Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Pengendalian Manajemen


A. Definisi Pengendalian
Pengendalian menurut Hansen & Mowen 2007 dalam Richard 2011 adalah
proses penetapan standar dengan menerima umpan balik berupa kinerja
sesungguhnya, dan mengambil tindakan yang diperlukan jika kinerja
sesungguhnya berbeda secara signifikan dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya.
Suatu organisasi juga harus dikendalikan jalannya. Hal ini dilakukan untuk
menjamin aktivitas yang dilakukan sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan organisasi. Suatu sistem pengendalian memiliki beberapa
elemen yang memungkinkan pengendalian berjalan baik. Elemen-elemen
tersebut adalah :
a) Sensor/detektor yakni suatu alat untuk mengidentifikasi apa yang
sedang terjadi dalam suatu proses.
b) Assesor yakni suatu alat untuk menentukan ketepatan. Biasanya
ukurannya dengan membandingkan kenyataan dan standar yang telah
ditetapkan.
c) Efektor yakni alat yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang
diperoleh dari assessor.
d) Jaringan komunikasi yakni alat yang mengirim informasi antara
detektor dan assesor dan antara assesor dan efektor.
Dengan demikian pengendalian adalah suatu proses untuk mengarahkan
organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B. Definisi Manajemen
Salah satu pengertian manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian pekerjaan anggota
organisasi seta pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi. Proses pengendalian manajemen dalam hal ini adalah
proses yang menjamin anggota satu unit usaha melakukan apa yang telah
menjadikan strategi perusahaan (Richard, 2011)
Kegiatan yang dilakukan pada suatu organisasi biasanya meliputi :
a) Merencanakan apa yang akan dicapai oleh perusahaan.
b) Mengkoordinasikan kegiatan pada masing-masing bagian.
c) Mengkomunikasikan informasi yang ada.
d) Mengevaluasi informasi.
e) Memutuskan apa yang akan dilakukan..
f) Mempengaruhi orang dalam organisasi tersebut untuk mengerjakan
sesuai dengan yang digariskan.
Pengendalian manajemen dalam hal ini tidak berarti bahwa setiap
tindakan/kegiatan harus sama dengan rencana. Pada prosesnya bisa saja
berubah karena perbedaan waktu antara rencana dan kegiatan. Tujuan
pengendalian manajemen adalah menjamin bahwa strategi yang dijalankan
sesuai dengan tujuan organisasi yang akan dituju. Jika apabila seorang
manajer menemukan cara yang lebih baik dalam operasi sehari-harinya,
pengendalian manajemen seharusnya tidak melarang manajer tersebut
melakukan dengan cara yang menurut dia benar.
C. Pengendalian Manajemen
Pengendalian manajemen adalah proses dimana manajer mempengaruhi
anggotanya untuk melaksanakan strategi organisasi (Richard, 2011). Dari
hal ini dapat diambil beberapa hal berikut :
a) Sifat keputusan. Keputusan pengendalian manajemen dibuat dalam
kerangka kerja sesuai dengan strategi organisasi. Tanpa pedoman yang
jelas akan sulit menjalankan pengendalian manajemen yang benar.
Manajer dalam hal ini mempunyai pertimbangan yang bisa saja lain
dari yang telah ditetapkan asalkan baik untuk peningkatan prestasi unit
bisnisnya.
b) Sistematis dan ritmis. Dalam proses pengendalian manajemen,
keputusan yang dibuat berdasarkan prosedur dan jadwal yang
dilakukan berulang-ulang tahun demi tahun.
c) Pertimbangan perilaku. Proses pengendalian manajemen melibatkan
interaksi antara individu dan interaksi tersebut tidak sistematis.
Seorang manajer mempunyai tujuannya sendiri-sendiri. Yang harus
dilakukan adalah menyelaraskan tujuan tersebut sesuai tujuan
perusahaan secara keseluruhan. Hal ini disebut keselarasan tujuan yang
berarti tujuan pribadi anggota organisasi seharusnya konsisten dengan
tujuan organisasi.
d) Alat untuk mengimplementasikan strategi. Sistem pengendalian
manajemen adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan sesuai
dengan strategi yang telah ditetapkan. Jadi pengendalian manajemen
memfokuskan pada pelaksanaan strategi. Pengendalian manajemen
hanya salah satu cara bagi manajer untuk menerapkan strategi yang
diinginkan. Strategi yang dapat diterapkan selain pengendalian
manajemen adalah melalui pendekatan struktur organisasi, manajemen
sumber daya dan budaya.
e) Proses pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen melibatkan
hubungan antara atasan-bawahan. Pengendalian dilakukan melalui
tingkat atas hingga ke bawah. Proses ini meliputi aktivitas komunikasi,
motivasi dan evaluasi.
f) Metodologi pengendalian manajemen. Penerapan proses pengendalian
manajemen yang telah diuraikan diatas memerlukan tiga bentuk
aktivitas yaitu menentukan tujuan, pengukuran prestasi dan evaluasi
prestasi. Menurut David Outley proses pengendalian manajemen
dirancang untuk menjamin bahwa tugas rutin dijalankan oleh seluruh
anggota organisasi yang secara bersama-sama membantu tercapainya
tujuan organisasi secara keseluruhan.
g) Perumusan strategi. Perumusan strategi adalah proses memutuskan
atas tujuan organisasi dan langkah-langkah yang diambil untuk
mencapai tujuan tersebut. Strategi yang diambil oleh perusahaan tidak
tertutup kemungkinan untuk diuji kembali atau dilakukan perubahan
dimana perlu. Kebutuhan untuk mengubah strategi biasanya
disebabkan oleh ancaman atau untuk memperoleh keuntungan yang
lebih baik.
D. Sistem pengendalian manajemen
Marciarello & Kirby 2002 dalam Richard 2011 mendefinisikan sistem
pengendalian manajemen sebagai perangkat struktur komunikasi yang
saling berhubungan yang memudahkan pemrosesan informasi dengan
maksud membantu manajer mengkoordinasikan bagian-bagian yang ada
dan pencapaian tujuan organisasi secara terus menerus. Sistem
pengendalian manajemen dikategorikan sebagai bagian dari pengetahuan
perilaku terapan (applied behavioral science). Pada dasarnya, sistem ini
berisi tuntutan kepada kita mengenai cara menjalankan dan mengendalikan
perusahaan / organisasi yang “dianggap baik” berdasarkan asumsi-asumsi
tertentu. Masing-masing perusahaan memiliki kompleksitas berbeda dalam
pengendalian manajemen, makin besar skala perusahaan akan semakin
kompleks.
Tujuan dari sistem ini adalah untuk meningkatkan keputusan-keputusan
kolektif dalam organisasi (Richard, 2011). Untuk memahami sebuah
sistem dibutuhkan suatu pengetahuan tentang lingkungan dimana sistem
itu berada. Dua unsur penting dalam sistem pengendalian manajemen
adalah lingkungan pengendalian dan proses pengendalian.
a. Batasan pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan beberapa bentuk kegiatan
perencanaan dan pengendalian kegiatan yang terjadi pada suatu
organisasi. Pengendalian manajemen merupakan kegiatan yang berada
tepat di tengah dua kegiatan lainnya. Dua kegiatan yang dimaksud
adalah perumusan strategik yang dilakukan manajemen puncak dan
pengendalian tugas yang dilakukan manajemen paling bawah.
Beberapa karakteristik dari masing-masing aktivitas ini adalah :
a) Perumusan strategik merupakan kegiatan yang paling sedikit
sistematik tetapi pengendalian tugas merupakan yang paling
sistematik. Pengendalian manajemen dalam hal ini berada
ditengah-tengahnya.
b) Perumusan strategi difokuskan untuk jangka panjang, sedangkan
pengendalian tugas difokuskan untuk operasi jangka pendek dan
pengendalian manajemen dalam hal ini berada ditengah-tengahnya.
c) Perumusan strategi lebih difokuskan pada proses perencanaan
sedang pengendalian tugas lebih difokuskan pada proses
pengendalian. Baik itu proses perencanaan maupun pengendalian
sama pentingnya dengan pengendalian manajemen.
b. Hakikat pengendalian manajemen
Organisasi terdiri dari manajer dan karyawan harus dimotivasi dan
dituntun agar melakukan apa yang diinginkan pimpinannya dan harus
dikoreksi jika menyimpang dari arah pencapaian tujuan organisasi.
Dasar dari semua proses pengendalian adalah pemikiran untuk
mengarahkan suatu variabel, atau sekumpulan variabel, guna mencapai
tujuan tertentu. Variabel dapat berupa manusia, mesin, organisasi
c. Lingkungan pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan suatu proses yang dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Berikut ini diuraikan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pengendalian manajemen yang meliputi perilaku
organisasi dan pusat-pusat pertanggungjawaban.
a) Perilaku organisasi. Proses pengendalian manajemen
mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Beberapa
karakteristik organisasi yang mempengaruhi proses tersebut,
terutama berkaitan dengan perilaku anggota dalam suatu
organisasi. Suatu organisasi mempunyai tujuan dan fungsi
pengendalian manajemen adalah mendorong anggota organisasi
mencapai tujuan. Disinilah perlunya faktor keselarasan tujuan
masing-masing anggota organisasi dalam pencapaian tujuan
organisasi. Struktur organisasi mempengaruhi bentuk sistem
pengendalian manajemen yang akan diterapkan. Perilaku
organisasi juga berkaitan dengan motivasi, kemampuan individu
itu sendiri dan pemahaman tentang perilaku yang diperlukan
dalam  mencapai prestasi yang tinggi.
b) Pusat pertanggung jawaban. Suatu organisasi dibagi menjadi
beberapa pusat pertanggung jawaban. Adanya pusat pertanggung
jawaban adalah untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan
manajemen puncak.
d. Proses pengendalian manajemen.
Suatu poses pengendalian manajemen melibatkan interaksi antar
manajer dan manajer dengan bawahannya. Proses pengendalian
manajemen meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut yaitu :
1) Perncanaan strategi adalah proses memutuskan program-program
utama yang akan dilakukan suatu organisasi dalam rangka
implementasi strategi dan menaksir jumlah sumber daya yang akan
dialokasikan untuk tiap-tiap program jangka panjang beberapa
tahun yang akan datang.
2) Penyusunan anggaran adalah proses pengoperasian rencana dalam
bentuk pengkuantifikasian, biasanya dalam unit moneter untuk
kurun waktu tertentu.
3) Pelaksanaan. Selama tahun anggaran, manajer melakukan program
atau bagian dari program yang menjadi tanggungjawabnya.
Laporan yang dibuat hendaknya menunjukkan dapat menyediakan
informasi tentang anggaran dan realisasinya baik itu informasi
untuk mengukur kinerja keuangan maupun nonkeuangan,
informasi internal maupun eksternal.
4) Evaluasi kerja. Pestasi kerja bisa dilihat dari efisien atau efektif
tidaknya suatu pusat pertanggungjawaban menjalankan tugasnya.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara realisasi
anggaran dengan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.2 Indikator mutu asuhan keperawatan
2.3 Jenis pengendalian ruang rawat
2.4 Proses menjaga mutu asuhan keperawatan diruang rawat
2.5 Patient Safety
A. Definisi Patient safety
Menurut Supari tahun 2005 dalam Susan 2010, patient safety adalah bebas
dair cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat
perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan.
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000 dalam Susan 2010,
patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi
solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
B. Tujuan Sistem Patient safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Susan, 2010) adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan
dari pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh)
C. Urgensi Patient safety
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan
agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak
dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih
menderita akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah,
dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang
timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan
akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya
urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll (Susan 2010)
D. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam
Patient safety (Susan, 2010)
1. Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) Keselamatan pasien
b) keselamatan pekerja (nakes)
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan)
d) keselamatan lingkungan
e) keselamatan bisnis
2. Elemen Patient safety
a) Adverse drug events (ADE)/medication errors (ME)
(ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan
kateter pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor
incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan
pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)
3. Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang
Paling Umum):
a) Communication problems (masalah komunikasi)
b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c) Human problems (masalah manusia)
d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer
pengetahuan)
f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g) Technical failures (kesalahan teknis)
h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang
tidak memadai)
E. Standar Keselamatan Pasien
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002 dalam Susan 2010), yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya
adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien &
keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan
kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria
sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)
yang baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar
unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan
KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
dengan kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan
criteria sebagai berikut:
1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
F. Peran Perawat sebagai Pelaksana Patient Safety
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan merupakan tenaga
kesehatan terbesar yang ada di rumah sakit mempunyai peranan yang snaat
penting dalam mewujudkan keselamatan pasien.Perawat berperan dalam
melindungi, melakukan promosi dan mencegah terjadinya sakit dan injury,
mengurangi penderitaan melalui diagnosa dan pengobatan, serta
melindungi dalam perawatan individu, keluarga, komunitas dan populasi
(ANA, 2003 dalam Susan 2010).
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
Patient safety di rumah sakit yaitu sebagai pemberi pelayanan
keperawatan, perawat harus mematuhi semua standar pelayanan dan SOP
yang telah dibuat dan ditetapkan oleh rumah sakit serta tidak luput pula
dalam menerpkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan
keperawatan, memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang
asuhan yang diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal
dalam melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian yang tidak
diharapkan, melakukan pendokumentasian dengan benar dari semua
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta
komunikasi efektif yang merupakan hal yang sangat berperan terhadap
keberhasilan suatau pelayanan yang diberikan kepada pasien dan
keluarganya.
Peran perawat dalam memberikan keselamatan pasien di rumah sakit
(patient safety) dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Perawat dapat melakukan hal yang berkaitan dalam 7 Standar
Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation
of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002) ,yaitu:
1) Perawat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
agarmendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).
2) Perawat memberikan pengarahan, perencanaan pelayanan
kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai keselamatan pasien.
3) Menjaga keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4) Menggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5) Menerapkan peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien
6) Menerima pendidikan tentang keselamatan pasien
7) Menjaga komunikasi sebagai kunci bagi perawat untuk mencapai
keselamatan pasien.
G. Komunikasi dalam Melaksanakan Patient Safety
a. Pengertian Komunikasi dalam Patient Safety
Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur
utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk
mencapai hasil yang optimal.Kegiatan keperawatan yang memerlukan
komunikasi meliputi timbang terima, interview/anamnesis, komunikasi
melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi melalui
sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antara
perawat dengan profesi lainnya, dan komunikasi antara perawat
dengan pasien.
Komunikasi merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam
menjalin hubungan. Komunikasi menjadi kunci utama bagi perawat
untuk mencapai keselamatan pasien ( patient safety). Teknik
berkomunikasi yang digunakan secara tepat dapat menciptakan
hubungan terapeutik dan menghindarkan pasien dari KTD, dan apabila
tidak tepat akan menimbulkan masalah bagi pasien dan perawat.
Dalam teknik berkomunikasi ini, ada tiga keterampilan yang
diperlukan untuk membina hubungan terapeutik antara perawat dan
pasien, yaitu :
1) Kehadiran atau Keberadaan Perawat
Kehadiran berarti kebersamaan fisik dan psikologis dalam
berkomunikasi dengan pasien. Hal itu antara lain mencakup
mendengarkan dan mengamati, serta memberikan perhatian
terhadap ucapan dan perilaku pasien, agar pasien tetap merasa
nyaman dan keselamatannya terjaga.
a) Kehadiran fisikmempunyai peran yang penting dalam
komunikasi interpersonal karena tubuh dapat memperkuat
pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata.
b) Kehadiran psikologis, yaitu mendengarkan secara aktif yang
berarti mendengarkan dengan telinga, pikiran dan perasaan
mengenai kata-kata yang diucapkan pasien dan perilaku
nonverbal pasien. Selama mendengar aktif, perawat mengikuti
apa yang dibicarakan pasien dan memperhatikan perilaku
pasien serta memberi tanggapan dengan tepat.
2) Perilaku Nonverbal
Beberapa macam perilaku nonverbal dapat memengaruhi hubungan
perawat dengan pasien. Perilaku nonverbal tersebut seperti :
aktifitas fisik, vokalisasi dan jarak antarpembicara.
3) Keterampilan Memberi Respon
Keterampilan ini digunakan oleh perawat untuk menyampaikan
pengertian kepada pasien, memberikan umpan balik, dan
memperjelas pemahaman perawat tentang pembicaraan dan
perilaku pasien.
b. Komunikasi dalam Melaksanakan Patient Safety
Komunikasi efektif yang dilakukan antara pasien dan perawat
merupakan syarat yang penting dalam memberikan pelayanan
keperawatan terutama pelayanan keperawatan yang berfokus pada
pasien.Komunikasi merupakan salah satu standar dalam praktek
keperawatan profesional terutama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien (ANA, 2010).Kompetensi profesional
dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan kemampuan
melakukan diagnosa klinik melainkan kemampuan dalam melakukan
komunikasi interpersonal.
Komunikasi menjadi cara yang paling tepat untuk memberikan
keselamatan pada pasien. Untuk mencapai keselamatan pasien di
rumah sakit sangat diperlukan komunikasi di antara petugas pelayanan
kesehatan yang saling berkolaborasi, seperti perawat dan staf yang
lainnya untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan pada pasien
(patient safety).
Kolaborasi dalam lingkungan kerja profesional telah diakui oleh
keperawatan, dan tim kesehatan lain serta organisasi profesional
kesehatan sebagai komponen penting dalam keselamatan yang
mempunyai kualitas tinggi dalam memberikan pelayanan perawatan
berpusat pada pasien
H. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS
No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang
kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b. Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal
yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a. Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup
KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko
& tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a. Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b. Penilaian risiko pada individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tersebut.
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kepada KKP-RS.
Bagi Rumah Sakit:
a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a. Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c. Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien.
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien &
keluarga.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong
staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana & mengapa kejadian itu timbul.
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis
(FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden &
minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan
staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan
I. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient safety Solutions” (“Sembilan
Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai
disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100
negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera
pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang
mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak
dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari
berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat,
mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses
pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat
bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna
menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan
kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-
Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan
staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam
kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu
keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat
bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan
risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara
elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan,
transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru
orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,
termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam
metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan
nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi
yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk
bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah
terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah
jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya
tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi
yang akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah
membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat
yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses
yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada
titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu
daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang
sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”,
sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau
perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan
komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana
pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas
pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum
suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum
di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-
pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga
mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan
lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-
rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang
benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
J. Aspek Hukum Terhadap Patient safety
Aspek hukum terhadap “patient safety atau keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
1. UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
2. Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan
kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
3. Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
4. Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.”
b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.”
5. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut
dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.”
6. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; “Rumah Sakit
Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif. “
7. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana”
8. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
b) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
c) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
d) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite
yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
menteri
e) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym
dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.
K. Implementasi Patient safety
Menurut James Reason dalam Human error management: models and
management tahun 1991, dikatakan ada dua pendekatan dalam
penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini
memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan
pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak
pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis
dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang
menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk,
tidak hati-hati, alpa dan sembrono.
DAFTAR PUSTAKA

Richard, 2011. Era Baru Manajemen. Jakarta : Salemba Empat

Susan, 2010. Patient Safety. Principles and Praktice. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai