DAFTAR ISI..................................................................................................................i
IDENTIFIKASI KASUS...............................................................................................1
A. IDENTITAS PASIEN........................................................................................1
B. ANAMNESIS.....................................................................................................1
C. Pemeriksaan Fisik...............................................................................................2
D. Status Dermatologi.............................................................................................2
E. Resume...............................................................................................................3
F. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................4
G. Diagnosis Kerja :................................................................................................5
H. Diagnosis Banding:.............................................................................................5
I. Terapi..................................................................................................................5
J. Prognosis............................................................................................................5
K. Follow Up...........................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................9
A. Definisi...............................................................................................................9
B. Epidemiologi......................................................................................................9
C. Etiologi...............................................................................................................9
D. Patogenesis.......................................................................................................10
E. Gejala Klinis.....................................................................................................13
F. Diagnosis & Diagnosis Banding.......................................................................15
G. Penatalaksanaan................................................................................................17
H. Komplikasi........................................................................................................18
I. Prognosis..........................................................................................................18
PEMBAHASAN..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21
IDENTIFIKASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 14 hari
Alamat : Sidangoli
B. ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Kulit kemerahan dan terkelupas hampir seluruh tubuh.
Ananmnesis Terpimpin : Kulit kemerahan dan terkelupas hampir seluruh tubuh
sejak 5 hari yang lalu. Awalnya ruam kemerahan muncul hanya pada sela paha
kemudian menyebar pada seluruh tubuh dan wajah seperti melepuh kemudian
pecah. Tidak terdapat demam (selama di rawat di RS) sedangkan riwayat demam
sebelumnya disangkal oleh ibu. Pasien tidak mengonsumsi obat apapun dan
mendapat ASI sejak lahir. Ibu pasien juga tidak mengonsumsi obat apapun
selama hamil selain obat penambah darah. Pasien merupakan anak kedua, lahir
spontan pervaginam pada tanggal 15 September 2021 dengan berat badan 3400
gram. Pasien langsung menangis. Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga. Hanya
pasien yang mengalami sakit seperti ini di dalam keluarga. BAK dan BAB
lancar.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Disangkal (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama : (-)
4. Riwayat Pengobatan
Bedak salicyl dan kunyit.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 4000 gram
Suhu : 37,2°C
Nadi : 140x/menit
Pernapasan : 40x/menit
D. Status Dermatologi
1. Inspeksi
Lokasi : Regio scalp
UKK : Skuama
Lokasi : Regio Colli, Regio Brachialis, Regio Extremitas Superior dextra
et sinistra, Regio femoralis
UKK : Deskuamasi, eritematosa, krusta
Distribusi : Generalisata
Konfigurasi : Multipel
H. Diagnosis Banding:
Seboroik infantil
I. Terapi19
Kompres NaCl 0,9% (pagi dan sore)
Mupirosin zalf pada kulit yang mengelupas
Ampiciline 120 mg / 8 jam
Gentamicin 20 mg / 12 jam
Cefotaxim 150 mg / 12 jam
J. Prognosis
Ad vitam ad bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam
K. Follow Up
Tgl : 30/09/2021
S : Kulit mengelupas
O : Kesadaran compos mentis, HR : 150x/menit, RR: 42x/menit , SB: 37,2°C.
St. Dermatologis : Regio colli, Regio brachialis, Regio extremitas superior dextra
et sinistra, Regio femoralis tampak skuama, deskuamasi, eritematosa, krusta.
Regio scalp tampa skuama kekuningan berminyak.
A: Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
P: Th/ lanjutkan
Tgl : 01/10/2021
S : Kulit mengelupas
O : Kesadaran compos mentis
St. Dermatologis : Regio colli, Regio brachialis, Regio extremitas superior dextra
et sinistra, Regio femoralis tampak skuama, deskuamasi, eritematosa, krusta.
Regio scalp tampa skuama kekuningan berminyak.
A. Definisi
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) atau disebut juga dengan
penyakit Ritter merupakan kelainan kulit yang disebabkan eksotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus aureus strain tertentu. Kelainan ini paling
sering ditemukan pada bayi dan anak-anak dengan fungsi ginjal yang belum
sempurna, sehingga kemampuan untuk mengeliminasi toksin masih belum bekerja
dengan baik. Penegakan diagnosis awal dan penatalaksanaan yang sesuai dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus SSSS1.
B. Epidemiologi
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) sebagian besar didapatkan
pada bayi dan anak-anak. Namun didapatkan juga peningkatan angka kejadian
SSSS pada anak-anak dengan usia lebih besar dan pada orang tua yang mengalami
penurunan fungsi ginjal. Insiden SSSS pada populasi umum berkisar antara 0,09-
0,56 kasus per 1 juta penduduk. Tidak didapatkan perbedaan jenis kelamin pada
insiden SSSS. Angka mortalitas pada SSSS pada bayi dan anak dengan diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat berkisar di bawah 5%. Namun, mortalitas SSSS
pada pasien dewasa didapatkan hampir 60%. Hal ini dapat mengakibatkan adanya
penyakit dasar sebagai faktor risiko SSSS seperti penurunan fungsi ginjal,
penggunaan obat imunosupresi, infeksi HIV/AIDS, dan keganasan2,3,4.
C. Etiologi
Staphylococcal scalded skin syndrome disebabkan oleh toksin eksfoliatif
(ETs) yaitu toksin eksfoliatif A (ETA) dan B (ETB) yang dihasilkan dari strain
toksigenik bakteri staphylococcus aureus (faga grup 2). Desmosom merupakan
sebagian dari sel kulit yang bertanggungjawab sebagai perekat kepada sel-sel kulit.
Toksin yang mengikat pada molekul di antara desmosom dikenali sebagai
desmoglein dan kemudiannya memisah sehingga kulit menjadi tidak utuh.
Toksin eksfoliatif memiliki target kerja pada desmoglein 1 merupakan desmosom
glikoprotein transmembran yang mempertahankan adhesi antar sel pada
epidermis.4,5,6,7
D. Patogenesis
Toksin eksfoliatif (ETs) merupakan serin protease yang dapat menimbulkan
celah pada ikatan adhesi antar sel molekul desmoglein 1, yang tampak pada bagian
atas epidermis yaitu antara stratum spinosum dan granulosum sehingga
menimbulkan bula berdinding tipis yang mudah pecah, memperlihatkan Nikolsky
sign positif. Pada SSSS toksin berdifusi dari fokus infeksi, dan tidak adanya
antibodi antitoksin spesifik dapat menyebabkan penyebaran toksin secara
hematogen. Meskipun strain toksigenik S. aureus yang terbanyak adalah faga grup
II (subtype 3A, 3B, 3C, 55 dan 71), selain itu juga terdapat strain faga grup I dan
III. Adanya keterlibatan desmoglein 1 pada SSSS menyerupai penyakit autoimun
pemfigus foliaseus.6,7
Salah satu fungsi fisiologi utama kulit adalah barier terhadap infeksi, yang
terletak pada stratum korneum. Adanya toksin eksfoliatif yang dimiliki S.aureus
memungkinkan proliferasi dan penyebarannya di bawah barier tersebut. Sekali
kulit dapat mengenali toksin eksfoliatif tersebut, S. aureus dapat menyebar
sehingga menimbulkan celah di bawah stratum korneum.8
Toksin staphylococcus terdiri atas toksin eksfoliatif A dan B (ETA dan ETB)
yang menyebabkan lepuhnya kulit pada SSSS. ETA terdiri atas 242 dengan berat
molekul 26.950 kDa, bersifat stabil terhadap panas dan gennya terletak pada
kromosom sementara ETB terdiri atas 246 asam amino dengan berat molekul
27.274 kDa, bersifat labil terhadap pemanasan dan gennya berlokasi pada plasmid.
Toksin ini dihasilkan pada fase pertumbuhan bakteri dan diekskresikan dari
kolonisasi staphylococcus sebelum diabsorpsi melalui sirkulasi sistemik. Toksin
mencapai stratum granulosum epidermis melalui difusi pada kapiler dermal. Studi
histologis menunjukkan bahwa ikatan ETs pada keratinosit kultur isolasi kulit
menyebabkan terbentuknya vesikel yang mengisi ruang antarsel, diikuti cairan
interseluler yang mengisi ruang antara stratum granulosum dan spinosum.
Pemeriksaan laboratorium mendukung bahwa ETB lebih pirogenik dibandingkan
ETA, sementara studi klinis menunjukkan meskipun ETA dan ETB dapat
menyebabkan SSSS lokal, tetapi ETB lebih sering diisolasi dari anak yang
menderita SSSS generalisata dan juga dapat menyebabkan eksfoliasi generalisata
pada orang dewasa yang sehat7,9,10.
E. Gejala Klinis
Gambaran klinis pada pasien dengan SSSS dapat bervariasi berupa adanya
lesi bula lokal maupun lesi yang luas. Lesi disebabkan adanya infeksi
Staphyloccocus yang menghasilkan eksotoksin. Pada umumnya infeksi berada
jauh dari area yang terdampak. Pada umumnya infeksi terdapat pada daerah kepala
dan leher berupa konjungtivitis, faringitis, dan media, area sirkumsisi, pada
neonatus (omfalitis), area popok (pustul, impetigo, selulitis). Infeksi klinis bisa ada
atau tidak. Inkubasi antara 1-10 hari1,3.
Diagnosis pada kasus SSSS pada umumnya ditegakkan secara klinis
berdasarkan gambaran kulit yang khas berupa adanya eritema, bula, erosi, yang
disertai nikolsky sign positif. Nikolsky sign merupakan tanda terjadinya
pemisahan antara sel-sel epitel pada membrane basalis. Cara melakukan
pemeriksaan Nikolsky adalah dengan melakukan tekanan secara ringan pada
daerah sekitar bula dan akan didapatkan penyebaran bula3,15.
Gambar 6. (A) bercak kemerahan yang menyebar pada lengan, muka dan
badan bayi penderita SSSS, (B) bula berdinding tipis yang pecah dan
meninggalkan kesan terbakar8
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Staphylococcus Scalded Skin Syndrome sebagian besar disebabkan oleh
Staphylococcus strain methicillin-sensitive, penicillinase-resistant, aureus
betalactam agent. Antibiotik lini pertama pada kasus SSSS adalah kloksasilin,
dikloksasilin, oksasilin, flukloksasilin, dan nafsilin. Jika pasien tidak
memberikan respons pada obat-obatan diatas maka perlu dicurigai infeksi oleh
S. aureus strain methicillin- resistant. Pada kasus SSSS oleh MRSA obat pilihan
adalah Vankomisin. Terapi tambahan berupa antibiotik topikal yang
mengandung natrium fusidat atau mupirosin diberikan pada area dengan bula
dengan tujuan eradikasi kolonisasi. Area kulit dengan erosi dapat diberikan
kompres yang bertujuan untuk mendinginkan dan melembabkan. Pada pasien
SSSS perlu diperhatikan juga regulasi suhu, pemenuhan kebutuhan cairan,
pemberian anti nyeri, kompres steril pada lesi, dan pencegahan infeksi
sekunder, Analgetik yang dapat diberikan pada kasus SSSS antara lain adalah
parasetamol3.
2. Edukasi
Sebagai tindakan pencegahan, dapat dilakukan hal sebagai berikut :
a. Menggunakan sabun antibakteri/antiseptik saat mencuci tangan
b. Kuku harus pendek untuk mencegah kontaminasi
c. Mencuci tangan sebelum menyentuh luka.
d. Petugas keschatan dan ibu sering berperan sebagai carrier S. Aureus
asimptomatik. Hal tersebut dilaporkan sebagai sumber beberapa
kejadian SSSS di unit pediatrik. Petugas kesehatan yang merawat
pasien SSSS dapat menyebabkan kejadian infeksi silang antar pasien
di ruangan yang sama. Petugas kesehatan sebaiknya menjaga
higienitas dengan baik pada saat merawat pasien. Selain itu
identifikasi dan terapi untuk carrier S. Aureus juga direkomendasikan
untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa16.
H. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Sepsis
3. Pneumonia
4. Post-streptococcal glomerulonephritis (PSG): sering terjadi pada orang
dewasa, sangat jarang terjadi pada anak-anak
5. Pada bayi dan anak-anak usia muda komplikasi SSSS dapat disebabkan
akibat hilangnya fungsi protektif epidermis sehingga didapatkan komplikasi
fatal berupa hipotermi, dehidrasi, dan infeksi sekunder oleh Pseudomonas16.
I. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : ad bonam
Jika segera diobati, angka mortalitas dapat diturunkan. Tapi pada orang
dewasa, angka mortalitas tinggi (40-63%), kemungkinan karena komorbiditas
yang mendasari. Kelainan kulit sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut13.
PEMBAHASAN
OLEH :
Nurul Amirah R
PEMBIMBING :
dr. Hartati, Sp.KK, M.Kes