TESIS
TESIS
Puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia serta berkahnya, penulisan tesis ini dapat selesai pada waktu yang tepat.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih terhadap orang-
orang yang berjasa di dalam penelitian dan penulisan tesis ini baik dalam rangka
mencari informasi, data, narasumber, bimbingan dalam menulis, memberikan
semangat, waktu, dan tenaganya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada:
1. Dra. Chusnul Mar’iyah, Ph.D selaku pembimbing tesis yang juga telah
membimbing penulis sejak reading course. Terima kasih karena telah
menyempatkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulisan tesis
sampai akhirnya selesai dengan baik.
2. Kedua orang tua – mama dan papa, kakak - kunta, saudara sepupu - diah,
dan keponakan – keyna, yang selalu memberikan semangat, tenaga, dan
waktunya selama penulis melakukan penelitian dan penulisan tesis.
3. Kekasih, Lucas Filberto yang juga sama-sama berjuang melakukan
penelitian dan penulisan tesis, tetapi tetap mendukung, memberi semangat,
dan juga saling membantu dan memberikan saran di dalam penulisan tesis.
4. Narasumber di Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra seperti Ibu Bianti
Djiwandono, Ibu Jasmin Setaiwan, Ibu Anita Ariyani, Ibu Marwah Daud
Ibrahim, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Priscillia Mantiri, Retnosari
Widowati, Ibu Sumarjati Ardjoso, Ibu Endang Thohari, dan Bapak Fadli
Zon yang telah memberikan waktunya untuk diwawancara dan
memberikan informasi yang dibutuhkan di dalam tesis ini.
5. Pengurus dan staf baik di Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra maupun
di DPR RI seperti Rino, Tina, Ibu Tiwi, Sefty, Neneng, Rustam, Billy
yang memberikan waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan dan
telah membantu penulis dalam hal mendapatkan kontak untuk
menghubungi narasumber yang dibutuhkan, serta materi-materi di dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kader perempuan Partai Gerindra.
iv
Kata Kunci:
Perempuan, Rekrutmen, Keterwakilan
vii
Key Words:
Women, Recruitment, Representation
vii
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………. vi
ABSTRAK…………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Permasalahan………………………………………………………. 4
1.3 Pertanyaan Penelitian……………………………………………… 12
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………….. 12
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………… 12
1.6 Kajian Literatur……………………………………………………. 12
1.7 Kerangka Teori……………………………………………………. 15
1.7.1 Kebijakan Afirmatif…………………………………………… 16
1.7.2 Representasi Politik Perempuan………………………………. 17
1.7.3 Perempuan dan Rekrutmen Politik……………………………. 21
1.7.4 Demokrasi Internal Partai dalam Rekrutmen Politik…………. 27
1.8 Alur Berpikir……………………………………………………… 31
1.9 Metode Penelitian………………………………………………… 31
1.10 Sistematika Penulisan……………………………………………. 33
ix
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………… 148
5.2 Implikasi Teori……………………………………………………… 150
xi
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Ani Soetjipto dalam Kesetaraan Jender? Ini Juga Isu Politik (2005: 22-23).
2
Data diambil dari www.kpu.go.id, 24 Agustus 2006 dalam Nuraina (2007: 1).
Universitas Indonesia
Definisi politik konvensional seperti itu dikritik oleh seorang feminis liberal
bernama Betty Friedan. Politik menurut kalangan feminis memiliki pengertian
“personal” yang menganggap dimana ada relasi kekuasaan baik yang terjadi di
wilayah privat maupun publik, maka hal tersebut merupakan politik.3
Demokrasi yang juga berarti pemerintahan di tangan rakyat, menjadi dasar
bagi konsep partisipasi politik dimana, kedaulatan berada di tangan rakyat dan
pelaksanaannya dengan kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan suatu
masyarakat, serta menentukan siapa yang akan menduduki jabatan sebagai
pemimpin mereka. Partisipasi politik dapat dikatakan sebagai manifestasi dari
penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.4 Pengertian tersebut
mengandung arti bahwa setiap individu di dalam masyarakat dapat terlibat seluas-
luasnya di dalam pengambilan keputusan dan proses politik, termasuk didalamnya
adalah perempuan.
Perempuan merupakan suatu kategori politik yang dapat turut serta
berpartisipasi di dalam politik dengan menunjuk wakilnya untuk menyuarakan
kepentingan perempuan. Dalam artikel Perempuan dan Politik di Indonesia yang
disunting Soetjipto (2005: 28) dikatakan bahwa,
3
Betty Friedan dalam The Feminine Mystique (1993) yang dikutip dari Soetjipto (2005: 26-27).
4
Miriam Budiardjo dalam Partisipasi dan Partai Politik (1982: 3).
Universitas Indonesia
5
Surbakti dalam Memahami Ilmu Politik (1997: 196-201).
6
Dikutip dari Manifesto, AD/ART, dan Program Aksi Partai Gerindra.
7
Nuri Soeseno dalam Peluang Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Politik
Formal di Indonesia yang diterbitkan kembali pada Politik Perempuan Bukan Gerhana: Esai-esai
Pilihan (2005: 62).
Universitas Indonesia
1.2 Permasalahan
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik,
tepatnya pada Bab II Pembentukan Partai Politik Pasal 2 ayat (1b) disebutkan
bahwa pendirian dan pembentukan partai politik menyertakan 30% (tiga puluh
persen) keterwakilan perempuan. Pada ayat (5) disebutkan pula kepengurusan
partai politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 disusun dengan
menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
Pada pasal 29 ayat (1) disebutkan mengenai rekrutmen dilaksanakan melalui
seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD/ART dengan
mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan. Penguatan terhadap keterwakilan perempuan di dalam partai politik
juga disebutkan di dalam Pasal 11 Ayat (2) poin (e) yang menyebutkan partai
politik berfungsi sebagai sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan
politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan
keadilan gender.
UU No.2 tahun 2011 merupakan revisi UU No.2 tahun 2008 tentang partai
politik, tetapi kenyataannya secara umum tidak ada perubahan mendasar yang
signifikan, kecuali syarat pembentukan partai politik dan sumbangan kepada
partai. Pengurus partai politik memiliki peran yang sangat besar dalam proses
rekrutmen dan menempatkan calon perempuan di dalam daftar calon. Namun
masalah yang umumnya terjadi di sebagian partai politik, perempuan tidak banyak
ditempatkan di jabatan struktural kepengurusan partai sehingga banyak calon-
calon perempuan tersisihkan. Kebijakan afirmasi bagi perempuan di dalam partai
politik, khususnya dalam kepengurusan di tingkat pusat belum menunjukkan
adanya perbaikan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya sanksi bagi partai yang
mengabaikan ketentuan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan baik di
kepengurusan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) maupun pengurus harian.8
8
PUSKAPOL UI dalam Publikasi Hasil Riset Comments Off OnPentingnya Afirmasi Internal
Partai Politik untuk Perempuandiakses pada tanggal 14 Oktober 2015.
Universitas Indonesia
9
Ibid.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pusat. Yang menjadi fokus penelitian ini adalah proses dan pola rekrutmen bagi
anggota perempuan di dalam jabatan-jabatan kepengurusan Dewan Pimpinan
Pusat Partai Gerindra periode 2014-2019. Seperti yang dikatakan sebelumnya
yang tertera di dalam ART Partai Gerindra tentang pemilihan pengurus Dewan
Pimpinan Pusat, bahwa pemilihan dilakukan pada saat Kongres. Namun untuk
pemilihan Ketua Umum dan penyusunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat
periode tahun 2014-2019, dilakukan pada Kongres Luar Biasa pada 20 September
2014 yang dilakukan di Nusantara Club, Jagorawi.11
Dari hasil wawancara dengan salah satu anggota formatur pada penyusunan
pengurus Dewan Pimpinan Pusat, pemilihan yang dilakukan pada saat Kongres
Luar Biasa pada tanggal 20 September 2014, dilakukan sesuai dengan mekanisme
yang tertuang dalam Pasal 53 Anggaran Rumah Tangga Partai Gerindra. Seluruh
anggota Kongres Luar Biasa sepakat meminta kesediaan Prabowo Subianto selaku
Ketua Dewan Pembina untuk merangkap jabatan menjadi Ketua Umum sampai
digelarnya Kongres pertama Partai Gerindra. Prabowo Subianto terpilih secara
aklamasi dalam Kongres Luar Biasa tersebut yang dihadiri 34 Dewan Perwakilan
Daerah dan 503 Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra. Masing-masing DPD
dan DPC mengirimkan 3 fungsionaris, yakni ketua, sekretaris, dan bendahara.12
3 (tiga) Wakil Ketua Umum perempuan ditunjuk langsung oleh Ketua
Umum terpilih, yaitu Prabowo Subianto bersama dengan anggota formatur dan
kemudian memilih pengurus untuk menempati jabatan dibawahnya yaitu para
Ketua Bidang. Fenomena ini menarik untuk dikaji untuk melihat bagaimana pola
rekrutmen di dalam internal kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra
khususnya anggota perempuan, dan hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan
dalam perekrutan dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat. Kebijakan
afrimatif 30% bagi anggota perempuan untuk menjabat sebagai pengurus Dewan
Pimpinan Pusat, apakah memang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang
ada dengan memperhatikan proses kaderisasi, kontribusi, dan karir atau hanya
sekedar untuk memenuhi angka keterwakilan perempuan tersebut tanpa melihat
11
Dikutip dari website resmi Fadli Zon fadlizon.com yang diakses pada 31 Oktober 2015.
12
Hasil wawancara tempo.com dengan Sekretaris Jendral Ahmad Muzani pada tanggal 20
September 2014, dikutip dari tempo.co yang diakses pada tanggal 7 Desember 2015.
Universitas Indonesia
kapasitas dan kompetensi yang dimiliki atau berdasar hubungan kedekatan dengan
Ketua Umum Partai Gerindra.
Dilihat dari latar belakangnya, Dr. Sumarjati Arjoso merupakan Mantan
Kepala BKKBN, Anggota DPR periode 2009-2014 (Komisi IX), Ketua BAKN,
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Ketua Umum Pengurus Pusat sayap
partai Perempuan Indonesia Raya (PIRA), dan Wakil Ketua Umum Bidang
Kesejahteraan Rakyat DPP Partai Gerindra periode sebelumnya. Berbeda dengan
dr. Sumarjati Arjoso yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan
dan pernah menjadi pegawai negeri sipil, Wakil Ketua Umum Bidang Koperasi,
UMKM, dan Ekonomi Kreatif yaitu Marwah Daud Ibrahim, Ph.D merupakan
lulusan FISIPOL Komunikasi Universitas Hasanuddin (1981), Master
Komunikasi Internasional (1984) dan Doktor Komunikasi Internasional di The
American University, Washington D.C. Ia pernah menjabat sebagai Ketua DPP
Partai Golkar, Sekretaris Umum ICMI dan Dewan Pakar ICMI, KAHMI, Anggota
DPR RI selama 4 periode dan BKSAP.
Marwah Daud Ibrahim, Ph.D masuk ke dalam anggota tim sukses Capres
Prabowo-Hatta pada saat Pilpres 2014 sebagai salah satu juru bicara. Selain itu,
Marwah Daud Ibrahim, Ph.D juga menjabat sebagai anggota Dewan Pakar tim
kampanye Prabowo - Hatta. Menurut pengakuannya, Ketua Umum Partai
Gerindra Prabowo Subianto yang memintanya untuk menempati jabatan sebagai
Wakil Ketua Umum. Wakil Ketua Umum perempuan yang terakhir yaitu di
Bidang Ideologi, Rachmawati Soekarnoputri telah lama berkecimpung di dalam
dunia partai politik. Pada pelantikan Dewan Pengurus Pusat Partai Gerindra dan
Pembukaan Rapimnas Gerindra di Kantor DPP Gerindra, Jakarta, Sekretaris
Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan bahwa proses penunjukan
Rachmawati sebagai kader partai telah dimulai sejak Pemilihan Presiden 2014,
setelah Rachmawati keluar dari Partai Nasional Demokrat. Prabowo Subianto
sebagai Ketua Umum terpilih, meminta secara langsung Rachmawati
Soekarnoputri menempati jabatan salah satu Wakil Ketua Umum di Dewan
Pimpinan Pusat Partai Gerindra.
Jika tiga (3) Wakil Ketua Umum perempuan dipilih atau ditunjuk secara
langsung oleh Ketua Umum terpilih, yaitu Prabowo Subianto dan anggota
Universitas Indonesia
formatur, penelitian ini juga akan melihat fenomena terpilihnya empat belas (14)
anggota Dewan Pimpinan Pusat perempuan yang menempati jabatan sebagai
Ketua Bidang. Dipilihnya 3 (tiga) Wakil Ketua Umum dan 14 (empat belas) Ketua
Bidang di kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat sebagai objek penelitian, karena
dianggap bahwa jabatan-jabatan tersebut memiliki fungsi strategis di dalam
pengambilan keputusan Partai Gerindra dan merepresentasikan keterwakilan
politik perempuan di internal Partai Gerindra. 14 (empat belas) perempuan yang
menjabat sebagai Ketua Bidang di Dewan Pimpinan Pusat tersebut, berdasarkan
data yang diteliti melalui penelitian tahap awal, memiliki latar belakang yang
berbeda-beda seperti: kader Partai Gerindra, kerabat elit, tokoh pembentuk partai,
pengurus di kepengurusan DPP periode sebelumnya, anggota PIRA (Perempuan
Indonesia Raya), anggota DPR, mantan kader partai lain, dan sebagainya seperti
yang dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 1.1
Daftar Anggota Perempuan yang Menjabat sebagai Ketua Bidang
Universitas Indonesia
PIRA
4. Dra. Anita Ariyani Ketua Bidang Tokoh pembentuk dan
Perlindungan dan pendiri Partai Gerindra,
Pemberdayaan Kader Partai, Anggota
Perempuan Pembina PIRA
5. Rahayu Saraswati Ketua Bidang Advokasi Anggota DPR RI Komisi
Djojohadikusumo Perempuan VIII, Kepala Departemen
Peningkatan Perfilman
Nasional DPP Partai
Gerindra Periode 2009-
2014, Keponakan Ketua
Umum DPP Partai
Gerindra- Prabowo
Subianto, Aktivis
Perempuan
6. dr. Karlina, Ketua Bidang Ketua III Pengurus Pusat
MARS Perlindungan Anak PIRA
7. Retno Sari Ketua Bidang Staf pendukung Tim
Widowati Perlindungan dan Prabowo-Hatta dalam
Pemberdayaan Kaum kegiatan Pilpres 2014
Difabel
8. drg. Putih Sari Ketua Bidang Anggota DPR RI Komisi
Pariwisata IX
9. Waskita Rini, SS, Ketua Bidang Ketua Bidang Lingkungan
MBA Konservasi Alam dan Hidup Pengurus Pusat
Lingkungan PIRA
10. Jasmin B. Ketua Bidang Ekonomi Ketua I Pengurus Pusat
Setiawan Kreatif PIRA
11. Priscillia E. Ketua Bidang Wawasan Staf Prabowo Subianto,
Mantiri, ST, MT Nusantara Kader Partai, Caleg Dapil
Sulawesi Utara
12. Hj. Novita Ketua Bidang Anggota DPR RI Komisi V
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
13
Michelle M. Taylor-Robinson mengenai pengaruh aturan pemilihan calon
legislatif dan pola rekrutmen untuk presiden mempengaruhi representasi
perempuan di legislatif dan eksekutif pemerintah tingkat nasional (kasus Amerika
Latin). Ia juga menjabarkan korelasi 4 (empat) tipe kandidat legislatif yang
dikemukakan Siavelis dan Morgenstern dengan presentase jumlah perempuan di
parlemen. Selain itu, juga mengeksplorasi apakah terdapat hubungan diantara 4
tipe calon presiden yang terdapat di dalam teori dan kecenderungan presiden
untuk mencalonkan perempuan untuk masuk ke dalam kabinet, dan apakah
perempuan mendapatkan posisi ‘tinggi’ di kabinet. Terdapat 6 hipotesis yang
dijabarkannya sebagai berikut:
1. Akan lebih banyak perempuan terpilih menjadi anggota kongres ketika
partai merekrut dan memilih tipe loyalis partai daripada jika partai
memilih tipe pengusaha.
2. Akan lebih banyak perempuan terpilih menjadi anggota legislatif ketika
jenis suara adalah daftar tertutup dan ketika partai merekrut dan memilih
tipe loyalis partai dibanding jenis suara daftar terbuka.
3. Dengan adanya kebijakan kuota, harapannya lebih banyak perempuan
untuk terpilih menjadi anggota legislatif di semua tipe legislator.
4. Orang-orang dalam partai (insider) yang menjadi presiden cenderung
memiliki persentase perempuan yang lebih rendah di kabinet mereka
daripada jenis presiden yang lainnya.
5. Kandidat independen akan merujuk persentase perempuan yang lebih
tinggi dari untuk kabinet mereka daripada jenis presiden yang lainnya
6. Kandidat independen akan lebih mungkin dibandingkan tipe presiden
lainnya untuk menunjuk seorang wanita untuk mendapat posisi tinggi di
kabinet.
Penelitian sebelumnya yang juga mengambil studi kasus Partai Gerindra
14
dilakukan oleh Mella Muthia mengenai rekrutmen calon anggota legislatif
untuk pemilu 2009 menyebutkan bahwa rekrutmen dilakukan dalam waktu
13
Maria Escobar-Lemmon, How Do Candidate Recruitment and Selection Processes Affect the
Representation of Women? dalam Pathways to Power Political Recruitment and Candidate
Selection in Latin America (2008).
14
Mella Muthia dalam Rekrutmen Calon Anggota Legislatif DPR RI Partai Gerindra Dapil DKI
Jakarta Pada Pemilu 2009 (2011).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dari Anne Phillips serta teori demokrasi internal partai dari Susan Scarrow. Teori
tersebut akan membantu dalam menjelaskan faktor-faktor apa saja yang membuat
anggota perempuan, terpilih menempati jabatan-jabatan didalam kepengurusan
internal partai politik.
16
Tim Puskapol UI dalam Panduan Calon Legislatif Perempuan Untuk Pemilu 2014 (2013: 26).
Universitas Indonesia
17
Ibid, hal.32.
Universitas Indonesia
18
Anne Phillips dalam The Politics of Presence (1995: 1-26).
19
Sidney Verba dan Norman Nie dalam Participation in America: Political Democracy and Social
Equality (1972); S. Verba, N. Nie dan J. Kim, Participation and Political Equality: A Seven
Nation Comparison (1978).
Universitas Indonesia
“There are those that dwell on the role model successful women politicians
offer; those that appeal to principles of justice between the sexes; those that
identify particular interests of women that would be otherwise overlooked;
and those that stress women's different relationship to politics and the way
their presence will enhance the quality of political life.” 20
Yang menarik bagi Anne Philips adalah model pertama, the role model. Ketika
lebih banyak kandidat perempuan terpilih, dan misalnya mereka mengatakan akan
meningkatkan harga diri perempuan, hal itu akan mendorong orang lain untuk
mengikuti jejak mereka dan mencabut asumsi mengenai apa yang tepat bagi
perempuan dan laki-laki.
Kesetaraan jender merupakan suatu persoalan keadilan yang dijabarkan oleh
Anne Philips sebagai berikut:
20
Ibid, hal 62.
Universitas Indonesia
Bahwa ini sangat jelas tidak adil apabila laki-laki memonopoli representasi.
Jika tidak terdapat penghambat bagi suatu kelompok dalam kehidupan
berpolitik, kami berharap bahwa posisi untuk mempengaruhi dalam
berpolitik dapat secara acak didistribusikan diantara laki-laki dan
perempuan. Mungkin terdapat sedikit penyimpangan, tetapi lebih banyak
perubahan distribusi merupakan bukti adanya diskriminasi struktural atau
yang disengaja. Pada beberapa konteks (kebanyakan), hak dan kesempatan
perempuan tersingkirkan untuk kemudian disediakan bagi laki-laki.
21
Ibid.
22
Ibid, hal. 77-78.
Universitas Indonesia
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 di Indonesia secara signifikan
membawa pengaruh terhadap kehidupan perempuan, hal tersebut juga memberi
dampak terhadap peningkatan kesadaran mengenai perlunya agenda politik yang
peka jender (gender sensitive). Hadirnya perempuan di dalam politik menjadi
prasyarat untuk mewujudkan masyarakat dengan kesetaraan jender. Kebutuhan
meningkatkan representasi politik perempuan didasari adanya kesadaran bahwa
sistem politik tradisional tidak akan dapat mencapai prioritas dan agenda politik
yang peka terhadap kepentingan perempuan. Peningkatan representasi perempuan
juga memiliki arti meningkatkan keaktifan perempuan dalam mempengaruhi
keputusan politik yang menjamin hak perempuan dan masyarakat luas yang
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. 23
23
Ani Soetjipto dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan melalui Reformasi Konstitusi
dan Pemilu (2003: 8-9) pada Laporan hasil konferensi IDEA di Jakarta tahun 2002.
24
Surbakti dalam Memahami Ilmu Politik (1997: 130).
Universitas Indonesia
proses dimana calon yang dipilih diantara para calon potensial yang tersedia.25
Meski rekrutmen dan seleksi saling tumpang tindih, tetapi menurut Siavelis,
keduanya dapat digunakan untuk menganalisis sebagai suatu proses tunggal.
Siavelis membangun tipe calon-legislator berdasarkan dua variabel yaitu
hukum/UU dan partai. Variabel hukum terdiri dari besarnya suatu distrik/wilayah
dan tipe daftar (terbuka/tertutup), pemilihan ulang, geografis (contoh:
federalisme), dan kekuatan legislatif. Variabel partai terdiri dari sentralisasi,
inklusifitas, organisasi partai (bagaimana kandidat terpilih, misalnya: rekrutmen
atau patronase), dan koneksi keuangan partai (siapa yang membiayai dana
kampanye).
Seleksi kandidat juga disebut sebagai pertarungan dalam partai politik untuk
menentukan kandidat yang akan ikut bersaing dalam kompetisi dengan kandidat
dari partai lain. Dalam proses seleksi kandidat, partai politik menentukan calon-
calon yang memiliki kompetensi dan elektabilitas serta popularitas untuk
mendapat dukungan masyarakat. Proses ini menjadi proses yang penting karena
menentukan performa partai dalam pemilu yang lebih lanjut akan berpengaruh
pada performa partai dalam pemerintahan atau lembaga legislatif. Di dalam
perspektif fungsi partai, proses ini ditentukan sendiri oleh partai agar kandidat
terpilih memiliki ikatan kuat dengan partai. 26
Norris (1996) membagi variabel hukum (UU) dan partai yang
mempengaruhi bagaimana kandidat menjadi legislator dalam tiga tingkat, yaitu:
variabel sistem (hukum/UU, pemilu, dan partai), struktur perekrutan (organisasi
partai, aturan, ideologi, dan gatekeeper non-partai), dan proses perekrutan
(bagaimana yang memenuhi syarat dapat terpilih, termasuk motivasi calon,
gatekeeper partai, dan pemilihan). Sering kali elit yang sama yang mengolah dan
mengidentifikasi calon nama, memulai proses yang berakhir dengan menyatukan
seleksi dan potensi loyalitas. Proses membangun loyalitas adalah proses panjang,
27
tidak semata-mata terletak pada tahap seleksi. Norris juga membagi analisis
rekrutmen menjadi 4 tingkat, yaitu 1) analisis sistem politik yaitu hukum, pemilu
25
Peter M. Siavelis dan Scott Morgenstern dalam Pathways to Power Political Recruitment and
Candidate Selection in Latin America (2008: 8).
26
Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat dalam Democracies Within Parties: Candidte Selection
Methods and Political Consequences (2010: 4).
27
Peter M. Siavelis dan Scott Morgenstern, Op.Cit, hal. 8.
Universitas Indonesia
28
Pippa Norris dalam Passage to Power: Legislative Recruitment in Advanced Democracies
(1997: 1-14).
29
Czudnowski yang dikutip oleh Khoirudin, dalam Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi
(2004: 101).
Universitas Indonesia
penantang baru untuk mengorganisir dan turut serta dalam proses rekrutmen di
dalam institusi partai mereka. Secara teori, hasil redistribusi sumber bisa
dirasakan dengan cepat dan revolusioner dengan pembentukan in-group dan
outgroup baru. Tetapi pada prakteknya, perubahan politik dalam sistem kompetitif
lebih evolusioner dan disposisi elit merupakan suatu pengecualian. Alasannya
adalah saling ketergantungan sumber daya sosial ekonomi dan politik yang
mendasari nilai, peran, praktek politik pada pembukaan persaingan/kompetisi. 30
Para ilmuwan politik mengatakan bahwa terdapat hubungan antara sumber
daya sosio-ekonomi dengan pola jender pada elit. Pendekatan teoritis seperti yang
dikutip dari Jenny Chapman dijabarkan sebagai berikut:
“That the key to the problem of the gender pattern lies in large part in the
socio-economic basis of male recruitment will become obvious, if we start
from the premise that (a) wherever women are seeking access to political
elites they are doing so through the medium of institutions created by men
and (b) whatever the attributes may be which are valued by men, women in
a male-dominated society are less likely to possess them. From this
foundation it is possible to develop precise hypotheses (which can be tested
empirically) about the way in which the effect of socio-economic resources
on the recruitment of men determines the outcome for women, and why this
outcome—the gender pattern—is always the same, irrespective of both the
political system which is involved and the selection criteria which are being
used” 31
Bahwa kunci permasalahan pola jender pada sebagian besar basis sosio-
ekonomi dalam rekrutmen laki-laki akan menjadi jelas, jika kita mulai dari
premis bahwa (a) dimanapun perempuan mencari akses untuk menjadi elit
politik, mereka melewati media institusi yang diciptakan oleh laki-laki dan
(b) apapun atribut-atribut yang dinilai oleh laki-laki, perempuan di dalam
masyarakat yang didominasi oleh laki-laki kurang mempengaruhi. Dari hal
dasar tersebut memungkinkan untuk membangun hipotesis yang tepat (yang
dapat dibuktikan secara empiris) mengenai dampak sumber daya sosio-
ekonomi dalam rekrutmen yang ditetapkan oleh laki-laki bagi hasil untuk
perempuan, dan mengapa hasil pola jender ini selalu sama, tidak
terpengaruh baik dari sistem politik yang ada dan kriteria pemilihan yang
digunakan.
Universitas Indonesia
“Two common properties of all the system created by men: their competitive
inegaliterianism and the interdependence of social, economic and political
resources the whole history of men is one of competition for the objects their
value, which are consequently always in short supply. Relations among
them like those of men with women, are based on the unequal distribution of
these values and are therefore alwaysthose of hierarchy and dominance
hence the very existence of elites and of in and out groups in the first
place”32
Dua hal umum pada sistem yang diciptakan oleh laki-laki: kompetisi
mereka yang tidak egaliter dan ketergantungan pada sumber daya sosial,
ekonomi, dan politik. Sejarah laki-laki secara keseluruhan adalah satu
kompetisi untuk objek yang mereka anggap bernilai, yang selalu berakibat
pada persediaan jangka pendek. Hubungan diantara laki-laki sendiri dan
perempuan, membuat distribusi nilai-nilai yang tidak seimbang dan oleh
karena itu hierarkis dan dominasi kekuasaan dari keberadaan elite menjadi
tumpuan bagi kelompok baik dari dalam maupun luar.
Universitas Indonesia
perubahan kuasa, ini tak dapat dihindarkan bahwa mereka akan berorientasi-
laik-laki dalam masyarakat yang didominasi laki-laki.
Dari penjelasan tersebut, terdapat dua hal yang menjadi ciri dari sistem yang
didominasi oleh laki-laki yaitu persaingan yang tidak egaliter dan bergantung
pada sumber-sumber sosial, ekonomi, dan politik. Hubungan baik diantara laki-
laki itu sendiri dan perempuan membuat ketidakseimbangan distribusi nilai-nilai
yang didasari hierarkis dan dominasi. Hal tersebut yang kemudian membuat
kelompok baik dari dalam maupun luar hanya bertumpu pada keberadaan elite-
elite. Perempuan sebagai kelompok yang berada diluar sistem (outgroup),
mengalami kesulitan untuk dapat masuk ke dalam partai politik yang memiliki
potensi yang menekankan pada persaingan daripada keseimbangan, dan lebih
mengandalkan sumber ekonomi, sosial, dan politik.
Implikasi dua model hipotesis Chapman terhadap rekrutmen politik
perempuan sangat jelas. Menurutnya,
“If they hold good for both models of recruitment (standard and modifying)
and different political contexts, then the socio-economic outgroup status of
women is in itself a sufficient explanation for the universality of the ‘iron
laws’ which constitute the gender pattern of recruitment, even where
socialist parties are powerful and apparently committed to women’s
advance. As long as women’s access to political elites depends upon the
same process of recruitment as obtains for men, but their attributes are
those of losers, how can they succeed? Realistically, their lack of resources
must be expected to inhibit their advance on both dimensions of the
recruitment process—mobilisation and selection and through the elements
of both self and institutional selection. The dominance of men can be
sustained without recourse to sexdiscrimination, as opposed to socio-
economic discrimination. All other things being equal, until there are more
women in society with the attributes of successful men (i.e. until women
cease to be a socio-economic out-group), this situation cannot be expected
to change.”34
Jika kedua model rekrutmen (standard dan modifikasi) terjaga baik dan
berbeda konteks politik, kemudian status perempuan sebagai kelompok
diluar sistem sosio-ekonomi cukup menjelaskan universalitas ‘hukum besi’
yang mengangkat pola jender dalam rekrutmen, meski dimana partai sosialis
berkuasa dan kenyataannya melakukan kemajuan pada perempuan. Sejauh
akses perempuan untuk menjadi elit politik tergantung pada proses yang
34
Ibid, hal 23-24.
Universitas Indonesia
sama dari rekrutmen yang diperoleh untuk laki-laki, tetapi atribut mereka
adalah yang kalah, bagaimana mereka dapat sukses? Realitanya, kekurangan
mereka akan sumber daya menghalangi kemajuan mereka pada dua dimensi
proses rekrutmen-mobilisasi dan seleksi serta elemen-elemen keduanya
beserta seleksi kelembagaan. Dominasi laki-laki dapat diteruskan tanpa
jalan lain untuk diskriminasi jender, ditentangkan menjadi diskriminasi
sosio-ekonomi. Segala hal menjadi sama atau rata, sampai ada perempuan di
dalam masyarakat dengan atribut kesuksesan laki-laki (misalnya sampai
perempuan berhenti menjadi kelompok luar sosio-ekonomi), situasi ini tidak
dapat diharapkan berubah.
35
Blessing dan Gerald Chigona dalam The State of Intra-Party Democracy in Malawi (2010).
36
Susan Scarrow dalam Parties and Their Members: Organizing for Victory in Britain and
Germany (1996: 30-31).
Universitas Indonesia
37
Ibid, hal. 30.
Universitas Indonesia
“If the party does not function as filtering mechanism, then the key actors in
the process may become the candidates themselves, who will mobilize
supporters directly, the whole selection process could then be driven by the
candidates and not by the parties. The result could be a weakening of
38
Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat. Op.Cit, hal.10.
Universitas Indonesia
39
Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat dalam Democracy Within Parties, Candidate Selection
Methods and Their Political Consequences (2010: 9).
40
Barbara Geddes dalam Politicians Dilema: Building State Capacity in Latin America (1996:
142-181).
Universitas Indonesia
41
Creswell, dalam Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Third Edition
(2010: 264).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
PROFIL DAN PANDANGAN PARTAI GERINDRA TERHADAP
PEREMPUAN DI INTERNAL PARTAI
Partai politik merupakan jalur paling efektif yang dapat digunakan oleh
perempuan untuk meningkatkan jumlah keterwakilannya secara signifikan. Partai
politik dapat menjadi harapan untuk meningkatkan aspirasi dan kepentingan
1
perempuan. Perempuan harus memasuki lembaga politik formal seperti partai
politik, sehingga aspirasi dan kepentingan perempuan akan terwujud. Bab ini
menjelaskan tentang profil Partai Gerindra yang mencakup sejarah terbentuknya,
ideologi, visi dan misi, tujuan dan fungsi, serta pandangan Partai Gerindra
terhadap perempuan di internal partai yang mencakup pokok perjuangan di bidang
hak perempuan, organisasi sayap partai Perempuan Indonesia Raya, program
partai di bidang pemberdayaan perempuan dan implementasi kebijakan afirmatif.
1
Nuri Soeseno.Op.Cit.
Universitas Indonesia
cagar budaya”. Ia menganggap bahwa apabila keadaan ini dibiarkan, negara hanya
akan diperintah oleh para mafia. Fadli Zon kemudian mengutip kata-kata politisi
Inggris pada abad kedelapan belas, yaitu Edmund Burke “The only thing
necessary for the triumph (of evil) is for good men to do nothing” atau bila
diterjemahkan yaitu “Jika orang baik tidak berbuat apa-apa, maka para penjahat
yang akan bertindak.” Terinspirasi dengan kata-kata tersebut, Hashim
Djojohadikusumo pun setuju apabila ada sebuah partai politik baru yang
memberikan haluan dan harapan baru. Tujuannya, agar negara ini dapat dipimpin
oleh manusia yang memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan hanya untuk
kepentingan golongan atau kelompoknya saja. Sementara kondisi yang sedang
berjalan saat itu, justru memaksakan demokrasi di tengah himpitan kemiskinan,
yang hanya berujung pada kekacauan.
Gagasan pendirian partai politik pun kemudian dibicarakan di lingkaran
Keluarga Djojohadikusumo, terutama orang-orang Hashim Djojohadikusumo dan
Prabowo Subianto. Rupanya, tidak semua pihak keluarga setuju dengan rencana
tersebut. Beberapa pihak ada yang menolak dengan alasan, jika ingin ikut terlibat
di dalam proses politik, lebih baik masuk ke dalam partai politik yang sudah ada.
Pada saat itu, Prabowo Subianto merupakan anggota Dewan Penasehat Partai
Golkar, yang secara normatif dapat mengajukan diri untuk maju menjadi Ketua
Umum Partai Golkar. Namun, pada waktu itu Ketua Umum Partai Golkar yaitu
Jusuf Kalla tengah menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Fadli Zon mengatakan, “Mana mau Jusuf Kalla
memberikan jabatan Ketua Umum Golkar kepada Prabowo Subianto?” Pada tahun
2004, di dalam Konvensi Partai Golkar, Prabowo Subianto hanya berada di
peringkat ke 5 (lima) dengan perolehan 39 suara.
Setelah perdebatan yang cukup panjang dan alot, dicapai suatu kesepakatan
bahwa perlu ada partai politik baru yang benar-benar memiliki manifesto
perjuangan demi kesejahteraan rakyat. Untuk mematangkan konsep partai baru
tersebut, pada Desember 2007 di sebuah rumah yang digunakan sebagai markas
IPS (Institute for Policy Studies) di Bendungan Hilir, berkumpul sejumlah orang-
orang yaitu Fadli Zon, Ahmad Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida
Hatta, Tanya Alwi dan Haris Bobihoe. Mereka membicarakan mengenai
Universitas Indonesia
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang akan
dibentuk. Fadli Zon mengatakan, “pembahasan dilakukan siang dan malam”.
Pada proses pembuatan AD/ART partai yang menguras waktu dan tenaga,
Fadli Zon sempat dirawat di rumah sakit. Fadli Zon tidak tahu lagi bagaimana
kelanjutan partai baru ini. Ia merasa pesimistis dengan gagasan pembentukan
partai baru itu apakah akan terus berlanjut. Namun diluar dugaan, ketika Hashim
Djojohadikusumo datang menjenguknya di rumah sakit, Hashim tetap antusias
pada gagasan awal untuk mendirikan partai politik baru. Akhirnya, proses
pembentukan partai pun terus dilakukan secara maraton. Hingga pada akhirnya,
nama Gerindra muncul, diciptakan oleh Hashim sendiri. Berdasarkan anggaran
dasar partai, partai ini bernama Partai Gerakan Indonesia Raya atau disingkat
Partai Gerindra. Sedangkan untuk lambang partai berupa kepala burung garuda
digagas oleh Prabowo Subianto.
Pembentukan Partai Gerindra dapat dikatakan mendesak, sebab
dideklarasikan berdekatan dengan waktu pendaftaran dan masa kampanye
pemilihan umum, yaitu pada tanggal 6 Februari 2008. Dalam deklarasi tersebut,
termaktub visi, misi, dan manifesto perjuangan partai, yakni terwujudnya tatanan
masyarakat indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan
makmur serta beradab dan berketuhanan yang berlandaskan Pancasila
sebagaimana tertera di dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945. Seperti yang
dikutip dari Mella Muthia mengenai pernyataan dari Fadli Zon, yang mengatakan
“Ide pendirian partai kebetulan datang dari diri saya sendiri, sekitar bulan
November 2007, saya bicara dengan Pak Hashim Djojohadikusumo.
Kemudian juga saya sampaikan ke Pak Prabowo ketika itu masih menjadi
anggota dewan penasehat Golkar, kemudian Pak Prabowo menyetujui
perlunya pendirian partai. Kemudian dirancanglah, saya termasuk di
dalamnya untuk membuat AD/ART, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra,
saya ketuanya. Lalu partai ini dideklarasikan pada tanggal 6 Februari 2008,
ikut verifikasi hukum dan ham yang hanya persiapan 2 minggu ketika itu
dan akhirnya dinyatakan lolos pada akhir Februari 2008. Baru kemudian
memasuki tahapan verifikasi administrasi dan verifikasi actual bulan April
sampai Juni 2008.” 2
2
Wawancara dengan Fadli Zon pada 7 Juli 2011, di Fadli Zon Library Bendungan Hilir, pukul
11.30 dikutip dari Mella Muthiadalam Rekrutmen Calon Anggota Legislatif DPR RI Partai
Gerindra Dapil DKI Jakarta Pada Pemilu 2009 (2011: 30).
Universitas Indonesia
Sebelum nama Gerindra muncul, para pendiri partai ini seperti Prabowo
Subianto, Hashim Djojohadikusumo, Fadli Zon dan Muchdi Pr juga memikirkan
nama yang tepat untuk partai ini. Pada waktu itu tepatnya di Bangkok, Thailand,
mereka berkumpul dalam rangka SEA Games Desember 2007, untuk mendukung
tim Indonesia, yaitu cabang olahraga polo dan pencak silat yang berhasil lolos
untuk dipertandingkan di sana. Kehadiran Prabowo Subianto di ajang tersebut
adalah sebagai Ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia). Namun ajang
kumpul-kumpul tersebut kemudian dimanfaatkan untuk membahas nama dan
lambang partai.
Nama partai harus menunjukkan karakter dan ideologi yang nasionalis dan
kerakyatan sebagaimana yang tertera didalam manifesto Gerindra. Dalam
pertemuan itu, tersebutlah nama “Partai Indonesia Raya”. Nama tersebut
sebenarnya pernah digunakan di masa lalu, yakni PIR (Partai Indonesia Raya) dan
Parindra. “Kalau begitu pakai kata ‘gerakan’, jadi Gerakan Indonesia Raya,” ucap
Hashim Djojohadikusumo dengan penuh semangat. Seluruh peserta rapat pun
kemudian menyetujuinya dengan pertimbangan mudah untuk diucapkan dan
mudah untuk diingat oleh rakyat. Gerindra, singkatan nama partai itu juga
dianggap mudah diingat oleh masyarakat.
Setelah membicarakan masalah nama partai, rapat dilanjutkan dengan
membicarakan lambang partai. Muncul ide untuk menggunakan gambar burung
garuda. Namun, lambang burung garuda sudah pernah digunakan oleh partai
politiklain. Simbol lain yang berasal dari Pancasila yang tergantung di dada
garuda, seperti bintang, padi kapas, rantai, kepala banteng dan pohon beringin,
sudah digunakan oleh partai yang telah ada sekarang. Untuk menemukan lambang
yang tepat, Fadli Zon mengadakan survei kecil-kecilan. Dari survei tersebut,
sebagian masyarakat memilih apabilalambang harimau dapat digunakan oleh
Partai Gerindra karena harimau merupakan binatang yang kuat, perkasa, dan
menggetarkan lawan bila mengaum. Namun, Prabowo Subianto memiliki ide lain,
yaitu kepala burung garuda, hanya bagian kepalanya saja. Gagasan itu
disampaikan oleh Prabowo Subianto sendiri, yang juga disetujui oleh para pendiri
partai yang lain. Nama dan lambang partai dianggap menggambarkan semangat
kemandirian, keberanian dan kemakmuran rakyat. Kepala burung garuda yang
Universitas Indonesia
3
“Sejarah Partai Gerindra” Diakses pada tanggal 2 April 2016. Website resmi Partai Gerindra
<partaigerindra.or.id/sejarah-partai-gerindra>.
4
Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Universitas Indonesia
Jati diri Partai Gerindra seperti yang disebutkan diatas, ditegaskan dalam
mukadimah manifesto perjuangan Partai Gerindra sebagai berikut 5:
5
Ibid.
6
Kutipan wawancara dengan Fadli Zon yang diambil dari Mella Muthia, Op.Cit., hal 39-40.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tangga, Keputusan Kongres atau Kongres Luar Biasa dan Rapat Pimpinan
Nasional.
2. Menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah berdasarkan keputusan
Musyawarah Daerah yang menetapkan calon-calon Ketua Dewan
Pimpinan Daerah atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
3. Menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Cabang berdasarkan keputusan
Musyawarah Cabang yang menetapkan calon-calon Ketua Dewan
Pimpinan Cabang atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
4. Menetapkan pergantian dan penyempurnaan susunan personalia pengurus
partai tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah dan
Dewan Pimpinan Cabang atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
5. Menetapkan susunan personalia Dewan Penasehat Pusat dan Dewan
Pakaratas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
6. Menetapkan dan mengajukan bakal calon anggota legislatif DPR dan
DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten/Kota dari Partai Gerindra atas
persetujuan Ketua Dewan Pembina.
7. Menetapkan dan mengajukan pimpinan fraksi dan alat kelengkapan MPR
atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
8. Menetapkan dan mengajukan Pimpinan Dewan, Pimpinan fraksi DPR
serta alat kelengkapan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
9. Menetapkan dan mengajukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden
dari Partai Gerindra atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
10. Menetapkan dan mengajukan calon Menteri, Duta Besar, jabatan dalam
pemerintahan dan jabatan publik lainnya dari Partai Gerindra atas
persetujuan Ketua Dewan Pembina.
11. Memberi rekomendasi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dari
Partai Gerindra atas persetujuan Ketua Dewan Pembina.
12. Memberi rekomendasi calon Bupati/Walikota dan calon Wakil
Bupati/Wakil Walikota dari Partai Gerindra atas persetujuan Ketua Dewan
Pembina.
13. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
28. Menunjuk dan menetapkan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pimpinan
Daerah dan Ketua Dewan Pimpinan Cabang untuk mengisi kekosongan
jabatan atas persetujuan Ketua Dewan Pembina
29. Menetapkan Ketua Harian dan Wakil Ketua Harian DPP Partai Gerindra
atas permintaan Ketua Dewan Pembina.
Dewan Pimpinan Pusat memiliki kewajiban, Pertama, melaksanakan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres atau Kongres
Luar Biasa, Rapat Pimpinan Nasional, Kebijakan Dewan Pembina atas
persetujuan Ketua Dewan Pembina dan ketentuan partai lainnya; Kedua,
melaksanakan program kerja sesuai dengan hasil rapat kerja nasional; Ketiga,
memberikan pertanggungjawaban pada Kongres; Keempat, membentuk
kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah di provinsi pemekaran dan Dewan
Pimpinan Cabang di Kabupaten/kota pemekaran.7
7
Manifesto, AD/ART dan Program Aksi Partai Gerindra, hal. 28-36.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
8
Ibid, hal. 56-76.
Universitas Indonesia
9
Ibid, hal.5.
Universitas Indonesia
10
Anggaran Dasar Partai Gerindra, hal.30.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
“Kita, saya kira sangat mendukung perempuan masuk ke dalam politik, dan
kita juga mendorong agar lebih banyak politisi di Partai Gerindra. oleh
karena itu kita memiliki sayap, namanya PIRA (Perempuan Indonesia
Raya). Ini termasuk sayap yang lahir sejak awal berdirinya partai. Ini salah
satu saringan untuk masuk ke dalam DPP juga, jadi dengan banyaknya
perempuan masuk di dalam politik, kita berharap akan semakin banyak
warna gitu ya, dan jadi bukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban
Undang-Undang yang lalu, untuk kuota sampai 30%. Memang kendalanya
adalah tidak banyak perempuan yang antusias terhadap politik, mungkin
image politik yang dianggap seolah-olah ini adalah arena laki-laki, tentunya
itu adalah image dari sebagian besar orang dan juga mungkin ada yang
menghindari politik karena itu kotor, dan semacam itu. Tapi kan sebenarnya
11
Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya.
12
Surat Keputusan Pengurus Pusat Perempuan Indonesia Raya (PIRA) Nomor: 026/PIRA-
SK/KETUM/XII/2013.
Universitas Indonesia
politik itu netral, oleh karena itu semakin banyak perempuan masuk dalam
politik, saya kira akan semakin bagus, karena pasti akan bisa mendorong
berbagai kebijakan yang sensitive gender. Jadi di Gerindra, kita kalau ada
aktifis perempuan atau dari latar belakang apapun yang mau bergabung, kita
sangat terbuka, tidak membatasi. Bahkan banyak dari pengurus di DPP juga
berlatar belakang perempuan.” 13
13
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Politik Dalam Negeri, Hubungan Antar
Partai dan Pemerintahan, Fadli Zon, SS, M.Sc, di Gedung DPR RI. Selasa, 31 Mei 2016.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d) Lumbung Desa
e) Pasar Desa
f) Klinik dan Rumah Sehat Desa
g) Pendidikan dan Wirausaha Muda Desa
h) Sistem Informasi Desa
7. Mendirikan Lembaga Tabung Haji.
8. Mempercepat implementasi reforma agraria untuk meningkatkan akses
dan penguasaan lahan yang lebih adil dan berkerakyatan, menyediakan
rumah murah sederhana bagi rakyat.
Hal tersebut serupa dengan yang dikatakan oleh Ketua Harian Perempuan
Indonesia Raya (PIRA), Dr. Ir. Endang S. Thohari, DESS, M.Sc:
“Program sangat tergantung dengan visi misi Gerindra, karena PIRA adalah
sayap dari Gerindra. Salah satu diantaranya adalah pemberdayaan ekonomi
kerakyatan melalui perempuan dengan menggerakkan koperasi. Kenapa
koperasi? Karena sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 1,2,3 bahwa
ekonomi kerakyatan (bahwa koperasi memiliki nilai-nilai, selain menolong
dirinya sendiri juga bertanggung jawab untuk anggotanya) disitu juga ada
kesetaraan, kesetiakawanan, sehingga koperasi ini di Gerindra menjadi
prioritas utama.” 14
14
Hasil wawancara dengan Ketua Harian Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Dr. Ir. Endang S.
Thohari, DESS, M.Sc di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra. Rabu, 6 April 2016.
Universitas Indonesia
15
Rizky Jaramaya, dalam Indonesia Jadi Salah Satu Pengimpor Gandum Terbesar Dunia,
diambil dari republika.co.id tanggal 5 April 2015.
16
Dikutip dari Tim Dokumentasi Presiden RI dalam Jejak Langkah Pak Harto 16 Maret 1983 –
11 Maret 1988 (2003: 387).
Universitas Indonesia
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga monopoli
pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber
daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya berada di tangan negara. Dalam
Pasal 33 ini menjelaskan bahwa perekonomian indonesia akan ditopang oleh 3
pelaku utama yaitu Koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan
Swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme
pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik
perseorangan. Berdasarkan hal tersebut, Partai Gerindra memiliki pandangan
bahwa ekonomi kerakyatan menjadi ujung tombak bagi perekonomian Indonesia.
Partai Gerindra sebagai pendatang baru di perpolitikan Indonesia, memprakarsai
secara komitmen dan konsisten mewujudkan cita-cita perjuangan dari para pendiri
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal tersebut. Prabowo Subianto sebagai
Ketua Umum Partai Gerindra memiliki semangat untuk melaksanakan UUD 45
secara murni, karena menurutnya Indonesia sekarang ini sudah tergerus dengan
liberalisme yang semuanya ditentukan oleh pasar. Berdasarkan hal tersebut,
program-program yang dibuat oleh Perempuan Indonesia Raya (PIRA) mengarah
atau berkiblat kesana, sejalan dengan visi dan misi Partai Gerindra.
Adapun bidang-bidang dalam program pemberdayaan perempuan di Partai
Gerindra yang bersinergi dengan organisasi sayap partai Perempuan Indonesia
Raya (PIRA) adalah sebagai berikut: 17
1. Bidang Kesehatan
Pos Binaan Terpadu (Posbindu) rutin diadakan oleh Perempuan Indonesia
Raya (PIRA) setiap satu bulan sekali. Kegiatan ini merupakan program
Kementerian Kesehatan RI yang diselenggarakan lewat Partai Gerindra untuk
17
Hasil wawancara dengan Ketua Harian Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Dr. Ir. Endang S.
Thohari, DESS, M.Sc. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…ada juga seperti Posbindu, tetapi itu bukan khusus domestik tetapi itu
adalah memberi pelayanan kesehatan yang menurut kita sangat penting,
karena kita mesti tahu masalah di masyarakat itu apa” 18
2. Bidang Ekonomi
Menguatkan ekonomi kerakyatan merupakan bagian dari program
perjuangan Partai Gerindra dan karenanya harus menjadi pedoman bagi kegiatan
seluruh kadernya, termasuk anggota PIRA. Penguatan ekonomi kerakyatan
kemudian diimplementasikan dengan mempertahankan potensi lokal. Salah satu
kegiatan yang dilakukan oleh Perempuan Indonesia Raya (PIRA) adalah
memberdayakan para perempuan di Sukabumi, tepatnya di kampung manggis.
18
Hasil wawancara dengan Anggota Dewan Pembina Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Bianti
Djiwandono, MA di kediamannya. Senin, 25 April 2016.
Universitas Indonesia
“…kita selama ini di nina bobokan dengan iklan atau produk dari luar,
padahal bahannya berasal dari kita. Ibu-ibu kita diberi inovasi teknologi
untuk menjembatani supaya mereka mengerti, kita bekerja sama dengan
balai-balai penelitian, saya kebetulan adalah pensiunan kementrian
pertanian, jadi balai-balai yang ada di kementerian pertanian saya ajak
kerjasama untuk mensosialisasikan barang-barang atau hasil dari UKM
yang telah disertifikasi Balai Alih Teknologi Pertanian dan khususnya yang
ditemukan oleh para peneliti perempuan, contohnya karbol sereh. Sereh
terutama di bogor.. banyak korban karna nyamuk dapat menyebabkan
penyakit cikungunya, jadi karbol dari daun sereh manfaatnya besar. Kita
umumnya menggunakan obat nyamuk seperti baygon, dan sebagainya,
padahal ada potensi lokal kearifan lokal dari desa tersebut yang bisa
dikembangkan. Ini adalah potensi luang untuk bagaimana menciptakan
lapangan kerja kaum muda khususnya perempuan karena hal itu dapat
dikerjakan di rumah, tapi tetap harus ada sertifikasi yang dimaksudkan
sebagai standar. Peneliti-peneliti perempuan juga sudah banyak yang
berhasil, tapi seringkali karena mazhab perekonomian yang liberal sehingga
tersisihkan. Kita ingin mengangkat hal itu.” 19
19
Hasil wawancara dengan Ketua Harian Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Dr. Ir. Endang S.
Thohari, DESS, M.Sc. Op.Cit.
Universitas Indonesia
seminar nasional yang bekerja sama dengan MPR RI, Kementerian dan Lembaga
terkait.
Pendidikan politik berupa pemberian materi oleh pakar dibidang masing-
masing dan diskusi bagi kader perempuan Partai Gerindra dan kader PIRA
dilakukan hingga sekarang ini sudah kelima kalinya yaitu pada 25 Februari 2015,
25 April 2015, 1 Agustus 2015, 24 Oktober 2015, dan 28 November 2015.
Seminar nasional yang bekerja sama dengan MPR RI dan Kementerian atau
Lembaga terkait seperti BKKBN, Kemensos, dan mengundang aktivis perempuan
diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kartini pada tanggal 23 April
2016. Partai Gerindra bekerja sama dengan Pengurus Pusat Perempuan Indonesia
Raya (PP PIRA) melaksanakan seminar tersebut dengan tema “Dengan Semangat
Kartini Kita Tingkatkan Peran Perempuan dalam Melaksanakan 4 Pilar dan Cegah
Perkawinan Anak”. Bagi Partai Gerindra dan PIRA, sosialisasi mengenai isu
tersebut penting dalam kaitannya dengan penguatan empat pilar RI yaitu
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Ketua Harian Perempuan Indonesia Raya, Dr. Ir. Endang S.
Thohari, DESS, M.Sc.
20
Ibid.
Universitas Indonesia
Partai Gerindra terbentuk pada tahun 2008 dimana pada tahun tersebut,
kebijakan afirmatif terhadap keterwakilan 30% perempuan telah diberlakukan di
21
Edriana Noerdin, Myra Diarsi dan Sita Aripurnami dalam Representasi Politik Perempuan
adalah Sebuah Keharusan. Afirmasi-Jurnal Pengembangan Pemikiran Feminis Vol. 01 (2011: 7-
8).
22
Ibid. Hal.8.
23
Nuri Soeseno, Op.Cit. Hal. 65.
Universitas Indonesia
24
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan DPP Partai
Gerindra, Dra. Anita Ariyani di Gedung DPR RI. Rabu, 13 April 2016.
Universitas Indonesia
25
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Politik Dalam Negeri, Hubungan Antar
Partai dan Pemerintahan, Fadli Zon, SS, M.Sc. Op.Cit.
Universitas Indonesia
Tabel 2.1
Jumlah Anggota Perempuan di DPP Partai Gerindra Tahun 2012
Data diolah dari : Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
M.HH-13.AH.11.01 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar / Anggaran
Rumah Tangga, Dan Susunan Kepengurusan Partai Gerakan Indonesia Raya
Setelah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Prof. Dr. Ir.
Suhardi, M.Sc wafat, diadakan Kongres Luar Biasa pada September 2014, dengan
agenda acara menetapkan Ketua Umum, menyempurnakan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan susunan personalia pengurus Dewan
Pimpinan Pusat Partai Gerindra Periode 2014-2019. Setelah Kongres Luar Biasa
tersebut dilaksanakan, jumlah personalia pengurus Dewan Pimpinan Pusat
bertambah dari 324 orang menjadi 494 orang. Penambahan jumlah pengurus
Dewan Pimpinan Pusat yang sangat signifikan ini juga termasuk pada
penambahan jumlah pengurus anggota perempuan. Secara persentase keseluruhan,
angka menunjukkan bahwa di tahun 2014 jumlah perempuan mengalami
penurunan dari periode sebelumnya, tetapi secara substansial perempuan-
perempuan yang menjabat sebagai pengurus di setiap tingkat jabatan mengalami
peningkatan jumlah.
Universitas Indonesia
Tabel 2.2
Jumlah Anggota Perempuan di DPP Partai Gerindra Periode 2014-2019
Universitas Indonesia
4. Sekretaris - 1 -
Jenderal
5. Wakil 15 43 -
Sekretaris
Jenderal
6. Bendahara - 1 -
Umum
7. Bendahara 7 21 -
8. Kepala 108 294 -
Departemen
Total 144 494
Data diolah dari : Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.HH-13.AH.11.01 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, serta Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra
Universitas Indonesia
Tabel 2.3
Perbandingan Jumlah Anggota Perempuan di DPP Partai Gerindra Tahun
2012 dan 2014
Universitas Indonesia
BAB 3
REKRUTMEN PEREMPUAN DI KEPENGURUSAN DEWAN PIMPINAN
PUSAT PARTAI GERINDRA PERIODE 2014-2019
1
Alan Ware dalam Political Parties and Party Systems (1996: 99).
Universitas Indonesia
2
Ibid.
3
Vicky Randall dan Lars Svasand dalam Party Politics Journal, dikutip dari Ramlan Surbakti
dalam Perkembangan Partai Politik Indonesia dalam Andy Ramses M dan La Bakry (Ed.), Politik
dan Pemerintahan Indonesia (2009: 143).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tertinggi, merujuk pada persetujuan Ketua Dewan Pembina. Oleh karena itu,
sebagai Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat,
Prabowo Subianto memiliki kewenangan yang sangat besar terutama dalam hal
menetapkan dan menunjuk personalia pengurus partai di semua tingkatan.
Dewan Pimpinan Pusat merupakan dewan pelaksana tertinggi Partai
Gerindra yang bersifat kolektif, terdiri atas pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan
pengurus harian. Sebagaimana telah dijabarkan pada Bab Pendahuluan, jumlah
pengurus Dewan Pimpinan Pusat adalah 494 orang yaitu 1 Ketua Umum, 1 Ketua
Harian, 1 Wakil Ketua Harian, 14 Wakil Ketua Umum, 117 Ketua Bidang, 1
Sekretaris Jenderal, 43 Wakil Sekretaris Jenderal, 1 Bendahara Umum, 21
Bendahara, dan 294 Kepala Departemen. Beberapa pengurus Dewan Pimpinan
Pusat juga merupakan Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra. Pada Anggaran
Rumah Tangga Partai Gerindra Pasal 13 Ayat (3) menyebutkan bahwa setiap
pengurus partai dilarang merangkap jabatan dalam kepengurusan Dewan
Pimpinan dan atau Pimpinan Partai, yang bersifat vertikal. Hal tersebut berarti
Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat bukan merupakan kepengurusan
yang sifatnya vertikal. Perbedaan keduanya terletak pada pimpinan dan pelaksana,
tetapi sama-sama sebagai dewan tertinggi di Partai Gerindra.
Dewan Pimpinan Daerah merupakan dewan pelaksana partai yang bersifat
kolektif di tingkat Provinsi. Secara hierarkis dewan pelaksana Partai Gerindra,
Dewan Pimpinan Daerah berada dibawah Dewan Pimpinan Pusat. Dewan
pelaksana yang berada di tingkat bawahnya adalah Dewan Pimpinan Cabang
sebagai dewan pelaksana partai yang bersifat kolektif di tingkat Kabupaten atau
Kota. Di bawah Dewan Pimpinan Cabang terdapat Dewan Pimpinan Anak
Cabang sebagai pelaksana partai yang bersifat kolektif di tingkat Kecamatan.
Tingkat terakhir dalam dewan pelaksana Partai Gerindra yaitu Pimpinan Ranting
sebagai pelaksana partai yang bersifat kolektif di tingkat Desa atau Kelurahan.
Dewan Penasehat dan Dewan Pakar masuk ke dalam Bab tersendiri di
dalam Anggaran Dasar Partai Gerindra yaitu pada Bab VIII. Pada pasal 25 ayat
(1) dijelaskan Dewan Penasehat berfungsi memberikan saran dan nasehat kepada
Dewan Pimpinan atau Pimpinan Partai Gerindra sesuai dengan tingkatannya. Ayat
(2) menyebutkan bahwa saran, nasehat dan pertimbangan yang disampaikan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan publik tidak mengetahui kriteria seleksi yang dilakukan atau siapa yang
menetukan di dalam proses seleksi tersebut.
Dimensi inklusifitas digunakan untuk menganalisis demokrasi internal
Partai Gerindra dalam hal merekrut anggota-anggotanya terutama anggota
perempuan di dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat periode 2014-2019.
Sebagai partai politik yang terbentuk pada tahun 2008, Partai Gerindra juga
dihadapkan pada aturan UU Partai Politik yang mensyaratkan adanya
keterwakilan perempuan sebanyak 30% di dalam kepengurusan partai. Dimensi
inklusifitas di dalam pengambilan keputusan yang dibuat oleh Partai Gerindra
akan melihat seberapa jauh jangkauan Partai Gerindra di dalam pembuatan
keputusan seperti pemilihan pengurus, apakah hanya dilakukan oleh sekelompok
elit atau melibatkan anggota di tingkat bawah.
Partai Gerindra yang diketuai oleh Letnan Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo
Subianto dan merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua
Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Periode 2014-2019, menyebut
demokrasi internal mereka sebagai demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin
yang dimaksud di dalam Partai Gerindra adalah proses pengambilan keputusan
yang dilakukan dengan musyawarah dan penyampaian pendapat baik dengan
pimpinan partai hingga ke tingkat organisasi sayap partai, tetapi menyerahkan
pengambilan keputusan kepada Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum
Partai Gerindra yaitu Prabowo Subianto. Hal tersebut seperti yang dikutip dari
pernyataan Kepala Departemen Pembinaan Pelajar dan Mahasiswa,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
demokratis dan pemimpin mendengar apa yang disuarakan oleh anggotanya atau
pengurus internal yang lain, tetapi menerima bila pemimpin mereka telah
mengambil suatu keputusan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Anggota Dewan
Pembina Partai Gerindra dan PIRA, Bianti Djiwandono, MA,
“…Saat ini kita seluruh Indonesia masih butuh demokrasi terpimpin, karena
tidak semua orang itu paham, dan usul-usul itu bahwa akhirnya mesti ada,
hanya tertentu yang memutuskan, itu memang mesti begitu. Kita belum
waktunya, karena memang kemampuan kita belum memadai. Kita seluruh
Indonesia ada 270 juta orang, 200 juta nya masih kurang. Soalnya yang
masih dipahami oleh bangsa kita, demokrasi itu yang anarkhi, semaunya,
dan tidak mau diatur. Padahal demokrasi itu banyak aturannya, aturan di
Amerika, Jepang, Inggris, penuh dengan rules and regulation nya yang
mesti dilewati. Bahwa kita pilih orang-orang yang direkrut, tetapi mereka
yang akan atur itu harus bagaimana. Jadi kalau kita maunya hanya semau
kita, jadi orang kita belum paham makna sebenarnya dari demokrasi itu.
Maunya demokrasi itu kebebasan saja.” 6
Universitas Indonesia
kurang, tetapi hal tersebut memang belum waktunya untuk itu. Kalau tidak,
takutnya nanti orang yang asal-asal juga masuk gitu, jadi pada permulaan
ya. Karena partai ini baru lahir tahun 2008, walaupun kita semua boleh
mengusulkan. Kan sebelumnya kita yang mengidentifikasi, orang-orang ini
yang berminat masuk, soalnya ga bisa sembarangan saja kita rekrut.
Rekrutmen itu susah, apalagi untuk pembentukan pengurus, itu susah karena
kita harus benar-benar rekrut orang yang loyal dan paham prinsip-prinsip
partai.” 7
Partai Gerindra sebagai partai politik yang menjalankan fungsi sebagai pilar
demokrasi, menganggap bahwa demokrasi yang berkembang di Barat pada
umumnya tidak sesuai dengan karakter Partai Gerindra. Para pengurus Partai
Gerindra meyakini bahwa demokrasi yang mereka anut di internal partai dalam
pengambilan segala keputusan merupakan yang paling sesuai dengan mereka. Hal
tersebut juga diyakini sebagai pemersatu individu-individu di internal partai dan
menjaga keutuhan Partai Gerindra yang berideologi nasionalis dan terdiri dari
berbagai macam agama, ras, dan budaya. Hal tersebut seperti yang dikutip dari
pernyataan Ketua Bidang Wawasan Nusantara, Priscillia E. Mantiri, ST, MT,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
21) Penetapan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat,
Ketua Dewan Pimpinan Daerah dan Ketua Dewan Pimpinan Cabang.
22) Penetapan pergantian dan penyempurnaan susunan personalia pengurus
partai tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah dan
Dewan Pimpinan Cabang.
23) Pengambilan keputusan untuk hal-hal yang strategis oleh Ketua Umum
atau Wakil Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
24) Pemberian penghargaan kepada atas nama perorangan dan badan atau
lembaga atau instansi dan perusahaan sesuai ketentuan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga.
m. Dalam hal Ketua Dewan Pembina tidak menyetujui keputusan Dewan
Pimpinan Pusat sebagaimana yang dimaksud pada point 1) sampai dengan
24), maka Dewan Pimpinan Pusat dapat mengajukan usulan perubahan.
Universitas Indonesia
“Jadi perekrutan menjadi kader kan memang otomatis kita ada pengkaderan,
kalau posisi saya menjadi Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, itu
sepenuhnya prerogratif dari pimpinan, jadi saya tidak tahu, artinya ketika
diminta untuk menjadi Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, ya kalau di
Gerindra ya siap kita harus bagaimana pun. Jadi kalau proses pengkaderan,
kami lalui, kami ikuti. Tentunya pimpinan tahu mana yang punya prestasi,
mana yang kualitasnya sudah mumpuni, mana yang mesti harus di
tingkatkan lagi, itu kan yang tahu pimpinan, kemudian jatuh kepada saya.
Saya tidak tahu kriterianya apa (pimpinan dalam hal ini: ketua umum
terpilih kan punya tim formatur, tim penyusun kepengurusan diantaranya
Sekjen, Wakil Ketua Umum)” 10
9
Kongres Luar Biasa Partai Gerindra diambil dari website resmi Fadli Zon fadlizon.com tanggal
18 Mei 2016.
10
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan DPP Partai
Gerindra, Dra. Anita Ariyani. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…pada waktu itu setahu saya usulan-usulan datang dari bawah, dari Wakil
Ketua Umum atau dari pimpinan-pimpinan, saya juga mengusulkan dan kita
kan sifatnya volunteer. Pak Prabowo itu berpandangan yang mau bergabung
dengan Gerindra itu artinya siap untuk berjuang bersama Partai Gerindra,
karena itu kita tidak menempatkan diri sebagai politisi tetapi pejuang
politik, bukan juga petugas partai, tetapi pejuang politik. artinya, mereka
yang bergabung itu siap menjadi pejuang politik, termasuk perempuan. Kita
merekrut orang-orang yang memang mau, jadi lebih banyak karena
menawarkan diri, dan mau berjuang. Saya kira itu berarti mereka memiliki
keinginan, ada juga yang memang kita approach, kita dekati, ayo
Universitas Indonesia
bergabung. Tetapi kita lebih banyak membuka diri, ayo siapa pun yang mau
bergabung, berjuang bersama Partai Gerindra kita terbuka.” 11
11
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Politik Dalam Negeri, Hubungan Antar
Partai dan Pemerintahan, Fadli Zon, SS, M.Sc. Op.Cit.
12
Ibid.
Universitas Indonesia
“Nah di Gerindra itu terus terang kita sebagai partai baru, tidak terlalu
membatasi orang yang mau berjuang dengan kita. Siapapun yang mau
berjuang dengan kita, asal ada rekomendasi dan dia memang mempunyai
keinginan, loyalitas, dedikasi terhadap perjuangan partai sejalan dengan apa
yang ada di dalam manifesto partai, ya kita terima. Jadi, Pak Prabowo
approach nya dan kita sepakat, kita membuka diri. Karena mereka yang
datang melangkahkan kaki ke Gerindra, dan mau bergabung berarti mereka
berkeinginan. Jadi ini kan Gerindra ini partai yang relatif baru, jadi kita
termasuk partai yang banyak orang-orang yang terlibat itu juga politisi
pemula, artinya mungkin yang tadinya pengusaha jadi politisi, tadinya
mungkin aktifis jadi politisi, tadinya buruh jadi politisi, tadinya petani dari
HKTI jadi politisi. Tetapi itu, politisi dalam arti Gerindra itu adalah pejuang
politik.” 13
Universitas Indonesia
“It follows that when women compete with men for access to political elites,
they do so on the terms already established by men for competition among
themselves and in political systems which already contain out-groups of
men. The success of women in politics, like that of any male out-group,
cannot be achieved within such systems without displacing, or replacing an
existing elite and without some change in values, and it cannot occur
independently of fundamental changes in socio-economic as well as
political relations. Of course, without a clear understanding of the way men
regulate their own access to political elites, the conditions which govern
that of women will remain obscure.” 14
14
Jenny Chapman dalam Politics, Feminism and the Reformation of Gender (1993: 11).
Universitas Indonesia
15
Barbara Geddes dalam Politicians Dilema: Building State Capacity in Latin America (1996:
142-181).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
“…kaderisasi itu baru mulai lagi tahun 2015 tetapi itu untuk kader muda.
Ada 3 angkatan untuk kader penggerak desa dan gerindra masa depan, itu
tahun 2015. Sekolah kader yang biasa kita lakukan mungkin baru dimulai
tahun ini (2016). Mekanisme sekolah kader itu kan hanya 1 di hambalang,
ketika ada angkatan yang sekolah, tidak bisa ada angkatan lain. Memang
kapasitasnya hanya 500an orang tiap angkatan. Kemarin, satu angkatan itu
ada 200 an orang.” 18
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 3.1
Pengurus DPP Periode 2014-2019 yang pernah menjabat di Periode 2012-
2014
Universitas Indonesia
Data diolah dari : Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.HH-04.AH.11.01 Tahun 2014 dan M.HH-13.AH.11.01 Tahun 2012
Universitas Indonesia
memiliki kedekatan batin dengan gerindra. Jadi tidak diukur dari kuantitatif,
lebih ke kualitatif.” 20
20
Hasil wawancara dengan Kepala Departemen Pembinaan Pelajar dan Mahasiswa, Noudhy
Valdryno, BA. Op.Cit.
21
Ibid.
Universitas Indonesia
dinilai oleh pimpinan Partai Gerindra. Jika dilihat di dalam data kepengurusan
Dewan Pimpinan Pusat, tidak terdapat kader muda yang ditempatkan pada posisi
Wakil Ketua Umum atau pimpinan lain seperti Sekretaris Jenderal dan Bendahara
Umum. Pimpinan-pimpinan di dalam kepengurusan seperti Wakil Ketua Umum
dipegang oleh orang-orang yang telah lama berkecimpung dan berpengalaman di
dalam kegiatan politik. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus perempuan
yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum dan Ketua Bidang, dapat dijabarkan 5
(lima) pola rekrutmen untuk pengurus perempuan di dalam kepengurusan Dewan
Pimpinan Pusat Partai Gerindra periode 2014-2019. Kelima pola rekrutmen
perempuan di dalam kepengurusan tersebut terdiri dari Pendiri Partai Gerindra;
Anggota Legislatif (DPR dan DPRD); Kontribusi di Pilpres 2014 dan Bukan
Kader; Kader Partai Gerindra – Pengurus Baru; serta Kader Partai Gerindra –
Pengurus Lama.
Universitas Indonesia
“Kalau saya dari awal. saya ini ikut mendirikan Partai Gerindra. Prosesnya,
saya diminta waktu itu karena latar belakang kami (para pendiri partai)
sama-sama menjadi aktif di organisasi waktu itu. Terus diminta untuk
membantu, mendirikan partai baru. Karena saya bertugas untuk itu,
berupaya meyakinkan orang-orang kalau ada partai baru, partai ini bersih,
jika ada darah-darah bersih dan semangat baru bersama-sama, partai ini Pak
Prabowo yang berinisiatif walaupun kala itu Prabowo masih menjadi kader
Partai Golkar. Nah disitu, orang percaya tidak percaya, bagaimana kita
memiliki kemampuan untuk meyakinkan bahwa kita ada, dan tidak main-
main, itu saya mengikuti proses itu sampai ke seluruh Indonesia bersama
teman-teman yang belum diverifikasi. Kemudian kepengurusan dibentuk,
sebagai syarat untuk mengikuti pemilu. Untuk partai harus ada Ketua,
Sekretaris, Bendahara, menyertakan 30% perempuan di kepengurusan,
itulah awal saya aktif di Gerindra” 22
22
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Dra. Anita
Ariyani, Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…Anggota Dewan kita itu diberi posisi baik di DPD maupun di DPP,
supaya bisa berkontribusi juga. Jangan jadi anggota dewan terus lupa
dengan kulitnya, jadi anggota dewannya dari kita, tetapi kontribusi ini
bukan hanya uang ya, karena ada juga anggota dewan yang kirim uang ke
DPP tetapi tidak pernah muncul ya sama aja. Karena kita butuh dia sebagai
suara partai, kalau uang mah kita bisa cari dari mana saja, tetapi yang kita
inginkan mereka berkontribusi secara riil juga dari waktu, konsep.” 23
Tidak semua anggota legislatif dari fraksi Partai Gerindra masuk ke dalam
kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra periode 2014-2019.
Terdapat aturan internal partai dimana jika anggota legislatif terpilih tersebut telah
memiliki jabatan sebagai pengurus di Dewan Pimpinan Daerah, maka tidak bisa
menjadi pengurus di Dewan Pimpinan Pusat. Hal tersebut juga tercantum pada
Anggaran Rumah Tangga Partai Gerindra Pasal 13 Ayat (3) yang menyebutkan
bahwa setiap pengurus partai dilarang merangkap jabatan dalam kepengurusan
Dewan Pimpinan dan atau Pimpinan Partai, yang bersifat vertikal. Hal tersebut
23
Hasil wawancara dengan Kepala Departemen Pembinaan Pelajar dan Mahasiswa, Noudhy
Valdryno, BA. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…Nah itu mereka juga diangkat disitu, jadi sebenarnya dari kader-kader
yang sudah ada, ditempatkan di DPP yaitu mereka yang memiliki
kemampuan. Anggota DPR sudah otomatis menjadi anggota DPP, yang
bukan pimpinan DPD. Artinya mereka yang menjadi pimpinan DPD tidak
bisa.” 24
Universitas Indonesia
2019 merupakan anggota baru di dalam Partai Gerindra, yaitu Marwah Daud
Ibrahim, Ph.D dan Rachmawati Soekarnoputri, Elza Syarief, dan Retno Sari
Widowati. Bergabungnya 4 (empat) nama perempuan ini di dalam kepengurusan
Partai Gerindra sejak penyempurnaan personalia pengurus Dewan Pimpinan Pusat
setalah dilakukannya Kongres Luar Biasa. Marwah Daud Ibrahim, Ph.D
merupakan politikus yang berasal dari Partai Golkar. Ia pernah menjabat sebagai
pengurus di Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar dan pernah menjadi Ketua
Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar pada era kepemimpinan Akbar Tandjung. 25
Karir politiknya selain menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar,
juga pernah menjadi Anggota DPR RI selama 4 (empat) periode. Seperti yang
dikutip dari pernyataannya, “Saya dulu di Golkar, saya 4 periode di DPR dan juga
pernah menjadi pengurus di DPP nya, pernah jadi salah satu ketua disana juga.” 26
Pada tahun 2004, Ia dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto
yang pada saat itu masih merupakan kader Partai Golkar, mengikuti Konvensi
Partai Golkar untuk menentukan bakal calon Presiden dari Partai Golongan Karya.
Dalam tahapan penyaringan Konvensi Daerah Kabupaten/Kota seluruh Indonesia,
terdapat aturan dimana 5 (lima) nama bakal calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama sampai kelima ditetapkan sebagai bakal calon yang berhak
diusulkan oleh DPD Partai Golongan Karya kepada DPP Partai Golongan Karya.
Dari hasil rekapitulasi Konvensi Daerah di tiga puluh Provinsi, Marwah Daud
Ibrahim hanya masuk posisi lima besar dengan mendapatkan posisi ketiga di satu
Provinsi, yaitu Sulawesi Tenggara dengan 15 suara. Sementara itu, Prabowo
Subianto yang maju ke tahapan selanjutnya di Konvensi Nasional pada tanggal 20
April 2004, hanya berada di peringkat ke lima dengan perolehan 39 suara. 27
Kedekatan Marwah Daud Ibrahim dan Prabowo Subianto telah terjalin sejak
lama, ketika keduanya sama-sama menjadi kader Partai Golongan Karya. Setelah
tahun 2004, karir politiknya di Partai Golkar berhenti dan tidak begitu aktif di
25
“Tokoh Perempuan Golkar Marwah Daud dan Kivlan Zen Dukung Prabowo Hatta” dikutip dari
tribunnews.com 27 Mei 2014 yang diakses pada 21 April 2016.
26
Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Koperasi, UMKM, dan Ekonomi Kreatif,
Marwah Daud Ibrahim, Ph.D di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra. Rabu, 20 April
2016.
27
A. Syamsul Zakaria dalam Konvensi Nasional Pemilihan Presiden: Studi Perbandingan
Konvensi Nasional Partai Golongan Karya di Indonesia dengan Konvensi Nasional Partai
Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat (2004: 151-161).
Universitas Indonesia
ranah partai politik. Pada tahun 2014, ketika Prabowo Subianto mencalonkan diri
menjadi calon Presiden bersama Hatta Rajasa, Marwah Daud Ibrahim, Ph.D
menyatakan dukungannya untuk pasangan calon Presiden ini. Seperti yang dikutip
dari pernyataanya berikut ini,
Universitas Indonesia
Pimpinan Pusat Partai Gerindra berdasarkan atas merit-based. Pada saat deklarasi
dukungan kepada calon Presiden Prabowo-Hatta, di dalam pidatonya ia
mengungkapkan bahwa, “Kami minta seluruh perempuan Indonesia mendirikan
posko-posko di rumahnya masing-masing. Kumpulkan 20 tenaga dan Insya Allah
30
kelak, posko-posko ini akan kita jadikan pusat-pusat koperasi se-Indonesia.”
Pernyataannya tersebut dianggap sejalan dengan pokok perjuangan yang termuat
di dalam program aksi transformasi Partai Gerindra yaitu membangun ekonomi
kerakyatan.
Ketika ditunjuk oleh Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Dewan
Pimpinan Pusat terpilih, Marwah Daud Ibrahim, Ph.D belum menjadi kader dan
belum melakukan kegiatan kaderisasi Partai Gerindra. Hal tersebut menurut
pengurus Dewan Pimpinan Pusat dikarenakan sekolah kader baru dilaksanakan
pada tahun 2015 dan kegiatan kaderisasi tersebut hanya diperuntukkan bagi kader
muda. Menurut pengakuannya, sampai saat ini ia belum pernah melakukan
kaderisasi secara formal, dan yang menarik justru Ia memberikan materi pada saat
kegiatan kaderisasi untuk para kader muda Partai Gerindra. Seperti yang dikutip
dari pernyataannya, “…yang sifatnya formal tidak, semenjak saya diajak masuk.
Saya justru mengisi materi kaderisasi, bukan menjadi pesertanya.” 31
Meski belum pernah mengikuti sekolah kader yang diadakan oleh Partai
Gerindra, hal tersebut menurut Bianti Djiwandono, MA sebagai salah satu
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, tidak perlu. Menurutnya, semangat
yang dimiliki oleh Marwah Daud Ibrahim, Ph.D telah sejalan dengan Partai
Gerindra dan Partai Gerindra sangat terbuka terhadap orang-orang seperti dirinya,
yang memiliki pengalaman dalam berorganisasi di partai politik. Seperti yang
dikutip dari pernyataannya,
“…mungkin, jiwanya sudah, kan direkrut oleh Pak Prabowo sendiri, jiwa
nya sudah Gerindra karena waktu dia berkampanye untuk KMP. Mungkin
dianggapnya tidak melalui kaderisasi, tetapi karena ini adalah seorang
profesional yang jiwanya sudah cocok dengan Gerindra dan Bu Marwah
sendiri juga merasa cocok, oleh karena itu dia masuk ke Gerindra. Ya
30
“Tokoh Perempuan Golkar Marwah Daud dan Kivlan Zen Dukung Prabowo Hatta” dikutip dari
tribunnews.com. Op.Cit.
31
Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Koperasi, UMKM, dan Ekonomi Kreatif,
Marwah Daud Ibrahim, Ph.D. Op.Cit.
Universitas Indonesia
memang, Bu Marwah adalah politikus dari jaman kapan, dari jaman Golkar
(berkuasa), latar belakangnya adalah politik. Beliau justru memberikan
materi di kaderisasi, bukan menjadi pesertanya, untuk kaderisasi program
masa depan (yang akan digunakan). Tetapi untuk kita, jiwa gender nya
sudah ada, jiwa profesionalnya sudah ada, jadi tidak perlu lagi kaderisasi itu
memang adalah sebenarnya kita terbuka untuk orang-orang seperti Bu
Marwah untuk masuk ke Gerindra.” 32
Universitas Indonesia
34
Ibid.
35
Pernyataan Sekretaris Jendral Partai Gerindra, Ahmad Muzani di acara pelantikan pengurus
harian DPP Gerindra di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Rabu 8 April 2015 yang
dikutip dari Sejarah ‘Koalisi’ Prabowo Subianto-Rachmawati Soekarnoputri. Op.Cit.
36
Ibid.
Universitas Indonesia
“…Dia juga waketum di DPP, tetapi saya belum pernah lihat terus terang.
Itu sih Pak Prabowo yang menentukan, tetapi mungkin karena loyalitas
beliau waktu kampanye Pilpres. Waktu Pilpres kan, Ibu Rachma memang
kampanye untuk KMP dan Gerindra, tetapi ya begitu saja…” 38
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat yang juga bukan kader Partai Gerindra
sebelum terbentuknya kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat periode 2014-2019
adalah Dr. Hj. Elza Syarief, MH. Sebelum bergabung dengan Partai Gerindra dan
menjadi pengurus di Dewan Pimpinan Pusat, Ia merupakan kader Partai Hanura.
Latar belakang profesinya sebagai seorang pengacara yang cukup terkenal di
Indonesia dianggap mampu untuk mengemban jabatan sebagai Ketua Bidang
Hukum Konstitusi. Terpilihnya Dr. Hj. Elza Syarief, MH untuk masuk di jajaran
kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat periode 2014-2019 sama sekali tidak
diketahuinya, dan hal tersebut justru diketahui hanya beberapa hari sebelum
pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Pusat. Seperti yang dikutip dari halaman
berita merdeka.com,
37
Barbara Geddes. Op.Cit.
38
Hasil wawancara dengan Anggota Dewan Pembina Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Bianti
Djiwandono, MA. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“Saya senang, jadi kita senang punya kawan baru lagi. Tapi banyak juga
kawan-kawan saya di sini. Gabung di Gerindra baru juga. Senin baru tahu
kalau saya jadi pengurus, tadinya kan baru lisan-lisan saja. Cari suasana
baru yang bisa sesuai dengan pemikiran saya. Di Hanura kan sudah resmi
keluar sudah dari bulan Februari. Kan banyak teman saya di sini. Saya
mengiyakan setelah saya diajak. Sudah lama berhubungan baik dengan
Gerindra. Ini saja banyak teman-teman saya yang baru dilantik, yang waktu
itu membantu di MK. Semua sekarang ikut di Gerindra. Ada Pak Djoko
Santoso, Pak Mukhlas. Barengan semua gabungnya.” 40
Universitas Indonesia
Biasa pada tahun 2014. Dirinya baru aktif di dalam kegiatan Partai Gerindra pada
Pilpres 2014 mendukung Prabowo-Hatta di rumah polonia.41 Keterlibatannya di
dalam kegiatan Pilpres 2014 mendukung calon Presiden Prabowo-Hatta
membuatnya masuk kedalam jajaran kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat setelah
terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum.
Pola rekrutmen Retno Sari Widowati dan Dr. Hj. Elza Syarief, MH di dalam
kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat, sama halnya dengan 2 (dua) Wakil Ketua
Umum yaitu pola atau model survival yaitu rekrutmen politik yang didasarkan
pada prinsip balas jasa berkat kontribusi di Pilpres 2014. Dasar penunjukkan Dr.
Hj. Elza Syarief, MH di dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat karena
kontribusinya membela kubu Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi dalam
penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2014 dan karena dikeluarkannya dirinya dari
Partai Hanura. Untuk membalas jasanya, jajaran pimpinan Partai Gerindra
mengajak dirinya untuk bergabung dan menjadi pengurus di Dewan Pimpinan
Pusat Partai Gerindra. Kompetensi Dr. Hj. Elza Syarief, MH di bidang hukum
tentu tidak perlu diragukan lagi mengingat dirinya berprofesi sebagai pengacara
ternama di Indonesia.
41
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Kaum Difabel, Retno
Sari Widowati melalui telepon. Kamis, 2 Juni 2016.
Universitas Indonesia
42
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Wawasan Nusantara, Priscillia E. Mantiri, ST, MT.
Op.Cit.
43
Lini Masa Facebook Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada tanggal 28 Mei 2015.
Diambil dari https://id-id.facebook.com/gerindra/posts.
44
Hj. Himmatul Aliyah, S.Sos, M.Si Calon Anggota DPD RI Provinsi Banten, diambil dari
www.ramaloka.com.
Universitas Indonesia
“Kalau misalnya, ini kita ngomongin periode Gerindra dari dibawah tahun
2014. Waktu kepengurusan sebelumnya mungkin tidak official menjabat di
struktur. Tapi kalau secara kader iya, sudah dari sejak awal Gerindra berdiri.
Bahkan sebelum itu juga, karena kan kita dulu staf nya Pak Prabowo dari
Bapak masih belum di Gerindra pun, udah ikut. Apalagi ketika Bapak
mendirikan Gerindra, otomatis kita punya visi dan misi yang sama dengan
beliau. Jadi kita ngerti, visi dan misi beliau terhadap Bangsa Indonesia
otomatis kita punya visi yang sama. Jadi ngga cuma semata-mata karena
staf, kerja dengan Pak Prabowo kemudian kita otomatis, ngga juga. Tetapi
memang karena beliau menularkan rasa cinta tanah air nya dengan
keteladanan, jadi kita dengan sukarela, kita terasa ikut terpanggil juga untuk
terlibat di partainya beliau. Sebelum di kepengurusan sekarang, aktifnya di
kaderisasi. Kan banyak diklat di Hambalang, kebetulan kalau ada kader
perempuan, mau ga mau butuh instruktur atau apa, ya disitu. Saya menjadi
pegiat di sekolah kader Gerindra.” 45
45
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Wawasan Nusantara, Priscillia E. Mantiri, ST, MT.
Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…Nah kalau sebelum itu saya ditunjuk oleh beliau sebagai Caleg, Caleg
mewakili Sul-Ut. Jadi memang saya satu-satunya Caleg yang tidak
mendaftar. Kan kita ada proses penjaringan Caleg, disitu kita daftar. Partai
Gerindra buka iklan di koran, lalu siapa yang mau daftar kita terbuka.
Ketika mendaftar, otomatis dibuatkan KTA Gerindra, dan sebagainya
mengikuti prosesnya. Seleksi administrasi, wawancara dan segala macam.
Sedangkan saya baru menjadi Caleg itu 22 mei, jadi tanggal 20 april itu
batas waktu penentuan berkas di KPU untuk caleg. 30 hari kemudian, 20an
mei nya baru ada perbaikan, nah saya baru jadi Caleg disitu. Karena Caleg
yang di Dapil saya itu mengundurkan diri, dan kebetulan Caleg tersebut
perempuan. Nah otomatis kan, karena kuota, dicari siapa diantara staf-
stafnya yang dari Sul-Ut, hanya satu yaitu saya.” 46
Sama halnya dengan Wakil Ketua Umum dan Ketua Bidang lainnya,
penunjukkan Hj. Himmatul Aliyah, M.Si sebagai Ketua Bidang Pendidikan
Nasional dan Priscillia E. Mantiri, ST, MT sebagai Ketua Bidang Wawasan
Nusantara ditunjuk secara langsung oleh Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua
Umum, Prabowo Subainto. Kontribusi keduanya di dalam kegiatan-kegiatan
internal partai, dianggap oleh pengurus Dewan Pimpinan Pusat dinilai cukup
besar. Selain karena kontribusi keduanya dalam kegiatan-kegiatan Partai Gerindra
yang diikuti oleh suami mereka, penunjukkan mereka sebagai Ketua Bidang di
Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra sebagai penghargaan atas kehadiran
keduanya dalam setiap kegiatan partai. Rekrutmen politik seperti itu dilakukan
berdasar pertimbangan pragmatis, tetapi juga mempertimbangkan kompetensi
yang dimiliki dan bertujuan untuk mengembangkan pengikut yang loyal. Hal
tersebut juga didukung dari pernyataan Kepala Departemen Pembinaan Pelajar
dan Mahasiswa,
46
Ibid.
Universitas Indonesia
“…Suaminya, Sekjen. Tetapi sejauh ini dia kontribusi nya sangat besar
terhadap Gerindra, terutama di Dapilnya Pak Muzani. Karena kan suaminya
Sekjen, pasti sibuk. Makanya, di Dapil, Bu Aliyah banyak sekali
kontribusinya di Dapil, apalagi di PINDRA memang dia penggeraknya.
Jadi, kalau ditanya apakah berdasar pragmatisme atau meritokrasi,
sebenarnya dua-duanya. Meritokrasinya jelas, tetapi pragmatismenya ada.”47
47
Hasil wawancara dengan Kepala Departemen Pembinaan Pelajar dan Mahasiswa, Noudhy
Valdryno, BA. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“Ibu sudah menjadi kader di Partai Gerindra sejak Partai ini berdiri 8 tahun
yang lalu. Dalam daftar data partai, Ibu masuk dalam Bidang Industri
Kreatif karena background ibu lulusan Senirupa ITB. Jabatan lain di Partai
adalah sebagai Ketua 1 Sayap Perempuan Gerindra yakni Sayap Perempuan
Indonesia Raya, Ketua 1 membawahi Bidang OKK, Bidang Humas, Bidang
Hukum dan Pemberdayaan Perempuan. Jabatan ini sudah keduakalinya,
dalam aturan AD/ART kami Perempuan Indonesia Raya, masa jabatan
adalah 2 kali periode kepengurusan. Disamping itu Ibu juga diberi amanah
untuk duduk dalam Majelis Kehormatan Partai dan Dewan Pembina Partai.
Di kedua bidang Majelis sebagai anggota saja.” 48
Universitas Indonesia
Umum dan Ketua Bidang yang lainnya, penunjukkan dirinya sebagai Ketua
Umum atas permintaan langsung Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum,
Prabowo Subianto.
Jika melihat dari model rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Barbara
Geddes, keempatnya termasuk ke dalam model rekrutmen partisanship. Model
partisanship merupakan rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik
49
dengan mempertimbangkan loyalitas kepada partai. Keempat perempuan yang
merupakan kader sejak awal didirikannya Partai Gerindra merupakan orang-orang
yang ahli di kebidangan ilmunya masing-masing. Penempatan keempatnya pada
jabatan di kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat sesuai dengan bidang ilmu dan
isu-isu yang menjadi perhatian mereka.Selain itu, keaktifan para perempuan ini di
dalam kegiatan dan kepengurusan sayap partai Perempuan Indonesia Raya (PIRA)
menjadi salah satu jalan untuk mendapatkan posisi di kepengurusan Dewan
Pimpinan Pusat.
49
Barbara Geddes. Op.Cit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
“Hal tersebut berat karena ketika kita membawa perempuan dari daerah
sampai ke pusat untuk ikut kaderisasi selama 1 minggu, berat. Kadang
mereka disana kerja, jika memilih yang pengangguran, tidak berkualitas
juga. Mau ibu-ibu rumah tangga, anak dan suami nya ditinggal. Ini
kesulitan kita sebagai perempuan untuk memenuhi hal itu. Makanya,
kaderisasi Gerindra kami berharap ada di daerah. Setiap daerah dapat
melakukan kaderisasi (desentralisasi). 5 tahun lalu dipusatkan di
Hambalang, nah untuk yang sekarang di provinsi masing-masing atau di
kabupaten masing-masing, tetapi saya belum cek, perempuannya
bagaimana, karena yang saya lihat di berbagai daerah itu kebanyakan laki-
laki semua. Sebagian besar laki-laki, sulitnya untuk sampai ke pusat, tidak
mungkin dalam jangka waktu yang pendek untuk kaderisasi. Di Gerindra,
untuk kaderisasi membutuhkan waktu seminggu karena banyak materi yang
diberikan. Untuk perempuan yang bekerja, itu sulit.” 51
51
Ibid.
Universitas Indonesia
Terdapat 3 (tiga) tipe kader perempuan yang akan mengikuti sekolah kader
di Hambalang, yaitu pelajar atau mahasiswa; mereka yang sudah menyelesaikan
studi tetapi belum bekerja; dan ibu rumah tangga. Dari ketiga tipe perempuan
tersebut, yang paling memungkinkan untuk meluangkan waktunya mengikuti
sekolah kader adalah tipe kedua. Selain belum terikat dengan pekerjaan atau
keluarga, waktu yang mereka miliki dapat disesuaikan dengan pelaksanaan
sekolah kader.
“…dari ketiga ini, mana yang akan kita ambil pesertanya. Kalau yang tipe
kedua, oke, pasti senang dan ada waktu, tetapi mau atau tidak karena
kabanyakan belum melek politik. Karena kebanyakan lebih memilih untuk
bekerja dulu. Tipe pertama hanya dapat melakukan kaderisasi ketika libur,
sedangkan ibu rumah tangga sulit meninggalkan keluarga.” 52
Perjuangan memenuhi angka keterwakilan perempuan tidak sebatas sampai
memenuhi angka keterwakilan perempuan sebanyak 30%, tetapi juga membentuk
kader partai yang benar-benar memiliki visi, misi, semangat, dan perjuangan
Partai Gerindra. Kaderisasi bagi anggota perempuan dinilai sangat penting untuk
pembentukan karakter kader tersebut kedepannya, terutama ketika mereka masuk
ke tingkat yang lebih lanjut seperti Anggota Legislatif. Jika tidak mengikuti
proses kaderisasi, maka nilai-nilai serta prinsip-prinsip Partai Gerindra tidak akan
masuk ke dalam perjuangan dan semangat mereka di dalam membawa
kepentingan Partai Gerindra di ranah politik.
Universitas Indonesia
54
Jenny Chapman. Op.Cit. hal.21.
Universitas Indonesia
pekerjaan dari status yang lebih rendah dan manfaat dari tingkat pendidikan
mereka akan membawa salah satu yang diharapkan dalam kasus pria.
“As far as politics is concerned, education may create the same initial
expectations among females as it does among males, but where the
occupations of men enhance their salience and promote their fulfillment
(albeit to varying degrees), women’s do not. A smaller proportion of
educated women than men will seek office, even though their numbers grow
in comparison with the uneducated generations that came before. What is
more, if virtually all the people who stand are educated, and occupation,
income or property is then the variable on which male winners and losers
divide, this will also be a point of difference between men and women. Thus
their access to education simultaneously gives women some encouragement
to aim for political status and fails to provide them with the other resources
needed for success.” 55
55
Ibid.
Universitas Indonesia
“…berdasarkan merit base, jadi dimana keahlian anda disitu anda akan
ditempatkan. Contohnya Marwah Daud, jadi beliau itu adalah pegiat
ekonomi kerakyatan dan sekarang diberi tanggung jawab cukup besar dalam
mengembangkan ekonomi kerakyatan di Gerindra, melalui sosialisasi
pentingnya koperasi, dan sebagainya. Beliau membawahi bidang yang
sangat besar dan kadang-kadang bidang seperti itu, apalagi bidang ekonomi
adalah laki-laki, tetapi di Gerindra karena melihat Bu Marwah memiliki
merit base yang kuat, dia pimpin departemen itu.” 56
Universitas Indonesia
Tabel 3.2
Latar Belakang Pendidikan Anggota Perempuan Pengurus Dewan Pimpinan
Pusat Partai Gerindra periode 2014-2019
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5. Hj. Himmatul Ketua Bidang Sarjana Sosial di FISIP
Aliyah, M.Si Pendidikan Nasional Universitas Islam Syech
Yusuf, Magister
Manajemen Komunikasi
Universitas Indonesia
6. Yetti Wulandari, Ketua Bidang Sosial Sarjana Hukum
SH
7. Dra. Dra. Anita Ketua Bidang Sarjana IAIN Walisongo
Ariyani Perlindungan dan Semarang,
Pemberdayaan
Perempuan
8. Rahayu Saraswati Ketua Bidang Advokasi Bachelor in Classics and
Djojohadikusumo Perempuan Drama University of
Virginia, Diploma in Screen
Acting Postgraduate Level
di International School of
Screen Acting London
9. dr. Karlina, Ketua Bidang Magister Adiminstrasi
MARS Perlindungan Anak Rumah Sakit Universitas
Indonesia
10. Retno Sari Ketua Bidang Sarjana dari Fakultas
Widowati Perlindungan dan Hukum Universitas
Pemberdayaan Kaum Jayabaya
Difabel
11. drg. Putih Sari Ketua Bidang Sarjana dan Magister
Pariwisata Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
12. Waskita Rini, SS, Ketua Bidang Sarjana Fakultas Sastra
MBA Konservasi Alam dan Inggris UNAS
Lingkungan
13. Jasmin B. Ketua Bidang Ekonomi Sarjana Fakultas Seni Rupa
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
KETERWAKILAN POLITIK PEREMPUAN DI PARTAI GERINDRA
DAN PERAN PEREMPUAN INDONESIA RAYA (PIRA)
Universitas Indonesia
kelihatan bahwa ‘saya berperan, saya masuk, atau saya adalah pengurus’
tetapi, terus kemudian tidak terlalu mau aktif.” 1
“Saya kira ini perlu proses, artinya sebagai partai yang relatif baru, kalau
kita menggembleng kader tentu memerlukan waktu, proses. Dan proses itu
sedang menuju ke arah yang lebih baik. Semakin banyak kader-kader
perempuan yang aktif, yang berkualitas, dan kita juga tidak menutup diri
karena ini wadah perjuangan, artinya orang darimana pun yang datang, yang
setuju, sependapat dengan Gerindra, ya bisa ikut. Mereka bisa ikut dari
awal, bisa ikut di tengah, bisa ikut di dalam perjalanan, jadi kita melihat
kualitas itu relatif, pasti setiap orang itu punya kekuatan tertentu dimana dia
berkiprah, tergantung latar belakangnya. Jadi kita juga sangat membuka diri,
ada yang latar belakangnya artis, ada yang latar belakangnya pengusaha, ada
yang latar belakangnya aktifis, ada yang latar belakangnya birokrat, dan
sebagainya.” 2
1
Hasil wawancara dengan Anggota Dewan Pembina Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Bianti
Djiwandono, MA. Op.Cit.
2
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Politik Dalam Negeri, Hubungan Antar
Partai dan Pemerintahan, Fadli Zon, SS, M.Sc. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…dari rapat-rapat internal yang saya ikuti, cukup lumayan ya. Tinggi
representasinya, katakanlah 5 dari 20an orang, lumayanlah di rapat-rapat
pimpinan yang diisi Dewan Pembina, Waketum, ya tetap saja harus
ditingkatkan, perjuangannya belum selesai.” 3
Hal serupa juga dikemukakan oleh salah satu Anggota Dewan Pembina
Partai Gerindra, Bianti Djiwandono, MA,
3
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Umum Bidang Koperasi, UMKM, dan Ekonomi Kreatif
DPP Partai Gerindra, Dr. Marwah Daud Ibrahim.Op.Cit.
4
Hasil wawancara dengan Anggota Dewan Pembina Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Bianti
Djiwandono, MA. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…karena kalau bagi kami, semua pengambilan keputusan strategis itu ada
di Ketua Dewan Pembina. Jadi, Prabowo adalah Ketua Dewan Pembina
jauh sebelum beliau menjadi Ketua Umum. Posisi Ketua Umum ini kan
hanya karena Ketua Umum kami meninggal, jadi Bapak (Prabowo)
mengambil alih. Di struktur organisasi Gerindra, forum tertinggi adalah di
Dewan Pembina, dimana ketuanya adalah Prabowo Subianto. Memang,
segala keputusan strategis ada di Dewan Pembina. Kebetulan di
kepengurusan kali ini saya juga menjadi anggota Dewan Pembina. Cuma,
kalau saya sih merasa saya masih junior jadi saya percaya dengan
pemimpin kita, apapun yang Bapak putuskan saya rasa itu yang terbaik
untuk partai kami. Jadi bisa dibilang, setuju aja dengan keputusan Ketua
Dewan Pembina.” 5
Universitas Indonesia
dimintai pendapat, nah saya memahami karena saya sebagai Ketua Bidang
Pemberdayaan Perempuan, punya atasan lagi sebelum Ketua Umum, yaitu
Waketum, nah kebetulan Waketum nya ini Bu Sumardjati Ardjoso.
Sehingga saya memahami, ketika saya tidak dilibatkan sebagai Ketua
Bidang Pemberdayaan Perempuan, dibenak saya adalah Wakil Ketua Umum
pasti yang akan diajak karena Waketum pasti akan menyuarakan aspirasi
perempuan. Beliau sebagai perempuan dan pimpinan saya. Itu kalau di
Gerindra (Pusat), tetapi kalau di daerah kami selalu dilibatkan, jadi Rakorda
di seluruh Indonesia yang ketika saya memiliki kesempatan dan ada waktu,
saya ikut hadir di dalamnya tetapi jika ada hal-hal yang strategis misalnya
untuk menentukan masalah politik yang inner circle di lingkaran partai,
saya tidak dilibatkan.” 6
6
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan DPP Partai
Gerindra, Anita Ariyani di Gedung DPR RI. Op.Cit.
7
Hasil wawancara dengan Anggota Dewan Pembina Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Bianti
Djiwandono, MA. Op.Cit.
Universitas Indonesia
“…Justru kalau saya rasa sih, posisi saya sebagai anggota DPR dibanding
anggota DPP. Karena istilahnya kalau anggota DPP kan banyak, tetapi kalau
anggota DPR kan kita yang punya kekuasaan di legislasi bukan untuk partai
politiknya, tetapi istilahnya partai politik digunakan untuk visi dan misi
untuk kesejahteraan rakyat. Itu kenapa kami sebenarnya lebih ke arah
diskusi dan ke arah memperjuangkan apa yang menjadi pemikiran kami ke
pimpinan untuk menyetujui dan kita perjuangkan di DPR. Jadi
implementasinya secara nyata adalah di ranah perwakilan rakyat.” 8
8
Hasil Wawancara dengan Ketua Bidang Advokasi Perempuan, Rahayu Saraswati
Djojohadikusumo. Op.Cit.
Universitas Indonesia
pendapat anggota Dewan Pembina perempuan yang lainnya. Dalam hal ini
menurutnya, keterwakilan suara adalah keterlibatannya dalam proses pengambilan
keputusan di internal Partai Gerindra. Seperti yang dikutip dari pernyataannya,
“…Kalau misalnya dari judulnya sih, ada suara gitu lah ya. Kalau saya, all
of respect kepada Ketua Dewan Pembina, jadi biasanya kalau saya sih lebih
ke nurut. Banyaknya jumlah perempuan dalam rapat itu tergantung sih,
karena ga semua meeting menghasilkan keputusan strategis, oke untuk
internal partai, tapi untuk keluarnya (outcomes) kan tidak selamanya dari
meeting itu. Kalau saya, kan semua orang kan punya porsi role nya masing-
masing. Kalau saya kebagian tugas kadang-kadang kaya hari ini, kita
kedatangan tamu dari Kedutaan Besar Korea Selatan, biasanya Pak Prabowo
akan mengundang untuk mendampingi. Jadi memang untuk meeting-
meeting internal partai saya mungkin role nya bukan disitu. Kalau misalnya,
ada tamu dari mana-mana, saya dipanggil untuk mendampingi.”9
9
Hasil wawancara dengan Ketua Bidang Wawasan Nusantara, Priscillia E. Mantiri, ST, MT.
Op.Cit.
10
Tim Puskapol UI dalam Panduan Calon Legislatif Perempuan untuk Pemilu 2014 (2013:40).
Universitas Indonesia
11
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PIRA.
Universitas Indonesia
Dalam menjalankan tujuan PIRA pada poin kedua, Pengurus Pusat PIRA
memberikan pelatihan kepada kader perempuan Partai Gerindra tentang Gender
dalam Politik Representasi Perempuan yang disampaikan oleh Ketua Umum
Pengurus Pusat PIRA sekaligus Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Dr. Sumarjati Arjoso. Dalam materi yang disampaikan
pada pelatihan kader perempuan tersebut dijelaskan bahwa Partai Gerindra adalah
partai yang mencita-citakan suatu tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial,
yakni masyarakat yang berkeadilan secara ekonomi, politik, hukum, pendidikan,
dan kesetaraan gender. Keadilan sosial harus didasari atas persamaan hak,
pemerataan, dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia. Partai Gerindra
memandang bahwa perempuan merupakan bagian penting dan tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan penguatan demokrasi, peningkatan partisipasi publik,
dan pemberdayaan masyarakat.
Para kader perempuan diberikan pemahaman mengenai konsep dan masalah
gender. Definisi gender yang digunakan adalah pembedaan laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksikan oleh manusia melalui agama, budaya, adat,
kebijakan negara dan ekonomi atau pasar. Karenanya, peran gender bisa berbeda
berdasarkan waktu, tempat, dan keadaan. Istilah gender di dalam ilmu-ilmu sosial
sebagai suatu kategori sosial diciptakan untuk dibedakan dari perbedaan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat permanen atau kodrat. Perbedaan
secara gender diperlukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan peran dan posisi
yang dinamis. Gender kemudian menjadi suatu masalah karena seringkali
perbedaan yang dikonstruksikan oleh manusia tersebut dinilai sebagai perbedaan
yang sifatnya permanen.
Perbedaan gender yang kemudian menjadi suatu permasalahan karena
menciptakan lima bentuk ketidakadilan gender dan diskriminasi berbasis gender
yaitu: penghargaan sosial yang berbeda, munculnya pelanggengan (stereotype)
gender, beban ganda, proses pemiskinan akibat status gender, kekerasan berbasis
gender, dan adanya anggapan bahwa perempuan adalah sub-ordinat dari laki-laki.
Konstruksi sosial yang dibuat terhadap peran gender memposisikan perempuan
bukan hanya sebagai pihak yang menjalankan tugas domestik atau pemelihara,
Universitas Indonesia
tetapi juga menjadi sub-ordinat. Karena hal tersebut, muncul berbagai bentuk
ketidakadilan gender.
Permasalahan gender juga terjadi di ranah politik, termasuk di dalam partai
politik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan upaya-upaya untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Melalui perjuangan politik, dalam hal
ini partai politik, terdapat kesempatan dan ruang untuk memperjuangkan
kesetaraan gender dengan di dukung oleh kebijakan-kebijakan baik internasional
dan nasional yang telah disepakati oleh partisipasi penuh warga berdasarkan
gender, sosial aliran, dan warna kulit serta kebebasan sipil dan hak politik yang
dilindungi oleh hukum.
Partai Gerindra melalui PIRA menekankan kepada para kader perempuan
bahwa isu spesifik perempuan yang perlu mendapatkan perhatian, diantaranya
adalah:
1. Hak reproduksi, Keluarga Berencana, aborsi, dan sebagainya yang
seringkali kurang mendapatkan perhatian dan tidak menjadi agenda utama
dalam pembahasan di lembaga perwakilan atau legislatif karena tak
adanya kepentingan.
2. Relasi perempuan dan laki-laki di dalam: perkawinan, perceraian,
mobilitas perempuan, KDRT, kekerasan terhadap perempuan di dalam
keluarga dan masyarakat, serta KB.
3. Kebijakan negara yang dianggap sebagai netral gender tetapi memiliki
dampak yang berbeda diantara laki-laki dan perempuan : pendidikan,
kesehatan (spesifik kepada perempuan), pekerjaan, buruh migran, konflik,
perang dan perdamaian, serta ekonomi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
seluruh proses pemerintah dan lembaga yang ada serta informasi perlu dapar
diakses oleh Warga Negara; cepat tanggap; asas kesetaraan; dan membangun
kesetaraan, efektif dan efisien.
Pengarus utamaan gender (PUG) penting untuk diperjuangkan karena
kondisi de facto, perempuan yang tidak setara di berbagai bidang kehidupan
terutama rendahnya angka keterwakilan perempuan di tingkat pengambilan
keputusan. Kondisi de jure, meski sudah terjadi banyak perbaikan di dalam materi
hukum tetapi masih banyak aturan, sikap aparat dan masyarakat yang
diskriminatif terhadap perempuan. Mandat nasional dan internasional perlu
dilaksanakan secara nyata untuk menghapuskan diskriminasi perempuan, seperti
UU Nomor 7 tahun 1984 dan kovensi PBB serta kesepakatan Nairobi, Wina,
Kairo, Kopenhagen, Beijing mengenai mempromosikan sensitifitas terhadap
kepentingan dan kebutuhan yang berbeda antar jenis kelamin dan gender.
Langkah strategis yang dilakukan diantaranya adalah pemampuan atau
capacity building untuk perencana dan pelaksana; penyediaan dana yang
memadai; penyusunan perangkat analisis, monitoring dan evaluasi; tersedianya
data; pembentukan lembaga internal seperti forum komunikasi, kelompok kerja,
vocal point di semua tingkatan; adanya kebijakan formal dan dukungan politik
dari pimpinan tertinggi yang mampu mengemban komitmen ke segenap jajaran;
melakukan assessment atau penaksiran bagaimana UU, kebijakan, program dan
prakteknya dapat berpengaruh pada posisi dan peran perempuan dan laki-laki;
memantau pelaksanaan kebijakan dan program serta memastikan program
mencapai tujuan; memastikan bahwa semua staf memiliki kemampuan dan
kompetensi untuk menghapus diskriminasi; serta mengenali dan melakukan
penilaian terhadap kemajuan yang telah dicapai dalam menghapus diskriminasi.
Rekomendasi strategi perjuangan yang diberikan kepada kader perempuan
Partai Gerindra untuk merebut kekuasaan yaitu melalui penguatan kapasitas
internal, proses ideologisasi Partai Gerindra, aktif mempelajari sistem dan isu
pemilihan, pelajari kualitas KPU, melakukan pembinaan terhadap konstituen,
menentukan kebijakan yang akan ditawarkan (mempelajari isu-isu dan mapping
perempuan di daerah yang spesifik); siapkan SDM berkualitas berkelanjutan jika
3 kali kalah, maka perlu menyiapkan kader lain; raih konstituen sejak jauh hari
Universitas Indonesia
13
Materi Presentasi Nursyahbani Katjasungkana, SH, Agenda dan Strategi Perjuangan
Perempuan di Parlemen dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Kader Perempuan Partai Gerindra
– Anggota PIRA Putaran Ke I, 25 Februari 2015.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
14
Materi Presentasi Prof. J. Soedradjad Djiwandono, Memahami Kebijakan Ekonomi Partai
Gerindra dari sudut pandang Ekonomi Makro untuk Penguatan Ekonomi Kerakyatan dalam
kegiatan Peningkatan Kapasitas Kader Perempuan Partai Gerindra – Anggota PIRA Putaran Ke II,
25 April 2015.
Universitas Indonesia
15
Materi presentasi Dr. Sumarjati Arjoso, SKM, APBN 2015 dan Anggaran Responsif Gender
dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Kader Perempuan Partai Gerindra – Anggota PIRA Putaran
Ke II, 25 April 2015.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dini pencegahan kanker leher rahim, integrasi pelayanan kontrasepsi, promosi dan
konseling deteksi dini pencegahan kanker payudara, dan konseling kembalinya
kesuburan pasca penggunaan kontrasepsi. 16
Isu-isu di dalam Sexuality, Reproductive Health and Rights (SRHR)
meliputi tingginya angka kematian ibu; minimnya pengetahuan kesehatan
reproduksi; kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi; meningkatnya infeksi
HIV; kekerasan terhadap perempuan; perkawinan anak, dini, dan paksa; kekerasan
seksual; pemaksaan KB; diskriminasi pelayanan kesehatan reproduksi; minimnya
kepedulian pemerintah dan perlindungan hukum. Perempuan di Indonesia
kebanyakan tidak tahu mengenai hak-hak reproduksi seperti hak memutuskan
untuk memiliki keturunan atau tidak, hak menentukan jumlah anak, menentukan
jarak kelahiran, menentukan metode kontrasepsi, mengakses aborsi aman, dan
memperoleh pengobatan. Yang membuat kesehatan reproduksi perempuan
semakin terpuruk bukan karena teknologi atau metode kedokteran, tetapi persepsi,
mitos serta nilai-nilai yang membelenggu perempuan tidak dapat mengakses
17
kemajuan pengetahuan dan ilmu yang berkaitan dengan SRHR. PIRA dan
Partai Gerindra melalui diskusi ini diharapkan dapat memahami mengenai isu
SRHR dan mendukung terimplementasinya UU No. 38/2009 tentang Kesehatan
mengenai Bab Kesehatan Reproduksi atas inisiatif DPR dan LSM dan PP
No.61/2014 tentang kesehatan reproduksi dan aborsi aman, serta melakukan
pemberdayaaan terhadap pendukung agar terjadi perubahan nyata di kalangan
perempuan baik internal Partai Gerindra dan masyarakat.
Pemerintah Pusat dan Daerah sebenarnya memiliki dasar hukum dalam
mengalokasikan anggaran atau dana untuk mengembangkan program menurunkan
angka kematian ibu. Tetapi pertanyaan yang muncul kemudian adalah seberapa
jauh pemerintah pusat dan daerah menjalankan mandat UU Kesehatan untuk
mendanai dan melaksanakan pelayanan kesehatan publik, sejauh mana komitmen
dan kemauan politik pemerintah untuk menyelamatkan perempuan terutama
16
Materi presentasi Dr. Sumarjati Arjoso, SKM, Ringkasan “Situasi kesehatan reproduksi
(Kespro) perempuan di Indonesia” dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Kader Perempuan
Partai Gerindra – Anggota PIRA Putaran Ke III, 1 Agustus 2015.
17
Materi presentasi Ninuk Widyantoro, Introduction to Sexual, Reproductive Health and Rights
dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Kader Perempuan Partai Gerindra – Anggota PIRA Putaran
Ke III, 1 Agustus 2015.
Universitas Indonesia
mereka yang miskin? Alokasi anggaran kesehatan tahun 2011 hanya 1,94% dan
alokasi anggaran pelayanan kesehatan reproduksi tahun 2011 adalah Rp. 31, 59
milyar dimana 76% nya digunakan untuk alokasi perjalanan dinas. Anggaran
kesehatan reproduksi kesehatan perempuan belum menjadi isu utama dalam
kebijakan pemerintah daerah. Menurut hasil penelitian pimpinan pusat aisyiyah,
alokasi pembiayaan kesehatan ibu dan anak di 11 kabupaten/kota belum mencapai
1% dari total anggaran daerah.
Alokasi belanja kesehatan masih jauh dari yang diamanatkan oleh UU
sebesar 5% dari APBN, bahkan cenderung menurun dari tahun 2011 ke tahun
2015 menjadi hanya 1,5%. Tiga hal penting yang berhubungan dengan anggaran
yang harus diperhatikan kedepannya untuk membantu usaha advokasi anggaran,
yaitu:
1. Melakukan Analisis Standar Belanja (ASB) yang belum pernah dilakukan
untuk mengidentifikasi unit-unit dan kegiatan yang diperlukan untuk
mengurangi AKI dan memperbaiki kesehatan reproduksi perempuan. ASB
menjadi indikasi jumlah dana yang diperlukan untuk mengurangi satu
kasus kematian ibu. Data ini dapat digunakan untuk memproyeksikan
anggaran yang diperlukan.
2. Memfasilitasi ruang untuk kelompok perempuan agar dapat menyuarakan
kebutuhan mereka yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi di
dalam Musyawarh Perencanaan Peembangunan (Musrenbang).
3. Upaya institusionalisasi perspektif gender dalam proses dan mekanisme
penganggaran, memastikan penganggaran di setiap kementerian dan
lembaga pemerintah menerapkan Anggaran Responsif Gender.
Perencanaan anggaran harus diawali dengan analisa gender, membuat
Gender Budget Statement dan melengkapinya dengan TOR yang
berspektif gender pada setiap kegiatan yang dianggarkan. 18
18
Materi presentasi Sita Ari Purnami, MA dan Edriana Noerdin, MA dari Women’s Research
Institute, Pengantar Diskusi Pembiayaan Kesehatan dan Kesehatan Reproduksi dalam kegiatan
Peningkatan Kapasitas Kader Perempuan Partai Gerindra – Anggota PIRA Putaran Ke III, 1
Agustus 2015.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
nampak dan lebih sulit diatasi sehingga menjadi penghalang bagi Indonesia untuk
menerapkan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan. Persoalan gender di
bidang pendidikan diantaranya meliputi: buku pelajaran bias gender-ilustrasi;
stereotip gender: ilmu sosial untuk perempuan, teknologi untuk laki-laki; program
terbatas; pemahaman dan keahlian yang terbatas; pernikahan dini; serta data dan
pemetaan tidak memadai.
Untuk mengatasi persoalan pendidikan pada perempuan, Partai Gerindra
harus menyusun strategi untuk meningkatkan pendidikan perempuan :
1. Partai Gerindra meningkatkan peran perempuan parlemen di bidang
pendidikan (Pembuatan legislasi: aktif menyusun UU atau Perda terkait
pendidikan; Penganggaran: alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk
lembaga pendidikan, media, kegiatan masyarakat; kontrol: melakukan
kontrol pada kebijakan pemerintah di sidang dan media)
2. Partai Gerindra membuat diklat khusus bagi perempuan berjuang di
parlemen dan partai dengan metode appreciative inquiry (fokus pada
keberhasilan dan kekuatan; kolaborasi, belajar bersama, bekerja sama;
berbagi kisah sukses; inklusif: beragam latar belakang; merancang masa
depan bersama).
Partai Gerindra bersama PIRA dalam upaya meningkatkan peran perempuan
parlemen di bidang pendidikan, diperlukan satu dapil DPR RI - satu angkatan
diklat perempuan dengan peserta sebanyak 40-100 orang terbagi atas zona-zona
wilayah seperti Sumatera, Jawa, dan KTI. Diklat kader perempuan untuk sukses di
parlemen dan partai dilaksanakan bersinergi dengan berbagai bidang terkait
seperti koperasi, pertanian, industri, energi, kesehatan, dan lain-lain. Diklat ini
dilakukan agar peserta memeperoleh tiga hal, yaitu menyadari potensi dan
peluang perempuan berkiprah di parlemen dan partai; menginginkan,
memimpikan dan menetapkan target untuk sukses di parlemen dan partai;
memperjuangkan kesuksesan dengan antusiasme, komitmen, keuletan, dan doa.
Target dengan adanya pendidikan dasar adalah setiap anak perempuan Indonesia
dapat menikmati pendidikan, memiliki daftar impian, serta memiliki peta hidup.
Strategi peningkatan peran perempuan di parlemen dan partai yang
disampaikan kepada para kader perempuan Partai Gerindra:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pertama, dalam bidang tata ruang dan AMDAL. Kepemilikan tanah dan control
terhadapnya masih dipegang oleh laki-laki sehingga partisipasi perempuan tidak
diperhitungkan dalam proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata
ruang. Studi kasus di Teluk Binjai, Pelalawan, dimana masyarakat hanya
mengalokasikan pelibatan perempuan sebanyak 10% dari jumlah warga yang
hadir dalam pertemuan warga. Kedua, dalam bidang ketahanan pangan. Di desa
teluk binjai, perempuan memanfaatkan lahan yang tersisa untuk bercocok tanam
dan mengelola produk hutan non-kayu yang hasilnya digunakan untuk kebutuhan
pangan keluarga. Ketiga, dalam bidang penyelesaian konflik. Perempuan masih
jarang dilibatkan, dengan pertimbangan adanya kekhawatiran bahwa upaya
penyelesaian konflik akan berujung pada bentrok dengan aparat. Keterlibatan
perempuan biasanya dalam usaha informal yang berasal dari inisiatif masyarakat,
bukan usaha formal yang berasal dari instruksi pemerintah. Perempuan lebih
sering terlibat dalam upaya resolusi konflik yang terkait dengan isu ketahanan
pangan dan kesehatan lingkungan.
Rendahnya partisipasi perempuan dalam pengelolaan hutan disebabkan oleh
berbagai faktor seperti perspektif masyarakat yang menganggap peran perempuan
hanya di ranah domestik; kurangnya kesadaran perempuan untuk terlibat karena
waktunya telah habis untuk urusan rumah tangga; kepemilikan dan control
sumberdaya didominasi laki-laki dan partisipasi perempuan kurang
diperhitungkan; dan berbagai kebijakan yang mengatur konsesi hutan belum
mendorong partisipasi perempuan. Partisipasi perempuan sangat penting dalam
konsesi hutan karena perempuan pada kenyataannya terlibat aktif dalam
pengelolaan hutan dan kebun seperti memupuk, membersihkan rumput liar,
menyadap getah karet, memungut buah, hingga menjual getah karet; perempuan
mengalami dampak langsung akibat konsesi hutan karena perempuan ditempatkan
untuk bertanggung jawab pada penyediaan kebutuhan pangan keluarga;
perempuan juga terlibat menjadi inisiator dalam penyelesaian masalah konsesi
hutan.
Jika peningkatan kapasitas perempuan dalam kemampuan advokasi dapat
dilaksanakan, maka diharapkan perempuan akan mampu menegosiasikan
kebutuhan dan kepentingannya terkait peengelolaan hutan sehingga kesejahteraan
Universitas Indonesia
“…Saya kira yang menjadi pengurus itu memang banyak, yang ingin jadi
pengurus itu memang banyak sekali. Terutama, saya tidak tahu nih kita
persentasenya. Pengurus DPP yang menentukan adalah Ketua Dewan
Pembina bersama dengan tim nya. Kalau PIRA memang banyak
mengusulkan, kita lihat siapa-siapa saja, kita mengusulkan ini ini ini yang
pantas menjadi pengurus.” 22
Kriteria-kriteria yang menjadi dasar pertimbangan bagi pimpinan-pimpinan
PIRA dalam mengajukan nama-nama anggota PIRA untuk diusulkan kepada
21
Materi presentasi Sita Aripurnami, M.Sc, Pengalaman perempuan berhadapan dengan
kerusakan lingkungan, studi kasus Pelalawan, Riau dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Kader
Perempuan Partai Gerindra – Anggota PIRA Putaran Ke V, 28 November 2015.
22
Hasil wawancara dengan Anggota Dewan Pembina Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Bianti
Djiwandono, MA. Op.Cit.
Universitas Indonesia
Ketua Dewan Pembina sebagai pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra
didasarkan pada tiga hal, yaitu loyalitas, kompetensi, dan kontribusi ke partai.
23
Ibid.
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Terdapat 5 (lima) pola rekrutmen pengurus perempuan di dalam
kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra periode 2014-2019 yang
terdiri dari: Pertama, Pendiri Partai Gerindra yaitu pengurus perempuan yang
termasuk ke dalam jajaran orang-orang yang ikut serta dalam mendirikan Partai
Gerindra, mengajak orang-orang untuk masuk ke dalam Partai Gerindra, dan
melakukan upaya-upaya dalam rangka memenuhi persyaratan verifikasi partai
untuk menjadi peserta di Pemilu tahun 2009. Kedua, Anggota Legislatif (DPR dan
DPRD) yaitu anggota legislatif terpilih yang mendapatkan hak istimewa menjadi
pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan sebagai konsekuensi langsung atas
terpilihnya mereka di lembaga legislatif, serta bertujuan agar memberi kontribusi
yang untuk membesarkan Partai Gerindra; Ketiga, Kontribusi di Pilpres 2014 dan
Bukan Kader yaitu perempuan-perempuan yang bukan kader Partai Gerindra
tetapi memiliki kontribusi di dalam Pilpres tahun 2014 mendukung Prabowo-
Hatta dan diminta secara langsung oleh pimpinan partai untuk bergabung;
Keempat, Kader Partai Gerindra – Pengurus Baru yaitu perempuan-perempuan
yang merupakan kader partai tetapi baru menjabat sebagai pengurus Dewan
Pimpinan Pusat di tahun 2014; dan Kelima, Kader Partai Gerindra – Pengurus
Lama yaitu perempuan-perempuan yang meneruskan jabatan di kepengurusan
sebelumnya di Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.
Dewan Pembina sebagai dewan pimpinan tertinggi dan forum pengambilan
keputusan tertinggi Partai Gerindra yang diketuai Prabowo Subianto, menunjuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
loyal, namun prinsip balas jasa dalam rekrutmen perempuan di DPP Partai
Gerindra adalah pola yang utama.
Terakhir, teori mengenai pola gender dalam rekrutmen menurut Jenny
Chapman bahwa perempuan di dalam mencapai kesuksesan di politik di dapat
dengan menggantikan elit yang ada atau masuk karena adanya perubahan nilai
yang menguntungkan perempuan. Adanya penerapan kebijakan keterwakilan
sebanyak 30% di dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra
membuat angka keterwakilan perempuan di internal partai meningkat secara
substansial. Meski begitu, para perempuan di internal Partai Gerindra harus lebih
lagi dalam hal kontribusi dan kompetensi untuk mencapai jabatan-jabatan yang
memungkinkan mereka mempengaruhi pengambilan keputusan di Partai Gerindra.
Meski secara kuantitas, persentasenya adalah 29,14% di tingkat Dewan Pimpinan
Pusat, tetapi secara substansial masih sedikit perempuan yang menempati posisi di
jajaran pimpinan Partai Gerindra.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad, Amalia. (2008). Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif Perempuan
PDI Perjuangan Tahun 1999 dan Tahun 2004. Tesis. UI: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
Budiardjo, Miriam. (1982). Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta : Yayasan Obor
Universitas Indonesia
Ramses, Andy dan La Bakry (Ed.). (2009). Politik dan Pemerintahan Indonesia.
Jakarta: MIPI.
Scarrow, Susan (1996). Parties and Their Members: Organizing for Victory in
Britain and Germany. Oxford: Clarendon Press.
Tim PUSKAPOL UI. (2013). Panduan Calon Legislatif Perempuan Untuk Pemilu
2014. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Ware, Alan. (1996). Political Parties and Party Systems. United States: Oxford
University Press.
Universitas Indonesia
Jurnal:
Saraswati, Muninggar Sri (Ed.). (2011). Representasi Politik Perempuan.
Afirmasi Jurnal Pengembangan Pemikiran Feminis Vol. 01, Oktober 2011.
Jakarta: Women Research Institute.
Dokumen:
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia M.HH-
13.AH.11.01 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran
Dasar/ Anggaran Rumah Tangga, Dan Susunan Kepengurusan Partai
Gerakan Indonesia Raya.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.HH-13.AH.11.01 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta Susunan Pengurus Dewan
Pimpinan Pusat Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya).
Situs Internet:
Hj. Himmatul Aliyah, S.Sos, M.Si Calon Anggota DPD RI Provinsi Banten.
www.ramaloka.com diakses pada tanggal 28 Mei 2016.
Rizky Jaramaya. (5 April 2015). Indonesia Jadi Salah Satu Pengimpor Gandum
Terbesar Dunia. <republika.co.id> diakses pada tanggal 20 April 2016.
Tokoh Perempuan Golkar Marwah Daud dan Kivlan Zen Dukung Prabowo
Hatta. <tribunnews.com> diakses pada 21 April 2016.
Universitas Indonesia
Wawancara:
Wawancara dengan dr. Sumarjati Ardjoso, Wakil Ketua Umum Bidang
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Sabtu, 5 Desember 2015, di Kantor
Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.
Wawancara dengan Dr. Ir. Endang S. Thohari, DESS, M.Sc, Ketua Harian
Perempuan Indonesia Raya (PIRA). Rabu, 6 April 2016, di Kantor Dewan
Pimpinan Pusat Partai Gerindra.
Wawancara dengan Marwah Daud Ibrahim, Ph.D, Wakil Ketua Umum Bidang
Koperasi, UMKM, dan Ekonomi Kreatif. Rabu, 20 April 2016, di Kantor
Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.
Wawancara dengan Fadli Zon, SS, M.Sc, Wakil Ketua Umum Bidang Politik
Dalam Negeri, Hubungan Antar Partai dan Pemerintahan. Selasa, 31 Mei
2016, di Gedung DPR RI.
Universitas Indonesia