Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

Bisitopeni ec Leukemia Akut suspek AML dd ALL + Gizi Buruk Tipe Marasmus

Oleh :

Ni Gusti Ayu Made Sintya Dwi Cahyani

H1A320015

Pembimbing

dr. Yudhi Kurniawan, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM RUMAH SAKIT UMUMDAERAH PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT 2021

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
mengenai Bisitopeni ec Leukemia Akut suspek AML dd ALL + Gizi Buruk Tipe
Marasmus dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam proses mengikuti
kepaniteraan klinik madya di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada dr. Yudhi Kurniawan, Sp.A yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberi masukan selama proses penyusunan laporan
kasus ini.

Demikian semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya di bidang ilmu kedokteran. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak yang bersifat membangun untuk penyusunan laporan kasus yang lebih baik.

Mataram, April 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia adalah keganasan paling umum pada masa kanak-kanak, terhitung 30%
dari kasus kanker masa kanak-kanak. Meskipun ada beberapa hubungan antara faktor
lingkungan atau host, sebagian besar diagnosis leukemia pada anak bersifat sporadis.1
Terdapat dua jenis utama leukemia, yaitu leukemia akut dan leukemia kronis. Dalam dua
jenis utama tersebut, leukemia dibagi menjadi 4 sub-tipe, yaitu acute lymphoblastic leukemia
(ALL), acute myelogenous leukemia (AML), chronic myelogenous leukemia (CML), and
chronic lymphoblastic leukemia (CLL).2

Leukemia akut merupakan jenis leukemia yang paling umum pada masa kanak-kanak.
Data dari Inggris menyebutkan satu dari 2.000 anak menderita kelainan tersebut, dengan
sekitar 450 kasus baru didiagnosis setiap tahun. Banyak uji coba terkontrol acak berkualitas
tinggi telah menunjukkan bahwa lebih dari 85% anak-anak dengan leukemia akut sekarang
dapat disembuhkan.3 Meskipun beberapa penelitian dibuat untuk meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup anak-anak dengan leukemia akut, tingkat kelangsungan hidup AML
ternyata lebih rendah dibandingkan dengan ALL.4 Tujuan pengobatan masa depan harus
fokus pada menjaga pengobatan dan efek samping seminimal mungkin untuk pasien dengan
risiko rendah penyakit berulang, dan meningkatkan hasil pengobatan untuk sebagian kecil
anak-anak yang berisiko tinggi kambuh.2

Nutrisi merupakan bagian yang penting pada pelaksanaan keganasan, baik pada
pasien yang sedang menjalani terapi, pemulihan dari terapi, pada keadaan remisi maupun
untuk mencegah kekambuhan. Malnutrisi sering terjadi pada penderita keganasan (24% pada
stadium dini dan > 80% pada stadium lanjut) 5. Malnutrisi adalah gangguan nutrisi utama
yang terjadi pada anak-anak penderita kanker, dan telah didefinisikan sebagai keadaan di
mana kekurangan energi, protein, dan nutrisi lainnya, menyebabkan efek merugikan yang
terukur pada struktur dan fungsi organ dan jaringan tubuh serta perjalanan klinis suatu
penyakit. Prevalensinya terkait dengan jenis keganasan dan luasnya penyakit. Salah satu cara
untuk mengantisipasi adanya perubahan status gizi yang cukup signifikan yaitu dengan
memerhatikan asupan energy dan zat gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat) dari
makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari pada penderita kaganasan6.

3
1.2 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui kriteria diagnosis dan manajemen anak dengan bisitopeni ec


leukimia akut dan gizi kurang buruk tipe marasmus.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : A.F
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 12 Agustus 2008
Usia : 7 Tahun 7 Bulan
Alamat : Kediri, Lombok Barat
Nomor RM : 171***
Tanggal MRS : 29 Maret 2021
Tanggal Pemeriksaan : 30 Maret 2021

Identitas orang tua : Ibu Ayah


Nama : Ny.E.S Tn.H.T
Usia : 31 tahun 30 tahun
Pendidikan terakhir : SMP SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pegawai Swasta
Golongan darah :- -

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dengan orang tua pasien pada hari Selasa,
30 Maret 2021 didukung dengan data dari rekam medis pasien.
a. Keluhan utama
Pucat
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli anak RSUDP NTB pada hari Senin, 29 Maret 2021 yang
merupakan rujukan dari Rumah Sakit Awet Muda Narmada dengan keluhan pucat.
Keluhan pucat dirasakan sejak 3 bulan yang lalu yaitu pada wajah, tangan dan kaki yang
semakin lama semakin memberat, pasien sudah pernah mendapatkan transfusi darah
sebanyak 2 kali. Keluhan pucat tidak mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari
serta proses belajar dan konsentrasi juga masih baik. Menurut keluarga pasien, setelah
keluhan pucat ini muncul nafsu makan pasien tidak ada perubahan namun pasien terlihat
semakin kurus. Keluhan lain yang dirasakan yaitu batuk berdahak. Keluhan ini muncul

5
sejak 2 bulan yang lalu dimana menurut keluarga pasien keluhan ini muncul setelah
pasien di rawat post transfusi yang pertama kali di Rumah Sakit Kota. Batuk yang
dialami sepanjang hari dan terkadang mengganggu tidur, dahak yang dikeluarkan yaitu
berwarna putih. Keluhan ini tidak disertai sesak dan nyeri dada. Demam juga dirasakan
pasien sejak 1 bulan yang lalu, demam yang dirasakan naik turun. Biasanya diberikan
obat inzana, setelah itu membaik lalu muncul kembali. Pasien tidak memiliki riwayat
BAB berdarah, BAK darah, muntah darah, ataupun mimisan. Pasien sering mengeluh
pegal-pegal pada kaki sejak usia kurang lebih 1 tahun dan sehingga harus sering dipijat
sebelum tidur, namun keluhan ini kembali dirasakan hilang timbul oleh pasien.

c. Riwayat penyakit dahulu


Pasien memiliki keluhan serupa dan sudah melakukan transfusi darah di RS kota
sebanyak 2 kantong dan RS Awet Muda sebanyak 3 kantong.

d. Riwayat penyakit keluarga

Tidak terdapat keluhan serupa seperti pucat, batuk lama dan demam di
keluarga pasien. Tidak ada riwayat asma, diabetes mellitus, dan hipertensi di
keluarga pasien. Keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat keganasan.

6
Genogram :

Keterangan
:Perempuan

: Laki-laki

: Pasien

7
e. Riwayat kehamilan
Ibu pasien mengandung saat usia 22 tahun. Selama masa kehamilan ibu pasien
mengaku rutin memeriksakan kehamilannya tiap bulan ke Posyandu. Setiap kali
pemeriksaan kehamilan didapatkan hasil pemeriksaannya selalu normal. Ibu pasien
sudah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3 kali. Ibu sudah mendapatkan vaksin TT
di posyandu. Selama hamil ibu pasien mengatakan tidak pernah mengidap sakit tertentu,
keluhan hanya berupa mual dan muntah di awal kehamilan. Tidak ada riwayat
mengkonsumsi obat-obatan selain obat penambah darah yang diberikan di Posyandu.
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan sebanyak 8 kilogram.
f. Riwayat persalinan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien lahir dari ibu G2P1A0.
Pasien lahir secara normal dibantu bidan di Puskesmas Kediri. Pasien lahir cukup bulan
yaitu 38-39 minggu. Pasien lahir dengan berat badan lahir 2900 gram, panjang badan 49
cm, dan lingkar kepala tidak diketahui.
g. Riwayat makanan
Pasien mendapatkan ASI sampai usia 3 bulan. Sehari-hari biasanya makan 3-4 x/hari
dengan menu nasi sayur bening, tempe/tahu, dan ayam. Selain itu pasien juga sering
membeli jajanan dan minuman di warung. Keluarga pasien juga mengakui bahwa nafsu
makan pasien selalu baik.
h. Vaksinasi

Imunisasi dasar
BCG (+)
Hep B 4 kali
DPT 3 kali
HiB 3 kali
Polio 4 kali
Campak 1 kali
Pasien belum menerima booster campak.
i. Riwayat sosial-ekonomi dan lingkungan
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu tirinya, sesekali pasien menginap dirumah
kakek dan nenek pasien Ayah, kakek dan nenek pasien bekerja sebagai wiraswasta,
kebutuhan tercukupi dengan baik. Kondisi lingkungan sekitar rumah tidak padat
penduduk. Rumah pasien memiliki 3 kamar tidur, 3 kamar mandi dengan wc jongkok, 2

8
dapur dan ventilasi yang memadai serta cahaya yang cukup. Sumber air menggunakan
air sumur untuk mandi dan mencuci, dan air PDAM untuk minum.
j. Riwayat pengobatan
Saat pertama kali keluhan pucat muncul, pasien di bawa ke klinik dokter umum,
namun pada saat itu pasien langsung dirujuk ke Rumah Sakit Kota, disini pasien
diberikan transfusi sebanyak 2 kantong dan dirawat inap kurang lebih selama 1 minggu.
3 bulan setelahnya pasien berobat ke puskesmas oleh keluhan yang sama, pasien hanya
diinfus lalu dirujuk kembali ke Rumas Sakit Awet Muda Narmada, disini pasien juga
diberikan transfusi sebanyak 3 kantong, pasien dirawat inap selama 9 hari lalu kontrol
kembali selang 1 minggu. Saat kontrol kedua pasien langsung diberikan surat rujukan ke
RSUDP NTB
k. Anamnesis sistem

Thermoregulasi : demam (+) menggigil (-)


Sistem serebrospinal : kejang (-) penurunan kesadaran (-)
Sistem respirasi : batuk (+) pilek (-)
Sistem gastrointestinal : nyeri perut (-) mual (-) muntah (-), BAB (+)
Sistem urogenital : BAK (+)
Sistem integumentum : turgor kulit kembali cepat (+), gatal-gatal (-), ruam (-)
Sistem musculoskeletal : nyeri sendi (-) nyeri otot (+) keterbatasan gerak (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30/03/2020 pukul 22.00 wita :
a. Kesan umum
Baik
b. Kesadaran
Compos mentis (E4V5M6)
c. Tanda vital

Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
Suhu : 36.9 oC
Saturasi oksigen : 97 % dengan udara ruangan

9
d. Status gizi (berdasarkan tanggal pemeriksaan)
Penilaian pertumbuhan :

Berat badan : 17,4 Kg


Tinggi badan : 116 cm
Lila : 12 cm
Lingkar kepala : 50 cm
BMI : 12,9 kg/m2
BMI/U : -3 SD < Z < -2 SD (Gizi kurang)
TB/U : -2 SD < Z < -1 SD (Normal)
BB/U : -3 SD < Z < -2 SD (Berat badan kurang)
BB/PB : <-3SD (Gizi buruk)
LLA/U : 64,1% (Gizi buruk)

10
11

%LILA : LILA HASIL PENGUKURAN


e. Pemeriksaan lokalis

KEPALA
Inspek Inspeksi: simetris, normocephali, massa (-)
si
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-)
Wajah Simetris (+), ruam (+)
Mata Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Teling Bentuk simetris, deformitas (-), serumen (+) minimal, sekret (-),
a perdarahan (-), nyeri tekan (-)
Hidun Simetris, deformitas (-), napas cuping hidung (-), rhinorrhea (+)
g
minimal, perdarahan (-), deviasi septum (-)
Mulut Mukosa bibir tampak pucat, deformitas (-), perdarahan mukosa (-)

LEHER

12
Inspeksi Bentuk simetris, lebam(+)

Palpasi Trakea di tengah, pembesaran thyroid (-), Pembesaran KGB


submandibula, regio coli (+/+) multipel tidak disertai nyeri tekan

THORAKS

Inspeksi Retraksi (-), iga gambang (+) dengan ICS melebar, jejas (-), lesi(-),
tampak iktus cordis (+)

Palpasi Massa (-), Thrill (-),

Perkusi Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Cor: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) gallop (-)


Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN

Inspeksi Supel (+), Distensi (-), massa (+) jejas (-), lesi(-)

Auskultasi Bising usus (+) 8x/menit, metallic sound (-)

Palpasi Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costae, teraba padat , tepi tajam,
permukaan rata, tidak terdapat nyeri tekan,

Lien tidak teraba (-)

Perkusi Redup pada Right hypochondriac region(RHR), Right Lumbar


Region(RLR)

EKSTREMITAS SUPERIOR
Inspeksi Edema (-/-), deformitas (-/-), atrofi otot (+/+)

Palpasi Akral hangat (+/+), CRT <2 detik (+/+), krepitasi (-/-)

EKSTREMITAS INFERIOR
Inspeksi Edema (-/-), deformitas (-/-), atrofi otot (+/+)

Palpasi Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik (+/+), krepitasi (-/-)

13
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap (20/03/2020) di Rumah Sakit Narmada :

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hemoglobin 10.5 g/dL 12.0-16,0
Lekosit 37400 /uL 5000-12000
Eritrosit 3.63 juta/uL 4.10-5.30
Trombosit 36000 /uL 150000-400000
Hematokrit 31.7 % 26-50
MCV 87.4 fL 86.0-110.0
MCH 28.9 pg 26.0-38.0
MCHC 33.1 g/dL 31.0-37.0
Neutrofil 17.5 % 37.0-72.0
Limfosit 61.1 % 20.0-50.0
Monosit 21.4 % 0.0-14.0

Pemeriksaan darah lengkap (29/03/2020) :

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hemoglobin 10.2 g/dL 14.0-22.5
Lekosit 37090 /uL 10000-26000
Eritrosit 3.60 juta/uL 4.00-6.00
Trombosit 27000 /uL 100000-400000
Hematokrit 30 % 26-50
MCV 82.8 fL 86.0-110.0
MCH 28.3 pg 26.0-38.0
MCHC 34.2 g/dL 31.0-37.0
RDW-SD 46.5 fL 37.0-54.0
RDW-CV 15.9 % 11.0-16.0
Monosit 24 % 0.0-14.0
Basofil 0.3 % 0.0-1.0

14
Eosinofil 0.1 % 0.0-6.0
Neutrofil 57.5 % 37.0-72.0
Limfosit 18.1 % 20.0-50.0
Eosinofil# 0.03 10^3/uL 0.00-0.40
Neutrofil# 21.35 10^3/uL 1.50-7.00
Limfosit# 6.72 10^3/uL 1.00-3.70
Monosit# 8.89 10^3/uL 0.00-0.70
Basofil# 0.10 10^3/uL 0.00-0.10

Pemeriksaan Kimia Klinik (29/03/2021)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Kimia Klinik
Kreatinin 0.5 mg/dL 0.9 - 1.1
Ureum 20 mmol/L 10 – 50
SGOT 26 U/I 0 – 40
SGPT 15 U/I 0 – 41
Asam Urat 6.7 mg/dl 3.5 – 7,2
Na 132 mmol/L 135 – 146
K 3.5 mmol/L 3.4 – 5.4
Cl 101 mmol/L 95 – 108

Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi (29/03/2021)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


HEMATOLOGI
Morfologi Darah Tepi
Eritrosit Normositik normokromik
Lekosit Jumlah meingkat, blas>30% kemungkinan mieloblast,
smudge cell+, granulosit imatur
Trombosit Jumlah menurun, trombosit besar
Kesan Observasi bisitopeni dengan gambaran keganasan
hematologi akut suspek AML

15
Pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF (30/03/2021)

Assay Assay Version Assay Type


Xpert MTB-RIF Assay G4 5 In Vitro Diagnostic
Test Result: MTB NOT DETECTED

Pemeriksaan darah lengkap (01/04/2021) :

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hemoglobin 8.3 g/Dl 12.0-16,0
Lekosit 31460 /uL 5000-12000
Eritrosit 2,91 juta/Ul 4.10-5.30
Trombosit 20000 /uL 150000-400000
Hematokrit 25 % 26-50
MCV 86.9 fL 86.0-110.0
MCH 28.5 pg 26.0-38.0
MCHC 32.8 g/dL 31.0-37.0
RDW-SD 51.1 fL 37.0-54.0
RDW-CV 16.6 % 11.0-16.0
Basofil 0.2 % 0.0-1.0
Eosinofil 0.3 % 0.0-6.0
Neutrofil 56.6 % 37.0-72.0
Limfosit 17.3 % 20.0-50.0
Monosit 25.6 % 0.0-14.0
Basofil# 0.05 10^3/uL 0.00-0.10
Eosinofil# 0.08 10^3/uL 0.00-0.40
Neutrofil# 17,85 10^3/uL 1.50-7.00
Limfosit# 5,44 10^3/uL 1.00-3.70
Monosit# 8,04 10^3/uL 0.00-0.70

16
Pemeriksaan darah lengkap (03/04/2021) :

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hemoglobin 13,0 g/dL 12.0-16,0
Lekosit 24630 /uL 5000-12000
Eritrosit 4,60 juta/uL 4.10-5.30
Trombosit 21000 /uL 150000-400000
Hematokrit 38 % 26-50
MCV 82.8 fL 86.0-110.0
MCH 28.3 pg 26.0-38.0
MCHC 34.1 g/dL 31.0-37.0
RDW-SD 44.0 fL 37.0-54.0
RDW-CV 15.1 % 11.0-16.0
Basofil 0.3 % 0.0-1.0
Eosinofil 0.0 % 0.0-6.0
Neutrofil 60.1 % 37.0-72.0
Limfosit 18.4 % 20.0-50.0
Monosit 21.1 % 0.0-14.0
Basofil# 0.07 10^3/uL 0.00-0.10
Eosinofil# 0.01 10^3/uL 0.00-0.40
Neutrofil# 14,78 10^3/uL 1.50-7.00
Limfosit# 4,54 10^3/uL 1.00-3.70
Monosit# 5,23 10^3/uL 0.00-0.70

Pemeriksaan darah lengkap (04/04/2021) :

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hemoglobin 12,7 g/dL 12.0-16,0
Lekosit 22990 /uL 5000-12000
Eritrosit 4,51 juta/uL 4.10-5.30
Trombosit 46000 /uL 150000-400000

17
Hematokrit 37 % 26-50
MCV 82.3 fL 86.0-110.0
MCH 28.2 pg 26.0-38.0
MCHC 34.2 g/dL 31.0-37.0
RDW-SD 45.0 fL 37.0-54.0
RDW-CV 15.2 % 11.0-16.0
Basofil 0.3 % 0.0-1.0
Eosinofil 0.0 % 0.0-6.0
Neutrofil 56,9 % 37.0-72.0
Limfosit 21,6 % 20.0-50.0
Monosit 21.2 % 0.0-14.0
Basofil# 0.06 10^3/uL 0.00-0.10
Eosinofil# 0.01 10^3/uL 0.00-0.40
Neutrofil# 13,07 10^3/uL 1.50-7.00
Limfosit# 4,97 10^3/uL 1.00-3.70
Monosit# 4,88 10^3/uL 0.00-0.70

18
Pemeriksaan Foto Thorax AP dan Lateral (28/09/2020)

Gambar 1. Pemeriksaan Foto Thorax AP dan Lateral

Intepretasi hasil : Pada pulmo tampak penebalan hillus dextra dan tak tampak
pneumonia. Cor dalam batas normal

2.5 Resume
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun 7 bulan datang dengan keluhan utama pucat sejak 3
bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh batuk sejak 2 bulan yang lalu, demam juga dirasakan
naik turun 1 bulan sebelum MRS. 7 hari sebelum MRS pasien sudah mendapatkan transfusi,
namun keluhan pucat tetap muncul. Pada saat pemeriksaan (30/03/2021), pasien masih
terlihat pucat namun nafsu makan masih baik. Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan,
konjungtiva anemis, pembesaran kelenjar getah bening pada regio coli, hepar teraba 4 jari,
dibawah arcus costae, serta tampak iga gambang. Berdasarkan pengukuran status gizi
didapatkan pasien termasuk gizi buruk. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap yang
dilakukan pada tanggal 29/03/2021 didapatkan anemia, trombositopenia, leukositosis, serta

19
hitung jenis limfosit, monosit dan neutrophil meningkat. Hasil pemeriksaan hapusan darah
tepi pada tanggal 29/03/2021 menunjukkan peningkatan blas>30% kemungkinan
mieloblast, smudge cell+, granulosit imatur diduga keganasan hematologi suspek AML.

2.6 Diagnosis kerja


Bisitopeni ec Leukemia Akut suspek AML dd ALL + Gizi Buruk Tipe Marasmus

2.7 Penatalaksanaan

Terapi suportif:

· IVFD D5% 1/4 NS 8 tetes makro/menit

· Ceftriaxone 2 x 900mg, intravena

· Paracetamol infus 6x200 mg k/p

· Ambroxol syrup 3x1 cth

· Asam folat 1x 5mg

· Vitamin C 1x 1 tab

· Vitamin A 200.000 iu

· Zinc 1 x 20mg

· Vitamin B complex 1 x 1 tab

· Trombosit Konsentrat 8 unit

· Packed Red cells 200 cc

· Terapi Gizi Buruk sesuai dengan Kemenkes 2011,

o Energi : 1740 kcal

o Protein : 17,4 – 26,1 gr

o Cairan : 2260 mL

§ Diberikan
F75 8 x 200 mL

20
§ Nasi 100 gr, 3x sehari

§ Minum 1500 mL sehari

§ Ikan segar 60 gr 1-2x perhari

§ Telur 1 butir per hari

2.8 Prognosis

Ad vitam : dubius ad malam


Ad functionam : dubius ad malam
Ad sanationam : dubius ad malam

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Masalah
Berdasarkan hasil heteroanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di
atas, maka permasalahan yang didapatkan pada pasien tersebut yaitu :
• Bisitopeni ec leukimia akut
• Gizi kurang buruk tipe marasmus

3.2 Pembahasan dan Refleksi Kasus

3.2.1 Leukemia Akut

A. Pendahuluan

Leukemia akut muncul dari mutasi genetik pada sel progenitor darah.
Mutasi ini menghasilkan kapasitas tak terkendali untuk self-renewal dan
developmental arrest sel progenitor pada titik tertentu dalam diferensiasinya.
Oleh karena itu, tubuh dipenuhi oleh sel-sel yang belum matang atau sel blast
yang menginfiltrasi ke sumsum tulang, sistem retikulo-endotel, dan situs
ekstra-meduler lainnya. Delapan puluh persen anak dengan leukemia akut
menderita leukemia limfoblastik akut; sebagian besar sisanya menderita
leukemia myeloid akut. Leukemia kronis pada anak-anak sangat jarang.
Namun, leukemia yang dominan pada anak usia dini, leukemia limfoblastik
akut, tidak diturunkan secara genetic dan berbeda dari leukemia yang lebih
umum terlihat pada orang dewasa (leukemia mieloid akut, leukemia mieloid
kronis, dan leukemia limfositik kronis). Kurang dari 5% dari semua kasus
adalah terkait dengan predisposisi sindrom genetik seperti sindrom Down, di
mana ada peningkatan 20 kali lipat dalam risiko perkembangan leukemia.3

B. Epidemiologi

22
Pada anak-anak, keganasan hematologi mendominasi terhitung sekitar
sepertiga dari semua kasus kanker masa kanak-kanak. Kanker tetap menjadi
penyebab paling umum dari kematian terkait penyakit pada anak-anak. Insiden
ALL kira-kira 30 kasus per 1 juta orang. Insiden ini bervariasi di antara
kelompok etnis yang berbeda. ALL lebih sering terjadi pada orang kulit putih
dibandingkan dengan orang kulit hitam, dengan orang Hispanik memiliki
risiko tertinggi. AML menyumbang 18% dari kasus leukemia pada masa
kanak-kanak, dan CML sangat jarang dan cenderung terjadi pada remaja dan
dewasa.1

C. Patofisiologi
Proses patofisiolgi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel induk
hematologic atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk menghasilkan sel
leukemia akan mengakibatkan:
1 Penekanan hematopoiesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
2 Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan
organomegali
3 Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.2

23
Gambar 2. Patofisiologi Leukemia

D. Manifestasi Klinis

Gejala leukemia yang paling umum terjadi akibat proliferasi klonal


sel blast leukemia di sumsum tulang, mencegah produksi normal eritrosit,
trombosit, dan neutrofil. Derajat anemia, trombositopenia, dan neutropenia
sangat bervariasi. Anemia yang signifikan dapat menyebabkan pucat,
kelelahan, dispnea saat aktivitas, sakit kepala, pusing, dan hampir sinkop.
Meskipun trombositopenia bisa parah, kebanyakan pasien leukemia tidak
datang dengan pendarahan. Banyak pasien bisa mengalami memar dan
petechiae, tetapi perdarahan serius jarang terjadi. Demam sangat umum terjadi
pada pasien leukemia dan harus menjadi bagian dari diagnosis banding demam
yang tidak diketahui asalnya. Meskipun terkadang terdapat neutropenia yang
parah, infeksi atau sepsis saat diagnosis jarang terjadi.1

24
Anak-anak dengan leukemia memiliki sumsum tulang yang telah
diganti dengan blast leukemia. Perluasan rongga sumsum tulang ini sangat
sering menyebabkan nyeri tulang, lemas, atau sulit berjalan. Nyeri punggung
juga ditemukan, dan jumlah sel darah lengkap dengan differential count harus
dipertimbangkan sebagai bagian dari evaluasi keluhan ini, bersama dengan
tindak lanjut interval dekat sampai penyebab nyeri punggung ditemukan.
Pasien dengan nyeri tulang sering dirujuk ke ortopedi, di mana diagnosis
leukemia kadang-kadang dibuat ketika pencitraan resonansi magnetik
menunjukkan peningkatan intensitas sinyal yang difus di sumsum tulang.1
Leukemia dapat menginfiltrasi ke organ lain di luar sumsum tulang,
menyebabkan limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, dan lesi ginjal.
Leukemia akut memiliki ukuran limpa dan hati yang bervariasi. Meskipun
terjadi hepatomegali, disfungsi hati jarang terjadi.1 Jumlah sel blast yang
banyak dapat menyebabkan leukostasis, yang memicu penurunan perfusi
jaringan. Ini adalah keadaan darurat medis yang menyebabkan gejala sisa
neurologis dan paru. Pasien dengan AML memiliki lebih banyak masalah
dengan leukostasis, pada jumlah WBC yang lebih rendah, karena sel blast
AML lebih besar dan lebih lengket. Mereka dengan ALL umumnya hanya
mengembangkan tanda-tanda leukostasis dengan jumlah WBC yang sangat
tinggi. Tanda dan gejala leukostasis meliputi: neurologis — sakit kepala,
kebingungan, lesu, pusing, penglihatan kabur, ataksia, papilledema,
perdarahan retinal, dan perdarahan SSP; pernapasan — takipnea, hipoksia,
gagal napas, dan sindrom gangguan pernapasan akut; vaskular — oklusi
vaskular perifer dan trombosis; dan koagulasi — DIC. Kesimpulannya adalah
presentasi klinis leukemia akut berhubungan dengan tiga proses patologis
utama: kegagalan sumsum tulang karena infiltrasi ekstensif oleh sel-sel blast,
infiltrasi jaringan lain oleh sel-sel blast, dan efek sistemik sitokin yang
dilepaskan oleh sel tumor. Leukemia mungkin sangat dicurigai ketika seorang
anak datang dengan tanda-tanda klasik anemia, trombositopenia, neutropenia,
dan hepatosplenomegali atau limfadenopati yang jelas.3

25
Gambar 3. Manifestasi Klinis Leukemia Akut pada Anak-anak.3

E. Diagnosis

Sangat penting bagi dokter anak untuk memahami interpretasi yang


tepat dari hitungan darah lengkap dengan differential count. Sumsum tulang
menghasilkan sel darah merah, neutrofil, dan trombosit. Sitopenia
mencerminkan fungsi sumsum tulang yang buruk atau destruksi perifer dari sel
yang terlibat. Kebanyakan pasien leukemia memiliki lebih dari 1 garis sel yang
terpengaruh saat diagnosis. Jika pasien mengalami neutropenia, anemia, atau
trombositopenia terisolasi, maka diagnosis banding yang tepat harus

26
dirumuskan untuk sitopenia individu. Jika lebih dari 1 garis sel terpengaruh,
diagnosis leukemia harus lebih dipertimbangkan.1
Aspirasi sumsum tulang diperlukan untuk mendiagnosis leukemia
secara definitif. Diagnosis juga dapat ditegakkan dari darah tepi jika terdapat
sel blast dalam jumlah yang cukup. Hal ini dapat membantu dalam kasus di
mana jumlah leukosit tinggi dan menguntungkan untuk membuat diagnosis
dengan cepat. Analisis morfologi digunakan untuk mengevaluasi sumsum
tulang dengan mengevaluasi blast sumsum tulang dan leukemia di bawah
mikroskop.1

Gambar 4 Leukemia limfoblastik akut. Perhatikan rasio nukleus terhadap


sitoplasma yang tinggi dan sel blast yang tampak seragam. B. Leukemia
myelogenous akut, subtipe monositik. Perhatikan peningkatan sitoplasma dan
indentasi nukleus yang relatif meningkat.

Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti berikut:

1 Morfologi darah tepi


a Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sedang berat dan
timbul cepat
b Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10x106/l
c Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun (aleukemic
leukemia). Sekitar 25% menunjukkan leukosit normal atau menurun.
Sekitar 50% menunjukkan leukosit meningkat 10.000-100.000/mm3, dan
25% meningkat di atas 100.000/mm3

27
d Apusan darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda (meioloblast,
promielosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang
melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi.
2 Sumsum tulang
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti dengan sel
leukemia (blast), tampak monoton sel blast, dengan adanya leukemic gap
(terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda ke sel yang matang, tanpa sel
antara). Sistem hematopoiesis normal mengalami depresi. Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel
pada apusan sumsum tulang).2
F. Manajemen
Berikut adalah poin kritis dalam pengelolaan anak dengan leukemia akut.3

· Rujukan dini ke pusat rujukan tersier spesialis untuk memberikan


pengetahuan dan dukungan kepada keluarga, dan untuk menangani
komplikasi mayor selama beberapa minggu pertama terapi.
· Tes darah (hitung darah lengkap, elektrolit, tes fungsi hati, fungsi
koagulasi dan rontgen dada untuk menyingkirkan komplikasi yang
mengancam jiwa seperti massa mediastinum yang dapat mengganggu jalan
napas.
· Pertimbangan transfusi, menurut beberapa penelitian ambang batas
untuk dilakukan transfusi red blood cell (RBC) yaitu diantara nilai Hb 7-8
g/dL, yaitu 7g/dL untuk pasien rawat inap dan 8 g/dL pasien rawat jalan.
Sedangkan untuk transfusi platelet telah dipelajari secara ekstensif pada
populasi kanker, transfusi trombosit profilaksis kepada pasien dengan
leukemia akut, menunjukkan bahwa akan dimulai ketika jumlah trombosit
berkurang sampai di bawah 10.000 / mcL.
· Institusi cepat untuk perawatan suportif dini: mengamankan jalan
napas; cairan infus; produk darah; antibiotik spektrum luas; koreksi
kelainan elektrolit dan hiperurisemia atau hiperfosfatemia; dialisis ginjal
atau hemofiltrasi.
· Setelah pasien stabil, sumsum tulang aspirasi untuk diagnosis yang
tepat, kategorisasi subtipe leukemia dan stratifikasi risiko.

28
· Perawatan pasti dan rencana jangka panjang untuk fase perawatan
selanjutnya (untuk leukemia limfoblastik akut, 2-3 tahun remisi-induksi,
terapi konsolidasi dan pemeliharaan; untuk leukemia myeloid akut,
maksimal 6 bulan kemoterapi).
· Transplantasi sumsum tulang alogenik disediakan untuk pasien yang
berisiko tinggi kambuh.
· Penatalaksanaan efek samping jangka pendek pengobatan (terutama
infeksi, tetapi juga trombosis dan nekrosis tulang avaskular).
· Aspek psikososial dalam mengasuh anak dan keluarga.
· Penatalaksanaan efek samping jangka panjang pengobatan (endokrin,
jantung, pernapasan, pertumbuhan, kesuburan, neurologis, dan
psikologis).3
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi


2. Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik
karena proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi. Terapi suportif
pada penderita leukemia tidak kalah penting dengan terapi spesifi yang
internsif pula. Terapi suportif yang diberikan adalah:
· Terapi untuk mengatasi anemi: transfusi PRC untuk
mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/Dl. Untuk calon
transplantasi sumsum tulang, transfuse darah sebaiknya dihindari.
· Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia
aplastic, terdiri atas:
a Antibiotic adekuat
b Transfusi konsentrat granulosit
c Perawatan khusus
d Hematopoietic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
· Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:
a Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan
trombosit minimal 10x106/mL, idealnya di atas 20x106/Ml.
· Terapi untuk mengatasi hal-hal lain, yaitu:

29
a Pengelolaan leukostasis: dilakukan dengan hidrasi intravena
dan leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk
menurunkan jumlah leukosit.2

3.2.2 Gizi Buruk

A. Definisi
Severe acute malnutrition atau malnutrisi akut berat (MAB), atau
disebut juga gizi buruk akut, adalah keadaan dimana seseorang anak tampak
sangat kurus ditandai dengan BB/PB <-3 SD dari median WHO child growth
standard, atau didapatkan edema nutrisional, dan Lingkar Lengan atas < 115
mm. Tidak ada perbedaan yang dibuat antara kondisi klinis kwashiorkor atau
wasting parah karena pengobatannya serupa..5,6 Klasifikasi status gizi anak
berdasarkan berat derajatnya dijelaskan pada tabel berikut ini
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
BB/U anak Berat badan sangat kurang <-3 SD
usia 0 – 60 (severely underweight)
bulan Berat badan kurang -3 SD sd. < -2 SD
(Underweight)
Berat badan normal -2 SD sd. +1 SD
Risiko Berat badan lebih >+ 1 SD
PB/U atau Sangat Pendek (Severely <-3SD
TB/U anak stunted)
usia 0 – 60 Pendek (stunted) -3 SD sd <-2 SD
bulan Normal -2 SD sd +3SD
Tinggi >+3 SD
BB/PB atau Gizi Buruk (severely wasted) <-3 SD
BB/TB anak Gizi Kurang (wasted) -3 SD sd. <-2SD
usia 0 – 60 Gizi Baik (normal) -2 SD sd. +1 SD
bulan Berisiko gizi lebih (possible risk >+1 SD sd +2SD
of overweight)
Gizi Lebih (overweight) >+2 SD sd +3 SD
Obesitas >+ 3 SD
Tabel 1. Kategori status gizi 5

B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Buruk

a. Faktor Host

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang


terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung

30
cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi
esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. 7,8

b. Faktor Agent

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan


makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan
yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara
tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada
anak-anak. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi
kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada
anak.7,8

c. Faktor Sosial Ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah


sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain
menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah
kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta
keragaman makanan yang dikonsumsi.7,8

C. Klasifikasi

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan


marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau
tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
a. Marasmus

31
Istilah "marasmus" disimpulkan dari kata Yunani "marasmus", yang
berkorelasi dengan wasting atau layu. Marasmus adalah sindrom
malnutrisi akut yang paling sering. Ini karena asupan energi yang tidak
memadai selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Ini hasil dari
respons adaptif fisiologis tubuh terhadap kelaparan sebagai respons
terhadap kekurangan energi dan semua nutrisi yang parah, dan ditandai
dengan pemborosan jaringan tubuh, terutama otot dan lemak subkutan,
dan biasanya merupakan akibat dari pembatasan yang parah dalam asupan
energi. Anak-anak di bawah lima tahun adalah yang paling sering terkena
karena kebutuhan kalori mereka yang meningkat dan kerentanan yang
meningkat terhadap infeksi.9
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah10 :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
b. Kwashiorkor
Istilah "kwashiorkor" berasal dari bahasa Kwa di Ghana dan artinya
setara dengan "penyakit saat disapih". Ini pertama kali dilaporkan pada
anak-anak dengan diet jagung (anak-anak ini disebut "bayi gula", karena
makanan mereka biasanya rendah protein tetapi tinggi karbohidrat)
Kwashiorkor sering terjadi di negara berkembang dan terutama
melibatkan bayi yang lebih tua dan anak kecil. Ini sebagian besar terjadi di
daerah kelaparan atau dengan persediaan makanan yang terbatas, dan
terutama di negara-negara yang makanannya sebagian besar terdiri dari
jagung, beras dan kacang-kacangan. Kwashiorkor mewakili respons
maladaptif terhadap kelaparan.9
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi,
apatis atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan
tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi, dan udem.10

32
c. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.10

D. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik


kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.

Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah


seperti orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya
sebagian besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant,
perut cekung, wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah
menangis, walapun setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang
berat. Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan
mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-
ototnya. Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak sering seperti pada
penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan
mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran
pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi.
Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah penderita
lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat pula
frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang
agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.7

Marasmus Kwshiorkor

33
· Pertumbuhan berkurang atau berhenti · Perubahan mental sampai apatis
· Terlihat sangat kurus · Anemia
· Penampilan wajah seperti orangtua · Perubahan warna dan tekstur rambut,
· Perubahan mental mudah dicabut / rontok
· Cengeng · Gangguan sistem gastrointestinal
· Kulit kering, dingin, mengendor, keriput· Pembesaran hati
· Lemak subkutan menghilang hingga· Perubahan kulit
turgor kulit berkurang · Atrofi otot
· Otot atrofi sehingga kontur tulang· Edema simetris pada kedua punggung kaki,
terlihat jelas dapat sampai seluruh tubuh.
· Vena superfisialis tampak jelas
· Ubun – ubun besar cekung
· tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
· mata tampak besar dan dalam
· Kadang terdapat bradikardi
· Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya

*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala


marasmus dan kwashiorkor

Tabel 2. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor

E. Diagnosis

Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan


perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar
bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi
bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti diare atau
konstipasi.
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang
badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam
tubuh (lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak).
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES 2011.11
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi

34
a. BB/TB : < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan
2. Gizi Buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
F. Tatalaksana

Gambar 5. Alur pemeriksaan anak gizi buruk, KEMENKES, 2011


(Direktorat jenderal gizi)
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3
fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada
tabel berikut :

35
a. Mengatasi dan mencegah hipoglikemia
Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia
(kadar gula darah <54 mg/dl). Hipoglikemia dapat terjadi karena
adanya infeksi berat atau anak tidak mendapat makanan selama 4-6
jam.11,12

Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
- Bolus 50 ml larutan - Glukosa 10% intra
Glukosa 10% atau sukrosa vena (5 mg/ml),
10% (1 sendok teh penuh diikuti dengan 50 ml
gula dengan 50 ml air baik Glukosa 10% atau
per oral maupun dengan sukrosa lewat pipa
pipa nasogastrik. NGT. Kemudian
Kemudian mulai mulai pemberian
pemberian F75 setiap 2 F75 setiap 2 jam,
jam, untuk 2 jam pertama untuk 2 jam pertama
berikan ¼ dari dosis berikan ¼ dari dosis
makanan setiap 30 menit) makanan setiap 30
- Antibiotik spektrum luas menit)
- Pemberian makan per 2 - Antibiotik spektrum

36
jam , siang dan malam luas
- Pemberian makan
per 2 jam , siang dan
malam
Tabel 3. Terapi hipoglikemia
Monitor kadar gula darah setelah dua jam, ulangi pemeriksaan
kadar gula darah. Selama terapi umumnya anak akan stabil dalam 30
menit. Bila gula darah masih rendah ulangi pemberian 50 ml bolus
glukosa 10% atau larutan sukrosa, kemudian lanjutkan pemberian
makan F-75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Apabila suhu rektal turun
hingga <35,5°C, ulangi pengukuran kadar gula darah. Apabila pasien
belum sadar, ulangi pengukuran gula darah sambal mencari
penyebabnya. 11,12
Pencegahan hipoglikemia dengan pemberian makanan F-75
setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila perlu lakukan rehidrasi
terlebih dahulu dan selalu berikan makanan pada malam hari. 11,12
b. Mengatasi dan mencegah hipotermia
Apabila suhu aksila < 35,0 °C, lakukan pemeriksaan suhu rektal
menggunakan thermometer air raksa, jika suhu rekta <35,5 °C diatasi
dengan: (1) Berikan makanan secara langsung ( atau mulai rehidrasi
bila diperlukan); (2) Menghangatkan anak dengan memakaikan
pakaian tutupi dan tutupi dengan selimut hangat hingga kepala
(kecuali wajah) atau tempatkan di dekat penghangat atau lampu, atau
letakkan anak pada dada ibu (skin to skin, cara kanguru) lalu tutupi
selimut keduanya; dan (3) beri antibiotik spektrum luas. Monitor suhu
tubuh, selama menghangatkan anak, lakukan pemeriksaan suhu rektal
setiap 30 menit hingga mencapai suhu >36,5°C. Yakinkan bahwa
anak telah tertutupi seluruh permukaan tubuhnya dan ukur kadar gula
darah. 11,12
Pencegahan dilakukan dengan berikan makanan setiap dua jam,
langsung dimulai pemberian makan. Selalu berikanan makanan (F75
atau F100), baik siang maupun malam hari. Tetap tutupi anak dan
hindari paparan langsung dengan udara. Menjaga anak tetap kering,

37
segera ganti popok, pakaian dan alas tempat tidur anak bila basah.
Hindari paparan langsung dengan udara. Biarkan anak tidur dengan
ibu pada malam hari agar kehangatan tetap terjaga. 11,12
c. Mengatasi/mencegah dehidrasi
Terapi dengan larutan gula-garam standar untuk rehidrasi oral
(75 mmol Na/L) mengandung terlalu banyak Natrium dan terlalu
sedikit K bagi anak malnutrisi berat. Oleh karena itu diberikan larutan
rehidrasi khusus yaitu rehydration solution for malnutrition
(ReSoMal). Diasumsikan bahwa setiap anak dengan diare cair dapat
mengalami dehidrasi dan diberikan: (1) ReSoMal 5ml/kg setiap 30
menit selama dua jam pertama, baik per oral maupun lewat NGT; (2)
Kemudian, 5-10 ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya: jumlah yang
seharusnya diberikan pada anak ditentukan oleh berapa banyak anak
mau minum, dan jumlah diare dan muntah. Ganti dosis ReSoMal pada
jam ke 4, 6, 8 dan 10 dengan F75 bila rehidrasi masih dibutuhkan; (3)
Selanjutnya, bila sudah rehidrasi, hentikan pemberian Resomal dan
lanjutkan F75 setiap 2 jam; dan (4) Bila masih diare, beri Resomal
setiap anak diare : anak < 2 tahun : 50 – 100 ml dan anak > 2 tahun :
100 – 200 ml. 11,12
Observasi tiap 30 menit selama dua jam pertama, kemudian
tiap satu jam untuk 6-12 jam selanjutnya, catatlah: denyut jantung,
frekuensi napas, frekuensi miksi dan frekuensi defekasi/muntah.
Pencegahan dilakukan saat anak masih mengalami diare cair yaitu: (1)
tetap memberikan makanan dimulai dengan pemberian F75; (2)
Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan
ReSoMal. Sebagai panduan berikan 50-100 ml setiap kali diare cair
untuk anak < 2 tahun dan 100 – 200 ml bagi anak > 2 tahun; dan (3)
Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan untuk melanjutkan
pemberian ASI diantara F75 dan F100. 11,12

d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

38
Defisiensi kalium dan magnesium juga terjadi dan
membutuhkan waktu minimal dua minggu untuk melakukan koreksi.
Diberikan: (1) ekstra kalium 3-4 mmol/kg/hari; (2) ekstra magnesium
0,4 – 0,6 mmol/kg/hari; (3) saat rehidrasi, berikan cairan rendah
natrium; dan (4) siapkan makanan tanpa garam. 11,12
e. Mengobati/mencegah infeksi
Secara rutin saat rawat inap berikan antibiotic spektrum luas
dan vaksin campak jika anak > 6 bulan dan belum mendapat
imunisasi. Pilihan antibiotic spektrum luas yaitu: (1) jika pada anak
tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri: kotrimoksazol
5 ml larutan pediatric per oral dua kali sehari selama 5 hari; (2) jika
anak terlihat sangat sakit atau terdapat komplikasi berdi ampisilin 50
mg/kg IM/IV per 6 jam untuk dua hari, kemudian dilanjutkan dengan
amoksisilin per oral 15 mg/kgBB per 8 jam untuk 5 hari, atau jika
amoksisilin tidak tersedia lanjutkan dengan ampisilin per oral 50
mg/kgBB per 6 jam dan ditambah dengan gentamisin 7,5 mg/kgBB
IM/IV sekali sehari selama 7 hari. Jika anak tidak ada perbaikan klinis
dalam waktu 48 jam, tambahkan: Kloramfenikol 25 mg/kgBB IM/IV
per 8 jam selama 5 hari. Jika anoreksia tetap ada setelah 5 hari
pemberian antibiotika, lanjutkan sampai 10 hari. 11,12
f. Koreksi defisiensi mikronutrien
Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin
dan mineral. Pemberian pada hari pertama yaitu vitamin A per oral
(dosis untuk > 12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI,
untuk 0-5 bulan 50.000 IU), ditunda bila kondisi klinis buruk dan
asam folat 5 mg, oral. Pemberian harian selama dua minggu yaitu
suplemen multivitamin, asam folat 1 mg/hari, zinc 2 mg/kgBB/hari,
Copper 0,3 mg/kgBB/hari dan preparat besi 3 mg/kgBB/hari (pada
fase rehabilitasi). 11,12
g. Pemberian makanan
Pada fase stabilisasi diperlukan pendekatan yang hati-hati
karena kondisi fisiologis anak yang rapuh dan berkurangnya kapasitas
homeostasis. Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering
dengan osmolaritas rendah dan rendah laktosa (F75). Pemberian

39
makan secara oral atau lewat pipa nasogastric. Pemberian susu
formula (F75) dan jadwal pemberian makanan yang disarankan untuk
memenuhi target sebagaimana berikut. 11,12

Zat Gizi Stabilisasi Transisi Rehabilitasi


Energi 80-100 100-150 150-220
kkal/kgBB/hari kkal/kgBB/hari kkal/kgBB/hari
Protein 1-1,5 g/kgBB/hari 2-3 g/kgBB/hari 4-6 g/kgBB/hari
Cairan 130 ml/kgBB/hari 150 ml/kgBB/hari 150-200
100 ml/kgBB/hari ml/kgBB/hari
(bila edema berat)
Formula F-75 mengandung 75 kcal/100 ml dan 0,9 gram protein/100
ml cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Jadwal yang
direkomendasikan, dimana volume secara bertahap ditingkatkan dan
frekuensi secara bertahap dikurangi sebagaimana berikut. 11,12

Hari Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kg/hari


1-2 Tiap 2 jam 11 cc 130
3-5 Tiap 3 jam 16 cc 130
6-7 Tiap 4 jam 22 cc 130
Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4
jam dilakukan bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anak
dengan nafsu makan yang baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat
diselesaikan dalam 2-3 hari. Monitor dan catat jumlah yang diberikan
dan dikeluarkan atau tersisa, frekuensi muntah, frekuensi BAB cair
dan berat badan harian. 11,12

h. Mencapai kejar tumbuh


Pada fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk
pemberian makan dalam pencapaian asupan yang tinggi dan kenaikan
berat badan yang cepat. Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah
F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/100 ml.
Kesiapan untuk memasuki fase rehabilitasi ditandai dengan
kembalinya nafsu makan. Biasanya sekitar satu minggu setelah
perawatan. Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama

40
selama 48 jam. Kemudian volume dapat ditambahkan bertahap
sebanyak 10-15 ml per kali hingga mencapai 150 kkal/kgBB/hari. 11,12
Monitor selama fase transisi terhadap tanda gagal jantung yaitu
frekuensi napas dan frekuensi nadi. Bila frekuensi napas meningkat
lima kali atau lebih/menit dan frekuensi nadai 25 atau lebih/menit
selama 2 kali pemantauan dalam 4 jam berturut-turut, kurangi volume
per kali makan (berikan tiap 4 jam F100 16 ml/kgBB/makan selama
24 jam, kemudian 19 ml/kgBB/makan selama 24 jam, kemudian 22
ml/kgBB/makan selama 48 jam, kemudian ditingkatkan jumlah
pemberian makan 10 ml tiap kali pemberian seperti di atas). 11,12
Setelah masuk fase transisi, saat anak masuk fase rehabilitasi
lanjutkan menambah volume pemberian F-100 hingga ada makanan
sisa yang tidak termakan oleh anak.Tahapan ini biasanya terjadi pada
saat pemberian makanan mencapai 30 ml/kgBB/makan (200
ml/kgBB/hari). Pemberian makanan yang sering (sedikitnya tiap 4
jam) dari jumlah formula tumbuh kejar. Timbang berat badan tiap
pagi sebelum makan dan tiap minggu hitung dan catat pertambahan
berat badan dalam satuan gram/kgBB/hari. Bila kenaikan berat badan
buruk yaitu <5 gram/kgBB/hari anak perlu dilakukan penilaian ulang
secara menyeluruh, apakah target asupan makanan memenuhi
kebutuhan atau cek apakah ada tanda-tanda infeksi. Bila kenaikan
berat badan sedang (5-10 gram/kgBB/hari) dan baik (>10
gram/kgBB/hari) lanjutkan tatalaksana. 11,12
i. Memberikan stimuli fisik, sensorik dan dukungan emosional
Pada malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan
perilaku yang terlambat, sehingga menyediakan perawatan dengan
kasih saying, kegembiraan dan lingkungan nyaman, terapi bermain
terstruktur 15-30 menit/hari, aktivitas sesuai dengan kemampuan
psikomotor anak, dan keterlibatan ibu (contoh kenyamanan, makan,
mandi, bermain). 11,12
j. Persiapan tidak lanjut setelah perawatan
Bila anak sudah mencapai persentil 90 BB/TB (setara -1 SD)
maka anak sudah pulih dari keadaan malnutrisi. Pola makan yang baik
dan stimulasi fisik dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah.

41
Tunjukkan kepada orang tua atau pengasuh bagaimana pemberian
makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrient memadai
dan berikan terapi bermain yang terstruktur. Saran untuk orang tua
atau pengasuh untuk membawa anak control secara teratur,
memberikan imunisasi booster, dan memberikan vitamin A setiap 6
bulan. 11,12

3.3 Pembahasan Kasus Pasien

Pada heteroanamnesa didapatkan pucat sejak 3 bulan yang lalu, batuk sejak 2
bulan yang lalu, dan demam juga dirasakan naik turun 1 bulan sebelum MRS. Literatur
menyebutkan bahwa pada awalnya leukemia akut memiliki gejala yang tidak spesifik.
Pucat yang terlihat pada pasien bisa disebabkan oleh proliferasi klonal sel blast leukemia
di sumsum tulang sehingga mencegah produksi normal eritrosit yaitu terjadi anemia.
Anemia ini bisa bermanifestasi sebagai pucat, letargi, dan dyspnea. Keluhan batuk yang
terjadi mungkin disebabkan oleh leukostasis, ditandai dengan akumulasi sel leukemia
dalam darah pada pembuluh darah kecil, terutama paru-paru, jantung, otak, dan testis.
Leukositosis pulmoner bisa bermanifestasi sebagai batuk, demam dan sesak. Selain itu
demam yang terjadi disebabkan oleh adanya pelepasan sitokin pirogenik oleh sel tumor
atau dari makrofag yang memfagosit dari tumor tersebut, seperti interleukin 1,
interleukin 6 dan Tnf Alfa. Sitokin tersebut menginduksi pelepasan prostaglandin E2
yang bekerja pada hipotalamus, menyebabkan perubahan dari set point termal tubuh
sehingga terjadi demam.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran E4M6V5, tanda vital
dalam batas normal, pasien tampak anemis, terdapat pembesaran kelenjar getah bening
di auricular posterior, submandibula, supraclavicula sinistra ukuran kurang lebih 1 cm,
multiple, berbenjol-benjol, konsistensi padat, batas tegas. Pada abdomen tampak
hepatomegali, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening di inguinal, ekstremitas tampak anemis, dan region cruris terkadang pegal-
pegal saat malam. Keluhan-keluhan ini dapat terjadi akibat sel-sel leukemia
menginfiltrasi ke organ lain di luar sumsum tulang, menyebabkan limfadenopati,
hepatomegali, splenomegali, dan lesi ginjal. Leukemia akut menyebabkan pembesaran
limpa dan hati dengan ukuran yang bervariasi.
Pada pasien didapatkan berat badan 17,4 kg pada tanggal 30 Maret 2021
dengan tinggi badan 116 cm dan LiLa 12 cm. Dari hasil pemetaan didapatkan status gizi

42
Z skor < -3 SD sehingga disimpulkan bahwa status gizi pasien adalah gizi buruk. Selain
itu didapatkan ciri gizi buruk tipe marasmus pada pasien yaitu penurunan lemak
subkutan, atrofi keempat otot ekstremitas, dan ditemukan adanya iga gambang. Jika
dilihat dari riwayat nutrisi, kualitas dan kuantitas makan pasien masih tergolong baik,
jadi faktor yang mendukung pasien mengalami gizi buruk adalah faktor penyakit atau
keganasan yang dialami. Pasien dengan penyakit keganasan rentan mengalami
hipermetabolisme, peningkatan metabolisme ini sampai 50% lebih tinggi dibanding
pasien bukan kanker.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
rutin, elektrolit, fungsi hepar dan fungsi ginjal, morfologi darah tepi, GenXpert, chest x-
ray. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan adanya kadar hemoglobin yang rendah,
leukosit yang tinggi, dan trombositopenia. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa pasien dengan leukemia mengalami kegagalan fungsi sumsum
tulang sehingga produksi sel-sel darahnya terganggu, dimana 95 persen pasien
mengalami anemia dan trombositopenia kurang dari 100.000 per millimeter kubik. Pada
pemeriksaan morfologi darah tepi didapatkan adanya anemia normositik normokromik,
penngkatan jumlah leukosit dengan jumlah sel blast>30% kemungkinan mieloblast,
smudge cell+, granulosit imatur serta trombositopenia dengan ukuran yang besar atau
megakariosit. Hal tersebut sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa pada
hapusan darah tepi pada pasien dengan leukemia akut, ditemukan jumlah sel blast>5 %.
Karena pasien mengalami batuk kronik berulang dan dicurigai mengarah ke TB maka
dilakukan pemeriksaan genXpert namun hasilnya negative sehingga diagnose TB
dieksklusi.
Terapi leukemia akut pada pasien ini bersifat suportif karena belum dilakukan
biopsi sumsum tulang untuk menentukan jenis leukemia akut pada pasien ini. Tujuan
terapi suportif yaitu untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
leukemia tersebut. Terapi suportif yang diberikan pada pasien antara lain, transfusi PRC
untuk mempertahankan Hb 10g/dL lalu diberikan antibiotic adekuat untuk mengatasi
infeksi dan trombosit konsentrat untuk mempertahankan trombosit 100.000/mm 3. Selain
itu pada pasien diberikan obat simptomatis untuk mengatasi keluhan demam dan batuk
pasien, yaitu antipiretik paracetamol dan mukolitik ambroxol.
Pada pasien ini saat ini sudah diberikan terapi perbaikan nutrisi yaitu
pemberian F75 8 x 200 cc, pemberian asam folat 1 x 1 mg, zinc 1 x 20 mg, vitamin A

43
200.000 IU, vitamin C 1 x 50 mg, vitamin B complex 1x1 tablet. Pada fase stabilisasi
diperlukan pendekatan yang hati-hati karena kondisi fisiologis anak yang rapuh dan
berkurangnya homeostasis. Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan
osmolaritasi rendah dan rendah laktosa. Pemberian susu formula awal dan jadwal
pemberian makanan yang disarankan dibuat untuk memenuhi target energi, protein dan
cairan. Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin dan mineral,
sehingga diperlukan suplementasi vitamin dan mineral.

44
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Dari laporan kasus dan pembahasan di atas dapat disimpulkan :

Leukemia merupakan salah satu keganasan yang paling sering terjadi pada
anak, jenis leukemia yang paling umum pada masa kanak-kanak yaitu leukemia
akut. Penegakan leukemia akut yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien didapatkan gejala berupa pucat sejak 3 bulan,
batuk yang dialami sejak 2 bulan serta demam sejak 1 bulan, pada pemeriksaan fisik
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening dan hepatomegali. Gejala yang
tampak merupakan akibat dari infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang atau
organ di tubuh maupun akibat dari penurunan produksi dari sumsum tulang. Pada
pemeriksaan darah lengkap didapatkan, anemia, leukositosis dan trombositopenia.
Dimana terjadi penekanan hematopoiesis normal sehingga terjadi bone marrow
failure, pada pemeriksaan morfologi darah tepi didapatkan peningkatan jumlah
leukosit dengan jumlah sel blast>30%, dimana hasil ini merupakan salah satu
kriteria penegakan diagnosis leukemia akut, namun untuk menegakkan diagnosis
pasti leukemia akut tetap harus dilakukan biopsy sumsum tulang. Tatalaksana yang
dapat diberikan yaitu tatalaksana suportif, seperti pencegahan infeksi bisa diberikan
antibiotik spektrum luas yaitu ceftriaxone, diberikan juga terapi simptomatis seperti
antipiretik paracetamol dan mukolitik untuk mengatasi batuknya. Selain itu pada
pasien sudah diberikan transfusi PRC dan TC untuk mempertahankan kadar Hb dan
trombosit sesuai target. Pada pemeriksaan status gizi didapatkan BB pasien yaitu
17,4 kg dan tinggi badan pasien 116 cm, berdasarkan Z Score BB/PB yaitu < -3 dan
pengukuran LLA sesuai WHO maka status gizi pasien yaitu gizi buruk, saat
dilakukan pemeriksaan fisik juga didapatkan iga gambang disertai atrofi otot pada
ekstremitas superior dan inferior. Sehingga pasien didagnosis gizi buruk tipe
marasmus, saat ini pasien sudah mendapatkan tatalaksana gizi buruk fase stabilisasi
yaitu diberik formula F75 8x200 mL, asam folat 1 x 1 mg, zinc 1 x 20 mg, vitamin
A 200.000 IU, vitamin C 1 x 50 mg, vitamin B complex 1x1 tablet.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, J.A. Leukemia in children. Pediatrics in Review. 2019; 40(7): 319-331.


2. Bakta, I.M. Hematologi klinik ringkas. 2007. Jakarta: EGC.
3. Mitchell, et al. Acute leukaemia in children: diagnosis and management. BMJ. 2009;
338: 1491-1495.
4. Haidar and Pauley. Pediatric leukemias on Pharmacotherapy Self Assesment
Program. 6th edition. n.d: 107-120.
5. Marischa S, Anggraini DI, dan Putri GT. Malnutrisi pada pasien kanker. Medula.
2017; 7(4): 107-111
6. Darmawan ARF dan Adriani M. Status gizi, asupan energi dan zat gizi makro pasien
kanker yang menjalani kemoterapi di Rumkitai Dr. Ramelan Surabaya. Amerta Nutr.
2019: 149-157
7. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk
pada Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
9. Dipasquale V, Cucinitta U, dan Romano C. Acute Malnutrition in Children:
Pathophysiology, Clinical Effects and Treatment. Nutrients . 2020; 12: 1-9
10. KEMENKES RI 2016. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2016. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/
profil-kesehatan-Indonesia-2016.pdf.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
12. Damayanti Rusli Sjarif, Endang Dewi Lestari, Maria Mexitalia SSN. Buku Ajar
Nutrisi Pediatrik Dan Penyakit Metabolik. Badan Penerbit IDAI; 2011.

46

Anda mungkin juga menyukai