Anda di halaman 1dari 145

TANTANGAN GADGET TERHADAP KEMEROSOTAN

SPIRITUALITAS REMAJA

(Suatu Tinjauan Etis-Praktis mengenai Tantangan Gadget terhadap

Kemerosotan Spiritualitas Remaja di GBKP Rg. Sukarende dalam Konteks

Pandemi Covid-19)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

untuk Mencapai Gelar Sarjana Teologi (S.Th)

Oleh:

Nola Fitaloka Br Tarigan

NIM: 16.01.1424

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA

ABDI SABDA

JURUSAN TEOLOGIA

MEDAN
2021
i

KATA PENGANTAR

Terpujilah Kristus sebab oleh kasih karunia-Nya yang senantiasa menyertai dan

memperlengkapi perjalanan penulis selama menjalani perkuliahan hingga dapat mengerjakan

serta menyelesaikan skripsi yang berjudul: “TANTANGAN GADGET MENGENAI

KEMEROSOTAN SPIRITUALITAS REMAJA (Tinjauan Etis-Praktis mengenai

Tantangan Gadget terhadap Kemerosotan Remaja di GBKP Rg. Suka Rende dalam

Konteks Pandemi Covid-19)”. Hanya oleh penyertaan dan kasih karunia dari Dia-lah

sehingga perkuliahan dan skripsi penulis dapat diselesaikan dengan baik. Hormat dan terima

kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua penulis yang terkasih kepada bapak Antoni

Tarigan yang menjadi superdad yang selalu setia menemani pertumbuhan penulis mulai dari

kepergian mamak tercinta, yang selalu memberi doa, nasihat, dan dukungan, selalu

melakukan yang terbaik untuk penulis, tetap sehat pak dan bahagialah selalu, kiranya Tuhan

yang akan membalas kebaikan dan ketulusan ndu dalam mengasihi penulis dan untuk ibu

terkasih alm. Kabartina Br Sembiring, 11 tahun sudah tanpa ndu nde dan kam tau bertumbuh

dewasa tanpa kam itu sangat sulit tapi aku berusaha untuk menikmatinya nde. serta kedua

abang penulis yaitu: Pdt. Carillon Andri Nalta Tarigan, S.Th terimakasi bg tua atas semua

usaha, pengorbanan dan perjuangan ndu baik dalam segi materi, usaha, tenaga, bahkan

perasaan ndu sendiri kam korbankan untukku. Kam rela meninggalkan kuliahndu supaya aku

bisa jadi sarjana, kam selalu mencukupi kebutuhan ku dan kam selalu berusaha memenuhi

tanggung jawabndu sebagai abang paling tua, kami bersyukur punya abang seperti kam yang

gak pernah menyerah bahkan gak pernah terlihat lelah Tuhan yang membalas semua yang

telah kam lakukan bg tua dan untuk ng tengah Calvin Erinata Tarigan, S.Sos terimakasih atas

usahandu selama ini untukku bg, yang selalu bilang “kalau ada yang nyakitin kam dek bilang

sama abang”, terimakasih untuk dukungan doa, usaha, materi yang selama ini kam berikan,

terimakasih sudah selalu menjadi penenang kalau aku berantam sama bg tua, yang selalu
ii

mendengar curhatku kalau aku lagi sedih dan terimakasih juga sudah menjadikanku sebagai

adik yang paling bersyukur berada di antara kalian berdua, serta untuk eda Maria Josepa

Sembiring, Amd terimakasih sudah hadir di dalam kehidupan kami, dengan kehadiran ndu

membuat rasa rindu kami kepada mamak terobati, terimaksih juga sudah selalu memberikan

dukungan doa dan semangat serta usaha yang kam kasi ke aku dan keponakan tercinta Reyan

Rivano Tarigan kehadiran ndu bang membuat sukacita di keluarga kita bertambah, kehadiran

ndu membuat aku menjadi seorang bi uda dan kehadiran ndu membuat semuanya jauh lebih

indah. Bertumbuhlah menjadi anak yang takut akan Tuhan, anak yang hormat orang tua dan

menjadi anak yang bijak ya bang. Semua dukungan kasih yang tulus dan perjuangan yang

besar yang mendorong penulis sanggup menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini

penulis ucapkan banyak terimakasih dan gelar ini penulis persembahkan untuk kalian yang

sudah berjuang. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dosen pembimbing utama bapak Dr. Erick Johnson Barus dan juga dosen

pembimbing kedua penulis ibu Dr. Rohny Pasu Sinaga yang senantiasa

meluangkan waktu untuk membimbing, mengajari serta memotivasi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini,

2. Bapak Agus Jetron Saragih, M.Th selaku rektor STT Abdi Sabda Medan juga

penulis mengucapkan terimakasih.

3. Kepada seluruh bapak dan ibu dosen atas segala ilmu pengetahuan, pengajaran,

tuntunan, bimbingan, kebersamaan, keteladanan serta segala kenangan yang

diberikan selama ini.

4. Kepada Pdt. Siska Febriani Br Tarigan, S.Th, M.M selaku pendeta yang pernah

membimbing saya dalam melaksanakan CP di GBKP Rg. Timba Lau dan juga

telah membantu dan memotivasi penulis melakukan pelayanan.


iii

5. Kepada Pdt. Selvi Br Sembiring serta seluruh jemaat GBKP Rg. Suka Rende yang

berkontribusi dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.

6. Serta seluruh pihak terkait yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu,

penulis haturkan banyak terima kasih. Dengan demikian penulis turut berdoa

kepada Tuhan untuk semua yang mendukung penulisan skripsi ini.

7. Kepada keluarga besar Tarigan, untuk Mamak, Bapak, Kila, Bibik, Abang, Kakak,

serta adek-adek semua penulis ucapkan banyak terimakasih untuk dukungan kasih

dan doa yang tulus yang diberikankepada penulis. Sehat-sehat kalian semua yaa.

8. Terimakasih juga untuk ndu yang terkasih Dony F. Panggabean. Terimakasih atas

dukungan cinta dan kasih ndu untukku, terimakasih atas ketulusan, kesabaran, dan

perhatian yang kam kasi untukku. Kam orang yang selalu aku repotkan dalam

mengerjakan tugas, mencari judul seminar bahkan judul skripsi juga. Terimakasih

sudah selalu sabar. Tuhan memberkati

Medan, September 2021

Penulis

Nola Fitaloka Br Tarigan


iv

ABSTRAK
Tantangan gadget terhadap kemerosotan spritualitas remaja menjadi judul yang

digumuli dan disoroti penulis saat ini. Gadget pada hakikatnya diciptakan untuk membantu

kehidupan manusia secara khusus pada masa pandemi covid-19 yang sarat dengan

pembatasan kegiatan luar ruangan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa gadget memberikan

dampak negatif bagi remaja secara khusus di GBKP Rg. Sukarende. Kemerosotan spiritual

yang terjadi ditandai dengan adanya degradasi nilai-nilai moral, agama, sosial dan budaya.

Kecenderungan remaja melupakan aktifitas-aktifitas yang menunjang spiritualitas mereka,

menunjukkan adanya kemerosotan spiritualitas.

Secara etis-praktis pergumulan ini hendak ditinjau sehingga kita mengetahui

pengaruh gadget bagi remaja dan peran penting gereja dan orang tua bagi pertumbuhan anak

remaja. Penulis menggunakan metodologi mixed methods yaitu suatu prosedur untuk

mengumpulkan, menganalisis, dan mencampur metode kuantitatif dan kualitatif dalam suatu

penelitian untuk memahami permasalahan penelitian.

Karya tulis ini tidak sedang menyangkal dampak positif gadget, namun memaparkan

akan pentingnya keterpanggilan gereja dan orang tua yang berperan penting dalam

mengupayakan serta mengedukasi remaja sehingga tidak mengalami degradasi moral,

terutama dalam situasi pandemi covid-19 di GBKP Rg. Sukarende. Tentunya kita tidak

menginginkan remaja jath dalam kemerosotan spritualitas namun sebaliknya mengharapkan

mereka semakin bertumbuh dalam iman.

Kata kunci: remaja, gadget, spiritualitas, moral.


v

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK….
DAFTAR ISI
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah.......................................................................................................................13
1.3. Pembatasan Masalah......................................................................................................................13
1.4. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………….14

1.5. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………………………...14

1.6 Manfaat Penelitian ………………………………………………………………………………..15

1.7. Metode Penelitian ………………………………………………………………………………..15

1.8. Hipotesa ………………………………………………………………………………………….16

1.9. Sistematika Penulisan ……………………………………………………………………………16

BAB II KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENGAJUAN


HIPOTESA
2.1. Kerangka Teoritis………………………………………………………………………...18
2.1.1. Pengertian, Sejarah dan Jenis-Jenis Gadget……………………………………….18
2.1.2. Dampak Penggunaan Gadget……………………………………………………...23
2.1.2.1. Dampak Positif………………………………………………………………23

2.1.2.2. Dampak Negatif……………………………………………………………...25

2.1.3. Pandangan Alkitabiah Tentang gadget……………………………………………29

2.1.3.1. Bentuk-bentuk Komunikasi Allah dalam Perjanjian Lama………………….32

2.1.3.2. Bentuk-bentuk Komunikasi Allah dalam Perjanjian Baru…………………...34

2.1.4. Pengertian Spiritualitas……………………………………………………………36

2.1.4.1. Pengertian Spiritualitas Secara Umum………………………………………36

2.1.4.2. Pengertian Spiritualitas Menurut Alkitab……………………………………36


vi

2.1.4.2.1. Spiritualitas dalam Perjanjian Lama……………………………….40

2.1.4.2.2. Spiritualitas dalam Perjanjian Baru………………………………..41

2.1.5. Remaja Secara Umum dan Secara Alkitab………………………………………..42

2.1.5.1. Apa Itu Remaja? ................................................................................................42

2.1.5.2. Perkembangan Psikologi Remaja……………………………………………...45

2.1.5.2.1. Perkembangan Fisik………………………………………………..46

2.1.5.2.2. Perkembangan Sosial………………………………………………47

2.1.5.2.3. Perkembangan Emosional………………………………………….48

2.1.5.2.4. Perkembangan Spiritualitas………………………………………...48

2.1.5.2.5. Perkembangan Moral………………………………………………48

2.1.6. Kehidupan Yesus di Masa Muda Sebagai Teladan Bagi Remaja…………………50

2.1.7. Peran Orang Tua dan Gereja Terhadap Penggunaan Gadget di kalangan

Remaja………………………………………………………………………………….51

2.2. Kerangka Konseptual…………………………………………………………………….56

2.3. Hipotesa.……………………………………………………………………………..…..57

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Metode Penelitian………………………………………………………………………..58

3.2. Lokasi Penelitian…………………………………………………………………………58

3.2.1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Suka Rende……………………………………...59

3.2.2. Sejarah Singkat GBKP Runggun Suka Rende………………………………………..59

3.2.3. Konteks Kehidupan Jemaat GBKP Runggun Suka Rende…………………………...60

3.2.3.1. Konteks Sosial-Budaya Jemaat………………………………………………60

3.2.3.2. Konteks Pendidikan Jemaat………………………………………………….61

3.2.3.3. Konteks Ekonomi Jemaat……………………………………………………61

3.2.4. Program Kegiatan Jemaat GBKP Runggun Suka Rende…………………………….62

3.2.4.1. Kebaktian Minggu……………………………………………………………62


vii

3.2.4.2. Ibadah KAKR………………………………………………………………..62

3.2.4.3. PA Permata…………………………………………………………………..63

3.2.4.4. PA KAKR……………………………………………………………………63

3.2.5. Statistik Jumlah Jemaat GBKP Runggun Suka Rende………………………………...63

3.2.6. Nama-nama Pelayan, Pertua/Diaken, Emeretus dan Pelayan KAKR GBKP Runggun

SukaRende……………………………………………………………………………………64

3.2.6.1. Nama-nama Badan Pengurus Majelis Runggun (BPMR)……………………64

3.2.6.2. Nama-nama Pertua/Diaken dan Emeretus…………………………………...65

3.2.6.3. Nama-Nama Pelayan KAKR………………………………………………...66

3.3. Gambaran Kehidupan Remaja GBKP Rungun Suka Rende…………………………….66

3.4. Gambaran Penggunaan Gadget Bagi Remaja GBKP Runggun Suka Rende……………68

3.5. Populasi dan Sampel……………………………………………………………………..70

3.5.1. Populasi…………………………………………………………………………….70

3.5.2. Sampel ……………………………………………………………………………..71

3.6. Metode Pengumpulan Data………………………………………………………………71

3.7. Teknik Pengolahan Data…………………………………………………………………73

3.8. Pengorganisasian Data…………………………………………………………………...75

BAB IV ANALISA DATA, HASIL ANALISA, PEMBUKTIAN HIPOTESA, DAN


REFLEKSI TEOLOGIS
4.1. Analisa Data……………………………………………………………………………..76

4.2. Hasil Analisa Data……………………………………………………………………….87

4.3. Temuan Penelitian……………………………………………………………………….87

4.4. Pembuktian Hipotesa…………………………………………………………………….89

4.5. Pengaruh Penggunaan gadget …………………………………………………………...89

4.6. Tinjauan Etis Tinjauan Etis-Praktis mengenai Tantangan Gadget terhadap Kemerosotan

Spiritualitas Remaja di GBKP Rg. Sukarende dalam Konteks Pandemi…………………......93


viii

4.7. Tabel Rangkuman Keadaan Spiritualitas Remaja, Yang Harus Dilakukan, Hasil Yang

Didapat………………………………………………………………………………………..98

4.8. Interpretasi Masalah…….………………………………………………………………102

4.9. Refleksi Teologis……………………………………………………………………….105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………….109

5.2. Saran……………………………………………………………………………………111

5.2.1. Gereja…………………………………………………………………………111

5.2.2. Orang tua……………………………………………………………………..112

5.2.3. Remaja………………………………………………………………………..114

5.2.4. STT Abdi Sabda………………………………………………………………115

DAFTAR PUSTAKA115
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Angket

2. Surat Permohonan Penelitian

3. Surat Bukti Penelitian

4. Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR SINGKATAN

A. Alkitab

Perjanjian Lama

Kej. : Kejadian

Kel. : Keluaran

Im. : Imamat
ix

Bil. : Bilangan

UI. : Ulangan

Yos. : Yosua

Hak. : Hakim-hakim

Sam. : Samuel

Taw. : Tawarikh

Neh. : Nehemia

Ayb. : Ayub

Mzm. : Mazmur

Ams. : Amsal

Pkh. : Pengkotbah

Yes. : Yesaya

Yer. : Yeremia

Dan. : Daniel

Hos. : Hosea

Am. : Amos

Perjanjian Baru

Mat. : Matius

Mrk. : Markus

Luk. : Lukas

Kis. : Kisah Para Rasul

Rm. : Roma
x

Gal. : Galatia

Kor. : Korintus

Ef. : Efesus

Flp. : Filipi

Kol. : Kolose

Tim. : Timotius

Yak. : Yakobus

Ptr. : Petrus

Ibr. : Ibrani

Why. : Wahyu

B. Singkatan Umum

Alm. : Almarhum

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

Bdk. : Bandingkan

Bpk. : Bapak

BPK : Badan Penerbit Kristen

Covid-19 : Coronavirus Disease of 2019

Dk. : Diaken

DVD. : Digital Versatile Disc

Em. : Emeritus

GBKP. : Gereja Batak Karo Protestan

GJAI. : Gereja Jemaat Allah Indonesia

GSRI. : Gereja Santapan Rohani Indonesia

IT. : Ilmu Teknologi


xi

Jlh. : Jumlah

Jln. : Jalan

Jwb. : Jawaban

Kab. : Kabupaten

KAKR. : Kebaktian Anak Kebaktian Remaja

KBBI. : Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kec. : Kecamatan

KK. : Kepala Keluarga

Kominfo. : Kementerian Komunikasi dan Informatika

KTB. : Kelompok Tumbuh Bersama

LGBT. : Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender

No. : Nomor

NZG. : Nederlandsch Zendeling Genootschap

PA. : Pendalaman Alkitab

PAUD. : Pendidikan Anak Usia Dini

PC : Personal Computer

Pdt. : Pendeta

PJJ. : Perpulungen Jabu Jabu

Pt. : Pertua

Rg. : Runggun

SD. : Sekolah Dasar

SMP. : Sekolah Menengah Pertama

SMU. : Sekolah Menengah Umum

SQ. : Spiritual Intelligence

STFT. : Sekolah Tinggi Filsafat Teologi


xii

STT. : Sekolah Tinggi Teologi

TK. : Taman Kanak-kanak

UNAIR. : Universitas Airlangga

UU ITE. : Undang-undang Informasi, Transaksi dan Elektronik

Vol. : Volume

WIB. : Waktu Indonesia Barat

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Halaman

3.2.5. Statistik jumlah jemaat GBKP Runggun Suka Rende 64

3.7. Kategori penilaian untuk setiap hasil jawaban responden 75

Tabel I Alternatif jawaban responden terhadap pemahaman jemaat akan 76

penggunaan gadget dan dampaknya bagi spiritualitas remaja


xiii

Tabel II Kategori Penilaian Tabel I 77

Tabel III Alternatif jawaban responden terhadap pengaruh gadget bagi 79

kehidupan spiritualitas remaja

Tabel IV Kategori penilaian tabel III 79

Tabel V Alternatif jawaban responden mengenai pemahaman Jemaat akan 81

pentingnya edukasi penggunaan gadget bagi remaja

Tabel VI Kategori penilaian tabel V 82

Tabel VII Jawaban responden terhadap pertanyaan tentang pentingnya peran 84

orang tua dan gereja dalam memberikan edukasi dan

pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan gadget

Tabel VIII Kategori penilaian tabel VII 85

Tabel IX Analisis data 87

4.7. Tabel Rangkuman Keadaan Spiritualitas Remaja, Yang Harus 99

Dilakukan, Hasil Yang Didapat


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seharusnya dapat memberi

kesejahteraan bagi masyarakat karena dapat dimanfaatkan bagi dunia pendidikan,

perekonomian, dan aspek kehidupan lainnya. Akan tetapi penggunaan yang salah terhadap

teknologi informasi dan komunikasi terkhususnya gadget membawa dampak yang buruk

bagi generasi muda.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (KOMINFO)

berdasarkan data yang diperoleh (data tahun 2016 ) penggunaan internet di Indonesia sekitar

80-100 juta. Penggunaan internet yang berumur 15-40 tahun mencapai 68 persen. Sementara

di bawah 15 tahun sebanyak 10 persen dan sisanya pengguna umur 40 tahun ke atas.

Direktur Pemberdaya Informatika Septriana Tangkary menyatakan, telah banyak kasus

anak-anak yang terjadi akibat penggunaan internet yang tidak sehat. Mulai dari perilaku

susila yang menyimpang baik itu pornografi, LGBT, perundingan (bullying) dan lain

sebagainya yang mengakibatkan terjadinya kerusakan moral dan mental generasi muda.1

Dalam kehidupan sehari-hari kata gadget sudah akrab di telinga kita yang dimana

gadget merupakan elektronik kecil yang didesain sedemikian rupa sehingga menjadikannya

sebagai sauatu inovasi terbaru.2 Penggunaan gadget pada anak dan remaja yang lebih dari 3

jam dalam sehari dapat menyebabkan mereka rentan pada kecanduan gadget.

Kecenderungan meningkatnya kasus anak kecanduan gadget tersebut terkait dengan

tingginya penetrasi internet di Indonesia. Berdasarkan Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, sebanyak 143,26 juta orang atau 54,68 persen dari
1
Leski Rizkinaswara “Penggunaan Internet di Indonesia” dalam
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6744/AnakAnak+pengguna+Internet+Terus+Bertambah
/0/sorotan_media, di akses pada tanggal 10 Maret 2021, pukul 23.12 wib.
2
Fathul Husnan & Java Creativity, Buku Sakti Blogger (Jakarta: Elex Media Komputindo), 73.
2

populasi Indonesia menggunakan internet penetrasi pengguna internet terbesar di usia 13-18

tahun (75,50 persen). Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada 6 Februari

2018, mengungkapkan sebanyak 93,52 persen penggunaan media sosial oleh individu

Indonesia berada di usia 9-19 tahun dan penggunaan internet oleh individu sebanyak 65,34

persen berusia 9-19 tahun. Umumnya anak-anak menggunakan internet untuk mengakses

media sosial, termasuk youtube dan game daring.3 Menurut sekjen Asosiasi Penyelenggara

Jasa Internet Indonesia (APJII), jika digabungkan dengan angka proyeksi Badan Pusat

statistik (BPS) maka populasi Indonesia tahun 2019 berjumlah 266.911.900 juta, sehingga

pengguna internet Indonesia diperkirakan sebanyak 196,7 juta pengguna.4

Data yang diambil dari bisnis.com, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

(APJII) mengatakan jumlah penggunaan internet pada tahun 2020 mencapai 196,7 juta atau

73,7 persen dari populasi. Jumlah ini bertambah sekitar 25.5 juta pengguna dibandingkan

tahun 2019.5 Dalam berita yang dilansir oleh Kompas.com mengatakan penggunaan internet

di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen

atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada januari 2020 lalu. Total jumlah penduduk

Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Sehingga penetrasi internet di Indonesia

pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.6

Dapat dilihat dari data di atas bahwa penggunaan gadget mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan penggunaan gadget tidak hanya bagi kalangan orang

dewasa tetapi sudah merambah ke dunia anak remaja. Bagi anak remaja gadget merupakan

3
Kompas, “Kecanduan Gawai Ancam Anak-anak” dalam
https://kominfo.go.id/content/detail/13547/kecanduan-gawai-ancam-anak-anak/0/sorotan_media, diakses pada
tanggal 10 Maret 2021.
4
Irso, “Dirjen PPI: Suervei Penetrasi Penggunaan Internet di Indonesia BagianPenting dari
Transformasi Digital” dalam https://www.kominfo.go.id/content/detail/30653/dirjen-ppi-survei-penetrasi-
pengguna-internet-di-Indonesia-bagian-penting-daritransformasi-digital/0/berita_satker, diakses pada tanggal 10
Maret 2021.
5
Leo Dwi Jatmiko, “APJII: 196, 7 Juta Warga Indonesia Sudah Melek Internet” dalam
https://m.bisnis.com/, diakses pada tanggal 10 Maret 2021.
6
Galuh Putri Riyanto, “Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta” dalam
https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-internet-indonesia-2021-tembus-202-
juta, diakses pada tanggal 11 Maret 2021.
3

dunia yang baru sehingga mereka selalu tertarik untuk belajar hal-hal baru akan tetapi

mereka tidak menyadari resiko yang dapat ditimbulkan. Hal ini terlihat dari banyaknya

berita yang beredar di televisi maupun sosial media yang menyatakan bahwa begitu banyak

kasus-kasus di dunia maya mengenai penggunaan gadget yang tidak benar. Pengaruh

penggunaan gadget yang tidak benar akan berdampak pada kesehatan psikologis maupun

kesehatan fisik seseorang. Sebagai contoh, dalam berita “Hai Bunda.com” mengatakan

adanya siswa kelas 1 SMP asal desa Salam Jaya, Pabuaran, Subang, meninggal dunia usai

didiagnosis mengalami gangguan saraf. Menurut pihak keluarga, penyakit yang diderita

remaja berusia 12 tahun tersebut akibat dari kecanduan main game online di ponsel. Korban

meninggal pada bulan februari 2021.7 Berdasarkan data dan kasus di atas maka penulis

tertarik untuk membahas dan mendalami bagaimana gadget mempengaruhi kehidupan

remaja terutama dalam hal spiritualitasnya. Maka penting bagi kita untuk memahami apa itu

teknologi gadget dan bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan spiritualitas remaja.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi adalah keseluruhan sarana untuk

menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup

manusia. Teknologi juga terbagi menjadi dua bagian yaitu teknologi informasi dan teknologi

komunikasi yang dimana teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan

proses, penggunaan alat bantu, manipulasi dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi

komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk

memproses dan mentransfer data dari perangkat satu ke yang lainnya.8

Seiring dengan berkembangnya teknologi dari masa ke masa, pendidikan merupakan

salah satu bagian yang terkena imbasnya. Terlebih saat terjadi pandemi covid-19 yang

menyebabkan proses pembelajaran menjadi ‘dirumahkan’. Mau tidak mau, proses

7
Annisa Afani, “Siswa SMP Disebut Meninggal Karena Kecanduan Game Online” dalam https://www-
haibunda-com.cdn.ampproject.org, diakses pada tanggal 12 Maret 2021 pukul 14.26 WIB.
8
Ditta Widya Utami & Richardus Eko Indrajit, Menyongsong Era Baru Pendidikan (Yogyakarta: Andi,
2020), 2.
4

pembelajaran harus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah menghapus batas ruang dan waktu di

dunia pendidikan. Jika sebelumnya guru dan murid bertemu di ruang kelas, kini mereka

dapat bertemu dalam ruang virtual.9

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang ini,

Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengikuti arus globalisasi dunia.

Masyarakat Indonesia dihadapkan dengan berbagai fasilitas yang selalu berkembang, salah

satunya adalah perkembangan teknologi digital yang makin mudah dijumpai. Perkembangan

teknologi menghasilkan berbagai macam fasilitas untuk memudahkan segala aktivitas hidup

manusia dalam melakukan pekerjaan dan mengakses berbagai informasi. Dengan adanya

kemajuan teknologi ini, akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap segala aspek

kehidupan, mulai dari kegiatan perkantoran, hiburan, keagamaan dan pendidikan.10

Dalam kehidupan era revolusi industri 4.0 sekarang ini, gadget sebagai salah satu alat

teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi tren bagi masyarakat bahkan merambah

pada kaum remaja. Bagi beberapa orang, gadget sudah menjadi kebutuhan yang sangat

penting karena sangat membantu aktivitas manusia mulai dari belajar, media sosial, bisnis

bahkan hiburan dan lain sebagainya. Penggunaan gadget terlihat semakin pesat di tengah

munculnya pandemi Covid-19 sehingga membuat gadget menjadi sangat penting dalam

membantu berbagai aktivitas manusia. Banyaknya kegiatan yang seharusnya diadakan

dengan tatap muka tetapi terhalang akibat adanya social distancing mengharuskan kita untuk

melakukan segala kegiatan dari rumah (work from home) sehingga mendorong manusia

harus bertemu melalui media online. Salah satunya adalah dalam dunia pendidikan, yang di

mana anak-anak dituntut untuk belajar dari rumah menggunakan sosial media sehingga

secara tidak langsung menuntut anak-anak untuk memiliki gadget masing-masing.


9
Ditta Widya Utami & Richardus Eko Indrajit, Menyongsong Era Baru Pendidikan, 4.
10
Noralia Purwa Yunita & Richardus Eko Indrajit, Digital Mindset Menyiapkan Generasi Muda
Indonesia Menghadapi Disrupsi Teknologi (Yogyakarta: Andi, 2020), 40-41.
5

Dalam buku Abdul Muis Joenaidy yang berjudul “Konsep dan Strategi Pembelajaran

di Era Revolusi Industri 4.0” menjelaskan bahwa munculnya revolusi industri 4.0 telah

mengantarkan manusia pada satu masa dimana pembelajaran dan pendidikan bukan lagi soal

tatap muka atau pertemuan antara guru dengan siswa di kelas, bukan pula sebatas

mempelajari suatu topik di tempat tertentu. Pembelajaran masa kini telah bergeser yang tak

terbatas oleh ruang dan waktu. Jika dahulu peserta didik harus memiliki buku cetak untuk

mempelajari materi tertentu, kini dengan teknologi semua itu dapat diringkas.11

Perubahan teknologi yang berkembang selaras dengan perkembangan otak manusia.

Teknologi berkembang di bawah tuntutan untuk mempermudah manusia untuk menjalankan

aktifitasnya. Teknologi berubah sejalan dengan keinginan manusia untuk hidup lebih baik,

lebih fleksibel dan lebih berkualitas.12

Istilah gadget dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan peranti elektronik

atau mekanik dengan fungsi praksis.13 Gadget adalah salah satu bukti majunya

perkembangan di dunia teknologi. Dengan adanya gadget tidak bisa dipungkiri keberadaan

gadget yang merupakan salah satu wujud kemajuan dalam bidang teknologi. Hal ini bisa

membantu seseorang dalam kehidupan yaitu memudahkan komunikasi antar individu. Salah

satu dampak besar gadget adalah mempengaruhi perkembangan sosial seseorang. Adapun

dampak gadget yaitu tidak adanya saling komunikasi antar sesama individu cenderung lebih

asyik dengan gadgetnya sehingga sosial antar sesama menjadi menurun.14

Ada beberapa macam gadget yang sering digunakan antara lain: handphone,

smartphone, Tablet PC, video game.15 Penggunaan gadget yang semakin intens dilakukan

11
Abdul Mois Joenaidy, Konsep dan Strategi Pembelajaran di Era Revolusi Indsutri 4.0 (Jakarta:
Laksana, 2019), 116-117.
12
Yulius Roma Patandean & Richardus Eko Indrajit, Digital Transformation Generasi Muda Indonesia
Menghadapi Transformasi Dunia, 1-2.
13
Tim Penyusun, KBBI (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 403.
14
Sylvie Puspita, Monograf Fenomena Kecanduan Gadget Pada Anak Usia Dini (Surabaya: Cipta
Media Nusantara (CMN), 2020), 54.
15
Derry Iswidharmanjaya dan Beranda Agency, Bila si Kecil Bermain Gadget (Yogyakarta: Bisakimia,
2014), 7.
6

oleh banyak orang dari berbagai kalangan, tidak pandang usia dan profesi, bukannya tanpa

alasan. Semua kebutuhan manusia modern saat ini dengan mudah dan murah bisa

didapatkan melalui sedikit peran yang praktis. Jelas, gadget menawarkan solusi atas masalah

kebutuhan hidup banyak orang sehingga cepat sekali menjadi budaya baru.

Namun, keberadaan gadget bukannya tak memiliki cela. Dengan kemudahan yang

ditawarkan itu, justru membuat banyak orang terlena. Bahkan gadget dapat menimbulkan

ketergantungan bahkan kecanduan pada seseorang. Hal tersebut tentu perlu dikhawatirkan.

Sebab alih-alih membantu membuat hidup manusia menjadi lebih mudah dan nyaman, gadget

justru bisa menjadi musuh rasa kemanusiaan pada diri manusia itu sendiri. Akibatnya pada

satu titik pengaruh gadget ini juga akan merusak hubungan/interaksi seseorang di dalam

keluarga, sekolah, maupun tempat kerjanya.16

Hal ini juga bisa kita lihat dari kejadian menara Babel, sebagaimana dalam jurnal

Biormatika menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya

(Imagodei) dan memperlengkapi manusia dengan kekuatan berfikir (Kej. 1:27-31). Namun

Allah menentang manusia dalam menciptakan teknologi dengan motivasi yang salah. Hal ini

terlihat jelas dalam kitab Kejadian Allah memporak-porandakan kota Babel (Kej. 11:1-9).

Sebagai orang Kristen harus dapat menguasai teknologi dan bukan dikuasai oleh teknologi (1

Kor. 6:12). Dalam hal ini, teknologi hasil dari akal budi manusia diijinkan digunakan untuk

mengupayakan kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tetapi ketika teknologi digunakan untuk

menentang hukum Tuhan maka manusia akan menjadi budak dosa.17

Pengaruh dari gadget ini sangat terlihat jelas dalam kehidupan anak remaja.

Sebelumnya kita harus mengenali siapa itu remaja dan bagaimana kepribadian yang dimiliki

seorang remaja. Istilah “adolescence” atau remaja berasal dari kata Latin (adolesscere), kata

16
Azimah Subagijo, Diet & Detoks Gadget (Jakarta Selatan: Noura Books, 2020), 5.
17
Merinda Maranatha Sitorus & Fredik Melkias Boiliu, “Kajian Perkembangan Teknologi Berdasarkan
Pendidikan Agama Kristen” Jurnal Biormatika: Jurnal Ilmiah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Agama
Kristen Vol. 7 No.1 Tahun 2021, (Jakarta: Universitas Kristen Indonesia, 2021), 115.
https://ejournal.unsub.ac.id/index.php/FKIP/article/view, (diakses pada 5 Februari 2021).
7

bendanya “adolescentia” yang berarti remaja, yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa. Istilah “adolescence”, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih

luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.18

Istilah kata remaja ini mengandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa remaja

merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok manusia yang lain.

Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering

menyusahkan orang tua. Seringkali dengan gampang orang mendefenisikan bahwa remaja

sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun,

atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang

perasaan dan sebagainya.19

Masa remaja sering disebut dengan “storm dan stress”, masa pancaroba yakni suatu

masa yang penuh kegoncangan jiwa. Hal ini dikarenakan oleh keadaan yang masih dalam

masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan menuju masa

dewasa yang matang dan mandiri.20 Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat

dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan

mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi

juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan.

Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik

maupun psikisnya. Namun, yang perlu ditekankan disini adalah bahwa fase remaja merupakan

fase perkembangan yang tengah berada pada masa potensial baik dilihat dari aspek kognitif,

emosi, maupun fisik.21

Remaja masa kini juga sangat dibanjiri dengan berbagai macam berita dan keteladanan

buruk seperti: berita kejahatan, korupsi, penyelewengan seksual, penyalahgunaan obat dan
18
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1980), 206.
19
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 2.
20
Anni Dyck, Tantangan dan kebutuhan remaja (Malang: departemen pembinaan anak dan Pemuda/
YPPII, 1982), 5-6.
21
Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Bumi
Aksara, 2019), 9-10.
8

lain-lain. Suasana masyarakat yang sangat materialistis dan egois ini sangat mempengaruhi

perkembangan remaja ke arah pembentukan kepribadian yang juga materialistis dan egois

bahkan apatis terhadap nasib orang lain. Sikap ini juga sangat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk

permainan elektronis yang mengasyikkan untuk dimainkan secara individual. Hal yang sangat

memprihatinkan adalah kenyataan dunia pendidikan saat ini terlalu berat menekankan

perkembangan kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotoris, sedangkan kemampuan

afektif kurang mendapat perhatian.22 Hal yang tidak kalah pentingnya adalah peranan teman

sebaya. Banyak remaja terlibat dalam hal-hal salah seperti kecanduan narkoba, seks bebas,

pola hidup konsumtif, karena memang pengaruh dari teman sebaya yang mengatakan “tidak

gaul” atau “ketinggalan zaman”.23

Penggunaan gadget oleh remaja juga mempengaruhi spiritualitas remaja sehingga

yang menjadi persoalan yang dihadapi adalah bahwasannya bukannya meningkatkan

spiritualitas remaja, gadget malah menjadi faktor yang membuat terjadinya kemerosotan pada

spiritualitas remaja sekalipun tidak menutup kemungkinan gadget dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan spiritualitas.

Pada hakikatnya spiritualitas mengenai jawaban pribadi terhadap panggilan Tuhan

dan berkembang di dalam Tuhan. Konkretnya, jawaban terhadap panggilan Tuhan terjadi

dalam konteks doa, dan kegiatan mewartakan kerajaan Allah melalui pelayanan kepada

saudara lain. Spiritualitas berkaitan erat dengan doa, ibadat dan pelayanan kepada umat

beriman.24

Oleh karena gadget dapat mendorong remaja kepada kemerosotan spiritualitas maka

perlu penanaman nilai moral dan pembentukan akhlak yang lebih dikenal dengan istilah

kecerdasan spiritual (SQ). Menurut Zohar dan Marshall sebagaimana dikutip oleh Rohinah M.

Noor dalam buku “Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah”
22
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 141.
23
Tim Penyusun, Suluh Siswa 1 Bertumbuh Dalam Kristus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 19.
24
Charles M. Shelton, Menuju Kedewasaan Kristen (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 18.
9

mengatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan masalah dalam konteks makna dan nilai hidup yang lebih luas dan universal.

Kecerdasan manusia merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia. 25 Untuk

itu, sesuai dengan konsep kecerdasan spiritual (SQ) yang digagaskan oleh Zonar dan Marshall

dalam buku “Psikologi Perkembangan” yang dikutip oleh Desmita, mengatakan pendidikan

agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program

pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil

kecerdasan spiritual (SQ) dapat berkembang dengan baik dalam diri anak.26

Penanaman nilai-nilai agama pada pendidikan anak sudah seharusnya diberikan sejak

dini kepada anak. Hal tersebut merupakan kewajiban orang tua terhadap anak. Utamanya di

era digital yang penuh dengan tantangan bagi anak. Penanaman nilai-nilai agama merupakan

hal penting yang diharapkan mampu untuk meminimalisir dampak-dampak negatif dari era

digital. Melalui penanaman nilai-nilai agama pada anak diharapkan kedepannya anak

memiliki kepribadian yang baik, bertanggung jawab, serta senantiasa mengingat Tuhannya,

sehingga apa saja yang dilakukan anak memiliki nilai-nilai positif dan bermanfaat bagi

dirinya dan orang lain. Penanaman nilai-nilai agama dimulai dari keluarga yang merupakan

lingkungan terdekat anak. Dampak negatif dari era digital yang berpengaruh negatif kepada

anak harus diwaspadai oleh orang tua sehingga dapat meminimalisir dampaknya pada

perilaku yang ditampilkan anak sehari-hari.27

Kemerosotan spiritualitas remaja yang dipengaruhi oleh gadget pada masa pandemi

covid-19 ini terlihat dari beberapa perubahan moral-keagamaannya seperti:28

25
Rohinah M. Noor, Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah
(Yogyakarta: Pedagogia, 2012), 4.
26
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 175.
27
Maulidya Ulfah, Digital Parenting Bagaimana Orang Tua Melindungi Anak-Anak dari Bahaya
Digital? (Jawa Barat: Edu Publisher, 2020), 213.
28
Ana Widyastuti, 77 Permasalahan Anak dan Cara Mengatasinya (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2019), 344-402.
10

1. Anak nakal. Anak yang nakal adalah anak yang mempunyai perilaku yang

menyimpang dari adat dan kebiasaan, bahkan tatanan moral yang berlaku.

Bentuk kenakalan anak sangat bervariasi seperti, tega memukul temannya,

menarik rambut temannya, membantah perintah guru dan orang tua, dan

sikap-sikap tidak sesuai dengan harapan lainnya, akibat dari perilaku nakal

tersebut akan fatal. Salah satu faktor anak menjadi nakal adalah faktor

religi dan teknologi yang semakin maju.

2. Anak sombong. Sombong adalah salah satu sifat yang dibenci oleh agama

manapun. Dalam agama sifat sombong merupakan sifat yang dilarang.

Banyak remaja yang sifatnya berubah menjadi sombong untuk

menunjukkan apa yang ia punya salah satunya ialah menyombongkan diri

ketika bertemu dengan temannya remaja akan mempamerkan kecanggihan

gadget yang ia miliki.

3. Anak keras kepala dan suka melawan. Orang tua merupakan peranan yang

membahagiakan, namun orang tua juga bertugas untuk mendidik anak agar

tidak salah jalan dan juga bisa membawa anak hingga dewasa tanpa ada

hal-hal yang membahayakan atau salah kaprah. Salah satunya adalah sifat

keras kepala, di mana terkadang beberapa anak terbentuk karena

lingkungan dan menjadikan mereka keras kepala.

4. Bersikap kasar dan tidak sopan. Kekasaran adalah ketika seseorang

mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak semestinya dan tidak

menyenangkan bagi orang lain. Bersikap kasar adalah suatu tindakan yang

tidak pantas, memalukan, dan menjengkelkan.

5. Suka membantah, melawan orang tua dan guru. Semakin dewasa seorang

anak biasanya akan semakin sulit diatur. Mereka biasanya memiliki


11

pendapat dan pandangan sendiri yang diyakini benar. Sehingga tidak jarang

dijumpai anak remaja maupun dewasa yang melawan orang tuanya.

6. Keras kepala. Saat anak berubah menjadi keras kepala dan suka melawan,

bisa jadi perilaku tersebut diakibatkan karena mereka melihat contoh yang

sama.

7. Anak kikir atau pelit. Anak yang sering kali menyayangi benda miliknya

secara berlebihan sehingga tidak dimanfaatkan tetapi hanya cukup dimiliki.

Tidak dapat dipungkiri terkadang hal ini dapat membuatnya menjadi egois

dan tidak mau berbagi.

8. Anak sulit diajak beribadah. Dalam perspektif moral-keagamaan, anak-

anak yang susah diajak belajar beribadah merupakan anak yang memiliki

perilaku bermasalah paling akut. Sebab ibadah merupakan kunci dari

moralitas seseorang. Jika ibadahnya baik, maka moralnya pasti baik. Tetapi

anak-anak yang moralnya baik, belum tentu ibadahnya baik.

Oleh karena itu, penting untuk mengarahkan kerohanian. Dalam buku John Van Engen

yang berjudul “ Educating People of Faith Exploring the History of Jewish and Christian

Communities” menjelaskan bahwa pengarahan rohani yang lebih formal adalah kesediaan dan

bakat untuk memberikan kata yang baik atau menjadi telinga yang baik secara konsisten dan

berbuah sebagai bagian dari panggilan.29 David Heller dalam buku “Talking to Your Child

about God” menegaskan pentingnya spiritualitas, Heller menjelaskan bahwa kerohanian di

rumah sebaiknya dipelihara melalui keterlibatan dan kepedulian relasi orang tua dan anak-

anak. Suami dan istri menurut penjelasan Heller menjadi sumber makanan rohani antara orang

tua dan anak.30 Jadi remaja dalam pembentukan spiritualitasnya juga harus belajar untuk

29
John van Engen, Educating People of Faith Exploring the History Of Jewish and Christian
Communities (Michigan: Grand Rapids, 2004), 349.
30
David Heller, Talking to Your Child About God (Toronto: Bantam Books, 1988), 25-26.
12

mendapatkan pengarahan rohani baik di sekolah, gereja, maupun keluarga dan lingkungan

sekitar.

Seperti Yesus juga sebagai seorang manusia biasa, Yesus juga harus belajar. Ia tidak

dilahirkan lengkap dengan semua pengetahuan yang bakal muncul dalam pengajaranNya di

kemudian hari. Dalam arti tertentu boleh dikatakan, bahwa Ia belajar dari keluargaNya, dari

pengalamanNya di sekolah Sinagoge, dari keterbukaanNya terhadap dunia sekitarNya, dari

kemungkinan-kemungkinan yang baru dan berbeda dengan yang lazim dialamiNya dan dari

tantangan hidup yang harus diatasi.31

Dampak penggunaan gadget yang menyebabkan terjadinya kemerosotan spiritualitas

terkhususnya kepada anak remaja juga terjadi di gereja GBKP Rg. Suka Rende.

1. Remaja kurang menghargai norma agama yang ditandai dengan sikap tidak etis
dimana mereka disibukkan dengan bermain gadget selama ibadah berlangsung.
2. Remaja dan orang tua menunjukkan tanda-tanda serta gejala-gejala kerenggangan
relasi dan komunikasi yang berpotenti disharmonisasi keluarga.
3. Remaja memiliki rutinitas yang kurang ideal terhadap perkembangan spiritualitas dan
moralnya. Hal itu ditandai dengan lebih banyaknya alokasi waktu bermain gadget
ketimbang aktivitas spiritual.
4. Terjadinya kesenjangan antara aktifitas-aktifitas virtual remaja dan kegiatan-kegiatan
rohani.
5. Remaja melakukan kebohongan kepada orang tua demi kepentingan gadget.
6. Remaja kurang memiliki sopan santun akibat dari konsumsi yang tidak baik dari
gadget yang ditandai dengan tata bahasa yang kurang baik.
7. Remaja cenderung menganggap kebiasaan-kebiasaan buruk sebagai hal lumrah,
misalnya dalam berpakaian kurang sopan dan perkataan kotor.
8. Remaja kurang bertanggung jawab terhadap aturan dan teguran, hal itu ditandai
dengan remaja yang bersikap acuh terhadap aturan orangtua.
9. Remaja mengalami kecanduan terhadap gadget sehingga mengabaikan spiritualitas.

31
Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 23.
13

Berdasarkan permasalahan di atas pendampingan gereja dan orang tua sangat

diperlukan dalam membentuk karakter anak remaja. Orang tua harus lebih memperhatikan

anak remaja dalam melakukan aktivitas gadgetnya dan juga orang tua harus lebih

mendisiplinkan anak remaja dalam mengelola waktu penggunaan gadget.

Gereja juga harus memperhatikan spiritualitas anak remaja agar tidak mengalami

kemerosotan yang berdampak kepada kehidupan moralnya. Gereja harus lebih memperbanyak

kegiatan rohani kepada anak remaja seperti melakukan saat teduh bersama, meditasi, berdoa,

membaca alkitab, dan aktivitas spiritualitas lainnya sehingga anak remaja tetap bertumbuh

dalam iman di tengah zaman era revolusi industri 4.0. Untuk menjawab permasalahan-

permasalahan yang sudah disampaikan penulis di atas maka penulis mengangkat topik

“TANTANGAN GADGET TERHADAP KEMEROSOTAN SPIRITUALITAS

REMAJA” dengan sub-judul “Suatu Tinjauan Etis-Praktis mengenai Tantangan Gadget

terhadap Kemerosotan Spiritualitas Remaja Di GBKP Rg. Suka Rende Dalam Konteks

Pandemi Covid-19”.

1.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek

permasalahan yang muncul dan terkait dengan judul penelitian atau dengan masalah atau

dengan variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi dapat diangkat sejumlah masalah yang

saling terkait satu dengan yang lainnya. 32 Dengan melihat latar belakang masalah yang telah

dipaparkan di atas, maka penulis melihat masalah yang timbul adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya perilaku remaja yang kecanduan terhadap gadget seperti bermain game

online, sosial media, pornografi dan berdampak kepada kesehatan psikologis dan

kesehatan fisik.

32
Dominikus Dolet Unaradjan, Metode Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Universitas katolik Indonesia
Atma Jaya, 2019), 5.
14

2. Besarnya potensi remaja terpapar dampak negatif gadget akibat keadaan remaja yang

rentan terutama dalam masa pandemi Covid-19.

3. Kurangnya pemahaman remaja GBKP Rg. Suka Rende akan pentingnya spiritualitas.

4. Merosotnya spiritualitas Remaja GBKP Rg. Suka Rende akibat dari dampak negatif

penggunaan gadget dan kurangnya peran aktif dari orang tua dan gereja dalam

memberikan edukasi penggunaan gadget.

5. Pentingnya peran gereja dan orang tua dalam meningkatkan spiritualitas remaja.

1.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertolak dari temuan yang ada pada identifikasi masalah.

Pembatasan masalah merupakan temuan yang diungkapkan dalam identifikasi masalah yang

akan diteliti berdasarkan alasan-alasan tertentu (keterbatasan waktu, tenaga, agar lebih fokus).

Jadi, batasan masalah adalah upaya peneliti menetapkan batasan-batasan dari masalah

penelitian yang akan dimasukkan ke dalam ruang lingkup masalah penelitian saja. 33 Untuk

menghasilkan karya ilmiah perlu batasan masalah agar masalah tidak terlalu luas cakupannya.

Oleh karena itu penulis membuat batasan masalah dalam penulisan ini pada “Suatu Tinjauan

Etis-Praktis mengenai Tantangan Gadget terhadap Kemerosotan Spiritualitas Remaja Di

GBKP Rg. Suka Rende Dalam Konteks Pandemi Covid-19”.

1.4. Rumusan Masalah

Membuat dan merumuskan masalah adalah hal yang sangat penting dalam melakukan

suatu penelitian. Hal ini bertujuan supaya masalah yang sedang terjadi dapat diketahui

penyebabnya dan juga merupakan suatu acuan dalam menjawab suatu masalah yang ada

33
Ismail, Bambang Triyanto, Penulisan Karya Ilmiah (skripsi): Suatu pedoman (Jawa Tengah:
Lakeisha, 2020), 101.
15

dalam penelitian yang akan atau yang sedang diselidiki. Hal ini dimaksudkan agar sipenulis

tidak menyimpang dan lari dari pokok permasalahan.34

1. Apa itu gadget dan bagaimana pandangan alkitabiah terhadap gadget?

2. Bagaimana pengaruh gadget terhadap spiritualitas kehidupan remaja?

3. Bagaimana peran orang tua dalam mengedukasi penggunaan gadget untuk

meningkatkan spiritualitas remaja?

4. Bagaimana peran gereja dalam mengedukasi penggunaan gadget untuk meningkatkan

spiritualitas remaja?

1.5. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu gadget dan bagaimana pandangan alkitabiah terhadap gadget.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh gadget terhadap spiritualitas kehidupan remaja.

3. Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua dalam mengedukasi penggunaan gadget untuk

meningkatkan spiritualitas remaja.

4. Untuk mengetahui bagaimana peran gereja dalam mengedukasi penggunaan gadget untuk

meningkatkan spiritualitas remaja.

1.6. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah sebuah pernyataan tentang apa yang dirasakan setelah tujuan

tercapai.35

1. Menambah wawasan dan pengetahuan serta bekal bagi penulis untuk melayani di

lapangan pelayanan.

34
Surjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Ul-Press, 1986), 15.
35
Victorianus Aries S., Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 18.
16

2. Memberi kesadaran terhadap remaja akan dampak negatif gadget dan pentingnya

spiritualitas.

3. Supaya orang tua memahami peran penting mereka dalam mengedukasi remaja

tentang penggunaan gadget.

4. Supaya gereja GBKP Rg. Suka Rende dan memahami peran penting mereka dalam

mengedukasi remaja tentang penggunaan gadget.

5. Supaya Sinode GBKP memahami peran penting mereka dalam mengedukasi remaja

tentang penggunaan gadget.

1.7. Metode Penulisan

Dalam mencapai hasil yang maksimal dalam sebuah penelitian, maka dibutuhkan

metode yang mendukung penelitian tersebut. metode penelitian ini adalah suatu cara atau

teknis dalam proses penelitian masalah untuk memperoleh fakta-fakta yang mampu menjawab

masalah tersebut.36 Dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan

(library research) yakni dengan mengumpulkan dan memakai buku-buku, artikel dan sumber-

sumber lain yang berkaitan dengan judul tulisan dan metode penelitian lapangan (field

research) dengan membagikan angket dan melakukan wawancara (interview).

1.8. Hipotesa

Setiap penyusunan karya ilmiah terlebih dahulu merumuskan hipotesa yang beranjak

dari masalah di atas, maka penulis memiliki hipotesa sementara yaitu: “Jika adanya peran

36
Mardalis, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 39.
17

orang tua dan gereja terhadap pendisiplinan dan pengawasan penggunaan gadget oleh

remaja, dapat meningkatkan spiritualitas remaja di GBKP Rg. Suka Rende”.

1.9. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan

dan Sistematika Penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

Berisi: pengertian judul yakni gadget secara umum dan sejarah terbentuknya

gadget, tujuan dan fungsi gadget, dampak gadget, pengaruh covid-19 terhadap

peningkatan penggunaan gadget, pengertian spiritualitas remaja, dampak

negatif gadget terhadap spiritualitas remaja, peran orang tua dan gereja

terhadap peningkatan spiritualitas remaja.

BAB III : PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN

Berisi: gambaran umum dari objek penelitian, Metode penelitian, alat

pengumpulan data dan teknik pengumpulan data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBUKTIAN HIPOTESA

Berisi: Hasil pengumpulan data, pengolahan data, temuan penelitian,

pembuktian hipotesa, dan hasil tinjauan serta kajian etis-praktis.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II

KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN

PENGAJUAN HIPOTESA

2.1. Kerangka Teoritis


18

2.1.1. Pengertian, Sejarah dan Jenis-jenis Gadget

Manusia sebagai makhluk hidup pasti membutuhkan alat komunikasi untuk

mendapatkan informasi, karena hal tersebut sudah menjadi kebutuhan yang penting untuk

berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik. Hal itu membuat manusia menciptakan

sistem dan alat untuk dapat memudahkan manusia dalam berkomunikasi, mendapatkan

informasi dan hiburan, mulai dari gambar, tulisan, suara, video, permainan, fasilitas,

internet, jejaring sosial yang dapat dilingkupi dalam fitur-fitur yang disajikan oleh

gadget.37

Dapat kita pahami bahwa gadget merupakan sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang

mengartikan sebuah alat elektronik kecil dengan berbagai macam fungsi khusus. Gadget

dalam bahasa Indonesia yang berarti “acang” merupakan suatu istilah yang merujuk pada

suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang

berguna yang umumnya diberikan terhadap sesuatu yang baru. Dapat kita simpulkan

bahwa gadget dalam pengertian secara umum dianggap sebagai suatu perangkat

elektronik yang memiliki fungsi khusus pada setiap perangkatnya.38

Dalam tulisan Rais Syafi’i yang berjudul “The Power of Gadget” dalam buku

“Terpenjara Komodifikasi Media” mengatakan bahwa gadget adalah suatu perangkat alat

canggih yang di dalamnya terdapat aplikasi-aplikasi yang menyajikan berbagai menu di

antaranya ada sumber informasi, jejaring sosial, hobi, hiburan, penunjang kreatifitas, dan

masih banyak lagi.39

37
Hastri Rosiyanti, Rahmita Nurul Muthmainnah, “Penggunaan Gadget Sebagai Sumber Belajar
Mempengaruhi Hasil Belajar pada Mata Kuliah Dasar Matematika” Fibonacci Jurnal Pendidikan Matematika
dan Matematika Volume 4, No. 1 (Juni 2018), 29.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/fbc/article/view/2750 (diakses, 15 Februari 2021).
38
Layyinatus Syifa, Eka Sari Setianingsih, & Joko Sulianto ”Dampak Penggunaan Gadget Terhadap
Perkembangan Psikologi Pada Anak Sekolah Dasar” Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar Volume 3, no.4 (tahun 2019),
528-529.
https://www.researchgate.net/publication/342516421_Dampak_Penggunaan_Gadget_(diakses, 15 Februari
2021).
39
Wiwin Via Wulan Sari, dkk, Terpenjara Komodifikasi Media (Malang: Intrans Publishing Group,
2020), 56.
19

Perkembangan Telekomunikasi telah mengalami revolusi yang sangat drastis baik

terkait teknologi alat maupun salurannya. Pada masanya kita mengenal pesawat telepon

sebagai alat yang maju yang menghubungkan komunikasi lisan manusia meskipun terpisah

oleh jarak. Sejak paten pertama yang dibukukan pada paten Amerika Serikat yang dimana

perangkat telepon ditemukan oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1876, dan kemudian

telah terjadi perkembangan yang pesat dari alat telepon hingga kita mengenal saluran telepon

di rumah dan telepon umum dengan system koneksi pulsa koin dan kartu. Hingga pada tahun

1990an, telepon umum masih berlaku dan hampir digunakan di seluruh dunia. Model telepon

genggam atau telepon seluler mulai merambah secara global pada awal abad ke-21 atau

sekitar tahun 2000. Alat telepon di Indonesia dikenal sebagai Handphone (HP).

Perkembangan teknologi selanjutnya dikenal dengan sebutan telepon pintar (smartphone)

yang dapat menciptakan semua kemungkinan digital baik melalui suara, teks, gambar mati

ataupun gambar hidup (video), secara langsung (live), maupun tayang ulang (relay).

Pergantian dari telepon seluler kabel ke telepon nirkabel dan juga pergantian dari teknologi

seluler analog ke teknologi telepon pintar telah mengubah sejumlah karakter manusia sebagai

individu dan juga komunitas.40

Membahas mengenai gadget sebenarnya tidak bisa dijelaskan dengan menyeluruh,

sebab kata gadget ini tidak melambangkan sebuah benda atau barang tetapi sebuah klasifikasi

dari beragam jenis komponen seperti handphone. Pada waktu itu, perangkat telepon belum

bisa disebut sebagai gadget sebab pemakaiannya masih terkesan sulit. Hingga pada generasi

ke 1- dan 2 perangkat telepon mulai dimodifikasi menjadi lebih ringan dan sudah memakai

antena mini untuk menangkap sinyal radio. Kemudian memasuki generasi ke 3 mulai

dikenalkan adanya system operasi dalam handphone seperti: Java, Symbian dan android yang

dapat dikatakan fungsi handphone semakin mendekati PC hingga pada generasi ke 4 sampai

40
Agus Suwignyo, Kita dan Dunia Kontemporer (atau Mengapa Sejarawan harus Menyesuaikan Cara
Kerjanya dengan Tunttutan Perkembangan Teknologi Informasi Digital) Jurnal Sasdayana Gadjah Mada
Journal Of Humanities, Vol. 2, No. 2 ( Mei 2018), 396-397.
20

sekarang muncullah istilah smartphone dengan teknologi 4G. Pada waktu itu, istilah gadget

berasal dari lelucon pada abad-19 yang dibuktikan dalam anekdot pemakaian kata gadget

dalam kamus Inggris Oxford. Istilah ini dipakai untuk mengganti penyebutan suatu benda

yang dipakai oleh seseorang dengan daya ingat rendah yang dimana istilah ini sudah muncul

di tahun 1850-an.

Sedangkan Michael Quinion yang merupakan seorang penulis asal Inggris

penyumbang tulisan dalam edisi kedua kata baru dalam kamus Oxford menulis asal usul

istilah gadget di dalam situs www.worldwidewords.org, yang dimana menurut Michael

gadget identik dengan berbagai alat mekanis kecil yang bentuknya tidak jelas tetapi

merupakan alat yang cerdik dan juga baru. Pendapat yang lain juga berkata bahwa gadget

berasal dari bahasa Perancis yaitu gachette yang memiliki arti melahirkan suatu gagasan baru.

Sampai pada tahun 1956, istilah gadget masih terus diperbincangkan hingga seorang kritikus

arsitektur bernama Reyner Banham mengartikan gadget sebagai suatu benda yang memiliki

karakteristik unik yang memiliki kinerja tinggi serta berkaitan dengan ukuran sekaligus biaya.

Dengan kata lain gadget berfungsi untuk mengubah sesuatu menjadi hal yang diperlukan oleh

manusia.41

Di tengah masyarakat sekarang ini, gadget yang paling populer adalah smartphone

atau dalam arti lain telepon pintar. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila penyebutan

gadget lebih merujuk kepada smartphone, android, tablet dan notebook, yang merupakan

perangkat elektronik yang praktis saat ini.42 Dalam buku “Bila Si Kecil Bermain Gadget”

yang ditulis oleh Derry Iswidharmanjaya & Beranda Agency mengatakan bahwa ada

beberapa macam gadget yang sering digunakan oleh anak-anak antara lain: Smartphone,

Laptop, Tablet PC, Video Game.43

41
Tiyas, “Gadget: Pengertian, Sejarah, Fungsi, Jenis Dampak”, https://www.yuksinau.id/pengertian-
gadget/, diakses pada selasa, 21 September 2021, pukul 12.15 Wib.
42
Azimah Subagijo, Diet dan Detoks Gadget (Jakarta Selatan: Noura Books, 2020), 21.
43
Derry Iswidharmanjaya & Beranda Agency, Bila Si Kecil Bermain Gadget (Bogor: Bisakimia, 2014),
7.
21

1. Smartphone

Pada masa sebelumnya penggunaan telepon pintar (smartphone) merupakan

kemudahan yang dapat dinikmati oleh golongan atas saja, akan tetapi kini sudah bisa

dinikmati oleh golongan menengah bahkan golongan ekonomi rendah. Pada masa

dahulu telepon pintar (smartphone) hanya berperan sebagai media komunikasi atau

sering disebut dengan “mount to mount”, akan tetapi pada saat ini berbagai fitur bisa

dinikmati melalui telepon pintar (smartphone) ini sehingga orang bisa mengirim pesan

teks, gambar, bahkan mengakses internet yang dulu hanya bisa dilakukan saat

menghadapi layar monitor komputer.44

2. Laptop

Laptop merupakan komputer portable kecil yang bisa dibawa kemana-mana

yang terintegrasi dalam sebuah casing. Penggunaan laptop sangat membantu dan

memudahkan dalam menyelesaikan pekerjaan. Penggunaan laptop pada saat ini sudah

merambah semua lapisan masyarakat baik menggunakan komputer maupun laptop.45

3. Tablet PC

Tablet PC atau singkatan dari tablet personal computer adalah laptop atau

komputer berbentuk buku yang memiliki layar sentuh atau teknologi tablet digital

yang memungkinkan pengguna komputer mempergunakan stylus atau pulpen digital

selain keyboard ataupun mouse komputer. 46 Tablet PC memiliki ukuran yang lebih

kecil dari komputer dan perangkatnya juga lebih mudah untuk dibawa.

44
H. Hamzah B. Uno & Nina Lamatenggo, Teknologi Komunikasi dan Informasi Pembelajaran
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 13.
45
Sri S. Ningsih, Fransiska Lintong, & Jimmi F. Rumampuk, “Hubungan Penggunaan Laptop dan
Fungsi Penglihatan Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado”,
Jurnal e-Biomedik (eBm), vol. 3, no.3, (September-Desember 2015), 763.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/download/, (diakses pada 16 Februari 2021).
46
Agus Suryanto, “Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Tablet PC (Personal Computer) Sebagai
Penentu Status GiziGizi”, Jurnal Sainteknol Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Semarang, Vol. 11 No.1 (Juli 2013), 12.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sainteknol/article/download, diakses, pada 16 Februari 2021.
22

4. Video Game

Video game merupakan sebuah permainan yang berinteraksi dengan

antarmuka dengan pengguna lain melalui gambar. Video game menjadi pengaruh

utama terhadap orang-orang yang menghabiskan waktu senggang mereka. Seiring

berkembangnya teknologi-teknologi baru ini, muncullah perilaku dan situasi

kekerasan yang lebih realistis dalam dunia game juga dengan setiap generasi baru

video game, orang bisa menghabiskan lebih banyak waktu dan uang untuknya.47

Di dalam buku “Bila Si Kecil Bermain Gadget” yang ditulis oleh Derry

Iswidharmanjaya & Beranda Agency juga menjelaskan bahwa gadget merupakan sebuah

perangkat atau instrumen elektronik yang memiliki tujuan dan fungsi praktis terutama

untuk membantu pekerjaan manusia.48 Tentu saja gadget memiliki banyak manfaat baik

manfaat sebagai fungsi dasar dari keberadaan gadget tersebut hingga fungsi sekunder.

Fungsi sekunder gadget ini bisa berbeda bagi setiap orang yang menggunakannya,

tergantung oleh usia dan profesinya. Bagi pelajar, gadget amat berguna untuk mencari

informasi bertukar kabar, alat transportasi, hingga belajar bimbingan online.49

Oleh sebab itu, gadget dipahami sebagai alat teknologi yang praktis digunakan untuk

mendapat informasi dan juga sebagai alat komunikasi. Terkhusus pada masa pandemi

covid-19 ini menjadikan penggunaan gadget semakin meningkat sehingga gadget yang

pada awalnya merupakan kebutuhan sekunder dalam seketika berubah menjadi kebutuhan

primer yang harus dimiliki bagi kalangan tertentu khususnya kalangan remaja. Fungsi

gadget pada saat ini juga sudah menjadi gaya hidup yang dimana setiap pengguna dari

gadget dapat merubah gaya hidupnya karena menggunakan gadget.

2.1.2. Dampak Penggunaan Gadget


47
Irina V. Sokolova, Kepribadian Anak (Yogyakarta: Katahati, 2014), 113-114.
48
Derry Iswidharmanjaya & Beranda Agency, Bila Si Kecil Bermain Gadget, 7.
49
Azimah Subagijo, Diet dan Detoks Gadget, 23.
23

2.1.2.1. Dampak Positif

1. Gadget yang terhubung dengan internet bisa menjadi media pembelajaran,

sumber edukasi, jaringan sosial antar teman, juga sebagai media hiburan. 50 Tidak

hanya untuk media pembelajaran, gadget juga dapat digunakan sebagai sarana

untuk menyebarkan firman Tuhan.

2. Dengan adanya gadget manusia dapat dengan sangat mudah mencari

informasi yang mereka butuhkan dalam hal pekerjaan dengan adanya aplikasi-

aplikasi yang canggih di dalam gadget seperti: SMS, internet, jejaring sosial, dan

lain-lain.51 Informasi mengenai perkembangan politik dan perubahan-perubahan

yang terjadi di dunia juga dapat dengan mudah kita jangkau melalui gadget

sehingga kita tahu sejauh mana perkembangan zaman sudah terjadi.

3. Mengembangkan imajinasi dengan cara melihat gambar kemudian

menggambarnya sesuai imajinasinya sehingga mampu melatih daya pikir tanpa

dibatasi oleh kenyataan. Bagi anak remaja mengembangkan imajinasi merupakan

sebuah hal yang dapat meningkatkan rasa percaya dirinya melalui kemampuan-

kemampuan yang ia miliki, salah satunya ialah dalam berkreasi dengan

menggunakan gadget dan mempertunjukkan kepada media sosial sehingga

mendapat respon positif dari orang lain.

4. Meningkatkan rasa percaya diri, salah satu contoh ialah saat anak

memenangkan suatu permainan anak akan termotivasi untuk menyelesaikan

permainan. Ada beberapa permainan yang mampu mengasah otak dan membuat

50
Emilia Roza, Mia Kamayani, & PH Gunawan, “Pelatihan Memantau Penggunaan Gadget Pada
Anak” Jurnal SOLMA Vol.7(2) (2018), 211.
http://journal.uhamka.ac.id, (diakses pada 16 Februari 2021).
51
Junierissa Marpaung, “Pengaruh Penggunaan Gadget Dalam Kehidupan (The Effect of Use Gadget
In Life)”, Jurnal Kopasta 5 Universitas Riau Kepulauan Batam vol 2 (2018), 58.
https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/kopastajournal/view/, (diakses pada 17 Februari 2021).
24

anak lebih cepat tanggap dalam berfikir sehingga permainan tersebut dapat

meningkatkan kemampuan otak dalam berfikir cepat.

5. Mengembangkan kemampuan dalam membaca matematika, dan pemecahan

masalah.52 Banyak sekali anak remaja yang malas membaca buku dengan alasan

mengantuk, mudah bosan dan lain sebagainya. Akan tetapi gadget dapat

membantu remaja menjadikan membaca dan belajar menjadi hal yang

menyenangkan.

6. Memudahkan untuk berinteraksi dengan orang banyak lewat media sosial.

Sehingga mudah untuk saling berkomunikasi dengan orang baru dan

memperbanyak teman.

7. Mempersingkat jarak dan waktu karena dalam era perkembangan gadget yang

canggih di dalamnya terdapat aplikasi media sosial seperti sekarang ini.53

2.1.2.2. Dampak Negatif

1. Pornografi

Porno mengandung arti cabul, pencabulan, sedangkan pornografi

mengandung arti, hal-hal yang membangkitkan birahi seksual, penggambaran

tingkah laku erotis berupa tulisan atau gambar. Masa remaja merupakan masa

perkembangan dari masa anak-anak menjadi dewasa yang dimana pada masa

52
Junierissa Marpaung, “Pengaruh Penggunaan Gadget Dalam Kehidupan (The Effect of Use Gadget
In Life)”, Jurnal KOPASTA 5 vol. 2 Universitas Riau Kepulauan, (2018), 62.
https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/kopastajournal/view/, diakses pada 17 Februari 2021.
53
Yuliana Bewu, Yari Dwikurnaningsih, Yustinus Widrawanto, “Pengaruh Penggunaan Gadget
Terhadap Interaksi Sosial Pada Siswa Kelas X IPS SMA Kristen Satya Wacana Salatiga” Jurnal Psikologi
Konseling Vol. 15 No. 2 (Desember 2019), 467.
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/konseling/article/view/, (diakses pada 17 Februari 2021).
25

ini secara fisik dan psikis terjadi perubahan pada organ-organ tubuh remaja,

baik remaja laki-laki maupun perempuan. Pada bagian tubuh ada kelenjar-

kelenjar yang mengeluarkan hormon seksual ke dalam darah.

Karena meningkatnya minat pada seks sehingga remaja selalu berusaha

mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Oleh karena itu, remaja

mencari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh. Saat-saat

seperti inilah remaja sangat rentan untuk jatuh ke dalam hubungan seks di luar

pernikahan atau seks bebas. Satu survei yang diadakan Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) membuat terkejut masyarakat terutama para orangtua,

kalangan pendidik dan ulama. Jajak pendapat (polling) yang diadakan 33 kota

besar di seluruh Indonesia mencatat 62,7 remaja SMP mengatakan bahwa

mereka pernah melakukan hubungan seks dengan lawan jenis mereka. 21,2%

pernah melakukan aborsi. 97% remaja SMP dan SMU pernah melihat video

mesum, 93,7% pernah berciuman. Survei ini dilakukan pada 1 Juni 2010.

2. Hedonisme

Hedonisme adalah kehidupan yang penuh dosa, yaitu hidup untuk mengejar

kesenangan daging sepuas-puasnya tidak hanya melalui kehidupan seks liar

saja tetapi kehidupan yang tanpa mengindahkan norma-norma agama.

Kemakmuran zaman Nuh dengan ditemukannya berbagai peralatan walau

mungkin pada bentuk sederhana, membuat mereka hidup dalam hedonisme,

memanjakan sepuas-puasnya nafsu kedagingan mereka, pesta-pora, melakukan

hubungan seks semaunya sendiri, melakukan kekerasan terhadap sesama dan

perbuatan keji lainnya. Mereka tidak mengindahkan peringatan Nuh untuk

hidup di dalam Tuhan. Kehidupan sekarang, tidak ubahnya dengan kehidupan


26

zaman Nuh. Orang kawin mawin liar (seks bebas) dan pesta pora liar dan

segala macam kejahatan dan kekerasan dilakukan orang.

3. Perilaku kekerasan (violence)

Di samping kejahatan lain, kejahatan zaman Nuh merupakan kejahatan

kekerasan padahal Tuhan tidak berkenan pada kekerasan. Kejadian 6:11

menyatakan, “adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan

kekerasan” jiwa kekerasan ini juga bisa dilakukan remaja yang emosinya

sedang meledak-ledak. Banyak kasus kekerasan yang dilakukan anak-anak

remaja, baik secara individu maupun berkelompok. Yang sering diberitakan di

media massa adalah tawuran antar sekolah yang tidak jarang menimbulkan

korban jiwa. Kekerasan (violence) pada remaja bisa menjurus kepada

kejahatan (criminality).

Kekerasan timbul karena konflik yang bisa bermuara pada kekerasan.

Kekerasan pada remaja terjadi karena tidak dapat mengendalikan emosi

kemarahan dalam dirinya karena beberapa sebab. Remaja sedang mencari-cari

bentuk jati dirinya dan mereka meniru-niru tokoh yang menjadi idolanya yang

dianggapnya menjadi pahlawan. Menonton film atau DVD yang bertemakan

kepahlawanan palsu atau kekerasan sangat mempengaruhi remaja dalam

pertumbuhan kejiwaan mereka.

4. Konsumerisme dan Kehidupan Materialistis

Dengan terciptanya barang-barang hasil industri yang tak terbilang

jenisnya, maka nafsu masyarakat memiliki benda-benda yang memberi

kesenangan hidup bertambah pula. Hal inilah yang memicu remaja untuk ingin

memiliki barang-barang tersebut dengan segala macam cara. Akibat dari


27

konsumerisme dan kehidupan materialistis ini banyak sekali prostitusi remaja

yang juga sudah menggunakan peralatan teknologi seperti facebook.54

Ishomuddin dalam buku “Pembangunan Sosial Dalam Menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN” menjelaskan bahwa perkembangan gadget yang

semakin pesat memberikan pengaruh yang besar dan beragam ditambah pula

munculnya kelompok gadget mania yaitu sebutan bagi pecandu gadget.

Menurut pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung, Dimitri

Mahayana, sekitar 5-10 persen pecandu gadget terbiasa menyentuh gadgetnya

sebanyak 100-200 kali dalam sehari atau sama dengan selama 16 jam atau 960

menit dalam sehari manusia beraktifitas. Remaja dan gadget menjadi topik

pembahasan yang luar biasa dalam kurun waktu saat ini. Hubungan antara

remaja, gadget dan internet mendorong aktivitas remaja Indonesia mengalami

perubahan signifikan baik dalam hal perilaku, percakapan, bahasa, maupun

gaya berpakaian. Mayoritas remaja mengadopsi budaya populer yang

diintrodusir oleh internet dan yang dengan mudah diakses menggunakan

gadget. Kehadiran gadget memberi efek kepada perilaku remaja. Salah satu

efek yang luar biasa adalah “rescheduling of life” atau dengan kata lain

merubah tata hidup sesuai dengan apa yang dilihat oleh remaja dalam

internet.55

5. Menjadi pribadi yang tertutup

Seseorang yang kecanduan gadget akan menghabiskan sebagian besar

waktunya untuk bermain gadget. Kecanduan yang diakibatkan oleh gadget

dapat mengganggu kedekatannya dengan orang lain, lingkungan dan teman

54
Arniwati & R. Budyarto, Dampak Teknologi Terhadap Kehidupan Rohani Anak & Remaja (Malang:
Gandum Mas, 2012), 20-35.
55
Ishomuddin, Pembangunan Sosial Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (Jawa Timur:
Duta Media Publishing, 2016), 344-347.
28

sebayanya. Akibat faktor tersebut menyebabkan anak menjadi pribadi yang

tertutup.

6. Kesehatan terganggu

Penggunaan gadget yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan

pemakainya terutama kesehatan mata. Akibat dari terlalu lama menatap layar

gadget, mata dapat mengalami kelelahan hingga menyebabkan mata minus.

Selain daripada itu pengguna gadget juga dapat mengalami kurangnya

konsentrasi yang diakibatkan kecanduan terhadap penggunaan gadget.

7. Ancaman cyberbullying

Cyberbullying adalah kejadian ketika seseorang diejek, dihina atau

dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet atau telepon

seluler. Ketika seseorang menggunakan gadget untuk mengakses media sosial

memungkinkan terjadinya cyberbullying lebih tinggi.56

Gadget pada dasarnya memberi dampak positif bagi kehidupan manusia akan tetapi

penggunaan gadget yang tidak sesuai oleh pengguna membuat munculnya dampak

negatif dari penggunaan gadget. Banyak sekali dampak negatif yang muncul dari

penyalahgunaan gadget oleh pengguna. Terkhususnya bagi anak remaja yang dimana

remaja masih membutuhkan perhatian khusus atau edukasi yang menjelaskan mengenai

apa itu gadget bagaimana porsi penggunaan bagi remaja akan tetapi edukasi tersebut

tidak mereka dapatkan. Sehingga ketika mereka diberi kebebasan dalam menggunakan

gadget maka dampak negatif lah yang akan timbul dalam diri remaja. Tidak hanya

berdampak bagi kesehatan fisiknya, gadget juga berdampak kepada kemerosotan

spiritualitas remaja.

2.1.3. Pandangan Alkitabiah Tentang Gadget


56
Derry Iswidharmanjaya & Beranda Agency, Bila Si Kecil Bermain Gadget, 16-29.
29

Bagaimana pandangan perspektif firman Tuhan menjawab kecenderungan penggunaan

gadget yang salah yaitu dimana Tuhan menghendaki manusia bukan hanya sekedar

menjadi pengumpul informasi melainkan pemikir yang dewasa. Kepada jemaat Korintus,

Paulus berkata: “janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-

anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu” (1 Kor. 14:29). Dan

lebih dari itu, Tuhan juga menghendaki manusia mengejar dan mencintai hikmat yang

lahir dari sikap takut akan Tuhan, dan bukan hanya sekedar mendapatkan pengetahuan

yang banyak (Ams. 1,3,4:7; 9:10; Yak.1:5). 57

David Alinurdin dalam jurnal Veritas, juga mengatakan bahwa kita perlu memilah-

milah manakah informasi yang penting, yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk diketahui

serta manakah yang boleh diabaikan. Dalam rangka memilah-milah ini juga perlu

mengurangi dan membatasi sumber-sumber informasi itu untuk menginterupsi hidup dan

menyita waktu kita. Karena semakin banyaknya informasi juga tidak menjamin manusia

menjalani hidup yang lebih baik maka kita perlu menekankan kualitas daripada

kuantitas.58

Maka dari itu, perkembangan teknologi memang sudah memiliki peranan penting

dalam kehidupan sehingga kedewasaan manusialah yang akan dipergunakan dalam

menghadapi perkembangan teknologi baik dalam menghadapi dampak negatif maupun

positif.

Allah memerintah manusia untuk menciptakan teknologi dan menggunakannya untuk

menyelamatkan dirinya. Hal itu terlihat jelas dari beberapa contoh tentang teknologi

57
David Alinurdin, “Etika Kristen dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan menurut Perspektif
Alkitab” Jurnal Veritas Volume 17, no.2, (Desember 2018), 99.

(diakses pada 23 Februari 2021).

58
David Alinurdin, “Etika Kristen dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan Menurut Perspektif
Alkitab” Jurnal Veritas Volume 17, no.2 Desember 2018, 99.
https://www.researchgate.net/
publication_Etika_Kristen_Dan_Teknologi_Informasi_Sebuah_Tinjauan_Menurut_Perspektif_Alkitab, diakses
pada 23 Februari 2021.
30

dalam Alkitab salah satunya adalah di dalam kitab Kejadian kisah air bah, Allah

memerintahkan Nuh membuat kapal untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari

kebinasaan air bah. Dalam hal ini, kemampuan Nuh bukan berarti Allah tidak campur

tangan dalam menentukan pembangunan kapal tersebut tetapi Allah menentukan dimensi

ruang dalam kapal bahkan bahannya pun Allah yang menentukan (Kej. 6:14-15).59

Dalam Kitab Keluaran juga Musa diperintahkan Allah untuk membuat kemah suci

(Kel. 25 :9). Allah sendiri telah menjadi arsitek yang merencanakan ruang-ruang, dimensi

dan bahan untuk kemah suci tersebut (Kel. 25:1-27;21) dan kemuliaan Allah memenuhi

kemah suci tersebut (Kel. 40:35). Selanjutnya di dalam Kitab 1 Raja-Raja juga dapat

dijumpai tentang Bait Suci dan istana yang dibangun oleh Salomo (1 Raj. 7-8), sejak dari

awal perencanaan pun Allah sudah campur tangan. Dalam hal ini, Allah tidak melarang

manusia untuk menciptakan, menggunakan dan mengembangkan teknologi karena itu

merupakan mandat yang Allah berikan kepada manusia untuk mengelola alam semesta

untuk kebutuhan manusia itu sendiri. Namun, yang Allah sangat menentang manusia

dalam menciptakan teknologi dengan motivasi yang salah. Seperti dalam kitab Kejadian,

Allah memporak-porandakan kota Babel (Kej. 11:1-9). Dalam hal ini, yang ditentang

Allah bukanlah pendirian kota dan menara Babel-nya, tetapi motivasi manusia dalam

membangun adalah untuk mencari nama dan ingin menyamai Allah (Kej. 11:4).60

Terciptanya teknologi sebagai alat untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi

membuat relasi antar manusia dalam kelompok lokal seperti keluarga, tetangga, dan

lingkungan masyarakat menjadi bergeser. Berbeda dengan perspektif firman Tuhan

mengenai relasi, Allah sesungguhnya menghendaki manusia menjalin relasi secara

langsung, muka dengan muka, dengan diri-Nya dan dengan sesamanya.


59
Hugh J. Blair, Tafsiran Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012), 121.
60
Djoys Anneke Rantung & Fredik Melkias Boiliu, “Teknologi Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Kristen yang Antisipatif di Era Revolusi Industri 4.0” Jurnal Shanan Universitas Kristen Indonesia, Vol.
1 (Maret 2020), 94.
https://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/view/1770, diakses, 23 Februari 2021.
31

Dalam Kejadian 3:8 dikatakan bahwa Allah berjalan-jalan di Taman Eden untuk

menjalin relasi secara langsung (im mediate= tanpa perantara) dengan Adam dan Hawa.

Dosa dan ketidaktaatan manusia kepada Allah telah mengakibatkan relasi yang langsung

dengan Allah itu menjadi rusak. Sehingga Allah yang Mahakudus menyediakan perantara

(medium) supaya bisa berelasi dengan umat-Nya. Karena semua bentuk perantaraan

antara Allah dan umat-Nya disepanjang sejarah (seperti Kemah Suci, Bait Suci, para

Iman, nabi dan ritual-ritual keagamaan) memiliki keterbatasan maka Allah sendiri datang

ke dunia di dalam diri anak-Nya Yesus Kristus untuk meniadakan semua medium yang

tidak sempurna itu dan memulihkan relasi yang langsung dengan umat-Nya.

Rasul Yohanes yang menyadari keinginan hati Allah ini, mengatakan kepada jemaat

yang menjadi penerima suratnya, “Sungguhpun banyak yang harus kutulis kepadamu,

aku tidak mau melakukannya dengan kertas dan tinta, tetapi aku berharap datang sendiri

kepadamu dan berbicara berhadapan muka dengan kamu, supaya sempurnalah sukacita

kita” (2 Yoh. 1:12). Menyadari keterbatasan teknologi media tulisan, sehingga rasul

Yohanes rindu bisa bertatap muka langsung dengan jemaatnya, karena baginya itulah

relasi yang mendatangkan sukacita. Akan tetapi ia menyadari adanya keterbatasan jarak

fisik antara dia dengan jemaatnya sehingga melalui pertolongan Roh Kudus Yohanes

menggunakan media tulisan surat untuk berkomunikasi dengan jemaatnya.61

2.1.3.1. Bentuk-Bentuk Komunikasi Allah dalam Perjanjian Lama

1. Komunikasi Allah dengan Yusuf 62

Model komunikasi Tuhan dengan Yusuf memiliki sedikit kemiripan

dengan Yakub, di mana Tuhan berbicara kepada Yusuf melalui mimpi (Kej.

61
David Alinurdin, “Etika Kristen dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan menurut Persektif
Alkitab” dalam jurnal Veritas Vol. 12, no. 2 (Desember 2018), 96-97.
https://www.researchgate.net/
publication_Etika_Kristen_Dan_Teknologi_Informasi_Sebuah_Tinjauan_Menurut_Perspektif_Alkitab, diakses
pada 23 Februari 2021.
62
Harianto GP, Komunikasi dalam Pemberitaan Injil Membangun dan Mengembangkan Komunikasi
Injil dalam Pelaksanaan Amanat Agung (Yogyakarta: Andi, 2012), 81-90.
32

37). Namun, dalam proses berikutnya Tuhan berkomunikasi dengan Yusuf

dengan cara lain yaitu berkomunikasi dalam pengalaman hidup Yusuf. Hal

ini terungkap dalam frasa yang sering keluar dari kisah hidup Yusuf,

“TUHAN menyertai Yusuf” (Kej. 39:2, 21, 23), “Yusuf disertai TUHAN”

(Kej. 39:3), “TUHAN memberkati Yusuf” (Kej. 39:5), dan “TUHAN

membuat berhasil” (Kej. 39:3). Dalam kisah berikutnya tidak disebutkan

bagaimana TUHAN berkomunikasi dengan Yusuf. Allah bekerja dalam diri

Yusuf. Allah tidak menggunakan komunikasi percakapan, tatap muka, atau

lewat perantara orang lain, tetapi langsung hadir dalam kegiatan hidup

Yusuf.

2. Allah Berkomunikasi dengan Musa

Komunikasi TUHAN dengan Musa diawali dari keluhan bangsa Israel

yang diperbudak di Mesir kepada Allah (Kel. 2:23-24). Akibatnya, Allah

memperhatikan bangsa Israel. Allah memanggil Musa untuk menjadi

utusan-Nya (Kel.3:10). Komunikasi Allah dengan Musa cukup rumit karena

Musa selalu mengeluh untuk menolak panggilan TUHAN karena merasa

tidak mampu menghadapi Raja Firaun. Namun, Allah dengan setia memberi

pengertian kepada Musa. Allah berjanji menyertai dengan lidah Musa dan

memberi tongkat yang akan dipakai melakukan tanda-tanda mujizat (Kel.

4:15, 17). Komunikasi ini tidak berhenti setelah bangsa Israel dibebaskan

dari perbudakan di Mesir. Komunikasi yang terjadi tidak lagi TUHAN yang

memanggil Musa (Kel. 24:1, 12) tetapi sebaliknya Musa datang untuk

menghadap TUHAN di Gunung Sinai (Kel. 19:3). Dalam komunikasi

dengan Musa, posisi TUHAN selalu berada di atas gunung. TUHAN selalu

bercakap-cakap dengan Musa dalam segala persoalan (Kel. 31:18).


33

3. Allah Berkomunikasi dengan Hana

Model komunikasi ini memiliki komunikator, isi pernyataan, lalu ada

respon dan direspon kembali (1 Sam. 1). Hana, istri pertama Elkana yang

mempunyai 2 istri yang adalah seorang wanita yang takut akan TUHAN

akan tetapi ia tidak bisa memiliki anak karena TUHAN sudah menutup

kandungannya. Setiap tahun Hana pergi ke bait Allah bersama Elkana untuk

sembahyang dan mencurahkan isi hatinya kepada Allah (1 Sam. 1:15). Ia

berdoa sambil menangis dan terus menerus berdoa kepada TUHAN (1Sam 1

:12a) bahkan ia juga bernazar untuk memberikan kembali kepada TUHAN

jika ia melahirkan anak laki-laki (1 Sam. 1:10-11).

4. Allah Berkomunikasi dengan Elisa

Untuk berkomunikasi dengan Elisa Tuhan menggunakan Nabi Elia. Saat

itu, Elisa sedang membajak menggunakan dua belas pasang lembu (1 Raj.

19:19-20). Elisa bertemu dengan Elia dan mengikutinya. Lalu TUHAN

menggunakan sepotong jubah Elia yang terkoyak saat Elia naik ke surga (2

Raj. 2:13, 15). Untuk berkomunikasi dengan Elisa TUHAN juga

menggunakan kecapi untuk (Raj.3:15b). Sedangkan Elisa bertemu dengan

TUHAN dengan cara berdoa.

5. Allah Berkomunikasi dengan Yehezkiel

Model komunikasi TUHAN dengan Yehezkiel terjadi dalam

penglihatan yang dimana TUHAN memperlihatkan diri-Nya kepada

Yehezkiel di tepi sungai Kebar. Terbukalah langit dan Yehezkiel melihat

penglihatan-penglihatan tentang Allah (Yeh. 1:1), dan selanjutnya

Yehezkiel terus melihat TUHAN (Yeh. 1:4; 15; 18; 17; 28, 3:23; 8:2; 7;
34

10:1; 9) setelah melihat, Yehezkiel mendengar kata-kata TUHAN (Yeh.

9:1). TUHAN mengutus Yehezkiel kepada orang Israel, kepada bangsa

pemberontak yang telah memberontak melawan TUHAN (Yeh. 2:3). Dalam

penglihatan Yehezkiel, TUHAN memperlakukan Yehezkiel sedemikian

rupa (Yeh. 2:22-27).

Bagaimana cara Allah berkomunikasi atau menyampaikan pesan kepada

orang-orang yang ada di dalam Perjanjian Lama sangat jauh berbeda sekali dengan

komunikasi pada zaman sekarang ini. Dalam Perjanjian Lama tidak ada teknologi

modern seperti gadget yang membantu mempermudah komunikasi antara Allah

dengan yang lain, akan tetapi ada beberapa cara atau alat komunikasi di antaranya

ialah: melalui mimpi, melalui panggilan Allah, melalui perantara doa, alat musik

kecapi, bahkan disampaikan juga melalui pengelihatan. Metode-metode tersebutlah

yang dilakukan Allah untuk berkomunikasi di dalam Kitab Perjanjian Lama.

2.1.3.2. Bentuk-Bentuk Komunikasi Allah dalam Perjanjian Baru

1. Allah Berkomunikasi dengan Filipus

Allah berkomunikasi dengan Filipus melalui Yesus. Ia dipanggil Yesus pada

keesokan harinya sesudah Andreas dan Simon dipanggil. Ia adalah pengantara

yang membawa Natanael mengikuti Tuhan Yesus (Yoh. 1:43-46). Dalam

daftar rasul namanya terdaftar dalam urutan nomor lima (Mat. 19:3; Mrk. 3:14

dan Luk.6:14). Ia adalah orang yang mengucapkan tidak mungkin

menyediakan makanan bagi 5000 orang (Yoh. 6:5). Ia membawa orang-orang

Yunani kepada Tuhan Yesus (Yoh. 1 2:21) dan mengajukan permohonan

kepada Tuhan Yesus untuk melihat Bapa di surga (Yoh. 14:8).

2. Allah Berkomunikasi dengan Ananias


35

Ananias ialah seorang murid Tuhan yang tinggal di Damsyik. Allah

berkomunikasi dengan Ananias dalam suatu penglihatan (Kis. 9:10). Dalam

penglihatan itu, Ananias diberi tugas untuk bertemu dengan Paulus dan

menyembuhkan matanya yang buta. Komunikasi ini tidak berjalan mulus. Hal

ini terlihat ketika Ananias mengingatkan Tuhan tentang siapa Paulus. Tuhan

menjawab bahwa Dia telah memilih Saulus menjadi alat-Nya. Ananias tunduk

dan menjalankan perintah Tuhan (Kis. 11-19a).

3. Allah Berkomunikasi dengan Titus

Cara Allah berkomunikasi dengan Titus ialah melalui perantara Paulus.

Titus adalah rekan Paulus yang sangat dipercayai. Namanya muncul pertama

kali saat timbul perbedaan pendapat mengenai orang-orang non-Yahudi. Ia

menemani Paulus dan Barnabas ke Yerusalem (Gal. 2:1). Ia bukan orang

Yahudi (Gal. 2:3). Ia bertindak sebagai wakil Paulus di Korintus dengan tugas

khusus mengatur pengumpulan persembahan untuk jemaat di Yerusalem.

Sebelum tugasnya selesai, Paulus memberi tugas ke Korintus untuk pelayanan

kasih (2 Kor. 8:6).

4. Allah Berkomunikasi dengan Onesimus

Allah berkomunikasi dengan Onesimus melalui perantara Paulus. Ia

bertobat karena Paulus (Flm. 10) dan menjadi saudara yang dikasihi (Kol. 4:9).

Onesimus, yang artinya “berguna”, berkenalan dengan Paulus saat Paulus

tertawan di kota Roma dan Efesus.

5. Allah Berkomunikasi dengan Yudas Iskariot

Cara Allah berkomunikasi dengan Yudas tidak dijelaskan dalam

Alkitab. Namun, melalui perantara Tuhan Yesus sebagai gurunya, ia


36

berkomunikasi dengan Allah. Ia menempati urutan terakhir dalam daftar murid

Tuhan Yesus. Ia adalah murid yang mengkhianati Tuhan Yesus (Mrk. 14:10;

band. 14:20; Yoh. 6:71; 12:4). Akhir hidupnya sangat tragis. Matius 27:3-10

melaporkan bahwa Yudas bunuh diri atas penyesalannya mengkhianati Tuhan

Yesus.63

Alat komunikasi yang ada di dalam Perjanjian Baru juga sama dengan

Perjanjian Lama. Allah tidak memakai alat yang canggih akan tetapi Allah memakai

orang-orang untuk menyampaikan komunikasi kepada orang lain. Beberapa alat yang

dipakai Allah dalam berkomunikasi ialah diantaranya: melalui perantara Yesus

Kristus, melalui pengelihatan, melalui perantara Paulus dan lain sebagainya.

2.1.4. Pengertian Spiritualitas

2.1.4.1. Pengertian Spiritualitas Secara Umum

Akar kata “Spiritual” adalah “spirit”, yang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

terbitan Balai Pustaka susunan W.J.S. Poerwadarminta berarti: jiwa, sukma, roh. Defenisi

yang diberikan kamus ini membuatnya menjadi kata benda, dengan begitu kita sepakati

untuk menyebutnya dengan kata “spiritualitas”, yang memiliki pengertian yang luas. Jadi,

hal-hal yang berkaitan dengan jiwa, sukma, dan roh semuanya dapat dikaitkan dengan

spiritualitas.64 Istilah ini berkaitan dengan kata benda bahasa Latin “spiritus” yang berarti

“roh”, “jiwa”, “sikap batin”. Pengertian spiritualitas yang dipakai adalah “sikap batin”

atau “arah utama hidup” dari seseorang atau suatu kelompok. Jadi, spiritualitas bukan

sekedar cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan belaka, misalnya: rajin ke gereja, namun juga

63
Harianto GP, Komunikasi dalam Pemberitaan Injil Membangun dan Mengembangkan Komunikasi
Injil dalam Pelaksanaan Amanat Agung, 92-104.
64
Irwansyah Effendi, Spiritualitas Makna, Perjalanan yang Telah Dilalui, dan Jalan yang Sebenarnya
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019), 1.
37

menyangkut seluruh arah hidup yang tercermin dalam pikiran, perkataan, dan tindakan. 65

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata spiritual adalah yang berhubungan dengan

atau bersifat kejiwaan (rohani, batin) dan spiritualisme berarti aliran filsafat yang

mengutamakan kerohanian.66 Sementara itu spiritualitas juga dapat diartikan sebagai sikap

atau komitmen mendalam untuk mengikatkan diri kepada Tuhan sepenuhnya dan

kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.67

Sebenarnya kata “spiritualitas” merupakan sebuah kata Latin (kata benda); spiritus

yang berarti roh, semangat. Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa spiritualitas

berarti sesuatu yang berkaitan dengan roh, semangat. Spiritualitas juga mengajukan suatu

kehidupan yang tengah dihayati di dunia ini yang disebut dengan discipleship (kemuridan)

yang artinya fungsi dan panggilan dari “kemuridan” akan menjadi “pengikut” yang selalu

merujuk kepada hubungan (relasi) dengan guru sekolah dan lingkungan (Mrk. 1:17, 2:15,

Mat. 8:20; Mrk. 6:7-13; Luk.10:2-12; Luk. 6:30; Mrk. 9:35; Yoh. 15:12-13). 68

Tidak hanya itu: Spiritual, spiritualitas, dan spiritualisme juga mengacu kepada kosa

kata Latin spirit atau spiritus yang berarti “napas” yang kata kerjanya ialah “spirare”

yang berarti untuk “bernafas”. Berangkat dari pengertian etimologis ini, maka untuk hidup

adalah untuk bernafas dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Spirit dapat juga

diartikan sebagai kehidupan, nyawa, jiwa, dan napas. Secara garis besarnya spiritualitas

merupakan kehidupan rohani (spiritual) dan perwujudannya dalam cara berpikir, merasa,

berdoa, dan berkarya. Seperti yang dinyatakan William Irwin Thomson, bahwa

spiritualitas bukan agama. Sekalipun bukan agama, namun bukan berarti ia tidak dapat

65
B.F. Drewes & Julianus Mojau, Apa itu Teologi? Pengantar ke Dalam Ilmu Teologi (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2007), 28.
66
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1335.
67
A.A. Yewangoe, Allah Mengizinkan Manusia Mengalami Diri-Nya (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2018), 212.
68
A. Eddy Kristiyanto, Spiritualitas dan Masalah Sosial (Jakarta: Obor, 2005), 3-14.
38

dilepaskan dari nilai-nilai keagamaan. Maksudnya ada titik singgung antara spiritualitas

dengan agama.69

Spiritualitas merupakan istilah yang agak baru yang menandakan kerohanian atau

hidup rohani. Kata ini lebih menekankan segi kebersamaan dibandingkan dengan kata

yang lebih tua, yaitu kesalehan yang menandakan hubungan perorangan dengan Allah.70

Spiritualitas merupakan benteng terluar dalam kehidupan nyata iman religius

seseorang apa yang dilakukan orang bila mereka percaya. Spiritualitas tidak sekedar

menyangkut ide-ide, meskipun ide-ide dasar iman Kristen sungguh penting bagi

spiritualitas Kristen. Spiritualitas menyangkut cara bagaimana kehidupan Kristen

dipahami serta dihayati. Spiritualitas berkaitan dengan bagaimana orang secara penuh dan

bersungguh-sungguh merengkuh realitas Tuhan secara penuh. Kita dapat merangkumkan

hal ini dengan mengatakan bahwa spiritualitas Kristen merupakan refleksi atas seluruh

upaya orang Kristen untuk meraih serta melanggengkan hubungan dengan Tuhan yang

mencakup peribadatan publik maupun devosi pribadi serta hasil-hasil dalam kehidupan

Kristen secara nyata.71

Spiritualitas kehidupan Paulus sebelum mengenal Kristus adalah spiritualitas yang

berakar pada kehendak hidup secara disiplin menurut adat istiadat Yahudi dengan

kehendak memenuhi tuntutan hukum Taurat secara sempurna sebagai titik pusatnya.

Corak spiritualitas seperti ini sangat dimungkinkan terkait erat dengan masyarakat Yahudi

Palestina, sebab Paulus sendiri tentu tidak mungkin berani mengklaim diri sebagai orang

Farisi kalau ia sendiri tidak memiliki relasi konkrit dengan masyarakat Yahudi di

Palestina. Sebagai seorang farisi ia perlu bersosialisasi dengan sesamanya orang-orang

Farisi, dan kemungkinan ini dimungkinkan terjadi hanya di Yerusalem. Masyarkat seperti

69
H. Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Pt. RajaGrafindo persada, 2010), 330-331.
70
Adolf Heuken, Spiritualitas Kristiani Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad (Jakarta:
Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002), 11.
71
Alister E. McGrath, Spiritualitas Kristen (Medan: Bina Media Perintis, 2007), 2.
39

inilah yang telah menjadi lingkungan sosial-budaya keagamaan, yang ikut membentuk dan

mendasari proses pembentukan spiritualitas Paulus. Paulus dibesarkan dan tumbuh

menjadi dewasa di lingkungan masyarakat Yahudi di Palestina, khususnya di Yerusalem.

Pengalaman Paulus setelah mengalami transformasi menunjukkan bahwa corak

spiritualitasnya pun tentu mengalami transformasi. Spiritualitas Paulus berakar pada

keyakinan imannya bahwa Yesus adalah anak Allah. Keyakinan iman ini yang telah

mewarnai kehidupan sehari-harinya, dan sekaligus menjadi dasar pertanggungjawaban

atas segala hal yang ia lakukan sebagai rasul Tuhan Yesus.72

Kecerdasan Spiritual dapat diukur dengan tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang

dengan baik mencakup hal-hal berikut:

1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)

2. Tingkat kesadaran yang tinggi

3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

4. Kemampuan menghadapi dan melampaui rasa sakit

5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai

6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

7. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan

“holistik”)

8. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika” untuk

mencari jawaban-jawaban yang mendasar

72
Yusak Tridarmanto, Spiritualitas Rasul Paulus, Jurnal Gema Teologi Vol. 39, No.1 (April 2015), 28.
http://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/view/191/180, diakses pada 24 September 2021.
40

9. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang –mandiri” yaitu

memiliki kemudahan untuk bekerj melawan konfensi.73

Jadi, Spiritualitas menandakan kerohanian atau hidup rohani yang menyangkut

bagaimana orang secara penuh merengkuh realitas Tuhan. Sekalipun spiritualitas bukanlah

agama, namun spiritualitas bersinggungan dengan nilai-nilai agama.

2.1.4.2. Pengertian Spiritualitas Menurut Alkitab

2.1.4.2.1. Spiritualitas Dalam Perjanjian Lama

Kata spiritualitas berasal dari kata spirit yang berarti “roh” yang dalam bahasa

Ibrani adalah ‘ruakh’ (di dalam Perjanjian Lama terdapat 220 kali) yang artinya adalah

nafas, angin, roh (Kej. 12; Yeh. 37:1-4; Yun. 1:4; Zak 4:6).74 Jadi spiritualitas adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan Roh atau dengan kata lain wujud sifat rohani

yang dimiliki manusia. Kitab suci tersebut berhubungan erat dengan hal-hal konkret di

dalam kehidupan manusia, misalnya janji harapan, hukum aturan, tingkah laku,

pengampunan, pembelaan bagi kaum yang lemah.75

Dalam buku The Study of Spirituality menjelaskan bahwa, doa adalah ‘pribadi’

atau individual, namun juga ‘publik’ atau ‘komunitas’ dimana penyembahan berada

dalam tempat suci terutama karena berada dalam festival nasional. Untuk berdiri di

hadapan Allah dalam doa bagi kebutuhan setiap bangsa (atau bisa juga bangsa-bangsa)

dan memohon pengampunan dosa-dosa adalah panggilan spiritualitas tertinggi. 76

2.1.4.2.2. Spiritualitas Dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru spiritualitas menunjuk kepada beberapa istilah atau

sebutan namun mempunyai arti yang sama. Walaupun banyak istilah di dalamnya

73
Danah Zonar dan Ian Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), 14.
74
D.L. Baker, Kamus Singkat Ibrani-Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 56.
75
Baskara T. Wardaya, Spiritualitas Pembebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 44.
76
Cheslyn Jones, Geoffrey Wainwright, & Edward Yarnold, The Study Of Spirituality (New York:
Oxford University Press, 1986), 53.
41

tetapi memiliki makna yang sama yaitu hidup baru dalam Kristus. 77 Dalam Perjanjian

Baru, kata yang dipakai untuk roh adalah pneuma yang ditemukan sebanyak 91 kali

dalam Perjanjian Baru. Kata pneuma dalam Perjanjian Baru lebih mengacu kepada

Roh Kudus. Pneuma dapat juga berarti unsur dari diri manusia yang tetap lestari

sesudah kematian (Mat. 27:50; Luk. 8:5, Yoh. 19:30). Pada umumnya pneuma

dikaitkan dengan Roh Allah khususnya juga langsung dikaitkan dengan Kristus

sebagai asalnya atau yang diwakilinya.78

Meskipun pneuma banyak dipergunakan oleh Paulus dalam hubungannya

dengan Roh Kudus, namun istilah itu digunakan dalam berbagai arti lain yang

beberapa di antaranya penting untuk sebuah tujuan. Pneuma menggambarkan suatu

keadaan khas Kristen yang memisahkan orang Kristen dari orang yang bukan Kristen.

Bagi orang percaya, pneuma berarti manusia seutuhnya yang terikat pada Allah, yakni

manusia yang didorong dan digerakkan oleh Allah, manusia yang bersekutu dengan

Allah. Orang-orang yang bukan Kristen tidak mungkin bersekutu dengan Allah,

karena manusia duniawi tidak dapat menerima apa yang berasal dari Roh Allah (1

Kor. 2:14). Sulit untuk memahami pneuma sebagai sesuatu yang ditambahkan pada

diri manusia yang sudah ada. Kalau Paulus berbicara mengenai rohnya yang

disegarkan, ia sedang menggunakan istilah itu secara umum, yang juga dapat berlaku

untuk orang-orang bukan Kristen (bnd. 1 Kor.16:18; 2 Kor. 2:13; 7:13). Dalam arti ini

pneuma sebenarnya sepadan dengan ‘diri sendiri’ yang digunakan dalam arti ‘pikiran’.

Paulus tidak menggunakan istilah pneuma dalam arti ‘angin’ atau ‘nafas’, ia juga tidak

memakainya untuk binatang. Pneuma berarti keadaan manusia yang lebih tinggi, yang

tidak semata-mata baik dan tidak pula jahat. Menurut Paulus, pneuma orang Kristen

harus dikuasai oleh Roh Allah.79


77
Donal Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1992), 303.
78
Cameron, “Roh”, dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II, M-Z, 316-317.
79
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1 (Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 2017), 169-171.
42

Dalam buku Spiritual Passages the Psychology of Spiritual Development yang

ditulis oleh Benedict J. Groeschel, mengatakan bahwa pusat dari spiritualitas Kristen

adalah Inkarnasi Firman Allah. Dia adalah pusat, bukan sebagai titik gaya tarik. Tetapi

sebagai satu-satunya sumber cahaya di alam semesta yang gelap dan tak bernyawa.

Sama seperti Dia adalah sumber cahaya bagi ciptaan, jadi Dia adalah sumber

keselamatan dan kehidupan spiritual. Tetapi semua yang menerima-Nya diberi-Nya

kuasa supaya menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12).80

2.1.5. Remaja Secara Umum dan Secara Alkitab

2.1.5.1. Apa itu Remaja?

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescene yang berarti to grow

atau to grow maturity.81 Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau

masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.82 Dalam

perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus,

namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian

proses perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak

pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada di antara

anak dan orang dewasa.83 Dalam buku Mohammad Ali & Mohammad Asrori yang

berjudul “Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik” Piaget mengatakan

bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi

terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa

80
Benedict J. Groeschel, Spiritual Passages The Psychology of Spiritual Development (New York: The
crossroad Publishing Company, 1992), 17.
81
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana, 2011), 219.
82
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan) (Bandung: Mandar Maju, 1995), 148.
83
F.J. Monks-A.M.P. Knoers & Siti Rahayu Hadinoto, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam
Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), 258-259.
43

bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa

sama atau paling tidak sejajar.84

Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang

dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum. Namun penelitian tentang

perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya

menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja

dari pada tahap akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku,

sikap, dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa

remaja. Dengan demikian, masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal dan

akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai

16-17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun hingga 18

tahun, yaitu usia matang secara hukum.85

Jika kita lihat dari sudut pandang Perjanjian Lama, remaja dapat dilihat dari

beberapa tokoh Alkitab seperti Daud dan Samuel. Samuel dan Daud mempunyai

tekad yang kuat. Sejak kecil Samuel telah bersedia mempersembahkan hidupnya

bagi Tuhan. Ia melayani di Bait Allah. Dalam pertumbuhan karakter dan

kepribadiannya Samuel tidak mengalami pasang surut. Ia secara stabil bertumbuh

dan semakin mantap dalam pilihannya menjadi hamba Allah. Samuel memperoleh

bimbingan yang baik dari Imam Eli. Sebaliknya Daud adalah anak seorang

gembala yang dipilih Tuhan untuk menjadi raja Israel. Daud dan Samuel memiliki

kesamaan yaitu sebagai orang yang dipilih oleh Allah. Namun perjalanan mereka

dalam memenuhi panggilan itu berbeda. Bukan karena Daud menjadi Raja dan

Samuel menjadi imam, melainkan Samuel tidak pernah berbelok dari jalan yang

dikehendaki oleh Allah.


84
Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik (Jakarta:
Bumi Aksara, 2019), 9.
85
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, 221.
44

Pemilihan dua orang tokoh ini didasari oleh pertimbangan pengalaman

spiritual mereka dalam pembentukan karakter kepribadiannya. Jika dicermati, latar

belakang keduanya memang berbeda, tidak dapat dipungkiri bahwa pembentukan

karakter seseorang dipengaruhi oleh zaman. Pembentukan diri mereka tidak

terlepas dari tantangan nyata yang dihadapi oleh zamannya. Tetapi yang paling

tidak ada nilai-nilai kristiani yang menjiwai pembentukan karakter yang dapat

ditiru oleh remaja masa kini.86

Sedangkan dalam Perjanjian Baru tokoh ideal yang dapat dijadikan contoh

utama karakter dengan integritas yang baik adalah Yesus Kristus. Yesus adalah

satu-satunya tokoh yang ideal yang dapat dijadikan contoh sebagai tokoh yang

sempurna dalam pembentukan karakter. Dalam Lukas 2:41-52 sejak berusia 12

tahun Dia telah menemukan diriNya sebagai anak Allah, artinya bahwa harus ada

sikap aktif dari kita untuk menghindarkan diri dari pengaruh negatif dan berbagai

pencobaan. Orang Kristen tidak boleh menjadi orang-orang yang ikut-ikutan,

sekedar terbawa arus, tenggelam di tengah keinginan orang banyak. Tuntutan ini

berlaku bagi setiap orang Kristen, bahkan bagi remaja. Remaja Kristen

dimampukan oleh Roh Tuhan untuk mengubah karakter yang buruk. Remaja

Kristen dapat dikenal melalui karakter yang mencerminkan diri sebagai anak

Tuhan. Pada satu sisi mampu menghargai dirinya. Pada sisi lain mampu

menghargai orang lain dalam kekurangan dan kelebihannya.87

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menyaksikan orang muda (remaja)

sebagai ciptaan Tuhan yang mulia. Karena itu tidak jarang orang muda (remaja)

dipanggil dan dipakai oleh Allah sebagai rekan sekerja-Nya dalam melaksanakan

karya-Nya di tengah-tengah dunia ini. Hal itu membuktikan bahwa Allah memberi

86
Jense Belandina, dkk., Suluh Siswa 1 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2006), 26-27.
87
Jense Belandina, dkk., Suluh Siswa 1, 28-29.
45

perhatian khusus kepada kaum muda (anak remaja). Salah satu tokoh yang

terkenal adalah Yusuf. Dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa kitab yang

berbicara tentang Allah menggunakan orang muda (anak remaja) di dalam

berbagai tugas yakni Yeremia yang dipanggil dari tengah-tengah orang dewasa

dan anak-anak untuk menjadi seorang nabi. Yeremia diperkirakan berumur 20

tahun pada saat dipanggil dan ditetapkan sebagai nabi.88 Dalam Perjanjian Baru

dan Perjanjian Lama dimana Allah memberi perhatian kepada anak remaja, seperti

kehidupan Yesus, pada saat Yesus berumur 12 tahun mulai mengajar di rumah

ibadat (Luk. 2:46-47).89

2.1.5.2. Perkembangan Psikologi Remaja

2.1.5.2.1. Perkembangan Fisik

Pertumbuhan fisik pada gilirannya akan membawa sampai pada

suatu kondisi jasmaniah yang siap untuk melaksanakan tugas

perkembangan secara lebih memadai, yaitu kesiapan individu untuk

melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Pada gilirannya, terjadilah

perubahan tingkah laku yang profresif dan semakin sempurna.90

Gejala yang tampak pada aspek fisik sebagai perwujudan dari

adanya perkembangan dalam diri individu, antara lain:

1. Pertumbuhan payudara pada wanita

2. Lekum pada remaja pria

3. Kulit yang makin halus pada wanita

88
Robert M. Paterson, Tafsiran Kitab Yeremia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 38.
89
Ezra Tari & Talizaro Tafonao, “Tinjauan Teologis-Sosiologis Terhadap Pergaulan Bebas Remaja”
dalam Jurnal Dinamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Volume 3, Nomor 2 (April 2019), 202-203.
https://sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/dunamis/article/view, diakses 28 Februari 2021.
90
Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, 20.
46

4. Otot yang makin kasar dan kekar pada pria.91

2.1.5.2.2. Perkembangan Sosial

Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang

berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu

perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja

sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang

sebaya. Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas adalah bahwa

kelompok tersebut terdiri daripada sekse yang sama. Persamaan sekse

ini membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan berhubungan

dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan pengalaman

identitas. Sifat yang khas lagi dari kelompok anak pra-remaja atau pra-

pubertas adalah bahwa mereka tidak menentang orang dewasa,

melainkan justru menirukan mereka dalam olahraga, permainan, dan

kesibukan lainnya.92

2.1.5.2.3. Perkembangan Emosional

Menurut English and English, emosi adalah “a complex feeling state

accompained by characteristic motor and glandular activies” (suatu keadaan

perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan

motoris). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi

merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif

91
Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, 3.
92
F.J. Monks, A.M.P. Knoers &Siti Rahayu Hadinoto, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam
Berbagai Bagiannya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), 275-276.
47

baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas

(mendalam).93

Berbagai emosi menyertai manusia dalam mengungkapkan perasaan

kepada orang lain, seperti sedih, gembira, bahagia, terkejut, bangga, kecewa,

cemburu, jengkel, dan sebagainya. Emosi tidak hanya menyangkut persoalan

psikis, tetapi juga fisik. Pada awalnya emosi sering diartikan dengan marah.

Secara umum, emosi didefenisikan sebagai perasaan yang memiliki elemen

fisiologis dan kognitif serta mempengaruhi perilaku.94

Masa remaja dianggap sebagai masa yang sulit secara emosional.

Seorang remaja akan sering merajuk, tidak tahu bagaimana mengekpresikan

emosi. Hanya dengan sedikit atau bahkan tanpa provokasi sama sekali, mereka

bisa saja meledak di depan orang tua atau saudara-saudara mereka. Hal ini

mungkin saja disebabkan karena mereka menggunakan”defense mechanism”

dengan cara melakukan “displacement emosi” mereka kepada orang lain.95

2.1.5.2.4. Perkembangan Spiritualitas

Pola perilaku spiritual pada remaja bukanlah sesuatu yang diperoleh

secara tiba-tiba melainkan merupakan hasil dari bagaimana remaja tersebut

dibesarkan dalam keluarganya. Berkenaan dengan spiritualitas pada remaja,

mereka akan mengikuti orang tuanya sebagai model yang akan ditiru

perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan antara keluarga dengan


93
H. Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak & Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2015), 114-115.
94
Suciati, Psikologi Komunikasi Sebuah Tinjauan Teoritis dan Perspektif Islam (Yogyakarta: Buku
Litera Yogyakarta, 2018), 193-194.
95
John W. Santrock, Perkembangan Anak edisi Kesebelas Jilid 2 (Jakarta: Erlangga, 2007), 18.
48

spiritual dapat dijelaskan dalam perspektif teori belajar sosial. Karena itu

proses belajar remaja akan terjadi dengan cara memperhatikan model dari

orang tuanya.96

2.1.5.2.5. Perkembangan Moral

Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat

istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan

moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan,

nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu seperti (a.) Seruan

untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,

memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, (b.) larangan

mencuri, berzinah, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.

Seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut

sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok

sosialnya.97

2.1.5.2.6. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif muncul dari diri dan proses perkembangan

manusia yang normal. Perkembangan kognitif itu serupa dengan

perkembangan yang terjadi bila manusia mencernakan makanan. Piaget

mengatakan bahwa pertumbuhan kognitif terjadi berkat dua fungsi biologis.

Yang pertama organisasi (organization), dan yang kedua adaptasi (adaptation).

Organisasi menyangkut pengaturan dan penyusunan berbagai proses mental,

96
Retno Mangestuti & Rahmat Aziz, “Pengembangan Spiritualitas Remaja: Mengapa Remaja Laki-
laki Lebih Memerlukan Dukungan Keluarga Dalam Pengembangan Spiritualitas” dalam Psikoislamika jurnal
Psikologi Islam Volume 14, no. 1 Tahun 2017, 32-33.
https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view, (diakses 26 Februari 2021).

97
Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, 132.
49

seperti ingatan dan persepsi. Organisasi juga pemeliharaan agar fungsi-fungsi

manusiawi dapat bekerja secara normal. Artinya, organisasi itu menjaga

organisme manusia pada saat menerima informasi baru dan menghadapi

perubahan atau bahkan masuk ke lingkungan baru. Jika organisasi

menunjukkan mekanisme pemeliharaan internal bagi fungsi-fungsi manusiawi

yang normal, maka kemampuan untuk menyesuaikan diri dan menanggulangi

secara memadai lingkungannya dalam aktivitas hidup sehari-hari disebut

adaptasi.98

Terlepas dari bahaya masa remaja, sebagian besar anak muda muncul

dari masa remaja dengan tubuh yang matang dan sehat serta semangat hidup.

Perkembangan kognitif mereka juga terus berlangsung. Remaja tidak hanya

tampak berbeda dari anak yang berusia lebih muda; mereka juga berpikir

berbeda. Walaupun pikiran mereka masih kurang matang dalam beberapa

aspek, banyak di antara mereka yang cakap melakukan penalaran abstrak dan

penilaian moral yang rumit serta dapat membuat rencana yang lebih realistis di

masa depan.99

Untuk Remaja, “mores” atau moral merupakan suatu kebutuhan

tersendiri karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau

petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. pedoman atau petunjuk ini

dibutuhkan juga untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian

matang dengan “ Unifying of life” dan menghindarkan diri dari konflik-konflik

peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini. Dengan kurang aktifnya

98
Charles M. Shelton, Spiritualitas Kaum Muda Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya,
(Yogyakarta: Kanisius, 1987), 9-10.
99
Diane E. Papalia, Sally Wendkos Old & Ruth Duskin Feldman, Human Development (Psikologi
Perkembangan) (Jakarta: Kencana, 2008), 555.
50

orang tua dalam membimbing remaja maka pedoman berupa “mores” ini

makin diperlukan oleh remaja.100

2.1.6. Kehidupan Yesus Di Masa Muda Sebagai Teladan Bagi Remaja101

Di dalam kitab injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) secara mendetail

menceritakan tentang masa pelayanan Yesus, sejak pembaptisan-Nya hingga penyaliban dan

kematian-Nya. Akan tetapi, mereka semuanya bungkam tentang masa muda Yesus, yakni

waktu antara Yesus berumur dua belas tahun hingga tiga puluh tahun. Pada umur dua belas

tahun, Lukas melaporkan bahwa Yesus bersama orang tuaNya ke Yerusalem, di sana ia

ditetapkan sebagai barmitzvah (anak hukum Taurat, Luk. 2:41-51). Sesudah perayaan itu,

Yesus kembali ke kampung halaman-Nya di Nazareth (Luk. 2:50), lalu tidak ada lagi laporan

mengenai aktivitas Yesus yang selanjutnya.

Jika kita mengamati pengajaran Yesus melalui perumpamaan-perumpamaan-Nya,

maka kita mendapat kesan bahwa dari latar belakang itu, Yesus bertumbuh sebagai seorang

pemuda di kampung halamannya di Nazareth. Keadaan itu nyata dari perkataan Natanael

kepada Filipus: “mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazareth?” namun, justru di

sanalah pemuda Yesus tinggal bersama orang tua-Nya. Sebagai penduduk desa, Ia tentu

bergaul dengan orang-orang di desa-Nya, yang bekerja sebagai petani, pedagang,

penggembala ternak, dan sebagainya. Tentu saja Ia juga menyaksikan bagaimana penduduk

desa yang hidup dalam kesederhanaan berjuang mempertahankan hidup mereka dengan

berbagai pekerjaan yang mereka lakukan termasuk keluarga-Nya sendiri.

Ia sendiri tentu belajar membaca karena Ia bisa membaca hukum Taurat di dalam

Sinagoge di Nazaret (Luk. 4:16), Ia belajar menulis, sebagaimana yang Ia lakukan ketika

orang membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah (Yoh: 8:6-8). Selain itu, Ia

sebagai anak sulung dari beberapa saudaraNya (Mrk. 6:3), tentu Ia pun bekerja membantu
100
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Cv. Rajawali, 1989), 93.
101
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 51-53.
51

ayah-Nya sebagai tukang kayu. Dalam kehidupan keagamaan, Yesus sebagai seorang Yahudi

yang saleh melakukan kewajiban-Nya mengunjungi Sinagoge, membaca Kitab Suci

(Perjanjian Lama), dan menjalankan tradisi Yahudi dalam kehidupan-Nya sehari-hari. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa masa antara dua belas tahun hingga sekitar tiga puluh

tahun adalah masa “persiapan” pemuda Yesus untuk melakukan pekerjaan yang Bapa berikan

kepada-Nya.

2.1.7. Peran Orang Tua dan Gereja Terhadap Penggunaan Gadget di Kalangan Remaja

Anak-anak yang diasuh dengan pendekatan pola asuh positif kemungkinan besar akan

berkembang dengan baik, memiliki kemampuan baik, dan selalu merasa nyaman akan dirinya

sendiri atas segala hasil yang telah dicapainya. Pola asuh positif akan mengembangkan

kebiasaan baik yang merupakan landasan penting dalam mengembangkan karakter positif.

Sebagaimana (Darta, 2017) mendefinisikan positif parenting sebagai pola asuh yang bertujuan

untuk mengembangkan dan mengelola perilaku anak dengan cara yang membangun dan tidak

menyakiti anak. Pola asuh ini dikembangkan berdasarkan komunikasi yang baik dan juga

perhatian yang positif untuk membantu anak agar berkembang.102

Dalam perspektif Kristen, orang tua menjadi pendidik utama bagi anak. Akan tetapi

dalam prosesnya, orang tua kurang mendapat bekal pendidikan dan pemahaman dalam

perannya untuk mendidik anak dalam keluarga sehingga orangtua lebih menyerahkan urusan

pembinaan kerohanian dan karakter pada sekolah sehingga orang tua kurang berperan dalam

meletakkan dasar-dasar pendidikan Kristen bagi anak-anak. Orang tua, sekolah, dan gereja

juga sering disebut sebagai kingdom education, yang dimana ketiganya berperan penting

dalam mendidik anak khususnya dalam perspektif Kristen. Orang tua sangat memerlukan

102
Edy, Myrnawati, M. Syarif Sumantri, ElindraYetti, Pengaruh KeterlibatananOrangtua dan Pola
Asuh Terhadap Disiplin Anak dalam Jurnal Pendidikan Usia Dini Vol. 12 Edisi 2 Noember 2018, 223.
https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpud/article/view, diakses 25 Februari 2021.
52

pemahaman pendidikan dari perspektif Kristen untuk mensinkronisasikan dengan pendidikan

karakter di sekolah.103

Dalam jurnal dinamika berjudul “pengaruh gadget pada perkembangan karakter

anak” yang ditulis oleh Puji Asmaul Chusna mengatakan bahwa, melihat untung ruginya

mengenalkan gadget pada anak pada akhirnya memang sangat tergantung kepada kesiapan

orang tua dalam mengenalkan dan mengawasi anak saat bermain gadget. Karena itu, kepada

semua orang tua perlu diingatkan peran penting mereka dalam pemanfaatan gadget pada anak.

Orang tua perlu menerapkan sejumlah aturan kepada anak-anaknya dalam menggunakan

gadget. Untuk bisa memanfaatkan gadget dengan efektif seharusnya sebagai orang tua bisa

memahami dan menjelaskan mengenai konten yang ada pada gadget. Tanpa adanya

pendamping dari orang tua, penggunaan gadget tidak akan berfokus pada apa yang diajarkan

orang tua tetapi akan melenceng dari apa yang telah diajarkan oleh orangtua.104

Menurut buku “Media Moms & Digital Dads A fact Not Fear Approach to Parenting

in the Digital Age” yang ditulis oleh Yalda T. Uhls mengatakan bahwa strategi orangtua yang

terlalu mengekang (memantau secara fisik) anak-anak yang sedang berada dalam kegiatan

daring akan menimbulkan resiko kegagalan mendidik anak dalam penggunaan gadget.

Peneliti mengatakan bahwa pembatasan penggunaan gadget secara perlahan dapat diterima

dengan baik oleh remaja. Akan tetapi ketika remaja ingin mengakses konten internet, remaja

akan mencari cara untuk terhindar dari pembatasan penggunaan gadget oleh remaja.

Perkembangan teknologi yang terus berubah dapat membingungkan orangtua dalam mendidik

anak remaja akan tetapi cara terbaik yang dapat diberikan orang tua ialah dengan menjaga

jalur komunikasi agar tetap terbuka antara orangtua dan anak sehingga orang tua dapat

mengedukasi remaja dalam penggunaan teknologi.105


103
Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen yang Berhati Gembala Mempersiapkan
Sekolah dan Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan Global pada Masa Kini, 121.
104
Puji Asmaul Chusna, “Pengaruh Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak” dalam Jurnal
Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan Vol. 17, No. 2, (November 2017), 326.
105
Yalda T. Uhls, Media Moms & Digital Dads A fact Not Fear Approach to Parenting in the Digital
Age (USA: Bibliomotion, 2015), 15-16.
53

Untuk mendisiplinkan dan mengawasi remaja dalam bermain gadget ternyata tidak

cukup dilakukan oleh orang tua saja. Akan tetapi gereja juga perlu melakukan pendampingan

khusus bagi remaja agar tetap dapat mengendalikan dirinya dalam menggunakan gadget.

Salah satu cara yang dapat dilakukan gereja ialah melalui pemuridan.

Pemuridan bagi Kerajaan Allah adalah ciri khas murid Kristus yang sesuai dengan

kehendak-Nya. Berdasarkan pemahaman itu, gereja melakukan proses pemuridan yang

intensional guna mencapai tujuan yaitu kedewasaan rohani kearah Kristus. Kedewasaan

rohani mencakup kehendak yang ditawan oleh kebenaran Allah, pikiran yang dikuduskan bagi

Kerajaan Allah, dan karakter yang saleh. Tujuan pemuridan ini jauh lebih penting daripada

cara pemuridan. Tetapi tujuan dan cara pemuridan saling berhubungan satu sama lain. Tujuan

yang benar belum tentu diwujudkan dengan cara yang tepat. Cara yang tepat seharusnya

diturunkan dari tujuan yang benar. Tujuan pemuridan tidak boleh mengabaikan proses

pemuridan. Proses pemuridan berhubungan erat dengan cara pendekatan.

1. Pendekatan 1: Model Berbasis Program

Model berbasis program seringkali disebut “model informasi” yang

menitikberatkan penyebaran informasi sebanyak mungkin dalam pertemuan kelompok

dari pemimpin rohani kepada seluruh anggota. Pada umumnya pemimpin rohani

secara aktif dan kreatif mempersiapkan sejumlah informasi yang berkenaan hal rohani

untuk disampaikan kepada setiap anggota. Pendekatan lebih cenderung monolog, yaitu

ceramah atau khotbah atau renungan. Model berbasis program ini tidak melakukan

pemuridan yang intensif. Model basis program mengutamakan pertemuan formal

sebagai sarana pemuridan. Pemuridan yang demikian dilakukan dengan membuat

agenda dan topik khotbah yang tepat dengan mengundang pembicara yang handal.

Dengan demikian pemuridan itu identic dengan peristiwa kegiatan rohani dan agenda-

agenda yang rasional.


54

2. Pendekatan 2: Model Individual

Model Individual memfokuskan relasi antar individu dalam jangka waktu

tertentu, guna saling mempengaruhi dalam pengalaman rohani baik dalam

pembelajaran doktrin Kristen maupun hidup pemuridan. Pada umumnya hidup

pemuridan ini berfokus pada kehidupan praktis bagi murid Kristus seperti devosi,

kebaktian, mengatur keuangan, terlibat dalam pelayanan dan bersaksi bagi Kristus.

Motto dari model individual adalah “Ikutlah aku, sebab aku telah belajar mengikut

Kristus” (bdk. 1 Kor. 4:16). Asumsi dasarnya adalah bahwa pembelajaran akan

pendirian, cara hidup dan iman dari orang lain merupakan wujud hidup yang semakin

serupa Kristus. Baik pembuat murid maupun murid Kristus secara serius mengadakan

perjanjian di antara mereka untuk bertemu secara rutin dalam kelompok kecil guna

membahas Alkitab, membagikan pengalaman hidup, berdoa bersama dan menghafal

ayat. Model ini secara sengaja ataupun tidak telah menciptakan pertumbuhan rohani

individual. Model individual ini memampukan petobat baru untuk menjalani

pertumbuhan rohani.

3. Pendekatan 3: Model Kelompok Kecil

Model kelompok kecil menekankan unit yang kecil di dalam gereja sehingga

terjadi relasi antar pribadi. Model kelompok kecil memfokuskan relasi antar pribadi

atau individu dengan kelompok kecil. Gereja membangun relasi interpersonal dengan

mentalitas hidup bersama dalam kelompok guna saling menolong, memperhatikan,

menghormati dan membangun. Model kelompok kecil bisa menciptakan suasana

kondusif bagi setiap anggota gereja yang ada di dalamnya. Hal yang paling penting

dalam model ini adalah keterlibatan individu di dalam kelompok guna saling

mendukung dalam ibadah, pelayanan dan melayani gereja dan masyarakat. Tujuan

pertemuan rutin dalam kelompok kecil adalah mengembangkan saling ketergantungan


55

antar anggota guna mencapai pertumbuhan rohani. Model ini lebih menekankan

keintiman dalam kehidupan antar anggota gereja.

4. Pendekatan 4: Model Kerajaan Allah

Model pemuridan bagi Kerajaan Allah menekankan penguasaan Allah atas

segala sesuatu bagi hidup pemuridan, sehingga murid melakukan segala sesuatu

dalam nama Tuhan Yesus sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah Bapa.

Model pemuridan bagi Kerajaan Allah menggunakan berbagai metode untuk mencapai

tujuan pemuridan, yaitu hidup bagi Kerajaan Allah. Model pemuridan bagi Kerajaan

Allah menekankan pendekatan pribadi sebagai sarana untuk mencapai terwujudnya

murid bagi Kerajaan Allah. Model pemuridan bagi Kerajaan Allah menggunakan

pendekatan pribadi atau individu, kelompok kecil, perencanaan untuk mencapai sarana

sebagai murid Kristus yang hidup bagi Kerajaan Allah. Tak kala Kerajaan Allah

menguasai hati seseorang dan komunitas orang kudus, objektif pemuridan adalah

perubahan hidup dalam segi pengetahuan (knowing), karakter (being) dan tingkah laku

(doing).106

2.2. Kerangka Konseptual

Teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini memang sudah menjadi hal yang sangat

melekat di dalam kehidupan manusia. Dimana manusia pada saat sekarang ini melakukan

segala aktifitas baik dalam dunia pekerjaan, pendidikan, bisnis, dan untuk kegiatan lainnya

sudah melalui teknologi. Gadget merupakan salah satu alat teknologi yang sering digunakan

oleh manusia terkhususnya pada saat pandemic covid-19 ini yang mengharuskan kita untuk
106
Jonathan Wijaya, Pemuridan Intensional dalam Gereja Tradisional (Tangerang: UPH Press, 2018),
133-148.
56

melakukan segala sesuatu dari rumah (work from home). Gadget tentunya memiliki fungsi

yang bergantung kepada siapa penggunanya. Bagi anak dan remaja gadget berfungsi sebagai

alat yang digunakan dalam dunia pendidikan seperti belajar daring, mencari pengetahuan

baru, mendapatkan informasi mengenai tugas sekolah, bermain game, bermain sosial media

dan sebagainya. Akan tetapi jika penggunanya orang dewasa maka gadget tersebut digunakan

untuk pekerjaan, menyimpan file, dan lain sebagainya.

Penggunaan gadget juga memiliki dampak positif dan dampak negatif bagi pengguna baik

secara fisik dan juga psikologi. Pada saat sekarang ini di tengah pandemic covid-19 banyak

sekali anak-anak khususnya anak remaja yang sudah menggunakan gadget karena dituntut

oleh pendidikan padahal mereka belum tahu bagaimana porsi dari penggunaan gadget yang

sesuai dengan umur mereka. Jika kita lihat dari segi psikologis maka umur remaja mulai dari

12-18 tahun dan secara psikologi juga berkata bahwa di usia tersebut merupakan usia transisi

dari anak-anak menuju dewasa sehingga membutuhkan pengawasan yang lebih. Dalam

penggunaan gadget juga remaja membutuhkan wawasan atau pengetahuan mengenai porsi

mereka dalam menggunakan gadget karena pada saat sekarang ini banyak sekali anak remaja

yang sudah mendapatkan dampak negatif dari penggunaan gadget. Banyak anak remaja yang

sudah tahu membuka aplikasi-aplikasi di dalam gadget seperti facebook, instagram, game

online bahkan video-video yang negatif yang tidak layak untuk mereka lihat sehingga mereka

mengalami kecanduan dalam penggunaan gadget.

Penyalahgunaan oleh pengguna (remaja) terhadap gadget inilah sehingga penulis

mengatakan bahwa pentingnya peranan dari orang tua dan juga gereja dalam memberi

pengetahuan dan pendisiplinan terhadap anak remaja dalam menggunakan gadget karena

dampak dari penggunaan gadget mengakibatkan adanya kemerosotan spiritualitas. Remaja

merupakan generasi muda gereja yang akan meneruskan pelayanan gereja sehingga

spiritualitas remaja harus tetapi diperhatikan.


57

2.3. Hipotesa

Hipotesa atau yang sering disebut “hipotesis” adalah dugaan yang mungkin benar atau

salah dapat dianggap sebagai kesimpulan sementara. Menurut Sugiyono (2004), hipotesis

adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesa akan ditolak dan

diterima, jika dalam analisa data membenarkannya. Penolakan atau penerimaan hipotesa,

tergantung dari hasil analisis terhadap data-data yang diperoleh.107

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis ingin mengajukan hipotesa sebagai dugaan

sementara yang mungkin benar atau salah. Kebenaran dari hipotesa akan terungkap melalui

hasil data penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian penulis mengemukakan hipotesa

dalam penelitian sebagai berikut: “Jika adanya peran orang tua dan gereja terhadap

pengedukasian, pendisiplinan dan pengawasan penggunaan gadget di kalangan remaja, dapat

meningkatkan spiritualitas remaja di GBKP Rg. Suka Rende”

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metodologi Penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa inggris yaitu “research”

yang artinya “mencari kembali”. Research juga sering diterjemahkan menjadi “riset” atau

penelitian.108 Metode penelitian yang penulis gunakan adalah mixed method research. Mixed
107
Dio Caisar Darma, Siti Maria & Tommy Pusriadi, 5 Teknik Jitu Mahasiswa Menyusun Skripsi
(Medan: Yayasan Kita Menulis, 2020), 33.
108
Muslich Anshori & Sri Iswati, Buku Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif (Surabaya: UNAIR
(AUP), 2019), 1.
58

method research adalah kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang akan

menghasilkan pemahaman yang lebih baik terhadap masalah penelitian. 109 Data pada metode

kualitatif harus betul-betul berkualitas dan lengkap yaitu data primer dan sekunder. Data primer kita

dapatkan dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik, perilaku

yang dilakukan. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis berupa

tabel, catatan, notulen rapat, foto-foto, film, rekaman, video, benda-benda dan lain-lain. Sedangkan

metode kuantitatif merupakan penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan

terstruktur dengan jelas sejak awal sampai pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila

disertai dengan gambar, tabel, grafik atau tampilan lainnya. 110

3.2. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian lapangan, penulis harus dengan jelas menunjukkan letak dan

lokasi penelitian. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian dan

disamping itu juga dapat memperkecil jangkauan penulis dalam melakukan penelitian. Adapun

yang menjadi letak dan lokasi penelitian yang penulis pilih dalam penulisan skripsi ini adalah di

GBKP Runggun Suka Rende Klasis Pancur Batu yang terletak di desa Suka Rende kecamatan

Pancur Batu.

3.2.1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Suka Rende

Desa Suka Rende merupakan Desa yang terletak di Dusun 1 Desa Suka Rende yang

terletak di jln. besar Kutalimbaru, Kec. Kutalimbaru Kab. Deli Serdang Provinsi Sumatera

Utara. Mata pencaharian yang cocok dengan kondisi tanah di Desa Suka Rende adalah

menanam sawit, jagung, ubi, dan sayur-sayuran. Di Desa Suka Rende juga terdapat

109
Iwan Hermwan, Teknik Menulis Karya Ilmiah Berbasis Aplikasi dan Metodologi (Kuningan:
Hidayatul Quran, 2019), 28.
110
Sandu Siyoto & M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Literasi Media Publishing,
2015), 17-28.
59

beberapa agama seperti Kristen, Islam dan katolik, terdapat beberapa gereja juga seperti

GBKP, GJAI, dan GSRI.111

Adapun letak geografis dari Desa Suka Rende adalah sebagai berikut:

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kutalimbaru

Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Pasar 4

Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Berdikari

Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Lau Gajah

3.2.2. Sejarah Singkat GBKP Runggun Suka Rende

Sejarah masuknya injil ke desa Suka Rende Kec. Kutalimbaru Kab. Deli Serdang

dimulai dari zending Belanda (NZG) pada tahun 1927. Kebaktian minggu pertama dimulai

di rumah Alrido Sitepu yang pada waktu ini sebagai juru tulis dalam sebuah rapat di desa

Lau Bekeri. Jemaat yang pertama datang kebaktian minggu yaitu: Bpk. Lawan Sembiring

dari Rimbun Baru, Bpk. Sem Sembiring dari Lau Bekeri, Bpk. Neri Sinulingga dari

Kutalimbaru Bp. Guro Sinulingga dari Liang Gagang. Gedung gereja pertama berdiri pada

tahun 1929 dengan bentuk yang darurat dimana tiang dinding terbuat dari kayu anyaman

bambu dan atapnya terbuat dari rumbia.

Ada beberapa guru agama yang pernah melayani di Suka Rende yaitu guru

agama Bpk. Mihal Barus (Alm), guru agama Bpk. Lukas (Alm) dan guru agama Bpk.

Nawari Tarigan (Alm) dalam sidang sinode tahun 1942 di Sibolangit gereja Zending

menjadi gereja GBKP, kemudian Pertua/Diaken yang pertama melayani di GBKP

Runggun Suka Rende yaitu Pt. Imanuel Tarigan (Alm), Pt. Nikep Sinulingga (Alm)

dan Dk. Degil Tarigan (Alm).

111
Wawancara dengan Pt. Thomas Tarigan pada 21 Juni 2021 di Suka Rende. Beliau adalah salah satu
pelayan yang menjabat sebagai pertua sekaligus bendahara dalam Badan Pengurus Majelis Runggun di GBKP
Rg. Suka Rende.
60

Pada 1960 disepakatilah pemindahan lahan gereja dari desa Suka Rende lama

ke tepi jalan besar Kutalimbaru dan dibangunlah gereja darurat (gereja sementara),

kemudian pada tahun 1969 dibangunlah gereja semi permanen yang dimana pada

saat itu yang melayani adalah Pdt. Suruhen Ginting di Suka Rende dan selanjutnya

pada tahun 1979 dibangunlah gereja yang sudah permanen yang pada saat itu

dilayani oleh Pdt. Dapet Surbakti. Demikianlah sejarah awal mula gereja GBKP

Runggun Suka Rende yang hingga sampai saat ini tetap melakukan perkembangan.112

3.2.3. Konteks kehidupan Jemaat GBKP Runggun Suka Rende

3.2.3.1. Konteks Sosial-Budaya Jemaat

Membahas mengenai konteks sosial-budaya, masyarakat di desa Suka Rende

merupakan masyarakat yang dominan berasal dari suku Karo sehingga secara budaya

masyarakat Suka Rende lebih banyak berbudaya Karo. Akan tetapi di luar dari suku

karo ada juga beberapa masyarakat yang berasal dari suku lain seperti Nias, Toba,

dan Simalungun. Di Desa Suka Rende juga terdapat beberapa agama seperti Kristen,

Islam dan Katolik. Masyarakat Suka Rende dikenal sebagai masyarakat yang ramah

dan berjiwa sosial yang tinggi yang terlihat dari kekompakan dan kekerabatan satu

dengan yang lainnya.113

3.2.3.2. Konteks Pendidikan Jemaat

Pendidikan merupakan usaha dalam membina dan mengembangkan

kepribadian manusia baik dari segi rohani maupun jasmani. Pendidikan juga

merupakan suatu proses dalam perubahan perkembangan sikap dan tingkah laku

112
Catatan Laporan Proposal Renovasi Gedung Gereja dan Pembangunan Gedung KAKR/TK-PAUD
GBKP Suka Rende Klasis Pancur Batu, 14 Januari 2012.
113
Wawancara dengan Dk. Victoria Br Ginting pada 12 Juni 2021di Suka Rende. Beliau adalah seorang
pelayan yang menjabat sebagai diaken di GBKP Rg. Suka Rende.
61

sehingga pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Di Desa Suka Rende

terdapat beberapa sekolah seperti sekolah TK, SD, SMP, dan SMA yang jaraknya

tidak terlalu jauh dari Desa Suka Rende. Pada umumnya jemaat Suka Rende dalam

konteks pendidikan mayoritas hanya tamatan SMP, SMA dan hanya beberapa yang

menempuh pendidikan perguruan tinggi. Keterbatasan pendidikan tersebut yang

membuat jemaat GBKP Runggun Suka Rende mayoritas bekerja sebagai petani dan

pedagang.114

3.2.3.3. Konteks Ekonomi Jemaat

Berbicara mengenai konteks ekonomi, jemaat GBKP Runggun Suka Rende

hidup dalam kesederhanaan. Pada umumnya mata pencarian jemaat Suka Rende

adalah sebagai petani yaitu menanam sawit, jagung, ubi, dan sayur-sayuran. Selain

bertani pekerjaan jemaat Suka Rende adalah sebagai pedagang. Jemaat yang

berdagang biasanya menjual hasil dagangannya di rumah ataupun di pajak. Selain itu,

ada juga beberapa jemaat yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yang bekerja di

beberapa sekolah yang ada di desa sekitar desa Suka Rende.115

3.2.4. Program Kegiatan Remaja GBKP Runggun Suka Rende

3.2.4.1. Ibadah KAKR

Kebaktian Anak Kebaktian Remaja atau sering disebut dengan KAKR

merupakan suatu persekutuan yang dilakukan oleh anak balita sampai remaja. Di

GBKP Runggun Suka Rende kebaktian KAKR ini dilaksanakan setiap hari minggu

pukul 08.00-09.00 WIB yang dibawakan oleh guru sekolah minggu. KAKR

114
Wawancara dengan Dk. Victoria Br Ginting pada 12 Juni 2021 di Suka Rende.
115
Wawancara dengan Dk. Victoria Br Ginting pada 12 Juni 2021 di Suka Rende.
62

Rungun Suka Rende terbagi menjadi 3 kelas yaitu kelas anak kecil, tanggung dan

remaja.116

3.2.4.2. PA (Pendalaman Alkitab)


Kebaktian Anak Kebaktian Remaja (KAKR) adalah wadah beribadah dan

perkembangan iman anak dan remaja GBKP sehingga pelayanan kebaktian anak

dan remaja di GBKP adalah sebuah tanggung jawab dan tugas gereja yang harus

menjadi perhatian semua gereja di setiap wilayah. Tujuan diadakannya KAKR

adalah agar anak dan remaja dapat dibimbing untuk datang kepada Tuhan supaya

mereka semakin mengenal Tuhan dan secara mandiri mampu mengikrarkan

pengakuan imannya (angkat sidi).117 Begitu juga dengan Pendalaman Alkitab anak

dan remaja yang dilakukan untuk menambah pemahaman anak dan remaja

mengenai Alkitab yang dimana KAKR GBKP Runggun Suka Rende biasanya

melakukan Pendalaman Alkitab (PA) pada hari Minggu pukul 17.00 WIB bagi

anak-anak dan pukul 20.00 WIB bagi remaja. Akan tetapi pada tahun 2021 ini

Pendalaman Alkitab anak dan remaja tidak terlaksana karena buku panduan PA

tidak ada diedarkan dari kantor Moderamen.118

3.2.4.3. PA Padang

PA padang adalah kegiatan rohani remaja GBKP Rg. Suka Rende yang

dilaksanakan di luar ruangan seperti di pantai, kolam, taman, atau tempat rekreasi. Di

GBKP Rg. Suka Rende kegiatan ini dilakukan 2 kali dalam setahun yang dibawakan

oleh guru sekolah Minggu. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas

remaja dan juga menambah solidaritas antar remaja.

3.2.4.4. Les Belajar

116
Dk. Victoria Br Ginting, wawancara yang dilakukan oleh penulis. Suka Rende, 12 Juni 2021.
117
https://gbkp.or.id/ka-kr/, diakses pada Kamis, 17 Juni 2021 Pukul 12.20 WIB.
118
Lipi Arni Br Barus (sebagai Guru KAKR di GBKP Runggun Suka Rende), wawancara yang
dilakukan oleh penulis. Suka Rende,17 Juni 2021.
63

Les belajar ini adalah kegiatan yang disediakan gereja yang bertujuan untuk

membantu remaja dalam menyelesaikan tugas sekolah pada masa pandemi. Kegiatan

ini dibawakan oleh jemaat GBKP Rg. Suka Rende yang berprofesi sebagai guru.

Kegiatan les belajar ini dilakukan 3 kali dalam seminggu. Akan tetapi belakangan ini

kegiatan les belajar tidak terlaksana lagi karena kehadiran remaja semakin menurun.

Dan gereja mengambil keputusan untuk meniadakan kegiatan les belajar ini.

3.2.5. Statistik Jumlah Jemaat GBKP Runggun Suka Rende

Seiring dengan berjalannya waktu, jemaat GBKP Runggun Suka Rende

semakin lama mengalami perkembangan. Baik dari jemaat pendatang yang menjadi

jemaat gereja yang dapat dilihat dari perhitungan statistik jumlah jemaat yang terbaru

pada tahun 2021, yaitu sebagai berikut: 119

Tabel

Statistik Jumlah Jemaat GBKP Runggun Suka Rende

N Nama Sektor Jumla jumla juml Jumla Angg Angg Jumla Juml

o. h h ah h ota yg ota yg h ah

baptis baptis anak anggo lengk tidak Perm KA

an an yang ta yg ap lengk ata KR

anak dewa di diteri ap

119
Catatan Laporan Musyawarah Jemaat GBKP Runggun Suka Rende Klasis Pancur Batu, Minggu, 14
Maret 2021.
64

sa sidi ma

1. Efes Fili Tesalon

us pi ika

2. 44 52 49 KK 5 1 9 4 105 40 55 60

KK KK Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa

Jumlah Keseluruhan = 145 KK (480 Jiwa)

3.2.6. Nama-nama Pelayan, Pertua/Diaken, Emeritus dan pelayan KAKR GBKP

Runggun Suka Rende120

3.2.6.1. Nama-Nama Badan Pengurus Majelis Runggun (BPMR)

Ketua/ Kabid Koinonia : Pt. Rusman Sinulingga

Sekretaris : Pt. Daniel Sembiring

Bendahara : Pt. Thomas Tarigan

Kabid Marturia : Pt. Jakub Ginting

Kabid Diakonia : Dk. Samaria Br Ginting

3.2.6.2. Nama-Nama Pertua/Diaken dan Emeretus

1. Pdt. Selvianita Br Sembiring, S.Si (Teol)

2. Pt. Em. Pangkat Sembiring

3. Dk. Em. Teneng Br Ginting

4. Pt. Rusman Sinulingga

5. Pt. Daniel Sembiring

120
Catatan Laporan Musyawarah Jemaat GBKP Runggun Suka Rende Klasis Pancur Batu, Minggu, 14
Maret 2021.
65

6. Pt. Thomas Tarigan

7. Pt Gomos Ginting

8. Pt. Jakub Ginting

9. Pt. Fenti Br Sembiring

10. Dk. Samaria Br Ginting

11. Dk. Arihta Br Tarigan

12. Dk. Victoria Br Ginting

13. Dk. Herlina Br Ginting

14. Dk. Nurliana Br Sinulingga

15. Dk. Solita Br Sinulingga

3.2.6.3. Nama-nama Pelayan KAKR

1. Lestavita Br Sinulingga

2. Lipiarni Br Barus

3. Dhea Br Tarigan

4. Mega Gulo

5. Winda Br Sinulingga

6. Pebriani Br Ginting

3.3. Gambaran kehidupan Remaja GBKP Rg. Suka Rende

Masa remaja adalah masa-masa yang penuh warna yang tidak terlepas dari yang

namanya kebebasan (Free Will). Kehidupan mereka sekarang ini digumuli dengan Ilmu
66

Teknologi (IT), sehingga kehidupan remaja dilalui setiap hari dengan teknologi. Di era 4.O

ini, informasi-informasi tentang segala sesuatu sangat mudah untuk di akses melalui

teknologi. Ini menunjukkan bahwa kemajuan zaman sudah begitu nyata di kehidupan

masyarakat terlebih di kalangan remaja.

Terkhusus dalam GBKP Rg. Suka Rende yang memiliki 15 (lima belas) orang remaja

yang digolongkan dari usia 12-18 Tahun. Kehidupan remaja saat ini dilalui dengan

menggunakan teknologi (Handphone, komputer, dan lain-lain). Kebebasan remaja ini

menunjukkan cermin yang bobrok dikarenakan ketergantungan teknologi yang tidak terarah.

Salah satu contoh nyata yang menunjukkan kebobrokan remaja di masa sekarang di dalam

gereja ialah:

1. Dalam Ibadah Minggu ataupun PA (penelaahan Alkitab), remaja-remaja gereja

disibukkan dengan gadget masing-masing. Bahkan pada saat ibadah pun mereka

tetap membuka gadget dan mengabaikan Firman Tuhan yang disampaikan guru

sekolah Minggu. Hal ini menunjukkan bahwa remaja Gereja tidak memiliki

kekompakan ataupun kebersamaan bahkan kepedulian dan rasa simpati di dalam

gereja.

2. Dalam kehidupan di masyarakat remaja-remaja gereja disibukkan dengan gadget

sehingga hubungan sosial antar remaja tidak terjalin dengan baik. Bahkan ada

remaja yang mengejek temannya ketika tidak memiliki gadget sehingga

menimbulkan stratifikasi sosial atau terbentuknya tembok yang memisahkan

antara remaja yang memiliki gadget dengan yang tidak memiliki gadget.

Keterlibatan remaja dalam mengakses teknologi ini menunjukkan bahwa adanya ide-

ide atau wawasan-wawasan yang dapat membangun tingkat intelektual dalam dunia teknologi.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa remaja-remaja GBKP Rg. Suka Rende tidak

mendapatkan pengawasan ataupun pembinaan bagi remaja dari Gereja. Pada masa covid-19
67

ini banyak sekali kegiatan maupun program gereja bagi remaja yang tidak terlaksana salah

satunya adalah tidak melakukan PA (Pendalaman Alkitab), tidak melakukan kegiatan di luar

maupun di dalam gereja sehingga berkurangnya pengawasan dan pembinaan bagi remaja.

Berkurangnya kegiatan gereja bagi remaja membuat remaja semakin aktif dalam

menggunakan gadget. Di masa inilah kurangnya kepedulian terhadap remaja yang dapat

merusak citra dan mezbah mereka sebagai terang dunia di dalam gereja.

Dalam kehidupan sosial, pengawasan pertama yang diterima adalah dari keluarga.

Pengawasan keluarga terhadap remaja-remaja saat ini sangatlah begitu penting. Kemajuan

teknologi pada masa remaja sekarang ini sangat berdampak negatif jika tidak dilakukan

pengawasan, namun disisi lain teknologi sangat mendukung kehidupan remaja. Di masa

pandemi covid-19 teknologi sangat dimanfaatkan remaja untuk melangsungkan kegiatan

sekolah, ibadah minggu dan kegiatan lain yang berhubungan dengan teknologi. Namun

kesibukan remaja dengan gadget saat ini menunjukkan rusaknya moral sosial dikalangan

keluarga, masyarakat dan lingkungan lainnya. Di lingkungan keluarga dampak dari teknologi

sangat menonjol dari sisi, yaitu:

1. Kurangnya komunikasi antara anak (remaja) dengan orang tua.

2. Kurangnya kepedulian anak (remaja) terhadap lingkungan rumah. Misalnya: dalam

melaksanakan pekerjaan rumah.

3. Kurangnya keharmonisan sosial antara anak (remaja) dengan orang tua.

Peran pengawasan orang tua dalam kehidupan remaja sangatlah penting dikarenakan

hal ini akan mengantarkan mereka kepada lingkungan dan pemahaman yang sangat luas.

Namun fakta di lapangan menujukkan bahwa, peran dari orang tua (ayah dan ibu) masih

minim akan pengawasan atau pendampingan terhadap remaja di masa pandemi covid-19. Hal

ini dikarenakan kesibukan orang tua dalam melaksanakan pekerjaannya baik sebagai pegawai,
68

petani, dan pedagang sehingga remaja menjadi kurang dipedulikan oleh orang tua.

Komunikasi juga tidak terjalin dengan baik antara anak dan orang tua. Minimnya pengawasan

ini karena keterbukaan antara anak (remaja) dengan orang tua masih dibatasi oleh rasa

enggan.

3.4. Gambaran penggunaan gadget bagi remaja GBKP Rg. Suka Rende

Penggunaan gadget semakin marak terjadi pada saat covid-19 yang dimana segala

sesuatunya dikerjakan dari rumah, baik sekolah, bekerja, usaha dan lain sebagainya. Terutama

dalam dunia pendidikan menggunakan gadget sudah menjadi sebuah keharusan untuk

mendukung anak dalam mengerjakan tugas sekolah. Penggunaan gadget oleh remaja yang

masih berumur 12 tahun sampai 18 tahun masih membutuhkan bimbingan dari orang tua

ataupun lingkungan sekitar sehingga remaja dalam menggunakan gadget dapat membatasi

dirinya dari dampak negatif penggunaan gadget. Bagaimana gambaran penggunaan gadget

oleh remaja dapat terlihat dari kehidupan sehari-harinya. Menurut salah satu orang tua dari

remaja Suka Rende mengatakan bahwa sejak remaja menggunakan gadget sifat remaja

menjadi berubah drastis. Jika sebelum mengenal gadget remaja masih menuruti perintah dari

orang tua tetapi ketika remaja menggunakan gadget mereka suka melawan perintah dari orang

tua. Ketika disuruh melakukan sesuatu sebelum mengenal gadget mereka langsung menuruti

apa yang diperintahkan tetapi sejak mengenal gadget mereka menjadi suka menunda-nunda

pekerjaan bahkan sama sekali tidak melakukannya.121

Gadget memang sudah menjadi kebutuhan pada saat sekarang ini, apalagi pada saat

covid-19 ini anak remaja belajar dan menyelesaikan tugas sekolahnya dengan menggunakan

aplikasi google. Kemudian perubahan remaja dalam kehidupan bergereja atau sekolah

Minggu sebelum mengenal gadget mereka sama sekali tidak membawa Alkitab tetapi ketika

121
Wawancara dengan Nd. Mutia Br Sinulingga pada 12 Juni 2021 di Suka Rende. Beliau adalah salah
seorang anggota jemaat dan juga orang tua dari remaja GBKP Rg. Suka Rende.
69

mereka sudah memiliki gadget maka gadget tersebutlah yang mereka bawa sehingga pada

saat guru sekolah Minggu berbicara di depan mereka hanya terfokus kepada gadget mereka

saja. Ketika guru memerintahkan untuk menutup gadget dan mengumpulkan gadget mereka

menjadi marah dan menolak perintah dari guru sekolah Minggu.122

Beberapa dari anak remaja juga mengakui bahwa mereka melakukan kebohongan

kepada orang tua untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam menggunakan gadget seperti

membeli kuota atau pulsa. Bahkan remaja juga melakukan perlawanan kepada orang tua

apabila orang tua menasihati atau melarang remaja dalam bermain gadget. Konflik dengan

orang tua tersebut membuat remaja menjadi tidak betah di rumah sehingga keterikatannya

dengan dunia luar yang tidak terarah mengakibatkan kenakalan remaja. Para remaja saat ini

sudah fokus bahkan kecanduan dalam bermain gadget sehingga mengubah perilaku

keagamaannya (spiritualitas). Akibatnya remaja sedikit demi sedikit mulai meninggalkan

sopan santun, meninggalkan ketaatan, bahkan mengabaikan spiritualitas mereka.

Berdasarkan hasil wawancara dengan remaja, gadget digunakan untuk bermain game

online dan membuka sosial media lainnya seperti facebook, instagram, dan tiktok dan

kegiatan tersebut dilakukan tanpa adanya perhatian dari orang tua.

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1. Populasi

Menurut Sugiyono dalam buku “Statistika Untuk Penelitian” (2002:55), pengertian

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik suatu kesimpulannya. Problematik yang terdapat dalam pemilihan data

kuantitatif yang lebih menekankan pada data kuantitatif, sedangkan data kualitatif

122
Wawancara dengan Lestavita Br Sinulingga pada 13 Juni 2021 di Suka Rende. Beliau adalah guru
KAKR GBKP Rg. Suka Rende dan juga pengurus dari KAKR.
70

sebaliknya menekankan pada analisis data kualitatif sehingga pengertian populasi yaitu

data yang diteliti yang berkaitan dengan sekelompok orang, kejadian atau semua yang

mempunyai karakteristik tertentu dan anggota populasi itu disebut dengan elemen

populasi. Populasi bukan hanya orang sebagai objek/subjek penelitian akan tetapi dapat

juga pada benda-benda alam lainnya dan termasuk jumlah kuantitas atau kualitas tertentu

yang ada pada objek/subjek yang diamati bahkan seluruh karakteristik yang dimiliki

objek/subjek akan diteliti.123

Dalam Penelitian ini, yang menjadi objek populasi peneliti adalah sebanyak 480 orang

dan penulis hanya meneliti remaja, orang tua, serta pelayan gereja di GBKP Rg. Suka

Rende yang dimana remaja ada sebanyak 15 orang.

3.5.2. Sampel

Peneliti yang meneliti seluruh elemen-elemen populasi, disebut “sensus” dan jika

meneliti sebagian dari elemen-elemen tertentu suatu populasi, disebut penelitian “sampel”.

Seorang peneliti tidak akan dapat menjamin bahwa sampelnya benar-benar representatif

namun paling tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan metodologi sampling

berdasarkan probabilitas, sehingga dapat diperhitungkan berapa besar selisih ciri-ciri dalam

sampel dengan ciri-ciri populasinya.124 Sampel merupakan bagian dari jumlah dan

karakteristik milik populasi.125 Dalam pengambilan sampel, apabila jumlah populasi

mencapai 100 maka sampel yang diambil sebanyak 100%, jika populasinya 101-1000

maka sampel yang diambil sebanyak 10%, jika populasinya 1001-5000 maka sampel yang

diambil sebanyak 5%, jika populasinya sebanyak 5001-10.000 maka sampel yang diambil

sebanyak 3%, jika populasinya di atas 10.000 maka sampel yang diambil sebanyak 1%,

123
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi (Jakarta: Pt. Raja Grafindo
Persada, 2006), 133-134.
124
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, 139.
125
Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
2004), 226
71

dengan kata lain untuk pedoman yang lebih umum yaitu 10% sampel untuk populasi yang

besar dan 20% sampel untuk populasi yang lebih kecil.126 Maka yang menjadi sampel

penelitian ini adalah sebanyak 10% dari 480 orang yaitu 50 orang.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dari sampel penelitian maka dilakukan dengan metode

tertentu yang telah disesuaikan dengan tujuannya. Beberapa metode yang kita kenal diantaranya

penelitian kepustakaan (Library Research), wawancara, pengamatan (observasi), kuisioner atau

angket, dan dokumenter. Metode yang dipilih untuk setiap variabel tergantung pada berbagai

faktor terutama jenis data dan ciri responden. Metode pengumpulan data tergantung pada

karakteristik data variabel sehingga metode yang dipergunakan tidak selalu sama untuk setiap

variabel.127 Berdasarkan keterangan di atas maka penulis menetapkan beberapa metode

pengumpulan data yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka. Meskipun sulit bagi orang-

orang dalam membedakan antara riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan

(field research) yang dimana keduanya tetap memerlukan penelusuran kepustakaan.

Perbedaannya hanyalah terletak pada tujuan, fungsi, dan kedudukan studi pustaka dari

masing-masing penelitian. Dalam riset lapangan, penelusuran pustaka menjadi langkah

utama dalam menyiapkan kerangka penelitian untuk memperoleh informasi penelitian dan

memperdalam kajian teoritis. Sedangkan dalam riset pustaka penelusuran pustaka lebih

dari memperoleh informasi dan memperdalam kajian teoritis. Riset pustaka juga

memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian.128

2. Wawancara
126
Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitaif dan Kualitatif, 225.
127
W.Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: Gramedia, 2002), 115.
128
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 1-2.
72

Wawancara merupakan pertemuan yang dilakukan secara langsung dan sudah

direncanakan antara pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan dan

menerima informasi tertentu. Wawancara biasanya dilakukan untuk memperoleh

keterangan, pendirian, pendapat secara lisan dari seseorang yang biasanya disebut

responden. Wawancara juga dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mendapat

informasi dari responden melalui pertanyaan yang diutarakan langsung bertatap muka.

Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman maka wawancara juga dapat dilakukan

melalui telekomunikasi seperti wawancara melalui telepon atau internet.129

3. Angket

Angket merupakan usaha mengumpulkan informasi dengan cara menyampaikan

sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden. Pengisian

angket dapat menyangkut diri responden sendiri, orang lain atau objek yang dialaminya.

Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk menggali data

sesuai dengan permasalahan penelitian. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan

informasi yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian dan juga untuk memperoleh

informasi dengan reliable dan validitas yang tinggi.130

4. Dokumenter

Data dari penelitian kualitatif banyak didapatkan melalui sumber manusia

(human resources) melalui observasi dan wawancara. Sumber lain yang bukan

manusia (non-human resources) diantaranya dokumen, foto dan statistik. Dokumen

terdiri dari buku harian, notula rapat, laporan berkala, jadwal kegiatan, peraturan

pemerintah, anggaran dasar, surat-surat resmi dan lain sebagainya. Selain dokumen

sumber lainnya juga dapat diambil dari foto dan bahan statistik. 131

129
Mamik, Metodologi Kualitatif (Sidoarjo: Zifatama, 2015), 108-109.
130
Mamik, Metodologi Kualitatif, 119-120.
131
Mamik, Metodologi Kualitatif, 115-116.
73

3.7. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu proses pemaknaan, pembandingan, dan pencarian hubungan

data dalam pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah dan sebagainya. Jadi

pengolahan data dalam penelitian yang dilakukan sebagai upaya pemaknaan, pembandingan,

penghubungan data dalam pengambilan keputusan dari suatu masalah penelitian. Kajian

pengolahan data diarahkan pada data kuantitatif artinya data dalam bentuk angka. Pengolahan

data kuantitatif hanya dapat dilakukan dengan analisis statistik baik statistik deskriptif maupun

inferensial. Statistik dipandang sebagai alat, cara, sarana untuk mengolah dan menafsirkan data

secara bertanggung jawab sehingga kesimpulan atau keputusan yang dibuat yang memiliki

dampak yang tidak kecil juga merupakan kesimpulan dan keputusan yang dapat

dipertanggungjawabkan.132 Angket yang disusun dan disetiap pertanyaan memiliki empat

option yakni: sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Masing-masing option

memiliki bobot nilai yang berbeda dengan alternatif nilai yang disediakan sebagai berikut:

1. Option a memiliki nilai 4

2. Option b memiliki nilai 3

3. Option c memiliki nilai 2

4. Option d memiliki nilai 1

Untuk mencari nilai rata-rata dari setiap pertanyaan maka digunakanlah rumus sebagai

berikut:

( Fax 4 )+ ( Fbx 3 )+ ( Fcx 2 )+( Fdx 1)


X=
R

Ket:

X : Nilai rata-rata

Fa : Frekuensi jawaban option a


132
Fo’arota Telaumbanua, Pengolahan Data Penelitian Perbandingan dan Hubungan (Jakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia, 2016), 15-17.
74

Fb : Frekuensi jawaban option b

Fc : Frekuensi jawaban option c

Fd : Frekuensi jawaban option d

R : Jumlah responden

Dalam pengolahan data, peneliti tentunya mentabulasikan nilai dari semua

jawaban. Hal ini dilakukan guna mencari nilai rata-rata dari masing-masing aspek.

Untuk mencari nilai rata-rata tersebut maka dilakukan dengan cara: nilai tertinggi

dikurangi dengan nilai terendah dan hasilnya dibagi banyaknya jawaban, yakni (4-1) :

4 = 3:4 =0,75

Keterangan:

1. Angka 4 : angka tertinggi dari nilai/bobot jawaban

2. Angka 1 : angka terendah dari nilai/bobot jawaban

3. Angka 3 : hasil pengurangan angka tertinggi dengan angka terendah

4. Angka 0,75 : hasil pembagian dengan banyaknya poin.

Tabel kategori penilaian untuk setiap hasil jawaban responden

No. Kategori Angka Kategori Nilai

1. 1,00-1,75 Tidak Baik

2. 1,76-2,50 Kurang Baik

3. 2,51-3,25 Baik

4. 3,26-4,00 Sangat Baik


75

Hipotesa diterima bila data yang diperoleh berkategori baik dan sangat baik atau

dalam angka ≥ 2,51 dan apabila hasil data yang diperoleh berkategori kurang baik dan tidak

baik atau dalam angka ≤ dari 2,50 maka hipotesanya ditolak.

3.8. Pengorganisasian Data

Menurut Mohammad Ali, ada 5 langkah yang perlu dilakukan dalam pengorganisasian

data dalam penelitian yaitu:

1. Mengedarkan angket kepada responden yang telah ditentukan

2. Menarik kembali angket yang telah diisi oleh responden

3. Mencatat data dari angket yang telah diisi oleh responden

4. Menganalisa data. Dengan menganalisa data dapat diketahui hasil penelitian

5. Menemukan nilai rata-rata sehingga hasil dari analisa dapat diambil sebuah

kesimpulan hasil penelitian.133

BAB IV

ANALISA DATA, HASIL ANALISA, PEMBUKTIAN HIPOTESA DAN

REFLEKSI TEOLOGIS

4.1. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan perlu dianalisa yang bertujuan untuk menyusun data

agar dapat dipahami. Prosedur analisis data dalam penelitian disesuaikan dengan tujuan dari
133
Mohammad Ali, Paper, Tesis, Disertasi (Bandung: Tarsitos, 1985), 3.
76

penelitian yang berfungsi untuk memudahkan dalam menganalisa data.134 Setelah data

terkumpul maka penulis harus mengolah data. Secara garis besar pekerjaan analisis data

meliputi 3 langkah yaitu persiapan, tabulasi, penerapan data sesuai dengan pendekatan

penelitian.135

TABEL I

Alternatif Jawaban Responden Terhadap Pemahaman Jemaat Akan Penggunaan

Gadget dan Dampaknya bagi Spiritualitas Remaja

No. Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh

Ite Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai

m A (fax4) B (fbx3) C (fcx2) D (fdx1)

1. 5 20 13 39 15 30 17 17 106

2. 18 72 26 78 4 8 2 2 160

3. 10 40 24 72 10 20 6 6 138

4. 9 36 27 81 8 16 6 6 139

5. 9 36 25 75 13 26 3 3 140

6. 13 52 24 72 6 12 7 7 143

7. 12 48 19 57 8 16 11 11 132

8. 22 88 15 45 6 12 7 7 152

9. 15 60 24 72 6 12 5 5 149

10. 12 48 21 63 2 4 15 15 130

Jumlah 1.389

TABEL II

KATEGORI PENILAIAN TABEL I


134
Syafizal Helmi Situmorang, Analisis Data: untuk Riset Manajemen dan Bisnis (Medan: USU Press,
2010), 9.
135
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), 240.
77

No. Pertanyaan Mengenai Pemahaman Jemaat Akan Jlh Nilai Kategori

Item Penggunaan Gadget dan Dampaknya bagi Spiritualitas Nilai Rata- Penilaian

Remaja rata

1. Apakah saudara setuju jika remaja sudah memiliki gadget 106/50 2,12 Kurang

di usia yang masih dini? Baik

2. Apakah saudara setuju bahwa gadget memberi dampak 160/50 3,2 Baik

negatif bagi kesehatan fisik dan psikis?

3. Apakah saudara setuju jika remaja yang masih dini tidak 138/50 2,76 Baik

menggunakan gadget?

4. Apakah saudara setuju jika remaja menggunakan gadget 139/50 2,78 Baik

akan membuat spiritualitasnya merosot?

5. Apakah saudara setuju jika remaja menggunakan gadget 140/50 2,8 Baik

maka ada perubahan sikap menjadi tidak baik dalam diri

remaja?

6. Apakah saudara setuju ketika remaja menggunakan gadget 143/50 2,86 Baik

membuat remaja menjadi suka melawan orang tua?

7. Apakah saudara setuju bahwa remaja akan berbohong 132/50 2,64 Baik

kepada orang tua untuk memenuhi kebutuhan dalam

menggunakan gadget seperti membeli kuota atau pulsa?

8. Apakah saudara setuju bahwa remaja lebih suka membuka 152/50 3,04 Baik

gadget daripada Alkitab?

9. Apakah saudara setuju jika remaja menggunakan gadget 149/50 2,98 Baik

lebih dari 3 jam dapat dikatakan kecanduan akan gadget?

10. Apakah saudara setuju bahwa remaja menghabiskan waktu 130/50 2,6 Baik

untuk bermain gadget seperti bermain game online,


78

facebook, instagram, tiktok, dan aplikasi lainnya?

Jumlah 27.78

Berdasarkan data dari tabel di atas, maka nilai rata-rata dari tabel Mengenai

Pemahaman Jemaat Akan Penggunaan Gadget dan Dampaknya bagi Spiritualitas

Remaja adalah sebagai berikut:

27,78
X=
10

X= 2,77

Oleh karena itu dari jumlah rata-rata yang diperoleh maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa Mengenai Pemahaman Jemaat Akan Penggunaan Gadget dan

Dampaknya bagi Spiritualitas Remaja dikategorikan “Baik”. Dengan hasil ini dapat dilihat

bahwasanya jemaat GBKP Runggun Suka Rende sudah memahami akan gadget dan juga

menyadari dampak dari penggunaan gadget terhadap spiritualitas remaja. Menurut penulis,

pertanyaan nomor 5 menunjukkan bahwa dampak dari penggunaan gadget terlihat melalui

perubahan tingkah laku. Kemudian jawaban responden pada pertanyaan nomor 6, 7 dan 8

menunjukkan bahwa perubahan tingkah laku tersebut telah terjadi.

Tabel III

Alternatif Jawaban Responden Terhadap Pengaruh Gadget Bagi Kehidupan

Spiritualitas Remaja

No. Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh

Item Nilai A Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai

(fax4) B (fbx3) C (fcx2) D (fdx1)

1. 7 28 38 114 5 10 0 0 152

2. 7 28 37 111 6 12 0 0 151
79

3. 9 36 37 111 4 8 0 0 155

4. 14 56 34 102 1 2 1 1 161

5. 15 60 31 93 4 8 0 0 161

6. 24 96 24 72 2 4 0 0 172

7. 13 52 28 84 8 16 1 1 153

8. 10 40 26 78 14 28 0 0 110

9. 16 64 27 81 7 14 0 0 159

10. 16 64 25 75 7 14 2 2 155

Jumlah 1.529

Tabel IV

Kategori Penilaian Tabel III

No. Pertanyaan akan Pengaruh Gadget bagi Jlh Nilai Kategori

Item Kehidupan Spiritualitas Remaja Nilai Rata- Penilaian

rata

1. Apakah saudara setuju jika gadget dapat 152/50 3,04 Baik

menimbulkan kemerosotan spiritualitas pada

remaja?

2. Apakah saudara setuju jika gadget dapat 151/50 3,02 Baik

mengubah tatanan moral remaja kearah yang

tidak baik?

3. Apakah saudara setuju jika gadget dapat merubah 155/50 3,1 Baik
80

sifat remaja menjadi sombong dan keras kepala?

4. Apakah saudara setuju jika gadget dapat 161/50 3,22 Baik

menimbulkan sikap kasar dan tidak sopan pada

remaja?

5. Apakah saudara setuju jika dampak dari 161/50 3,22 Baik

menggunakan gadget membuat remaja menjadi

suka membantah, melawan orang tua dan guru?

6. Apakah saudara setuju jika dampak dari 172/50 3,44 Sangat

menggunakan gadget dapat membuat remaja sulit Baik

di ajak beribadah atau moral keagamaannya

merosot?

7. Apakah saudara setuju bahwa pengaruh dari 153/50 3,06 Baik

penggunaan gadget dapat merusak mental

remaja?

8. Apakah saudara setuju jika gadget juga memberi 110/50 2,2 Kurang

dampak kepada remaja menjadi bersifat Baik

hedonisme?

9. Apakah saudara setuju jika melalui gadget remaja 159/50 3,18 Baik

dapat memberi bahkan menerima cyberbullying?

10 Apakah saudara setuju jika melalui gadget 155/50 3,1 Baik

membuat remaja menjadi rentan untuk membuka

situs yang mengandung pornografi?

Jumlah 30.58
81

Berdasarkan data dari tabel di atas maka nilai rata-rata dari tabel pengaruh gadget

bagi kehidupan spiritualitas remaja adalah sebagai berikut:

30,58
X=
10

X =3,05

Oleh karena itu dari jumlah rata-rata yang diperoleh oleh penulis maka dapat

disimpulkan bahwa pengaruh gadget bagi kehidupan spiritualitas remaja dikategorikan

“Baik” sehingga dengan hasil ini dapat dilihat bahwasanya jemaat GBKP Runggun Sukarende

menyadari adanya pengaruh dari gadget bagi kehidupan spiritualitas remaja. Melalui

pertanyaan yang diajukan oleh penulis di variabel ini dengan kategori “baik” kemudian

jawaban responden pada pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa gadget tidak hanya

berdampak pada fisik, akan tetapi kepada perilaku juga. Yang dimana berdampak kepada

perubahan tatanan moral remaja sehingga mengakibatkan minimnya sopan santun, merusak

mental remaja, bahkan sampai melawan orang tua.

Tabel V

Alternatif Jawaban Responden mengenai Pemahaman Jemaat akan Pentingnya Edukasi

penggunaan Gadget bagi remaja

No. Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh

Item Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai

A (fax4) B (fbx3) C (fcx2) D (fdx1)

1. 33 132 15 45 1 2 1 1 180

2. 24 96 24 72 2 4 0 0 172

3. 30 120 19 57 1 2 0 0 179

4. 27 108 21 63 2 4 0 0 175

5. 27 108 19 57 4 8 0 0 173
82

6. 12 48 29 87 7 14 2 2 150

7. 17 68 29 87 4 8 0 0 163

8. 11 44 29 87 8 16 2 2 149

9. 28 112 22 66 0 0 0 0 178

10. 22 88 22 66 6 12 0 0 166

Jumlah 1.685

Tabel VI

Kategori Penilaian Tabel V

No. Pertanyaan Mengenai Pemahaman Jemaat akan Jlh Nilai Kategori

Ite Pentingnya Edukasi penggunaan Gadget bagi Nilai Rata- Penilaian

m remaja rata

1. Apakah saudara setuju jika edukasi dan 180/50 3,6 Sangat

pendisiplinan itu perlu bagi pertumbuhan Baik

spiritualitas remaja?

2. Apakah saudara setuju jika remaja harus 172/50 3,44 Sangat

mendapatkan edukasi dalam menggunakan gadget? Baik

3. Apakah saudara setuju jika remaja harus 179/50 3,58 Sangat

mendapatkan edukasi tentang dampak negatif dan Baik

positif dalam menggunakan gadget?

4. Apakah saudara setuju bahwa orang tua 175/50 3,5 Sangat

bertanggung jawab memberikan edukasi bagi Baik

remaja dalam menggunakan gadget?

5. Apakah saudara setuju bahwa gereja juga harus 173/50 3,46 Sangat
83

memperhatikan remaja dan memberi edukasi akan Baik

penggunaan gadget?

6. Apakah saudara setuju jika remaja yang sudah 150/50 3 Baik

mendapatkan edukasi akan terhindar dari bahaya

penggunaan gadget?

7. Apakah saudara setuju jika edukasi akan 163/50 3,26 Sangat

penggunaan gadget menjadi salah satu alternatif Baik

agar terhindar dari dampak negatif penggunaan

gadget?

8. Apakah saudara setuju ketika remaja mendapatkan 149/50 2,98 Baik

edukasi penggunaan gadget maka sikap remaja

tidak akan berubah kearah yang tidak baik?

9. Apakah saudara setuju bahwa gereja harus membuat 178/50 3,56 Sangat

program khusus untuk membina remaja? Baik

10. Apakah saudara setuju bahwa gereja harus membuat 166/50 3,32 Sangat

dana khusus untuk mengedukasi remaja? Baik

Jumlah 33,7

Berdasarkan dari tabel di atas, maka nilai rata-rata dari tabel Pemahaman Jemaat

akan Pentingnya Edukasi penggunaan Gadget bagi remaja adalah sebagai berikut:

33,7
X=
10

X =3,37

Oleh karena itu dari jumlah rata-rata yang diperoleh, penulis dapat menyimpulkan

bahwa Pemahaman Jemaat akan Pentingnya Edukasi penggunaan Gadget bagi remaja

dikategorikan “Sangat Baik”. Dengan hasil ini dapat dilihat bahwasanya jemaat GBKP
84

Runggun Suka Rende menyadari pentingnya edukasi penggunaan gadget bagi remaja.

Pentingnya kesadaran orang tua dan gereja dalam memberikan edukasi terlihat dari responden

jemaat yang sangat setuju terhadap pertanyaan yang diberikan penulis. Dari jawaban

responden terhadap pertanyaan nomor 4 dan 5 dapat disimpulkan bahwa orang tua harus

bertanggung jawab dalam mendidik remaja dan gereja juga harus memberikan perhatian

khusus.

Tabel VII

Jawaban Responden Terhadap Pertanyaan tentang pentingnya peran orang tua dan

gereja dalam memberikan edukasi dan pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan

gadget

No. Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh Jlh

Item Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai Jwb Nilai

A (fax4) B (fbx3) C (fcx2) D (fdx1)

1. 26 104 23 69 1 2 0 0 175

2. 38 152 11 33 1 2 0 0 187

3. 26 104 22 66 2 4 0 0 174

4. 26 104 22 66 1 2 1 1 173

5. 25 100 22 66 3 6 0 0 169

6. 19 76 28 84 2 4 1 1 165

7. 30 120 19 57 1 2 0 0 179

8. 23 92 25 75 1 2 1 1 170

9. 32 128 14 42 4 8 0 0 178

10 23 92 27 81 0 0 0 0 173

Jumlah 1.743
85

Tabel VIII

Kategori Penilaian Tabel VII

No. Pertanyaan tentang pentingnya peran orang tua Jlh Nilai Kategori

Ite dan gereja dalam memberikan edukasi dan Nilai Rata- Penilaian

m pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan rata

gadget

1. Apakah saudara setuju bahwa edukasi dan 175/50 3,5 Sangat

pendisiplinan penggunaan gadget diperlukan dalam Baik

gereja?

2. Apakah saudara setuju jika orang tua memiliki 187/50 3,74 Sangat

peran yang penting dalam pendisiplinan terhadap Baik

remaja?

3. Apakah saudara setuju gereja mengadakan seminar 174/50 3.48 Sangat

dalam mengedukasi orang tua dalam mendisiplinkan Baik

remaja dalam penggunaan gadget?

4. Apakah saudara setuju gereja mengadakan 173/50 3,46 Sangat

pembinaan terhadap remaja dalam menggunakan Baik

gadget?

5. Apakah saudara setuju jika gereja menambah 169/50 3,38 Sangat

kegiatan untuk remaja agar terhindar dari Baik

penggunaan gadget?

6. Apakah saudara setuju jika orang tua harus 165/50 3,3 Sangat

berkonsultasi dalam mendidik anak menggunakan Baik

gadget?

7. Apakah saudara setuju jika orang tua dan gereja 179/50 3,58 Sangat
86

harus bekerja sama dalam memberikan edukasi Baik

kepada remaja?

8. Apakah saudara setuju jika orang tua harus 170/50 3.4 Sangat

melakukan pengawasan khusus terhadap remaja Baik

pada saat menggunakan gadget?

9. Apakah saudara setuju jika orang tua harus 178/50 3,56 Sangat

memberikan batasan waktu dalam menggunakan Baik

gadget?

10. Apakah saudara setuju jika orang tua juga harus 173/50 3.46 Sangat

menambah wawasan pengetahuan akan dampak Baik

penggunaan gadget?

Jumlah 34,86

Berdasarkan data dari tabel di atas, maka nilai rata-rata dari tabel Pertanyaan tentang

pentingnya peran orang tua dan gereja dalam memberikan edukasi dan pendisiplinan

bagi remaja dalam menggunakan gadget adalah sebagai berikut:

34,86
X=
10

X =3,48

Oleh karena itu dari jumlah rata-rata yang diperoleh, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa Pertanyaan tentang pentingnya peran orang tua dan gereja dalam

memberikan edukasi dan pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan gadget

dikategorikan “Sangat Baik”. Dengan hasil ini dapat dilihat bahwasanya jemaat GBKP

Runggun Suka Rende menyadari pentingnya peran dari orang tua dan gereja dalam

memberikan edukasi dan pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan gadget. Pentingnya
87

peran orang tua dan gereja dalam mendisiplinkan remaja mengharuskan orang tua dan gereja

untuk bekerjasama dalam memberikan pengawasan khusus.

4.2. Hasil Analisa Data

Setelah melakukan analisa data, maka diperoleh hasil analisa sebagai berikut:

TABEL IX

ANALISIS DATA

No. Aspek yang di teliti Jumlah Item Jumlah Nilai Nilai Rata-rata

1. Pertanyaan Mengenai 10 27,78 2,77

Pemahaman Jemaat Akan

Penggunaan Gadget dan

Dampaknya bagi Spiritualitas

Remaja

2. Pertanyaan akan Pengaruh 10 30,58 3.05

Gadget bagi Kehidupan

Spiritualitas Remaja

3. Pertanyaan Mengenai 10 33,7 3,37

Pemahaman Jemaat akan

Pentingnya Edukasi

penggunaan Gadget bagi

remaja

4. Pertanyaan tentang 10 34,86 3,48

pentingnya peran orang tua

dan gereja dalam

memberikan edukasi dan


88

pendisiplinan bagi remaja

dalam menggunakan gadget

Berdasarkan hasil analisis data di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata dari keempat aspek

di atas adalah:

2,77 +3,05+3,37+3,48
Maka X =
4

= 3,16 (Baik)

4.3. Temuan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan di jemaat GBKP Runggun Suka

Rende, penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Ditemukan dalam hasil penelitian bahwa jemaat GBKP Runggun Suka Rende

memahami penggunaan gadget serta menyadari dampaknya bagi spiritualitas remaja.

2. Dalam hal pengaruh gadget bagi kehidupan spiritualitas remaja hasil penelitian

menunjukkan bahwa jemaat GBKP Runggun Suka Rende menyadari adanya pengaruh

gadget bagi kehidupan spiritualitas remaja. Akan tetapi pengaruh gadget tersebut bagi

remaja kurang diperhatikan, hal ini terlihat dari kurangnya edukasi dan pengawasan

terhadap remaja.

3. Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa edukasi dan pendisiplinan dalam

menggunakan gadget sangat diperlukan bagi remaja. Hal ini bertujuan untuk

menghindari remaja dari dampak penggunaan gadget.

4. Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa peran orang tua dan gereja dalam

memberikan edukasi dan pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan gadget

sangat penting. Hal ini dilakukan agar remaja dapat terhindar dari dampak negatif

penggunaan gadget yang mengakibatkan kemerosotan spiritualitas.


89

4.4. Pembuktian Hipotesa

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, maka hipotesa penulis sebagaimana

yang dicantumkan di dalam BAB II mengatakan bahwa “Jika adanya peran orang tua

dan gereja terhadap pengedukasian, pendisiplinan dan pengawasan penggunaan

gadget dikalangan remaja, dapat meningkatkan spiritualitas remaja di GBKP Rg.

Sukarende” dapat diterima kebenarannya. Pembuktian hipotesa ini dapat dilihat dari

tabel-tabel yang tercantum di atas. Hasil pengolahan data tersebut mendapatkan nilai

3,16 dan berada dalam kategori “baik”. Oleh karena itu hipotesa yang diajukan oleh

penulis terbukti kebenarannya bahwa remaja GBKP Runggun Suka Rende mengalami

kemerosotan spiritualitas yang diakibatkan oleh penggunaan gadget yang semakin

intens pada masa pandemi covid-19 dan kemerosotan tersebut semakin meningkat

karena kurangnya edukasi dan juga pendisiplinan yang dilakukan orang tua maupun

gereja bagi anak remaja. Kemerosotan spiritualitas pada remaja tersebut dapat dilihat

dari kehidupan sehari-hari melalui hasil penelitian yang dilakukan penulis.

4.5. Pengaruh Penggunaan Gadget terhadap Spiritualitas Remaja

Penggunaan gadget oleh remaja yang tidak sesuai dengan aturan atau tanpa adanya

bimbingan dan pendisiplinan dari orang tua maupun gereja akan berdampak kepada

kehidupan remaja bahkan akan mengalami kemerosotan spiritualitas. Banyak orang

tua yang melihat perubahan dari sikap remaja akan tetapi orang tua tidak menyadari

bahwa perubahan tersebut terjadi akibat remaja memiliki kebebasan dalam

menggunakan gadget tanpa adanya pendisiplinan. Kemerosotan spiritualitas remaja


90

yang diakibatkan oleh gadget dapat juga terlihat dari perubahan moral dan sosialnya di

kehidupan sehari-hari.

4.5.1. Perubahan Spiritualitas Remaja

Arti kata spiritualitas sering kali disalah mengerti. Spiritualitas bukan

berarti keaktifan dalam perkumpulan pemuda atau pengurus seksi kerohanian,

bukan fanatisme beragama, bukan hyper religius (menonjolkan hidup

keberagamaan secara berlebihan), bukan beragama secara emosional yang

mengungkapkan emosi dan sentimen religius secara mencolok, bukan

kesalehan atau upaya hidup saleh, bukan juga askese jauh dari kehidupan

hidup duniawi. Akan tetapi, spiritualitas adalah kualitas gaya hidup seseorang

sebagai hasil dari kedalaman pemahamannya tentang Allah secara utuh. Allah

dipahami sebagai yang berada jauh di atas, tetapi juga sekaligus yang berada

dekat dihati. Artinya gaya hidup sehari-hari merupakan buah dari hubungannya

dengan Yesus. Kedekatan/keakraban hubungan kita dengan Yesus secara

transenden tampak dalam sikap hidup kita terhadap orang-orang yang adalah

imanensi/perwujudan kehadiran Yesus.136

Perkembangan rohani (spiritualitas) manusia pada dasarnya tidak bisa

dilepaskan dari hidup manusia itu sendiri. Iman yang dimiliki seseorang

otomatis menjamah seluruh segi kehidupan orang tersebut, bukan hanya

sekedar fisik tetapi mental sosial, dan secara emosional juga. Firman Tuhan

mempengaruhi seluruh hidup dan pribadi orang tersebut, bukan hanya jiwanya.

Sebagaimana seorang remaja yang bertumbuh baik secara fisik, sosial, maupun

mental, demikian juga kehidupan rohani remaja berkembang dan dipengaruhi

oleh pertumbuhan tersebut.137


136
John M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen Suatu Upaya Peningkatan Mutu dan Kualitas
Profesi Keguruan (Jakarta: Generasi Info Media, 2007), 2.
137
Markus S. Gainau, Pendidikan Agama Kristen (PAK) Remaja (Yogyakarta: Kanisius, 2016), 22-23.
91

Tetapi nyatanya pada saat sekarang ini remaja telah dipengaruhi oleh

perkembangan zaman melalui gadget sehingga remaja tidak memiliki

kedekatan/keakraban yang transenden lagi dengan Yesus. Firman Tuhan yang

di dengar di kegiatan sekolah minggu sudah dianggap menjadi sebuah

formalitas sehingga pertumbuhan remaja bukan didasarkan oleh firman Tuhan

tetapi oleh perkembangan zaman. Pertumbuhan tersebut terlihat dari kualitas

gaya hidup remaja yang sudah berbanding terbalik dengan firman Tuhan

sehingga gaya hidup sehari-hari remaja tidak terlihat sebagaimana seorang

remaja yang beriman.

4.5.2. Pengaruh terhadap Perubahan Moral

Banyak sekali kita temukan berita murid yang menonton video porno

melalui ponsel canggih. Akan tetapi, kali ini mereka justru membuat video

porno melalui telepon canggih. Banyak kasus pelanggaran yang dilakukan

melalui penggunaan ponsel canggih di sekolah dikarenakan para murid

berlomba-lomba membeli ponsel yang lebih canggih untuk memelihara harga

diri mereka. Mereka juga melakukan kejahatan untuk mendapatkan uang hanya

untuk mengganti ponselnya. Bahkan ada juga berita orang tua yang meminta

sekolah untuk melarang menggunakan ponsel di sekolah dikarenakan secara

psikologis orang tua tertekan untuk terus-menerus membelikan ponsel terbaru

untuk memenuhi serta menjaga pergaulan anak-anak mereka.138 Untuk

mengikuti perkembangan zaman termasuk perkembangan gadget yang

semakin canggih membuat remaja juga ingin ikut berpartisipasi di dalamnya

sehingga remaja menuntut orangtua untuk selalu membeli gadget yang terbaru.

138
Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen yang Berhati Gembala Mempersiapkan
Sekolah dan Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan Global pada Masa Kini (Yogyakarta: Andi, 2016), 124.
92

Bahkan ada juga remaja yang melakukan segala cara agar bisa mengikuti

perkembangan zaman seperti mencuri, berbohong bahkan mengancam orang

tua mereka. Hal ini disebabkan juga karena remaja yang telah kecanduan

terhadap penggunaan gadget sehingga kemungkinan berbohong semakin luas

karena mereka harus menyembunyikan kegagalan menyelesaikan tugas dan

kewajibannya akibat berinternet. Selain membohongi orang lain, pecandu juga

kerap mendustai diri dengan mengatakan bahwa internet tidak berbahaya dan

apa yang dilakukannya tidak mencederai siapapun. Ketika pecandu tidak lagi

mampu mengendalikan kebiasaannya, ia menjadi marah terhadap keadaan dan

menyalahkan semua orang yang dekat dengan dirinya. Pecandu juga akan terus

terlibat dengan pikiran dan fantasi yang terus berulang yang kadang-kadang

berkomitmen untuk terakhir kalinya membuka situs pornografi tetapi tidak

lama kemudian komitmen itu dilanggar dan tidak dapat mengendalikan dirinya

terhadap penggunaan internet.139

4.5.3. Pengaruh Terhadap Perubahan Sosial

Perubahan sosial yang terjadi pada remaja yang dipengaruhi oleh

gadget sangat jelas terlihat pada kesulitannya untuk berkonsentrasi pada dunia

nyata. Rasa kecanduan atau sering disebut adiksi pada gadget akan membuat

remaja mudah bosan gelisah dan marah ketika dia dipisahkan dengan gadget

kesukaannya. Ketika anak merasa nyaman bermain dengan gadget

kesukaannya ia akan menjadi lebih asik dan senang menyendiri memainkan

gadget tersebut. Akibatnya anak akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan

dunia nyata berteman dan bermain dengan teman sebaya. Ketergantungannya

139
Jarot Wijanarko & Gideon Apit Sunanto, Berani Mendisiplinkan Anak Generasi Milenial Sesuai
Firman (Pemikiran James Dobson) (Jakarta Selatan: Keluarga Indonesia Bahagia, 2019), 60-61.
93

terhadap gadget juga membuat mereka menganggap bahwa gadget itu adalah

segala-galanya bagi mereka. Mereka akan galau dan gelisah jika dipisahkan

dengan gadget tersebut. Sebagian besar waktu mereka habis untuk bermain

dengan gadget. Akibatnya tidak hanya kurangnya kedekatan antara orang tua

dan anak-anak juga cenderung menjadi introvert.140

4.6. Tinjauan Etis-Praktis mengenai Tantangan Gadget terhadap Kemerosotan

Spiritualitas Remaja di GBKP Rg. Sukarende dalam Konteks Pandemi Covid-19

Pada masa abad ke-21 ini dapat dikatakan sebagai abad teknologi yang dimana

ilmu pengetahuan telah menciptakan teknologi yang canggih. Akan tetapi

pengembangan teknologi pada masa ini telah menciptakan manfaat yang besar tetapi

juga menimbulkan kontroversi antara manfaat dan juga resiko dari perkembangan

teknologi. Pengenalan produk teknologi informasi yang baru sering sekali menggilas

teknologi yang lama, contohnya dalam kasus handphone atau komputer yang di mana

penyebaran informasi dengan produk teknologi juga membuat ruang dan waktu yang

begitu relatif dan menciptakan efisiensi dalam komunikasi. Akan tetapi semua itu

menciptakan tantangan-tantangan baru bagi etika.141

Oleh karena itu, kita dapat melihat juga bahwa produk teknologi itu berdampak

pada spiritualitas. Spiritualitas merupakan kerohanian atau hidup rohani seseorang

yang berkaitan dengan bagaimana hubungannya dengan Allah yang dapat dilihat dan

dibuktikan dari kehidupan sehari-hari baik kepada Allah maupun kepada sesamanya

manusia. Spiritualitas itu diaktualisasikan di dalam moralitas, kebudayaan, cara hidup

140
Puji Asmaul Chusna, “Pengaruh Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak” Jurnal Dinamika
Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan, Vol.17, No. 2 (November 2017).
https://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/dinamika/article/view, diakses 02 Maret 2021.
141
M.Nur Prabowo S. & Albar Adetary Hasibuan, Pengantar Studi Etika Kontemporer Teoritis dan
Terapan, (Malang: Universitas Brawijaya Pr ess, 2017), 121.
94

yang sesuai dengan firman Allah. Semakin baik spiritualitas seseorang, maka semakin

baik pula aktualisasinya dalam segi-segi kehidupan serta sebaliknya jika semakin

merosot spiritualitas maka merosot pulalah aktualisasinya di dalam moral, etika,

kebudayaan dan pola hidup seseorang.

Gadget merupakan teknologi yang memang diciptakan manusia untuk

mempermudah hidupnya. Misalnya smartphone, yang dimana fungsi dari smartphone

tentu saja untuk menelepon dan mengirim pesan. Sementara fungsi sekundernya juga

banyak mulai dari mendengarkan musik, membaca berita harian, mencari ide kreatif,

menjadi petunjuk jalan, hingga bertransaksi secara online. Fungsi sekunder gadget ini

bisa berbeda dari bagi setiap orang yang menggunakannya tergantung oleh usia dan

profesinya.

Bagi pelajar, gadget sangat berguna untuk mencari informasi, bertukar kabar,

alat transfortasi, hingga bimbingan belajar online. Setiap penggunanya perlu mengatur

sesuai kebutuhannya bukan sesuai keinginanya. Jika penggunaan gadget lebih

ditujukan kepada keinginan pengguna, gadget bisa menjadi boomerang yang

membawa masalah bagi penggunanya. Sebagai contoh, seorang pelajar kebutuhan

sesungghnya ialah mencari informasi yang menunjang pelajarannya namun, saat

hendak mencari informasi pelajar tersebut tergoda bermain game online akibat

notifikasi yang muncul. Kemudian menjadi asik bermain game online hingga lupa

waktu dan tujuan awal menggunakan gadget yaitu untuk belajar.

Gadget disebut praktis bukannya tanpa alasan. Peranti elektronik ini mampu

mengerjakan banyak hal yang kita butuhkan. Namun, pastikan penggunaan gadget

tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan. Jika gadget kita

analogikan seperti obat maka gadget juga punya efek samping.142

142
Azimah Subagijo, Diet & Detoks Gadget, 22-25.
95

Dalam hal ini kita dapat melihat bahwasannya terjadinya degradasi moral

yang merupakan dampak negatif dari gadget tersebut sebagai bentuk kemerosotan

spiritualitas. Maka dari itu penting sekali etika dalam memperhatikan hal ini.

Sebagaimana Juharis dan Abdul dalam buku “Teknologi Informasi dan Komunikasi”

menjelaskan bahwa Sebagai insan yang menikmati perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi kita tidak boleh mengabaikan etika moral dalam penggunaan

teknologi.143 Banyak sekali pengguna teknologi tidak peduli dengan etika penggunaan

teknologi, akan tetapi langsung menggunakannya tanpa mengetahui aturan serta tata

krama penggunaannya. Bahkan ada juga yang sudah mengetahuinya tetapi

menganggap etika tidak terlalu penting untuk diperhatikan. 144 Penggunaan gadget

sebagai salah satu alat teknologi bagi remaja pada saat ini sudah setara dengan

penggunaan gadget bagi orang dewasa. Remaja membuka situs-situs atau aplikasi-

aplikasi tanpa adanya edukasi tentunya tidak etis lagi bagi mereka. Hal ini dikarenakan

remaja yang berumur 12-18 tahun masih membutuhkan perhatian khusus. Etika dalam

menggunakan gadget bagi remaja salah satunya ialah dengan tidak memakainya terus

menerus artinya ada pendisiplinan waktu yang diberikan sehingga dalam

menggunakan gadget ada batasan-batasan waktu yang ditentukan. Batasan waktu ini

dilakukan agar remaja tidak terus menerus menggunakan gadget melebihi batasan

waktu yang ada karena hal tersebut akan berdampak kepada dirinya sehingga dapat

mengalami kecanduan dan seolah tidak dapat terlepas dari gadget. Orang tua juga

perlu mengajarkan kepada remaja bagaimana seharusnya menggunakan gadget sesuai

fungsinya sehingga remaja dapat bertanggung jawab dan menguasai dirinya dalam

menggunakan gadget.

143
Juharis Rasul & Abdul Hamid, Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Bogor: Yudhistira, 2007), 45.
144
Fatkhudin Azizi, Wiwit Retno Handayani, & Yatimatun Nafi’ah, Ekonomi Bisnis Bidang Keahlian:
Bisnis dan Manajemen, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2018), 229.
96

Kenakalan remaja yang terjadi pada saat ini juga merupakan hasil dari

perkembangan teknologi yang dimana remaja melihat serta mengadopsi unsur

kebudayaan yang negatif yang berasal dari negara-negara lain sehingga tata cara

kehidupan yang ditiru remaja mengakibatkan pengaruh-pengaruh yang negatif baik

kepada remaja maupun di lingkungan sekitar. Jika melihat terhadap degradasi moral

yang terjadi pada remaja, kita pun juga tidak dapat membuat mereka untuk tidak

menggunakan gadget dan teknologi lainnya karena jika demikian kita membiarkan

remaja sedang dilindas oleh kemajuan zaman. Orang tua perlu memperhatikan

konsumsi informasi apa yang mereka peroleh sehingga hal itu tidak dapat menjadi

polusi terhadap pikiran remaja.

Remaja GBKP Rg. Sukarende telah melanggar nilai-nilai akibat kemerosotan

spiritualitas dampak dari gadget.

1. Dalam nilai agama, remaja GBKP Rg. Sukarende cenderung acuh tak acuh

dalam menghargai peribadatan dan kegiatan spiritual.

2. Dalam nilai sosial remaja cenderung kurang ramah baik dalam tegur sapa

mau tata bahasa.

3. Nilai-nilai adat dan budaya cenderung dianggap sebelah mata oleh remaja

karena konsumsi akan konten-konten dalam gadget.

Gereja terpanggil dan harus hadir di dalam pergumulan ini, karena gereja juga

memiliki peran yang penting dalam meningkatkan serta mempertahankan spiritualitas

remaja. Gereja akan terus memodernisasi diri agar bentuk dan cara pelayanannya

semakin dekat dan akrab dengan umat dan hal itu tidak terlepas dari gadget sehingga

pelayanan gereja semakin efektif khususnya di tengah perkembangan sumber daya

manusia baik para pejabat gerejawi, majelis jemaat, dan para jemaat. Jika tidak, maka
97

pelayanan gereja tidak responsif terhadap pergumulan jemaat. 145 Seturut dengan itu,

UU ITE mengatur masyarakat supaya menggunakan gadget dengan sebaik mungkin.

Dan jika melanggar UU serta ketentuan yang berlaku tentunya ada sanksi yang akan

diperoleh oleh pelanggar. Tentunya gereja tidak menginginkan jemaat sebagai bagian

dari pelanggar UU ITE dan ketentuan yang berlaku terkait penggunaan teknologi

khususnya gadget. Tetapi sebaliknya menggunakan gadget untuk mengedukasi dan

memajukan misi gereja. Remaja sebagai jemaat gereja juga harus turut serta berperan

dalam mengikuti UU ITE yang telah ada sehingga gereja berusaha untuk mengedukasi

serta memberi perhatian khusus sehingga remaja tidak salah dalam menggunakan

gadget dan tidak terjerat dalam ketentuan yang telah berlaku. Tetapi melalui kehadiran

gereja dalam degradasi moral yang terjadi di kalangan remaja, mereka diarahkan

menjadi pelaku-pelaku firman.

Jika kita lihat dari sudut pandang etika Kristen, teknologi merupakan sebuah

peluang yang dapat mewujudkan keselamatan yang telah dinyatakan Allah di dalam

Kristus yang di mana Allah menghendaki manusia untuk hidup sejahtera dan teknologi

juga dapat memberi rasa optimis terhadap kehidupan yang lebih baik. Teknologi tidak

hanya menjadi alat komunikasi dan informasi tetapi merupakan jaringan kehidupan

yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan tentunya teknologi tersaji berkat Allah

bagi manusia.146

Bagaimana pandangan etika Kristen dalam menggunakan teknologi, dapat kita

lihat dalam nats Alkitab Amsal 1:7 “Takut akan Tuhan adalah permulaan

pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”. Iman Kristen

membantu kita untuk menerima perkembangan teknologi yang ada akan tetapi yang

145
A. Tjatur Raharso, Reksa Pastoral Gereja di Era Revolusi Industri 4.0, dalam Siapakah Manusia;
Siapakah Allah Menyingkap Tabir Manusia dalam Revolusi Industri 4,0 (Malang: STFT Widya Sasana, 2019),
337.
146
Einar M. Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan (Jakarta: BPK Gungung Mulia, 2004), 101.
98

menjadi dasar kita dalam Iman Kristen ialah takut akan Tuhan serta hikmat dari Tuhan

yang menjadi pegangan kita sehingga kita sebagai orang Kristen yang memiliki iman

mampu menerima kemajuan teknologi. Dalam Efesus 2:10 “Kita ini buatan Allah,

diciptakan dalam Yesus Kristus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan

Allah sebelumnya supaya kita bisa hidup di dalamnya.” Artinya manusia diciptakan

karena memiliki tujuan tertentu yaitu melakukan pekerjaan baik dan pada

perkembangan zaman yang sudah semakin pesat ini kita dituntut untuk melakukan

pekerjaan baik tersebut dengan menggunakan teknologi. Kecanggihan teknologi

gadget dapat membantu kita untuk mempermudah menyebarkan kebenaran Firman

Tuhan. Sehingga ketika kita telah mampu mengikuti perkembangan teknologi serta

menggunakannya dengan baik sesuai dengan aturannya maka kita juga dapat

menggunakannya untuk menyebarkan kebenaran Firman Tuhan.

4.7. Tabel Rangkuman Keadaan Spiritualitas Remaja, Yang Harus

Dilakukan, dan Hasil Yang Didapat.


99

No. Keadaan Spiritualitas Remaja Yang harus dilakukan Hasil yang di


dapat

1. Remaja kurang menghargai norma 1. Menjelaskan Remaja kondusif


agama yang ditandai dengan sikap kepada remaja selama
tidak etis dimana mereka bahwa ruang dan peribadahan
disibukkan dengan bermain waktu ibadah berlangsung
gadget selama ibadah berlangsung. adalah khusus
untuk Tuhan tanpa
intervensi
kesibukan yang
mengganggu.
2. Gereja
Menggunakan
media dan alat
peraga untuk
menunjang
kegiatan beibadah
sehingga
menciptakan daya
tarik bagi remaja.
Remaja dan orang tua
2. Mengutamakan bentuk Terciptanya
menunjukkan tanda-tanda serta komunikasi secara keharmonisan
gejala-gejala kerenggangan relasi langsung agar remaja dan dalam keluarga
keluarga dapat menikmati
dan komunikasi yang berpotensi kebersamaan dan tetap
disharmonisasi keluarga. menjalin kedekatan.

Remaja memiliki rutinitas yang


3. Melakukan diet gadget Terciptanya
kurang ideal terhadap sebagai berikut: alokasi waktu dan
perkembangan spritualitas dan 1. Menetapkan total kegiatan yang
waktu pemakaian bermutu bagi
moralnya. Hal itu ditandai dengan remaja
penggunaan
lebih banyaknya alokasi waktu gadget dalam
bermain gadget ketimbang sehari dan
meminimalisasinya
aktivitas spiritual. 2. Menetapkan aturan
penggunaan
gadget, yaitu
kapan harus
dimatikan dan
kapan kita dapat
memakainya untuk
ke perluan tertentu
3. Mengurangi
100

penggunaan
aplikasi yang
menghabiskan
waktu, seperti
game dan aplikasi
lain.
4. Menghentikan
koneksi internet
pada jam-jam
tertentu, seperti
pada setiap waktu
makan, ibadah dan
istirahat/tidur
5. Menghapus
aplikasi yang
dirasa kurasa
bermanfaat atau
membuat
kecanduan
6. Menghentikan
penggunaan media
sosial dalam
jangka waktu
tertentu
7. Membuat
pengaturan
pemakaian gadget.
101

Terjadinya kesenjangan antara


4. 1. Menunjukkan Remaja semakin
aktifitas-aktifitas virtual remaja kepada remaja arti bergairah dalam
dan kegiatan-kegiatan rohani. penting kegiatan mengikuti
rohani sebagai aktifitas-aktifitas
penunjang rohani yang
pertumbuhan menunjang
spritualitas pertumbuhan
rohani remaja
2. Gereja
Memperkaya daya
tarik dan
kereatifitas dalam
kegiatan-kegiatan
remaja

Remaja melakukan kebohongan


5. Menempatkan kejujuran Terciptanya
kepada orang tua
demi kepada orangtua sebagai transparansi relasi
kepentingan gadget. prioritas daripada gadget antara orangtua
serta mengapresiasi dengan remaja.
remaja setiap kali bersikap
jujur
Remaja kurang memiliki sopan
6. Memperbanyak Remaja terdorong
santun akibat dari konsumsi yang mengkonsumsi konten- untuk memiliki
tidak baik dari gadget yang konten yang bernuansa tata bahasa yang
positif membangun serta etis dan baik.
ditandai dengan tata bahasa yang menciptakan spiritualitas
kurang baik. dan moralitas

Remaja cenderung menganggap


7. 1. Meningkatkan Terciptanya dalam
kebiasaan-kebiasaan buruk sebagai edukasi moral serta diri remaja sikap
hal lumrah, misalnya dalam menciptakan bermoral yang
pembicaraan- didapat melalui
berpakaian kurang sopan dan pembicaraan yang edukasi
perkataan kotor. edukatif.

2. Mengadakan
habitualisasi tata
bahasa yang etis
dan teratur.
Remaja kurang bertanggung jawab
8. Menetapkan punishment Terciptanya
terhadap aturan dan teguran, hal (hukuman) atas kepatuhan dan
itu ditandai dengan remaja yang pelanggaran dari aturan ketaatan remaja
yang telah di tetapkan oleh terhadap aturan
bersikap acuh terhadap aturan orangtua. Hal ini diiringi dan konsekuensi
102

orangtua.
dengan sikap orang tua moral
dan gereja yang menjadi
role model penggunaan
gadget yaitu tidak
berlebihan dan
menggunakannya dengan
bijak
Remaja mengalami kecanduan
9. 1. Mengurangi secara Mengurangi
terhadap gadget sehingga berlahan-lahan, kecanduan akan
mengabaikan spiritualitas. bertahap, teratur gadget bagi
dan konsisten bagi remaja.
penggunaan
gadget yang tidak
perlu.
2. Mengakrabkan diri
dengan hal-hal
yang bernuansa
spiritualitas
Kristen.

4.8. Interpretasi Masalah

Interpretasi merupakan pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis

terhadap sesuatu.147 Interpretasi juga dipahami sebagai kemampuan untuk memaknai

masalah yang diberikan baik dalam bentuk tabel, diagram, symbol dan gambar serta

menyimpulkan hasil dari masalah tersebut.

Dalam tulisan ini penulis ingin menginterpretasikan pengaruh dari adanya

peran dari orang tua dan gereja dalam mengedukasi serta mendisiplinkan remaja

GBKP Runggun Suka Rende dalam penggunaan gadget. Berdasarkan tabel I dalam

angket penelitian menunjukkan bagaimana penggunaan gadget yang memberi

dampak negatif bagi remaja. Melalui angket penelitian tersebut juga terbukti bahwa

sebanyak 2,98% remaja sudah menggunakan gadget lebih dari 3 jam per hari

sedangkan menurut kominfo.go.id mengatakan bahwa jika remaja menggunakan

gadget lebih dari 3 jam dalam sehari, mereka akan rentan mengalami kecanduan
147
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 543.
103

terhadap gadget. Perubahan sikap remaja menjadi tidak baik juga terbukti melalui

angket yang diberikan penulis. Dalam tabel IV juga penulis mencantumkan data hasil

penelitian yang dimana penulis memberikan beberapa pertanyaan mengenai seberapa

besar pengaruh penggunaan gadget bagi spiritualitas remaja dan hasilnya mencapai

3,05% dengan kategori “baik”. Berdasarkan data tersebut, penulis melihat

bahwasanya jemaat menyadari adanya pengaruh penggunaan gadget bagi remaja yang

dimana pengaruhnya berupa berkurangnya moral remaja, memiliki sikap kasar dan

tidak sopan, suka membantah dan melawan orang tua maupun guru, sulit di ajak

beribadah, mental remaja menjadi rusak, dan lain sebagainya.

Melihat adanya pengaruh penggunaan gadget bagi spiritualitas remaja maka

dalam tabel VI penulis mencantumkan pertanyaan mengenai sejauh mana jemaat

memahami akan pentingnya edukasi dalam penggunaan gadget bagi remaja. Beberapa

dari orang tua maupun pelayan gereja berpendapat bahwa edukasi tidak cukup

menjadi alternatif agar terhindar dari dampak negatif penggunaan gadget tetapi tidak

sedikit pula yang setuju bahwa edukasi merupakan salah satu cara utama agar remaja

terhindar dari dampak penggunaan gadget bahkan orang tua dan gereja juga setuju

bahwa mereka seharusnya bertanggung jawab serta memperhatikan remaja dalam

menggunakan gadget. Akan tetapi pada kenyataannya kesadaran akan tanggung

jawab dalam mengedukasi dan mendisiplinkan remaja tersebut tidak terealisasi

dengan baik di GBKP Runggun Suka Rende. Hal tersebut dikarenakan kesibukan dari

orang tua dalam melaksanakan pekerjaan sehingga tidak memiliki waktu khusus

dalam mendidik anak. Selain daripada itu juga orang tua kurang memiliki pemahaman

akan dampak negatif gadget bagi remaja. Orang tua hanya mengetahui bahwa remaja

hanya menghabiskan waktu dalam bermain gadget tanpa mengetahui bahwasanya


104

dampak negatif gadget berpengaruh terhadap kesehatan mental, kemerosotan

spiritual, degradasi moral serta perkembangan kognitif remaja.

Orang tua juga beranggapan bahwa kemajuan zaman menjadi alasan bahwa

remaja memiliki kebebasan untuk menggunakan gadget akan tetapi tanpa mereka

sadari dampak negatif penggunaan gadget sedang memasuki kehidupan remaja. Perlu

disadari bahwasanya ketika dampak negatif gadget memasuki kehidupan remaja

maka dampak negatif tersebut tidak hanya berlaku pada jangka pendek tetapi

berpengaruh pada jangka panjang bahkan dapat berpengaruh ke generasi berikutnya.

Pergumulan ini membuat gereja dan orang tua mempertanyakan dirinya apakah

benar-benar mengasihi dan peduli terhadap spiritualitas remaja. Jika peduli maka

dengan melihat situasi dan kondisi saat ini gereja maupun orang tua harus

memberikan perhatian yang intensif kepada remaja agar tidak mengalami

kemerosotan spiritualitas. Kita tentu menginginkan remaja tidak mengalami

kemerosotan spiritualitas tetapi adalah suatu kebohongan jika kita tidak

menginginkan kemerosotan spiritualitas pada remaja tetapi tidak mau memberikan

perhatian yang intensif kepada remaja.

Perhatian gereja terhadap remaja di GBKP Runggun Suka Rende juga sangat

minim dikarenakan kurangnya kegiatan ataupun program yang mendukung remaja

agar terhindar dari kecanduan gadget. Tidak hanya itu, gereja juga kurang memberi

pembinaan secara khusus kepada remaja baik melalui arahan ataupun melakukan

seminar dalam penggunaan gadget. Sehingga penulis melihat bahwa peran dari orang

tua maupun gereja sangat penting dalam memberikan edukasi, pembinaan serta

pendisiplinan kepada remaja. Jadi penulis menyimpulkan bahwa edukasi tentang

penggunaan gadget bagi remaja sangat diperlukan untuk menghindari remaja dari

dampak penggunaan gadget. Selain daripada edukasi, peran dan pendisiplinan dari
105

orang tua juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan spiritualitas remaja yang sudah

merosot yang dipengaruhi oleh gadget.

4.9. Refleksi Teologis

Kondisi remaja pada saat sekarang ini sangat jauh berbeda dengan kondisi

remaja dua puluh tahun, sepuluh tahun, bahkan lima tahun yang lalu. Hal ini

dikarenakan pada saat ini remaja berada dalam kondisi cyber psychology addiction

(CPA), gadget syndrome, dan hiperkoneksi. Inilah yang membuat remaja mendapat

tekanan teknologi yang semakin canggih yang ditunjukkan dalam beberapa hal

seperti, remaja merasa nyaman untuk berkomunikasi melalui gadget, remaja lebih

mampu mengekspresikan diri dan menemukan identitasnya pada sosial media. 148

Kesenjangan antara teknologi dan budaya juga dapat terjadi antara orang tua dan

remaja terkhususnya dalam perkembangan komunikasi yang instan daring. Orang tua

disibukkan dengan menggunakan teknologi akan tetapi hanya sebatas komunikasi dan

aplikasi sedangkan remaja menggunakan teknologi untuk komunikasi, pergaulan,

gaya hidup, aplikasi, game, fashion, dan entertainment yang dengan mudahnya

remaja melakukan eksperimen dengan menggunakan gadget dan aplikasi dan

mencoba berbagai perkembangan teknologi informasi.149

Melalui hasil penelitian, penulis melihat bahwa penggunaan gadget tanpa

adanya edukasi dan pendisiplinan menimbulkan kemerosotan spiritualitas pada

remaja. Kemerosotan spiritualitas terlihat dari perubahan perilaku, tingkah laku dan

akhlak remaja sehingga perubahan tersebut harus ditangani karena pengaruh

penggunaan gadget membuat remaja menjadi malas dalam melakukan rutinitas

sehari-hari, suka membantah dan tidak berperilaku sopan bahkan malas dalam
148
Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen yang Berhati Gembala, 119.
149
Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen yang Berhati Gembala, 121.
106

beribadah. Selain dari pada itu perubahan gaya hidup remaja ke arah yang kurang

baik juga memungkinkan terjadi sehingga tidak sesuai lagi dengan ajaran firman

Tuhan. Pengaruh penggunaan gadget bagi remaja tanpa adanya penanganan tidak

hanya membuat spiritualitasnya merosot tetapi ada dampak kesehatan yang dapat

mereka rasakan seperti kurang tidur, kebugaran fisik yang rendah, kecemasan dan

depresi. Selain daripada spiritualitas dan kesehatan, perkembangan emosional dan

kognitif mereka juga dapat terganggu. Maka dari itu penulis merasa bahwa penangan\

an dalam penggunaan gadget oleh remaja sangat penting dan penanganan tersebut

dapat dilakukan melalui edukasi dan pendisiplinan.

Kurangnya pemahaman akan penggunaan teknologi membuat orang-orang mulai

mementingkan teknologi di atas segalanya bahkan menuhankan teknologi seperti

orang yang melakukan penyembahan berhala. Tentu hal ini tidak sesuai dengan

kehendak Tuhan karena dampak negatif dari penggunaan teknologi membuat manusia

jauh dari pada Tuhan. Dalam kejadian 1:28 dikatakan bahwa “Allah memberkati

mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah

banyak: penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan

burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Nats ini

mendasari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimana mandat pertama

Allah kepada manusia adalah beranakcuculah dan bertambah banyak dan manusia

diberi kuasa untuk menguasai segala yang ada di bumi dan sesuai dengan kehendak

Allah. Allah memberi pengetahuan kepada manusia untuk menguasai seluruh isi bumi

melalui pengetahuan yang dimana pengetahuan tersebut melahirkan teknologi.

Bagaimana manusia dapat menggunakan teknologi yang sesuai dengan kehendak

Allah dapat kita lihat dalam Amsal 1:5, “baiklah orang bijak mendengar dan

menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan


107

pertimbangan”. Melalui nats ini setiap orang yang percaya dituntut untuk menjadi

bijak dalam mendengar dan menjadi bijak dalam mempertimbangkan yang baik dan

benar. Begitu juga dalam menggunakan teknologi, kita dituntut untuk

menggunakannya sesuai dengan apa yang dibutuhkan sehingga kecanggihan gadget

tidak dianggap memberi dampak negatif tetapi dengan fungsi dan penggunaan yang

positif. Tuhan juga menghendaki kita melakukan segala pekerjaan untuk kebutuhan

dengan sebaik-baiknya sebab Tuhan sendiri yang memberikan kepada kita pengertian

dan pengetahuan serta keahlian dalam berbagai pekerjaan (Kel. 35:31). Manusia

sebagai mitra Allah diberi kemampuan untuk mengetahui namun tetap dalam rasa

hormat dan tunduk terhadap otoritas Allah (Ams. 1:7). Iman Kristen memberikan

dasar kepada kita agar kita dapat menerima perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan yang menjadi dasar Iman Kristen untuk menggunakan teknologi adalah

takut akan Tuhan.

Dalam Matius 28:19-20 juga dikatakan “karena itu pergilah, jadikanlah semua

bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,

dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.

Dan ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai pada akhir zaman”. Nats ini

mengingatkan kita bahwa kita telah diutus untuk menyampaikan kebenaran firman

Tuhan dan pada zaman ini teknologilah yang menjadi salah satu alat untuk

menyebarkan firman Tuhan sehingga kita dituntut untuk menggunakannya dengan

baik. Dengan menggunakan kecanggihan dari teknologi gadget, remaja juga mampu

mengambil peran menjadi tokoh yang menyebarkan firman Tuhan tentunya tidak

terlepas dari edukasi dan disiplin yang baik diberikan terlebih dahulu kepada remaja

untuk membekali mereka dalam menggunakan gadget dalam kehidupan sehari-hari.


108

Mereka dapat bergaul dan berdampingan dengan teknologi tanpa harus meninggalkan

nilai-nilai moral dan spiritual.

Kita tidak bisa membiarkan remaja jatuh ke dalam degradasi moral akibat dari

dampak negatif gadget. Sebagaimana dalam Mazmur 127:3 “sesungguhnya anak-anak

lelaki adalah milik pusaka daripada Tuhan…” dengan demikian kita tidak bisa

membiarkan pusaka daripada Tuhan terjerumus ke dalam kemerosotan spiritual

sebaliknya Mazmur 127:4 “seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,

demikianlah anak-anak pada masa muda. Di tangan pahlawan anak panah pasti akan

tepat sasaran, demikian juga halnya dengan anak-anak jika berada di dalam tangan

Tuhan maka anak-anak remaja akan tepat sasaran yaitu seturut dengan kehendak

firman Tuhan. Jadi kita dapat melihat esensi dari remaja itu di dalam spiritualitasnya

adalah milik pusaka Tuhan dan suatu anak panah yang harus berada di dalam tangan

Tuhan (sebagaimana Mzm. 127:4 Tuhan adalah pahlawan tersebut). Sehingga mereka

harus diarahkan oleh gereja dan orang tua ke dalam sasaran yang tepat yaitu firman

Tuhan.
109

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Gadget merupakan teknologi sebagai suatu perangkat elektronik yang memiliki

fungsi khusus pada setiap perangkatnya. Gadget lebih merujuk kepada

smartphone, android, tablet dan notebook, yang merupakan perangkat elektronik

yang praktis saat ini. Secara alkitabiah, gadget adalah alat yang oleh karunia

Tuhan melalui pengetahuan tercipta dari pekerjaan manusia untuk membantu

pekerjaannya, layaknya seperti Nuh membuat teknologi berupa bahtera (Kej. 6:14-

15), Kitab Keluaran juga Musa diperintahkan Allah untuk membuat kemah suci

(Kel. 25 :9), yang dimana Allah sendiri telah menjadi arsitek yang merencanakan

ruang-ruang, dimensi dan bahan untuk kemah suci tersebut (Kel. 25:1-27;21) dan

kemuliaan Allah memenuhi kemah suci tersebut (Kel. 40:35). Oleh karena itu bisa

kita lihat bahwasannya teknologi gadget adalah kemajuan untuk membantu

pekerjaan manusia dan pelayanan gerejawi oleh karunia Allah sebagaimana Allah

kepada tokoh-tokoh Alkitab seperti Nuh, Musa dan yang lainnya. Maka teknologi

seyogianya digunakan untuk membantu pekerjaan manusia terutama untuk

memuliakan Allah.

2. Dalam hal ini, kita tidak sedang berusaha mengatakan bahwasanya perkembangan

teknologi adalah salah. Namun, berusaha mendukung perkembangan itu dengan

membangun dan bertanggung jawab terhadap moralitas di tengah-tengah situasi

saat ini. Tantangan perkembangan teknologi yang dihadapi oleh remaja seharusnya

didampingi oleh orang tua, hal ini disebabkan oleh banyaknya dampak negatif dari

penggunaan gadget yang tidak kita sadari telah masuk kedalam kehidupan remaja
110

dan mempengaruhi spiritualitas mereka. Demikian halnya dengan remaja GBKP

Runggun Suka Rende, yang telah mengalami degradasi moral yang dipengaruhi

oleh penggunaan gadget sehingga menyebabkan merosotnya spiritualitas.

Penggunaan gadget oleh remaja GBKP Runggun Suka Rende pada nyatanya tanpa

adanya pengawasan, edukasi, bahkan pendisiplinan baik dari orang tua, gereja dan

lingkungan sekitar. Perkembangan zaman menjadi salah satu alasan bahwa remaja

sudah sewajarnya menggunakan gadget dan dibarengi juga dengan kemunculan

pandemi covid-19 yang membuat intensitas pemakaian gadget semakin meningkat.

Orang tua menjelaskan bahwa alasan yang tepat bagi mereka tidak memberikan

perhatian khusus bagi remaja dalam menggunakan gadget ialah karena kesibukan

mereka dalam bekerja dan ditambah lagi kurangnya pemahaman orang tua akan

dampak dari penyalahgunaan gadget. Adapun dampak negatif yang telah terjadi

pada remaja GBKP Runggun Suka Rende ialah menghabiskan waktu dengan

bermain game online, berbohong kepada orang tua, moral keagamaannya merosot,

sulit diajak beribadah, perubahan tingkah laku, bahkan remaja sudah termasuk ke

dalam kecanduan akan penggunaan gadget.

3. Pentingnya peran dari orang tua mengayomi serta mengedukasi remaja dalam

melewati perkembangan teknologi melalui pendekatan-pendekatan serta disiplin

yang membangun dan merangsang jiwa mereka sehingga kemerosotan spiritualitas

dapat dihindari. Sebagai orang tua harus bertanggung jawab dalam menanamkan

nilai norma yang baik kepada remaja. Sikap disiplin menjadi salah satu sarana

yang dapat dilakukan oleh orang tua agar remaja dapat bertanggung jawab akan

apa yang ia gunakan, mampu menghargai peraturan yang diberikan serta

menjadikan sikap disiplin bukan sebagai hukuman tetapi sebagai tindakan untuk

memiliki hidup yang sesuai dengan firman Tuhan. Orang tua juga diharapkan
111

mampu bekerja sama dengan gereja dalam mengedukasi dan mendisiplinkan

remaja dalam menggunakan gadget.

4. Gereja juga terpanggil untuk membantu orang tua dengan memberikan pembinaan

rohani, pembinaan karakter, serta pemberdayaan remaja sehingga talenta remaja

tidak tertimbun oleh dampak negatif gadget. Gereja juga menyediakan seminar

bagi orang tua mengenai dampak dari penggunaan gadget secara berlebihan bagi

remaja serta bersedia mendengarkan dan menelaah pandangan remaja tentang

pelayanan gerejawi. Di dalam tugas pelayanannya gereja berdoa bagi anak-anak

remaja dengan harapan mereka menjadi pionir-pionir unggul yang melayani Tuhan

bersama-sama dengan gereja.

5.2. Saran Bagi Gereja, Orang Tua, dan Remaja GBKP Runggun Suka Rende

5.2.1. Gereja

1. Mengalokasikan Dana

Gereja diharapkan mampu mengalokasikan dana untuk mendukung kegiatan

yang membangkitkan spiritualitas remaja serta kegiatan-kegiatan yang bernuansa

rohani dan juga bersedia mendanai seminar edukasi yang dilakukan bagi orang tua

dan remaja.

2. Seminar

Gereja perlu memberikan edukasi baik kepada orang tua maupun remaja

dengan mengadakan seminar dan pembinaan rohani yang intensif yang dimana

fungsinya untuk menambah wawasan bagi orang tua sehingga orang tua mengerti

dan memahami serta mampu menerapkannya kepada anak remaja.


112

3. Ibadah Kontemplasi

Gereja diharapkan memberikan kegiatan spiritual bagi remaja berupa ibadah

kontemplasi sehingga merangsang keinginan mereka untuk tidak terjerumus

kepada degradasi moral sebagai bentuk dari kemerosotan spiritualitas karena

mereka adalah milik pusaka Allah.

4. Menambah Kreativitas

Gereja mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pertumbuhan

rohani sehingga waktu remaja tidak habis untuk menggunakan gadget tetapi

kepada kegiatan-kegiatan yang diberikan gereja. Seperti membuat konten rohani

yaitu berupa video motivasi atau video lagu rohani.

5. Membentuk Kelompok Tumbuh Bersama (KTB)

Kelompok tumbuh bersama (KTB) adalah sebuah kelompok yang terdiri dari

3-5 orang yang dipimpin oleh 1 orang pemimpin yang dimana kelompok kecil ini

diadakan 1 sampai 2 kali dalam seminggu. Kelompok tumbuh bersama ini

diadakan untuk menambah pertumbuhan rohani remaja yang dimana di dalam

pertemuan tersebut diadakan belajar Alkitab, memuji Tuhan, berdoa, serta

menjalankan dinamika pertumbuhan rohani untuk menumbuhkan ketaatan bagi

remaja.

5.2.2. Orang Tua

1. Family Council

Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mengatasi

remaja dalam menggunakan gadget ialah dengan menerapkan family council.


113

Family council merupakan sebuah istilah yang berarti musyawarah dalam

keluarga. Musyawarah ini digunakan sebagai sarana untuk memecahkan problema

dalam keluarga termasuk kecanduan remaja dalam menggunakan gadget. Remaja

yang sudah kecanduan dalam menggunakan gadget merupakan sebuah

permasalahan dalam keluarga yang diakibatkan kurangnya perhatian dan

pembinaan dari orang tua.oleh karena itu family council hadir untuk

memperbincangkan masalah yang terjadi dengan cara memberi kesempatan

kepada anak untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam dirinya, permasalahan apa

yang dia miliki dan bagaimana solusi akan permasalahan tersebut.

2. Memberikan Edukasi

Orang tua diharapkan mampu memberikan edukasi dan pemahaman kepada

remaja akan penggunaan gadget agar remaja dapat tetap waspada terhadap

dampak negatif yang akan memasuki kehidupan remaja. Sebelum orang tua

memberikan edukasi bagi remaja, terlebih dahulu orang tua membekali diri

dengan pengetahuan-pengetahuan baru tentang teknologi sebagai modal dalam

memberi edukasi bagi remaja.

3. Pendisiplinan

Orang tua diharapkan mampu meluangkan waktu yang intensif untuk

memperhatikan serta membina anak remaja dalam penggunaan gadget. Orang tua

juga diharapkan mampu menjadi role model bagi remaja dalam penggunaan

gadget agar tidak berlebihan dan menggunakannya dengan bijak. Disisi lain

orang tua pun harus konsisten dalam memberikan edukasi terhadap anak remaja

sehingga tidak terjadi ketimpangan antara apa yang diperintahkan orangtua


114

kepada remaja dengan apa yang dikerjakan oleh orang tua. Pendisiplinan juga

serta merta berhubungan dengan management waktu dengan menetapkan jadwal

harian bagi remaja sehingga penggunaan gadget dapat diatur juga membuat jeda

waktu sehingga bagi remaja yang kecanduan dapat diatasi. Orang tua juga

diharapkan mampu memberikan punishment (hukuman) atas pelanggaran yang

dilakukan serta memberikan reward (imbalan) bagi remaja yang patuh terkait

penggunaan gadget yang diterapkan secara konsisten oleh orang tua.

4. Mendukung Kegiatan Rohani Remaja

Orang tua mampu memberi diri dan hati untuk bekerja sama dengan gereja

dalam mendidik remaja dengan cara mendukung remaja dalam melaksanakan

kegiatan yang diberikan gereja. Orang tua juga turut memfasilitasi serta mendanai

kegiatan yang dilakukan remaja.

5.2.3. Remaja

Remaja diharapkan mencari kegiatan yang positif untuk membangun

spiritualitas. Remaja juga diharapkan mampu mengontrol dan memanagement waktu

di dalam menggunakan gadget. Bagi remaja yang sudah kecanduan gadget

diharapkan melakukan konsultasi kepada psikolog atau orang yang mumpuni.

Memberi diri dibina dan diedukasi oleh gereja dan orang tua akan semakin

menjauhkan remaja dari kemerosotan spiritualitas. Tentu remaja itu sendiri tidak

menginginkan dirinya terjerumus ke dalam degradasi moral yang merusak

spiritualitas, maka penting bagi remaja untuk mengikuti saran-saran di atas. Selain

daripada itu remaja juga diharapkan untuk mengisi waktu luang dengan berbagai
115

kreativitas sehingga hal itu menumbuhkan minat belajar dan mengurangi pemakaian

waktu untuk bermain gadget.

5.2.4. Kepada STT Abdi Sabda

Saran kepada STT Abdi Sabda sebagai tempat bagi mahasiswa dan mahasiswi

untuk menimba ilmu agar lebih dalam lagi memperlengkapi mahasiswa dan mahasiswi

mengenai penyediaan buku-buku teknologi agar mempermudah penulis dalam

menyelesaikan karya tulisnya.

DAFTAR PUSTAKA

I. Sumber Buku-buku

Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara, 2019.

Ali, Mohammad. Paper, Tesis, Disertasi. Bandung: Tarsitos, 1985.

Anshori, Muslich dan Iswati, Sri. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif. Surabaya:

UNAIR (AUP), 2019.

Aries S., Victorianus. Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2012.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Arniwati & Budyarto, R. Dampak Teknologi Terhadap Kehidupan Rohani Anak & Remaja.

Malang: Gandum Mas, 2012.

Azizi, Fatkhudin, Handayani, Wiwit Retno dan Nafi’ah, Yatimatun. Ekonomi Bisnis Bidang

Keahlian: Bisnis dan Manajemen. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2018.

B. Hurlock, Elizabeth. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1980.

B. Uno. Hamzah dan Lamatenggo, Nina. Teknologi Komunikasi dan Informasi Pembelajaran.

Jakarta: Bumi Aksara, 2010.


116

Belandina, Jense dkk.. Suluh Siswa 1. Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2006.

Darma, Dio Caisar, Maria, Siti dan Pusriadi, Tommy. 5 Teknik Jitu Mahasiswa Menyusun

Skripsi. Medan: Yayasan Kita Menulis, 2020.

Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Drewes, B.F. & Mojau, Julianus. Apa itu Teologi? Pengantar ke Dalam Ilmu Teologi. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2007.

Dyck, Anni. Tantangan dan kebutuhan remaja. Malang: departemen pembinaan anak dan

Pemuda/ YPPII, 1982.

E. Papalia, Diane, Wendkos Old, Sally dan Feldman, Ruth Duskin. Human Development

(Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana, 2008.

Effendi, Irwansyah. Spiritualitas Makna, Perjalanan yang Telah Dilalui, dan Jalan yang

Sebenarnya. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama, 2019.

GP, Harianto. Komunikasi dalam Pemberitaan Injil Membangun dan Mengembangkan

Komunikasi Injil dalam Pelaksanaan Amanat Agung. Yogyakarta: Andi, 2012.

Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia, 2002.

Guthrie, Donal. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1992.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 1. Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 2017.

Hakh, Samuel Benyamin. Perjanjian Baru sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok

Teologisnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.

Heuken, Adolf. Spiritualitas Kristiani Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad.

Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002.

Hermawan, Iwan. Teknik Menulis Karya Ilmiah Berbasis Aplikasi dan Metodologi. Kuningan:

Hidayatul Quran, 2019.

Ishomuddin. Pembangunan Sosial Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jawa

Timur: Duta Media Publishing, 2016.


117

Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Ismail, Triyanto, Bambang. Penulisan Karya Ilmiah (skripsi): Suatu pedoman. Jawa

Tengah:Lakeisha, 2020.

Iswidharmanjaya, Derry dan Agency, Beranda. Bila Si Kecil Bermain Gadget. Yogyakarta:

Bisakimia, 2014.

J. Blair, Hugh. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012.

Jahja, Yudrik. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana, 2011.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: RajaGrafindo persada, 2010.

Joenaidy, Abdul Mois. Konsep dan Strategi Pembelajaran di Era Revolusi Indsutri 4.0.

Jakarta: Laksana, 2019.

Kartono, Kartini. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar Maju, 1995.

Kristiyanto, A. Eddy. Spiritualitas dan Masalah Sosial. Jakarta: Obor, 2005.

M. Noor, Rohinah. Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah.

Yogyakarta: Pedagogia, 2012.

M. Paterson, Robert. Tafsiran Kitab Yeremia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Mamik. Metodologi Kualitatif. Sidoarjo: Zifatama, 2015.

Mardalis. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Markus S. Gainau, Pendidikan Agama Kristen (PAK) Remaja. Yogyakarta: Kanisius, 2016.

McGrath, Alister E. Spiritualitas Kristen. Medan: Bina Media Perintis, 2007.

Monks, F.J., Knoers A.M.P. dan Hadinoto, Siti Rahayu. Psikologi Perkembangan Pengantar

dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014.

Nainggolan, John M. Menjadi Guru Agama Kristen Suatu Upaya Peningnkatan Mutu dan

Kualitas Profesi Keguruan. Jakarta: Generasi Info Media, 2007.

Patandean, Yulius Roma dan Indrajit, Richardus Eko. Digital Transformation Generasi Muda

Indonesia Menghadapi Transformasi Dunia.


118

Puspita, Sylvie. Monograf Fenomena Kecanduan Gadget Pada Anak Usia Dini. Surabaya:

Cipta Media Nusantara (CMN), 2020.

R. Boehlke, Robert. Siapakah Yesus Sebenarnya?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Raharso, A. Tjatur. Reksa Pastoral Gereja di Era Revolusi Industri 4.0, dalam Siapakah

Manusia; Siapakah Allah Menyingkap Tabir Manusia dalam Revolusi Industri 4,0.

Malang: STFT Widya Sasana, 2019.

Rasul, Juharis dan Hamid, Abdul. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bogor: Yudhistira,

2007.

Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006.

S.M.Nur, Prabowo dan Hasibuan, Albar Adetary. Pengantar Studi Etika Kontemporer

Teoritis dan Terapan. Malang: Universitas Brawijaya Press, 2017.

Sari, Wiwin Via Wulan, dkk. Terpenjara Komodifikasi Media. Malang: Intrans Publishing

Group, 2020.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 1989.

Shelton, Charles M. Menuju Kedewasaan Kristen. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Shelton, Charles M. Spiritualitas Kaum Muda Bagaimana Mengenal dan

Mengembangkannya.

Yogyakarta: Kanisius, 1987.

Sitompul, Einar M. Gereja Menyikapi Perubahan. Jakarta: BPK Gungung Mulia, 2004.

Situmorang, Syafizal Helmi. Analisis Data: untuk Riset Manajemen dan Bisnis. Medan: USU

Press, 2010.

Siyoto, Sandu dan Sodik, M. Ali Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media

Publishing, 2015.

Subagijo, Azimah. Diet & Detoks Gadget. Jakarta Selatan: Noura Books, 2020.
119

Subagyo, Andreas B. Pengantar Riset Kuantitaif dan Kualitatif. Bandung: Yayasan Kalam

Suciati. Psikologi Komunikasi Sebuah Tinjauan Teoritis dan Perspektif Islam.

Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta, 2018.

Sukanto, Surjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Ul-Press, 1986.

Telaumbanua, Fo’arota. Pengolahan Data Penelitian Perbandingan dan Hubungan. Jakarta:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia, 2016.

Tim Penyusun. Suluh Siswa 1 Bertumbuh Dalam Kristus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Tung, Khoe Yao. Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen yang Berhati Gembala

Mempersiapkan Sekolah dan Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan Global pada

Masa Kini. Yogyakarta: Andi, 2016.

Ulfah, Maulidya. Digital Parenting Bagaimana Orang Tua Melindungi Anak-Anak dari

Bahaya Digital?. Jawa Barat: Edu Publisher, 2020.

Unaradjan, Dominikus Dolet. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Universitas katolik

Indonesia Atma Jaya, 2019.

Utami, Ditta Widya dan Indrajit, Richardus Eko. Menyongsong Era Baru Pendidikan.

Yogyakarta: Andi, 2020.

V. Sokolova, Irina. Kepribadian Anak. Yogyakarta: Katahati, 2014.

W. Santrock, John. Perkembangan Anak edisi Kesebelas Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2007.

W. Sarwono, Sarlito. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Wardaya, Baskara T. Spiritualitas Pembebasan. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Widyastuti, Ana. 77 Permasalahan Anak dan Cara Mengatasinya. Jakarta: Elex Media

Komputindo, 2019.

Wijanarko, Jarot dan Sunanto, Gideon Apit. Berani Mendisiplinkan Anak Generasi Milenial

Sesuai Firman (Pemikiran James Dobson). Jakarta Selatan: Keluarga Indonesia Bahagia,

2019.
120

Wijaya, Jonathan. Pemuridan Intensional dalam Gereja Tradisional. Tangerang: UPH Press,

2018.

Yewangoe, A.A. Allah Mengizinkan Manusia Mengalami Diri-Nya. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2018.

Yunita, Noralia Purwa dan Indrajit, Richardus Eko. Digital Mindset Menyiapkan Generasi

Muda Indonesia Menghadapi Disrupsi Teknologi. Yogyakarta: Andi, 2020.

Yusuf LN., Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. (Bandung: Remaja

Rosdakarya,2015.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Zonar, Danah dan Marshall, Ian. SQ Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan Pustaka, 2007.

II. Sumber Buku Bahasa Inggris

Groeschel, Benedict J. Spiritual Passages The Psychology of Spiritual Development. New

York: The crossroad Publishing Company, 1992.

Jones, Cheslyn, Wainwright, Geoffrey dan Yarnold Edward The Study of Spirituality. New

York: Oxford University Press, 1986.

Heller, David. Talking to Your Child About God. Toronto: Bantam Books, 1988.

Engen, John van. Educating People of Faith Exploring the History Of Jewish and Christian

Communities. Michigan: Grand Rapids, 2004.

T. Uhls, Yalda. Media Moms & Digital Dads A fact Not Fear Approach to Parenting in the

Digital Age. USA: Bibliomotion, 2015.

III. Sumber Jurnal

Alinurdin, David. “Etika Kristen dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan Menurut

Perspektif Alkitab” Jurnal Veritas Volume 17, no.2 (Desember 2018).


121

https://www.researchgate.net/publication_Etika_Kristen_Dan_Teknologi_Informasi_Seb

uah_Tinjauan_Menurut_Perspektif_Alkitab, (diakses, 23 Februari 2021).

Alinurdin, David. “Etika Kristen dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan menurut

Persektif Alkitab” dalam jurnal Veritas Vol. 12, no. 2 (Desember 2018).

https://www.researchgate.net/publication_Etika_Kristen_Dan_Teknologi_Informasi_Seb

uah_Tinjauan_Menurut_Perspektif_Alkitab, (diakses pada 23 Februari 2021).

Anneke, Djoys Rantung dan Boiliu, Fredik Melkias. “Teknologi Dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Kristen yang Antisipatif di Era Revolusi Industri 4.0” Jurnal Shanan

Universitas Kristen Indonesia, Vol. 1 (Maret 2020).

https://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/view/1770, (diakses, 23 Februari 2021).

Bewu, Yuliana, Dwikurnaningsih, Yari dan Widrawanto, Yustinus. “Pengaruh Penggunaan

Gadget Terhadap Interaksi Sosial Pada Siswa Kelas X IPS SMA Kristen Satya Wacana

Salatiga” Jurnal Psikologi Konseling Vol. 15 No. 2 (Desember 2019).

https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/konseling/article/view/, (diakses, 17 Februari

2021).

Chusna, Puji Asmaul. “Pengaruh Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak” jurnal

Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan, Vol.17, No. 2 (November

2017). https://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/dinamika/article/view, (diakses,

02 Maret 2021).

Edy, Myrnawati, Sumantri, M. Syarif, Yetti, Elindra. “Pengaruh Keterlibatanan Orangtua

dan Pola Asuh Terhadap Disiplin Anak” Jurnal Pendidikan Usia Dini Vol. 12 Edisi 2

November 2018, 223. https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpud/article/view, (diakses,

25 Februari 2021).

Mangestuti, Retno dan Aziz, Rahmat. “Pengembangan Spiritualitas Remaja: Mengapa

Remaja Laki-laki Lebih Memerlukan Dukungan Keluarga Dalam Pengembangan


122

Spiritualitas” dalam Psikoislamika jurnal Psikologi Islam Volume 14, no. 1 Tahun 2017.

https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view, (diakses 26 Februari

2021).

Marpaung, Junierissa. “Pengaruh Penggunaan Gadget Dalam Kehidupan (The Effect of Use

Gadget In Life)”, Jurnal Kopasta 5 vol 2 Universitas Riau Kepulauan Batam (2018).

https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/kopastajournal/view/, (diakses, 17 Februari

2021).

Ningsih, Sri S., Lintong, Fransiska dan Rumampuk, Jimmi F. “Hubungan Penggunaan

Laptop dan Fungsi Penglihatan Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi Manado” Jurnal e-Biomedik (eBm), vol. 3, no.3, (September-

Desember 2015). https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/download/,

(diakses, 16 Februari 2021).

Rosiyanti, Hastri dan Muthmainnah, Rahmita Nurul. “Penggunaan Gadget Sebagai Sumber

Belajar Mempengaruhi Hasil Belajar pada Mata Kuliah Dasar Matematika” Fibonacci

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika Volume 4, No. 1 (Juni 2018).

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/fbc/article/view/2750 (diakses, 15 Februari 2021).

Roza, Emilia, Kamayani, Mia dan Gunawan, PH. “Pelatihan Memantau Penggunaan Gadget

Pada Anak” Jurnal SOLMA Vol.7(2) (2018). http://journal.uhamka.ac.id, (diakses 16

Februari 2021).

Sebagai Penentu Status GiziGizi” Jurnal Sainteknol Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Teknik, Universitas Negeri Semarang, Vol. 11 No.1 (Juli 2013), 12.

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sainteknol/article/download, (diakses, 16

Februari 2021).

Sitorus, Merinda Maranatha dan Boiliu, Fredik Melkias. “Kajian Perkembangan Teknologi

Berdasarkan Pendidikan Agama Kristen” Jurnal Biormatika: Jurnal Ilmiah Fakultas


123

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Agama Kristen Vol. 7 No.1 Tahun 2021, Jakarta:

Universitas Kristen Indonesia, 2021.

https://ejournal.unsub.ac.id/index.php/FKIP/article/view, (diakses pada 5 Februari 2021).

Suryanto, Agus. “Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Tablet PC (Personal Computer)

Suwignyo, Agus, Kita dan Dunia Kontemporer (atau Mengapa Sejarawan harus

Menyesuaikan Cara Kerjanya dengan Tunttutan Perkembangan Teknologi Informasi

Digital) Jurnal Sasdayana Gadjah Mada Journal Of Humanities, Vol. 2, No. 2 ( Mei

2018).

Syifa, Layyinatus, Setianingsih, Eka Sari dan Sulianto, Joko. ”Dampak Penggunaan Gadget

Terhadap Perkembangan Psikologi Pada Anak Sekolah Dasar” Jurnal Ilmiah Sekolah

Dasar Volume 3, no.4 (tahun 2019).

https://www.researchgate.net/publication/342516421_Dampak_Penggunaan_Gadget_...

(diakses, 15 Februari 2021).

Tari Ezra dan Tafonao, Talizaro. “Tinjauan Teologis-Sosiologis Terhadap Pergaulan Bebas

Remaja” dalam Jurnal Dinamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Volume 3,

Nomor 2 (April 2019). https://sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/dunamis/article/view,

(diakses, 28 Februari 2021).

Tridarmanto, Yusak, Spiritualitas Rasul Paulus, Jurnal Gema Teologi Vol. 39, No.1 (April

2015). http://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/view/191/180, (diakses pada

24 September 2021).

IV. Kamus dan Ensiklopedia

Baker, D.L. Kamus Singkat Ibrani-Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.

Tim Penyusun. KBBI. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Cameron, “Roh”, dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II, M-Z, 316-317.
124

V. Arsip

Catatan Laporan Musyawarah Jemaat GBKP Runggun Suka Rende Klasis Pancur Batu,

Minggu, 14 Maret 2021.

Catatan Laporan Proposal Renovasi Gedung Gereja dan Pembangunan Gedung KAKR/TK-

PAUD GBKP Suka Rende Klasis Pancur Batu, 14 Januari 2012.

Moderamen GBKP. Tata Gereja GBKP 2015-2020. Kabanjahe: Moderamen GBKP, 2015.

VI. Hasil Wawancara

Br Ginting, Victoria: Wawancara pada 12 Juni 2021 di Suka Rende. Beliau adalah seorang

pelayan yang menjabat sebagai diaken di GBKP Rg. Suka Rende.

Br Sinulingga, Lestavita : Wawancara pada 13 Juni 2021 di Suka Rende.

Br Barus, Lipi Arni : Wawancara pada 17Juni 2021 di Suka Rende.

Br Sinulingga, Nd. Mutia : Wawancara pada 12 Juni 2021 di Suka Rende.

Tarigan, Thomas : Wawancara pada 21 Juni 2021 di Suka Rende.

VII. Sumber Internet

https://gbkp.or.id/2016/07/misi-bidang-pembinaan/ (diakses, 14 Juni 2021).

https://gbkp.or.id/ka-kr/, (diakses, 17 Juni 2021).

https://kominfo.go.id/content/detail/13547/kecanduan-gawai-ancam-anak-anak/0/

sorotan_media, diakses pada tanggal 10 Maret 2021.

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6744/

AnakAnak+pengguna+Internet+Terus+Bertambah/0/sorotan_media, (diakses 10 Maret 2021).

https://m.bisnis.com/, (diakses, 10 Maret 2021).

https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-internet-indonesia-

2021-tembus-202-juta, (diakses, 11 Maret 2021).


125

https://www.kominfo.go.id/content/detail/30653/dirjen-ppi-survei-penetrasi-pengguna-

internet-di-Indonesia-bagian-penting-daritransformasi-digital/0/berita_satker, (diakses, 10

Maret 2021).

https://www-haibunda-com.cdn.ampproject.org, diakses, 12 Maret 2021).


LAMPIRAN ANGKET

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Petunjuk Pengisian:

1. Isilah identitas anda terlebih dahulu.

2. Bacalah dan pahami pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.

3. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (X) pada kolom

yang tersedia.

4. Jawaban dan identitas anda akan dirahasiakan oleh penulis.

5. Terimakasih atas kesediaan saudara dalam mengisi angket ini.

Ket. Jawaban:

SS Sangat Setuju

S Setuju

KS Kurang

Setuju

TS Tidak Setuju

A. Pemahaman Jemaat Akan Penggunaan Gadget dan Dampaknya bagi Spiritualitas


Remaja

No Pertanyaan SS S KS TS
1. Apakah saudara setuju jika remaja sudah memiliki gadget di
usia yang masih dini?
127

2. Apakah saudara setuju bahwa gadget memberi dampak negatif


bagi kesehatan fisik dan psikis?

3. Apakah saudara setuju jika remaja yang masih dini tidak


menggunakan gadget?
4. Apakah saudara setuju jika remaja menggunakan gadget akan
membuat spiritualitasnya merosot?
5. Apakah saudara setuju jika remaja menggunakan gadget maka
ada perubahan sikap menjadi tidak baik dalam diri remaja?
6. Apakah saudara setuju ketika remaja menggunakan gadget
membuat remaja menjadi suka melawan orang tua?
7. Apakah saudara setuju bahwa remaja akan berbohong kepada
orang tua untuk memenuhi kebutuhan dalam menggunakan
gadget seperti membeli kuota atau pulsa?
8. Apakah saudara setuju bahwa remaja lebih suka membuka
gadget daripada alkitab?
9. Apakah saudara setuju jika remaja menggunakan gadget lebih
dari 3 jam dapat dikatakan kecanduan akan gadget?
10. Apakah saudara setuju bahwa remaja menghabiskan waktu
untuk bermain gadget seperti bermain game online, facebook,
instagram, tiktok, dan aplikasi lainnya?

B. Pertanyaan akan Pengaruh Gadget bagi Kehidupan Spiritualitas Remaja


No Pertanyaan SS S KS TS
.
1. Apakah saudara setuju jika gadget dapat menimbulkan
kemerosotan spiritualitas pada remaja?
2. Apakah saudara setuju jika gadget dapat mengubah
tatanan moral remaja kearah yang tidak baik?
3. Apakah saudara setuju jika gadget dapat merubah sifat
remaja menjadi sombong dan keras kepala?
4. Apakah saudara setuju jika gadget dapat menimbulkan
sikap kasar dan tidak sopan pada remaja?
5. Apakah saudara setuju jika dampak dari menggunakan
gadget membuat remaja menjadi suka membantah,
melawan orangtua dan guru?
128

6. Apakah saudara setuju jika dampak dari menggunakan


gadget dapat membuat remaja sulit di ajak beribadah,
atau moral keagamaannya merosot?
7. Apakah saudara setuju bahwa pengaruh dari penggunaan
gadget dapat merusak mental remaja?
8. Apakah saudara setuju jika gadget juga memberi dampak
kepada remaja menjadi bersifat hedonisme?
9. Apakah saudara setuju jika melalui gadget remaja dapat
memberi bahkan menerima cyberbullying?
10. Apakah saudara setuju jika melalui gadget membuat
remaja menjadi rentan untuk membuka situs yang
mengandung pornografi?

C. Pertanyaan Mengenai Pemahaman Jemaat akan Pentingnya Edukasi penggunaan


Gadget bagi remaja
No Pernyataan SS S KS TS
1. Apakah saudara setuju jika edukasi dan pendisiplinan itu perlu
bagi pertumbuhan spiritualitas remaja?
2. Apakah saudara setuju jika remaja harus mendapatkan edukasi
dalam menggunakan gadget?
3. Apakah saudara setuju jika remaja harus mendapatkan edukasi
tentang dampak negatif dan positif dalam menggunakan gadget?
4. Apakah saudara setuju bahwa orang tua bertanggung jawab
memberikan edukasi bagi remaja dalam menggunakan gadget
5. Apakah saudara setuju bahwa gereja juga harus memperhatikan
remaja dan memberi edukasi akan penggunaan gadget?
6. Apakah saudara setuju jika remaja yang sudah mendapatkan
edukasi akan terhindar dari bahaya penggunaan gadget?
7. Apakah saudara setuju jika edukasi akan penggunaan gadget
menjadi salah satu alternatif agar terhindar dari dampak negatif
penggunaan gadget?
8. Apakah saudara setuju ketika remaja mendapatkan edukasi
penggunaan gadget maka sikap remaja tidak akan berubah kea
rah yang tidak baik
9. Apakah saudara setuju bahwa gereja harus membuat program
khusus untuk membina remaja?
10. Apakah saudara setuju bahwa gereja harus membuat dana
khusus untuk mengedukasi remaja?
129

D. Pertanyaan tentang pentingnya peran orang tua dan gereja dalam memberikan
edukasi dan pendisiplinan bagi remaja dalam menggunakan gadget
No Pernyataan SS S KS TS
1. Apakah saudara setuju bahwa edukasi dan pendisiplinan
penggunaan gadget diperlukan dalam gereja?
2. Apakah saudara setuju jika orang tua memiliki peran yang
penting dalam pendisiplinan terhadap remaja?
3. Apakah saudara setuju gereja mengadakan seminar dalam
mengedukasi orang tua dalam mendisiplinkan remaja dalam
penggunaan gadget?
4. Apakah saudara setuju gereja mengadakan pembinaan terhadap
remaja dalam menggunakan gadget?
5. Apakah saudara setuju jika gereja menambah kegiatan untuk
remaja agar terhindar dari penggunaan gadget?
6. Apakah saudara setuju jika orang tua harus berkonsultasi dalam
mendidik anak menggunakan gadget?
7. Apakah saudara setuju jika orang tua dan gereja harus bekerja
sama dalam memberikan edukasi kepada remaja?
8. Apakah saudara setuju jika orang tua harus melakukan
pengawasan khusus terhadap remaja pada saat menggunakan
gadget?
9. Apakah saudara setuju jika orang tua harus memberikan batasan
waktu dalam menggunakan gadget?
10. Apakah saudara setuju jika orang tua juga harus menambah
wawasan pengetahuan akan dampak penggunaan gadget?

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Nola Fitaloka Br Tarigan


130

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 02 Agustus 1998

Asal Gereja : GBKP

Anak ke : 3 dari 3 Bersaudara

Alamat : Desa Batukarang, kec. Payung, Kab. Karo

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Antoni Tarigan

Pekerjaan : Petani

Nama Ibu : Alm. Kabartina Br Meliala

Pekerjaan :-

Alamat : Desa Batukarang, kec. Payung, Kab. Karo

III. PENDIDIKAN

Tahun 2004 : Tamat dari TK Elsamana, Kutabuluh

Tahun 2010 : Tamat dari SD Negeri 040496, Tanjung Mbelang

Tahun 2013 : Tamat dari SMP Negeri 1 Payung, Batukarang

Tahun 2016 : Tamat dari SMA Swasta Methodist-AN, Pancur Batu

IV. TEMPAT MELAKSANAKAN COLLEGIUM PASTORAL

Collegium Pastoral : GBKP Runggun Timba Lau Klasis Medan Delitua

Anda mungkin juga menyukai