit, limfosit T dan limfosit B mapun dalam
sistem komplemen dapat menampilkan gejala klinik yang sama sehingga sulit dipastikan
komponen mana dari sistem imun yang mengalami gangguan. Penderita dengan defisiensi
limfosit T biasanya menunjukan kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa, dan jamur
yang biasanya dapat diatasi dengan respon imun seluler. Gejala penyakit imunodefisiensi
berbeda-beda tergantung pada jenisnya dan individu. Tanda dan gejala imunodefisiensi
meliputi:

2.1.4.1 Gejala yang biasanya dijumpai


 Infeksi saluran napas atas berulang
 Infeksi bakteri yang berat
 Penyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons
pengobatan inkomplit

2.1.4.2 Gejala yang sering dijumpai


 Gagal tumbuh atau retardasi tumbuh
 Jarang ditemukan kelenjar atau tonsil yang membesar
 Infeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazim
 Lesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia,
eksim, teleangiektasi, warts yang hebat)
 Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan
 Jari tabuh
 Diare dan malabsorpsi
 Mastoiditis dan otitis persisten
 Pneumonia atau bronkitis berulang
 Penyakit autoimun
 Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik,
neutropenia, trombositopenia)

2.1.4.3 Gejala yang jarang dijumpai


 Berat badan turun
 Demam
 Periodontitis
 Limfadenopati
 Hepatosplenomegali
 Penyakit virus yang berat
 Artritis atau artralgia
 Ensefalitis kronik
 Meningitis berulang
 Pioderma gangrenosa
 Kolangitis sklerosis
 Hepatitis kronik (virus atau autoimun)
 Reaksi simpang terhadap vaksinasi
 Bronkiektasi
 Infeksi saluran kemih
 Lepas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari)
 Stomatitis kronik
 Granuloma
 Keganasan limfoid (Dikutip dari Stiehm, 2005)

2.1.2.10 Pemeriksaan Penunjang Imunodefisiensi


Selain pertanyaan mengenai gejala yang dirasakan, riwayat penyakit autoimun
dalam keluarga, sejumlah tes juga dilibatkan dalam penentuan penyakit
immunodefisiensi yaitu:

1. Tes darah, yang dapat mengungkap kelainan dalam sistem kekebalan tubuh.
Tes termasuk mengukur sel-sel darah dan sel imun.
2. Identifikasi infeksi, untuk menganalisis infeksi dan penyebabnya apabila
pasien tidak merespon pengobatan standar.
3. Uji Pre-natal, dilakukan orangtua yang memiliki anak dengan gangguan
imunodefisiensi untuk melakukan pengecekan apakah gangguan tersebut juga
dialami janin pada kehamilan berikutnya.

Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui


penyakit defisiensi imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan (sesuai
dengan kelainan klinis dan mekanisme dasarnya) maka pada tahap pertama dapat
dilakukan pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:

1. Pemeriksaan darah tepi


 Hemoglobin
 Leukosit total
 Hitung jenis leukosit (persentasi)
 Morfologi limfosit
 Hitung trombosit
2. Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE
3. Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)
 Titer antibodi Tetatus, Difteri
 Titer antibodi H.influenzae
4. Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)
5. Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang
sesuai)

2.1.2.11 Pengobatan Dan Pencegahan Imunodefisiensi


Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya
maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya pengobatan
tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.
Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi
kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa,
kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan
terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit,
plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik.
Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai dengan
kondisi klinis.
Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa memang
bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara lain adalah
faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG), produk
biologik (timosin), komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik seperti
inosipleks dan levamisol.
Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi imun,
terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi, pengobatan
keganasan, dan lainlain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati dengan
transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.
Pengobatan immunodefisiensi termasuk pencegahan, pengobatan infeksi dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meliputi
1. Pola hidup sehat untuk melindungi dari infeksi
2. Pengobatan infeksi virus dan bakteri dengan antiviral dan antibiotik
3. Suntikan atau subkutan immunoglobin
4. Pengobatan terbaik kekurangan sel T adalah transplantasi sum-sum tulang
belakang dari donor yang cocok
5. Pengobatan lain yang masih dalam fase eksperimen termasuk, sitosin,
transplantasi thymic, terapi gen dan transplantasi sel induk.
BAB III

KESIMPULAN

1. Imunodefisiensi adalah kondisi dimana salah satu atau beberapa komponen respon
imun mengalami penurunan jumlah dan fungsinya atau ketidakmampuan sistem imun
untuk merespon antigen.
2. Imunodefisiensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu imunodefisiensi primer dan
imunodefisiensi sekunder. Imunodefisiensi primer merupakan imunodefisiensi yang
disebabkan adanya mutasi gen (faktor genetik). Sehingga dapat diturunkan dari orang
tua ke anak-anak. Imunodefisiensi ini juga dibawa penderitanya sejak lahir.
Sedangkan imunodefisiensi sekunder merupakan akibat samping dari penyakit lain
atau disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kurang gizi dan juga akibat pemakaian
obat. Penyakit ini berkembang umumnya setelah seseorang mengalami penyakit.
3. Penyebab imunodefisiensi diantaranya adalah penyakit keturunan dan kelainan
metabolisme, bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan, infeksi,
penyakit darah dan kanker, pembedahan dan trauma, dan lain-lain.
4. Gejala klinis yang menonjol pada Imunodefisiensi adalah infeksi berulang atau
berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak
memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba.
5. Pemeriksaan Penunjang Imunodefisiensi yaitu tes darah, identifikasi infeksi, dan uji
pre-natal.
6. Pengobatan immunodefisiensi termasuk pencegahan, pengobatan infeksi dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meliputi pola hidup sehat untuk melindungi
dari infeksi, pengobatan infeksi virus dan bakteri dengan antiviral dan antibiotik,
suntikan atau subkutan immunoglobin, pengobatan terbaik kekurangan sel T adalah
transplantasi sum-sum tulang belakang dari donor yang cocok pengobatan lain yang
masih dalam fase eksperimen termasuk, sitosin, transplantasi thymic, terapi gen dan
transplantasi sel induk.
DAFTAR PUSTAKA
1. International Patient Organitation (2012). Imunodefisiensi primer – Diagnosis
imunodefisiensi primer (edisi pertama). IPOP
2. https://www.google.co.id/books/edition/Imunologi_dan_Alergi_Hipersensitif/
TxNkDwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=imunodefisiensi&pg=PA195&printsec=frontcover (diakses 12
Oktober 2022)
3. https://www.google.co.id/books/edition/Penyakit_Gangguan_Sistem_Tubuh/
VDJtEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=imunodefisiensi&pg=PA77&printsec=frontcover (diakses 12
Oktober 2022)
4. https://www.google.co.id/books/edition/Mikrobiologi_III_Imunologi/
RqP5DwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=imunodefisiensi&pg=PT21&printsec=frontcover (diakses 12
Oktober 2022)
5. https://www.google.co.id/books/edition/Patofisiologi/KdJfk2qazVIC?
hl=id&gbpv=1&dq=imunodefisiensi&pg=PA58&printsec=frontcover (diakses 12
Oktober 2022)
6. https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Patologi_Robbins_E_Book/
Yvn2DwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=imunodefisiensi&pg=PA166&printsec=frontcover (diakses 18
Oktober 2022)
7. https://www.google.co.id/books/edition/Penyakit_Infeksi_di_Indonesia_Solusi_Kin/
xbGhDwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=imunodefisiensi&pg=PA24&printsec=frontcover (diakses 18
Oktober 2022)
8. https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/AI07_Penyakit-
defisiensi-imun.pdf (diakses 18 Oktober 2022)

Anda mungkin juga menyukai