Anda di halaman 1dari 103

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

OLEH :

NAMA : RANI PADJI KANA


NIM : 2001140098
SEMESTER/KELAS : II/D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
MAKALAH

MATA KULIAH PENDIDIKAN IPA SD

HAKIKAT IPA, RUANG LINGKUP IPA, DAN PEMBAGIAN HAKIKAT

IPA OLEH:

KELOMPOK I

1. MARNI KOA (2001140031)


2. MARNI LIUNOKAS (2001140032)
3. MARSEN KOHETAE (2001140033)
4. MERI KATARINA NENOHAI (2001140034)
5. NATALIA LEWANG (2001140035)
6. NOVALITA GAISKA MENDETA DAUD (2001140036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021

1
2
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, bimbingan
dan penyertaan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah pendidikan IPA SD yang
berjudul “Hakikat IPA, ruang lingkup IPA, dan pembagian hakikat IPA”.

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Netty E. A. Nawa,
S.Pd. M.Pd selaku dosen pengasuh mata kuliah pendidikan IPA SD.

Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan
makalah, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Akhirnya semoga makalah yang kami buat ini dapat di pahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca.

Kupang, 3 Februari 2021

Penyusun

3
DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................1

Dokumentasi.....................................................................................................................2

KATA PENGANTAR...........................................................................................................3

DAFTAR ISI....................................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang..........................................................................................................5


1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................5
1.3. Tujuan.........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hakikat IPA...............................................................................................................6

2.2. Ruang Lingkup IPA.................................................................................................8

2.3. Pembagian Hakikat IPA..........................................................................................9

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan..............................................................................................................12

Daftar Pustaka

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
alam semesta dan segala isinya. Adapun, pengetahuan itu sendiri artinya segala sesuatu yang
diketahui oleh manusia. Jadi, secara singkat IPA merupakan pengetahuan yang rasional dan
obyektif tentang alam semesta dan isinya atau tentang kehidupan manusia sehari-hari.
Pada hakikatnya IPA memperlajari sebagaimana adanya, dan terbatasnya pada
pengalaman manusia. Dalam usaha menafsirkan gejala alam, IPA mencoba mencari
penjelasan tentang berbagai kejadian dengan menggunakan metode ilmiah yang merupakan
jembatan antara penjelasan teoritis di alam rasional dengan pembuktian secara empiris.
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dapat dikaji dari beberapa aspek yaitu IPA sebagai
cara untuk berpikir (way of thinking), IPA sebagai cara untuk menyelidiki (way of
investigating) dan sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of knowledge). Berdasarkan
fenomena perkembangannya IPA sebagai produk, proses, sikap ilmiah dan teknologi. Sebagai
proses berupa metode ilmiah yang dipakai untuk menghasilkan produk IPA, sebagai produk
menghasilkan produk, serta sebagai sikap ilmiah berupa mengaplikasikan produk IPA dan
sebagai teknologi yaitu berupa alat-alat teknologi yang dipakai saat ini.
1.1. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat pengertian IPA?
2. Ruang lingkup IPA?
3. Pembagian hakikat IPA?
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian IPA
2. Untuk mengetahui ruang lingkup IPA SD
3. Untuk mengetahui pembagian hakikat IPA

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat IPA

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains
ini berasal dari bahasa Latin yaitu Scientia yang berarti “saya tahu”. Dalam Bahasa
Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”. IPA biasa disebut
juga dengan natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam,
sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi sains secara harfiah dapat disebut
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam. Singkatnya IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang
alam semesta dengan segala isinya (HendroD armojo, 1992:3).

Dalam perkembangannya, science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Penggunaan kata sains sebagai ganti Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) ini perlu dipertegas untuk membedakannya dari pengertian social science,
educational science, political science, dan penggunaan kata science lainnya. Hampir
setengah abad yang lalu, Vessel (1965) memberikan jawaban yang sangat singkat tetapi
bermakna yakni “science is what scientists do”. Sains adalah apa yang dikerjakan para
ahli sains (saintis). Pada bagian lain Vessel (1965:3), mengemukakan bahwa “science is
an intellectual search involving inquiry, rational thought, and generalitazion”. Hal itu
mencakup teknis sains yang sering disebut sebagai proses sains, sedangkan hasilnya
berupa fakta-fakta dan prinsip biasa disebut produk sains.

Campbell mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang bermanfaat dan cara


bagaimana atau metode untuk memperolehnya (Poedjiadi, 1987). Sedang menurut Carin
& Sund (1989) sains adalah suatu system untuk memahami alam semesta melalui
observasi dan eksperimen yang terkontrol.Selain itu Nash 1993 (dalam Hendro Darmojo,
1992:3) dalam bukunya The Nature of Science, menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu
cara atau metode untuk mengamati alam. Dalam bukunya yang berjudul “Teaching
Children Science” Abruscato (1996) juga mendefinisikan tentang sains sebagai
pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematis guna
mengungkapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta.

6
Menurut Abruscato (1992:6) sains dipandang dari berbagai segi, yaitu:

1. Sains adalah proses kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematis tentang


dunia sekitar.
2. Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses kegiatan tertentu.
3. Sains dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuan menggunakan proses ilmiah
dalam memperoleh pengetahuan.

Pengertian lain yang juga sangat singkat tetapi bermakna adalah “science as a way of
knowing” (Trowbridge &Baybee, 1990:48). Frase ini mengandung ide bahwa sains adalah
proses yang sedang berlangsung dengan fokus pada pengembangan dan pengorganisasian
pengetahuan.

Powler (dalamWinaputra, 1992:122) mengemukakan bahwa IPA merupakan ilmu


yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun
secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dan hasil observasi dan eksperimen.
Sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri,
satu dengan yang lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya
merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak
hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang
sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.

Winaputra (1992:123) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan


pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berfikir,
dan cara memecahkan masalah.

Dengan kata lain, sains adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh para saintis dalam
memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiataan tersebut. Sains dipelajari,
dipahami, dan dijelaskan yang semata-mata tidak bergantung pada metode kausalitas tetapi
melalui proses tertentu. Misalnya, observasi, eksperimen, dan analisis rasional. Dengan
menggunakan proses dan sikap ilmiah seperti berlaku obyektif dan jujur dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi data akan melahirkan penemuan-penemuan baru yang
menjadi produk sains.

Ada 3 karakteristik utama sains menurut Harlen (1997), yakni pertama, memandang
bahwa setip orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan
teori ilmiah. Kedua, memeberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang

7
diobservasi. Ketiga, memberi makna bahwa teori sains akan berubah atas dasar perangkat
pendukung teori tersebut.

Budi juga mengutip beberapa pendapat para ahli dan mengemukakan beberapa rincian
hakikat sains, diantaranya. Sains adalah bangunan atau deretan konsep atau skema
konseptual (conceptuall schemes) yang saling berhubungan sebagai hasil eksperimentasi dan
observsi (Conant, dalamKuslan dan Stone, 1978). Sains adalah bangunan pengetahuan yang
diperoleh dengan menggunakan metode observasi (Fisher, 1975). Sains adalah suatu system
untuk memahami alam semesta melalui data yang dikumpulkan melalui eksperimen yang
dikontrol (Carin and Sund, 1989). Sains adalah aktivitas pemecahan masalah manusia yang
termotivasi oleh keingintahuan akan alam disekelilingnya dan keinginan untuk memahami,
menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan (Dawso, 1994).

Secara umum, dapat dikatakan sains adalah pengetahuan manusia tentang alam yang
diperoleh dengan cara yang terkontrol. IPA juga merupakan bagian kehidupan manusia dari
sejak manusia itu mengenal diri dan alam sekitarnya. Manusia dan lingkungan merupakan
sumber, obyek dan subyek IPA. Menurut Amien (dalam Windhari, 2013) mendefinisikan IPA
sebagai bidang ilmu ilmiah, dengan ruang lingkup zat dan energi, baik yang terdapat pada
mahluk hidup maupun tak hidup, lebih banyak mendiskusikan tentang alam (natural
science) seperti fisika, kimia dan biologi. Sedangkan menurut Wahyana (dalam Widiantari,
2012) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis, dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas terhadap gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak
hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dari sikap
ilmiah. Dari beberapa pendapat tentang hakikat IPA maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
hakikat IPA yaitu kumpulan pengetahuan yang berhubungan dengan cara mencari tahu dan
mendiskusikan tentang alam.

Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan


menggunakan IPA sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya, dan tujuan
pendidikan sains khususnya.

Menurut Suastra (Widiantari, 2012) IPA atau sains tidak hanya mencakup kumpulan
fakta (produk ilmiah) saja, tetapi juga mencakup tentang sikap ilmiah dan proses ilmiah
(metode ilmiah).

2.2. Ruang Lingkup IPA

8
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Ruang Lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan
pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.3. Pembagian Hakikat IPA
Di dalam pembagian hakikat IPA dibagi menjadi empat, diantaranya :
1. IPA sebagai Produk
IPA sebagai produk adalah kumpulan hasil kegiatan dari para ahli saintis sejak berabad-
abad, yang menghasilkan berupa fakta, data, konsep, prinsip, dan teori-teori. Jadi hasil
yang berupa fakta yaitu dari kegiatan empirik (berdasarkan fakta), sedangkan data,
konsep, prinsip dan teori dalam IPA merupakan hasil kegiatan analitik.
Dalam hakikat IPA dikenal dengan istilah:
1.1. Fakta dalam IPA adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-
benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara
objektif atau bisa disebut sesuatu yang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Air
membeku dalam suhu 0°C.
1.2. Konsep IPA adalah merupakan penggabungan ide antara fakta-fakta yang ada
hubungan satu dengan yang lainnya. Misalnya: Makhluk hidup dipengaruhi oleh
lingkungannya.
1.3. Prinsip IPA adalah generalisasi ( kesimpulan ) tentang hubungan diantara konsep-
konsep IPA. Prinsip bersifat analitik dan dapat berubah bila observasi baru dilakukan,
sebab prinsip bersifat tentative ( belum pasti ). Misalnya: udara yang dipanaskan
memuai, adalah prinsip menghubungkan konsep udara, panas, pemuaian. Artinya
udara akan memuai jika udara tersebut dipanaskan.
1.4. Hukum alam adalah prinsip – prinsip yang sudah diterima meskipun juga bersifat
tentative, tetapi karena mengalami pengujian – pengujian yang lebih keras daripada
prinsip, maka hukum alam bersifat lebih kekal. Misalnya: Hukum kekekalan energi.
1.5. Teori ilmiah adalah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, data-data,
konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori ini dapat berubah

9
jika ada bukti-bukti baru yang berlawanan dengan teori tersebut. Misalnya: teori
meteorologi membantu para ilmuan untuk memahami mengapa dan bagaimana kabut
dan awan terbentuk.
2. IPA sebagai Proses
IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis dalam
menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya temuan-temuan tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa alam. Jadi, dalam prosesnya kita bisa berfikir
dalam memecahkan suatu masalah yang ada di lingkungan. Melalui proses ini kita bisa
mendapatkan temuan-temuan ilmiah, dan perwujudannya berupa kegiatan ilmiah yang
disebut penyelidikan ilmiah.
Di dalam suatu penyelidikan ilmiah terbagi menjadi tujuh tahapan, diantaranya :
2.1 Observasi/ pengamatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan panca
indra.
2.2 Prediksi yaitu memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau
pola hubungan yang terdapat pada data yang telah diperoleh.
2.3 Interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang telah diperoleh dari hasil
pengamatan.
2.4 Merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperiman.
2.5 Mengendalikan variabel yaitu mengukur variabel sehingga ada perbedaan pada akhir
eksperimen karena pengaruh variabel yang diteliti.
2.6 Hipotesis yaitu suatu pernyataan berupa dugaan sementara tentang kenyataan-
kenyataan yang ada di alam melalui perkiraan.
2.7 Kesimpulan yaitu hasil akhir dari proses pengamatan.
3. IPA sebagai Sikap Ilmiah
Maksudnya adalah dalam proses IPA mengandung cara kerja, sikap, dan cara berfikir.
Dan dalam memecahkan masalah atau persoalan, seorang ilmuan berusaha mengambil
sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap ini
dinamakan sikap ilmiah.
Menurut Wynne Harlei dan Heudro Darmojo, sikap ilmiah yang dapat dikembangkan
pada anak SD yaitu: Sikap ingin tahu, sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap
kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berprasangka, sikap mawas diri, sikap
bertanggung jawab, sikap berpikir bebas, sikap kedisiplinan diri. Adapun sikap ilmiah
lain yang muncul dari hasil pengamatan/ observasi yang sekarang lebih dikenal dengan
karakteristik adalah: jujur, teliti , cermat.

10
4. IPA Sebagai Teknologi

IPA sebagai teknologi bertujuan mempersiapkan untuk menghadapi tantangan dunia


yang semakin lama semakin maju karena perkembangan ilmu dan teknologi.Produk IPA
yang telah diuji kebenarannya dapat diterapkan dan dimanfaatkan oleh manusia untuk
mempermudah kehidupannya secara langsung dalam bentuk teknologi.

Contohnya: perlu diketahui siswa bahwa bencana alam dapat diprediksikan datangnya
dengan alat pendeteksi bencana alam ( banjir,gempa,tsunami) atau seperti teknologi yang saat
ini kita sedang gunakan itu adalah hasil dari IPA.

11
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang
dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan
melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Dan IPA juga memberikan
pemahaman kepada kita bagaimana caranya agar kita dapat hidup dengan cara
menyesuaikan diri terhadap hal-hal tersebut.Hakikat sebagai produk dan proses tidak
bisa dibedakan atau dipisahkan, karena produk dan proses mempunyai hubungan
terikat satu dengan yang satunya lagi dalam melakukan pengamatan ilmiah.
Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, sebaiknya
pembelajaran IPA di SD menggunakan perasaan keingintahuan siswa sebagai titik
awal dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penyelidikan atau percobaan. Kegiatan-
kegiatan ini dilakukan untuk menemukan dan menanamkan pemahaman konsep-
konsep baru dan mengaplikasikannya untuk memecahkan masalah-masalah yang
ditemui.

12
DAFTAR PUSTAKA
http://sitinujannahfkippgsd.blogspot.com/2015/02/makalah-tentang-hakikat ipa.html?m=1
Diakses pada tanggal 03 Februari 2021

https://seputarpengertian.blogspot.com/2019/07/pengertian-ilmu-pengetahuan-alam.html?m1
Diakses pada tanggal 03 Februari 2021

https://riau.haluan.co/2019/08/27/hakekat-pembelajaran-ipa-di-sekolah-dasar Diakses pada


tanggal 03 Februari 2021

http://yudi-wiratma.blogspot.com/2014/01/hakikat-ilmu-pengetahuan-alam-ipa.html?m=1
Diakses pada tanggal 03 Februari 2021

https://eprints.uny.ac.id/32240/3/BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 03 Februari 2021

http://repository.upi.edu/196115/4/s_pgsd_kelas_1104623_chapter2.pdf Diakses pada


tanggal 03 Februari 2021

13
MAKALAH PENDIDIKAN IPA

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF DARI ( JEAN PIAGET )

OLEH

KELOMPOK 2

1. OLIVIA P. POLIN (2001140037)


2. RUTHILDA TASEKEB (2001140038)
3. ZAMIRAH A. ATAFANI (2001140040)
4. MARIA Y. LURUK NAHAK (2001140086)
5. MARIANUS G. PANI (2001140087)

SEMESTER/KELAS : II/D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021

i
BIODATA KELOMPOK

1. Marianus Genaro Pani. 2, Zamirah Atalia Atafani

3, Maria Yovita Luruk Nahak 4. Olivia Pramesti Polin

5 . Ruthilda Tasekeb

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya maka makalah ini dapat di selesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan
yang diharapkan oleh Bapak/Ibu Dosen Pegampu Mata Kuliah “Pendidikan IPA Sekolah Dasar”
dengan judul: “Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget Dan Implementasinya Dalam
Pendidikan”.

Penulis menyadari sesungguhnya di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami selaku kelompok 2 mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kelancaran makalah yang berikutnya.Dan tidak lupa juga Kami
ucapkan terima kasih atas semua pihak yang meluangkan waktunya dan memberikan sumbangan
pikiran dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata kami tidak lupa mengucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
menuntun, melindungi dan menuntun kita semua, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.dan semoga pemikiran yang bersifat positif, baik selalu datang dari segala arah.

Kupang, Februari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i

FOTO ANGGOTA KELOMPOK...................................................................................ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

2.1 Profil Jean Piaget.........................................................................................................2

2.2 Tahap-Tahap Perkembangan Piaget.........................................................................7

2.3 Prinsip-Prinsip Perkembangan Kognitif...................................................................13

2.4 Implikasi Teori Perkembangan Kognitif..................................................................14

BAB III PENUTUP...........................................................................................................15

3.1 Simpulan.......................................................................................................................15

3.2 Saran.............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir lebih kompleks


dalam melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Menurut Jean Piaget, pada tahap anak-
anak usia sekolah dasar aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau
berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Kemampuan kognitif anak sekolah dasar dapat
dilihat dari berbagai aspek, diantaranya persepsi, atensi, dan memori. Persepsi merupakan
proses pengamatan seseorang terhadap suatu objek dan keadaan objektif dengan bantuan
indra. Tanpa persepsi yang benar manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai
berbagai fenomena, informasi, atau data yang senantiasa mengitarinya. Dalam proses ini,
otak manusia yang diberi informasi tidak merespon secara otomatis. Sebaliknya informasi
harus melewati serangkaian proses kognitif yang melibatkan dimensi kepribadiannya.
Sehingga jika berkaitan dengan pendidikan, pendidik harus memahami gejala persepsi, agar
peserta didik mampu memahami informasi dengan mudah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Siapakah Jean Piaget ?


2. Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Piaget?
3. Bagaimana Prinsip-Prinsip Perkembangan Kognitif ?
4. Bagaimana Implikasi Teori Perkembangan Kognitif ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui siapa itu Jean Piaget


2. Mengetahui Tahap-Tahap Perkembangan Piaget
3. Mengetahui Prinsip-Prinsip Perkembangan Kognitif
4. Mengetahui Implikasi Teori Perkembangan Kognitif

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Jean Piaget

“My central aim has always been


the search for the mechanisms of
biological adaptation and the
analysis and epistemological
interpretation of that higher form of
adaptation which manifests itself as
scientific thought” (Piaget, 1977a,
p. xi).

Jean Piaget lahir di Neuchâtel, Swiss, 9 Agustus 1896 dan menutup usia pada 16
September 1980 pada umur 84 tahun adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog
perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori
perkembangan kognitifnya. Menurut Ernst von Glasersfeld, Jean Piaget adalah juga "perintis
besar dalam teori konstruktivis tentang pengetahuan .Karya Piaget pun banyak dikutip dalam
pembahasan mengenai psikologi kognitif.

The Moral Judgment of the Child, Science of Education and the Psychology of the Child,
To Understand is to Invent, Sociological Studies, De la pedagogie, dan tulisan-tulisan yang
berjudul “Piaget‟s Theory” dalam Carmichael's Manual of Child Psychology, “Commentary on
Vygotsky”, “Twelfth Conversation” dalam Conversation with Jean Piaget, “Comments on

2
Mathematical Education”, dan “The Significance of John Amos Comenius at The Present Time
dalam John Amos Comenius on Education.

“Intelligence does not by any means appear at once

derived from mental development, like a higher

mechanism, and radically distinct from those which

have preceded it. Intelligence presents, on the

contrary, a remarkable continuity with the acquired

or even inborn processes on which it depends and at

the

same time makes use of.” (Piaget, 1963, p. 21)

Kaitannya dengan perkembangan intelektual, bidang yang digeluti Piaget berganti-


ganti.Bidang pertama yang digelutinya ialah Biologi, kemudian Filsafat lalu berpindah pada
Epistemologi Genetik (studi tentang perkembangan pengetahuan).

Adapun alasan Piaget berpindah bangunan keilmuan salah satunya karena filsafat sebagai
bangunan keilmuan yang digeluti Piaget sebelumnya tidak dapat membantunya dalam penelitian
sehingga Piaget beralih ke psikologi. Peralihan ini terjadi pada tahun 1920-an yakni munculnya
cabang psikologi pengembangan yang digunakan Piaget dalam mengembangkan risetnya
mengenai Child Concept of the World.

Meskipun demikian, bidang keilmuan yang pernah digeluti Piaget tetap berpengaruh pada
kerangka pemikiran sesudahnya. Salah satu contohnya adalah studi Piaget dan istrinya atas
ketiga anak mereka dalam mencari dasar biologis kaitannya dengan moralitas yang ditulis dalam
The Moral Judgment of the Child.Piaget menghubungkan dasar biologis pada moralitas dengan
logika formal. Sejak 1920-an sampai 1970-an, psikolog Swiss ini mengembangkan sebuah “teori
tahap” perkembangan anak yang kompleks dan terperinci, dengan ketertarikan khusus pada
pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman anak di dunia (“epistemologi genetik”). Karyanya
dalam bidang ini sering dibuatnya bersama rekan-rekannya, yang mencakup topik yang sangat
luas, seperti bahasa, berpikir, dan penalaran, moralitas serta konsep kausalitas.
3
4
Piaget adalah seorang ahli psikologi perkembangan, tetapi psikologi hanya berupa bagian
kecil dari pekerjaannya.Ia sebenarnya seorang ahli epistemologi. Ia mempelajari bagaimana
pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai konsekuensi pertumbuhan dan interaksi dengan
lingkungan fisik dan sosial. Piaget mempelajari cara berpikir pada anak-anak sebab ia yakin
bahwa dengan cara ini ia akan memperoleh jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
epistemologi, seperti “Bagaimana kita memperoleh pengetahuan” dan “Bagaimana kita tahu
bahwa apa yang bisa diketahui”. Hal-hal ini menyangkut hubungan antara logika dan psikologi
sebagai masalah yang ingin dipecahkan pada setiap umur.

Piaget merupakan psikolog abad ke-20 yang sangat berpengaruh. Di tahun 1921, Piaget
melakukan riset tentang bagaimana cara peserta didik pada jenjang sekolah dasar memberi
alasan. Itulah mengapa Piaget tidak tertarik dengan jawaban benar atau salah dalam tes
intelegensi yang dilakukan Simon Binet terhadap anak-anak. Ketertarikan Piaget pada
bagaimana cara anak beralasan merupakan keniscayaan bahwa Piaget memfokuskan studinya
pada psikologi intelegen (kognitif). Adapun “tradisi perkembangan kognitif” yang dapat disebut
sebagai “perkembangan struktural,” ditemukan dalam karya-karya Jean Piaget di tahun 1947 dan
1970. Pendekatan “kognitif” atau “struktural” menekankan sifat aktif otak anak-anak ketika
sadar untuk membangun dan mengelola struktur pikiran dan tindakan. Premis dasarnya adalah
bahwa semua pengetahuan dibangun. Pendekatan kognitif ini mengidentifikasi serangkaian
struktur yang terorganisir kemudian diubah dalam urutan yang runtut ketika seseorang
membangun proses kognitif yang semakin berguna dan komplek melalui interaksi dengan
lingkungan.

Salah satu aspek penting dari warisan psikologi Piaget terkait dengan teori perkembangan
ialah adanya teori perkembangan Piaget yang terus dikembangkan oleh Neo-Piagetian.48
Berdasarkan kesimpulan Robbie Case (1992) yang dikutip oleh R. Murray dan Thomas, sikap
ilmiah Neo-Piagetian terhadap pemikiran Piaget terbagi menjadi tiga. Pertama, kelompok yang
mengikuti atau setuju dengan postulat-postulat dalam teori Piaget.Kedua, kelompok yang
memilah dan mengembangkan postulat-postulat Piaget.Ketiga, kelompok yang mengubah sistem
klasik para pengikut Piaget.

5
Kecenderungan dan ketertarikan Piaget untuk memahami bagaimana cara anak-anak
beralasan pada dasarnya terpengaruh oleh gagasan Descartes tentang dua unsur manusia berupa
jasad (body) dan rasio (reason).50 Tidak diragukan lagi bahwa gagasan Descartes terutama
tentang rasio telah memengaruhi pemikiran Piaget tentang perkembangan kognitif. Piaget
meneliti eksistensi anak-anak dengan mencari tahu bagaimana anak-anak mengungkapkan
sebuah alasan. Piaget meneliti bagaimana anak-anak mengungkapkan alasan dengan cara
mewawancarai anak-anak dengan menggunakan metode klinis berupa soal jawab terbuka. Piaget
banyak melakukan wawancara kepada anak-anak dalam setting permainan (games) yang
diberikan untuk mendapatkan data konkret berdasarkan perspektif anak secara apa adanya. Soal
jawab secara terbuka menandakan bahwa sistem wawancara yang dilakukan oleh Piaget terhadap
anak-anak bersifat fleksibel.Oleh karena itu, Piaget mengabaikan jawaban benar atau salah
dalam tes intelegensi yang sifatnya lebih kaku.

Tidak heran bahwa Piaget tidak setuju mendefinisikan intelegensi berkaitan dengan
sejumlah item yang terjawab dengan benar yang dikenal dengan tes intelegensi. Bagi Piaget,
tindakan intelektual adalah sesuatu yang menyebabkan pertimbangan terhadap kondisi-kondisi
optimal untuk kelangsungan hidup individu. Dengan kata lain intelegensi membiarkan individu
berhubungan dengan lingkungannya. Ketika lingkungan dan individu berubah maka intelegensi
antara keduanya harus berubah terus-menerus. Intelegensi pada umumnya dapat diartikan
sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi bukan hanya persoalan otak saja melainkan
juga kualitas organ-organ tubuh lainnya.

Selain dipengaruhi oleh Descartes yang beraliran rasionalisme, teori Piaget juga
dipengaruhi oleh aliran empirisme Para penganut empirisme berpendapat bahwa sesungguhnya
pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan diinternalisasi oleh indra-indra.Piaget
mengemukakan bahwa teorinya merupakan sintesis dari gagasan pemikiran aliran empirisme dan
rasionalisme. Piaget berpendapat bahwa observasi dan penalaran adalah dua usaha yang saling
bergantung untuk mencari pengetahuan dan kebenaran. Jadi, teori yang dibangun oleh Piaget
menekankan sama pentingnya pengalaman inderawi dan penalaran. Kedua alat tersebut
merupakan dua hal yang saling berkelindan

6
Dalam perkembangan keilmuan, gabungan kedua metode ini disebut metode
keilmuan.Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan
empirisme memberikan kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran. Kedua metode
ini jika digunakan secara dinamis akan menghasilkan pengetahuan yang konsisten dan sistematis
serta dapat diandalkan, sebab pengetahuan tersebut telah teruji secara empiris.

Salah satu karya Piaget yang paling berpengaruh di bidang perkembangan sosial dan
moral adalah The Moral Judgment of Child. Ditulis pada 1932, antara dua perang dunia, ini
adalah karya monumentalnya di bidang psikologi perkembangan.Meskipun sedikit dari apa yang
ditulis dalam buku ini ditujukan langsung pada pendidik, ia telah membentuk landasan teoritis
yang kuat bagi praktik pendidikan moral. Pertanyaan utama dari buku ini adalah “Bagaimana
pertimbangan moral anak-anak berkembang? Piaget sangat menyadari implikasi sosial dan moral
yang mendalam dari pertanyaan ini, terutama bagi Eropa Barat pada waktu itu. Dengan
bangkitnya fasisme dan bentuk pemerintah yang totaliter lainnya, adalah penting menentukan
bagaimana penalaran dan perilaku moral anak-anak dapat berkembang sehingga tindakan
generasi masa depan dapat didasarkan pada keadilan dan rasio bukannya ketundukan buta pada
aturan yang sewenang-wenang. Relevansi konteks sosial Piaget dengan implikasi pendidikan di
kemudian hari adalah bahwa tujuan dari pendidikan adalah kepemilikan sifat otonomi dalam diri
peserta didik.

Berdasarkan pengamatannya pada metode pengasuhan dan pendidikan anak yang lebih
tradisional pada waktu itu, Piaget memperingatkan orang tua dan guru terhadap penggunaan
paksaan dan indoktrinasi sebagai sarana pendidikan moral. Indoktrinasi memperkuat
kecenderungan alami anak terhadap ketergantungan heteronom pada peraturan eksternal.
Pemaksaan dapat menyebabkan pemberontakan, ketundukan buta, atau kalkulasi (di mana anak
patuh dan mengikuti aturan dewasa hanya ketika orang dewasa mengawasinya). Ketika orang
dewasa meminimalkan penggunaan otoritas yang tidak perlu, ini lebih membuka kemungkinan
pada anak-anak untuk membangun penalaran dan rasa kebutuhan mereka tentang aturan dan
hubungan sosial lainnya.

Inti gagasan-gagasan Piaget mentransformasi karakter-karakteristik yang mendasar


tentang asumsi-asumsi perkembangan intelektual pada awal abad dua puluh. Pemikiran utama

7
Piaget yang ambisius ialah bahwa kompetensi intelektual merepresentasikan suatu operasi
terintegrasi, yang dibangun dari refleksi-refleksi atas pelbagai tindakan anak. Pemikiran
berpengaruh yang kedua adalah perkembangan intelektual melewati sederet tahapan yang
berkaitan, di mana suatu pengetahuan dari tahapan sebelumnya akan bergabung ke dalam
tahapan berikutnya. Piaget tidak sependapat dengan aliran behaviorisme di mana bakat anak
terdorong dari penguatan eksternal. Piaget melihat bahwa suatu tindakan yang dibangun dari
pertalian stimulus-respons tidak akan dapat mempertahankan tahapan-tahapan perkembangan.

Dalam konteks pendidikan, pendekatan kognitif menggantikan keberadaan pendekatan


perilaku sejak pertengahan dekade 80-an. Pada dekade ini, manusia dikiaskan sebagai mesin
dengan elan vital yang dipengaruhi oleh teori informasi dan model-model
komputer.Konsekuensinya, psikologi kognitif memandang manusia sebagai entitas yang
memiliki batas kemampuan untuk memproses informasi karena disamakan dengan komputer.

Kemudian, aliran kognitif mengalami pergesaran dalam memandang bagaimana ilmu


diperoleh peserta didik. Awalnya, aliran ini menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus
dan bagaimana siswa tersebut sampai pada respons tertentu. Perhatian aliran kognitif pada masa
awal ini menandai bahwa aliran kognitif masih dipengaruhi oleh aliran behavioristik. Akan tetapi
pada masa selanjutnya, perhatian aliran ini terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru
berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya dikuasai oleh peserta didik. Proses-proses mental
yang diabaikan oleh para penganut psikologi behaviorisme menjadi inti pembahasan dalam
belajar kognitif 65 yang salah satu contohnya diwakili oleh Jean Piaget yang menggagas tentang
perkembangan moral anak dalam buku The Moral Judgment of the Child.Ada dua implikasi
pendidikan atas teori Piaget, pertama, pikiran seorang individu dapat bekerja secara optimal
ketika seseorang aktif mengonstruk makna kaitannya dengan eksistensi struktur
mentalnya.Kedua, seorang individu tidak dapat sampai pemahaman pada tahap tertentu sebelum
waktunya.

2.2 Tahap-Tahap Perkembangan Piaget

Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hierarkis, artinya
harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada

8
di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi
empat, yaitu :

1. Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)

Masa ini dari lahir sampai dua tahun. Tahap sensori motor dicirikan oleh tidak adanya
bahasa. Karena anak anak tidak menguasai kata untuk suatu benda, objek tidak akan eksis
jika tidak dihadapai secara langsung. Interaksi dengan lingkungan adalah interaksi
sensorimotor dan hanya berkaitan dengan saat itu.Anak-anak pada saat itu bersifat egosentris.
Segala sesuatu hanya dilihat berdasarkan kerangka dirinya sendiri. Dan dunia psikologis
yang ada hanyalah dunia yang dihadapi. Pada ahir tahap ini anak mengembangkan
kepermanenan objek. Artinya anak anak menyadari bahwa objek tetap ada walaupun mereka
tidak melihatnya

Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.

Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana.Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi
langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :

a) Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
b) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c) Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
d) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e) Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

2. Tahap preoperasional (umur 2 - 7/8 tahun)

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara lsosokogika tidak memadai.Dalam tahapan ini,

9
anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang
orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul


antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan
bahasanya.Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan
gambar.Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di
permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami
tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka
kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak
hidup pun memiliki perasaan.

Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya
konsep-konsep intuitif.Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.

Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana.Maka sering terjadi
kesalahan dalam memahami objek.Karakteristik tahap ini adalah:

a) Self counter nya sangat menonjol.


b) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
c) Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar.
d) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan
antara deretan.

Tahap intuitif (umur 4 - 7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstraks.Dalam menarik kesimpulan sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini, anak telah dapat

10
mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini adalah :

a) Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya.
b) Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
c) Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.

Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah
objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun,
kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak
memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan
dengan cara yang berbeda.

3. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-
aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Berikut tahapanya
: Pertama, pengurutan. Kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau
ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya
dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Kedua, Klasifikasi kemampuan untuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya,
atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan
benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)

Ketiga, Decentering. Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu


permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang
tinggi. Keempat, Reversibility. Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

11
Kelima, konservasi.Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-
benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-
benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama
banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air
di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Keenam, Penghilangan sifat
Egosentrisme. Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan
saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik
yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan
ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti
kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan
tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu
sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. Anak telah memiliki kecakapan berpikir
logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Operation adalah
suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya.
Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya
sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat
kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan"
dalam melakukan kegiatan tertentu.Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai
sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian,
pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya
menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Namun taraf
berpikirnya sudah dapat dikatakan maju.Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi
gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak
usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

4. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun) :

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus

12
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia.Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai.Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini
muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai
masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
Psiko-seksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir
sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak
dan logis dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan". Model berpikir ilmiah
dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada
tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :

a) Bekerja secara efektif dan sistematis.


b) Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan
penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa
kemungkinan.
c) Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1,
C2 dan R misalnya.
d) Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-mula
Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada
usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan
bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat
melakukan formal operation.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional,
dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkret,

13
bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum,
semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin
abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan
kognitif pada muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses
pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada
maknanya bagi siswa.

2.3 Prinsip-Prinsip Perkembangan Kognitif

Prinsip-Prinsip Perkembangan kognitif menurut Piaget terjadi melalui serangkaian


proses, yaitu proses asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium

A. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses penyatuan dan pengintregasian informasi baru kedalam
struktur kognitif yang telah ada. Informasi atau pengetahuan baru tersebut akan lebih
mudah diterima apabila informasi tersebut cocok dengan skema dan skemata struktur
kognitif yang telah dimilikinya. Hasil dari proses asimilasi adalah berupa tanggapan
informasi atau pengetahuan yang baru diterima.

B. Akomodasi
Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif (restrukturisasi) siswa pada
situasi atau informasi baru yang berbeda. Proses ini akan terjadi apabila informasi atau
pengetahuan baru yang diterima tidak dapat langsung diasimilasikan pada skema yang
sudah ada karena adanya perbedaan pada skema. Dengan kata lain, akomodasi adalah
kemampuan untuk menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah ada dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.

C. Ekuilibrium
Terjadi pada saat anak mengalami hambatan dalam melakukan akomodasi pengetahuan
dan pengalamannya untuk mengadaptasi lingkungan di sekitarnya. Untuk mengatasi
masalah ini, anak akan mencoba cara yang lebih kompleks. Apabila cara ini berhasil,

14
maka proses ekuilibrium telah terjadi pada diri anak. Selanjutnya, cara tersebut akan
diperlancar oleh anak dalam memecahkan masalah yang sama di masa depan.

2.4 Implikasi Teori Perkembangan Kognitif

Maksud implikasi dalam makalah ini yakni keterlibatan teori perkembangan kognitif Jean
Piaget terait dengan pembentukan kepribadian anakusia sekolah, keterlibatan dalam pendidikan
ini bisa dalam tujuan, metode(strategi), maupun materinya. Sebab teori kognitif merupakan salah
satu teoribelajar dalam psikologi yang berpengaruh besar dalam dunia pendidikankhususnya
teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget.Teori ini menjelaskan tentang
bagaimana cara seseorang dapat memperoleh pengetahuan, dan mengolahnya dalam proses
berfikir sehingga proses perkembangan yang lain juga akan berkembang secara baik. Teori
kognitif memandang bahwa proses belajar bukan sekedar stimulus dan respon yang bersifat
mekanistik, akan tetapi lebih dari itu, yakni merupakan kegiatan mental yang ada di dalam diri
individu yang sedang belajar. Oleh sebab itu, menurut teori kognitif, belajar adalah sebuah
proses mental yang aktif untuk menerima, mencapai, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan.Mengenai maksud dari kognisi, Paul Henry menjelaskan bahwa: Kognisi adalah
kegiatan mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasikan, dan menggunakan
pengetahuan. Sedangkan proses yang paling utama dalam kognisi meliputi mendeteksi,
menginterpretasi, mengklarifikasi, dan mengingat informasi, mengevaluasi gagasan, menyaring
prinsip dan mengambil kesimpulan segala macam pengalaman yang didapat dalam kehidupan

Dengan demikian kognisi ini sangat penting, sebab kognisi merupakan tempatproses
diawalinya pengetahuan yang masuk dalam diri seseorang yang melalui berbagai proses.
Menurut Jean Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang
dilalui, sebab konsep berpikir anak-anak dengan remaja maupun dewasa itu berbeda, jadi strategi
yang digunakan oleh guru harus disesuaikan dengan tingkat berpikirnya. Bagaimana cara anak
belajar mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya, dan
untuk memahami penyebab terjadinya perubahan objek dan suatu peristiwa, dan untuk
membentuk suatu perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pandangan teori perkembangan kognitif mempunyai pengaruh besar untuk memahami


bagaimana anak memperoleh dan menggunakan pengetahuan. Karya Piaget telah memperluas
pemahaman kita tentang perkembangan kognitif, hal ini menunjukkan anak-anak memiliki tahap
pemahaman yang berbeda pada usia yang berbeda pula. Pengetahuan anak terbentuk secara
berangsur sejalan dengan perkembangan yang berkesinambungan dan bertmbah luasnya
pemahaman tentang informasi-informasi yang ditemui. Anak memiliki urutan dalam tahap
perkembangan kognitif nya, baik kuantitas informasi maupun kualitas kemampuan nya
menunjukkan peningkatan.

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut piaget antara lain :

1. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

2. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

3. Tahap operasi konkret (7-11 tahun)

4. Tahap operasi formal (mulai 11 atau 12 tahun)

Menurut teori perkembangan kognitif belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

16
Implikasi teori pebelajaran kognitif dalam pembelajaran Bahasa dan cara berfikir siswa
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berfikir siswa. Siswa-siswa akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi
dengan lingkungan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari siswa hendaknya dirasakan
baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar siswa belajar sesuai tahap. Di dalam kelas,
siswa-siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-
temanya.

3.2 Saran

Setiap guru hendaknya mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi anak
didiknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih model pembelajaran adalah keadaan
atau kondisi siswa, bahan pelajaran, serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan
model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru hendaknya juga diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam
proses pembelajarannya.

”Children are active builders of their knowledge.

Like little scientists, they constantly construct and test their own theories of the world.”

God Bless You

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/rofiqohlaila8/piaget-dan-teori-tahaptahap-perkembangan-
kognitif_5539f9b96ea8348709da42ce

https://www.researchgate.net/publication/335267284_Analisis_Teori_Perkembangan_Kogn
itif_Piaget_pada_Tahap_Anak_Usia_Operasional_Konkret_7-
12_Tahun_dalam_Pembelajaran_Matematika

http://www.jejakpendidikan.com/2017/07/biografi-jean-piaget-dan- perkembangan.html?
m=1

18
MAKALAH
TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL

OLEH

1. MARSELA CLARISTA LIN


2. MEDI ABILYANOR BANOET
3. MEDIANA SILLA
4. MELATI INDASARI KALE LENA
5. MIRNA A.MISSA
6. NOBER SASI TAUNU

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021

i
NAMA : MARSELA CLARISTA LIN
NIM 2001140088

NAMA : MEDI ABILYANOR BANOET


NIM 2001140089

ii
NAMA : MEDIANA SILLA
NIM 2001140092

NAMA : MELATI INDASARI KALE


LENA NIM 2001140091

iii
NAMA : MIRNA ADRIANA MISSA
NIM 2001140092

NAMA : NOBER SASI


TAUNU NIM 2001140093

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karuni-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
berjudul “Teori Pembelajaran sosial”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
segala bentuk saran, masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Kupang, 09 Februari 2021

Penulis

DAFTAR ISI
v
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................. 2
D. Metode................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat pembelajaran sosial................................................................................3
1. pengertian teori pembelajaran sosial....................................................................3
2. inti dari pembelajaran sosial.................................................................................4
3. pendekatan teori sosial terhadap proses perkembangan sosial............................4
B. Teori pembelajaran sosial menurut albert bandura.............................................4
1. Teori belajar sosial menurut albert bandura.........................................................5
2. ciri utama teori bandura........................................................................................5
3. karakteristik dari teori albert bandura...................................................................6
4. eksperimen albert bandura....................................................................................7
5. aplikasi dan penerapan teori bandura....................................................................8
PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Albert bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (sosial Learning
Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen
kognitif dari pikiran,pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan
teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukan anak-anak meniru seperti perilaku agresif
dari orang dewasa disekitarnya.
Teori Kognitif sosial (sosial cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert
bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran
penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan siswa untuk
meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku
orangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif sosial.
Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau
mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model
deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku,person/kognitif
dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor
lingkungan mempengaruhi perilaku,perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor
person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan
kognitif terutama pembawa personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup
ekspektasi,keyakinan,strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan
peranan penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy
atau efikasi diri. Reivich dan Shatte (2002) mendefinisikan efikasi sebagai keyakinan pada
kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan
efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan
menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak
berhasil.Menurut Bandura (1994), individu memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat

1
mudah dalam menghadapi

2
tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan
kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah
dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain
sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks interaksi timbal balik yang bersinambungan antara kognitif, perilaku dan
pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola
belajar sosial jenis ini.contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam
lingkungan judi,maka dia cenderung untuk memilih bermain judi,atau sebaliknya
menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah tokoh teori pembelajaran sosial?
2. Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial?
3. Bagaimana teori permodelan Albert Bandura?
4. Bagaimana prinsip-prinsip belajar melalui permodelan?
C. Tujuan
1. Mengetahui tokoh pencetus teori pembelajaran sosial?
2. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial?
3. Mengetahui permodelan Albert Bandura?
4. Mengetahui prinsip-prinsip belajar melalui permodelan?

BAB II

3
PEMBAHASAN

1. Hakikat pembelajaran sosial


A. Pengertian pembelajaran sosial

Pembelajaran sosial (juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar


vicarious atau belajar dari model) adalah proses belajar yang muncul sebagai fungsi
dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan
perilaku orang lain. Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana
konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,pemahaman dan
evaluasi.menurut bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau
pengamatan (mencontoh model).
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya,Bandura memandang perilaku
individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga
akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang
dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan
(mitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu
akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Albert
Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (sosial Learning Teory) salah
satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari
pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori
belajar sosial dan kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya

B. inti dari pembelajaran sosial

4
inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modeling), dan
pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran
terpadu. Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan,yaitu:
a. pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang
dialami orang lain. Contohnya: seorang pelajar temannya dipuji dan ditegur
oleh gurunya karena perbuatannya,maka ia kemudian meniru melakukan
perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian
ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang
lain.
b. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model itu tidak
mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu
sedang memperhatikan model itu, mendemonstrasikan sesuatu yang ingin
dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara
langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau
visualisasi tiruan sebagai model (Nur,1998.a:4) peniruan tidak hanya
berlaku pada orang-orang yang langsung berinteraksi dengan kita. Tokoh-
tokoh di televisi atau media massa yang lain juga dapat menjadi pusat
peniruan,bahkan sangat luas. Kita dapat menyaksikan bagaimana tren
gaya rambut,pakian dan gaya bicara seringkali dipengaruhi oleh artis-artis
bintang film musik,

Modeling yang artinya meniru,dengan kata lain juga merupakan


proses pembelajaran dengan melihat dan memperhatikan perilaku orang
lain kemudian mencontohnya. Hasil dari modeling atau peniruan tersebut
cenderung menyerupai bahkan sama perilakunya dengan perilaku orang
yang ditiru tersebut. Modeling ini dapat menjadi bagian yang sangat penting
dan powerfull pada proses pembelajaran.
Pada modeling ini, kita tidak sepenuhnya meniru dan mencontoh
perilaku dari orang-orang tersebut, namun kita juga memperhatikan hal-hal
apa saja yang baik semestinya untuk ditiru atau dicontoh dengan cara
melihat bagaimana reinforcement atau punishmentnya yang akan
ditiru.dengan kata lain,semua pembelajaran tidak ada yang terjadi secara

5
tiba-tiba atau instan. Baik itu pada pendekatan belajar classical conditoining

6
maupun pendekatan belajar operant conditioning.namun, pembelejaran
melalui modeling waktu yang digunakan cenderung lebih singkat dari
pada pembelajaran dengan classical dan operant conditioning dalam
konsep belajar ini, orang tua memainkan peranan penting sebagai seorang
model atau tokoh bagi anak-anak untuk menirukan tingkah laku yang akan
mereka pelajari.
C. Inti dari pembelajaran sosial

Pendekatan teori sosial terhadap proses perkembangan sosial


a. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilkau sosial dan moral pada
dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-
perilaku lainnya,yakni dengan reward (ganjaran/memberi hadiah atau
mengganjar) dan punishment (hukuman/memberi hukuman) untuk
senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia
perbuat.

b. Imitation
Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh
yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa. Sebagai
contoh, seorang siswa mengamati gurunya sendiri menerima seorang
tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan, beramah tamah, dan
seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori siswa.
Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula
kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut.
2. Teori pembelajaran sosial menurut Albert Bandura

A. Teori belajar sosial menurut Albert Bandura


Teori belajar sosial menurut Albert Bandura adalah orang belajar dari yang
laimelalui observasi, peniruan, dan pemodelan. Teori ini sering disebut jembatan
antara behaviorist dan teori pembelajaran kognitif karena meliputi
perhatian,memori,dan motivasi.
Teori sosial learning Theory ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang
psikolog kelahiran Mundare, kanada, 4 desember 1925. Bandura menerima gelar

7
sarjana muda di bidang psikologi dari university of British of columbia pada
tahun 1949 dan meraih gelar Ph.D tahun 1952 di universitas lowa. Pada tahun
1953, ia mulai mengajar di universitas stanford.
Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi timbal baik
yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Orang
belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku
tersebut. “kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui
pemodelan yaitu dari mengamati orang lain.kemudian hasilnya berfungsi sebagai
panduan untuk bertindak”.
B. Ciri Utama Teori Bandura
 Unsur pembelajaran utama ialah perhatian dan peniruan
 Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan
lain- lain
 Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan
guru sebagai model
 Pelajar memperboleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan
penguatan yang positif
 Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan
tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan
yang positif.

C. karakteristik dari teori Albert Bandura


Teori sosial menurut bandura adalah orang belajar dari yang lain,melalui
observasi,peniruan, dan pemodelan.orang belajar melalui pengamatan perilaku
orang lain,sikap,dan hasil dari perilaku tersebut. “kebanyakan perilaku manusia
dipelajari observasional melalui pemodelan dari mengamti orang lain”.
D. Eksperimen Albert Bandura
Bobo Doll experiment adalah percobaan yang dilakukan oleh Albert Bandura,
Dorothea Ross, dan Sheila A.Ross. Eksperimen tersebut dilaksanakan pada tahun
1961 dan 1963 bertujuan mengamati perilaku imiatasi atau meniru pada anak-anak

8
terhadap perilaku agresif. Bobo Doll adalah nama sebuah boneka yang apabila
dipukul akan berdiri lagi karena pada titik gravitasinya diberi cairan.
Pada tahun 1961, Bandura dkk. Telah membuat laporan eksperimennya dengan
judul “Transmission of Aggression Though Imitation of Aggressive Models”. Pada
tulisan ini akan disarikan inti dari laporan eksperimen tersebut. Dalam
eksperimen tersebut, peneliti menggunakan subjek 36 anak laki-laki dan 36 anak
perempuan yang terdaftar dalam Standford University Nursery School. Subjek
memiliki umur berkisar antara 37 sampai 69 bulan, dengan rata-rata berumur 52
bulan. Selain itu, eskperimen tersebut menggunakan 2 (dua) orang dewasa, satu
laki-laki dan satu perempuan, yang berperan sebagai model terhadap anak-anak
tersebut.
Subjek dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu kelompok eksperimen yang terdiri
dari 48 anak dan kelompok kontrol yang terdiri dari 24 anak. Kelompok eksperimen
dibagi lagi menjadi 8 kelompok kecil yang terdiri dari 6 anak.kelompok eksperimen
anak akan diberikan perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan
perlakuan apa pun. Setengah kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan
model yang agresif. Setengah lagi diberikan yang tidak agresif.
Desain eksperimen dilakukan dengan cara membawa seorang anak dan seorang
model dalam sebuah ruangan eksperimen. Si anak ditempatkan di sebuah meja kecil
dan diberikan permainan yang menarik untuknya (stickers dan potato prints) di
sudut ruangan. Model diminta berada di sudut lain ruangan yang telah terdapat
beberapa peralatan seperti palu, boneka bobo dan mainan rakitan. Subjek dan model
di biarkan berdua dalam ruangan dalam kurun waktu sepuluh menit.
Pada perlakuan model agresif, model akan merakit mainan selama satu menit.
Selanjutnnya model akan mulai menunjukkan perilaku agresif seperti meninju,
mendudukinya, membanting, memukul dengan palu, dan menabrak boneka bobo
tersebut. Selain itu model juga mengucapkan ucapan agresif seperti pukul dia
dihidung, banting dia,lemparkan ke udara, tendang dia, dang sebagainya. Tindakan
tersebut dilakukan model sampai kurun waktu 10 menit terakhir.
Pada perlakuan model non agresif, model hanya akan merakit mainan selama
sepuluh menit dan tidak melakukan apapun kepada boneka bobo.

9
Setelah perlakuan selesai, anak di bawa ke dalam ruangan bermain yang didesain
mirip dengan bangunan sekolahnya. Subjek dan peneliti akan bersama-sama berada
di ruangan tersebut. Subjek diberikan permainan yang menarik seperti truk,
boneka, dan gasing. Setelah 2 menit, peneliti akan melarang subjek untuk
memainkan permainan di ruangan itu dengan tujuan menimbulkan emosi frustasi
subjek. Namun, peneliti memperbolehkan subjek untuk bermain di ruangan
eksperimen yang berisi boneka bobo,palu, dan sebagainya tadi. Selanjutnya, selama
20 menit peneliti akan membiarkan subjek bermain di ruang eksperimen dan
mencatat perilaku subjek tersebut.
Penelitian tersebut menemukan bahwa anak yang terpapar atau diperlihatkan
perilaku agresif dari model, memberikan respon tindakan yang agresif pula (seperti
yang model lakukan). Subjek yang diperlihatkan perilaku agresif akan bertindak
lebih agresif dibandingkan dengan subjek yang tidak diperlihatkan. Tindakan
agresif yang ditiru oleh subjek yakni fisik dan juga verbal. Perilaku meniru tindakan
agresif juga di pengaruhi jenis kelamin model dan subjeknya. Subjek laki-laki yang
telah diperlihatkan tindakan agresif model laki-laki lebih banyak menunjukan
tindakan agresif dibandingkan subjek perempuan yang telah diperlihatkan tindakan
agresif model laki-laki.
Sebagai contoh lain dari teori ini, hidayat (2004) juga melakukan penelitian yang
berjudul hubungan perilaku kekerasan fisik ibu pada anaknya terhadap
munculnya perilaku agresif anak SMP. Penelitian ini mengambil subjek pelajar
sekolah menengah pertama (SMP) di jakarta barat yang perna mendapatkan
tindak kekerasan dari ibunya. Hasil penelitian ini membuktikan adanya kolerasi
positif antara perilaku kekerasan ibu terhadap anaknya dengan perkembangan
tindakan agresif pada anak.
Belajar dari penelitian tersbeut, sebagai orang dewasa kita perlu memperhatikan
tingkah laku dan ucapan kita di depan anak-anak. Anak-anak akan melihat orang di
sekitarnya sebagai model yang akan mereka tiru perilakunya baik perbuatan dan
perkataannya.model yang paling dekat dengan mereka adalah orang tua
mengasuhnya setiap hari. Selain orang tua,anak-anak juga bisa meniru dari orang-
orang tua yang mengasuhnya setiap hari. Selain orang tua, anak-anak juga bisa

10
meniru dari orang-orang di lingkungan sekitarnya, seperti tetangga, guru, dan
lain- lain.
Meniru memang merupakan proses pembelajaran yang alami oleh manusia. Ketika
anak-anak sering terpapar perilaku agresif seperti memukul,mencaci maki, dan
sebagainya,anak akan memperhatikan,mengamati, dan mendengar perilaku
tersebutt. Untuk melanjutnya , anak akan meniru perilaku agresif yang telah mereka
perhatikan tadi. Walaupun perilaku tersebut tidak memunculkan segera setelah
melihat peristiwa, hal-hal agresif itu akan tertanam dalam pikiran anak dan anak
cenderung berperilaku agresif di kemudian hari.
Apabila kita menginginkan anak berperi laku baik, kita perlu mencontohkan
perilaku-perilaku yang baik pula kepada mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Perilaku yang baik bisa kita mulai dengan mencurahkan kasih sayang pada anak,
berbicara sopan kepada anak-anak, memperlakukan mainan dengan baik,bahkan
dengan sering tersenyum kepada anak. Hal ini dilakukan supaya perilaku-perilaku
ini tertanam dalam pikiran mereka dan mereka akan menirunya di kemudian hari.
E. Aplikasi dan penerapan teori bandura
Salah satu teori psikologi belajar,yang merupakan teori awal tentang belajar adalah
teori Behaviorisme. Ada tiga jenis teori belajar menurut teori Behaviorisme yang
perlu dipelajari,yaitu
 Respondent conditioning
 Operant conditioning
 Observational learning atau social-cognitive learning

Teori belajar Respondent conditioning (pengkodisian respon) diperkenalkan oleh


pavlov,teori belajar operant conditioning diperkenalkan oleh B.F. Skinner, dan
teori Observational Learning atau Socio-Cognitive Learning.teori belajar yang
bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi (observational
learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa berlajar observasi merupakan
sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang
sudah dikuasai.belajar observasi pada umumnya perilaku belajar orang
lain.Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktifitas meniru
melalui pengamatan (observasi). Individu yang diperilakunya ditiru menjadi

11
model

12
pebelajar yang meniru.istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses
belajar sosial. Model ini merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai
stimuli bagi respon pebelajar.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
 Teori belajar sosial, teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang
ahli psikologi pendidikan dari Stanford University,USA. Teori pembelajaran
ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengalami
pembelajaran dalam lingkungan sekitarnya.
 Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku lingkungan dan
kejadian-kejadian internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi
dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh.
 Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat
antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi
proses-proses kognitif belajar.
 Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-
konsekuensi terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar
 Hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin
dapat dimunculkan kembali atau tidak (retrievel)
 Dalam perencenaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping
pembelajaran-pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri,perlu
ditumbuhkan “sense of eddicacy” dan self regulatory” pembelajaran
 Dalam proses pembelajaran, pembelajaran sebaiknya diberi kesempatan yang
cukup untuk melatih secara mental, sebelum latihan fisik, dan
reinforcement” dan hindari punishment yang tidak perlu.

13
 Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atau
stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri
 Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning
(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan
belajar sosial menekankan pentingnya penelitian empiris dalam
mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses
yang menjelaskan perkembangan anak,faktor sosial dan kognitif.

DAFTAR PUSTAKA

Arie Asnaldi, 2005. Teori-Teori Belajar Bell Gredler,


E.Margaret.1991.Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.Rajawali
Blogs.unpad.ac.id/aderusliana John W. Satrock, 2007. Psikologi
Pendidikan, edisi kedua,PT. Kencana Media Group.Jakarta
http://webspace.ship.edu/cgboer/bandura.html
http://www.scribd.com/doc/7747475/Alb ert-Bandura
http://rohman-makalah.blogspot.com/2008/07/teori belajar-akhmad-
sudrajat-m.html
http://www.scribd.com/doc/8556854/Bab-3-Teori -pembelajaran-
Behavior-Is-dan-kognitif
http://www.pts.com.my/modules.php?
Name =News&file=print&sid=792
http://alfaned.blogspot.com/2008/09/bab-2-teori-sosial-bandura.html
http://www.iyares.com/books/s/?

14
q=teori+pembelajaran+sosial+albert+bandura
http://pdfcontact.com/ebook/teori_peniruan_bandura.html
http://mabjip.blogspot.com/2009/10/teori-pembelajaran-sosial-
bandura.html
http://depe.blog.uns.ac.id/2010/05/07/teori-belajar-sosial/
http://www.freewebs.com/hijrahsaputra/catatan/TEORI%20BELAJA R
%20dan%20PEMBELAJARAN.htm
http://www.scribd.com/doc/10961377/RPP-Berbasis-Teori-Belajar
http://depe.blog.uns.ac.id/2010/05/07/teori-belajar-sosial
Mukminan.1997.Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta:P3G
IKIP prasetya Irawan,dkk.1997.Teori Belajar.Dirjen Dikti :
Jakarta www.e-psikologi.com/lain-lain/tokoh.htm

15
MAKALAH

TEORI BELAJAR BERMAKNA (DAVID PAUL AUSUBEL)

OLEH:

KELOMPOK IV

1. RANI JEANITA PADJI KANA (2001140098)

2. NOVIANTY KORY TAFULI ( 2001140096 )

3. NOFRIANTI YOSINA LIUNOKAS (2001140095)

4. ROSALINDA BOLENG (2001140099)

KELAS D

SEMESTER II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
RANI JEANITA PADJI KANA (2001140098)

NOVIANTY KORY TAFULI

( 2001140096 )
ROSALINDA BOLENG (2001140099)

NOFRIANTI YOSINA LIUNOKAS (2001140095)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
danrahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “TEORI BELAJAR BERMAKNA
(DAVID PAUL AUSUBEL)”. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih ada banyak
kekurangan baik dari segi penulisan, maupun isi materinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang membangun guna melengkapi dan memperbaiki pembuatan
makalah dimasa yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi para pembaca. Khususnya bagi
mahasiswa/i yang membutuhkan bahan referensi guna memahami konsep disiplin ilmu sosial
ekonomi.

Sekian.

Kupang, 9 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A.LatarBelakang .................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C.Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Teori Belajar Ausubel.................................................................... 3

B. Tipe Belajar menurut Ausubel........................................................ 4

C. Penerapan Teori Ausubel dalam Mengajar.............................................4

BAB III PENUTUP .............................................................................................

Kesimpulan ............................................................................................. 5

Saran.....................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 6


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (2005), salah satu kompetensi


yang harus dimiliki oleh guru/pendidik sebagai agen pembelajaran adalah
“Kompetensi Pedagogis.”. artinya guru sebagai agen pembelajaran tidak hanya
memiliki tugas dan tanggung jawab mentransfer pengetahuan kepada pelajar
melainkan harus mampu mendidik untuk mengembangkan keseluruhan potensi yang
dimiliki pelajar serta memahami proses belajar yang terjadi pada diri pelajar,
sehingga guru perlu menguasai hakikat dan konsep dasar belajar, dan mampu
menerapkan dalam kegiatan pembelajaran, karena fungsi pembelajaran adalah
memfasilitasi tumbuh berkembangnya belajar dalam diri peserta didik. Undang-
Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidik nasional, secara legal
formal memberikan pengertian tentang pembelajaran. Dalam pasal 1 butir 20
pembelajaran diartikan sebagai”...proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada
lingkungan belajar”.
Proses pembelajaran menurut Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori
psikologi. Aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh
pemahaman, bagaimana pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan
bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar. David Paul Ausubel,
seorang tokoh ahli psikologi kognitif yang dilahirkan di New York pada tahun
1918.Sebagai salah satu tokoh ahli psikologi kognitif, David Ausubel
mengembangkan teori psikologi kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi
umum. Ia meninggal pada pada tanggal 9 Juli 2008.
Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke
dalam skema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat
memperkembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses
belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori Belajar bermakna
Ausuble ini sangat dekat dengan konstruktivesme. Keduanya menekankan
pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru
kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya
asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai
siswa.
Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Inti dari teori
belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau
bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa. Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan
belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive
differensial, unifying reconciliation, dan consolidation.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori belajar Ausubel?
2. Bagaimana tipe belajar menurut Ausubel?
3. Bagaimana penerapan teori belajar Ausubel dalam proses pembelajaran?

C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana teori belajar Ausubel
2. Mengetahui Bagaimana tipe belajar menurut Ausubel
3. Mengetahui Bagaimana penerapan teori belajar Ausubel dalam
proses pembelajaran

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Ausubel

Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori
pembelajaran yang menjadi dasar dalam mild learning. David Ausubel adalah seorang ahli
psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah
“bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat siswa.Pembelajaran bermakna adalah suatu proses
pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.Pembelajaran
bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan
mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti
dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep
baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional
siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah


struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu;
demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur
dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan
cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan
tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.

B. Tipe Belajar menurut Ausubel

Tipe belajar menurut Ausubel ada 3 , yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih
dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru
tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
kemudian dia hafalkan.

3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah
dimilikMakna
diciptakan melalui beberapa bentuk kesetaraan representasi antara bahasa dan simbol. Ada
dua macam sistem dalam belajar yaitu penerimaan, yang digunakan dalam belajar
verbal bermakna, dan discovery, yang terlibat dalam pembentukan konsep dan pemecahan
masalah

Karya Ausubel sering dibandingkan dengan Bruner. Ausubel lebih menekankan pada
pemberian metode secara lisan dalam proses membaca dan menulis, dan Bruner lebih
menekankan pada proses yang berlangsung.

C. Penerapan Teori Ausubel dalam Mengajar

Dahar (2011, 100) mengatakan bahwa untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam
mengajar, sebaiknya kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel dalam bukunya
yang berjudul Educational Psychology: A Cognitive View, pernyataan itu berbunyi : “The
most important single factor influencing learning is what the learner already knows.
Ascertain this and teach him accordingly." Ausubel mengatakan faktor terpenting yang
mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui pelajar. Yakinilah hal ini dan ajarlah ia
demikian." Untuk menerapkan konsep belajar Ausubel dalam mengajar, selain konsep-
konsep yang telah dibahas terdahulu ada beberapa konsep lain yang perlu diperhatikan
yaitu konsep pengaturan awal, diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, dan belajar
superordinat (Dahar, 2011, 100). Teori belajar ausubel sesuai untuk digunakan pada
pendidikan tingkat rendah maupun tingkat tinggi, namun teori belajar ini akan lebih efektif
apabila digunakan pada tingkat rendah karena Ausubel berpendapat bahwa guru harus
mengembangkan potensi belajar kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna, sama
seperti Bruner dan Gagne, Ausubel berpendapat bahwa potensi belajar kognitif siswa
terutama mereka yang berada di pendidikan tingkat rendah karena mereka dilibatkan
secara langsung dalam kegiatan. Sedangkan untuk mereka di tingkat tinggi jika dilibatkan
dalam kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Ausubel berpendapat mereka lebih
efektif apabila guru memberikan penjelasan dan peta konsep.

 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Ausubel


 Kelebihan teori belajar Ausubel,

1. Informasi yang diperoleh secara bermakna lebih lama diingat.

2. Informasi baru yang terkait dengan konsep-konsep yang telah ada sebelumnya akan
menguatkan konsep yang telah ada sebelumnya.
3. Informasi yang dilupakan setelah pernah dikuasai akan meninggalkan bekas.

 Kekurangan teori belajar Ausubel,

Kekurangan teori Ausubel ini yaitu kurang bisa diterapkan pada kelas tingkat
tinggi karena siswa yang berada pada tingkat tinggi tidak dapat belajar dengan pendekatan
bermakna karena mereka kurang efektif apabila diberikan pembelajaran bermakna yang
mana pembelajaran bermakna disini adalah memberikan kegiatan secara langsung, untuk
pendidikan tingkat tinggi menyita banyak waktu. Mereka lebih efektif jika hanya diberi
penjelasan, peta konsep dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu


berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada pelajar
melalui penerimaan (reception learning) atau penemuan (discovery learning) dan
menyangkut cara bagaimana pelajar dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif
yang telah ada, yaitu belajar bermakna (meaningful learning) atau hafalan (rote
meaningful). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang mengaitkan informasi
baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Ausubel mengemukakan bahwa belajar menerima dan belajar menemukan adalah dua
hal yang berbeda. Pada belajar menerima, isi pokok yang akan dipelajari diberikan kepada
pelajar dalam bentuk catatan. Sedangkan dalam belajar penemuan, metode dan tujuan
tidak sepenuhnya beriring. Ausubel juga menjelaskan bahwa perbedaan antara belajar
hafalan dan belajar bermakna sering dicampuradukkan dengan perbedaan antara belajar
menerima dan belajar menemukan.

B. Saran

Mempelajari teori Ausubel memberikan banyak pengetahuan baru untuk kita.


Pembelajaran di sekolah memberikan siswa terlalu banyak tekanan, siswa di paksa untuk
memahami pelajaran dalam waktu sesingkat mungklin tanpa mempertimbangkan apakah
pelajaran itu telah dipahami secara sempurna oleh siswa itu atau tidak. Teori Ausubel hadir
untuk memberikan pemahaman pada guru bahwa siswa tersebut harus melakukan
pendekatan terhadap pemikirannya agar pelajaran seperti apapun yang mereka pelajari
mereka akan dengan mudah pelajaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Dewi. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka

Ausubel. 2000. The Acquisition and Retention of Knowledge: A Cognitive View. New
York : SPRINGER-SCIENCE+BUSINESS MEDIA, B.V

Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics. Lowa:WBC

Biser, Eileen. 1984. Application of Ausubel's Theory of Meaningful Verbal

Learning to Curriculum, Teaching and Learning of Deaf Students. Tersedia pada :


http://files.eric.ed.govfulltextED247712.pdf diakses pada tanggal 9 Oktober 2015

Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka

Cipta

Thompson, Thomas. 2004.The Learning Theories of David P. Ausubel : The Importance of


Meaningful and Reception Learning. Tersedia pada :
http://ww2.coastal.edu/dsmith/edet720/ausubelref.htm
MAKALAH

TEORI BELAJAR PENEMUAN DARI

(JEROME BRUNER)

OLEH

KELOMPOK : 5

1 . Sani Merliana Nenotek (2001140159) (Tidak Aktif)

2. Merlin Herniati Lusi (2001140160)

3. Mesryanti Ndun (2001140161)

4. Novidelianyi A. Muti (2001140162)

5. Minenci sulayana Ndun (2001140163)

6. Odhita Belandina Mada (2001140164)

7. Rambu baulu mala (2001140165)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa Karna dengan Rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu
sesuai dengan yang diharapkan oleh Ibu Dosen Pengapu mata kuliah “Pendidikan Ipa Sekolah
Dasar” dengan judul : “TEORI BELAJAR PENEMUA DARI JEROME BRUNER”.

Penulis menyadari sesungguhnya didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kristik dan saran yang sifatnya membangun
demi kelancaran makalah ini. Dan tidak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan maklah ini.

Kupang, Februari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan belajar yang paling utama adalah apa yang dipelajari itu berguna dikemudian
hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini
dikenal sebagai transfer belajar. Apa yang kita pelajari dalam situasi tertentu memungkinkan kita
untuk memahami hal-hal lain. Transfer inilah yang menjadi inti dalam proses belajar.

Demikian pula dengan tujuan pelajaran bukan hanya penguasaan prinsip-prinsip yang
fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian,
penemuan, serta pemecahan masalah atas kemampuan sendiri. Menyajikan konsep-konsep yang
fundamental saja tidak dengan sendirinya menimbulkan sikap demikian. Masih perlu penelitian
dalam soal ini. Namun dianggap proses menemukan sendiri akan menimbulkan sikap demikian.

Kegiatan ataktivitas pembelajaran didesain dengan tujuan untuk memfasilitasi siswa


mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran. Kompetensi mencerminkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dapat diperlihatkan oleh seseorang setelah menempuh proses
pembelajaran oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus berlandaskan peda teori-terori dan
prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa mencapai tujuan pembelajaran.

Ratna Wilis Dahar (1996: 108) menyatakan bahwa dalam belajar kimia, teori belajar
yang sesuai untuk pembelajaran kimia adlah teori belajar penemuan (Bruner) dan teori belajar
bermakna (Ausubel). Namun penuls hanya akan membahas salah satu dari teori belajar tersebut,
yaitu teori belajar penemuan (Bruner). Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembelajaran kimia
harus direncanakan desain sistem pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran
ilmu kimia yang cara memperolehnya berasal dari suatu proses dan melalui suatu metode ilmiah.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teori pengajaran menurut Jerome Bruner?

2. Bagaimanaproses belajar menurut Jerome Bruner?

3. Kompetensi dasar mana yang cocok menggunakan teori pengajaran menurut Jerome
Bruner?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui teori pengajaran menurut Jerome Bruner

2. Untuk mengetahui proses-proses belajar menurut Jerome Bruner

3. Untuk mengetahui kompetensi dasar mana yang cocok menggunakan teori pengajaran
menurut Jerome Bruner
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI BELAJAR JEROMEBRUNER

Dasar pemikiran teori Bruner memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada
dirinya.

Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu:

(1) proses perolehan informasi baru,

(2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan

(3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.

Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar kimia pada awalnya diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan percobaan(induktif), tetapi pada perkembangan selanjutnya ilmu
kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Jadi, kimia merupakan ilmu
yang mencari jawaban atas dasar pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana, gejala-gejala
alamyang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika danenergetika zat
yang melibatkan keterampilan dan penalaran.Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan
bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau
alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami
suatu konsep kimia.

Dengan demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual


anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep kimia), maka materi
pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/pengetahuan anak
agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara
optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu, dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model
tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.

1. Model Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat
dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan
dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau
kata-kata.

2. Model Tahap Ikonik

Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan
itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar,
atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret yang terdapat pada tahap enaktif. Dalam
tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

3. Model Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul
atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan
dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai
berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol
verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika,
maupun lambang-lambang abstrak yang lain.

Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran yang dilakukan oleh pendidik, harus
mencakup lima aspek utama yakni:

a) Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar

Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar
sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia.
Kefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai
cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi,
problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.

b) Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal

Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap
struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam
berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang
struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang
berarti dan yang tidak berarti.

c) Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa

Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya


mempertimbangkan kriteria sebagai berikut, kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat,
transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan
bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis, apa
yang telah dipelajari memilii kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan baru dan
menyusun hipotesis.

d) Peranan sukses dan gagal serta hakekat ganjaran dan hukuman

Ada dua alternative yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-
tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternative yang digunakan untuk
mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan
dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.

e) Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungan sekolah

Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat
dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk
kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada
pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan disekolah agar
para siswa memiliki ketrampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode
pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses
mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan
lebih lanjut.

Berdasarkan pemikiran diatas Bruner menganjurkan penggunaan metode discovery


learning, inquiry learning, dan problem solving. Metode discovery learning yaitu dimana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan
reception learning dan expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan
murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu. Banyak pendapat yang mendukung
discovery learning itu, diantaranya J. Dewey (1993) dengan complete art of reflective activity
atau terkenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of
Education. Didalam buku ini, ia melaporkan hasil dari suatu konferensi diantara para ahli
science, ahli sekolah atau pengajar dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini ia
mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran
hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang
abstrak.

B. TEORI PENGAJARAN MENURUT JEROMEBRUNER

Salah satu teori atau metode pengajaran yang dikemukan oleh J. Bruner adalah metode
penemuan (Discover Learning).Discovery learning dari Buner, merupakan model pengajaran
yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-
prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara
mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman
dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri
mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar
siswa menemukan sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi
siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara mandiri
dengan ketrampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.
Dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan ini, maka akan diperoleh beberaa manfaat,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna;

b. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat;

c. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan
dalam belajar adar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima;

d. Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa
dari pada disajikan dalam bentuk jadi;

e. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan


motivasiswa;

f. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuanuntuk berpikir secara bebas.

C. TAHAP-TAHAP BELAJARMENURUT JEROME BRUNER

Bruner mengemukakan salah satu metode yang cocok digunakan dalam pembelajaran
kimia, yaitu metode belajar penemuan. Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan,
yaitu sebagai berikut:

1. Stimulus (pemberian perangsang/simuli)

Kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir


siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin


masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk
hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).

3. Data collecton ( pengumpulan data)

Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang


relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.
4. Data Prosessing (pengolahan data)

Yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara,
observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.

5. Verifikasi

Mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis


yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing

5. Generalisasi

Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin
Syah,1995) dalam Paulina Panen (2003; Hal.3.16).

D. KOMPETENSI DASAR YANG COCOK MENGGUNAKAN TEORI


PENGAJARAN MENURUT JEROME BRUNER

Berdasarkan hasil uraian mengenai teori pengajaran (khususnya metode pengajaran


penemuan) yang dikemukakan oleh Bruner, maka salah satu mata pelajaran kimia yang sesuai
dengan teori pengajaran tersebut adalah materi pembelajaran kimia SMA/MA kelas X semester
2, yaitu reaksi oksidasi dan reduksi. Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran dan indikator
pembelajaran SMA.

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli


(gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas pemasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.

3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural,


bersadarkan rasa ingintahu tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta penerapan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk menyelesaikan masalah.

4. Mengolah, menalar, dan menyajikan dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan perkembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

1.1 Menyadari adanya keteraturan struktur partikel materi sebagai wujud kebesaran Tuhan
YME dan pengetahuan tentang struktur partikel materi sebagai hasil pemikiran kreatif
manusia yang kebenarannya bersifat tentatif.

2.2 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur, objektif, terbuka,
mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif,
demokratis, komunikatif) dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang
diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

2.3 Menunjukkan perilaku responsif dan pro-aktif serta bijaksana sebagai wujud kemampuan
memecahkan masalah dan membuat keputusan.

3.9 Menganalisis perkembangan konsep reaksi oksidasi-reduksi serta menentukan bilangan


oksidasi atom dalam molekul atau ion

s4.9 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan reaksi
oksidasi-reduksi

Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut, maka siswa diharapkan mampu menyesuaikan dan
melakukan tahap demi tahap metode pembelajaran penemuan yang telah dikemukakan oleh
Bruner. Karena apabila dicocokan dengan materi yang akan disampai Guru, teori pembelajaran
penemuan ini sangatlah sesuai dengan menganalisis perkembangan konsep reaksi oksidasi-
reduksi serta menentukan bilangan oksidasi atom dalam molekul atau ion. Dalam hal ini siswa
dituntut untuk mampu menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya
sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep
atau prinsip yang berkaitan dengan reaksi oksidasi-reduksi.
E. PENILAIAN PEMBELAJARAN KIMIA (KD 3.9 KHUSUSNYA)

Penilaian pembelajaran kimia atau penilaian hasil belajar kimia merupakan satu dari lima
objek kajian ilmu pendidikan kimia (Konsorsium, 1991: 6). Penilaian hasil belajar kimia
merupakan proses terakhir dari pembelajaran. Tujuanpenilaian pembelajaran kimia adalah untuk
mengetahui seberapa jauh pesertadidik telah menguasai kompetensi pembelajaran kimia dan
mengetahui efektivitasdan efisiensi pembelajaran yang telah direncanakan. Penilaian
pembelajaran kimiatidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dengan kompetensi, proses
belajarmengajar,dan hasil belajar. Antara ketiga komponen tersebut terdapat hubungantimbal
balik. Hubungan timbal balik antara ketiga komponen tersebut

Terdapat dua jenis penilaian dalam penilaian pembelajaran kimia, yaitupenilaian proses
belajar kimia dan penilaian produk atau hasil belajar kimia.Penilaian proses adalah kegiatan yang
dilakukan oleh peserta didik dalammencapai tujuan pembelajaran, sedangkan penilaian hasil
belajar adalahkemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia
menerimapengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 1990: 22). Berdasarkan pengertiantersebut,
pada pembelajaran kimia objek penilaian produk atau hasil belajar kimiaadalah pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif yangberkaitan dengan komposisi, struktur dan
sifat, transformasi, dinamika, danenergetika zat serta penerapanya untuk memecahkan masalah
sehari-hari.Sedangkan, objek penilaian proses belajar kimia adalah kerja ilmiah yang
meliputikegiatan penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangankreativitas dan
pemecahan masalah, serta sikap dan nilai ilmiah. Penilaian prosesbelajar kimia ini belum
dilakukan secara optimal dan instrumen penilaianyabelum banyak dikembangkan.

F. TABEL KEGIATAN PENERAPAN PEMBELAJARAN TEORI BELAJAR BRUNER

Adapun tabel kegiatan pembelajaran teori belajar Bruner pada Kompetensi Dasar tentang
reaksi oksidasi-reduksi adalah sebagai berikut:
 Kegiatan guru

kegiatan siswa (respon siswa) Guru menampilkan slide mengenai reaksi oksidasi-reduksi
berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen.

- Mengidentifikasi konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan


oksigen.

- Menemukan konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen.


Guru menampilkan slide mengenai reaksi oksidasi-reduksi berdasarkan serah terima elektron.

-Mengidentifikasi konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan serah terima elektron.

- Menemukan konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan serah terima elektron. Guru


memancing siswa dengan menyampaikan beberapa fakta mengenai aturan bilangan oksidasi

-Menjelaskan aturan bilangan oksidasi.

-Mengidentifikasi konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan pertambahan dan penurunan


bilangan oksidasi.

-Menemukan konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan pertambahan dan penurunan bilangan


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu:

1. Jerome Bruner adalah tokoh psikologi belejar kognitif yang berpendapat bahwa belajar itu
memiliki tiga proses secara simultan yakni diperolehnya informasi, transformasi pengetahuan,
dan pengkajian pengetahuan (evaluasi).

2. Informasi baru mungkin merupakan tambahan atau yang bertentangan dengan informasi yang
telah dimilikinya.

3. Transformasi pengetahuan digunakan lebih lanjut melalui intrapolasi dan ekstrapolasi


atau mengubahnya dalam bentuk lain.

4. Pengkajian pengetahuan adalah menilai kembali ketetapan dan kelengkapan cara


memanipulasi informasi yang telah digunakannya.

5. Bruner menamakan konsep pembelajaran penemuan dengan konseptualisasi. Pengajaran yang


baik hendaknya memperhatikan dan mencakup pengalaman optimal dalam belajar siswa, struktur
pengetahuan yang dapat membentuk pengalaman optimal, dan merangsang berpikir siswa.

B. SARAN

Dengan telah dibuatnya makalah ini, semoga makalah ini dapat membantu menyelesaikan
atau menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan oleh pendidik untuk dapat menerapkan dan
mengaplikasikan sistem pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi kepada anak
didiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga : JakartabSujana, Nana.1990. Teori-
Teori belajar untuk Pengajaran. LPFE UI : Jakarta

Slavin, R.E. 1974. Educational Psychology, Theory into Practice. Englewood Cliffs, N.J :
Prentice Hall http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/10/07/teori-belajar-bruner/ diakses tanggal 2
Mei 2014 pukul 22.00 WIB di Bandar Lampung
MAKALAH

MK : PENDIDIKAN IPA SD

KELOMPOK 6 :

OLEH

Renci afrida koa (2001140166)

Retno widyawati koly (2001140167)

Rinildis Nana (2001140168)

Rivandi marfrindo kain

Saras alviany Boimau (2001140170)

Serlitaty Tanggela (2001140171)

Anita Y lake (2001140184)

SEMESTER 11/D

FAKULTAS KEGUARUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG TAHUN 2021


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami naikkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab
atas tuntunan dan penyertaan-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Taksonomi Bloom" ini dengan baik dan tepat pada
waktunya..Makalah ini berisi mengenai pengertian dan letak taksonomi dalam
pendidikan serta taksonomi Bloom.Kami menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna, untuk itu kami memohon maaf apabila di dalamnya
terdapat kesalahan entah itu dalam bentuk kata atau tulisan. Dan demi
kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran pembaca sekalian sangatlah kami
harapkan.Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih.

Kupang, Februari 2021

Penulis
FOTO / DOKUMEN KELOMPOK :

Serlitaty Tanggela

Saras Alviany Boimau


Renci Afrida Koa

Rinildis Nana

Anita Y Lake
Retno Widyawati Koly

DAFTAR ISI

Halaman judul...................................................i

Kata pengantar..................................................ii

Daftar isi...........................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................3

A. Latar belakang..............................................1
B. Rumusan masalah.........................................3
C. Tujuan..........................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN.....................................3
A. Pengertian taksonomi....................................2
B. Taksonomi telah direvisi:..............................6.
BAB 3 PENUTUP:..............................................2
A. Kesimpulan..................................................13
B. Saran:..........................................................14
BAB 1

PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat


menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan
efisien. Pendidikan lebih dari pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu
proses transfer ilmu belaka, sedangkan pendidikan merupakan transformasi nilai
dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Demi
keberhasilan pendidikan di dunia ini harus ada tujuan pembelajaran yang jelas
dan pasti atau sering disebut dengan nama "Taksonomi Bloom".
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-
kawan pada tahun 1956, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan
pendidikan yang dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa
kategori dan subkategori yang berurutan secara hierarkis (bertingkat), mulai dari
tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku
dari tingkat yang lebih rendah. Namun Taksonomi Bloom mengalami
perubahan yang dsering disebut “ Revisi Taksonomi Bloom”
Taksonomi Bloom yang direvesi oleh salah seorang murid Bloom yang
bernama Lorin Anderson 1990.Taksonomi Bloom mengalami dua kali
perubahan, yaitu Taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan
Taksonomi yang telah direvisi oleh Andreson dan KartWohl. Revisi taksonomi
Bloom meliputi perubahan nama dalam taksonomi dari kata benda menjadi kata
kerja

Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang


disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu. Sebagai contoh,
taksonomi dalam bidang ilmu fisika menghasilkan pengelompokan benda
kedalam benda cair, benda padat, dan gas. Taksonomi dalam bidang ilmu botani
mengelompokkan tumbuhan berdasakan karakteristik tertentu, misalnya
kelompok tumbuhan bersel satu dan tumbuhan bersel banyak. Taksonomi tujuan
pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam kawasan
kognitif, afektif dan psikomotorik. Tujuan pembelajaran merupakan salah satu
aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembelajaran, sebab
segala kegiatan pembelajaran bermuara pada tercapainya kegiatan pembelajaran
tersebut. Dilihat dari sejarahnya tujuan pembelajaran pertama kali
diperkenalkan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam
ilmu perilaku (behavioral science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu
pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert Mager yang menulis buku yang
berjudul Preparing Instructional Objective, pada tahun 1962.

B. . Tujuan
1. Memahami tentang Taksonomi Bloom.
2. Mengetahui perbandingan mengenai Taksonomi Bloom sebelum
dan sesudah revisi.
3. Mampu menyebutkan kata kerja operasional edisi revisi teori
Bloom

C. Rumusan masalah
Apa yang dimaksud dengan Taksonomi Bloom?
Jelaskan mengenai Taksonomi Bloom sesudah revisi!
3. BagaimanakahperbandinganmengenaiTaksonomiBloom
sebelum dan sesudah revisi?
Sebutkan kata kerja operasional edisi revisi teori Bloom?
4.

BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian taksonomi

Secara etimologi kata taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitutaxis


dannomos.Taxis berarti ‘pengaturan atau divisi’ dan nomos berarti hukum
(Enghoff, 2009:442). Jadi secara etimologi taksonomi dapat diartikan
sebagai hukum yang mengatur sesuatu. Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di
mana taksonomi yang lebih tinggi bersifatlebih umum dan taksonomi yang
lebih rendah bersifat lebih spesifik Taksonomi).
Taksonomi dapat digambarkan seperti sebuah hubungan antara ayah dan
anak yang berada dalam satu struktur hirarki yang terhubung antara satu
untuk
dengan yang lain. Taksonomi adalah sebuah kerangka
mengklasifikasikan pernyataan-pernyataanyang digunakanuntuk
memprediksi kemampuan peserta didik dalam belajar sebagai hasil dari
kegiatan pembelajaran. Taksonomi Bloom telah mempengaruhi pendidikan
baiksecaralangsungmaupuntidaklangsungdalampengembangan
kurikulum, desain pembelajaran dan pendidikan guru. Hal ini
terbukti,Handbook atau Taksonomi Bloom beserta dengan contoh-contoh
yang dike- tengahkan di dalamnya, kerap kali dikutip dalam banyak sekali
buku teks tentang pengukuran (measurement), kurikulum, dan pendidikan
guru (Anderson & Krathwohl,2010).
Pengaruh Taksonomi Bloom lama telah dirasakan sampai saat ini dan
memberi manfaat yang sangat berharga. Dalam kerangka konsep ini, tujuan
pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan
intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Taksonomi Bloom memiliki tiga ranah diantaranya:

1) Ranah kognitif, yang mencakup ingatan atau pengenalan terhadap


fakta-fakta tertentu, pola- pola prosedural, dan konsep-konsep yang
memungkinkan berkembangnya kemampuan dan skill intelektual;
2) Ranah afektif, ranah yang berkaitan perkembangan perasaan, sikap,
nilai dan emosi;
3) Ranah psikomotorik, ranah yang berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik.

B. Taksonomi Bloom telah direvisi

Sebelum direvisi ranah kogniitif Taksonomi Bloom mencakup tentang enam


hal yaitu,
a). pengetahuan (knowledge) yang menekankan pada mengingat

, b). pemahaman (comprehension) yang menekankan pada pengubahan


informasi ke bentuk yang lebih mudah
dipahami,
c). aplikasi (application) yang hasil belajarnya menggunakan abstraksi pada
situasi tertentu dan konkret, yang menekankan untuk memecahkan suatu
masalah,

d). analisis (analysis) dimana hasil belajar yang diperoleh pada klasifikasi
ini adalah memilah informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih rinci
sehingga dapat dikenali fungsinya,

e). sintesis (synthesis), hasil belajar dari klasifikasi sintesis adalah


penyatuan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru dan unik

, f). evaluasi (evaluation), hasil yang diperoleh adalah pertimbangan-


pertimbangan tentang nilai dari sesuatu untuk tujuan tertentu. (Degeng
(2013:202-203) dan Turmuzi (2013)

Sedangkan untuk Taksonomi Bloom yang direvesi oleh salah seorang


murid Bloom yang bernama Lorin Anderson 1990. Hasil perbaikannya
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam
revisi ini ada perubahan kata kunci dari “ kata benda diubah menjadi kata
kerja” ,seperti letak evaluasi dan sintesa serta penggantian nama komprehensi
menjadi memahami dan sintesa menjadi mencipta. Perubahan urutan kategori-
kategori dalam taksonomi Bloom didasari oleh kerangka berpikir revisi adalah
hierarki dalam pengertian bahwa enam kategori pokok pada dimensi proses
kognitif disusun secara berurutan dari tingkat kompleksitas yang rendah ke
tinggi. (Anderson &Krathwohl, 2010:401).
Menurut Anderson dan Krathwohl (2010: 66-88) dimensi proses kognitif
terdiri atas beberapa tingkat yaitu:
1. Remember (Mengingat)
Mengingat adalah kemampuan memperoleh kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang. Kategori Remember terdiri dari proses
kognitif Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling (mengingat). Untuk
menilai Remember, siswa diberi soal yang berkaitan dengan proses
kognitif Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling (mengingat).

2. Understand (Memahami)

Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan


pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan
maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan hubungan
antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu.
Kategori Understand terdiri dari proses
kognitif Interpreting (menginterpretasikan atau mengubah informasi yang
disajikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain), Exemplifying (memberi
contoh), Classifying (mengklasifikasikan), Summarizing
(menyimpulkan), Inferring (menduga),
Comparing (membandingkan), dan Explaining (menjelaskan)

3. Apply (Menerapkan)

Menerapkan adalah kemampuan menggunakan prosedur untuk


menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan latihan soal sehingga siswa terlatih
untuk mengetahui prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal.
Kategori menerapkan (Apply) terdiri dari proses kognitif kemampuan
melakukan (Executing) dan kemampuan menerapkan (Implementing)
4. Analyze (Menganalisis)

Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan


menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut
dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan
keseluruhannya. Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur
pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut.
Kategori Apply terdiri kemampuan membedakan (Differentiating),
mengorganisasi atau mengidentifikasi unsur-unsur secara bersama-sama
menjadi struktur yang saling terkait (Organizing) dan memberi simbol
(Attributing).

5. Evaluate (Menilai)

Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat


mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban
pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri
dari Checking (mengecek) dan Critiquing (mengkritik)
.
6. Create (Mencipta)

Berkreasi atau mencipta (Create), Create didefinisikan sebagai


menggeneralisasi ide baru, produk atau cara pandang yang baru dari sesuatu
kejadian. Create di sini diartikan sebagai meletakkan beberapa elemen dalam
satu kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang
koheren atau fungsional. Siswa dikatakan mampu berkreasi jika dapat membuat
produk baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk
atau stuktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya.
Taksonomi Bloom ranah afektif mencakup tentang 5 hal, yaitu:

a) Penerimaan (Receiving/A1), mengacu kepada kemampuan


memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulasi yang
tepat. Contoh: mendengar pendapat orang lain, mengingat nama
seseorang.

b) Responsif (Responding/A2), satu tingkat di atas penerimaan.


Dalam hal ini siswa menjadi lebih terlibat secara afektif,
menjadi peserta dan tertarik. Contoh: berpartisipasi dalam
diskusi kelas

.
c) Nilai yang dianut (Value/A3), mengacu kepada nilai atau
pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian
tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau
tidak menghiraukan. Contoh: Mengusulkan kegiatan Corporate
Social Responsibility sesuai dengan nilai yang berlaku dan
komitmen perusahaan.

d) Organisasi (Organization/A4), mengacu kepada penyatuan nilai,


sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat
menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu
sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin
dalam suatu filsafat hidup dan kemampuan membentuk sistem
nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan
perbedaan nilai. Contoh: Menyepakati dan mentaati etika
profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara kebebasan dan
tanggung jawab.

e) Karakterisasi (characterization/A5), mengacu kepada karakter dan


daya hidup seseorang. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan
keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa dan kemampuan mengendalikan
perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan memperbaiki hubungan
intrapersonal, interpersonal dan sosial.
Ranah psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,
keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Keterampilan ini dapat diasah jika
sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan,
ketepatan, jarak, cara atau teknik pelaksanaan. Ada lima kategori dalam ranah
psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit,
yaitu:

a) Peniruan (P1), terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan.


Mulai memberi respon serupa dengan yang diamati.

b) Manipulasi (P2), menekankan perkembangan kemampuan


mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan
yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan.

c) Ketetapan (P3), memerlukan kecermatan, proporsi dan


kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan..
d) Artikulasi (P4), menekankan koordinasi suatu rangkaian
gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai
yang diharapkan atau konsistensi internal diantara gerakan-
gerakan yang berbeda.

e) Pengalamiahan (P5), menurut tingkah laku yang ditampilkan


dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun
psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan
merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain
psikomot

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologi kata taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitutaxis


dannomos.Taxis berarti ‘pengaturan atau divisi’ dan nomos berarti hukum
(Enghoff, 2009:442). Jadi secara etimologi taksonomi dapat diartikan sebagai
hukum yang mengatur sesuatu. Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu.

\ Taksonomi adalah sistem klasifikasi (pengelompokan ). Taksonomi


berarti klasifikasi dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi atau juga
dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi.
Taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan telah lama
dikembangkan, dan tokoh yang begitu terkenal dengan konsep taksonominya
adalah Benjamin S. Bloom.

Menurut Taksonomi Bloom ujuan pendidikan dibagi tiga yaitu aspek


kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik .
.
B. saran

Dalam pembuatan makalah ini, disadari ataupun tidak masih banyak


kekurangan yang harus diperbaiki dalam penyempurnaan penulisan makalah ini,
oleh karenan itu perlu kiranya pembaca memperdalam lagi kajian mengenai
topik yang dibahas khususnya menyangkut detailnya pokok bahasan kajian.
Sehingga diharapkan pembaca dapat menghubungkan serta membandingkan
makalah ini dengan literatur yang relevan guna memperoleh informasi atau
pengetahuan yang sempurna. Kepada para pembaca hendaknya tidak hanya
mengacu pada makalah ini, dan dimohon kritik dan saran didalam makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai