Anda di halaman 1dari 2

AKHLAK JAHILIYAH

“Tidak dapat disangkal lagi, abad ke-6 dan ke-7 M adalah periode sejarah yang
paling suram. Nilai kemanusian telah merosot hebat sejak berabad-abad dan semakin hari
semakin cepat meluncur menuju titik kehancuran. Tidak ada satu pun kekuatan di atas
muka bumi ini yang mampu menyelamatkannya dari kebinasaan. Pada abad-abad itu,
manusia telah lupa kepada Sang Penciptanya; lupa diri dan lupa harus ke mana kembali.
Pertimbangan akalnya telah hilang, tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan
mana yang jahat serta mana yang buruk dan mana yang bagus. Dakwah para nabi pun
telah lenyap tidak berbekas.” Demikian Abul Hasan Ali An-Nadwi menggambarkan
keadaan dunia sebelum datangnya dakwah Islam dalam kitabnya, Mâdzâ Khasira
Al-‘Âlam bi Inhithâth Al-Muslimîn, hlm. 29.
Zaman itu adalah zaman puncak kemerosotan akhlak. Oleh karena itulah,
Rasulullah Muhammad diutus. Beliau bersabda,

.‫َألخالَ ِق‬ ِ ‫ِإمَّنَا بعِثْت ُِألمَتِّم‬


ْ ْ‫صال َح ا‬
َ َ ُ ُ
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR Bukhari)

Bobroknya Akhlak Masyarakat Jahiliyah


Salah satu informasi umum yang sangat memadai tentang kebobrokan akhlak
masyarakat jahiliyah adalah uraian sahabat Ja‘far bin Abi Thalib di hadapan Najasyi
ketika rombongan kaum musyrik Mekah datang untuk menuntut agar Najasyi
mengembalikan kaum Muslim yang berhijrah ke Habasyah. Ja‘far berkata, “Wahai Raja.
Kami tadinya adalah kaum yang bersikap picik (jahiliyah). Kami menyembah berhala,
memakan bangkai, melakukan tindakan cabul dan perzinaan, memutus hubungan
silaturrahmi, bersikap buruk pada tetangga, dan pihak yang kuat di antara kami
menerkam pihak yang lemah.”
Gambaran mengenai akhlak jahiliyah bangsa Arab pra-Islam juga disampaikan
oleh sahabat Abdullah ibnu Abbas. Ia mengatakan, “Jika engkau ingin mengetahui
kejahiliyahan orang-orang Arab, maka bacalah ayat 130 ke atas dari surat Al-An‘am.”
(HR Bukhari) Ayat-ayat yang dimaksud menggambarkan antara lain sikap orang Arab
yang membedakan perlakuan pria dan wanita, bukan hanya dalam hal makanan atau
menunggang binatang, tetapi lebih dari itu mereka bersedih bila memperoleh anak
perempuan, bahkan sebagian mereka mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan
mereka.
Di sisi lain, setiap anggota suku sangat kuat mempertahankan tradisi sukunya lagi
patuh terhadap ketentuan-ketentuannya. Masing-masing berbangga dengan kesukuannya.
“Bantulah saudaramu sesuku baik ia berbuat zalim atau dalam posisi dizalimi.”
Demikian semboyan mereka. Tidak jarang mereka menantang suku lain untuk
menunjukkan keunggulan atau kekayaannya dan pengikutnya.
Sekelompok Bani Tamim sebanyak tujuh puluh orang pernah berteriak di siang
hari dari luar kamar Nabi meminta agar beliau menemui mereka. Mereka mengatakan,
“Kami datang untuk beradu keunggulan denganmu. Biarlah kami memperdengarkan
kepadamu penyair dan penceramah kami.” Nabi mengizinkan mereka, lalu menugaskan
sahabat dan penyair Muslim, Hassan bin Tsabit, untuk melayani tantangan mereka.
Peristiwa ini dicatat oleh para sebagai sebab turunnya ayat,
‫صَبُروا َحىَّت خَت ُْر َج ِإلَْي ِه ْم لَ َكا َن‬ ِ ِ ِ ِ َ َ‫ِإ َّن الَّ ِذين ينَادون‬
َ ‫) َولَ ْو َأن َُّه ْم‬4( ‫ك م ْن َو َراء احْلُ ُجَرات َأ ْك َثُر ُه ْم ال َي ْعقلُو َن‬ ُ َُ
)5( ‫يم‬ ِ ‫خيرا هَل م واللَّه َغ ُف‬
ٌ ‫ور َرح‬
ٌ ُ َ ُْ ً ْ َ
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan
mereka tidak mengerti. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar
menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 4 dan 5)

Tradisi Menenggak Minuman Keras


Masyarakat jahiliyah suka sangat gandrung menenggak minuman keras dan
berfoya-foya. Sedemikian mendarah daging minum minuman keras di kalangan mereka,
sampai-sampai Al-Qur’an melakukan penahapan-penahapan dalam pengharamannya.
Dimulai dengan menyinggung keburukannya (An-Nahl: 67), disusul dengan menegaskan
bahwa keburukannya lebih banyak daripada manfaatnya (Al-Baqarah: 219). Selanjutnya,
setelah berlalu sekian lama, baru datang larangan untuk tidak bermabuk-mabukan
menjelang shalat (An-Nisa’: 43). Setelah mereka terbiasa dengan ini, barulah turun
larangan total yang mengharamkan minuman keras dan segala yang memabukkan (Al-
Maidah: 90-91).
Ada di antara mereka yang berdalih bahwa dengan menenggak minuman keras
dan berjudi, mereka terdorong untuk lebih dermawan. Oleh karena itu, mereka menamai
anggur sebagai karam (‫ )ك رم‬yang berarti kedermawanan dan perjudian sebagai maisir (
‫ )ميسر‬yang diartikan kemudahan. Maksudnya, dengan keberuntungan dalam perjudian
menjadi mudah bagi mereka untuk menyumbang. Al-Qur’an mengakui bahwa ada sisi
baik dari minuman keras dan perjudian. Sisi baik itu antara lain adalah kedermawanan.
Akan tetapi, sisi buruknya lebih banyak. Allah berfirman, “Mereka bertanya kepadamu,
wahai Muhammad, tentang minuman keras dan perjudian. Jawablah bahwa pada
keduanya terdapat dosa keburukan yang besar dan ada juga manfaat-manfaatnya.
Tetapi dosa keburukannya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219) Oleh
karena itu pula, Nabi melarang mereka menamai anggur dengan karam. (Disadur dari M.
Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-
Hadits Shahih, hlm. 102-106)

Anda mungkin juga menyukai