Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Alhamduliah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan,
kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Berfikir Filsafat Dengan Benar Dalam Konteks Agama
Dan Ilmiah.”
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Muhammad Ichsan M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah filsafat ilmu atas bimbingan,
pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka
dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor,
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah
Ilmu pengetahuan, agama dan filfasat merupakan tiga aspek yang dapat menuntun manusia
mencari kebenaran, meskipun ketiga aspek tersebut tidak dapat dikategorikan sesuatu hal yang
sama. Secara umum, filsafat merupakan salah satu kegiatan atau hasil kegiatanyang menyangkut
aktivitas dan olah budi manusia.1 Agama merupakan hal yang berkaitan dengan dengan masalah
hubungan manusia dan dunianya dengan Allah. 2 Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam
perspektif agama adalah sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah
deskripsi total dan konsisten dari fakta – fakta empiris yang merumuskan secara bertanggung
jawab dalam istilah – istilah yang sesederhana mungkin. 3 Ketiga aspek memberikan kontribusi
kepada manusia dalam proses penyelesaian masalah. Ilmu pengetahuan pada saat ini berkembang
dengan pesat seiring dengan perkembangan pemikiran manusia. (Kurniawan, 2017)
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya hubungan antara filsafat dan agama tidak mungkin bertentangan. Karena
kedua hal ini merupakan hal yang saling berhubungan. Filsafat adalah ilmu yang lebih
mengutamakan akal, sedangkan agama adalah hal yang berkaitan dengan sang pencipta dimana
kita juga memerlukan akal dalam memahaminya. Agama dan filsafat pada dasarnya memiliki
persamaan yaitu mengungkap kebenaran. Akan tetapi ada beberapa pendapat mengenai hal
hubungan antara filsafat dan agama. Sama halnya dengan Ibnu Rusyd, ia adalah seorang filosof
besar yang berusaha mencari titik temu atau hubungan antara filsafat dan agama. Ibnu Rusyd
menjelaskan bahwa antara filsafat dan syariat seperti dua sisi mata uang yang sama, hanya pada
ungkapannya saja yang membuat filsafat dan syariat menjadi terlihat berbeda sedangkan
esensinya tetap sama, yaitu mencari suatu kebenaran. Kebenaran sendiri menurut Ibnu Rusyd
tidak ada yang ganda, hanya ada satu kebenaran saja.
Ibnu Rusyd sendiri menegaskan bahwa antara filsafat dan agama sangat berhubungan dan tidak
ada dasar yang membuat keduanya bertentangan. Pernyataan Ibnu Rusyd sendiri diperkuat
dengan dalil Alquran yaitu Qs. Al-hasyr: 2 dan QS. Al-isra: 84. Kedua ayat tersebut menjelaskan
bahwa manusia dianjurkan untuk berfilsafat atau berpikir secara mendalam. Fungsi agama
sebenarnya adalah mencari kebenaran dan disinilah peran filsafat dibutuhkan. Dapat disimpulkan
berdasarkan Alquran umat muslim diwajibkan untuk berfilsafat dan tidak apabila ada dalil yang
berisi mengenai larangan berfilsafat, maka dalil tersebut harus ditafsirkan secara jelas terlebih
dahulu. Dalam pemikirannya mengenai hubungan antara filsafat dan agama, ada tiga asumsi
yang mendasari pemikiran tersebut:
Adapun pendekatan yang dilakukan Ibnu Rusyd ada dua, yaitu pendekatan rasional dan
pendekatan syar’i. Upaya-upaya yang dilakukan Ibnu Rusyd dalam menyelaraskan antara agama
dan filsafat merupakan suatu pemikiran yang sangat ia yakini. Ketika banyak filosof yang
berusaha menjaga eksistensi fisafat dari tokoh-tokoh Islam, maka upaya terbaik yang dilakukan
adalah penyesuaian antara agama dan filsafat. Upaya yang dilakukan adalah menempatkan
filsafat pada posisi yang tidak bertentangan dengan agama. Adapun upaya yang dilakukan Ibnu
Rusyd dalam menyesuaikan filsafat dan agama didasari pada 4 empat prinsip: Keharusan
berfilsafat menurut syara, pengertian lahir dan pengertian batin serta keharusan ta’wi, Aturan-
aturan dan kaidah ta’wil, dan Pertalian akal dengan wahyu.14 Ibnu Rusyd memandang bahwa
hubungan akal dan wahyu dalam membahas suatu masalah saling mendukung satu sama lain.
Dimana ada sesuatu yang harus dibahas oleh wahyu dan ada juga yang harus dibahas oleh wahyu
dan juga akal. Dalam prosesnya, akal harus juga bertumpu kepada wahyu, seperti sesuatu yang
bersifat prinsipil. Jika wahyu dan akal saling bertentangan tawil dapat dilakukan guna mencari
kebenaran. Metode yang dilakukan Ibnu Rusyd dalam menghubungkan antara filsafat dan agama
menggunakan metode qiyas dan ta'wil. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa filsafat dan agama tidak
saling bertentangan, dengan kata lain filsafat adalah saudara kembar agama, sehingga antara
keduanya saling mencari hakikat dari suatu kebenaran. Penggunaan tawil atau qiyas sendiri juga
harus disesuaikan. Ibnu Rusyd juga mengklasifikasi manusia atas 3 golongan. Pengklasifikasian
ini dilakukan berdasarkan sudut pandang manusia yang berbeda-beda dalam menilai atau
mengungkap suatu kebenaran:
Filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan satu sama lain, bila melihat realitas hubungan
filsafat dan ilmu pengetahuan bahwa semuanya merupakan dari kegiatan manusia. Kegiatan
manusia diartikan dalam sebuah prosesnya dan juga dalam hasilnya. Bila dilihat dari hasilnya,
keduanya merupakan hasil daripada berpikir manusia secara sadar. Bila dilihat dari segi
prosesnya, menunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan
menggunakan metode-metode atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.
Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah satu kesatuan dan memiliki hubungan yang saling
melengkapi antara satu dengan lainnya. Perbedaan yang terdapat dari keduanya bukan untuk
dipertentangkan, melainkan untuk saling melengkapi, dan saling mengisi. Pada hakikatnya,
perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Maka dalam hal ini perlu
membandingkan antar filsafat dan ilmu pengetahuan, yang menyangkut perbedaan-perbedaan
maupun titik temu di antaranya. Semua keilmuan sudah dibicarakan di dalam filsafat, bahkan
beberapa ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, berarti ilmu yang memisahkan diri dari filsafat.
Misalnya matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, psikologi, dan sosiologi. Ilmu juga
bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu lapangan pengetahuan sebagai
objek formalnya (Varpio & Macleod, 2020). Sedangkan filsafat belajar dari ilmu pengetahuan
dengan menekankan keseluruhan dari sesuatu (sinoptis), karena keseluruhan mempunyai sifat
sendiri yang tidak ada pada bagianbagiannya. Ilmu bersifat deskriptif tentang objeknya agar
dapat menemukan fakta-fakta, teknik-teknik, dan alat-alat (Zaprulkhan, 2016: 76).
Filsafat tidak hanya melukiskan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk mengambil
keputusan tentang tujuan, nilai dan tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak
netral, karena faktor-faktor subjektif memegang peranan yang penting dalam berfilsafat, ilmu
mulai dengan asumsi-asumsi. Filsafat juga mempunyai asumsi-asumsi dan menyelidiknya atau
merenungkannya karena ia meragukan terhadap asumsi tersebut. Ilmu pengetahuan
menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi terhadap teori
dilakukan dengan jalan mengujinya dalam praktik berdasarkan penginderaan. Sedangkan filsafat
dengan melalui akal pikiran yang didasarkan kepada semua pengalaman insani, sehingga dengan
demikian filsafat dapat menelaah masalah-masalah yang tidak dapat dicarikan penyelesaiannya
oleh ilmu.
Hubungan Ilmu dengan Filsafat pada mulanya ilmu yang pertama kali muncul ialah filsafat dan
ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat. Sedangkan filsafat merupakan induk dari segala
ilmu karena menjelaskan tentang abstraksi/sebuah yang ideal. Filsafat tidak terbatas, sedangkan
ilmu terbatas sehingga ilmu menarik bagian filsafat agar bisa dimengerti oleh manusia. Filsafat
dan ilmu saling terkait satu sama lain, keduanya tumbuh dari sikap refleksi, ingin tahu, dan
dilandasi kecintaan pada kebenaran. Filsafat dengan metodenya mampu mempertanyakan
keabsahan dan kebenaran ilmu, sedangkan ilmu tidak mampu mempertanyakan asumsi,
kebenaran, metode, dan keabsahannya sendiri. Ilmu merupakan masalah yang hidup bagi filsafat
dan membekali filsafat dengan bahan-bahan deskriptif dan faktual yang sangat perlu untuk
membangun filsafat. Filsafat dapat memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang dibutuhkan.
Filsafat adalah meta ilmu, refleksinya mendorong peninjauan kembali ideide dan interpretasi
baik dari ilmu maupun bidang-bidang lain. Ilmu merupakan konkretisasi dari filsafat. Filsafat
dapat dilihat dan dikaji sebagai suatu ilmu, yaitu ilmu filsafat. Sebagai ilmu, filsafat memiliki
objek dan metode yang khas dan bahkan dapat dirumuskan secara sistematis. Filsafat dan ilmu
pengetahuan mengkaji seluruh fenomena yang dihadapi manusia secara kritis refleksi, integral,
radikal, logis, sistematis, dan universal (kesemestaan) guna mencapai tujuan yang
diinginkannya(Fadli, 2021)
2.2 Apa yang dimaksud dengan berfikir filsafat dalam konteks agama, ilmiah
Filsafat dan Agama merupakan sesuatu yang berbeda. Walaupun agama dan filsafat pada
dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengungkap kebenaran akan tetapi filsafat dan agama
berasal dari landasan yang berbeda. Agama berasal dari sebuah keyakinan, sementara filsafat
berasal dari kebertanyaan. Perbedaan inilah yang membuat para filosof saling bertentangan dan
saling berbeda pendapat. Adapula salah satu yang ikut berkonstribusi dalam memikirkan hal ini,
yaitu Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd merupakan salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam
bidang filsafat. Ibnu Rusyd melalui tulisannya Tahafut At-Tahafut berusaha kembali
menggembangkan pemikiran-pemikiran filsafat yang sebelumnya tenggelam. Ibnu Rusyd berjasa
besar terhadap perkembangan pemikiran filsafat. Ibnu Rusyd juga berjasa mempertemukan
antara filsafat dengan agama berdasarkan aspek yang berbeda dengan filusuf” yang sebelumnya.
Ibnu Rusyd atau Averoes adalah seorang filsuf dan juga pemikir dari alAndalus. Ibnu Rusyd
lahir di Cordova pada tahun 520 H atau 1126 M. Beliau merupakan filsuf muslim terkemuka
pada abad pertengahan. Sebagai seorang filosof Ibnu Rusyd telah memberikan kontribusi dalam
dunia filsafat. Dalam pemikirannya, Ibnu Rusyd sangat tertarik terhadap pemikiran Aristoteles
dan ia juga sering memberikan komentar dan ulasan terhadap pemikiran Aristoteles. Hal inilah
yang membuat Ibnu Rusyd dijuluki komentator Aristoteles.
Filsafat merupakan pijakan atau landasan berpikir manusia dalam dunia akademik sebagai
penalaran akal dalam mencari dan mendalami sebuah ilmu pengetahuan. Filsafat dan ilmu
pengetahuan secara terus menerus selalu mengalami transformasi guna untuk menuntaskan
problematik yang dihadapi seiringan perkembangan zaman. Sejak lahir dan berkembangnya
filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki peranan/pengaruh yang besar terhadap dunia akademik.
Secara historis keberadaan filsafat dan ilmu pengetahuan terus mengalami dinamika setiap
periodisasi guna adanya tuntutan zaman. Secara mendasar telah mengalami perubahan dari
pemikiran terdahulu, sehingga diadakannya eksplorasi mendalam untuk menyelesaikan
problematikaproblematika yang ada.
Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai, prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia di
dalam mengenal dan mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik tolah
pada beberapa ciri pemikiran, yaitu:
12. Berpikir kontekstual. Ciri pemikiran ini hendak menunjukkan bahwa pikiran bukan
sekedar sebuah ide, tetapi sebuah realitas eksistensi dengan konteksnya yang nyata dan
jelas. Maksudnya, setiap pemikiran filsafat, selalu bertumbuh dan berkembang dalam
konteks hidup manusia secara nyata. Pikiran filsafat karenanya, merupakan bagian dari
cara berpikir dan cara bertindak manusia atau masyarakat dalam menyiasati dan
memecahkan masalah-masalah kehidupannya secara nyata. Pemikiran kontekstual
mengandaikan kejeniusan lokal (local genius) dalam membangun sebuah struktur
keberadaan. Pemikiran filsafat juga mencirikan sebuah pemikiran yang fungsional dalam
menyiasati serta membangun tanggungjawab budaya maupun sosial kemasyarakatannya.
13. Berpikir eksistensial. Ciri pemikiran filsafat ini bermaksud menunjukkan bahwa pikiran
itu adalah pikiran manusia, karenanya, setiap pemikiran selalu mengandaikan harapan,
kecemasan, kerinduan, keprihatinan dan aneka kepentingan manusia sebagai sebuah
manifestasi eksistensial. Pikiran itu sendiri adalah sebuah tanda keberadaan atau
fenomena eksistensi, dengan pikirannya, manusia membudayakan diri dan memenuhi
kodrat eksistensialnya sebagai eksistensi yang bermartabat. Berpikir eksistensial,
mengandaikan sebuah ciri pemikiran yang khas, yang bukan saja berpikir dalam kerangka
keilmuan, tetapi justru pemikiran dalam rangka pengembangan eksistensi jati diri dan
kehidupan secara utuh.
14. Berpikir kontemplatif. Ciri pemikiran filsafat ini diarahkan untuk menajamkan kepekaan
diri, ketajaman bathin, serta kemampuan mengenal kekuatan dan kelemahan, dan
kesadaran otodidik dalam diri. Melalui pemikiran kontemplatif dimaksud, setiap pemikir,
filsuf, atau ilmuwan mampu menasihati dan membimbing diri (menangani diri) dengan
penuh kerendahan hati, kesabaran, dan kesetiaan. Ciri berpikir kontemplatif mampu
membimbing para subyek (pemikir) sedemikian rupa, sehingga mampu melalukan
koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas segala cara berpikir maupun hasil pemikiran
itu sendiri sehingga tidak terjebak dalam keangkuhan, sikap ideologis, dan pembenaran
diri menjadi “kekuatan serba oke”, yang secara buta mentukangi aneka kebohongan dan
kejahatan. Berpikir kontemplatif membimbing orang untuk makin memiliki sebuah
jangkar keberadaan dan fondasi eksistensi yang kokoh sebagai pribadi (personal),
maupun sebagai bangsa dan masyarakat yang beradab dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Fadli, M. R. (2021). Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya Di Era
Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0). Jurnal Filsafat, 31(1), 130.
https://doi.org/10.22146/jf.42521
Kurniawan, C. (2017). Filsafat Ilmu dalam Lingkup Agama dan Kebudayaan, Peran Ilmu dalam
Pengembangan Agama, Peran Agama dalam Pengembangan Ilmu. 25(2), 1–7.
https://osf.io/preprints/inarxiv/zmbw3/
Muhaimin, A. W. A. (2020). Hubungan Filsafat dan Agama Dalam Perspektif Ibnu Rusyd.
SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(1), 65–75.