Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

STROKE ISKEMIK

DISUSUN OLEH:

Shella Suristia

102121034.

PEMBIMBING:

dr. Helda Juliani Siahaan, M.Ked (Neu), Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD RAJA AHMAD THABIB TANJUNGPINANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Referat ini dengan judul : “Stroke Iskemik”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RS Hj. Raja Ahmad Tabib

Penyelesaian referat ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,


oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada
dr. Helda Juliani Siahaan.,M.Ked(Neu)., Sp.S., serta teman sejawat, dan berbagai
pihak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih saya
ucapkan atas seluruh bimbingan dan pengarahan kepada penulis, selama
menimba ilmu di Ilmu Penyakit Saraf, RS Hj. Bunda Halimah Batam dan dalam
menyusun referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,


oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan. Penulis berharap Tuhan Yang
Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
referat ini dapat disetujui dan ada manfaatnya dikemudian hari. Akhir kata,
semoga referat ini dapat memperluas wawasan pembaca serta teman-teman
sejawat.

Batam, 20 Februari 2023

Shella Suristia
102121034

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................ 2

2.1 Identitas Pasien ....................................................................................... 2


2.2 Anamnesis ................................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 3
2.4 Status Neurologis ..................................................................................... 4
2.5 Diagnosa Kerja ......................................................................................... 8
2.6 Diagnosa Banding .................................................................................... 8
2.7 Penatalaksanaan ....................................................................................... 8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 13

3.1 Definisi.................................................................................................... 13
3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 13
3.3 Etiologi ................................................................................................... 14
3.4 Faktor Resiko ......................................................................................... 15
3.5 Klasifikasi .............................................................................................. 16
3.6 Patofisiologi ........................................................................................... 18
3.7 Manifestasi Klinis ................................................................................... 20
3.8 Diagnosis Banding .................................................................................. 21
3.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 26
3.10 Komplikasi ............................................................................................ 34
3.11 Prognosis ............................................................................................... 35
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai


manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di
Negaranegara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.1

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah


penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.
Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000
penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan
hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan
penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. 3

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke


iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor
resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor
yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi
faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara. 1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Tukmaidah
Usia : 50 Tahun
Alamat : Jl. Triwijaya GG kakatua 2 No 46
Suku : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT

2.2 ANAMNESA

Keluhan Utama : Bicara Pelo

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Ahmad Tabib dengan keluhan bicara
pelo sejak sore secara tiba-tiba SMRS, keluhan lain berupa lemah anggota
gerak (-), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), dan demam (-). Keluhan
tersebut dirasakan terus menerus sehingga aktivitas pasien terganggu.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Keluhan yang sama (-)

Hipertensi (+)

Diabetes Melitus (-)

Penyakit jantung (-)

2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan yang sama (-)
Hipertensi (+)
Diabetes Mellitus (+)
Penyakit jantung (-)
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Pengobatan Hipertensi (+), tapi pasien tidak pernah minum obat.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang
Tanda-Tanda Vital :
 Tekanan darah : 157/74 mmHg
 Nadi : 98 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,8oC
 SpO2 : 100 %
Status Generalisata :

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+,
pupil isokor 3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
 Mulut : mencong (-), kering (-), sianosis (-)
 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (); uvula di
tengah.
c. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa

3
2. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak
terdapat deviasi trakea.
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
 Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
 Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
 Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra
dengan bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
 Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
 Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
 Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

f. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
dextra.
2.4 Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada

4
a. Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)


2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak
terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70 o/tidak
timbul tahanan sebelum mencapai 70 o)

b. Nervus Kranialis

1. N-I (Olfaktorius) : Normosmia


2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak ada gangguan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial
(+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah
medial (+/+)
b. Ptosis :-/-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
d. Refleks Pupil
 langsung : +/+
 Tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : + (pasien dapat menunjukkan tempat
rangsang raba)
b. Motorik : + (pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut)
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : +/+
 Menggembungkan pipi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Mimik : + /+
 Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N. IX, dan N. X (Glossofaringeus, Vagus)


a. Refleks menelan : +
b. Perasat lidah (1/3 anterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Refleks muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Posisi uvula : Normal, Deviasi (-)
e. Posisi arkus faring : Normal

8. N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Simetris
b. Kekuatan M. Trapezius : Simteris
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : -
b. Atrofi lidah : -
c. Menjulurkan lidah : Deviasi kearah kanan
d. Artikulasi : Pello

6
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
• Biceps : N/N
• Triceps : N/N
• Achiles : N/N
• Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
• Babinski : -/-
• Oppenheim : -/-
• Chaddock : -/-
• Gordon : -/-
• Scaeffer : -/-
• Hoffman-Trommer : -/-

2. Kekuatan Otot
5555 5555
Ekstremitas superior dextra Ekstremitas superior sinistra
5555 5555
Ekstremitas Inferior dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-

b. Hipertoni :-/-
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

7
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : dalam batas normal
2. Konsentrasi : dalam batas normal
3. Disorientasi : dalam batas normal
4. Kecerdasan : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Bahasa : dalam batas normal
6. Memori : tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : pasien dapat mengenal objek dengan baik

g. Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri
Raba + +
Nyeri + +
Suhu + +
Prepioseptif + +

h. Susunan Saraf Otonom


Inkontinensia : -
Hipersekresi keringat : -
2.4 Diagnosa
a. Diagnosis Klinis : Disartria
b. Diagnosis Anatomi : Subkorteks
c. Diagnosis Etiologi : Cerebral Infark
d. Diagnosis Banding : Stroke Hemoragik
2.5 Terapi
- IVFD NaCl 0,9 % 14 tpm
- Inj. Citicolin 1000mg /12jam
- Inj. Omeprazole 40 mg
- Captopril tab 25 mg
- Aspilet tab 1x1
- CPG tab 1x1
- Simvastatin 1x20 mg
2.6 RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tanggal 2 Februari 2023/ 20.29 WIB

8
Darah Lengkap
Hemoglobin 15,2 g/dL

Eritrosit 5,14 106/uL

Hematokrit 43,2 q%

MCV 84,02 fL

MCH 29,6 pg

MCHC 35,2 g/dL

Hitung Jenis

Eusinofil 8,51 %

Basofil 0,3 %

Neutrofil 44,74 %

Limfosit 40,54 %

Monosit 6,04 %

Trombosit 465 103/Ul

Kimia Klinik
GDS 97 mg/dL
Ureum 25 mg/dL
Creatinin 0,87 mg/dL
Asam Urat 4.55. mg/dL

Hasil Pemeriksaan Radiologi

Foto Thorax
Kesan :
 Suspect Bronchitis
 Cardiomegali ringan dengan elangatio aorta

CT Scan
Kesan :

9
 Infark di ganglia basalis sinistra
 Old lacunar infark di capsula dextra dan nc lentiformis
dextra

2.7 FOLLOW UP
Tanggal/ Hari Rawatan Analisa Penatalaksanaan
2/ 2 / 2023 S/ Lemah Anggota gerak Th/ Bedrest
H+1 (-/-), Bicara pelo (+), - IVFD NaCl 0,9 % 14
tpm
kejang (-) nyeri kepala(-) - Inj. Citicolin 1000mg
/12jam
mual (-), muntah (-)
- Inj. Omeprazole 40 mg
O/ Kes : Compos Mentis - Captopril tab 25 mg
TD : 144/83 mmHg - Aspilet tab 1x1
- CPG tab 1x1
HR : 89 x/menit - Simvastatin 1x20 mg
RR : 20 x/menit - Observasi KU, TTV,
defisit neurologis
T : 36,7 oC - Pemeriksaan Lab
A/ Disatria ec Stroke Darah Lengkap
Infark Serebri + HT stage I - EKG
- CT Scan dan Rongent

3/ 2 / 2023 S/ Bicara pelo (+), nyeri Th/ Bedrest


pada kedua kaki (+) rasa - IVFD NaCl 0,9 % 14
H+2 seperti tertusuk, pasien tpm
mengatakan lemah (+) - Inj. Citicolin 1000mg
O/ Kes : Compos Mentis /12jam
TD : 184/101 mmHg - Inj. Omeprazole 40 mg
HR : 63 x/menit
- Captopril tab 25 mg
RR : 20 x/menit
- Aspilet tab 1x1
T : 36,7 oC
A/ Disatria ec Stroke Infark - CPG tab 1x1
Serebri + HT stage I - Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg

10
4/ 2 / 2023 S/ Bicara pelo (+), nyeri Th/ Bedrest
pada kedua kaki (+) rasa - IVFD NaCl 0,9 % 14
H+3 seperti tertusuk (↓), lemah tpm
(+) - Inj. Citicolin 1000mg
O/ Kes : Compos Mentis /12jam
TD : 157/86 mmHg - Inj. Omeprazole 40 mg
HR : 61 x/menit
- Captopril tab 25 mg
RR : 20 x/menit
- Aspilet tab 1x1
T : 36,7 oC
A/ Disatria ec Stroke Infark - CPG tab 1x1
Serebri + HT stage I - Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg
- Co. dr.Nita, Sp.KFR(+)
- Co.Fisioterapi (+) stop
- Co. terapi wicara (+)
visite selanjutnya
jum’at
-

5/ 2 / 2023 S/ Bicara pelo (+), nyeri Th/ Bedrest


H+4 pada kedua kaki (+) rasa - IVFD NaCl 0,9 % 14
seperti tertusuk , lemah (+), tpm
mobilisasi (+) - Inj. Citicolin 1000mg
O/ Kes : Compos Mentis /12jam
TD : 184/114 mmHg - Inj. Omeprazole 40 mg
HR : 61 x/menit
- Captopril tab 25 mg
RR : 20 x/menit
- Aspilet tab 1x1
T : 36,7 oC
A/ Disatria ec Stroke Infark - CPG tab 1x1
Serebri + HT stage I - Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg
- Co. dr.Nita, Sp.KFR(+)
- Co.Fisioterapi (+) stop
- Co. terapi wicara (+)
visite selanjutnya
jum’at

11
6/ 2 / 2023 S/ Bicara sedikit-sedikit (+), Th/ Bedrest
H+5 mobilisasi (+) lemah (↓) - IVFD NaCl 0,9 % 14
O/ Kes : Compos Mentis tpm
TD : 164/101 mmHg - Inj. Citicolin 1000mg
HR : 61 x/menit /12jam
RR : 20 x/menit - Inj. Omeprazole 40 mg
T : 36,7 oC
- Captopril tab 25 mg
A/ Disatria ec Stroke Infark
- Aspilet tab 1x1
Serebri + HT stage I
- CPG tab 1x1
- Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg
- Co. dr.Nita, Sp.KFR(+)
- Co.Fisioterapi (+) stop
- Co. terapi wicara (+)
visite selanjutnya
jum’at

7/ 2 / 2023 S/ Bicara sedikit-sedikit (+), Th/ Bedrest


H+5 mobilisasi (+) - IVFD NaCl 0,9 % 14
O/ Kes : Compos Mentis tpm
TD : 161/88 mmHg - Inj. Citicolin 1000mg
HR : 65 x/menit /12jam
RR : 20 x/menit - Inj. Omeprazole 40 mg
T : 36,7 oC
- Captopril tab 25 mg
A/ Disatria ec Stroke Infark
- Aspilet tab 1x1
Serebri + HT stage I
- CPG tab 1x1
- Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg
- Co. dr.Nita, Sp.KFR(+)
- Co.Fisioterapi (+) stop
- Co. terapi wicara (+)
visite selanjutnya
jum’at

P
- Amlodipine 1x5
- Candesartan 1x16 mg
- CPG tab 1x1
- Citicolin 1x1
- Simvastatin 1x20

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral


fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih, yang dapat
menyebabkan disabilitas atau kematian yang disebabkan oleh perdarahan
spontan atau suplai darah yang tidak adekuat pada jaringan otak. Sementara itu,
stroke iskemik merupakan disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark
fokal serebral, spinal maupun retinal. Stroke iskemik ditandai dengan hilangnya
sirkulasi darah secara tiba-tiba pada suatu area otak, dan secara klinis
menyebabkan hilangnya fungsi neurologis dari area tersebut. Stroke iskemik
akut disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada arteri cerebral dan stroke
iskemik lebih sering terjadi daripada stroke hemoragik. 4

3.2 Epidemiologi

Menurut WHO tahun 2018, sekitar 7,75 juta orang meninggal karena
stroke di dunia. Center For Disease Control tahun 2020 melaporkan satu
orang meninggal setiap empat menit karena stroke di Amerika Serikat. Hal ini
juga diperkuat dengan pernyataan dari World Health Organization (2017),
yang menyatakan 17,7 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular
pada tahun 2015, nilai ini menggambarkan hampir 31% dari seluruh kematian
di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, yang mana penyakit stroke
iskemik masuk dalam kelompok penyakit kardiovaskular, sementara itu
kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke haemorrhage,
yaitu dinegara maju seperti Amerika insiden stroke haemorrhage antara 15%-
30%, sedangkan stroke iskemik antara 70% - 85%.5
Selanjutnya untuk Negara berkembang seperti Asia, kejadian
stroke haemorrhage sekitar 30% dan stroke iskemik 70%. Di Indonesia jumlah
penderita stroke pada tahun 2013 yang dilihat dari diagnosis tenaga kesehatan
diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7%), sedangkan penderita penyakit
stroke yang dilihat dari diagnosis tenaga kesehatan/gejala diperkirakan

13
sebanyak 2.137.941 orang (21,1%). DKI Jakarta menempati posisi keenam
terbanyak penderita stroke di Indonesia. Berdasarkan riset kesehatan dasar
tahun 2013 jumlah penderita stroke yang telah terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan/gejala di wilayah DKI Jakarta sebanyak 92.833 orang (12, 2%).5
Data Riskesdas 2018 menunjukan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan terendah di Provinsi Papua
(4,1%). Prevalensi stroke di Provinsi Sumatera Selatan adalah 10%. Prevalensi
penyakit stroke meningkat seiring bertambahnya umur denga kasus tertinggi
pada kelompok umur 75 tahun ke atas (50,2%) dan terendah pada kelompok
umur 15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin, pravelensi stroke pada
laki-laki (11%) hampir sama dengan perempuan (10,95).5

3.3 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering


disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
3. Fibralisi atrium;
4. Infark kordis akut;
5. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

14
1. Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
2. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3. Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari


right- sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3%
stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi
pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard. 2
2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah


besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan
trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain
terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia
fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan
akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya
trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 2

3.4 Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke iskemik dibagi menjadi faktor resiko
Nonmodifiable dan modifiable.11

Faktor resiko Nonmodifiable, yaitu :

o Usia
o Ras

15
o Jenis kelamin
o Etnis
o Genetik/keturunan

Faktor resiko modifiable, yaitu :

o Hipertensi
o Diabetes mellitus
o Penyakit jantung : fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, dll
o Hiperkolesterolemia
o Transient Ischemic Attack (TIA) : defisit neurologis sementara tanpa bukti
adanya lesi iskemik pada gambaran radiologi.
o Stenosis karotis
o Hiperhomosisteinemia
o Alkohol, merokok, obat-obatan, obesitas, inaktivitas
o Penggunaan kontrasepsi oral11

3.5 Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam bentuk klinis:1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological


Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Completed Stroke (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.1

16
Berdasarkan subtipe penyebab :

a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang
terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh- pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami
trombosis.6
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan
lesi aterosklerotik. 6
c. Stroke embolik

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.6
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar
tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan
diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif. 6

17
3.6 Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah


satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme
emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Sekitar 80 – 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat


obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam
suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular
distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk didalam suatu organ
seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai
suatu embolus.

18
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu
juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan
sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel
sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel
radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+


dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem
ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan
timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah
iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari
otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan).
Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang
rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron
di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran
sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya,
sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan.
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu
charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan
merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel
akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

19
3.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi
otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang
atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medula spinalis,
yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri
maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan atau
patologi.

Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang


disusun oleh Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu
facial droop (mulut mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness
(kelemahan pada tangan), S yaitu speech difficulties (kesulitan bicara), serta T
yaitu time to seek medical help (waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST
memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 68% untuk menegakkan stroke, serta
reliabilitas yang baik pada dokter dan paramedis.

Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena. Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa
gejala stroke. Manifestasi klinis berdasarkan lokasi lesinya :9,10,11
 Arteri serebri anterior : menyebabkan hemiparesis dan hemipistesi
kontralateral yang terutama melibatkan tungkai
 Arteri serebri media :menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi
kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi
luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) hemipastial neglect
(bila mengenai area otak nondominan)
 Arteri serebri posterior :menyebabkan hemianopsi homonim atau
kuandratanopsi kontralateral tapa disertai gangguan motorik dan sensoris.
Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis
medial. Aleksia tapa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual
dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia
(ketidak mampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks
temporooksipitalis inferior

20
 Korteks : Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari lesi, hilangnya
sensasi kortikal (stereonogsis, diskriminasi 2 titik), kurang perhatian
terhadap rangsang sensorik
 Subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama
berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada
muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus)
 Kapsula : Lebih luas, sensasi primer menghilang, bicara dan penglihatan
mungkin terganggu.
 Batang otak : menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartria,
diplopia, dan vertigo; gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang
keseimbangan; penurunan kesadaran
 Infark lakunar merupakan merupakan infark kecil dengan klinis gangguan
murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur. 9,10,11

3.8 Diagnosis

1. Anamnesis
Gangguan global berupa gangguan kesadaran gangguan fokal yang
muncul mendadak, dapat berupa :12
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, wicara dan sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi Somatik Sensoris
g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :
1) Gangguan atensi
2) Gangguan memory
3) Gangguan bicara verbal
4) Gangguan mengerti pembicaraan
5) Gangguan pengenalan ruang
6) Gangguan fungsi kognitif lain12

21
2. Pemeriksaan fisik13
a. Penurunan GCS
b. Kelumpuhan saraf kranial
c. Kelemahan motoric
d. Defisit sensorik
e. Gangguan otonom
f. Gangguan neurobehavior
3. Skor Siriraj dan Algoritma Gadjah Mada
a. Skor siriraj10

Tabel 1. Skor Siriraj

22
b. Algoritma gadjah mada10,13

Gambar 1. Skor Gadjah Mada

4. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Punksi Lumbal (Sesuai indikasi)
Pemeriksaan punksi lumbal dilakukan dengan mengambil sampel dari
CSF dari tulang belakang. Punksi lumbal menentukan apakah pasien
terkena pendarahan subarachnoid (subarachnoid haemorrhagic).

23
Apabila terjadi pendarahan subarachnoid, maka akan terdapat eritrosit
dalam CSF.
b. Pemeriksaan Kadar Lemak Darah (Kolestrol Total, LDL, HDL, TG)
Nilai rujukan untuk Kolestrol Total tidak boleh lebih dari 200 mg / dL,
ENL>45 mg / dL, LDL tidak boleh lebih dari 250 mg / dL, dan TG
antara 0,7 - 1,4 mmol/L.
c. Pemeriksaan Darah Rutin dan Darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah,
kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang
abnormal dan mekanisme pembekuan darah (Hemoglobin, hematokrit,
eritrosit, leukosit, hitung jenis trombosit, dan laju endap darah, PT,
aPTT, agregasi trombosit, fibrinogen).Juga digunakan sebagai
pengontrol pada pasien dengan komplikasi diabetes melitus
(pemeriksaan gula darah puasa).Pemeriksaan profil lipid dan kolesterol
darah juga penting.
2) Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke ( hematoma, neoplasma,
abses ). 3

24
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika
setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda
lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter. CT perfusion merupakan modalitas baru
yang berguna untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik.
Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik
di daerah tersebut.3

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT


angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah
penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah
perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran
hipodense.3

b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta

25
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut. 3
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan
dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi
anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG
(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non
hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik.
Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. 3

3.9 Penatalaksanaan

Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya


jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama
bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan
demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan
intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu
menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan non konvulsif adalah
menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat
untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan
trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.

Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :


1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah
iskemik non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari
daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang
glutamat.7

26
Perlu diperhatikan langkah-langkah dalam diagnosis dan pengobatan stroke
dikenal dengan 8 D dan ABC yaitu :10,11

 8D:

1. Detection: kenali gejala stroke dengan cepat.

2. Dispatch: cepat dalam mengaktifkan fasilitas emergensi dengan


menelepon ambulans (panggilan darurat).

3. Delivery: antar pasien dengan cepat dan tepat.

4. Door: langsung dibawa ke stroke center.

5. Data: cepat dievaluasi oleh bagian di stroke center.

6.Decision: pengambilan keputusan yang cepat dan tepat oleh ahli


neurologis.

7. Drug: pemberian obat stroke (fibrinolitic therapy).

8. Disposition: cepat dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif.10

 ABC :11

A : Airway, artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala


hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing
maupun sebagai akibat benda asing maupun sebagai akibat stroknya
sendiri

B : Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan


dipusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas.

C : Circulation, yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Sering kali


terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan
darah yang harus ditangani secara cepat.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama pengobatan adalah
untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi
neuron dengan memotong kaskade iskemik.

27
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian


besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi
jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. 7

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan


sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan
haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.
Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3
1. Breathing

Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang
<95%. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologi, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam,
terutama pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.10,15

2. Brain

Monitor tekanan intrakranial (TIK) harus dipasang pada pasien dengan GCS
<9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan
peningkatan TIK: tinggikan posisi kepala 20-30° dan osmoterapi atas indikasi:
Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam
dengan target ≤310 mOsm/L. Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis
inisial 1 mg/kgBB i.v.

3. Blood
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Berikan cairan isotoni
seperti 0,9% salin. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parenteral maupun enteral).
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam setelah

28
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220mmHg atau diastolik > 120
mmHg.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam
tiap 15menit, sampai 15 mg/jam), Diltiazem (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15
menit, sampai 15 mg/jam), labetalol 10 -80 mg IV bolus tiap 10 menit sampai
300 mg/hari.
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome
pasien stroke. Sasaran kadar glukosa darah 80-180 mg/dL. Pemberian insulin
reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 - 200 mg/dL 2 unit, tiap
kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD >
351 mg/dL dosis insulin 10 unit.10,15

4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastric.

5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai
latihan buli-buli.10

Penatalaksanaan komplikasi :

1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang


ada, lalu diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Pengendalian Suhu Tubuh (Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan)
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus : 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5
g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara
rutin.10
Penatalaksanaan keadaan khusus :
1. Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu
di bawah ini :

29
• Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
• Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
• Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit
• Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%. 10
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme
otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut. 1

a) Mengembalikan reperfusi otak

1) Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan


secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.16

30
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal
90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang
sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping
dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%.16

2) Antikoagulan
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat
urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung INR pasien. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
terutama ren dan gastrointestinal.16
b. Heparin
Secara umum, pemberian antikoagulan setelah stroke iskemik akut
tidak bermanfaat. Namun beberapa ahli mash merekomendasikan heparin
dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi
reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri katoris sebelum
pembedahan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 - 2,5 kali kontrol
hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH)
dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <
100.000 tidak diberikan).16
3) Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline
merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan

31
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan
kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi
viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset. 15
4) Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet
48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan
memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume
kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke
iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan
diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel
dianggap untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama
21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81 - 325 mg dilakukan pada
sebagian besar pasien.16

Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang


merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Reaksi
yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye. 16

2. Klopidogrel (Clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan clopidogrel dengan dosis 75 mg/hari. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet.16

5) Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.

32
Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke
akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x
1000mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan 2 x 1000 mg per oral
selama 3 minggu.11
Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada


1
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

• Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45


tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi
sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi,
terapi wicara, dan psikoterapi.1

• Terapi Preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-
faktor resiko stroke seperti:
• Pengobatan hipertensi
• Mengobati diabetes mellitus
• Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
• Berolahraga teratur. 1

33
3.10 Komplikasi

Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak
dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat
menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi pada stroke yaitu : 10

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)

 Edema serebri: merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat


menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan
kematian.
 Abnormalitas jantung : kelainan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke, merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal, sepertiga sampai setangah
penderita stroke menderita gangguan rime jantung.
 Nyeri kepala
 Gangguan fungsi menelan dan aspirasi.

b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama) :


 Pneumonia: akibat immobilisasi yang lama, merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi < 5%
pada pasien, dan sebagian besar terjadi pada pasien yang
menggunakan pipa nasogastrik.
 Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
 Perdarahan gastrointestinal : umumnya terjadi pada 3% kasus stroke.
Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien
stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis h2 pada pasien stroke
ini.
 Stroke rekuren.

34
 Abnormalitas jantung : kelainan jantung yang dapat ditimbulkan
berupa edema pulmonal neurogenik, penurunan curah jantung, aritmia
dan gangguan repolarisasi.
 Deep vein thrombosis (dvt)
 Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin.
c. Komplikasi jangka panjang : stroke rekuren, abnormalitas jantung,
kelainan metabolik dan nutrisi, depresi, gangguan vaskuler lain (peny.
vaskuler perifer).

3.11 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang
dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka
yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya
terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar
15% memerlukan perawatan institusional. 11

35
BAB IV
KESIMPULAN

Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal
atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Stroke iskemik merupakan
disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal maupun
retinal. Kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan kejadian stroke
haemorrhage. Berdasarkan umur, kasus tertinggi stroke adalah pada kelompok
umur > 75 tahun (50,2%) dan kasus terendah stroke adalah pada kelompok umur
15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan yang berarti
pada kasus stroke iskemik, dimana laki-laki (11%) dan perempuan (10,95).
Penyebab stroke iskemik adalah dikarenakan adanya trombus, emboli atau
tromboemboli.

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke iskemik dibagi


menjadi dua yaitu, tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat
keluarga, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi adalah seperti hipertensi,
diabetes melitus, merokok, atrial fibrilasi, obesitas dan alkohol.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non


hemoragis antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skore stroke, dan pemeriksaan
penunjang (pemeriksaan laboratorium, pencitraan dan pungsi lumbal).

Terapi stroke iskemik meliputi pemberian terapi rt-PA/fibrinolitik, obat-


obatan antiplatelet, terapi antikoagulan, clot retrieval atau trombectomy mekanik,
dan rehabilitasi. Sebanyak 30-40% kasus stroke iskemik dapat sembuh sempurna
apabila ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Namun pasien
sering datang 48-72 jam setelah serangan sehingga memerlukan pemulihan.

Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan. Pencegahan stroke


iskemik dibagi menjadi dua yaitu, pencegahan primer pada individu yang belum
memiliki riwayat stroke dan pencegahan sekunder pada pasien yang sudah
mengalami stroke.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
2. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
3. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.

4. Pepi B., Diah K.M., Hanindya R.P., Stefanus E.P., Faizal M.,
Muhammad H. Stroke Iskemik Akut : Dasar Dan Klinis. Surakarta. 2020
5. Dayan H. Milla E.S., Sujarni. Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Iskemik Di
Instalasi Fisioterapi Rumah Sakit Pluit Jakarta Utara Periode Tahun
2021:140-149
6. Hartwig MS. Penyakit serebrovaskular. In : Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC ; 2003.

7. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology


8 th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 66067

8. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New
York: McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
9. Aminoff, M J. Clinical Neurology. 9" edition. New York : Mc Graw Hill.
2015.
10. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed 4". Jakarta : Media
Aesculapius. 2014.
11. Ropper, A H. Adam's and Victor Principle of Neurology. 10" edition. New
York : McGraw Hill. 2014.
12. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2004. h. 176-7. 2.

37
13. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stroke. 2019
PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. 2016.
14. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P.
89
15. Hauser, S L. Harrison's Neurology in Clinical Medicine. 2nd edition. New
York : McGraw Hill. 2010.
16. Schwab, S. Critical Care of the Stroke Patient. 1" edition. London: Cambrige
University Press. 2014.

38

Anda mungkin juga menyukai