Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis paru

1. Pengertian TB Paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberkulosis, dengan perkiraan sepertiga populasi
terinfeksi dan orang meninggal setiap tahunnya (Mandal, 2008, dalam
Dyah 2017).
2. Etiologi
Penyebab tuberculosis ialah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berkembang sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Mikrobateria dibagi dua, yaitu melalui
ludah penderita TB (Tipe Human) dan melalui susu sapi (Tipe Bovin), sapi
yang menderita masitis tuberculosis usus (Nurarif dan Kusuma, 2015 )
3. Penularan Dan Faktor- Faktor Resiko
Tuberculosis Paru ditularkan secara langsung melalui kandungan
kuman Tuberculosis diudara saat bercakap-cakap, batuk dan bersin
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular Tuberculosis Paru adalah:
a. Mereka yang kontak langsung dengan seseorang yang menderita
penyakit TB Paru Aktif.
b. Lansia, pasien dengan kanker dan mereka yang dalam terapi
kostikoteroid atau mereka yang terkena penyakit HIV)
c. Penggunaan Obat IV ( Intra Vena) dan Alkohol.
d. Setiap Individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (
Misalnya diabetes melitus, gagal ginjal kronis dan silikosis
penyimpangan gizi)
e. Imigran dari Negara dengan insiden TB Paru yang tinggi di Asia
Tenggara, Afrika, Amerika latin, dan Karibia.
f. Hidup di penjara
g. Individu yang tinggal didaerah perumahan substandar kumuh.
h. Petugas Kesehatan (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Gannika 2016).

5
6

Sedangkan Tuberculosis penularanya terjadi ketika individu yang


terinfeksi batuk atau bersin dengan faktor risiko:
a. Kontak dengan pasien yang baru didiagnosa TB Paru
b. Mempunyai Riwayat TB sebelumnya
c. Berganti-ganti pasangan seksual
d. Penyalahgunaan obat dan alkohol (Bilota, 2014).
4. Patofisiologi
Kebanyakan infeksi Tuberculosis Paru terjadi melalui udara (air
borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberculosis yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel
mencapai permukaan alveolus tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah basil tuberkel berada
diruang Alveoli, alveoli yang terserang akan mengalami konsilidasi (cairan
masuk kedalam alveoli) dan timbul gejala peradangan paru (pneumonia)
akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu, sehingga membentuk sel tubrrkel epiteloit, yang dikelilingi oleh
fosit. Reaksi ini biasanya memebutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Bahar,
2008 dalam Gannika, 2016).
5. Manisfestasi Klinik
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberculosis adalah
asimptomatis (gejala yang belum dikenali sebelum pasien melakukan tes
medikal).Tuberculosis memiliki tanda dan gejala seperti:
a. Demam 40-41derajat celcius, disertai batuk atau batuk darah
b. Sesak nafas dan nyeri dada
c. Malaise (keringat malam)
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
7

(Wim de jong 2005, dalam Nurarif dan Kusuma, 2015).


6. Test Diagnostik
foto thorax dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan
radiology standar. Karateristik radiology yang menunjang diagnostik
antara lain
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy atau berbecak (nodule )
c. Adanya kapias, tunggal atau ganda.
d. Adanya klasifikasi.
e. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat dilapangan atas paru.
f. Bayangan yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa
minggu.
g. Bayangan bilier.
h. Pemeriksaan bakteriologik (Sputum), ditemukanya kuman
Mycobacterium Tuberculosis dari dahak penderita memastikan
diagnosis Tuberkulosis Paru. ( Rustam, 2008 dalam Gannika, 2016).
7. Klasifikasi TB Paru
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu:
a. Kategori 1, ditujukkan terhadap:
1) Kasus batuk dengan sputum positif
2) Kasus batuk dengan batuk TB berat
b. Kategori 2, ditujukkan terhadap :
1) Kasus kambuh
2) Kasus gagal dengan sputum BTA positif
c. Kategori 3, ditujukkan terhadap :
1) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
2) Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
d. Kategori 4, ditujukkan terhadap : TB kronik
(Aru, 2009 dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
8

8. Pathway TB Paru
Pathway dengan masalah keperawatan Ketidakefktifan bersihan
jalan nafas pada TB Paru adalah :

Masuk lewat jalan


Mycobacterium nafas
Dihirup Indvidu
tuberculosa

Hipertermi Menempel di paru ( Alveoli)

Menetap dilapang paru

Tuberkel Terjadi proses peradangan

Penumpukkan eksudat
Mengalami secret
dalam alveoli
yang sulit
dikeluarkan

Meluas
Produksi secret
berlebih

Ketidakefektifan
Penyebaran hematogen
bersihan jalan
limfogen Menganggu perfusi dan
nafas
difusi O2

Asam lambung naik


Gangguan Pertukaran
gas Dibatukkan/
Mual,muntah, aneroksia bersin

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan Resiko Infeksi

Gambar 2.1 Pathway Tb Paru

Sumber : Nurarif (2015)


9

9. Komplikasi
Tanpa pengobatan, tuberculosis bisa berakibat fatal, penyakit aktif
yang tidak diobati biasanya menyerang paru-paru, tetapi bisa menyebar
kebagian tubuh lain melalui aliran darah. Komplikasi tuberculosis meliputi
(Kardiyudiani dan Susanti, 2019) :
a. Nyeri tulang belakang
b. Aritis tuberculosis biasanya menyerang pinggul dan lutut.
c. Hal ini dapat menyebabkan sakit kepala yang berlangsung lama atau
intermiten yang terjadi selama berminggu-minggu.
d. Maslah hati atau ginjal
e. Gangguan jantung
10. Penatalaksanaan medik
Penatalaksaan medik pada pasien TB Paru terbagi dalam 2 terapi yaitu :
a. Terapi Umum
1) Setelah 2 hingga 4 minggu, ketika penyakit tidak lagi infeksius
sehingga dapat beraktifitas secara normal tetapi tetap meminum
obat secara teratur.
2) Diet tinggi kalori dan tinggi protein yang seimbang, contohnya,
nasi, ayam goreng, tempe bacem, sayur asem, dan pepaya.
3) Sebaiknya beristirahat sebelum melakukan aktivitas.
b. Terapi Pengobatan
1) Terapi anti obat tuberculosis dikonsumsi selama 6 bulan dengan
dosis oral harian dengan obat-obatnya sebagai berikut :
a) Isonazid
b) Rifampin
c) Pirazinamid
d) Etambutol
2) Obat lini kedua yang termasuk sebagai berikut :
a) Caperomisin
b) Streptomisin
c) Asam aminisalisat (asam para-aminosalisat)
10

d) Pirazinamid
e) Sikloserin
Selain terapi, penatalaksaan medik juga dengan pembedahan untuk
beberapa komplikasi yang mungkin diperlukan untuk dilakukan
pembedahan (Bilotta, 2014).

B. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada TB Paru

TB Paru memiliki gejala salah satunya batuk, Batuk terjadi karena


radang tahunan dibronkus sehingga pertahanan primer tidak adekuat dan
membentuk tuberkel mengakibatkan membran alveolar mengalami kerusakan
dan membentuk sputum berlebihan sehinga bersihan jalan nafas yang tidak
efektif (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan ketika
individu mengalami suatu ancaman nyata atau potensial pada status pernafsan
karena ketidakmampuan batuk secara efektif, mungkin ditemukanya bunyi
nafas abnormal, stridor, dan perubahan frekuensi irama, dan kedalaman nafas
(Tamsuri,2008). Biasanaya tanda dan gejala yang mungkin muncul dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien TB
Paru meliputi dispneu, batuk yang tidak efektif, sputum dalam jumlah
bnayak, perubahan frekuensi pernafasan dan penurunan bunyi nafas
(Herdman,2018)

C. Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada TB Paru

Pengelolaan yang dilakukan untuk menangani bersihan jalan nafas


tidak efektif dengan cara memberikan tindakan teknik relaksaksi nafa dalam
dan batuk efektif untuk membantu klien mengeluarkan dahak, karena teknik
relaksaksi ini dimana klien dapat menghemat energi sehingga klien tidak
mudah lelah dan mudah untuk mengeluarkan dahak secara maksimal
(Apriyadi, 2013 dalam Hussaini, 2018).
11

Pengelolaan yang dilakukan untuk menangani bersihan jalan nafas


tidak efektif dengan cara memberikan tindakan teknik relaksaksi nafa dalam,
batuk efektif, fisioterapi dada, ajarkan klien tentang posisi terbaik yang dapat
memudahkan pernafasan dan drainase sekresi. Dengan cara-cara tersebut
memudahkan penderita untuk mengeluarkan sputum atau dahak
(Bulechek,2016).
Intervensi atau pengelolaan diatas dapat dijelaskan dibawah ini.
1. Monitor suara nafas dengan auskultasi, catat adanya suara tambahan
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi ( posisi semi fowler)

Gambar 2.2 posisi semi fowler


Sumber : Sigalingging (2013)

a. Posisi semi fowler adalah posisi dengan meninggikan kepala dan


tubuh 45-65 derajat diatas tempat tidur. Biasanya diterapkan pada
pasien sesak nafas.
b. Tujuannya adalah melonggarkan saluran pernafasan dan memberikan
kenyamanan pasien (Sigalingging,2013).
3. Lakukan Fisioterapi Dada, sebagaimna mestinya
Fisioterapi dada adalah salah satu fisioterapi yang bertujuan untuk
mengeluarkan secret, Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat
mutlak seperti kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan
perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi paru
berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan
kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang. Dilakukan
sebelum makan (untuk mencegah mual, muntah dan aspirasi) dan sebelum
makan pagi dan malam atau 1/2 jam sesudah makan fisioterapi dada
dibagi menjadi 3 cara, yaitu
12

a. Perkusi atau Clapping


Perkusi atau disebut clapping adalah tepukkan atau pukulan
ringan pada dinding dada klien menggunakan telapak tangan yang
dibentuk seperti mangkuk, tepukan tangan secara berirama dan
sistematis dari arah atas menuju kebawah.Selalu perhatikan ekspresi
wajah klien untuk mengkaji kemungkinan nyeri. Setiap lokasi
dilakukan perkusi selama 1-2 menit.

Gambar 2.3 ilustrasi tangan saat melakukan clapping


Sumber: Sigalingging (2013)

b. Vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial oleh tangan
yang diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase
ekshalasi pernapasan.Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk
meningkatkan turbulensi udara ekspirasi sehingga dapat melepaskan
mucus kental yang melekat pada bronkus dan bronkiolus. Vibrasi dan
perkusi dilakukan secara bergantian.

Gambar 2.4 ilustrasi vibrasi pada fisioterapi dada


Sumber: Sigalingging (2013)
13

c. Postural drainage
Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari berbagai
segmen paru dengan bantuan gravitasi. Postural drainase
menggunakan posisi khusus yang memungkinkan gaya gravitasi
membantu mengeluarkan sekresi bronkial. Sekresi mengalir dari
bronkiolus yang terkena ke bronki dan trakea lalu membuangnya
dengan membatukkan dan pengisapan.

Gambar 2.5 ilustrasi posisi postural drainase


Sumber : Sigalingging (2013)

4. Motivasi pasien untuk nafas dalam


Nafas dalam adalah bernafas dengan perlahan dan menggunakan
diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perahan dan
dada mengembang penuh (Parsudi, dkk 2002 dalam Mardiono, 2013).
Tujuan nafas dalam adalah mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
efesien dan meningkatkan relaksaksikan otot (Sasono,2013 dalam
Hasaini 2018).

Gambar 2.6 Nafas dalam


Sumber : Hasaini (2018)
14

5. Keluarkan secret dengan batuk efektif


Batuk efektif adalah aktivitas perawat untuk menjalankan sekresi
pada jalan nafas, yang bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi sekresi
dan mencegah resiko tinggi retensi sekresi (Mutaqin, 2008 dalam
Mardiono, 2013). Teknik batuk efektif dilakukan 6-8 jam setelah
pemberian ekspetoran / mukolitik (Gliseril Guaiakolat dan ambroxol)
(Irman. 2007). Tujuan batuk efektif adalah membebaskan jalan nafas dan
mengurangi sesak nafas (Kapuk, 2012 dalam Mardiono 2013).
Hasil penelitian tentang batuk efektif dari penelitian Pranowo
(2012), membuktikan bahwa latihan batuk efektif sangat efektif dalam
pengeluaran sputum dan membantu membersihkan jalan nafas serta
mampu mengatasi sesak nafas pada pasien TB Paru di rawat inap Rumah
Sakit Mardi Rahayu Kudus bahwa rata-rata pernafasan sebelum
melakukan batuk efektif 23,37 kali permenit sedangkan sesudah
melakukan batuk efektif adalah 19,81 kali per menit .
Hasil penelitian tentang relaksaksi nafas dalam dan batuk efektif
pada pasien TB Paru di Ruang Al-Hakim RSUD Ratu Zalecha Martapura
tahun 2018 sebelum diberikan teknik relaksaksi nafas dalam dan batuk
efektif mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif sebesar 93,34%,
setelah dilakukan tindakan teknik relaksaksi nafas dalam dan batuk efektif
mayoritas responden mengalami jalan nafas efektif sebesar 73,34%
dilakukan selama 2-3 jam dan dilakukan selama 2 hari (Hasaini,2018).

Gambar 2.7 batuk efektif


Sumber : Hasaini, 2018
15

6. Kelola bronkodilator, sebagaimana mestinya


Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan
merelaksasi otot pernafasan dan melebarkan jalan nafas (bronkus) umum
digunakan untuk penyakit paru-paru seperti asma, ppok, dan TB Obat
bronkodilator untuk TB dan Theophyline Oxtriphyline (Irman, 2007).
Adapun menurut American Pharmacist Assosiaton, 2009 dalam Alawiyah,
2012 salbutamol sebagai bronkodilator juga digunakan untuk penderita TB
Paru .

A. Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada TB


paru
1. Pengkajian
Fokus pengkajian diarahkan pada identitas klien yang akan diteliti
(klien 1 dan klien 2), keluhan utama, riwayat penyakit (sekarang, dahulu,
dan riwayat penyakit dalam keluarga), serta genogram untuk memperjelas.
Selain itu juga disertakan hasil hasil pemeriksaan diagnostik
(laboratorium, hasil foto rotgen, dan lainya yang relevan)
Pengkajian pada penderita masalah keperawatan Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas adalah menemukan masalah penyebab terjadinya
sumbatan jalan nafas, sumbatan jalan nafas bisa terjadi karena darah atau
sputum. Pada pasien penderita gangguan jalan nafas tidak efektif perlu di
kaji adanya suara nafas tambahan, perubahan pola nafas, perubahan
frekuensi nafas, sianosis, penurunan bunyi nafas, orthopneu, gelisah,
sputum dalam jumlah berlebihan dan batuk yang tidak efektif untuk
menilai keadaan pasien (Herdman,2018). Untuk mengetahui apakah pasien
benar mengalami masalah pada bersihan jalan nafasnya maka dilakukan
pemeriksaan wilcoxon rank test seperti, 1.Frekuensi napas (per menit), 2.
Irama napas, 3. Kedalaman inspirasi, 4. Kemampuan Mengeluarkan
sekret, 5. Suara napas tambahan: ronkhi, 6. Gasping, 7. Penggunaan otot
bantu pernapasan, 8. Kemampuan batuk.
16

Pengkajian untuk penderita masalah keperawatan ketidakefektifan


bersihan jalan nafas dengan TB Paru adalah riwayat yang meliputi
kelemahan, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, demam, malaise,
nyeri dada, batuk produktif dengan sputun mengandung darah atau
berwarna darah. Sedangkan pemeriksaan fisik ditemukan bunyi pekak
diarea sakit, bunyi nafas crackle,bronkial, mengi dan Bising pectoriloquy
(suara terdengar “jauh” dan tidak jelas (= ngereyem) (Bilota,2014).
2. Diagnosa Keperawatan
Pada studi kasus kali ini penulis menggunakan masalah
keperawatan untuk penderita TB Paru adalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas berhubungan dengan Mukus yang Berlebihan (Herdman,
2018).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada masalah keperawatan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas yaitu :
Manajemen Jalan nafas :
a. Monitor suara nafas dengan asudkultasi, catat adanya sura tambahan
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi ( posisi semi flower)
c. Lakukan Fisoterapi dada, sebagaimna mestinya
d. Motivasi pasien untuk nafas dalam
e. Keluarkan secret dengan batuk efektif
f. Berikan bronkodilator, sebagaimana mestinya (Bulechek,2016).
4. Implmentasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC,implementasi terdiri
atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan
tindakan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau
program keperawatan), perawat melaksanakan dan mendelgasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan
17

mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan


tersebut (Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2010)
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan pada masalah keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan Mukus yang Berlebihan adalah
1. Dapat melakukan latihan batuk efektif (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Tidak ada sumbatan jalan nafas (klien tidak merasa tercekik,irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Mampu mencegah faktor yang dapat mengahmbat jalan nafas (Nurarif
dan Kusuma, 2015).

Anda mungkin juga menyukai