Lapkas Stroke Iskemik - Shella Suristia
Lapkas Stroke Iskemik - Shella Suristia
STROKE ISKEMIK
DISUSUN OLEH:
Shella Suristia
102121034.
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Referat ini dengan judul : “Stroke Iskemik”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RS Hj. Raja Ahmad Tabib
Shella Suristia
102121034
ii
DAFTAR ISI
3.1 Definisi.................................................................................................... 13
3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 13
3.3 Etiologi ................................................................................................... 14
3.4 Faktor Resiko ......................................................................................... 15
3.5 Klasifikasi .............................................................................................. 16
3.6 Patofisiologi ........................................................................................... 18
3.7 Manifestasi Klinis ................................................................................... 20
3.8 Diagnosis Banding .................................................................................. 21
3.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 26
3.10 Komplikasi ............................................................................................ 34
3.11 Prognosis ............................................................................................... 35
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Tukmaidah
Usia : 50 Tahun
Alamat : Jl. Triwijaya GG kakatua 2 No 46
Suku : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
2.2 ANAMNESA
Hipertensi (+)
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan yang sama (-)
Hipertensi (+)
Diabetes Mellitus (+)
Penyakit jantung (-)
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Pengobatan Hipertensi (+), tapi pasien tidak pernah minum obat.
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+,
pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
Mulut : mencong (-), kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (); uvula di
tengah.
c. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
3
2. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak
terdapat deviasi trakea.
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra
dengan bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
dextra.
2.4 Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada
4
a. Rangsangan Meningeal
b. Nervus Kranialis
5
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : + /+
Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
8. N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Simetris
b. Kekuatan M. Trapezius : Simteris
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : -
b. Atrofi lidah : -
c. Menjulurkan lidah : Deviasi kearah kanan
d. Artikulasi : Pello
6
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
• Biceps : N/N
• Triceps : N/N
• Achiles : N/N
• Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
• Babinski : -/-
• Oppenheim : -/-
• Chaddock : -/-
• Gordon : -/-
• Scaeffer : -/-
• Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
5555 5555
Ekstremitas superior dextra Ekstremitas superior sinistra
5555 5555
Ekstremitas Inferior dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-
b. Hipertoni :-/-
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
7
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : dalam batas normal
2. Konsentrasi : dalam batas normal
3. Disorientasi : dalam batas normal
4. Kecerdasan : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Bahasa : dalam batas normal
6. Memori : tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : pasien dapat mengenal objek dengan baik
g. Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri
Raba + +
Nyeri + +
Suhu + +
Prepioseptif + +
8
Darah Lengkap
Hemoglobin 15,2 g/dL
Hematokrit 43,2 q%
MCV 84,02 fL
MCH 29,6 pg
Hitung Jenis
Eusinofil 8,51 %
Basofil 0,3 %
Neutrofil 44,74 %
Limfosit 40,54 %
Monosit 6,04 %
Kimia Klinik
GDS 97 mg/dL
Ureum 25 mg/dL
Creatinin 0,87 mg/dL
Asam Urat 4.55. mg/dL
Foto Thorax
Kesan :
Suspect Bronchitis
Cardiomegali ringan dengan elangatio aorta
CT Scan
Kesan :
9
Infark di ganglia basalis sinistra
Old lacunar infark di capsula dextra dan nc lentiformis
dextra
2.7 FOLLOW UP
Tanggal/ Hari Rawatan Analisa Penatalaksanaan
2/ 2 / 2023 S/ Lemah Anggota gerak Th/ Bedrest
H+1 (-/-), Bicara pelo (+), - IVFD NaCl 0,9 % 14
tpm
kejang (-) nyeri kepala(-) - Inj. Citicolin 1000mg
/12jam
mual (-), muntah (-)
- Inj. Omeprazole 40 mg
O/ Kes : Compos Mentis - Captopril tab 25 mg
TD : 144/83 mmHg - Aspilet tab 1x1
- CPG tab 1x1
HR : 89 x/menit - Simvastatin 1x20 mg
RR : 20 x/menit - Observasi KU, TTV,
defisit neurologis
T : 36,7 oC - Pemeriksaan Lab
A/ Disatria ec Stroke Darah Lengkap
Infark Serebri + HT stage I - EKG
- CT Scan dan Rongent
10
4/ 2 / 2023 S/ Bicara pelo (+), nyeri Th/ Bedrest
pada kedua kaki (+) rasa - IVFD NaCl 0,9 % 14
H+3 seperti tertusuk (↓), lemah tpm
(+) - Inj. Citicolin 1000mg
O/ Kes : Compos Mentis /12jam
TD : 157/86 mmHg - Inj. Omeprazole 40 mg
HR : 61 x/menit
- Captopril tab 25 mg
RR : 20 x/menit
- Aspilet tab 1x1
T : 36,7 oC
A/ Disatria ec Stroke Infark - CPG tab 1x1
Serebri + HT stage I - Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg
- Co. dr.Nita, Sp.KFR(+)
- Co.Fisioterapi (+) stop
- Co. terapi wicara (+)
visite selanjutnya
jum’at
-
11
6/ 2 / 2023 S/ Bicara sedikit-sedikit (+), Th/ Bedrest
H+5 mobilisasi (+) lemah (↓) - IVFD NaCl 0,9 % 14
O/ Kes : Compos Mentis tpm
TD : 164/101 mmHg - Inj. Citicolin 1000mg
HR : 61 x/menit /12jam
RR : 20 x/menit - Inj. Omeprazole 40 mg
T : 36,7 oC
- Captopril tab 25 mg
A/ Disatria ec Stroke Infark
- Aspilet tab 1x1
Serebri + HT stage I
- CPG tab 1x1
- Simvastatin 1x20 mg
- Candesartan 1x16 mg
- Co. dr.Nita, Sp.KFR(+)
- Co.Fisioterapi (+) stop
- Co. terapi wicara (+)
visite selanjutnya
jum’at
P
- Amlodipine 1x5
- Candesartan 1x16 mg
- CPG tab 1x1
- Citicolin 1x1
- Simvastatin 1x20
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
Menurut WHO tahun 2018, sekitar 7,75 juta orang meninggal karena
stroke di dunia. Center For Disease Control tahun 2020 melaporkan satu
orang meninggal setiap empat menit karena stroke di Amerika Serikat. Hal ini
juga diperkuat dengan pernyataan dari World Health Organization (2017),
yang menyatakan 17,7 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular
pada tahun 2015, nilai ini menggambarkan hampir 31% dari seluruh kematian
di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, yang mana penyakit stroke
iskemik masuk dalam kelompok penyakit kardiovaskular, sementara itu
kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke haemorrhage,
yaitu dinegara maju seperti Amerika insiden stroke haemorrhage antara 15%-
30%, sedangkan stroke iskemik antara 70% - 85%.5
Selanjutnya untuk Negara berkembang seperti Asia, kejadian
stroke haemorrhage sekitar 30% dan stroke iskemik 70%. Di Indonesia jumlah
penderita stroke pada tahun 2013 yang dilihat dari diagnosis tenaga kesehatan
diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7%), sedangkan penderita penyakit
stroke yang dilihat dari diagnosis tenaga kesehatan/gejala diperkirakan
13
sebanyak 2.137.941 orang (21,1%). DKI Jakarta menempati posisi keenam
terbanyak penderita stroke di Indonesia. Berdasarkan riset kesehatan dasar
tahun 2013 jumlah penderita stroke yang telah terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan/gejala di wilayah DKI Jakarta sebanyak 92.833 orang (12, 2%).5
Data Riskesdas 2018 menunjukan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan terendah di Provinsi Papua
(4,1%). Prevalensi stroke di Provinsi Sumatera Selatan adalah 10%. Prevalensi
penyakit stroke meningkat seiring bertambahnya umur denga kasus tertinggi
pada kelompok umur 75 tahun ke atas (50,2%) dan terendah pada kelompok
umur 15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin, pravelensi stroke pada
laki-laki (11%) hampir sama dengan perempuan (10,95).5
3.3 Etiologi
14
1. Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
2. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3. Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Faktor resiko untuk terjadinya stroke iskemik dibagi menjadi faktor resiko
Nonmodifiable dan modifiable.11
o Usia
o Ras
15
o Jenis kelamin
o Etnis
o Genetik/keturunan
o Hipertensi
o Diabetes mellitus
o Penyakit jantung : fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, dll
o Hiperkolesterolemia
o Transient Ischemic Attack (TIA) : defisit neurologis sementara tanpa bukti
adanya lesi iskemik pada gambaran radiologi.
o Stenosis karotis
o Hiperhomosisteinemia
o Alkohol, merokok, obat-obatan, obesitas, inaktivitas
o Penggunaan kontrasepsi oral11
3.5 Klasifikasi
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.1
16
Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang
terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh- pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami
trombosis.6
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan
lesi aterosklerotik. 6
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.6
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar
tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan
diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif. 6
17
3.6 Patofisiologi
18
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu
juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan
sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel
sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel
radang.
19
3.7 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi
otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang
atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medula spinalis,
yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri
maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan atau
patologi.
Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena. Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa
gejala stroke. Manifestasi klinis berdasarkan lokasi lesinya :9,10,11
Arteri serebri anterior : menyebabkan hemiparesis dan hemipistesi
kontralateral yang terutama melibatkan tungkai
Arteri serebri media :menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi
kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi
luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) hemipastial neglect
(bila mengenai area otak nondominan)
Arteri serebri posterior :menyebabkan hemianopsi homonim atau
kuandratanopsi kontralateral tapa disertai gangguan motorik dan sensoris.
Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis
medial. Aleksia tapa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual
dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia
(ketidak mampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks
temporooksipitalis inferior
20
Korteks : Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari lesi, hilangnya
sensasi kortikal (stereonogsis, diskriminasi 2 titik), kurang perhatian
terhadap rangsang sensorik
Subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama
berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada
muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus)
Kapsula : Lebih luas, sensasi primer menghilang, bicara dan penglihatan
mungkin terganggu.
Batang otak : menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartria,
diplopia, dan vertigo; gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang
keseimbangan; penurunan kesadaran
Infark lakunar merupakan merupakan infark kecil dengan klinis gangguan
murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur. 9,10,11
3.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Gangguan global berupa gangguan kesadaran gangguan fokal yang
muncul mendadak, dapat berupa :12
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, wicara dan sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi Somatik Sensoris
g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :
1) Gangguan atensi
2) Gangguan memory
3) Gangguan bicara verbal
4) Gangguan mengerti pembicaraan
5) Gangguan pengenalan ruang
6) Gangguan fungsi kognitif lain12
21
2. Pemeriksaan fisik13
a. Penurunan GCS
b. Kelumpuhan saraf kranial
c. Kelemahan motoric
d. Defisit sensorik
e. Gangguan otonom
f. Gangguan neurobehavior
3. Skor Siriraj dan Algoritma Gadjah Mada
a. Skor siriraj10
22
b. Algoritma gadjah mada10,13
4. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Punksi Lumbal (Sesuai indikasi)
Pemeriksaan punksi lumbal dilakukan dengan mengambil sampel dari
CSF dari tulang belakang. Punksi lumbal menentukan apakah pasien
terkena pendarahan subarachnoid (subarachnoid haemorrhagic).
23
Apabila terjadi pendarahan subarachnoid, maka akan terdapat eritrosit
dalam CSF.
b. Pemeriksaan Kadar Lemak Darah (Kolestrol Total, LDL, HDL, TG)
Nilai rujukan untuk Kolestrol Total tidak boleh lebih dari 200 mg / dL,
ENL>45 mg / dL, LDL tidak boleh lebih dari 250 mg / dL, dan TG
antara 0,7 - 1,4 mmol/L.
c. Pemeriksaan Darah Rutin dan Darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah,
kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang
abnormal dan mekanisme pembekuan darah (Hemoglobin, hematokrit,
eritrosit, leukosit, hitung jenis trombosit, dan laju endap darah, PT,
aPTT, agregasi trombosit, fibrinogen).Juga digunakan sebagai
pengontrol pada pasien dengan komplikasi diabetes melitus
(pemeriksaan gula darah puasa).Pemeriksaan profil lipid dan kolesterol
darah juga penting.
2) Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke ( hematoma, neoplasma,
abses ). 3
24
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika
setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda
lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter. CT perfusion merupakan modalitas baru
yang berguna untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik.
Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik
di daerah tersebut.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
25
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut. 3
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan
dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi
anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG
(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non
hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik.
Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. 3
3.9 Penatalaksanaan
26
Perlu diperhatikan langkah-langkah dalam diagnosis dan pengobatan stroke
dikenal dengan 8 D dan ABC yaitu :10,11
8D:
ABC :11
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama pengobatan adalah
untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi
neuron dengan memotong kaskade iskemik.
27
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang
<95%. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologi, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam,
terutama pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.10,15
2. Brain
Monitor tekanan intrakranial (TIK) harus dipasang pada pasien dengan GCS
<9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan
peningkatan TIK: tinggikan posisi kepala 20-30° dan osmoterapi atas indikasi:
Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam
dengan target ≤310 mOsm/L. Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis
inisial 1 mg/kgBB i.v.
3. Blood
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Berikan cairan isotoni
seperti 0,9% salin. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parenteral maupun enteral).
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam setelah
28
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220mmHg atau diastolik > 120
mmHg.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam
tiap 15menit, sampai 15 mg/jam), Diltiazem (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15
menit, sampai 15 mg/jam), labetalol 10 -80 mg IV bolus tiap 10 menit sampai
300 mg/hari.
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome
pasien stroke. Sasaran kadar glukosa darah 80-180 mg/dL. Pemberian insulin
reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 - 200 mg/dL 2 unit, tiap
kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD >
351 mg/dL dosis insulin 10 unit.10,15
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastric.
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai
latihan buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi :
29
• Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
• Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
• Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit
• Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%. 10
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme
otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut. 1
1) Terapi Trombolitik
30
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal
90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang
sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping
dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%.16
2) Antikoagulan
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat
urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung INR pasien. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
terutama ren dan gastrointestinal.16
b. Heparin
Secara umum, pemberian antikoagulan setelah stroke iskemik akut
tidak bermanfaat. Namun beberapa ahli mash merekomendasikan heparin
dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi
reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri katoris sebelum
pembedahan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 - 2,5 kali kontrol
hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH)
dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <
100.000 tidak diberikan).16
3) Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline
merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan
31
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan
kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi
viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset. 15
4) Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet
48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan
memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume
kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke
iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan
diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel
dianggap untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama
21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81 - 325 mg dilakukan pada
sebagian besar pasien.16
2. Klopidogrel (Clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan clopidogrel dengan dosis 75 mg/hari. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet.16
5) Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
32
Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke
akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x
1000mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan 2 x 1000 mg per oral
selama 3 minggu.11
Fase Pasca Akut
• Rehabilitasi
• Terapi Preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-
faktor resiko stroke seperti:
• Pengobatan hipertensi
• Mengobati diabetes mellitus
• Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
• Berolahraga teratur. 1
33
3.10 Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak
dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat
menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi pada stroke yaitu : 10
34
Abnormalitas jantung : kelainan jantung yang dapat ditimbulkan
berupa edema pulmonal neurogenik, penurunan curah jantung, aritmia
dan gangguan repolarisasi.
Deep vein thrombosis (dvt)
Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin.
c. Komplikasi jangka panjang : stroke rekuren, abnormalitas jantung,
kelainan metabolik dan nutrisi, depresi, gangguan vaskuler lain (peny.
vaskuler perifer).
3.11 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang
dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka
yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya
terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar
15% memerlukan perawatan institusional. 11
35
BAB IV
KESIMPULAN
Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal
atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Stroke iskemik merupakan
disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal maupun
retinal. Kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan kejadian stroke
haemorrhage. Berdasarkan umur, kasus tertinggi stroke adalah pada kelompok
umur > 75 tahun (50,2%) dan kasus terendah stroke adalah pada kelompok umur
15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan yang berarti
pada kasus stroke iskemik, dimana laki-laki (11%) dan perempuan (10,95).
Penyebab stroke iskemik adalah dikarenakan adanya trombus, emboli atau
tromboemboli.
36
DAFTAR PUSTAKA
4. Pepi B., Diah K.M., Hanindya R.P., Stefanus E.P., Faizal M.,
Muhammad H. Stroke Iskemik Akut : Dasar Dan Klinis. Surakarta. 2020
5. Dayan H. Milla E.S., Sujarni. Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Iskemik Di
Instalasi Fisioterapi Rumah Sakit Pluit Jakarta Utara Periode Tahun
2021:140-149
6. Hartwig MS. Penyakit serebrovaskular. In : Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC ; 2003.
8. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New
York: McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
9. Aminoff, M J. Clinical Neurology. 9" edition. New York : Mc Graw Hill.
2015.
10. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed 4". Jakarta : Media
Aesculapius. 2014.
11. Ropper, A H. Adam's and Victor Principle of Neurology. 10" edition. New
York : McGraw Hill. 2014.
12. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2004. h. 176-7. 2.
37
13. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stroke. 2019
PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. 2016.
14. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P.
89
15. Hauser, S L. Harrison's Neurology in Clinical Medicine. 2nd edition. New
York : McGraw Hill. 2010.
16. Schwab, S. Critical Care of the Stroke Patient. 1" edition. London: Cambrige
University Press. 2014.
38